Anda di halaman 1dari 16

TERAPI KOMPLEMENTER PADA HIV/AIDS

Dosen Pengampu : Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep., M.Pd

Oleh :
II A / S.Tr. Keperawatan

1. Ni Made Puriasih (P07120219013)


2. Ni Made Audia Maheswari (P07120219016)
3. Ni Kadek Astikananda Wulandari (P07120219019)
4. Ni Kadek Ima Wayuntari (P07120219023)
5. Lidya Ajeng Aprilia W.P (P07120219026)
6. Ni Made Ari Adnyani (P07120219034)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada bapak dosen pembimbing mata kuliah HIV / AIDS bapak Ns. I Wayan
Sukawana, S.Kep., M.Pd atas bimbingannya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan dapat menambah
wawasan mengenai materi tentang kesadaran dan ketidaksadaran. Kami pun menyadari bahwa di
dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun

Penulis, 28 Januari 2021

Penulis

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii
BAB I ...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .........................................................................................................2
1.3. Tujuan ..........................................................................................................................2
BAB II ..............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN ...............................................................................................................................3
2.1 Pengertian Komplementer .............................................................................................3
2.2 Tujuan Komplementer ..................................................................................................3
2.3 Jenis - Jenis Terapi Komplementer ................................................................................4
2.4 Penerapan Komplementer Pada Pasien HIV / AIDS ......................................................5
2.5 Peran Perawat dalam Terapi Komplementer pada Pasien HIV / AIDS ......................... 11
BAB III........................................................................................................................................... 12
PENUTUP ...................................................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 13

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | ii


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang


diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek
biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah
lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan
prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko,
sosial, dan spiritual). Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan
perawat dalam menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi komplementer.
Penerapan terapi komplementer pada keperawatan perlu mengacu kembali pada teori-teori
yang mendasari praktik keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memandang manusia
sebagai sistem terbuka, kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi. Teori ini dapat
mengembangkan pengobatan tradisional yang menggunakan energi misalnya tai chi, chikung,
dan reiki.
Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam mengembangkan
terapi komplementer misalnya teori transkultural yang dalam praktiknya mengaitkan ilmu
fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini didukung dalam catatan keperawatan
Florence Nightingale yang telah menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk
penyembuhan dan pentingnya terapi seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu,
terapi komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada
klien (Snyder & Lindquis, 2002). Hasil penelitian terapi komplementer yang dilakukan belum
banyak dan tidak dijelaskan dilakukan oleh perawat atau bukan. Beberapa yang berhasil
dibuktikan secara ilmiah misalnya terapi sentuhan untuk meningkatkan relaksasi, menurunkan
nyeri, mengurangi kecemasan, mempercepat penyembuhan luka, dan memberi kontribusi
positif pada perubahan psikoimunologik (Hitchcock et al., 1999). Terapi pijat (massage)
pada bayi yang lahir kurang bulan dapat meningkatkan berat badan, memperpendek hari rawat,
dan meningkatkan respons. Sedangkan terapi pijat pada anak autis meningkatkan perhatian dan
belajar. Terapi pijat juga dapat meningkatkan pola makan, meningkatkan citra tubuh, dan
menurunkan kecemasan pada anak susah makan (Stanhope, 2004).

