OLEH :
S.Tr KEPERAWATAN 4A
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Dalam penyelesaian makalah ini ada beberapa kesulitan yang penulis
temukan. Untuk itu, pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Depan
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
......................................................................................................... 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keindahan alam yang berlimpah, tak dapat dipungkiri menjadikan negeri
ini memiliki banyak daerah tujuan wisata yang layak dibanggakan. Laut, pantai,
gunung, sungai, lembah, dataran tinggi, hutan, dan sawah berderet dari Sabang
sampai Merauke saling berebut menampakan kemolekannya. Tapi dibalik semua
pesona alam tersebut, Indonesia adalah kawasan rawan bencana. Lalu bagaimana
keterkaitannya dengan pariwisata?
Letak Indonesia yang tepat berada di atas deretan cincin gunung api,
menjadikan Indonesia negeri yang rawan bencana alam, seperti gempa bumi,
letusan gunung berapi, kebakaran hutan, banjir bandang, angin topan, dan tsunami.
Sejarah juga telah membuktikan bahwa hampir tiap tahun Indonesia selalu
mengalami bencana yang sifatnya berulang. Ada beberapa bencana yang sifatnya
memangalamiah, dalam artian bencana tersebut tak dapat dicegah, sepertiletusan
gunung berapi dan gempa bumi. Sementara di sisi lain ternyata lebih banyak lagi
bencana yang sebenarnya merupakan ulah dari manusia itu sendiri yang seharusnya
bisa dicegah, seperti banjir bandang, kebakaran hutan, dan tanahlongsor.
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
menyebutkan definisi bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor
manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut
mengacu pada semua bencana, baik bencana alam, non-alam, maupun bencana
sosial. Sementara Faulkner (2001) menjelaskan secara lebih spesifik bahwa
bencana merupakan suatu peristiwa atau kejadian akibat dari fenomena alam yang
membutuhkan sistem informasi gabungan pendeteksi cuaca dan tindakan manusia
secara lebih luas. Faulkner membedakan antara bencana alam dan bencana non-
4
alam. Bencana menurut Faulkner adalah bencana alam, sementara bencana non-
alam dan sosial disebut sebagai krisis. Dari pengertian tersebut, Faulkner
menegaskan bahwa apa pun bentuk sebuah bencana sebenarnya bisa diprediksi
ataupun dicegah. Keterlibatan manusia secara aktif dan sistem informasi
pendeteksi cuaca yang lebih luas bisa membantu penanganan sebelum dan setelah
bencana.
Pariwisata adalah sebuah industri yang sangat bergantung pada keunikan
alam dan budaya. Daya tarik utama sebuah destinasi wisata adalah bentangan alam
dan kekayaan budaya suatu daerah yang berbeda dari daerah lainnya. Sehingga jika
terjadi kerusakan ataupun degradasi pada sebuah destinasi, baik akibat krisis
maupun bencana, maka akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan
industrinya. Dapat dikatakan pula bahwa industri pariwisata sangat rentanterhadap
bencana dan krisis. Berbicara tentang pariwisata dan bencana, berarti mengupas
keduanya dari dua sisi yang berbeda. Bencana bisa berpengaruh positif maupun
negatif terhadap pariwisata. Pengaruh negatif muncul karena adanya kerusakan dan
penurunan jumlah pengunjung, sementara pengaruh positif justru timbul saat
bencana itu sendiri dijadikan sebagai komoditi pariwisata. Ada beberapa fakta di
lapangan yang menunjukan hal unik terkait pariwisata dan bencana. Secara
konseptual bencana akan mempengaruhi permintaan industri pariwisata. Pada
beberapa kejadian, justru menunjukan sebaliknya. Mungkin belum hilang dari
ingatan kita bagaimana erupsi yang terjadi di Gunung Bromo telah menarik banyak
wisatawan untuk melihatnya atau bagaimana wisatawan malah berbondong-
bondong untuk melihat keadaan Kali Urang paska-erupsi Gunung Merapi.
Untuk itu para pakar termasuk Prideaux (2003) sepakat kalau industri
pariwisata memerlukan penanganan khusus dalam perencanaan dan pemulihan
paska-bencana. Kedua akibat bencana tersebut, baik negatif maupun positif, tetap
membutuhkan penanganan sebelum, saat, dan sesudah terjadinya bencana.
