Pembimbing:
dr. Rr. Sinta Irina, Sp.An, KNA
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Tujuan penulisan referat ini adalah sebagai salah satu syarat unutk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Prosfesi
Dokter di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Manfaat
Suatu kondisi abdomen yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam,
biasanya menimbulkan gejala nyeri yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non
bedah. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan
tindakan segera. (Daldiyono dan Syam AF, 2014)
Kasus abdominal pain tercatat 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat darurat atau
5 sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat. (Graff LG dan Robinson D, 2001) Studi lain
menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke gawat darurat mengeluh nyeri
perut. Diagnosis bervariasi sesuai untuk kelompok usia, yaitu anak dan geriatri. Sebagai
contoh nyeri perut pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh apendisitis , sedangkan
penyakit empedu, usus diverticulitis, dan infark usus lebih umum terjadi pada bayi
(Cordell WH dkk, 2002)
Etiologi
1. Inflamasi
Kategori inflamasi ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu yang disebabkan bakteri dan kimiawi.
Inflamasi akibat bakterial seperti appendisitis akut divertikulitis, dan beberapa kasus Pelvic
Inflammatory Disease. Inflamasi akibat kimiawi antara lain perforasi dan ulkus peptikum.
2. Mekanik
Penyebab mekanis misalnya keadaan obstruksi, seperti hernia inkarserata, perlengkapan, intussusepsi,
malrotasi usus dengan volvulus, atresia kongenital atau stenosis usus. Penyebab tersering obstruksi
mekanik usus besar adalah Ca kolon.
3. Neoplasma
4. Vaskular
Kelainan vaskular seperti trombosis atau embolisme a. mesenterika yang menyebabkan aliran darah
terhenti sehingga timbul nekrosis jaringan, dengan ganggren usus.
5. Defek Kongenital
Defek congenital yang dapat menyebabkan akut abdomen seperti atresia duondenum, omphalocele
atau hernia diaphragmatica.
6. Trauma
—Someone Famous
Akut abdomen terjadi karena nyeri abdomen
yang timbul tiba-tiba atau sudah berlangsung
lama. Nyeri abdomen ini dapat berupa nyeri
visceral, nyeri somatic maupun nyeri alih.
(Sjamsuhidajat, R., 2014)
B. Sifat Nyeri
• Nyeri Alih : Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu
daerah
• Nyeri Proyeksi : Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf
sensoris akibat cedera atau peradangan saraf.
• Hiperestesia
• Nyeri Kontinyu : Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan
terus menerus, misalnya pada reaksi radang.
• Nyeri Kolik : Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga
dan biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus,
batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul karena
hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran.
• Nyeri Iskemik
• Nyeri Pindah
C. Onset dan Progresifitas Nyeri
Onset timbulnya nyeri dapat menunjukkan keparahan proses yang terjadi. Nyeri hebat
yang terjadi mendadak pada seluruh abdomen merupakan suatu keadaan bahaya yang
terjadi intra abdomen seperti perforasi viscus atau ruptur aneurisma, kehamilan ektopik,
atau abses. Dengan adanya gejala sistemik (takikardi, berkeringat, takipneu dan syok)
menunjukkan dibutuhkannya resusitasi dan laparotomi segera. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
D. Karakteristik Nyeri
Sifat, derajat, dan lamanya nyeri sangat membantu dalam mencari penyebab utama akut
abdomen. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
Diagnosis
Anamnesis
Perlu ditanyakan dahulu permulaan nyerinya, lokasi, karakter, durasi, faktor yang mempengaruhinya serta gejala
yang menyertai. Lokasi nyeri penting untuk mempertimbangkan berbagai kondisi patologis yang terjadi di daerah
spesifik atau kuadran abdomen. Nyeri yang intermiten atau kolik harus dibedakan dari rasa sakit yang terus
menerus. Nyeri kolik biasanya terkait dengan proses obstruktif dari usus, hepatobilier, atau saluran genitourinari,
sementara rasa sakit yang terus menerus biasanya merupakan hasil dari mendasari iskemia atau peritoneal
peradangan. Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
Keluhan lain seperti mual, muntah, anoreksia, kembung, diare juga dapat dialami. (Daldiyono dan Syam AF, 2014)
—Someone Famous
Pemeriksaan fisik
Mulai dari keadaan umum, tanda-tanda vital, dan sikap berbaring. Adanya abnormalitas pada tanda vital dapat
menunjukkan keadaaan kegawatan pada pasien. Keparahan penyakit sistemik dapat dinilai dari adanya takipnea,
takikardia, demam atau respon hipotermia, dan hipotensi relatif. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok dan
infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.