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 1


HIV (Human Immunodeficiency Virus) membahayakan sistem kekebalan tubuh dengan
menghancurkan sel darah putih yang melawan infeksi. Virus ini membuat seseorang berisiko
terkena infeksi serius dan kanker tertentu. Sementara itu, AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) adalah tahap akhir dari infeksi HIV. Tidak semua orang dengan HIV sampai pada
tahap AIDS.
HIV paling sering menyebar melaui hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang
terinfeksi. Virus ini juga bisa menyebar dengan berbagi jarum suntik atau melalui kontak
dengan darah orang yang terinfeksi. Wanita hamil bisa menularkan virus ini pada bayi mereka
selama kehamilan atau persalinan.
HIV adalah virus yang menyebar melalui cairan tubuh tertentu yang menyerang sistem
kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 yang sering disebut sel T. Seiring waktu, HIV dapat
menghancurkan banyak sel – sel ini hingga tubuh tidak dapat melawan infeksi dan penyakit.
Sel – sel khusus ini membantu sistem kekebalan melawan infeksi. Jika tidak diobati, HIV
mengurangi jumlah sel CD4 (sel T) didalam tubuh. Kerusakan pada sistem kekebalan ini
mempersulit tubuh untuk melawan infeksi dan beberapa penyakit lainnya. Infeksi oportunistik
atau kanker muncul akibat dari sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah dan menandakan
bahwa orang tersebut mengidap AIDS, tahap terakhir infeksi HIV.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan komplementer?
2. Apa saja tujuan dari komplementer?
3. Apa yang termasuk dalam jenis – jenis komplementer?
4. Apakah penerapan komplementer pada pasien HIV / AIDS?’
5. Apa saja peran perawat dalam komplementer pasien HIV / AIDS?

1.3. Tujuan
1. Dapat memahami definisi komplementer
2. Dapat memahami tujuan dari komplementer
3. Dapat memahami jenis – jenis komplementer
4. Dapat memahami dan melakukan penerapan komplementer pada pasien HIV/AIDS
5. Dapat memahami dan menjelaskan peran perawat dalam komplementer pasien HIV/AIDS

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 2


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komplementer

Terapi Komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai


pendukung pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain di luar
pengobatan medis yang konvensional.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terapi merupakan usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit. Pengobatan penyakit, perawatan penyakit.
Terapi Komplementer adalah pengobatan non konvensional yang bukan berasal dari negara
yang bersangkutan. Misalnya, jamu bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi
merupakan pengobatan tradisional (WHO).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan komplementer
tradisional-alternatif atau sering disebut dengan CAM (Complementary Alternative Medicine)
adalah pengobatan non konvensional yang di tunjukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh
melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik. Artinya pengobatan komplementer adalah
pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi
konvesional/medis. Sedangkan pengobatan alternatif adalah jenis pengobatan yang tidak
dilakukan oleh paramedis/dokter pada umumnya, tetapi oleh seorang ahli atau praktisi yang
menguasai keahliannya tersebut melalui pendidikan yang lain/non medis.

2.2 Tujuan Komplementer

Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem–sistem tubuh,


terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya
sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk
menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan respon
dengan asupan nutrisi yang baik dan lengkap serta perawatan yang tepat.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 3


2.3 Jenis - Jenis Terapi Komplementer

Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi komplementer
invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam
pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana,
terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin,
hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing,
dan terapi lainnya.
National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM) membuat
klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori. Kategori pertama,
mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi
kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan
(imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni.
Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan
tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy.
Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik
biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan).
Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh
manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat,
rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.
Terakhir, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan, pengobatan
sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan
satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan bioelektromagnetik.
Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup (pengobatan holistik,
nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif (kiropraktik, akupresur &
akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi, guided imagery, biofeedback, color
healing, hipnoterapi). Jenis terapi komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang
dibutuhkan. Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti
meningkatkan relaksasi, mengubah perseps nyeri, menurunkan kecemasan, mempercepat
penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses kematian.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 4


Jenis terapi komplementer banyak sehingga seorang perawat perlu mengetahui
pentingnya terapi komplementer. Perawat perlu mengetahui terapi komplementer diantaranya
untuk membantu mengkaji riwayat kesehatan dan kondisi klien, menjawab pertanyaan dasar
tentang terapi komplementer dan merujuk klien untuk mendapatkan informasi yang reliabel,
memberi rujukan terapis yang kompeten, ataupun memberi sejumlah terapi komplementer.
Selain itu, perawat juga harus membuka diri untuk perubahan dalam mencapai tujuan
perawatan integrative.

