OLEH:
1) HERLIAH P07120322027
COVER
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................5
A. Latar Belakang.....................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah................................................................................................................6
C. Tujuan Praktik......................................................................................................................6
D. Bobot Praktikum..................................................................................................................7
E. Kegiatan Praktik...................................................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................8
D. Tim Bencana......................................................................................................................10
1. Pra bencana....................................................................................................................11
2. Saat Bencana..................................................................................................................13
3. Pasca Bencana................................................................................................................15
K. Kajian Literatur..................................................................................................................25
a. Kawasan Pelindung.............................................................................................................27
b. Zona Aman...........................................................................................................................27
A. Penerapan Mitigasi Bencana pada Arsitektur Pesisir di Pulau Serangan Pasca Reklamasi.
............................................................................................................................................29
2. Kawasan Pelindung termasuk Sabuk Hijau Alam (Green Belt) serta dinding penahan
pantai.....................................................................................................................................33
3. Zona Aman.....................................................................................................................33
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................42
A. Simpulan............................................................................................................................42
B. Saran..................................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................43
KATA PENGANTAR
Puji syukur kelompok panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan tuntunan-Nyalah kelompok dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dibat sebagai laporan tugas mata kuliah “Manajemen Risiko Bencana
Pariwisata”dan meupakan salah satu bentuk usaha kelompok untuk menambah wawasan
mengenai Analisis Risiko Bencana Di Destinasi Wisata: Pantai Serangan. Dalam menyusun
makalah ini kelompok banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kelompok
mengucapkan banyak terimakasih dan kelompok menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna.
Mengingat banyaknya kekurangan yang kelompok miliki, baik dari segi isi, penyajian
maupun penulisan itu sendiri. Oleh karena itu, kelompok sangat mengharapkan pendapat, ssran
dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat menjadi inspirasi dan memberikan manfaat bagi kita semua.
Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, Indonesia merupakan
wilayah rawan bencana. Indonesia berada di atas kerak bumi yang aktif dimana ada lima
patahan lempeng bumi yang bertemu, bertumbukan dan mengakibatkan pergerakan bumi
Indonesia dinamis.
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang
sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam tersebut
serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan
timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan
kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam. Frekuensi bencana
alam yang terjadi di Indonesia cukup tinggi, terjadi silih berganti mulai dari bencana
gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan gunung meletus.
Terjadinya bencana alam pastilah menimbulkan banyak kerugian baik berupa
metrial maupun korban jiwa bagi benduduk yang tertimpa bencana tersebut. Untuk
meminimalisir jumlah korban jiwa dan harta benda yang diakibatkan oleh suatu bencana
maka perlu dilakukan langkah-langkah starategis dalam menghadapi kemungkinan
bencana yang terjadi dengan manajemen bencana. Terutama dalam masalah kesehatan
para korban jiwa.
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut, penyelenggaraan penanggulangan
bencana mencakup serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan
yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
Manajemen bencana merupakan keseluruhan dari semua tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi kemungkinan kerusakan yang akan terjadi terkait dengan bahaya dan
untuk meminimalkan kerusakan setelah suatu peristiwa bencana terjadi atau telah terjadi
dan untuk pemulihan langsung dari kerusakan. Manajemen bencana terdiri dari beberapa
langkah diantaranya mitigation, preparadness, response dan recovery. Pada tahap
recovery, terjadi proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Tahap recovery
terdiri dari rehabilitasi dan rekontruksi baik dari fisik, psikologis dan komunitas.
Berdasarkan latar belakang di atas, Prodi Profesi Ners Politeknik Kesehatan
Denpasar menerapkan metode pembelajaran praktik Manajemen Risiko Bencana
Pariwisata dimana teori dari mata kuliah ini telah didapatkan di semester VI. Hasil dari
proses pembelajaran praktik manejemen risiko bencana pariwisata ini dimuat dalam
laporan kegiatan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana menetapkan konteks risiko bencana pariwisata ?
2. Bagaimana identifikasi risiko bencana pariwisata ?
3. Bagaimana analisis risiko bencana pariwisata ?
4. Bagaimana evaluasi risiko bencana pariwisata ?
5. Bagaimana penanganan risiko bencana pariwisata ?
6. Bagaimana pemahaman dan implementasi proses manajemen risiko bencana
pariwisata ?