a. Inspeksi
Pada inspeksi abdomen, perhatikan kontur abdomen, termasuk apakah tampak buncit atau apakah tampak terdapat
massa yang memberikan kecurigaan adanya hernia inserserata atau tumor. Adanya eritema atau edema kulit
mungkin memperlihatkan selulitis dari dinding abdomen, sedangkan ecchymosis kadang-kadang dapat terlihat
pada infeksi necrotizing yang dalam pada fasia atau struktur abdomen seperti pancreas. Adanya caput medusa
dapat menunjukan penyakit hati. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
b. Auskultasi
Suara usus biasanya dievaluasi kuantitas dan kualitasnya. Perhatikan ada atau menghilangnya suara bising usus,
serta karakteristik dari bising usus. Pada ileus paralitik atau peritonitis umum bising usus menghilang sedangkan
pada ileus obstruksi bising usus dapat meningkat dan kadang kala kita mendengar Metallic’s sound. (Daldiyono
dan Syam AF 2014)
c. Perkusi
Perkusi digunakan untuk menilai distensi usus yang berisi gas, udara bebas intra- abdominal, tingkat asites, atau
adanya peradangan peritoneum, serta adanya setiap massa yang tumpul. Pekak hati yang menghilang merupakan
tanda khas terjadinya perforasi (tanda pneumoperitoneum, udara menutupi pekak hati). Perkusi dapat digunakan
untuk mendeteksi ascites dengan pemeriksaan shifting dullness atau gelombang cairan. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
d. Palpasi
Palpasi menunjukkan 2 gejala yaitu nyeri dan defense musculare. Perasaan nyeri dapat berupa nyeri tekan dan
nyeri lepas. Ada beberapa teknik palpasi khusus seperti, murphy sign (palpasi dalam di perut bagian kanan atas
yang menyebabkan nyeri hebat dan berhentinya nafas sesaat) untuk kolesistitis tapi tidak sensitif, rovsing sign
(nyeri di perut kanan bawah saat palpasi di daerah kiri bawah/samping kiri) pada appendicitis. Nyeri lepas di perut
kanan bawah pada appendicitis dan nyeri lepas di hampir seluruh bagian perut pada kasus peritonitis. (Daldiyono
dan Syam AF 2014)
e. Rectal Toucher
Penilaian rectal toucher atau colok dubur memberikan informasi yang terbatas pada kasus akut abdomen. Namun,
pemeriksaan colok dubur dapat membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus karena pada paralisis
dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampulanya kolaps. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium
Anemia dan hematokonsentrasi dapat menunjukkan kemungkinan terjadinya perdarahan terus menerus.
Lekositosis tanpa terdapatnya infeksi dapat menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak, terutama pada
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Pemeriksaan urine rutin juga perlu dilakukan jika curiga trauma pada saluran
genitourinaria.
• Pemeriksaan Radiologi
Foto rontgen thoraks dapat menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pada thoraks. Harus juga
diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus dalam rongga thoraks pada
hernia diafragmatika. Plain abdomen foto tegak akan memperlihatkan adanya udara bebas dalam rongga
peritoneum, udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, serta perubahan gambaran usus. Foto
abdomen 3 posisi perlu untuk menentukan adanya tanda perforasi, ileus dan obstruksi usus. Pemeriksaan
ultrasonografi, Pemeriksaan colon in loop, endoskopi saluran cerna dan CT-scan abdomen juga dapat dilakukan
sesuai indikasi. (Daldiyono dan Syam AF 2014)
Diagnosis Banding
Sistem Pencernaan
- Ulkus gaster atau duodenum
- Gastritis, gastroenteritis
-Volvulus
- Obstruksi intestinal (corpus alienum, intususepsi, hernia incarserata dan
strangulata)
- Perforasi intestinal
- Pankreatitis
- Inflammatory Bowel Disease
- Hipertensi portal
- Sistem Urinarius
Cholecystitis, ruptur saluran empedu
- Ruptur diafragma
- Obstruksi uretra dengan atau tanpa hidronefrosis
- Uroperitoneum (rupture kandung kemih, urethra, ureter)
- Acute Kidney Disease Pyelonephritis
- Neoplasma
Cavitas Peritoneum
i) Hemoabdomen
- Trauma
- Neoplasma vascular
- Koagulopati
- Diapedesis
iii) Hidroabdomen
- Ascites
Diagnosis Banding Lainnya
i) Infeksi
- Hepatitis
- Leptospirosis
ii) Musculoskeletal
- Penyakit discus intervertebralis
- Ruptur otot abdomen
iv) Lain-lain
- Ruptur tumor
Tatalaksana Akut Abdomen
Tatalaksana :
- Penanggulangan kegawatdaruratan - Selamatkan jiwa
- Penanggulangan definitive - Minimalisir kecacatan pada pasien
Penanggulangan kegawatdaruratan :
- Resusitasi untuk memperbaiki sistem pernafasan dan kardiovaskuler yang merupakan
tindakan penyelamatan jiwa penderita.
- Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.
Tatalaksana Umum
Tatalaksana :
- Penanggulangan kegawatdaruratan - Selamatkan jiwa
- Penanggulangan definitive - Minimalisir kecacatan pada pasien
Penanggulangan kegawatdaruratan :
- Resusitasi untuk memperbaiki sistem pernafasan dan kardiovaskuler yang merupakan
tindakan penyelamatan jiwa penderita.
- Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.
Tatalaksana
Tatalaksana :
- Penanggulangan kegawatdaruratan - Selamatkan jiwa
- Penanggulangan definitive - Minimalisir kecacatan pada pasien
Penanggulangan kegawatdaruratan :
- Resusitasi untuk memperbaiki sistem pernafasan dan kardiovaskuler yang merupakan
tindakan penyelamatan jiwa penderita.
- Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.
Mayumi, et al. 2016. Practice Guidelines for Primary Care of Acute Abdomen 2015. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2016) 23:3–36
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
TUBUH
Perubahan komposisi dan volume cairan tubuh yang disebabkan oleh gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit disebabkan oleh berbagai macam keadaan atau
penyakit. Sebagian besar gangguan ini disebabkan oleh penyakit saluran cerna. Total
cairan tubuh yang mengambil 55-72% massa tubuh, beragam menurut jenis kelamin,
umur dan kadar lemak yang mengambil bagian antara intraseluler dan ekstraseluler.
Body
Air merupakan bagian terbesar dari tubuh manusia. 100%
- Kandungan air :
- Laki-laki : 60% BB Water Tissue
60% (100) 40%
- Wanita : 50%
- Bayi yang baru lahir : 75% Intracellular Space
Extracellular
Space
40% (60)
20% (40)
DEHIDRASI
Suatu keadaan penurunan total air di
dalam tubuh karena hilangnya cairan
secara patologis, asupan air tidak
adekuat, atau kombinasi keduanya
(pengeluaran air lebih banyak dari
jumlah yang masuk, dan dapat disertai
kehilangan elektrolit)
ETIOLOGI
• Gastroenteritis
• Demam
Selain hal di atas, juga dapat dicetuskan oleh kondisi heat stroke,
tirotoksikosis, obstruksi saluran cerna, fibrosis sistik, diabetes
insipidus, dan luka bakar
Dewasa (% Berat Badan/BB) Bayi dan Anak (%BB)
KLASIFIKASI Dehidrasi Ringan 4% BB 5% BB
Dehidrasi Sedang 6% BB 10% BB
Dehidrasi Berat 8% BB 15% BB
Skor
Yang dinilai
A B C
Gelisah, lemas, mengantuk
Keadaan Umum Baik Lesu/ haus
hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Turgor Baik Kurang Jelek
Skor :
< 2 tanda di kolom B dan C : tanpa dehidrasi
> 2 tanda di kolom B : dehidrasi ringan-
sedang
KLASIFIKAS
I Berdasarkan perbandingan jumlah natrium
dengan jumlah air yang hilang :
• Riwayat demam
• Asupan cairan : deskripsi, jumlah, frekuensi
• Keluaran urin : frekuensi, tampilan, hematuria
• Diare : durasi, frekuensi, konsistensi, ada atau tidak adanya lendir atau darah
• Muntah : durasi, frekuensi, konsistensi
• Riwayat perjalanan
• Penyakit yang mendasari (misal : hipertiroidisme, penyakit ginjal, fibrosis kistik, diabetes)
• Riwayat pengobatan (misal : penggunaan antibiotik baru-baru ini, diuretik, pencahar)
• Paparan panas berkepanjangan dan / atau dingin
• Penurunan berat badan dan potensi konsumsi
PHYSICAL
EXAMINATIO
N
Isotonis Hipertonis
Hipertonis
Elektrolitnya sama dengan Elektrolit lebih banyak dibanding
Elektrolitnya lebih sedikit
plasma plasma
dibanding plasma
(RL, NaCl 0,9%, Dextrose 5% (Dextrose 5% dalam ½ Normal
(Dextrose 5% dalam air)
dalam ¼ Normal Saline Saline, Saline 3%, Saline 5%,
Dextrose 5% dalam RL)