2.4 Penerapan Komplementer Pada Pasien HIV / AIDS


Para pengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus), dengan pemenuhan nutrisi dan
ketenangan spiritual bisa memperpanjang harapan hidup mereka. Terapi alternatif
komplementer, seperti; akupunktur, akupressur, meditasi, dan mengomsumsi tanaman obat
dapat menambah daya tahan tubuh dan pertumbuhan sel – sel imun. Ketenangan spiritual dan
nutrisi peningkat daya tahan membuat virus lebih jinak dan memperlambat perkembangannya
dalam tubuh manusia, sehingga memberi kesempatan CD4 yaitu sel pembentuk daya tahan
tubuh untuk berkembang dan memperbanyak diri.
Akupunktur dan akupressur diberikan untuk memperkuat organ – organ vital (seperti :
paru – paru, ginjal, lambung, dan limpa) pada masa awal infeksi HIV. Sebelum daya tahan
tubuh dan sel – sel CD4 turun karena infeksi HIV.

1. Terapi Informasi
Dalam kamus, definisi terapi adalah “usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang
sedang sakit”. Tidak disebut “usaha medis” dan juga tidak disebut penyembuhan penyakit.
Maka terapi adalah lebih luas daripada sekedar pengobatan atau perawatan. Apa yang dapat
memberi kesenangan, baik fisik maupun mental, pada seseorang yang sedang sakit dapat
dianggap terapi. ‘Terapi’ cenderung dianggap sebagai suatu yang fisik : pil, jamu, pijat,
akupuntur. Sangat jarang ‘informasi dianggap sebagai terapi. Terapi informasi
melatarbelakangi semua bentuk terapi lain. Tanpa informasi, bagaimana bisa mengetahui
tentang berbagai terapi yang ada? Apakah terapi itu efektif? Untuk gejala apa? Dimana
terapi itu tersedia? Bagaimana cara untuk memperolehnya? Dan berapa harganya?

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 5


Terapi informasi bukan sekedar penegtahuan. Sebagai contoh seseorang yang baru
dites HIV dan hasilnya ternyata positif. Setelah lewat rasa terkejut (shock), banyak
pertanyaan akan muncul: apa itu AIDS? Apa bedanya dengan HIV? Bagaimana
kelanjutanya? Bagaimana penularanya? Apa pengobatanya? Gejalanya apa? Orang yang
baru ditentukan terinfeksi HIV (serta keluarga dan sahabatnya) pertama akan merasa mati
kutu. Konseling pasca (atau sesudah) tes yang paling sempurna pun tidak mungkin dapat
menjawab semua pertanyaan, atau pun menangkapi jawaban. Informasi dengan bentuk dan
bahasa yang dapat dipahami pada waktu yang diperlukan akan mengobati ketidakpahaman,
depresi, memulihkan dan menyelamatkan jiwa. Seperti halnya berbagai macam terapi,
terapi informasi adalah suatu perjalanan, sebuah proses yang akan berlangsung secara terus
– menerus.
Ketakutan terhadap hal yang tak dikenal adalah macam ketakutan yang buruk. Semua
orang pernah mengalami kekhawatiran yang diakibatkan oleh ketakutan. Disebutkan juga
bawah stres dapat mempengaruhi system kekebalan tubuh. Jadi dalam keadaan stres, badan
lebih mungkin terinfeksi penyakit seperti flu dan ini juga akan menambah rasa khawatir
dan takut, terutama bagi ODHA.
Pertolongan pertama untuk mengobati ketakutan terhadap hal yang tak diketahui
adalah informasi yang jelas dan tepat. Apabila mulai memahami apa arti menjadi HIV –
positif, maka pasien dapat mulai menerima penyakit ini bahwa itu bukan vonis mati dan
mulai merencanakan tanggapan sendiri yaitu kumpulan terapi lain yang akan
mengikutinya. Dengan perencanaan dan tindakan yang tepat, rasa ketakutan akan
berkurang dan stress yang terkait denganya akan mulai menurun juga.