C. Tujuan Praktik
Tujuan praktikum ini dapat dibagi menjadi dua yaitu,
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran praktik dan orientasi ditempat praktik,
mahasiswa diharapkan mampu memahami dan mengimplementasikan proses
manajemen risiko bencana pariwisata.
2. Tujuan Khusus
Capaian pembelajaran praktikum yang diharapkan adalah mahasiswa :
a. Mampu menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
b. Mampu mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
c. Mampu menganalisis risiko bencana pariwisata
d. Mampu mengevaluasi risiko bencana pariwisata
e. Mampu menangani risiko bencana pariwisata
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak diinginkan.
2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu bencana atau
kejadian.
3. Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau organisasai tentang
bencana sehingga terlibat dalam proses penanganan bencana
4. Melindungi anggota masyarakat dari bahaya atau dampak bencana sehingga korban
dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi.
5. Mengurangi, atau mencegah, kerugian karena bencana
6. Menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai terhadap korban bencana
7. Mencapai pemulihan yang cepat dan efektif.
C. Manfaat Manajemen Risiko Bencana
Menurut Pamungkas (2010), manejemen resiko/ bencana memiliki empat manfaat,
yang mana diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Evaluasi dari program pengendali bencana akan dapat memberikan gambaran
mengenai keberhasilan dan kegagalan operasi perusahaan
2. Memberikan sumbangan bagi peningkatan keuntungan perusahaan
3. Ketenangan hati yang dihasilkan oleh manajemen bencana yang baik akan membantu
meningkatkan produktifitas dan kinerja
4. Menunjukkan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap karyawan, pelanggan dan
masyarakat luas
D. Tim Bencana
Tim bencana merupakan orang. orang yang mengkoordinir atau memiliki tanggung
jawab terhadap manajemen bencana. Tim bencana yang biasanya digunakan dihotel
biasanya adalah Emergency Responsible Teamdan Fire Brigade, sedangkan menurut
BPBD Kota Denpasar beberapa jenis tim bencana adalah Publict Save Community
(PSC).
Barisan Relawan Bencana (BALANA), dan Search and Rescue (SAR). Adapun
jenis - jenis tim bencana tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pusdalops
Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat
Pusdalops PB adalah unsur pelaksana di BNPB/ BPBD yang bertugas
menyelenggarakan sistem informasi dan komunikasi penanggulangan bencana.
Berikut SOP Pengaduan informasi dari masyarakat.
2. Emergency Responsible Team
Emergency Responsible Team (ERT) didefinisikan oleh Georgetown University
(2014) sebagai berikut, ”The Emergency Responsible Team (ERT) is responsible
team for coordinating the response to crises affecting the safety and operation of
some disaster. They will be called to assist inthe management of the emergency
situation”. Tim ini merupakan tim khusus yang menangani masalah bencana, tim ini
selain dibentuk oleh Georgetown University juga dibentuk oleh berbagai organisasi
termasuk hotel.
3. Fire Brigade
Fire Brigade didefinisikan sebagai berikut “Fire Brigade is a private or temporary
organization of individual equipped to fight fires”. Fire Brigade tersebut merupakan
organisasi yang bertugas untuk menanggulangi segala jenis bencana yang
berhubungan dengan kebakaran. Selain dari pemerintah, tim ini biasanya juga
dibentuk oleh hotel - hotel.
4. Public Save Community (PSC)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Public Save Community merupakan petugas yang
memberikan pelayanan kedaruratan kepada masyarakat Kota, dioprasikan oleh
petugas khusus yang dilengkapi dengan tiga mobil ambulance, dan siaga 24 jam di
setiap pos jaga. Petugas PSC bergerak mengikuti pergerakan mobil pemadam pada
saat terjadi kebakaran dan PSC setiap saat bertugas mengevakuasi korban
kecelakaan lalu lintas dan bencana lainya. Adapun data yang kami dapatkan
5. Search and Rescue (SAR)
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun 2005 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, Searh and Rescue (SAR)
memiliki pengertian yaitu badan yang berfungsi melaksanakan pembinaan,
pengkoordinasian dan pengendalian potensi Search and Rescue (SAR) dalam
kegiatan SAR terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang,
atau menghadapi bahaya dalam pelayaran dan atau penerbangan, serta memberikan
bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnya sesuai dengan
peraturan SAR Nasional dan Internasional.