Faulkner dan Vikulov (2001) memberikan beberapa alasan mengapa industri
pariwisata memerlukan penanganan khusus terkait dengan bencana alam.
5
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bencana
7
pekerja hotel yang memiliki kompetensi. Untuk kegiatan pengujian prosedur
penanganan keadaan darurat seperti pada instalasi atau peralatan yang
mempunyai potensi ancaman besar, contohnya uji coba memadamkan
kebakaran dan mengatasi ancaman bom di hotel dikoordinasikan dengan
instansi terkait yang berwenang
b. Usaha hotel wajib menetapkan, menerapkan dan memelihara suatu prosedur
penanganan keadaan darurat untuk:
1) Mengidentifikasi potensi terjadinya keadaan darurat;
8
2. Orang-orang yang menjadi korban banyak kehilangan harta benda bahkan
nyawa.
3. Mempercepat pemulihan.
1. Industri pariwisata melibatkan banyak orang, baik itu pekerja, penduduk lokal,
maupun wisatawan yang sama-sama terancam ketika sebuah destinasi terkena
bencana.
3. Dalam banyak kasus, wisatawan tidak berbicara bahasa lokal dan tidak dapat dengan
mudah menemukan petunjuk tentang bagaimana berperilaku dalam penanganan
10
bencana.
4. Banyak destinasi wisata yang berada di daerah keindahan alam, seperti garis
pantai, gunung, sungai, dan danau di mana ada risiko dan bahaya yang lebih besar
untuk terkena dan terdampak bencana alam.
6. Industri pariwisata adalah industri multi sektor yang saling berkaitan, sehingga tidak
mudah merespon bencana. Ini juga menekankan perlunya suatu sistem informasi di
seluruh industri yang tersedia untuk semua jenis perusahaan yang dapat digunakan
dalam menghadapi bencana.
Menurut Agus Rahmat (2006:12) Manajemen Risiko Bencana merupakan
seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana,
pada sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus
Manajemen Risiko Bencana yang bertujuan antara lain:
1) Mencegah kehilangan jiwa seseorang
1. Pencegahan (Prevention)
11
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang,
ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan
pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat terutama pada pekerja
di kawasan pariwisata.
13
pembangunan model hunian penduduk dan fasilitas kritis seperti rumah
sakit dan sekolah. Fasilitas pariwisata seperti pusat informasi pariwisata
(Tourism Information Center), hotel atau penginapan perlu dirancang
sedemikian rupa sehingga tahan terhadap ancaman gempa.
15
manusia,sumber daya pendanaan/logistik, dan sumber daya bimbingan teknis
danpenyedian materi.
6) Modal social
Modal sosial sering diartikan sebagai kemampuan individu atau kelompok
untuk bekerja sama dengan individu atau kelompok lainnya. Masyarakat atau
individu yang memiliki ikatan sosial yang lebih baik antara satu dengan yang
lainnya akan lebih mudah dalam melakukan kesiapsiagaan yang ada. Selain itu
modal sosial yang baik diantara masyarakat di wilayah yang rentan terhadap
bencana akan mengurangikerentanan itu sendiri (Martens, 2009). Modal sosial
yang solid antara penduduk akan mempermudahmasyarakat dalam melakukan
mobilisasipada saat evakuasi akan dilakukan. Modal sosial juga dapat menjadi
pengerak indikator kesiapsiagaan yang lainnya seperti menyepakati tempat
evakuasi yang sama, sepakat dalam mengikuti pelatihan, dan bersama-sama
dalam melakukan tindakan kesiapsiagaan lainnya (Sutton dan Tierney 2006).
b. Upaya Kesiapsiagaan yang Dapat Dilakukan di Kawasan Pariwisata Berikut
beberapa kegiatan yang dapat dilakukan di tahap preparedness.
16
merupakan orang-orang yang mengkoordinir atau memiliki tanggung jawab
terhadap manajemen bencana. Tim bencana yang biasanya digunakan di hotel
biasanya adalah Emergency Responsible Team dan Fire Brigade, sedangkan
menurut BPBD Kota Denpasar beberapa jenis tim bencana adalah Publict Save
Community (PSC), Barisan Relawan Bencana (BALANA), dan Search and
Rescue (SAR).
