Anda di halaman 1dari 83

TATALAKSANA PASIEN

DENGAN ABDOMEN AKUT


M. Haekal Hakim Lubis 150100056
F. Audri Dhania Wulina 150100070
Isma Izzaty Azlan 150100198

Pembimbing:
dr. Rr. Sinta Irina, Sp.An, KNA
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang

● Akut abdomen merupakan suatu gejala-gejala


dengan onset akut dan mengarah pada penyebab
dalam abdomen.
● Prevelansi kasus akut abdomen pada rawat inap
meliputi 20-50% dari pasien rawat inap.
● Penyebab akut abdomen meliputi 33% merupakan
nyeri abdomen non spesifik.
● 23% appenditis akut
● 8,8% disebabkan oleh kolik bilier yang biasanya
diderita oleh wanita tua.
Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah sebagai salah satu syarat unutk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Prosfesi
Dokter di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan


pemahaman penulis serta pembaca, khususnya peserta P3D untuk lebih
memahami dan mengenal teori tatalaksana pasien dengan akut
abdomen.
TINJAUAN
PUSTAKA
ABDOMEN AKUT
Definisi

Suatu kondisi abdomen yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam,
biasanya menimbulkan gejala nyeri yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non
bedah. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan
tindakan segera. (Daldiyono dan Syam AF, 2014)
Kasus abdominal pain tercatat 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat darurat atau
5 sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat. (Graff LG dan Robinson D, 2001) Studi lain
menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke gawat darurat mengeluh nyeri
perut. Diagnosis bervariasi sesuai untuk kelompok usia, yaitu anak dan geriatri. Sebagai
contoh nyeri perut pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh apendisitis , sedangkan
penyakit empedu, usus diverticulitis, dan infark usus lebih umum terjadi pada bayi
(Cordell WH dkk, 2002)
Etiologi

1. Inflamasi
Kategori inflamasi ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu yang disebabkan bakteri dan kimiawi.
Inflamasi akibat bakterial seperti appendisitis akut divertikulitis, dan beberapa kasus Pelvic
Inflammatory Disease. Inflamasi akibat kimiawi antara lain perforasi dan ulkus peptikum.
2. Mekanik
Penyebab mekanis misalnya keadaan obstruksi, seperti hernia inkarserata, perlengkapan, intussusepsi,
malrotasi usus dengan volvulus, atresia kongenital atau stenosis usus. Penyebab tersering obstruksi
mekanik usus besar adalah Ca kolon.
3. Neoplasma
4. Vaskular
Kelainan vaskular seperti trombosis atau embolisme a. mesenterika yang menyebabkan aliran darah
terhenti sehingga timbul nekrosis jaringan, dengan ganggren usus.
5. Defek Kongenital
Defek congenital yang dapat menyebabkan akut abdomen seperti atresia duondenum, omphalocele
atau hernia diaphragmatica.
6. Trauma
—Someone Famous
Akut abdomen terjadi karena nyeri abdomen
yang timbul tiba-tiba atau sudah berlangsung
lama. Nyeri abdomen ini dapat berupa nyeri
visceral, nyeri somatic maupun nyeri alih.
(Sjamsuhidajat, R., 2014)
B. Sifat Nyeri
• Nyeri Alih : Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu
daerah
• Nyeri Proyeksi : Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf
sensoris akibat cedera atau peradangan saraf.
• Hiperestesia
• Nyeri Kontinyu :  Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan
terus menerus, misalnya pada reaksi radang.
• Nyeri Kolik : Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga
dan biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus,
batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul karena
hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran.
• Nyeri Iskemik
• Nyeri Pindah
C. Onset dan Progresifitas Nyeri
Onset timbulnya nyeri dapat menunjukkan keparahan proses yang terjadi. Nyeri hebat
yang terjadi mendadak pada seluruh abdomen merupakan suatu keadaan bahaya yang
terjadi intra abdomen seperti perforasi viscus atau ruptur aneurisma, kehamilan ektopik,
atau abses. Dengan adanya gejala sistemik (takikardi, berkeringat, takipneu dan syok)
menunjukkan dibutuhkannya resusitasi dan laparotomi segera. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
 
D. Karakteristik Nyeri
Sifat, derajat, dan lamanya nyeri sangat membantu dalam mencari penyebab utama akut
abdomen. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
Diagnosis

Anamnesis

Perlu ditanyakan dahulu permulaan nyerinya, lokasi, karakter, durasi, faktor yang mempengaruhinya serta gejala
yang menyertai. Lokasi nyeri penting untuk mempertimbangkan berbagai kondisi patologis yang terjadi di daerah
spesifik atau kuadran abdomen. Nyeri yang intermiten atau kolik harus dibedakan dari rasa sakit yang terus
menerus. Nyeri kolik biasanya terkait dengan proses obstruktif dari usus, hepatobilier, atau saluran genitourinari,
sementara rasa sakit yang terus menerus biasanya merupakan hasil dari mendasari iskemia atau peritoneal
peradangan. Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. (Sjamsuhidajat, R., 2014)

Keluhan lain seperti mual, muntah, anoreksia, kembung, diare juga dapat dialami. (Daldiyono dan Syam AF, 2014)
—Someone Famous
Pemeriksaan fisik
Mulai dari keadaan umum, tanda-tanda vital, dan sikap berbaring. Adanya abnormalitas pada tanda vital dapat
menunjukkan keadaaan kegawatan pada pasien. Keparahan penyakit sistemik dapat dinilai dari adanya takipnea,
takikardia, demam atau respon hipotermia, dan hipotensi relatif. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok dan
infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.