JENIS CAIRAN KOLOID
Dextran
(Dextran 40, Dextran 70)
Koloid Alami Koloid Sintetik Efek samping : gagal ginjal
Merupakan fraksi protein sekunder
plasma 5% dan albumin manusia
(5% dan 25%)
Hidroxyetyl Starch (HES)
Gelatin Memiliki molekul besar ->
Terbuat dari gelatin pemberian 500ml pada orang
Berat molekul : 30, 35 kDA normal :
Rx. Anafilaktif > HES 46% dikeluarkan dalam 2 hari, 40
64% dalam 8 hari
PENGGANTIA
N CAIRAN Tentukan derajat dehidrasi
42
GANGGUAN
ELEKTROLIT
1) HIPERNATREMIA
Hipernatremi didefinisikan sebagai konsentrasi natrium serum
lebih besar dari 145 mmol / L dan sering dikaitkan dengan
defisiensi air tubuh total.
Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa
perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Manifestasi
neurologis akan mendominasi dahulu pada pasien dengan
hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi selular.
Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat berkembang menjadi
kejang, koma, dan akhirnya kematian
Tatalaksana
- Pengobatan hipernatremia bertujuan
mengembalikan osmolaritas plasma menjadi
normal dan memperbaiki penyebab yang
mendasarinya.
- Defisit air seharusnya secara umum
dikoreksi lebih dari 48 jam, karena koreksi
cepat (atau koreksi berlebihan) dapat
menyebabkan edema serebri.
- Administrasi air bebas enteral lebih disukai
bila memungkinkan, tetapi larutan hipotonik
intravena seperti dekstrosa 5% dalam air
juga dapat digunakan. Kelainan dalam
volume ekstraseluler juga harus dikoreksi.
2) HIPONATREMIA
Kondisi hiponatremia apabila kadar
natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika
< 120 mg/L maka akan timbul gejala
disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka
akan timbul gejala kejang, koma.
(Butterworth, et al. 2013)
Hiponatremia &
Hiponatremia
Hiponatremia & Sodium Peningkatan Total Sodium
dengan Sodium
Total Tubuh Rendah Tubuh
Total Tubuh
Kehilangan natrium dan air secara Normal
progresif pada akhirnya menyebabkan Gangguan edematosa
penipisan volume ekstraseluler. ditandai dengan
Ketika defisit volume intravaskular Hiponatremia dengan
mendekati 5% sampai 10%, sekresi peningkatan natrium total
tidak adanya edema
ADH nonosmotik diaktifkan, dengan tubuh dan TBW. Ketika
penurunan volume lebih lanjut,
atau hipovolemia
peningkatan TBW relatif
rangsangan untuk pelepasan ADH dapat dilihat dengan
lebih besar daripada
nonosmotik mengatasi setiap penekanan insufisiensi
ADH yang diinduksi oleh hiponatremia. peningkatan natrium total
glukokortikoid,
Kehilangan cairan yang menyebabkan tubuh, maka terjadi
hiponatremia bisa berasal dari ginjal hipotiroidisme, terapi
hiponatremia. Gangguan
atau ekstrarenal. Kehilangan ginjal obat, dan syndrome
paling sering berhubungan dengan edematosa termasuk gagal
of inappropriate
diuretik tiazid Kehilangan ekstrarenal jantung kongestif, sirosis,
biasanya berupa gastrointestinal.
antidiuretic hormone
gagal ginjal, dan sindrom
secretion (SIADH)
nefrotik.
Tatalaksana
- Terapi hiponatremia diarahkan dengan mengoreksi gangguan yang mendasarinya serta
plasma [Na +].
- Isotonik saline pada umumnya adalah pengobatan pilihan untuk pasien hiponatremia
dengan penurunan total kandungan natrium dalam tubuh.
- Setelah defisit ECF dikoreksi, diuresis air spontan akan mengembalikan plasma [Na +]
menjadi normal.
- Sebaliknya, retriksi air adalah pengobatan utama untuk pasien hiponatremik dengan
normal atau peningkatan total sodium tubuh.