6. Barisan Relawan Bencana (BALANA)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Barisan Relawan Bencana (BALANA) merupakan
barisan relawan bencana yang direkrut dari pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dilingkungan Pemerintah Kota Denpasar yang ditugaskan ikut serta
menangani bencana.
Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana
meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.
a. Kesiapsiagaan
Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Kesiagaan adalah tahapan yang paling strategis karena sangat
menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu
bencana.
b. Peringatan dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak, khususnya
mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan datangnya suatu
bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan didasarkan berbagai
informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki diolah atau diterima dari pihak
berwenang mengenai kemungkinan datangnya suatu bencana.
c. Mitigasi
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi bencana
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak yang
ditimbulkan akibat suatu bencana. Upaya memperkecil dampak negative
bencana. Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur
dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena
bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi
untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur
bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu
upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya
seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi
lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan
wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis
kerentanan; pembelajaran public.
d) Pendekatan kultural
Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran mengenai
bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan bencana disesuaikan
dengan kearifan masyarakat lokal yang telah mebudaya sejak lama.
2. Saat Bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana
sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun tanpa
peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah
seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan cepat dan
tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat diminimalkan.
a. Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh
Tim penanggulangan bencana yang dibentuk dimasing-masing daerah atau
organisasi.
Menurut PP No. 11, langkah-langkah yang dilakukan dalam kondisi
tanggap darurat antara lain:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat kerusakannya.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana.
c) Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana sehingga
dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat bencana terlalu
besar dan berdampak luas, mungkin bencana tersebut dapat digolongkan
sebagai bencana nasional.
b. Penanggulangan bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya.
Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan khusus
menurut kondisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk
bencana. Oleh karena itu Tim tanggap darurat harus diorganisisr dan dirancang
untuk dapat menangani berbagai jenis bencana.
Contoh aktivitas pada fase ini :
1) Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration) Melakukan evakuasi
dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.
2) Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue – SAR) Malakukan
pencaharian baik korban yang meninggal dan korban yang hilang.
3) Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment) Melakukan penilaian
terhadap bencana yang terjadi
4) Respon dan Pemulihan (Response and relief) Memberikan respond an
pemulihan terhadap korban bencana
5) Logistik dan suplai (Logistics and supply) Manyalurkan bantuan logistik
kepada korban bencana
6) Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and information
management) Memberikan informasi dan komunikasi kepada media
massa mengenai jumlah kerugian korban bencana
7) Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and coping)
Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu
Hamil, anak-anak dan orang Manula
8) Keamanan (Security) Mamberikan pelayanan keamanan terhadap korban
jiwa, baik itu harta benda dan yang lain.
9) Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations
management) Melakukan manajemen pengoperasian emergenci pada saat
terjadinya bencana.
3. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka langkah
berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
1) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajarsemua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pasca bencana.
2) Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, social, dan budaya, tegaknya hukum, dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana
1. Tujuan identifikasi bencana adalah untuk mengetahui dan menilai tingkat risiko
dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan bencana.
2. Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh kepala BNPB
dengan melibatkan instansi/lembaga terkait.
6. Analisis risiko bencana dituangkan dalam bentuk dokumen yang disahkan oleh
pejabat pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan peraturan di atas, jelas terlihat bahwa setiap organisasi atau kegiatan
yang mengandung risiko bencana tinggi wajib melakukan Analisis Risiko Bencana
(ARISCANA). ARISCANA dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi dan
data mengenai potensi bencana yang mungkin dapat terjadi dilingkungan masing-
masing serta potensi atau tingkat risiko atau keparahannya.
Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain dengan tiga
warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas seperti berikut:
Dari uraian di atas dapat disimpulkan proses manajemen bencana melalui tiga
langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi Bencana
Identifikasi bencana dilakukan dengan melihat berbagai aspek yang ada disuatu daerah
atau perusahaan, seperti lokasi, jenis kegiatan, kondisi geografis, cuaca, alam, aktivitas
manusia, dan industry, sumberdaya alam serta sumber lainnya yang berpotensi
menimbulkan bencana. Identifikasi bencana ini dapat didasarkan pada pengalaman
bencana sebelumnya dan prediksi kemungkinan suatu bencana yang dapat terjadi.