a. Inspeksi
Pada inspeksi abdomen, perhatikan kontur abdomen, termasuk apakah tampak buncit atau apakah tampak terdapat
massa yang memberikan kecurigaan adanya hernia inserserata atau tumor. Adanya eritema atau edema kulit
mungkin memperlihatkan selulitis dari dinding abdomen, sedangkan ecchymosis kadang-kadang dapat terlihat
pada infeksi necrotizing yang dalam pada fasia atau struktur abdomen seperti pancreas. Adanya caput medusa
dapat menunjukan penyakit hati. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
b. Auskultasi
Suara usus biasanya dievaluasi kuantitas dan kualitasnya. Perhatikan ada atau menghilangnya suara bising usus,
serta karakteristik dari bising usus. Pada ileus paralitik atau peritonitis umum bising usus menghilang sedangkan
pada ileus obstruksi bising usus dapat meningkat dan kadang kala kita mendengar Metallic’s sound. (Daldiyono
dan Syam AF 2014)

 
c. Perkusi
Perkusi digunakan untuk menilai distensi usus yang berisi gas, udara bebas intra- abdominal, tingkat asites, atau
adanya peradangan peritoneum, serta adanya setiap massa yang tumpul. Pekak hati yang menghilang merupakan
tanda khas terjadinya perforasi (tanda pneumoperitoneum, udara menutupi pekak hati). Perkusi dapat digunakan
untuk mendeteksi ascites dengan pemeriksaan shifting dullness atau gelombang cairan. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
d. Palpasi
Palpasi menunjukkan 2 gejala yaitu nyeri dan defense musculare. Perasaan nyeri dapat berupa nyeri tekan dan
nyeri lepas. Ada beberapa teknik palpasi khusus seperti, murphy sign (palpasi dalam di perut bagian kanan atas
yang menyebabkan nyeri hebat dan berhentinya nafas sesaat) untuk kolesistitis tapi tidak sensitif, rovsing sign
(nyeri di perut kanan bawah saat palpasi di daerah kiri bawah/samping kiri) pada appendicitis. Nyeri lepas di perut
kanan bawah pada appendicitis dan nyeri lepas di hampir seluruh bagian perut pada kasus peritonitis. (Daldiyono
dan Syam AF 2014)
 

e. Rectal Toucher
Penilaian rectal toucher atau colok dubur memberikan informasi yang terbatas pada kasus akut abdomen. Namun,
pemeriksaan colok dubur dapat membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus karena pada paralisis
dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampulanya kolaps. (Sjamsuhidajat, R., 2014)
Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium
Anemia dan hematokonsentrasi dapat menunjukkan kemungkinan terjadinya perdarahan terus menerus.
Lekositosis tanpa terdapatnya infeksi dapat menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak, terutama pada
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Pemeriksaan urine rutin juga perlu dilakukan jika curiga trauma pada saluran
genitourinaria.

• Pemeriksaan Radiologi
Foto rontgen thoraks dapat menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pada thoraks. Harus juga
diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus dalam rongga thoraks pada
hernia diafragmatika. Plain abdomen foto tegak akan memperlihatkan adanya udara bebas dalam rongga
peritoneum, udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, serta perubahan gambaran usus. Foto
abdomen 3 posisi perlu untuk menentukan adanya tanda perforasi, ileus dan obstruksi usus. Pemeriksaan
ultrasonografi, Pemeriksaan colon in loop, endoskopi saluran cerna dan CT-scan abdomen juga dapat dilakukan
sesuai indikasi. (Daldiyono dan Syam AF 2014)
Diagnosis Banding
Sistem Pencernaan
- Ulkus gaster atau duodenum
- Gastritis, gastroenteritis
-Volvulus
- Obstruksi intestinal (corpus alienum, intususepsi, hernia incarserata dan
strangulata)
- Perforasi intestinal
- Pankreatitis
- Inflammatory Bowel Disease
- Hipertensi portal
- Sistem Urinarius
Cholecystitis, ruptur saluran empedu
- Ruptur diafragma
- Obstruksi uretra dengan atau tanpa hidronefrosis
- Uroperitoneum (rupture kandung kemih, urethra, ureter)
- Acute Kidney Disease Pyelonephritis
- Neoplasma
Cavitas Peritoneum
i) Hemoabdomen
- Trauma
- Neoplasma vascular
- Koagulopati
- Diapedesis

ii) Septic abdomen


- Perforasi GIT (ulkus, tumor)
- Kehilangan suplai darah, corpus alienum
- Torsio lien
- Ruptur abses pancreas
- Trauma -> trauma tumpul dan trauma penetrasi

iii) Hidroabdomen
- Ascites
Diagnosis Banding Lainnya
i) Infeksi
- Hepatitis
- Leptospirosis

ii) Musculoskeletal
- Penyakit discus intervertebralis
- Ruptur otot abdomen

iii) Trauma abdomen


- Rupture viscus
- Fraktur
- Syok

iv) Lain-lain
- Ruptur tumor
Tatalaksana Akut Abdomen

Tatalaksana :
- Penanggulangan kegawatdaruratan - Selamatkan jiwa
- Penanggulangan definitive - Minimalisir kecacatan pada pasien

Penanggulangan kegawatdaruratan :
- Resusitasi untuk memperbaiki sistem pernafasan dan kardiovaskuler yang merupakan
tindakan penyelamatan jiwa penderita.
- Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.
Tatalaksana Umum

Tatalaksana :
- Penanggulangan kegawatdaruratan - Selamatkan jiwa
- Penanggulangan definitive - Minimalisir kecacatan pada pasien

Penanggulangan kegawatdaruratan :
- Resusitasi untuk memperbaiki sistem pernafasan dan kardiovaskuler yang merupakan
tindakan penyelamatan jiwa penderita.
- Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.
Tatalaksana

Tatalaksana :
- Penanggulangan kegawatdaruratan - Selamatkan jiwa
- Penanggulangan definitive - Minimalisir kecacatan pada pasien