- Perawatan yang lebih spesifik seperti penggantian hormone pada pasien dengan
hipofungsi adrenal atau tiroid dan Langkah-Langkah ditujukan untuk meningkatkan curah
jantung pada pasien dengan gagal jantung juga ditunjukan.
3) KALIUM
- Kalium (3,5-5 mEg/L, tergantung usia) merupakan ion utama intraseluler.
- Kalium berperan dalam metabolisme seluler dan mempertahankan membrane potensial
serta mempromosikan fungsi neuromuskuler dan jantung.
- Dua pompa natrium-kalium adenosin trifofatase bertanggung jawab untuk mengatur
hemeostasis antara natrium dan kalium yg memompa natrium dengan imbalan kalium
yang bergerak ke dalam sel.
- Pada ginjal : Penyaringan kalium – glomerulus
Reabsorpsi kalium – tubulus kontortus proksimal & lengkung Henle yg tebal
Sekresi kalium – tubulus kontortus distal
- Hemeostasis kalium dipertahankan melalui eliminasi ginjal, bervariasi tergantung pada
konsentrasi serum serta pelepasan aldosterone dan angiotensin II.
i. HIPERKALEMIA
- Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5
mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi
ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik).
• Teofilin dan glukokortikoid dapat menghambat absorbsi kalsium dengan cara menghambat kerja
1,25(OH)2D3 yang merupakan bentuk aktif daripada vitamin D untuk menstimulasi absorbsi
kalsium di usus.
• Kolkisin dalam penelitian menggunakan hewan coba dapat menurunkan absorbsi kalsium di
usus dengan konsentrasi 0,5mM.
HORMON & KALSIUM
• Hormon paratiroid berperan utama dalam mengatur kadar kalsium dalam darah,
melalui efek umpanbalik (feedback mechanism) perubahan kadar kalsium-ion akan
mempengaruhi sekresi hormon paratiroid yang kemudian mengembalikan kadar
kalsium-ion dalam batas normal.
• Hormon paratiroid merangsang pembentukan kalsitriol di ginjal, akan tetapi
kalsitriol dapat menurunkan sekresi hormon paratiroid dalam waktu 12-24 jam.
• Hiperkalsemia atau hipokalsemia akan menghambat atau merangsang terbentuknya
kalsitriol melalui perubahan sekresi hormon paratiroid.
i. HIPERKALSEMIA
• Hiperkalsemia disebabkan oleh pergerakan kalsium bersih dari kerangka ke cairan
ekstrasel melalui peningkatan resorpsi tulang osteoklastik
• Hiperkalsemia relatif umum dan sering diabaikan, dengan insidensi tahunan diperkirakan
sekitar 0,1% hingga 0,2% dan prevalensi 0,17% hingga 2,92% pada populasi rumah sakit
dan 1,07% hingga 3,9% pada populasi normal.
Hiperkalsemia sering menyertai penyakit seperti :
• Hiperparatiroidisme
• Tumor ganas
• Intoksikasi vitamin D
• Intoksikasi vitamin A
• Sarkoidosis
• Hipertiroidisme
• Insufisiensi adrenal
• Milk-alkali syndrome
Diagnosis
Ringan 10,5 - 12
Sedang 12 - 15
Berat >15
• Pada pasien hiperkalsemia berat akan muncul gejala kelemahan, pingsan, dan SSP
• Defek konsentrat ginjal juga terjadi, menyebabkan poliuria dan kehilangan
natrium dan air.
• Banyak pasien hiperkalsemia juga dapat mengalami dehidrasi.
• Krisis hiperkalsemik adalah suatu sindrom di mana kadar kalsium serum total
melebihi 17mg / dL; pasien-pasien seperti itu terkena takiaritmia jantung yang
mengancam jiwa, koma, gagal ginjal akut, dan ileus dengan distensi abdomen.
Pemeriksaan Penunjang
Etiologi
- Defisiensi vitamin D
- Hipoparatiroidisme
- Pseudohipoparatiroidisme
- Proses keganasan
- Hiperfosfatemia
Tanda dan Gejala
• Gejala hipokalsemia baru timbul bila kadar kalsium-ion kurang dari 2,8
mg/dl atau kurang dari 0,7 mmol/L atau kadar kalsium-total < 7 mg/dl.
• Hipokalsemia akut dapat menyebabkan gejala klinis berat yang
membutuhkan koreksi cepat, sedangkan hipokalsemia kronis mungkin
merupakan temuan laboratorium tanpa gejala.