17
4) Search and Rescue (SAR)
1) Pencarian/penyelamatan korban
2) Pelaksanaan evakuasi
4) Penyediaan sanitasi
A. Parameter Penilaian
a. Pengetahuan umum
2. Mitigasi
a. Mitigasi Struktural
20
point) ketika terjadi emergency.
4) Apakah telah ditentukan daerah aman (safe area) untuk beberapa hazard
contohnya untuk gempabumi, tsunami, kebakaran atau banjir.
unit bangunan.
14) Apakah terpasang tanda-tanda peringatan bahaya pada area- area bahaya
disekitar bangunan
21
meningkatkan kesadaraan membangun kesiapsiagaan dan pengurangan
risiko bencana (Periksa dokumen kajian risiko bencana).
17) Apakah ada inisiatif bekerjasama dengan stakeholder lain dalam kegiatan
sosial fokus kepada pengelolaan lingkungan terutama dengan masyarakat
disekitar lokasi perusahaan/hotel.
b. Mitigasi Non Struktural
a. Kesiapsiagaan
1) Terbentuk tim yang terlatih khusus yang siap ditugaskan ketika terjadi
bencana dilingkungan perusahan
22
secara berkala minimal 6 bulan sekali.
2) Kalau point 1 diatas tersedia, apakah ada terpasang atau menggunakan jenis
teknologi apa.
23
3) Tim khusus yang dibentuk sudah dilengkapi dengan peralatan standard Alat
Pengaman Diri (APD)
4) Telah mengikuti pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) dan Medical First
Responder (MFR)
24
B. Persiapan Dan Pengorganisasian
1. Kelengkapan Administrasi
Kelengkapan administrasi menjadi hal yang paling pokok yang harus dilengkapi oleh
calon penerima sertifikasi, administrasi merupakan bukti otentik sebagai sebuah perushaan
yang bisa dipertanggung jawabkan. Berbagai jenis kelengkapan administrasi adalah sebagai
berikut :
a. Perijinan usaha
b. Sertifikat/surat keterangan (First responder, rescue, manajemen bencanadll)
yang pernah diikuti
c. Seluruh SOP/PROTAP Kebencanaan yang telah dimiliki dan masih berlaku.
d. Contoh material informasi seperti Room directory, brosur, leaflet, poster atau
booklet yang telah tersedia.
e. Dokumen kegiatan pelatihan kebencanaan yang pernah dilaksanakan.
c. Lampu senter
d. Masker
e. Rompi spotlight
g. Rambu evakuasi
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
26
kesiapsiagaan dan kapasitas respon dan keamaan sedangkan persiapan dan
pengorganissasiaannya meliputi kelengkapan administrasi, dan kelengkapan
piranti keras (Hardware).
3.2 Saran
1. Makalah ini dapat dijadikan pedoman dan acuan bagi para pembaca dalam
mempelajari mata kuliah Manajemen Resiko Bencana Pariwisata khususnya
mengenai materi ini.
2. Dalam penulisan lebih lanjut mengenai makalah Kebijakan Pemerintah
Kesiapsiagaan Bencana Destinasi Pariwisata, perlu penambahan referensi
sehingga materi yang disajikan menjadi lebih lengkap.
27
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia
Martens, T., Garrelts, Grunnenberg, H., and Lange, H.: Taking The HeterogeneityOf
Citizens Into Account: Flood Risk Communication In Coastal Cities – A
Case Study Of Bremen . Natural Hazards and Earth System Sciences.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan bencana. 2008. Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta
Sutton, J., and Tierney, K. 2006. Disaster Preparedness: Concepts, Guindance and
Research. Colorado: University of Colorado.
UN-ISDR. 2002. Living with Risk: A Global Review of Disaster Reduction
Initiatives. Preapared as An Inter-Agency Ef fort Coordinated by the
ISDR Secretariat with special support from the Government of Japan, the
World Meteorological Organization and the Asian Disaster Reduction
Center (Kobe, Japan). Geneva: ISDR Secretariat.
28