Penanggulangan kegawatdaruratan :
- Resusitasi untuk memperbaiki sistem pernafasan dan kardiovaskuler yang merupakan
tindakan penyelamatan jiwa penderita.
- Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.
Mayumi, et al. 2016. Practice Guidelines for Primary Care of Acute Abdomen 2015. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2016) 23:3–36
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
TUBUH
Perubahan komposisi dan volume cairan tubuh yang disebabkan oleh gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit disebabkan oleh berbagai macam keadaan atau
penyakit. Sebagian besar gangguan ini disebabkan oleh penyakit saluran cerna. Total
cairan tubuh yang mengambil 55-72% massa tubuh, beragam menurut jenis kelamin,
umur dan kadar lemak yang mengambil bagian antara intraseluler dan ekstraseluler.
Body
Air merupakan bagian terbesar dari tubuh manusia. 100%
- Kandungan air :
- Laki-laki : 60% BB Water Tissue
60% (100) 40%
- Wanita : 50%
- Bayi yang baru lahir : 75% Intracellular Space
Extracellular
Space
40% (60)
20% (40)

Interstitial Space Intravascular


Space
15% (30)
5% (10)
Ion2 elektrolit yang utama adalah Na+, Cl-, HCO3, sedangkan yang jumlahnya sedikit
adalah K+, Mg, Ca, fosfat, sulfat, asam organik, dan protein. Komponen cairan intraseluler
ialah K+, protein, Mg, Sulfat, dan Fosfat. Dalam cairan ekstraseluler Na+ dan Cl- mengisi
lebih dari 90% larutannya

Kebutuhan cairan dan elektrolit


Pada orang dewasa :
Kebutuhan air sebanyak 30 -50 ml/kgBB/hari
Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari
Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Difusi ialah proses


Osmosis adalah bergeraknya molekul
Pompa natrium kalium
bergeraknya molekul (zat lewat pori-pori. Larutan
merupakan suatu proses
terlarut) melalui akan bergerak dari
transport yang memompa
membran semipermeabel konsentrasi tinggi ke arah
ion natrium keluar
(permeabel selektif dari larutan berkonsentrasi
melalui membran sel dan
larutan berkadar lebih rendah. Difusi tergantung
pada saat bersamaan
rendah menuju larutan kepada perbedaan
memompa ion kalium
berkadar lebih tinggi konsentrasi dan tekanan
dari luar ke dalam.
hingga kadarnya sama. hidrostatik.
DEHIDRASI
DEFINISI

DEHIDRASI
Suatu keadaan penurunan total air di
dalam tubuh karena hilangnya cairan
secara patologis, asupan air tidak
adekuat, atau kombinasi keduanya
(pengeluaran air lebih banyak dari
jumlah yang masuk, dan dapat disertai
kehilangan elektrolit)
ETIOLOGI

Beberapa faktor patologis penyebab dehidrasi yang sering :

• Gastroenteritis

• Stomatitis dan faringitis

• Ketoasidosis diabetes (KAD)

• Demam

Selain hal di atas, juga dapat dicetuskan oleh kondisi heat stroke,
tirotoksikosis, obstruksi saluran cerna, fibrosis sistik, diabetes
insipidus, dan luka bakar
  Dewasa (% Berat Badan/BB) Bayi dan Anak (%BB)
KLASIFIKASI Dehidrasi Ringan 4% BB 5% BB
Dehidrasi Sedang 6% BB 10% BB
Dehidrasi Berat 8% BB 15% BB

Skor
Yang dinilai
A B C
Gelisah, lemas, mengantuk
Keadaan Umum Baik Lesu/ haus
hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Turgor Baik Kurang Jelek

Skor :
< 2 tanda di kolom B dan C : tanpa dehidrasi
> 2 tanda di kolom B : dehidrasi ringan-
sedang
KLASIFIKAS
I Berdasarkan perbandingan jumlah natrium
dengan jumlah air yang hilang :

Dehidrasi hipotonik Dehidrasi hipertonik


Dehidrasi isotonik
(hiponatremik) (hipernatremik)
(isonatremik)
Natrium hilang > daripada air. Hilangnya air > natrium. Tingginya
Kehilangan air sebanding
Rendahnya kadar natrium serum kadar natrium serum (>145
dengan jumlah natrium yang
(< 135 mmol/L), dan osmolalitas mmol/L) dan ↑osmolalitas efektif
hilang
efektif serum (< 270 mOsml/L) serum (>295 mOsm/L)
DIAGNOSIS
ANAMNESA

• Riwayat demam
• Asupan cairan : deskripsi, jumlah, frekuensi
• Keluaran urin : frekuensi, tampilan, hematuria
• Diare : durasi, frekuensi, konsistensi, ada atau tidak adanya lendir atau darah
• Muntah : durasi, frekuensi, konsistensi
• Riwayat perjalanan
• Penyakit yang mendasari (misal : hipertiroidisme, penyakit ginjal, fibrosis kistik, diabetes)
• Riwayat pengobatan (misal : penggunaan antibiotik baru-baru ini, diuretik, pencahar)
• Paparan panas berkepanjangan dan / atau dingin
• Penurunan berat badan dan potensi konsumsi
PHYSICAL
EXAMINATIO
N

Gejala Klinis Ringan Sedang Berat


Defisit cairan 3-5 % 6-8 % >10%
Hemodinamik Takikardi Takikardi Takikardi
Nadi lemah Nadi sangat lemah Nadi tak teraba
Volume kolaps Akral dingin
Hipotensi ortostatik Sianosis
SSP Mengantuk Apatis Koma
CRT 2 detik Detik > 4 detik
Mukus membran/ Normal/Lidah kering  Kering/Lidah keriput  Sangat kering/Atonia
jaringan
Heart rate Normal/ sedikit Meningkat Sangat meningkat
meningkat
Respiratory rate Normal Meningkat Hyperpnea
Blood pressure Normal Normal tapi orthostatik Turun
abnormal
Pulse Normal/ lemah Sangat lemah  Tak teraba