2. Terapi Spiritual
Konsep kedokteran modern mengenai pengobatan menggunakan pertimbangan aspek
biopsikososial. Artinya pengobatan tidak hanya berusaha untuk mengembalikan fungsi
fisik seseorang tetapi juga fungsi psikis dan sosial. Pendekatan ini menepatkan kembali
pengobatan spiritual sebagai salah satu cara pengobatan dalam upaya penyembuhan
penderita.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 6


Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama. Seseorang
pemeluk agama Islam misalnya cenderung untuk menjalani pengobatan spiritual yang
dilaksanakan sesuai ajaran agama Islam, misalnya berzikir, berdoa, berpuasa, sholat hajat
dll. Dalam agama lain juga terdapat kegiatan ritual untuk penyembuhan baik yang
dibimbing oleh rohaniawan maupun yang dilakukan sendiri. ODHA dapat memilih untuk
menjalankana pengobatan spiritual yang sesuai dengan agamanya atau pengobatan
spiritual yang berlaku umum. Apabila memilih pengobatan spiritual yang sesuai dengan
agamanya maka kegiatan tersebut tidak asing lagi baginya serta mendukung jemaah yang
dikenal dan akrab akan mempermudah sosialisasi.

3. Terapi Nutrisi
Nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien HIV /AIDS untuk
mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem imun, meningkatkan kemampuan
tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga orang yang hidup dengan HIV/AIDS tetap
aktif dan produktif.
Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang degan HIV dan sudah terjadi
sejak dini walaupun pada ODHA mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang.
Defisiensi terjadi karena HIV menyebabkan kehilangan nafsu makan dan gangguan
absorbs zat gizi. Di unti perawatan intermediet penyakit terdapat 87% ODHA dengan berat
badan di bawah normal. Sebagian besar para ODHA dan keluarga mengatakan bahwa nafsu
makanya menurun sehingga frekuensi makan juga berkurang. Keadaan ini dimanfaatkan
oleh HIV untuk berkembang lebih cepat. Di samping itu daya tahan tubuh untuk melawan
HIV menjadi berkurang.
Untuk mendapatkan nutrisi yang sehat dan berimbang, ODHA sebaiknya
mengosumsi makanan yang bervariasi, seperti makanan pokok, kacang – kacangan, produk
susu, daging, serta sayur dan buah – buahan setiap hari, lemak dan gula, dan meminum
banyak air bersih dan aman. Bila diperlukan bisa diberikan zat gizi mikro dalam bentuk
supleme makanan serta jus buah dan sayur.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 7


a. Pentingnya nutrisi bagi pasien HIV/AIDS
Nutrisi yang sehat dan seimbang harus selalu diberikan pada klien dengan HIV/AIDS
pada semua tahap infeksi HIV. Perawatan dan dukungan nutrisi bagi pasien berfungsi
untuk :
1) Mempertahankan kekuatan tubuh dan berat badan.
2) Mengganti kehilangan vitamin dan mineral.
3) Meningkatkan fungsi sitem imun dan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi.
4) Memperpanjang periode dari infeksi hingga perkembangan menjadi panyakit
AIDS.
5) Meningkatkan respon terhadap pengobatan, mengurangi waktu dan uang yang
dihabiskan untuk perawatan kesehatan.
6) Menjaga orang yang hidup dengan HIV/AIDS agar dapat tetap aktif, sehingga
memungkinkan mereka untuk merawat diri sendiri, keluarga dan anak – anak
mereka.
7) Menjaga orang dengan HIV/AIDS agar tetap produktif, mampu berkerja, tumbuh
baik dan tetap berkontribusi terhadap pemasukan kelurga mereka.
Makanan penting bagi tubuh kita untuk :
1) Berkembang, mengganti dan memperbaiki sel – sel dan jaringan.
2) Memproduksi energy agar tetap hangat, bergerak dan berkerja.
3) Membawa proses kimia misalnya pencernaan makanan.
4) Melindungi melawan, bertahan terhadap infeksi serta mambantu proses
penyembuhan penyakit.
Makan terdiri atas zat gizi mikro dan makro. Zat gizi mikro dibutuhkan tubuh dalam
jumlah kecil, sedangkan zat gizi makro (kabohidrat, protein dan lemak) dibutuhkan
dalam jumlah yang lebih banyak.

b. Bahan makanan yang dianjurkan dikonsumsi pasien.


