Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH & ASUHAN KEPERAWATAN

ATRESIA DUCTUS HEPATICUS

(ATRESIA BILIER)

OLEH :

KELOMPOK 3

IRNAWATI (201901012)
SARVA M SOMAT (201901031)
ANDI ASRIZAL (201901003)
NURUL HUMAIRA (201901028)
ABU YASIDUL BUSTANI (201901001)

3A KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 NERS


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Anak II Atresia Ductus Hepaticus (Atresia Bilier) ” tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun untuk melengkapi serta memenuhi tugas
Keperawatan Anak II yang telah diberikan.
Penyusunan makalah ini, kami mendapat hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak semua itu bisa teratasi. Olehnya kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah Swt.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurrnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Palu, 28 September 2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi......................................................................3
B. Definisi.............................................................................................4
C. Etiologi.............................................................................................5
D. Manifestasi Klinis............................................................................6
E. Patofisiologi......................................................................................7
F. Pathway............................................................................................8
G. Komplikasi.......................................................................................8
H. Pmemeriksaan Penunjang................................................................9
I. Penatalakasannan...............................................................................10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA BILIER
A. Pengkajian......................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan...................................................................15
C. Intervensi.........................................................................................15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................20
B. Saran...............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia Bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu
dari 10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan dari pada
anak lakilaki dan pada bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak diketahui,
dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling
umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di amerika serikat dan
sebagian besar dunia barat.
Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia
dari saluran-saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan
empedu dari hati. Empedu dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu dan
masuk ke usus di mana ia membantu mencerna makanan, lemak dan
kolesterol. Hilangnya saluran empedu menyebabkan empedu untuk tetap di
hati. Ketika empedu mulai merusak hati, menyebabkan jaringan parut dan
hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak akan dapat bekerja dengan baik
dan sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati, pencngkokan hati menjadi perlu.
Atresia bilier dapat menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk
transplantasi hati dalam 1 samapi 2 tahun pertama kehidupan.
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari
saluran empedu di dalam maupun di luar hati. Tetapi penyebab terjadinya
gangguan perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui. Jika aluran
empedu buntu, maka empedu akan menumpuk di hati. Selain itu akan terjadi
ikterus atau kuning di kulit dan mata akibat tingginya kadar bilirubin dalam
darah. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika
tidak diobati bisa berakibat fatal atau sampai terjadi kematian.
Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting
sebab efikasi pembedahan hepatik-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan
menurun bila dilakukan setelah umur 2 bulan. Bagi penderita atresia bilier

1
prosedur yang baik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan
empedu ke usus. Selain itu,terdapat beberapa intervensi keperawatan yang
penting bagi anak yang menderita atresia bilier. Penyuluhan yang meliputi
semua aspek rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang
akan dilakukan harus disampaikan kepada anggota keluarga pasien.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep teori dari atresia bilier?

2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan atresia bilier?

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan atresia bilier
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari atresia bilier

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi


Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu,
kandung empedu, dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan
transportasi empedu. Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang
dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir dari hati melalui duktus
hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke duktus hepatik
umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari
kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang berlangsung
dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).

Namun, tidak semua berjalan dari empedu langsung ke duodenum.


Sekitar persen dari empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama
disimpan di kantong empedu, organ berbentuk buah pir yang terletak tepat di
bawah hati. Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu
dan melepaskan empedu ke duodenum disimpan untuk membantu memecah
lemak.
Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:
1. Untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum

3
2. Untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu

Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk


limbah, kolesterol, dan garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk
melakukan dua fungsi utama, termasuk yang berikut:
1. Untuk membawa pergi limbah
2. Untuk memecah lemak selama pencernaan

Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan


menyerap lemak. Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran,
adalah apa yang memberikan kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State
University.2011.Sistem Bilier.Columbus:Medical center).

B. Definisi

Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/


saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke
kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital yang berarti
terjadi saat kelahiran. Atresia bilier merupakan suatu defek kongenital yang
merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran
empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik.
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada
traktus ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu atau karena
adanya proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepartik sehingga terjadi hambatan aliran
empedu (kolestasis) yang mengakibatkan terjadinya penumpukan garam
empedu dan peningkatan bilirubin direk dalam hati dan darah.

Atresia Bilier adalah suatu penghambatan didalam pipa/ saluran-saluran


yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat
kelahiran. Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang

4
menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut.