2. Penilaian dan Evaluasi Risiko Bencana
Berdasarkan hasil identifikasi bencana dilakukan penilaian kemungkinan dan skala
dampak yang mungkin ditimbulkan oelh bencana tersebut. Dengan demikian dapat
diketahui, apakah potensi sebuah bencana di suatu daerah tergolong tinggi atau rendah.
a. Penilaian Risiko Bencana
Untuk menentukan tingkat risiko bencana tersebut, dapat dilakukan melalui
penilaian Risiko Bencana. Banyak metode yang dapat dilakukan untuk menilai
tingkat risiko bencana. Misalnya dengan menggunakan sistem matriks seperti
yang diuraikan di atas atau dengan menggunakan teknik yang lebih kuantitatif
missal dengan permodelan risiko.
b. Evaluasi Risiko
Berdasarkan hasil penilaian risiko tersebut, selanjutnya ditentukan peringkat
risiko yang mungkin timbul dengan mempertimbangkan kerentanan dan
kemampuan menahan atau menanggung risiko. Risiko tersebut di bandingkan
dengan kriteria yang ditetapkan, misalnya oleh pemerintah atau berdasarkan
referensi yang ada.
G. Pengendalian Risiko Bencana
Hasil identifikasi dan analisa risiko yang telah dilakukan maka langkah selanjutnya
adalah menetapkan strategi pengendalian yang sesuai. Pengendalian risiko bencana
menurut konsep manajemen risiko dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai
berikut:
1. Mengurangi kemungkinan
Strategi pertama adalah dengan mengurangi kemungkinan terjadinya bencana. Semua
bencana pada dasarnya dapat dicegah, namun untuk bencana alam terdapat pengecualian.
2. Mengurangi dampak atau keparahan
Jika kemungkinan bencana tidak dapat dikurangi atau dihilangkan, maka langkah yang
harus dilakukan adalah mengurangi keparahan atau konsekuensi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko bencana dan langkah
pengendalaian tersebut dapat disusun analisa risiko bencana yang terperinci dan
mendasar untuk selanjutnya dikembangkan program kerja penerapannya.
K. Kajian Literatur
1. Konsep Perencanaan Arsitektur pada Lingkungan yang Tanggap Bencana
Zona aman dapat berupa ruang terbuka pada suatu kawasan permukiman
yang pada fungsi sebenarnya dapat sebagai lahan hijau seperti lapangan dan hutan.
Dapat pula berupa bangunan keselamatan/mengungsi jika terjadi bencana, yang
fungsi sesungguhnya adalah bangunan fasilitas umum.
c. Ruang Terbuka dan Vegetasi
Terdapat batas antara area pantai dengan area perumahan yang dapat
mengurangi tingkat arus air laut yang masuk saat bencana. Batas salah satunya
dapat berupa tanaman keras (bakau, nipah, waru, kelapa). Pantai berbentuk lurus
dan dilindungi oleh tanaman keras relative baik untuk permukiman. Penggunaan
pepohonan untuk menyerap CO2 serta menurunkan suhu udara sehingga dapat
mengurangi penggunaan AC. Antara pantai dengan area perumahan ditanami oleh
pepohonan pantai yang kuat dan memiliki volume daun yang lebat (untuk
penyerapan CO2).
Pembangunan ruang terbuka (open space) dan taman kota dapat
dimaksimalkan yang nantinya dapat dipergunakan sebagai ruang darurat kota.
Ruang darurat kota tersebut dilengkapi dengan kebutuhan akan air bersih, KM /
WC untuk buang air besar, alat komunikasi dan gudang untuk menyimpan
makanan dan obat-obatan untuk beberapa hari sambil menunggu bantuan dating.
Sehingga kita tidak lagi mendengar berita pengungsi kelaparan dan tidak makan
selama 2 hari atau lebih karena belum mendapat bantuan. Mewujudkan kota
tanggap bencana dapat dilakukan dengan memperbanyak vegetasi ditaman
kota yang merupakan habitat hewan liar seperti burung dan serangga lain yang
dapat juga berfungsi sebagai peringatan dini terhadap bencana. Kita perlu belajar
banyak dari masyarakat kaki Gunung Merapi untuk menumbuhkan kepekaan
terhadap perubahan alam yang ditandai dengan prilaku hewan liarnya.
d. Fasilitas Umum dalam Permukiman Tanggap Bencana
Pada area pinggiran kota, fasilitas umum (pertokoan, sekolah, gedung
pertemuan warga) yang melayani area permukiman dikelompokkan dekat dengan
rumah-rumah yang membutuhkannya. Sehingga para penghuni tidak perlu
mengendarai kendaraan bermotor mereka untuk mencapainya. Sementara di kota-
kota besar, layout polisentris (multi pusat) kota dapat mengurangi jarak tempuh
dari area pinggiran kota ke fungsi-fungsi utama (komersial, pusat pemerintahan, dll)
yang terletak di pusat kota. Fasilitas umum diletakkan pada jarak yang aman dan
posisi sentral dari perumahan sehingga mudah dicapai. Disediakan sejumlah pusat-
pusat fasilitas umum untuk sejumlah unit perumahan yang dilayaninya.