Turgor kulit Normal Lambat Sangat lambat


Urin Pekat Jumlah turun Oliguria
TATALAKSANA
JENIS CAIRAN KRISTALOID

Tidak mengandung partikel onkotik


Sehingga tak terbatas di ruang intravaskular
(Berikan 1 : 3)

Isotonis Hipertonis
Hipertonis
Elektrolitnya sama dengan Elektrolit lebih banyak dibanding
Elektrolitnya lebih sedikit
plasma plasma
dibanding plasma
(RL, NaCl 0,9%, Dextrose 5% (Dextrose 5% dalam ½ Normal
(Dextrose 5% dalam air)
dalam ¼ Normal Saline Saline, Saline 3%, Saline 5%,
Dextrose 5% dalam RL)
JENIS CAIRAN KOLOID

Mengandung zat dengan berat molekul cukup


besardengan aktivitas osmotik.

Berdasarkan jenis pembuatan :

Dextran
(Dextran 40, Dextran 70)
Koloid Alami Koloid Sintetik Efek samping : gagal ginjal
Merupakan fraksi protein sekunder
plasma 5% dan albumin manusia
(5% dan 25%)
Hidroxyetyl Starch (HES)
Gelatin Memiliki molekul besar ->
Terbuat dari gelatin pemberian 500ml pada orang
Berat molekul : 30, 35 kDA normal :
Rx. Anafilaktif > HES 46% dikeluarkan dalam 2 hari, 40
64% dalam 8 hari
PENGGANTIA
N CAIRAN Tentukan derajat dehidrasi

Hitung kekurangan/ deisit cairan, berdasarkan


derajat dehidrasi dikali BB
Dehirasi Ringan dan Sedang : langsung
kerehidrasi tahap lambat
Dehidrasi Berat : Mulai dengan rehidrasi Tahap
Cepat
-> Evaluasi -> Berhasil : Tahap Lambat
Tahap Cepat : 20 – 40 ml/kgBB → Guyur dalam Kebutuhan Rumatan :
½ / 1 jam
Tahap Lambat : 0 – 10 kg 4 mL/kg/jam
8 jam pertama : 50% sisa defisit cairan + 10-20 kg berikutnya + 2 mL/kg/jam
Rumatan Setiap kg diatas 20 kg +1 mL/kg/jam
16 jam selanjutnya : 50% sisa defisit cairan +
Rumatan
KOMPLIKAS
I
KOMPLIKASI

Kejang Heat injury

Pada ginjal : ISK, batu


ginjal, gagal ginjal.
Syok Hipovolemik

42
GANGGUAN
ELEKTROLIT
1) HIPERNATREMIA
Hipernatremi didefinisikan sebagai konsentrasi natrium serum
lebih besar dari 145 mmol / L dan sering dikaitkan dengan
defisiensi air tubuh total.
Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa
perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Manifestasi
neurologis akan mendominasi dahulu pada pasien dengan
hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi selular.
Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat berkembang menjadi
kejang, koma, dan akhirnya kematian
Tatalaksana
- Pengobatan hipernatremia bertujuan
mengembalikan osmolaritas plasma menjadi
normal dan memperbaiki penyebab yang
mendasarinya.
- Defisit air seharusnya secara umum
dikoreksi lebih dari 48 jam, karena koreksi
cepat (atau koreksi berlebihan) dapat
menyebabkan edema serebri.
- Administrasi air bebas enteral lebih disukai
bila memungkinkan, tetapi larutan hipotonik
intravena seperti dekstrosa 5% dalam air
juga dapat digunakan. Kelainan dalam
volume ekstraseluler juga harus dikoreksi.
2) HIPONATREMIA
Kondisi hiponatremia apabila kadar
natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika
< 120 mg/L maka akan timbul gejala
disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka
akan timbul gejala kejang, koma.
(Butterworth, et al. 2013)
Hiponatremia &
Hiponatremia
Hiponatremia & Sodium Peningkatan Total Sodium
dengan Sodium
Total Tubuh Rendah Tubuh
Total Tubuh
Kehilangan natrium dan air secara Normal
progresif pada akhirnya menyebabkan Gangguan edematosa
penipisan volume ekstraseluler. ditandai dengan
Ketika defisit volume intravaskular Hiponatremia dengan
mendekati 5% sampai 10%, sekresi peningkatan natrium total
tidak adanya edema
ADH nonosmotik diaktifkan, dengan tubuh dan TBW. Ketika
penurunan volume lebih lanjut,
atau hipovolemia
peningkatan TBW relatif
rangsangan untuk pelepasan ADH dapat dilihat dengan
lebih besar daripada
nonosmotik mengatasi setiap penekanan insufisiensi
ADH yang diinduksi oleh hiponatremia. peningkatan natrium total
glukokortikoid,
Kehilangan cairan yang menyebabkan tubuh, maka terjadi
hiponatremia bisa berasal dari ginjal hipotiroidisme, terapi
hiponatremia. Gangguan
atau ekstrarenal. Kehilangan ginjal obat, dan syndrome
paling sering berhubungan dengan edematosa termasuk gagal
of inappropriate
diuretik tiazid Kehilangan ekstrarenal jantung kongestif, sirosis,
biasanya berupa gastrointestinal.
antidiuretic hormone
gagal ginjal, dan sindrom
secretion (SIADH)
nefrotik.
Tatalaksana
- Terapi hiponatremia diarahkan dengan mengoreksi gangguan yang mendasarinya serta
plasma [Na +].
- Isotonik saline pada umumnya adalah pengobatan pilihan untuk pasien hiponatremia
dengan penurunan total kandungan natrium dalam tubuh.
- Setelah defisit ECF dikoreksi, diuresis air spontan akan mengembalikan plasma [Na +]
menjadi normal.
- Sebaliknya, retriksi air adalah pengobatan utama untuk pasien hiponatremik dengan
normal atau peningkatan total sodium tubuh.
- Perawatan yang lebih spesifik seperti penggantian hormone pada pasien dengan
hipofungsi adrenal atau tiroid dan Langkah-Langkah ditujukan untuk meningkatkan curah
jantung pada pasien dengan gagal jantung juga ditunjukan.
3) KALIUM
- Kalium (3,5-5 mEg/L, tergantung usia) merupakan ion utama intraseluler.
- Kalium berperan dalam metabolisme seluler dan mempertahankan membrane potensial
serta mempromosikan fungsi neuromuskuler dan jantung.
- Dua pompa natrium-kalium adenosin trifofatase bertanggung jawab untuk mengatur
hemeostasis antara natrium dan kalium yg memompa natrium dengan imbalan kalium
yang bergerak ke dalam sel.
- Pada ginjal : Penyaringan kalium – glomerulus
Reabsorpsi kalium – tubulus kontortus proksimal & lengkung Henle yg tebal
Sekresi kalium – tubulus kontortus distal
- Hemeostasis kalium dipertahankan melalui eliminasi ginjal, bervariasi tergantung pada
konsentrasi serum serta pelepasan aldosterone dan angiotensin II.
i. HIPERKALEMIA
- Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5
mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi
ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik).

