Oleh :
II A / S.Tr. Keperawatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada bapak dosen pembimbing mata kuliah HIV / AIDS bapak Ns. I Wayan
Sukawana, S.Kep., M.Pd atas bimbingannya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan dapat menambah
wawasan mengenai materi tentang kesadaran dan ketidaksadaran. Kami pun menyadari bahwa di
dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun
Penulis
1.3. Tujuan
1. Dapat memahami definisi komplementer
2. Dapat memahami tujuan dari komplementer
3. Dapat memahami jenis – jenis komplementer
4. Dapat memahami dan melakukan penerapan komplementer pada pasien HIV/AIDS
5. Dapat memahami dan menjelaskan peran perawat dalam komplementer pasien HIV/AIDS
Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi komplementer
invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam
pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana,
terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin,
hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing,
dan terapi lainnya.
National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM) membuat
klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori. Kategori pertama,
mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi
kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan
(imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni.
Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan
tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy.
Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik
biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan).
Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh
manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat,
rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.
Terakhir, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan, pengobatan
sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan
satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan bioelektromagnetik.
Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup (pengobatan holistik,
nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif (kiropraktik, akupresur &
akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi, guided imagery, biofeedback, color
healing, hipnoterapi). Jenis terapi komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang
dibutuhkan. Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti
meningkatkan relaksasi, mengubah perseps nyeri, menurunkan kecemasan, mempercepat
penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses kematian.
1. Terapi Informasi
Dalam kamus, definisi terapi adalah “usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang
sedang sakit”. Tidak disebut “usaha medis” dan juga tidak disebut penyembuhan penyakit.
Maka terapi adalah lebih luas daripada sekedar pengobatan atau perawatan. Apa yang dapat
memberi kesenangan, baik fisik maupun mental, pada seseorang yang sedang sakit dapat
dianggap terapi. ‘Terapi’ cenderung dianggap sebagai suatu yang fisik : pil, jamu, pijat,
akupuntur. Sangat jarang ‘informasi dianggap sebagai terapi. Terapi informasi
melatarbelakangi semua bentuk terapi lain. Tanpa informasi, bagaimana bisa mengetahui
tentang berbagai terapi yang ada? Apakah terapi itu efektif? Untuk gejala apa? Dimana
terapi itu tersedia? Bagaimana cara untuk memperolehnya? Dan berapa harganya?
2. Terapi Spiritual
Konsep kedokteran modern mengenai pengobatan menggunakan pertimbangan aspek
biopsikososial. Artinya pengobatan tidak hanya berusaha untuk mengembalikan fungsi
fisik seseorang tetapi juga fungsi psikis dan sosial. Pendekatan ini menepatkan kembali
pengobatan spiritual sebagai salah satu cara pengobatan dalam upaya penyembuhan
penderita.
3. Terapi Nutrisi
Nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien HIV /AIDS untuk
mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem imun, meningkatkan kemampuan
tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga orang yang hidup dengan HIV/AIDS tetap
aktif dan produktif.
Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang degan HIV dan sudah terjadi
sejak dini walaupun pada ODHA mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang.
Defisiensi terjadi karena HIV menyebabkan kehilangan nafsu makan dan gangguan
absorbs zat gizi. Di unti perawatan intermediet penyakit terdapat 87% ODHA dengan berat
badan di bawah normal. Sebagian besar para ODHA dan keluarga mengatakan bahwa nafsu
makanya menurun sehingga frekuensi makan juga berkurang. Keadaan ini dimanfaatkan
oleh HIV untuk berkembang lebih cepat. Di samping itu daya tahan tubuh untuk melawan
HIV menjadi berkurang.
Untuk mendapatkan nutrisi yang sehat dan berimbang, ODHA sebaiknya
mengosumsi makanan yang bervariasi, seperti makanan pokok, kacang – kacangan, produk
susu, daging, serta sayur dan buah – buahan setiap hari, lemak dan gula, dan meminum
banyak air bersih dan aman. Bila diperlukan bisa diberikan zat gizi mikro dalam bentuk
supleme makanan serta jus buah dan sayur.
4. Terapi Fisik
Terapi fisik adalah upaya yang bisa dijadikan alternatif pelengkap dalam upaya
memperbaiki disfungi yang berikatan dengan tubuh yang disebabkan HIV, virus penyebab
AIDS. Ada beberapa jenis terapi fisik yang bisa dilakukan. Antara lain terapi makanan dan
jamani.