Berbagai bahan makanan yang banyak di dapatkan di Indonesia seperti tempe, kelapa,
wortel, kembang kol, sayuran dan kacang – kacangan dapat diberikan dalam
penatalaksanaan gizi pada pasien.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 8


1) Tempe atau produknya mengandung protein dan vitamin B12 untuk mencukupi
kebutuhan pasien dan mengandung bakterisida yang dapat mengobati dan
mencegah diare.
2) Kelapa dan produknya dapat memenuhi kebutuhan lemak sekaligus sebagai sumber
energy karena mengandung medium chain trigliserida (MCT) yang mudah diserap
dan tidak menyebabkan diare. MCT merupakan sumber energy yang dapat
digunakan untuk pembentukan sel.
3) Wortel kaya kandungan beta karoten sehingga dapat meningkatkan daya tahan
tubuh dan sebagai bahan pembentukan CD4, vitamin C, vitamin E, dan beta karoten
berfungsi sebagai antiradical bebas yang dihasilkan oleh perusakan oleh HIV pada
sel tubuh.
4) Sayuran hijau dan kacang-kacangan, mengandung vitamin neurotropik yakni
vitamin B1, B6, B12 dan zat gizi mikro lainya yang berfungsi untuk pembentukan
CD4 dan pencegahan anemia.
5) Buah alpukat mengandung banyak lemak yang sangat tinggi dan dapat dikonsumsi
sebagai bahan makanan tambahan. Lemak tersebut dalam bentuk MUFA (mono
unsaturated fatty acid) yang 63% dari jumlah tersebut berfungsi sebagai
antioksidan dan dapat menurunkan HDL, selain itu alpukat juga mengandung
glutation untuk menghambat replikasi HIV.

c. Jus buah dan sayur


Orang yang terinfeksi HIV akan kehilangan selerah makan dan sulit menguyah
makanan, daya serap pencernaan dan tubuh juga lemah. Oleh karenanya, pasien
membutuhkan makanan yang mudah dikunyah dan diserap tubuh serta meningkatkan
nafsu makan. Olahan berupa jus dibutuhkan agar kandungan gizinya mudah dan cepat
diserap oleh tubuh sehingga energi akan meningkat dan tubuh menjadi lebih sehat. Gizi
yang terkandung dalam jus buah dan sayuran tergolong lengkap seperti protein,
kabohidrat, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral. Lemak yang terkandung dalam
buah dan sayur termaksud lemak yang menguntungkan yang berperan sebagai
komponen sel saraf, membrane sel, homon dalam tubuh. Jus mengandung enzim alami
yang bermanfaat untuk pencernaan sehinggah tubuh tidak mengeluarkan enzim

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 9


pencernaan dan energi dapat dihemat untukperbaikan peremajaan sel. Jus hanya
memerlukan waktu penyerapan 5 menit sedangkan makanan yang lain memerlukan
waktu 3-5 jam.

4. Terapi Fisik
Terapi fisik adalah upaya yang bisa dijadikan alternatif pelengkap dalam upaya
memperbaiki disfungi yang berikatan dengan tubuh yang disebabkan HIV, virus penyebab
AIDS. Ada beberapa jenis terapi fisik yang bisa dilakukan. Antara lain terapi makanan dan
jamani.
Pada dasarnya terapi yang dilakukan bisa membuat daya tahan tubuh atau keadaan
kekebalan ODHA bisa dipertahankan secara maksimal, juga kondisi fisiknya tetap dilatih
agar lebih kuat. Misalnya massa otot orang pada masa AIDS yang biasanya akan menurun
drastis, semakin kurus. Saat seseorang mulai menunjukan gejala, masa otot dan lemak
berkurang perlahan namun pasti. Kalau dari awalnya masa otot tidak diperhatikan, maka
penampilan serta daya tahan akan sangat berpengaruh.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa olahraga dengan tingkat/ kadar sedang
ternyata bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih tinggi. Selama
berolahraga, tubuh mengeluarkan berbagai hormone, antara lain yang berfungsi
meningkatkan mutu dan jumlah limfosit B dan T, serta endofrin, dan enkafalin, serta
homon yang berfungsi menurunkan kekebalan seperti suatu hormone yang disebut ACTH.
ACTH bekerja meningkatkan kadar kortisol yang berperan menekan produksi sel
kekebalan.
Keluarnya hormon tersebut sangat beraneka ragam tergantung beberapa faktor,
antara lain beratnya latihan. Latihan ringan sampai sedang akan mengelurkan hormone
yang merangsang pembentukan system kekebalan. Sementara latihan berat yang
menimbulkan kelelahan justru sebaliknya, yaitu menekan produksi sel kekebalan.
Agar keadaan tubuh tetap stabil lebih baik memilih jenis olahraga yang tidak
menimbulkan stress. Seperti jalan kaki dan renang. Terapi jenis jasmani lain yang bisa
dilakukan adalah teknik aromaterapi. Beberapa ahli menyarankan penggunaan wewangian
berbagai jenis tumbuhan, seperti lavender. Yoga, meditasi, dan pemijatan merupakan
teknik yang baik untuk dipilih sebagai alternative terapi fisik – jasmani yang lain. Beberapa