• Gejala klasik hipokalsemia termasuk rangsangan neuromuskuler dalam
bentuk mati rasa, kesemutan, rasa tusukan jarum di kaki dan tangan,
kram otot, kejang otot, stridor laring, dan frank tetany. Tanda Chvostek
dan tanda trousseau juga ditemukan pada kasus hipokalsemia.
Tatalaksana
- Pengobatan yang diberikan bila timbul gejala adalah pemberian kalsium intravena
sebesar 100-200 mg kalsium-elemental atau 1-2 gram kalsium glukonas dalam 10-20
menit.
- Lalu diikuti dengan infus kalsium glukonas dalam larutan dextrosa atau NaCl isotonis
dengan dosis 0,5-1,5 mg kalsium-elemental/Kg BB dalam 1 jam. Kalsium infus kemudian
dapat ditukar dengan kalsium oral dan kalsitriol 0,25-0,5g/hari.
6) FOSFOR
• Jumlah fosfor tubuh total adalah 0,5-0,8 mg/KgBB, 85% disimpan dalam tulang 1%
dalam cairan ekstraselular serta sisanya berada dalam sel (intraselular).
• Kadar fosfor dalam darah orang dewasa adalah 2,5-4 mg/dl dan pada anak 2,5-6
mg/dl. Terdapat hubungan yang terbalik antara kadar kalsium dan fosfor dalam darah.
Hasil perkalian kedua kadar ini adalah tetap.
• Dalam keadaan akut, peningkatan kadar fosfor darah akan diikuti dengan penurunan
kadar kalsium darah. Peningkatan akut kadar kalsium darah tidak segera diikuti
penurunan fosfor darah sebelum ada perubahan fosfor dalam urin.
i. HIPERFOSFATEMIA
• Hiperfosfatemia : kadar fosfor serum di atas 5,0 mg / dL
• Anak-anak : N= 6mg/dL. Pada bayi, kadar fosfor setinggi 7,4mg/dL masih dianggap
normal.
• Sering pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan merupakan akibat dari kekurangan
produksi 1,25-dihidroksivitamin D3.
Etiologi
• Jumlah fosfor yang meningkat tinggi dalam darah pada sindrom lisis tumor,
rabdomiolisis, asidosis laktat, ketoasidosis, pemberian fosfor berlebihan.
• Gangguan fungsi ginjal, akut atau kronik.
• Reabsorpsi fosfor yang meningkat melalui tubulus pada hipoparatiroid, akromegali,
pemberian bifosfonat, familial tumoral calcinosis.
• Pseudohiperfosfatemi pada hiperglobulinemi (mieloma multipel), hiperlipidemia,
hemolisis, hiperbilirubinemia.
Tatalaksana
• - Pada keadaan akut dengan disertai gejala hipokalsemia, dapat diberikan infus NaCl
isotonis secara cepat yang akan meningkatkan ekskresi fosfor urin.
• Dapat juga dilakukan dengan memberikan asetazolamida (inhibitor karbonik anhidrase)
15 mg/kgBB setiap 4 jam. Atau dapat juga dilakukan hemodialisis khususnya
hiperfosfatemia pada gangguan fungsi ginjal.
• Pada hiperfosfatemia kronik, yang biasanya terjadi pada gagal ginjal kronik atau pada
familial tumoral calcinosis, pengobatan ditujukan untuk menekan absorbsi melalui usus
dengan memberikan pengikat fosfat seperti kalsium karbonat, kalsium asetat, sevelamer,
lantanum karbonat.
-
ii. HIPOFOSFATEMIA
• Hipofosfatemia didefinisikan sebagai kadar serum fosfat di bawah 2,5mg / dL dan
gejalanya meliputi aritmia, disfungsi trombosit, metabolisme glukosa abnormal, dan henti
jantung paru.
• Hipofosfatemia jauh lebih sering terjadi pada periode pasca operasi dan di antara individu
di unit perawatan intensif.
Etiologi
A. Redistribusi fosfor dari ekstrasel ke dalam sel
i. Meningkatnya sekresi insulin khususnya pada realimentasi.
ii. Alkalosis respiratorik akut.
iii. Hungry Bone Syndrome
B. Absorbsi melalui usus berkurang
i. Asupan fosfor rendah
ii. Pemakaian antasid berbahan aluminium atau magnesium
iii. Diare kronik dan steatorrhea