Konsep penataan ruang kota pantai yang perlu diperhatikan pada kota antara lain
(Edyanto, 2011) :
1) Perlindungan dalam kawasan pembatas kota dan garis pantai akan mempertahankan
perlindungan alam dalam bentuk hutan bakau sebagai sabuk hijau alam (green
belt)yang akan melindungi hantaman gelombang tsunami ketika mencapai daratan
sehingga gerakan air dapat diperlambat karena adanya hutan bakau.
2) Perlindungan lain di garis pantai adalah pembangunan dinding penahan secara
horizontal maupun vertikal yang akan berfungsi sebagai penahan gelombang dan
memperlemah daya desak air kearah daratan.
3) Pembangunan fisik perkotaan perlu untuk ditata kembali dengan
mempertimbangkan struktur bangunan, tata letak dan perlindungan terhadap
desakan air yang masuk ke dalam kota serta mengurangi sebanyak mungkin jalur
jalan yang vertikal terhadap garis pantai serta membangun bangunan secara linier
pada jalan yang sejajar dengan garis pantai.
4) Perlindungan terhadap sempadan pantai.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
PASAR / TES
Legenda :
Secara tata ruang, penempatan kawasan pelindung yaitu berupa lahan kosong
yang terdiri dari lahan berpasir dan tumbuhan liar secara tidak sengaja telah sesuai
penempatannya yaitu berhadapan langsung dengan lepas pantai. Sebaliknya, lahan
permukiman penempatannya berada disisi paling jauh dari lepas pantai. Lahan
kosong ini merupakan lahan hasil reklamasi milik PT. BTID yang sampai saat ini
belum termanfaatkan. Diharapkan pihak investor tidak membangun fasilitas
massif dalam bentuk bangunan hunian di pinggir lepas pantai yaitu di sisi timur
dan selatan Pulau Serangan karena sangat beresiko tekena dampak paling besar
apabila terjadi bencana tsunami. Sebaiknya ditanam tumbuhan yang berfungsi
sebagai green belt contohnya tanaman mangrove.
3. Zona Aman
Banjar Peken
Banjar Kaje
Banjar Ponjok
Banjar Kawan Banjar Tengah
Banjar Dukuh
T a
t
A r
A
Pembangunan fisik yang mempertimbangkan struktur bangunan, tata letak
dan perlindungan terhadap desakan air yang masuk ke dalam kota serta
mengurangi sebanyak mungkin jalur jalan yang vertikal terhadap garis pantai
serta membangun bangunan secara linier pada jalan yang sejajar dengan garis
pantai.
Terkait dengan fungsi bangunan sebagai pasar (penggerak roda
perekonomian), sangat cocok bermulti fungsi sebagai tempat evakuasi tsunami
karena pasar yang notabene menjadi medan magnet masyarakat di Pulau Serangan.
Selain itu, letak dari Pasar Desa di tengah - tengah wilayah permukiman
memudahkan evakuasi dari segala arah. Selain sebagai pasar dan tempat evakuasi
tsunami, pada lantai 3 bangunan, sehari-hari difungsikan sebagai tempat bermain
anak-anak sekaligus ruang terbuka semi indoor. Lantai 2 difungsikan sebagai void
sehingga pasar terasa lebih lega dari sisi ketinggian. Hal tersebut menjadikan
bangunan ini sangat ramah terhadap berbagai usia dan kalangan masyarakat.
LT.
LT. 3
LT. 4
LT. 2
LT.
LT.