- Tanda dan gejalanya terutama melibatkan


susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot)
dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan
EKG).

- Kelemahan otot rangka pada umumnya tidak


terlihat sampai plasma [K +] lebih besar dari 8
mEq / L, dan karena depolarisasi berkelanjutan
spontan dan inaktivasi kanal Na + membran otot,
akhirnya mengakibatkan kelumpuhan.
(Butterworth, et al. 2013)
Tatalaksana
- Hiperkalemia berat (≥ 6,5 mmol / L atau perubahan EKG atau gejala parah [misalnya:
kelemahan otot / kelumpuhan lembek, palpitasi, parestesia]).
- Pantau dengan EKG. Jika ada perubahan EKG, berikan 10 ml kalsium glukonat 10%
dengan bolus IV selama 3 menit, lebih disukai melalui vena besar, diulang seperlunya
setelah 5-10 menit sampai EKG membaik. Hal ini dapat melindungi membran jantung
tetapi tidak berpengaruh pada konsentrasi kalium serum. Diperlukan hingga 50 mL.
ii. HIPOKALEMIA
- Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-
4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia apabila
kadar kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi
akibat dari redistribusi akut kalium dari
cairan ekstraselular ke intraselular atau
dari pengurangan kronis kadar total
kalium tubuh.

- Tanda dan gejala hipokalemia dapat


berupa disritmik jantung, perubahan EKG
(QRS segmen melebar, ST segmen
depresi), hipotensi postural, kelemahan
otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa.
Tatalaksana
• Hipokalemia ringan (2,5-3,5 mmol / L, tanpa gejala):
Berikan kalium klorida oral. Diperlukan hingga 80mmol per hari dan harus dipandu oleh
pemantauan rutin kadar kalium serum. Misalnya: tablet SandoK® (12mmol per tablet) 1–2
tablet dua hingga tiga kali sehari dan sirup Kay-Cee-L® (1mmol / mL) 15–20 mL tiga kali
sehari.12
• Hipokalemi berat (<2,5 mmol / L atau simtomatik):23 o Diperlukan perawatan mendesak.
Berikan infus kalium IV misalnya: 40 mmol kalium klorida dalam 1 liter natrium klorida
0,9% selama 6-8 jam. Infus pada tingkat maksimum mmol / jam dalam keadaan normal.
Tingkat 20 mmol / jam dapat digunakan, tetapi dibutuhkan pemantauan EKG.
• Kalium IV tidak boleh diberikan sebagai bolus cepat, karena ini dapat menyebabkan aritmia
yang fatal.
• Nyeri atau flebitis dapat terjadi selama pemberian IV pada vena perifer, terutama pada
konsentrasi yang lebih tinggi, oleh karena itu sangat direkomendasikan bahwa larutan infus
yang mengandung >40 mmol kalium per liter diberikan IV pada vena sentral.
4) MAGNESIUM

Berperan sebagai kofaktor reaksi enzimatik dan fungsi transmisi


neuromuskular, kontraksi otot jantung dan skeletal

Homeostasis: GIT, sistem renal, dan tulang melalui hormon


paratiroid.

Nilai normal: 0.7-1.0 mmol/L


Sumber pangan: Kacang, brokoli, bayam, yogurt, susu, dll
i. HIPERMAGNESEMIA
Tanda dan gejala:
● Pipi memerah
● EKG: prolongation of the
P–R interval and widening
of the QRS complex
● Mual – muntah
● Hipotensi
● Paralisis otot
● Depresi napas
● Koma
Tatalaksana
- Mengkoreksi hipermagnesemia harus mencakup penyebab yang mendasarinya dan
menggunakan saline intravena atau garam kalsium untuk mengurangi kadar serum
magnesium.
- Kalsium intravena adalah suatu antagonis terhadap magnesium, oleh karena itu, kalsium
dapat menurunkan gejala hipermagnesemia. Jika gagal ginjal adalah penyebabnya
hipermagnesemia berat, dialisis mungkin diperlukan.
- Berikut intervensi yang dilakukan pada hipermegnesemia :
• Pantau tanda-tanda vital, EKG, dan urin output. Laporkan temuan abnormal.
• Pantau kadar serum magnesium. Serum Mg <1,0 mEq / L atau >10 mEq / L dapat
menyebabkan henti jantung.
• Instruksikan pasien untuk menghindari penggunaan antasida yang berkepanjangan
dan obat pencahar yang mengandung magnesium.
Tatalaksana
Hipermagnesemia ringan / asimptomatik (2-4 mmol / L).
- Hentikan sumber magnesium apapun.
- Pertahankan hasil urin yang baik, dengan cairan IV +/- loop diuretik jika perlu.
- Periksa kembali konsentrasi magnesium setelah 24 jam. Pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, pemantauan yang lebih intensif mungkin diperlukan.