C. Etiologi

Penyebab dari atresia bilier tidak diketahui dengan pasti. Mekanisme


autoimun mungkin merupakan sebagian penyebab terjadinya progresivitas dari
Atresia bilier. Dua tipe dari atresia biliaris adalah bentuk fetal dan terjadi selama
masa fetus dan timbul ketika lahir, serta bentuk perinatal lebih spesifik dan tidak
terlihat pada minggu kedua sampai minggu keempat kehidupan.
Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan
dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali
organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat
bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa
karena infeksi atau iskemi.
Beberapa anak, terutama mereka dengan atresia bilier, seringkali memiliki
cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus. Sebuah fakta penting adalah bahwa
atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah
terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit
tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang
terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu"
dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktorfaktor predisposisi seperti:
1. Infeksi virus atau bakteri
2. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
3. Komponen yang abnormal empedu
4. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
5. Hepatocelluler dysfunction

5
D. Manifestasi Klinis

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup, seperti :
1. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat
tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah.
2. Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru
lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan.
Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus
berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir.
3. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang
dalam urin.
4. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak
akibat pembesaran hati.
5. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
6. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut
dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam
air serta gagal tumbuh.
7. Lemah
8. Letargi
9. Anoreksia

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
1. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
2. Gatal-gatal
3. Rewel
4. splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati)

6
E. Patofisiologi

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan


kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan
hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau
keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total
dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik
adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma
kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan
hati menjadi fibrosis dan cirrhosis.
Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga
mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati. Jika cairan empedu
tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang
tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat
mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi secara
gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut
lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K
dan gagal tumbuh.Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak
agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitaminvitamin tersebut akan disimpan
dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakakan saat diperlukan. Tetapi
mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda
keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah
hati dan jantung.

7
F. Pathwey

G. Komplikasi
1. Kolangitis Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan
aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini
terjadi terutama dalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur
Kasai sebanyak 30-60% kasus. Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang
fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik
terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut.
Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.

8
2. Hipertensi portal Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-
anak setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises
esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal Seperti pada pasien dengan
penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi portal) atau
diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo
mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu.
Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi
pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab
kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat
ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts,
dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
4. Keganasan Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat
timbul pada pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining
untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan
operasi Kasai yang berhasil.
5. Hasil setelah gagal operasi Kasai Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai
gagal untuk memulihkan aliran empedu, dan pada keadaan ini harus dilakukan
transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun
dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari
hati. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi
hati di masa kanak-kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus
dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang
rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari
sirosis (hepatopulmonary sindrom)

H. Pemeriksaan Penunjang

Secara garis besar pemeriksaanyang dilakukan untuk mendeteksi atresia bilier dapat
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan serum darah Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan
pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari
hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi

9
lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak
sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali
dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan
hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan
gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
b) Pemeriksaan Urine Urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus, tetapi urobilin dalam urine negatif, hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.
c) Pemeriksaan feces Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada
tinja/stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
2. Biopsi hati Biopsi hati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari
hati yang dilakukan dengan pengambilan jaringan hati.

I. Penatalaksanaan

1. Terapi medikamentosa
a) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
- Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. Fenobarbital akan
merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin
indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi
toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliran empedu).
Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal
pemberian susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder.
b) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan :
- Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam
ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat
yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
a) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides
(MCT)untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme.
Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera

10
dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot,
ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang
mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan
lainnya.
b) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin
A, D, E, K.
3. Terapi bedah
a) Kasai Prosedur Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan
pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung
menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut
prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan
sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
b) Transplantasi Hati Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi
untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara
dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-
satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya
akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier
sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak.
Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan
untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di
masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi
karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk
menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau
"split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.

Berdasarkan treatment yang diberikan :


1. Palliative treatment Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase
empedu dengan mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi
kegagalan hati.
2. Supportive treatment
a) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan
dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat
menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam

11
penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam,
kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik
vitamin ini.
b) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier
mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga
menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi.
Oleh karena itu diberikan makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
c) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang
menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis)
pada kulit.
d) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut
membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan
pertumbuhan klien.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum
lainnya. Hal ini dilakukan sebagai standar prosedur yang harus dilakukan
untuk mengkaji keadaan pasien. Umumnya Atresia billiaris lebih banyak
terjadi pada perempuan. Atresia bilier dtemukan pada 1 dari 15.000
kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki
adalah 2:1.
2. Keluhan Utama Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah
Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan. Jaundice adalah perubahan
warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir. Jaundice terjadi
karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna
kuning pada sel darah merah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang Anak dengan Atresia Biliaris mengalami
Jaundice yang terjadi dalam 2 minggu atau 2 bulan lebih, apabila anak
buang air besar tinja atau feses berwarna pucat. Anak juga mengalami
distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus. Anak tidak mau minum
dan kadang disertai letargi (kelemahan).
4. Riwayat Penyakit Dahulu Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau
bakteri atau masalah dengan kekebalan tubuh.
5. Riwayat Perinatal
- Antenatal : Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah
menderita infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan
infeksi virus rubella.
- Intra natal : Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran
bayi terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan.
- Post natal : Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang
memperhatikan personal hygiene saat merawat atau bayinya. Selain itu
kebersihan peralatan makan dan peralatan bayi lainnya juga kurang
diperhatikan oleh orang tua ibu.

13
6. Riwayat Kesehatan Keluarga Anak dengan atresia biliaris diduga dalam
keluarganya, khususnya pada ibu pernah menderita penyakit terkait dengan
imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella. Akibat
dari penyakit yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi lebih rentan
terhadap penyakit atresia biliaris. Selain itu terdapat kemungkinan adanya
kelainan kongenital yang memicu terjadinya penyakit atresia biliaris ini.
7. Pola Fungsi Kesehatan
Pola fungsi kesehatan focus pada atresia bilier :
1) Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan atresia
biliaris terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel yang
gejalanya berupa letargi atau kelemahan
2) Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris adalah
ditandai dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera kulit
dan membrane mukosa.
3) Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris yaitu
terdapat distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang
berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan
konstipasi pada anak dengan atresia biliaris dapat terjadi.
4) Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris ditandai dengan
anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran terhadap lemak
dan makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi berulang.
8. Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
- Air kemih bayi berwarna gelap
- Tinja berwarna pucat
- Kulit berwarna kuning
- Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
- Hati membesar.

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
- Gangguan pertumbuhan
- Gatal-gatal
- Rewel

14
- Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati).
➢ Keadaan umum : lemah
➢ TTV : Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada
vena porta
➢ Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
➢ Nadi : Takikardi
➢ Respirasi : Terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang tertekan
(takipnea)

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016)

No Diagnosa Keperawatan Kode


1 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan D.0019
mengabsorpsi nutrient
2 Hipertermia berhubungan dengan dengan inflamasi akibat D.0130
kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
3 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan D.0005
upaya napas
4 Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif D.0023
5 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan D.0129
hormonal
6 Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek D.0106
ketidakmampuan fisik

C. Intervensi Keperawatan

1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan
nutrisi anak terpenuh
Kriterian Hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
3) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Intervensi

15
Intervensi :
1) Monitor jumlah nutrisi R/ Mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
2) Kaji pemenuhan nafsu makan pasien R/ Agar dapat dilakukan intervensi dalam
pemberian makanan pada pasien
3) Berikan vitamin larut lemak (A,D,E,K) R/ Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien
4) Ajarkan keluarga untuk memberikan makanan atau ASI yang sedikit namun
sering R/ Supaya dapat memberikan nutrisi yang cukup untuk pasien
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutisi yang dibutuhkan pasien
R/ Ahli gizi adalah spesialis dalam ilmu gizi yang membantu pasien memilih
makanan sesuai dengan keadaan sakitnya
2. Hipertermia berhubungan dengan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif
pada duktusbilier ekstrahepatik
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan suhu
tubuh dalam batas normal (36.5-37oC)
Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37oC)
2) Nadi dalam rentang normal (100-160x/menit)
3) Pernapasan dalam rentang normal (20-60x/menit) 4) Tidak ada perubahan
warna kulit, tidak tampak lemas
Intervensi :
1) Kaji tingkat kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang menyertainya R/ Suhu
diatas normal menunjukkan proses infeksi akut sehingga dapat menentukan
intervensi yang tepat
2) Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipatan paha R/ Dengan
memberikan kompres hangat dapat menurunkan demam
3) Monitor tanda-tanda vital R/ sebagai indikator perkembangan keadaan pasien
4) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang cukup kepada bayi R/
Intake cairan yang adekuat membantu penurunan suhu tubuh serta mengganti
jumlah cairan yang hilang melalui evaporasi
5) Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat R/
Mempercepat proses evaporasi
6) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik R/ Untuk menurunkan demam dengan
aksi sentralnya di hipotalamus