LT. 1
Dari segi lokasi pada peta, posisi Pasar/TES tsunami cenderung berada agak
ke pinggir pesisir laut dibandingkan radius dan deliniasi dari wilayah permukiman
penduduk. Namun, apabila dilihat dari kedekatan terhadap wilayah permukiman
terdapat, posisi pasar/TES tsunami berada hamper di tengah- tengah wilayah padat
hunian. Sedangkan arah hadap/orientasi bangunan mengarah ke sisi timur dan
selatan, yang mana sisi tersebut merupakan jalur evakuasi dan area berkumpul
masyarakat sebelum menaiki gedung Pasar/TES tsunami. Orientasi dari segi
bentuk pulau juga sudah serah dan tegak lurus dengan arah pesisir pantai baik yang
berbatasan dengan laut dangkal maupun laut dalam. Sehingga saat terjadi tsunami,
Legenda :
38
Mangrove.
39
Keterangan :
Gambar 13. Jarak dan simulasi datangnya ancaman tsunami menuju TES
Tsunami
40
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020).
41
pinggir yang berbatasan lsngsung dengan pesisir Pulau Serangan.
Selain itu, pada Pura-Pura Dhang Khayangan Jagat seperti Pura
Sakenan dan Pura Dalem Susunan Wadon juga ditempatkan system
petanda peringatan dini bahaya tsunami tersebut. Diharapkan dengan
adanya system petanda ini dapat meminimalisir jatuhnya korban jiwa
akibat kemungkinan musibah gempa yang disertai tsunami
menerjang Pulau Serangan.
42
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Bencana terjadi hanya karena tidak terkelolahnya resiko.
Pengelolaan resiko harus merupakan bagian integral dari pembangunan.
Resiko memiliki dua prasyarat utama yakni ancaman (hazard) dan
kerentanan/kerapuhan (vulnerabilities/fragilities). Management
Pembangunan haruslah mampu mengintegrasikan management resiko
bencana dan sebaliknya, management resiko bencana merupakan bagian
dari upaya menuju pembangunan berkelanjutan. Pulau Serangan bisa
dikatakan sebagai satu-satunya hasil reklamasi terbesar di Bali yang
memiliki berbagai daya tarik wisata seperti adanya Pura Sakenan sebagai
salah satu Pura Dhang Khayangan, wisata pantai dan bahari, watersport,
budidaya terumbu karang dan rumput laut serta budidaya penyu sehingga
Pulau Serangan dikenal dengan sebutan “Pulau Penyu”. Tulisan dengan
metode penulisan kualitatif deskriptif ini disajikan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi penerapan mitigasi bencana pada arsitektur dan
lingkungan Pulau Serangan pascareklamasi.
Hasil analisa didapatkan temuan bahwa wilayah yang paling
padat ditinggali penduduk di Pulau Serangan adalah wilayah
permukiman penduduk yang berada di sisi barat laut yang notabene
wilayah yang paling aman namun tetap beresiko terjadinya bencana
gempa disertai tsunami. Penerapan arsitektur dan lingkungan tanggap
bencana, Pulau Serangan telah menerapkannya dengan baik terbukti
dengan adanya Bangunan Tempat Evakuasi Sementara Tsunami (TES)
sekaligus sehari-hari difungsikan sebagai Pasar Desa. Keberadaan TES
Tsunami ini sangat vital baik dari sisi tata letak, kapasitas yang bisa
ditampung serta sistem evakuasinya. Integrasi lingkungan terhadap
keberadaan TES Tsunami ini perlu ditingkatkan seperti penempatan
sistem petanda diperbanyak, penempatan zona greenbelt berupa hutan
mangrove yang berhadapan dengan laut lepas serta penempatan bebatuan
43
sebagai penahan gelombang air laut juga perlu diperbanyak sehingga
dapat mereduksi kecepatan tsunami apabila terjadi sekaligus menjaga
ekosistem laut dan darat.
L. Saran
Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang
menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga,
moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya
merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar
setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat,
dan terjadi efisiensi. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan
manajemen logistik dan peralatan dapat berjalan secara efektif dan
efisien dan terkoordinasi dengan baik.
44
DAFTAR PUSTAKA
45
Sukawi. (2008). Menuju Kota Tanggap Bencana (Penataan Lingkungan
Permukiman Untuk Mengurangi Resiko Bencana. Semarang: Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik UNDIP.
Sutarja, I. N. (2015). Rencana Tempat Evakuasi Sementara (TES) Pada
Kawasan Rawan Bencana Tsunami Provinsi Bali. Denpasar:
Universitas Udayana.
Wikantari, R. (2017). Model tata Ruang dan Bangunan Tanggap Bencana di
Pulau Kecil Kasus Pulau Samalona, Makassar. Makassar: Universitas
Hassanuddin.
46