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 10


penelitian membuktikan bahwa jenis olah fisik tersebut mampu menghilangkan stress dan
membuat tubuh tenang. Ketenangan yang diperoleh bisa meningkat pembuatan sel
kekebalan tubuh di dalam tubuh.

2.5 Peran Perawat dalam Terapi Komplementer pada Pasien HIV / AIDS
Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer
diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung,
koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya,
konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil
keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di
sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih dahulu
mengembangkan kurikulum pendidikan. Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan
melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice.
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik
pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer. Perawat lebih banyak
berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga sangat
penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan
unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi
permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan
alternatif.
Peran perawat dalam terapi komplomenter pada pasien HIV/AIDS adalah Perawat
sebagai bagian integral dari tim pelayanan kesehatan sangat berperan dalam mengupayakan
terwujudnya kehidupan yang berkualitas bagi pasien HIV/AIDS dengan cara memberikan
asuhan keperawatan yang bersifat komprehensif dan holistik yang meliputi bio, psiko, sosio,
dan spiritual. Artinya, dalam memberikan asuhan, perawat tidak hanya berfokus pada
penanganan masalah fisik namun juga berperan dalam mencegah dan menangani masalah
psikososial pada pasien HIV/AIDS. Selain itu, perawat berada dalam posisi kunci untuk
menciptakan suasana penerimaan dan pemahaman terhadap penderita HIV/AIDS bagi
keluarga agar dapat memberikan dukungan bagi pasien.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 11


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masyarakat Indonesia sudah mengenal adanya terapi tradisional seperti jamu yang telah
berkembang lama. Kenyataannya klien yang berobat di berbagai jenjang pelayanan
kesehatantidak hanya menggunakan pengobatan barat (obat kimia) tetapi secara mandiri
memadukan terapi tersebut yang dikenal dengan terapi komplementer. Perkembangan terapi
komplementer atau alternatif sudah luas, termasuk didalamnya orang yang terlibat dalam
memberi pengobatan karena banyaknya profesional kesehatan dan terapis selain dokter umum
yang terlibat dalam terapi komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu
pengetahuan melalui penelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi komplementer agar
menjadi lebih dapat dipertanggung jawabkan.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 12


DAFTAR PUSTAKA

Fontaine, K.L. (2005). Complementary & alternative therapies for nursing practice. 2th ed. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Hidayah, Nurul dan Raudhotun Nisak. 2018. Buku Ajar Terapi Komplementer untuk Mahasiswa.
Yogyakarta : Samudra Biru.

Rajin, Mukhamad. 2020. Buku Bahan Ajar Keperawatan Komplementer Terapi Akupuntur.
Kediri: Chakra Bahmanda Lentera
Rossella, M. (2013). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Harapan Hidup 5 Tahun Pasien
Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro.
Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. (2004). Clinical nursing skills: Basic to advanced skills. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternative therapies in nursing. 4th ed. New
York: Springer.
Subekti, Tantyo. 2014. Definisi terapi Komplementer. Scribd. Tersedia pada
https://id.scribd.com/doc/248010718/Definisi-Terapi-Komplementer. Diakses pada
tanggal 20 Januari 2021.
Widyatuti. 2008. Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume.12, No. 1, hal 53 – 57.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 13

Anda mungkin juga menyukai