16
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan
pola napas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1) Sesak berkurang
2) Frekuensi napas dalam batas normal (22-34x/menit)
3) Irama napas teratur
Intervensi :
1) Kaji jika adanya sesak, frekuensi dan irama napas R/ Dengan mengkaji sesak,
frekuensi dan irama napas dapat mengetahui sejauh mana kondisi pasien
2) Monitor/kaji pola napas (misalnya: bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernapasan kusmaul) R/ Keabnormalan pola napas menyertai obtruksi paru
3) Tinggikan kepala atau bantu mengubah posisi yang nyaman fowler atau
semifowler R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan
4) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan bila diperlukan R/ Terapi oksigen
dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi

4. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif


Tujuan : Setelah Diberikan asuhan keperawatan selama…x 24 jam,
diharapkan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi
dan mempertahankan hidrasi adekuat
Kriteria Hasil :
1) Turgor kulit baik
2) Frekuensi irama nadi dalam rentang normal
3) Frekuensi dan irama nafas dalam rentang normal
4) Elektrolit serum (misalnya natrium, kalium, dan magnesium) dalam batas
normal
5) Membrane mukosa lembab
6) Intake dan output cairan seimbang
Intervensi :

17
1) Kaji masukan dan keluaran, karakter dan jumlah feses, hitung intake dan ouput
R/ untuk memberikan informasi tentang cairan dan juga sebagai pedoman
pengganti cairan
2) Kaji tanda-tanda vital (Suhu, Nadi dan Respirasi) pasien R/ hipotensi,
takikardi, demam dan sesak dapat menunjukan respon terhadap efek
kehilangan cairan
3) Observasi turgor kulit, membrane mukosa, pengisian kapiler dan ukur berat
badan tiap hari R/ untuk dapat menunjukan kehilangan cairan berlebih
4) Berikan dan pantau cairan intravena sesuai ketentuan R/ untuk mengobati
phatogen khususnya yang mengakibatkan kehilangan cairan berlebihan
5) Kolaborasi dalam pemberian obat R/ untuk mempercepat proses penyembuhan

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam
diharapkan integritas kulit tidak mengalami kerusakan
Kriteria hasil :
1) Ketebalan dan tekstur jaringan normal
2) Tidak ada perubahan warna kulit
3) Tidak adanya gatal-gatal disertai ruam
Intervensi :
1) Monitor warna kulit
R/ Perubahan warna kulit pada pasien menunjukkan
2) Ganti popok jika basah atau kotor R/ Untuk menjaga kulit anak agar bersih dan
kering
3) Memandikan anak dengan sabun dan air hangat R/ Menjaga agar kulit anak
tetap bersih

4) Ubah posisi anak setiap dua jam sekali R/ Untuk menjaga kelembapan kulit
anak
5) Oleskan minyak/baby oil pada daerah gatal R/ Dengan mengoleskan minyak
dapat mengurangi rasa gatal

18
6. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan x 24 jam diharapkan
pertumbuhan dan perkembangan anak meningkat
Kriteria Hasil :
1) Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya
2) Status nutrisi seimbang 3) Status pertumbuhan sesuai dengan usia anak
Intervensi :
1) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan
2) Kaji asupan nutrisi anak (misalnya kalori dan zat gizi)
3) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
4) Kolaborasi dengan ahli gizi, jumalah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan gizi yang sesuai

19
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/ saluran-
saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital yang berarti terjadi saat kelahiran.
Penyebab terjadianya atresia bilier tidak diketahui dengan pasti. Mekanisme
autoimun mungkin merupakan sebagian penyebab terjadinya progresivitas dari atresia
bilier. Dua tipe dari atresia biliaris adalah bentuk fetal dan terjadi selama masa fetus
dan timbul ketika lahir, serta bentuk perinatal lebih spesifik dan tidak terlihat pada
minggu kedua sampai minggu keempat kehidupan. Penanganan yang dapat dilakukan
untuk kasus atresia bilier adalah kasai prosedur dan transplantasi hati.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami memberi saran sebagai berikut:
1. Diharapkan mahasiswa mampu memahami penyakit atresia ductus hepaticus atau
atresia bilier.
2. Diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien atresia
ductus hepaticus atau atresia bilier.

Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat
demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi
penderita atresia bilier.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini Agustina dkk. (2017). Atresia Ductus Hepaticus. Fakultas


Keperawatan. Universitas Riau

Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan:


Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI

21

Anda mungkin juga menyukai