Hipermagnesemia berat (> 4 mmol / L) atau hipermagnesemia simptomatik


- Perlakukan seperti hipermagnesemia ringan, ditambah dengan kalsium IV untuk efek
antagonis neuromuskular dan kardiovaskular dari magnesium
ii. HIPOMAGNESEMIA
Tanda dan gejala:
● Tremor
● Hipokalemia
● Parestesia
● Halusinasi, confusion
● Kejang
● EKG: associated with an
increased incidence of atrial
fibrillation. Prolongation of
the P–R and QT intervals may
also be present.
Tatalaksana
• Hipomagnesemia ringan / asimptomatik (0,4-0,7 mmol / L). Pertimbangkan magnesium oral.
Mungkin diperlukan hingga 50 mmol / L/ hari, jika muncul efek samping berupa diare, batasi dosis.
Magnaspartate® (magnesium aspartat dihidrat) 10 mmol sachet, 1 sachet sekali atau dua kali sehari. o
Periksa kembali kadar magnesium serum setelah lima hari.
• Hipomagnesemia berat (< 0.4mmol / L) atau hipomagnesemia simptomatik. Berikan infus magnesium
sulfat IV. Diperlukan hingga 160 mmol selama 5 hari. Tingkat administrasi maksimum tidak boleh
melebihi 0,6 mmol / menit.
– Encerkan dengan natrium klorida 0,9% atau glukosa 5% (konsentrasi maksimum 0,8 mmol / mL)
• Regimen yang disarankan untuk administrasi periferal: Magnesium sulfat IV 20 mmol
paling sedikit dalam 250 mL selama 6-8 jam.
• Administrasi melalui jalur sentral: Magnesium sulfat IV 20 mmol dalam 100 mL lebih dari
3 jam
– Setelah pemberian inisial IV, mungkin tepat untuk memberikan magnesium oral untuk
memperbaiki kekurangan dan mengisi kembali cadangan magnesium.
5) KALSIUM
Absorbsi kalsium terjadi di usus halus terutama di duodenum dan jejunum proksimal.
Absorbsi dalam usus lebih efisien pada keadaan asupan diet rendah kalsium dan akan meningkat
bila kebutuhan tubuh akan kalsium bertambah misalnya kehamilan atau adanya deplesi kalsium
tubuh total.

• Teofilin dan glukokortikoid dapat menghambat absorbsi kalsium dengan cara menghambat kerja
1,25(OH)2D3 yang merupakan bentuk aktif daripada vitamin D untuk menstimulasi absorbsi
kalsium di usus.
• Kolkisin dalam penelitian menggunakan hewan coba dapat menurunkan absorbsi kalsium di
usus dengan konsentrasi 0,5mM.
HORMON & KALSIUM
• Hormon paratiroid berperan utama dalam mengatur kadar kalsium dalam darah,
melalui efek umpanbalik (feedback mechanism) perubahan kadar kalsium-ion akan
mempengaruhi sekresi hormon paratiroid yang kemudian mengembalikan kadar
kalsium-ion dalam batas normal.
• Hormon paratiroid merangsang pembentukan kalsitriol di ginjal, akan tetapi
kalsitriol dapat menurunkan sekresi hormon paratiroid dalam waktu 12-24 jam.
• Hiperkalsemia atau hipokalsemia akan menghambat atau merangsang terbentuknya
kalsitriol melalui perubahan sekresi hormon paratiroid.
i. HIPERKALSEMIA
• Hiperkalsemia disebabkan oleh pergerakan kalsium bersih dari kerangka ke cairan
ekstrasel melalui peningkatan resorpsi tulang osteoklastik
• Hiperkalsemia relatif umum dan sering diabaikan, dengan insidensi tahunan diperkirakan
sekitar 0,1% hingga 0,2% dan prevalensi 0,17% hingga 2,92% pada populasi rumah sakit
dan 1,07% hingga 3,9% pada populasi normal.
Hiperkalsemia sering menyertai penyakit seperti :

• Hiperparatiroidisme
• Tumor ganas
• Intoksikasi vitamin D
• Intoksikasi vitamin A
• Sarkoidosis
• Hipertiroidisme
• Insufisiensi adrenal
• Milk-alkali syndrome
Diagnosis

Derajat Hiperkalsemia Rentang Kadar Kalsium (mg/dL)

Ringan 10,5 - 12
Sedang 12 - 15
Berat >15

• Pada pasien hiperkalsemia berat akan muncul gejala kelemahan, pingsan, dan SSP
• Defek konsentrat ginjal juga terjadi, menyebabkan poliuria dan kehilangan
natrium dan air.
• Banyak pasien hiperkalsemia juga dapat mengalami dehidrasi.
• Krisis hiperkalsemik adalah suatu sindrom di mana kadar kalsium serum total
melebihi 17mg / dL; pasien-pasien seperti itu terkena takiaritmia jantung yang
mengancam jiwa, koma, gagal ginjal akut, dan ileus dengan distensi abdomen.
Pemeriksaan Penunjang