Pada dasarnya terapi yang dilakukan bisa membuat daya tahan tubuh atau keadaan
kekebalan ODHA bisa dipertahankan secara maksimal, juga kondisi fisiknya tetap dilatih
agar lebih kuat. Misalnya massa otot orang pada masa AIDS yang biasanya akan menurun
drastis, semakin kurus. Saat seseorang mulai menunjukan gejala, masa otot dan lemak
berkurang perlahan namun pasti. Kalau dari awalnya masa otot tidak diperhatikan, maka
penampilan serta daya tahan akan sangat berpengaruh.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa olahraga dengan tingkat/ kadar sedang
ternyata bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih tinggi. Selama
berolahraga, tubuh mengeluarkan berbagai hormone, antara lain yang berfungsi
meningkatkan mutu dan jumlah limfosit B dan T, serta endofrin, dan enkafalin, serta
homon yang berfungsi menurunkan kekebalan seperti suatu hormone yang disebut ACTH.
ACTH bekerja meningkatkan kadar kortisol yang berperan menekan produksi sel
kekebalan.
Keluarnya hormon tersebut sangat beraneka ragam tergantung beberapa faktor,
antara lain beratnya latihan. Latihan ringan sampai sedang akan mengelurkan hormone
yang merangsang pembentukan system kekebalan. Sementara latihan berat yang
menimbulkan kelelahan justru sebaliknya, yaitu menekan produksi sel kekebalan.
Agar keadaan tubuh tetap stabil lebih baik memilih jenis olahraga yang tidak
menimbulkan stress. Seperti jalan kaki dan renang. Terapi jenis jasmani lain yang bisa
dilakukan adalah teknik aromaterapi. Beberapa ahli menyarankan penggunaan wewangian
berbagai jenis tumbuhan, seperti lavender. Yoga, meditasi, dan pemijatan merupakan
teknik yang baik untuk dipilih sebagai alternative terapi fisik – jasmani yang lain. Beberapa
2.5 Peran Perawat dalam Terapi Komplementer pada Pasien HIV / AIDS
Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer
diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung,
koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya,
konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil
keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di
sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih dahulu
mengembangkan kurikulum pendidikan. Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan
melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice.
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik
pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer. Perawat lebih banyak
berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga sangat
penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan
unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi
permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan
alternatif.
Peran perawat dalam terapi komplomenter pada pasien HIV/AIDS adalah Perawat
sebagai bagian integral dari tim pelayanan kesehatan sangat berperan dalam mengupayakan
terwujudnya kehidupan yang berkualitas bagi pasien HIV/AIDS dengan cara memberikan
asuhan keperawatan yang bersifat komprehensif dan holistik yang meliputi bio, psiko, sosio,
dan spiritual. Artinya, dalam memberikan asuhan, perawat tidak hanya berfokus pada
penanganan masalah fisik namun juga berperan dalam mencegah dan menangani masalah
psikososial pada pasien HIV/AIDS. Selain itu, perawat berada dalam posisi kunci untuk
menciptakan suasana penerimaan dan pemahaman terhadap penderita HIV/AIDS bagi
keluarga agar dapat memberikan dukungan bagi pasien.
3.1 Kesimpulan
Masyarakat Indonesia sudah mengenal adanya terapi tradisional seperti jamu yang telah
berkembang lama. Kenyataannya klien yang berobat di berbagai jenjang pelayanan
kesehatantidak hanya menggunakan pengobatan barat (obat kimia) tetapi secara mandiri
memadukan terapi tersebut yang dikenal dengan terapi komplementer. Perkembangan terapi
komplementer atau alternatif sudah luas, termasuk didalamnya orang yang terlibat dalam
memberi pengobatan karena banyaknya profesional kesehatan dan terapis selain dokter umum
yang terlibat dalam terapi komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu
pengetahuan melalui penelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi komplementer agar
menjadi lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Fontaine, K.L. (2005). Complementary & alternative therapies for nursing practice. 2th ed. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Hidayah, Nurul dan Raudhotun Nisak. 2018. Buku Ajar Terapi Komplementer untuk Mahasiswa.
Yogyakarta : Samudra Biru.
Rajin, Mukhamad. 2020. Buku Bahan Ajar Keperawatan Komplementer Terapi Akupuntur.
Kediri: Chakra Bahmanda Lentera
Rossella, M. (2013). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Harapan Hidup 5 Tahun Pasien
Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro.
Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. (2004). Clinical nursing skills: Basic to advanced skills. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternative therapies in nursing. 4th ed. New
York: Springer.
Subekti, Tantyo. 2014. Definisi terapi Komplementer. Scribd. Tersedia pada
https://id.scribd.com/doc/248010718/Definisi-Terapi-Komplementer. Diakses pada
tanggal 20 Januari 2021.
Widyatuti. 2008. Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume.12, No. 1, hal 53 – 57.