• Segmen ST yang lebih pendek dan EEG menampilkan


karenanya interval QT berkurang sebagai perlambatan dan perubahan
akibat dari peningkatan laju repolarisasi tidak spesifik lainnya.
jantung.
• Pada pasien dengan hiperkalsemia berat
(>16mg/dL), ada pelebaran gelombang T,
menghasilkan peningkatan interval QT.
• Bradikardia dan blok jantung derajat 1 dapat
ditemukan pada EKG pasien dengan
hiperkalsemia akut dan berat.
Tatalaksana
Meningkatkan ekskresi kalsium melalui ginjal dilakukan dengan pemberian larutan Nacl
isotonis. Pemberian cairan ini akan meningkatkan volume cairan ekstraselular yang
umumnya rendah akibat pengeluaran urin berlebihan disebabkan induksi oleh
hiperkalsemia, muntah muntah akibat hiperkalsemia.
a. Menghambat Resorbsi Tulang
b. Mengurangi Absorbsi Kalsium dari Usus.
c. Kelasi Kalsium-ion. Kalsium-ion dapat dikelasi dengan mempergunakan NaEDTA
atau fosfat secara intravena. Penggunaan terbatas oleh karena efek toksik bahan kelasi
ini.
d. Hemodialisis/Dialisis Peritoneal
ii. HIPOKALSEMIA
- Hipokalsemia biasanya didefinisikan sebagai konsentrasi kalsium serum total
kurang dari 8,4 mg/dL dan atau tingkat kalsium terionisasi kurang dari 1,16
mmol / L
- Hipokalsemia sangat lazim pada pasien rawat inap (10% -18%) dan sangat
umum di unit perawatan intensif (70% -80%).

Etiologi
- Defisiensi vitamin D
- Hipoparatiroidisme
- Pseudohipoparatiroidisme
- Proses keganasan
- Hiperfosfatemia
Tanda dan Gejala

• Gejala hipokalsemia baru timbul bila kadar kalsium-ion kurang dari 2,8
mg/dl atau kurang dari 0,7 mmol/L atau kadar kalsium-total < 7 mg/dl.
• Hipokalsemia akut dapat menyebabkan gejala klinis berat yang
membutuhkan koreksi cepat, sedangkan hipokalsemia kronis mungkin
merupakan temuan laboratorium tanpa gejala.
• Gejala klasik hipokalsemia termasuk rangsangan neuromuskuler dalam
bentuk mati rasa, kesemutan, rasa tusukan jarum di kaki dan tangan,
kram otot, kejang otot, stridor laring, dan frank tetany. Tanda Chvostek
dan tanda trousseau juga ditemukan pada kasus hipokalsemia.
Tatalaksana
- Pengobatan yang diberikan bila timbul gejala adalah pemberian kalsium intravena
sebesar 100-200 mg kalsium-elemental atau 1-2 gram kalsium glukonas dalam 10-20
menit.
- Lalu diikuti dengan infus kalsium glukonas dalam larutan dextrosa atau NaCl isotonis
dengan dosis 0,5-1,5 mg kalsium-elemental/Kg BB dalam 1 jam. Kalsium infus kemudian
dapat ditukar dengan kalsium oral dan kalsitriol 0,25-0,5g/hari.
6) FOSFOR
• Jumlah fosfor tubuh total adalah 0,5-0,8 mg/KgBB, 85% disimpan dalam tulang 1%
dalam cairan ekstraselular serta sisanya berada dalam sel (intraselular).
• Kadar fosfor dalam darah orang dewasa adalah 2,5-4 mg/dl dan pada anak 2,5-6
mg/dl. Terdapat hubungan yang terbalik antara kadar kalsium dan fosfor dalam darah.
Hasil perkalian kedua kadar ini adalah tetap.
• Dalam keadaan akut, peningkatan kadar fosfor darah akan diikuti dengan penurunan
kadar kalsium darah. Peningkatan akut kadar kalsium darah tidak segera diikuti
penurunan fosfor darah sebelum ada perubahan fosfor dalam urin.
i. HIPERFOSFATEMIA
• Hiperfosfatemia : kadar fosfor serum di atas 5,0 mg / dL
• Anak-anak : N= 6mg/dL. Pada bayi, kadar fosfor setinggi 7,4mg/dL masih dianggap
normal.
• Sering pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan merupakan akibat dari kekurangan
produksi 1,25-dihidroksivitamin D3.

Etiologi
• Jumlah fosfor yang meningkat tinggi dalam darah pada sindrom lisis tumor,
rabdomiolisis, asidosis laktat, ketoasidosis, pemberian fosfor berlebihan.
• Gangguan fungsi ginjal, akut atau kronik.
• Reabsorpsi fosfor yang meningkat melalui tubulus pada hipoparatiroid, akromegali,
pemberian bifosfonat, familial tumoral calcinosis.
• Pseudohiperfosfatemi pada hiperglobulinemi (mieloma multipel), hiperlipidemia,
hemolisis, hiperbilirubinemia.
Tatalaksana
• - Pada keadaan akut dengan disertai gejala hipokalsemia, dapat diberikan infus NaCl
isotonis secara cepat yang akan meningkatkan ekskresi fosfor urin.
• Dapat juga dilakukan dengan memberikan asetazolamida (inhibitor karbonik anhidrase)
15 mg/kgBB setiap 4 jam. Atau dapat juga dilakukan hemodialisis khususnya
hiperfosfatemia pada gangguan fungsi ginjal.
• Pada hiperfosfatemia kronik, yang biasanya terjadi pada gagal ginjal kronik atau pada
familial tumoral calcinosis, pengobatan ditujukan untuk menekan absorbsi melalui usus
dengan memberikan pengikat fosfat seperti kalsium karbonat, kalsium asetat, sevelamer,
lantanum karbonat.
-
ii. HIPOFOSFATEMIA
• Hipofosfatemia didefinisikan sebagai kadar serum fosfat di bawah 2,5mg / dL dan
gejalanya meliputi aritmia, disfungsi trombosit, metabolisme glukosa abnormal, dan henti
jantung paru.
• Hipofosfatemia jauh lebih sering terjadi pada periode pasca operasi dan di antara individu
di unit perawatan intensif.

Etiologi
A. Redistribusi fosfor dari ekstrasel ke dalam sel
i. Meningkatnya sekresi insulin khususnya pada realimentasi.
ii. Alkalosis respiratorik akut.
iii. Hungry Bone Syndrome
B. Absorbsi melalui usus berkurang
i. Asupan fosfor rendah
ii. Pemakaian antasid berbahan aluminium atau magnesium
iii. Diare kronik dan steatorrhea

C. Ekskresi melalui urin meningkat


i. Hiperparatiroidisme primer atau sekunder
ii. Defisiensi vitamin-D atau resisten terhadap
vitamin-D
iii. Primary renal phosphate wasting
iv. Sindrom Fanconi
Gejala Klinis

Hiperkalsiuri Ensefalopati Gangguan fungsi Gangguan fungsi


metabolik otot skelet dan sel darah merah,
polos putih dan
trombosit
Tatalaksana
- Pengobatan terhadap hipokalsemia tidak diberikan bila tidak ada indikasi yang kuat.
- Umumnya pengobatan ditujukan kepada faktor etiologi timbulnya hipofosfatemia. Bila
terdapat kekurangan vitamin-D, dapat diberikan vitamin-D sebanyak 400-800 IU per hari.
- Pemberian fosfor baru diberikan bila sudah timbul gejala atau pada keadaan gangguan
tubulus sehingga terjadi pengeluaran fosfor berlebihan melalui urin secara kronik.
- Lebih disukai memberikan fosfor per oral karena pemberian secara intravena banyak
menimbulkan efek samping seperti aritmia.
- Dosis per oral sebesar 2,5-3,5 gram per hari.
- Pemberian intravena, diberikan tidak lebih dari 2,5 mg/kgBB selama 6 jam. Penelitian
yang baru yang masih dalam evaluasi adalah pemberian dipiridamol 75 mg satu kali
sehari dapat meningkatkan kadar fosfor darah.26
-
Kesimpulan
- Akut abdomen menggambarkan keadaan klinis adanya kegawatan di rongga perut yang

biasanya timbul mendadak dengan gejala utama adalah neyri perut.


- Nyeri perut dapat berupat nyeri visceral maupun nyeri somatic dan dapat berasal dari
berbagai proses pada berbagai organ di rongga perut.
- Pemeriksaan fisik perlu diperhatikan terutama palpasi dan adanya defanse musculaire
yang menunjukkan rangsangan peritoneum parietal
- Penatalaksaan pasien sebelum dirujuk dapat dilakukan penstabilan kondisi
hemodinamik dan ditundanya pemberian analgesic karena dapat menghilangkan gejala
akut abdomen pada pasien.
Kesimpulan
- Cairan dan elektrolit (zat lerlarut) didalam tubuh merupakan suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Bentuk gannguan keseimbangan cairan yang umum terjadi adalah kelebihan atau
kekurang cairan iaitu air.
- Kelebihan cairan disebut overhidrasi, sebaliknya kekurangan air disebut dehidrasi. Zat terlarut
yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit.
- Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik,
seperti protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik.
- Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++),
magnesium (Mg++), klorida (Cl-), bikarbonat(HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-).
DAFTAR
PUSTAKA
- Ansari, P. (2014, June). Acute Abdominal Pain. Retrieved May 24, 2015,
from Merck Manual:
https://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal-disorders/acute-
abdomen-and-surgical-gastroenterology/acute-abdominal-pain
- Bardawil, T. (2014, September 2). Fallopian Tube Disorders. Retrieved from
Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a1
- Burrows, C. F. (2003). The Acute Abdomen. Retrieved from 28th world
congress of the world small animal veterinary association:
http://www.vin.com/apputil/content/defaultadv1.aspx?
meta=Generic&pId=8768&id=3850106
- Cordell WH, Keene KK, Giles BK, et al: The high prevalence of pain in
emergency medical care. Am J Emerg Med 20:165-169, 2002.
- Craig, S. (2014, July 21). Appendicitis. Retrieved from Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview
- Daldiyono dan Syam AF, 2014. Nyeri abdomen akut dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta`: Interna Publishing, pp.1896-1898
- Dombal FT, Margulies M. 1996. Acute Abdominal Pain. Gut.bmj.com
- Graff LG, Robinson D: Abdominal pain and emergency department
evaluation. Emerg Med Clin North Am 19:123-136, 2001.
- Macaluso, C. R., & McNamara, R. M. (2012). Evaluation and management
of acute abdominal pain in the emergency department. International Journal of
General Medicine, 789-797
- Miettinen, et al. 1996. Acute Abdominal Pain in Adults.
http;//www.ncbi.nlm.gov/pubmed/8739926
- Murdani, A. dkk. 2012. Diagnostic Approach and Management of Acute
Abdominal Pain. Department of Internal Medicine. Faculty of Medicine.
University of Indonesia. Jakarta.
- Patterson JW, Kashyap S, Dominique E. Acute Abdomen. In: StatPearls.
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; July 14, 2020.
- Peirce A. Grace & Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta: EMS
- Sabiston, et al. 2007. Sabiston texbook of surgery the biological basis of
modern surgical practice. Fdisi ke 18. Saunders, An Imprint of Flsevier
- Setyoahadi, B. dkk. 2012. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit
Dalam (Emergency in Internal Medicine). Volume I. Jakarta : Internal
Publishing.
- Shahedi, K. (2015, January 14). Diverticulitis. Retrieved from Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/173388-workup#a0720
- Sjamsuhidajat, R., De Jong Wim, 2007. Gawat abdomen dalam Buku ajar
ilmu bedah. 2014. EGC : Jakarta
- Wolf, J. S. (2014, April 28). Nephrolithiasis . Retrieved from Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/437096-Soverview
SEKIAN, TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai