Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN BENCANA

MAKALAH KESIAPSIAGAAN

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 2
1. ARIANTO K. AHMAD 201801050
2. RIVALDI NARDI 201801081
3. NURHIDAYAT 201801077
4. MUTMAINNAH 201801070
5. SRY DJULIANTI 201801088
6. JIHAN PAHIRA 201801064
7. NI MADE SUMIARTINI 201801073
8. FITRAHAITUNNUFUS 201801058
9. VALEN PAWAKANG 201801089

PRODI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT,


karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya Makalah dengan judul
“Kesiapsiagaan” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini, masih jauh dari
kesempurnaan. Namun, dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan
sebagai wujud keterbatasan kemampuan yang penulis milikidan untuk itu penulis
sangat menghargai setiap koreksi, kritik, dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 09 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. Latar belakang..............................................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................................3
A. KONSEP BENCANA..................................................................................................3
1. Devinisi Bencana.....................................................................................................3
2. Factor penyebab terjadinya bencana.........................................................................4
3. Tahapan bencana......................................................................................................5
4. Manajemen bencana.................................................................................................5
B. KONSEP KESIAPSIAGAAN......................................................................................7
1. Definisi Kesiapsiagaan.............................................................................................7
2. Tujuan Kesiapsiagaan...............................................................................................8
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan...........................................8
4. Indikator Penilaian Tingkat Kesiapsiagaan............................................................12
5. Pengukuran Tingkat Kesiapsiagaan........................................................................13
BAB III..................................................................................................................................15
PENUTUP.............................................................................................................................15
A. Kesimpulan................................................................................................................15
B. Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna (Undang-Undang No. 24, 2007). Menurut Carter
(1991) dalam (Hidayati et al., 2006), kesiapsiagaan adalah tindakan-tindakan
yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat, dan individu untuk
mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna.
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yang menyebabkan
Indonesia memiliki potensi bencana yang dapat menimbulkan korban jiwa,
kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan (Arifianti, 2011). Indonesia
menempati peringkat keempat dalam daftar kejadian bencana alam terbanyak di
Asia-Pasifik dengan jumlah kejadian sebanyak 312 kejadian dan menempati
peringkat kedua dalam daftar jumlah kematian tertinggi akibat bencana alam di
asia-pasifik, selama 29 tahun terakhir (1980- 2009) sebanyak 191.164 jiwa.
(ISDR, 2010).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa
sepajang tahun 2017 telah terjadi 2.862 kali bencana. Rincian kejadian bencana
tersebut terdiri dari banjir (979), puing beliung (886), tanah longsor (848),
kebakaran hutan dan lahan (96), kekeringan (19), gempa bumi (20), gelombang
pasang dan abrasi (11), dan letusan gunung api (3). Dampak yang ditimbulkan
akibat bencana selama tahun 2017 adalah 378 orang meninggal dunia dan hilang,
1.042 orang luka-luka, dan 3.674.369 orang mengungsi dan menderita.
Kerusakan fisik akibat bencana meliputi 49.731 unit rumah rusak (10.452 rusak
berat, 10.648 rusak sedang dan 28.631 rusak ringan), 376.317 unit rumah
terendam banjir, dan 2.158 unit bangunan fasilitas umum rusak (1.326 unit

1
fasilitas pendidikan, 715 unit fasilitas peribadatan dan 117 fasilitas kesehatan)
(BNPB, 2017).
Pendidikan bencana untuk mengurangi risiko bencana di masa anakanak
menjadi sangat penting. Pengenalan awal bencana dan kemanfaatan hutan serta
ekosistem yang ada di lingkungan sekitar rumah tempat tinggal merupakan
media nyata yang bisa digarap dan diberikan untuk para generasi muda dalam
membentuk perilaku kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.(Widjanarko and
Minnafiah, 2018).

B. Tujuan

1. Mengidentifikasi kesiapsiagaan sebelum diberikan edukasi


2. Mengidentifikasi kesiapsiagaan setelah diberikan edukasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

3
A. KONSEP BENCANA
1. Devinisi Bencana

Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dapat


mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat. Bencana dapat
disebabkan oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia
yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis bagi korban bencana (BNPB,
2017).
Menurut Japanese Red Cross & Palang Merah Indonesia (2009)
bencana adalah suatu kondisi fenomena dan peristiwa alam yang tidak
normal yang disebakan oleh ulah manusia yang mengakibatkan munculnya
banyak kerugian seperti membawa dampak negatif yang besar terhadap
nyawa seseorang atau kesehatan dan kehidupan orang banyak.
Paidi (2012) menjelaskan bahwa bencana adalah semua kejadian yang
menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia dan
memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala
tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang
terkena bencana.
Sedangkan menurut Tohari (2008) bencana alam adalah kombinasi
aktivitas alami suatu peristiwa yang bersifat fisik seperti letusan gunung
berapi, gempa bumi, tanah longsor, banjir, tsunami, kebakaran hutan dengan
aktivitas manusia. Kerugian dan dampak buruk yang terjadi akibat bencana
disebabkan karena ketidakberdayaan manusia akibat dari kurang baiknya
manajemen tentang keadaan darurat bencana.
Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang penanggulangan bencana, yaitu:
a. Bencana alam

4
Bencana alam adalah suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh fenomena alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
b. Bencana non alam
Bencana non alam adalah suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh fenomena faktor non alam seperti kegagalan
teknologi, kegagalan dalam modernisasi dan wabah penyakit.
c. Bencana social
Bencana sosial adalah suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh faktor manusia yang meliputi konflik sosial antar
individu atau antar komunitas masyarakat.
d. Kegagalan teknologi
Kegagalan teknologi adalah suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh kesalahan design, pengoperasian, kelalaian dan
kesengajaan manusia dalam hal penggunaan terkonologi yang
mengakibatkan pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan,
jatuhnya korban jiwa, dan kerusakan lainnya.
2. Factor penyebab terjadinya bencana

Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya bencana yaitu faktor


alam (natural disaster) yang penyebabnya adalah karena fenomena alam
tanpa adanya campur tangan manusia, faktor non-alam (non natural disaster)
yang penyebabnya bukan karena fenomena alam, dan faktor sosial/manusia
(man-made disaster) yang penyebab murninya adalah akibat dari ulah
perbuatan manusia misalnya konflik antar komunitas atau masyarakat dan
juga tindakan terorisme. Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana
adalah karena adanya interaksi antara ancaman (hazard) dan kerentanan
(vulnerability) (MPBI, 2007).

5
3. Tahapan bencana

Menurut Kurniayanti (2012) tahapan bencana dibagi menjadi beberapa


tahapan yaitu :
a. Tahapan pra disaster
Tahap ini dikenal dengan tahap warning phase yaitu tahap awal dari
bencana. Durasi waktu dan kejadian adalah sebelum terjadi bencana
sampai tahap serangan atau impact.
b. Tahapan bencana (Impact)
Tahap ini dikenal dengan tahap impact phase yaitu waktu bencana bisa
terjadi secara tiba-tiba dan kapan saja. Tahap ini dimulai saat serangan
bencana menyerang sampai serangan bencana berhenti, pada tahapan ini
manusia diharuskan mencoba untuk bertahan hidup (survive) dengan
sekuat tenaga.
c. Tahapan emergency
Tahapan ini biasanya dimulai sejak berakhirnya serangan bencana, pada
tahap emergency bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan
dikarenakan tahapan ini tertuju pada korban-korban yang lebih banyak
memerlukan bantuan akibat dari serangan bencana.
d. Tahapan rekonstruksi
Tahapan ini ditandai dengan mulainya perbaikan dan penyembuhan dari
tahap emergency. Tahapan ini juga ditandai dengan kembali normalnya
aktivitas manusia terhadap fungsi di komunitasnya, perbaikan sarana
dan prasarana seperti sarana ibadah, sarana umum, perbaikan jalan atau
tempat umum lainnya.

6
4. Manajemen bencana

Menurut (BNPB, 2017) manajemen bencana adalah proses sistematis


yang di dalamnya termasuk berbagai macam kegiatan yang memanfaatkan
kemampuan komunitas dan individu untuk menyesuaikan diri dalam rangka
meminimalisir kerugian akibat bencana. Beberapa tahapan upaya
manajemen bencana untuk menangani bencana yaitu :
a. Fase Kesiapsiagaan (preparedness)
Kesiapsiagaan atau preparedness adalah suatu persiapan rencana yang
bertujuan untuk bertindak ketika kemungkinan terjadinya suatu bencana.
Perencanaan yang dilakukan adalah memperkirakan kebutuhan-
kebutuhan yang diperlukan dalam keadaaan darurat dan identifikasi
sumberdaya yang ada untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
b. Fase Mitigasi (mitigation)
Mitigasi atau mitigation adalah suatu upaya yang dilakukan untuk
mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman bencana.
c. Fase Respon (response)
Fase respon adalah perencanaan implementasi aktual bencana.
Perencanaan respon terhadap pencarian dan penyelamata korban sangat
baik menggunakan metode Incident Command System (ICS).
d. Fase Rekontruksi
Pembangunan kembali semua saran dan prasarana kelembagaan pada
wilayah pasca terjadinya bencana baik pada tingkat pemerintah maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
e. Fase evaluasi

7
Sering disebut fase perencanaan dan tanggap bencana dimana
masyarakat dalam kembali beraktivitas seperti biasanya. Evaluasi resmi
sangat penting dilakukan untuk mengidentifikasi perencana yang baik
bagi masyarakat dalam menghadapi bencana selanjutnya.

B. KONSEP KESIAPSIAGAAN
1. Definisi Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah suatu persiapan untuk perencanaan tentang


tindakan pencegahan terhadap kejadian bencana dan kemungkinan kejadian
bencana. Perencanaan yang dilakukan berdasarkan kepada semua kebutuhan
yang dibutuhkan dalam keadaan darurat yang didukung oleh sumber daya
yang ada untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Manfaat dari tindakan
pencegahan ini salah satunya yaitu dapat mengurangi dampak buruk dari
suatu ancaman (Pancawati Heni, 2014).
Menurut Carter (1991) dalam LIPI (2006), kesiapsiagaan merupakan
tindakan yang dapat membuat semua elemen seperti pemerintah, organisasi,
masyarakat, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana
secara cepat dan tepat guna. Tindakan kesiapsiagaan terdiri dari penyusunan
rencana tentang penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya yang
ada dan pelatihan terhadap masyarakat atau personil yang bertujuan untuk
dapat mengurangi dampak buruk yang diakibatkan oleh bencana tersebut.
Kesiapsiagaan juga merupakan salah satu bagian dari proses
manajemen bencana yang memiliki manfaat penting dari kegiatan
pengendalian pengurangan resiko bencana yang bersifat proaktif sebelum
terjadinya sebuah bencana. Konsep dari kesiapsiagaan ini berfokus pada

8
peningkatan kemampuan untuk melakukan tindakan 13 persiapan dalam
menghadapi kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-
UNESCO/ISDR, 2006).
Setiap fase-fase kesiapsiagaan harus dilakukan dengan persiapan yang
baik yaitu dengan mengkolaborasikan berbagai tindakan yang tujuannya
untuk dapat meminimalisir dampak buruk dan kerugian-kerugian yang
timbul akibat dari bencana dan menyusun kegiatan perencanaan untuk dapat
melakukan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi
bencana (Japanese Red Cross Society, 2009).
2. Tujuan Kesiapsiagaan

Tujuan utama dari kesiapsiagaan adalah untuk meminimalkan efek


samping dari bahaya bencana melalui tindakan pencegahan yang efektif dan
tepat waktu, tindakan tanggap darurat dan bantuan saat bencana. Upaya
kesiapsiagaan juga bertujuan untuk dapat memastikan bahwa semua
sumberdaya yang ada dan diperlukan dalam peristiwa bencana dapat
digunakan secara tepat (Dodon, 2013).
IDEP (2007) menyatakan ada 4 tujuan utama dari tindakan
kesiapsiagaan yaitu:
a. Mengurangi ancaman dan dampak buruk yang diakibatkan dari kejadian
bencana.
b. Mengurangi kerentanan masyarakat dengan cara mempersiapkan
sumberdaya manusia khususnya masyarakat yang tanggap terhadap
bencana dengan mendapatkan pelatihan kesiapsiagaan bencana.
c. Mengurangi akibat dan efek samping yang ditimbulkan dari kejadian
bencana.
d. Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak berwenang terkait cara atau
tindakan yang efektif dalam menghadapi bencana.

9
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan

Menurut Philips et al (2016), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan


kesiapsiagaan masyarakat khususnya yang bekerja sebagai nelayan dalam
menghadapi bencana yaitu :
a. Tingkat pendidikan formal
Tingkat pendidikan yang dimiliki masyarakat khususnya yang
bekerja sebagai nelayan dapat mempengaruhi tingkat kesiapsiagaan
terhadap bencana. Nelayan dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih
siap siaga dalam menghadapi bencana dibandingkan dengan nelayan
yang tingkat pendidikannya rendah. Pendidikan yang dimiliki
masyarakat khususnya yang bekerja sebagai nelayan mengenai bencana
sangat penting untuk mengurangi resiko bencana dan menimalisir
terjadinya kerugian dan jatuhnya korban akibat bencana yang terjadi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryanti S,
dkk (2017), bahwa hubungan tingkat pendidikan dengan kesiapsiagaan
bencana tanah longsor masyarakat Giritirto dapat diketahui
menggunakan analisis korelasi dengan hasil hitung = 1,0 dalam kategori
korelasi atau hubungan “sangat tinggi”. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin tinggi pula pengetahuan masyarakat
mengenai kesiapsiagaan bencana. Sebaliknya, semakin rendahnya
tingkat pendidikan maka semakin rendah pula pengetahuan mengenai
bencana alam.
b. Pengalaman bencana sebelumnya
Pengalaman yang didapat dari bencana sebelumnya memungkinkan
seseorang untuk dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana
selanjutnya dan 15 cenderung akan meningkatkan level kesiapsiagaan
untuk beberapa alasan, pertama menyaksikan atau mengalami bencana

10
maka masyarakat akan mengembangkan kesadaran terhadap bahaya
yang meningkat dan persepsi terhadap risiko, kedua berdasarkan
pengalaman sebelumnya akan meningkatkan pemahaman secara realistis
tentang apa yang akan terjadi dan mengambil pengukuran proaktif untuk
mencegah dan meminimalisir potensi masalah terhadap bencana di masa
yang akan datang.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Safinah
(2014), tentang hubungan pengalaman kejadian Tsunami terhadap
kesiapsiagaan bencana pada masyarakat di Gampong Jeulingke
Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh yaitu terdapat hubungan
antara pengalaman bencana Tsunami dengan kesiapsiagaan bencana
dengan signifikasi p-value = 0,001 (α < 0,1) yang didapat dari hasil
perhitungan Chi-Square. Pengalaman kejadian Tsunami merupakan
pengalaman berharga bagi masyarakat Gampong Jeulingke dan
pengalaman tersebut tidak dapat dilupakan.
c. Persepsi terhadap risiko
Pengelolaan emergensi dapat mempengaruhi persepsi risiko dan
mempromosikan kesiapsiagaan yang lebih tinggi dikomunitas
masyarakat melalui komunikasi risiko yang efektif. Komunikasi dalam
risiko dimaksudkan untuk mendidik masyarakat dan organisasi tentang
bahaya yang mereka hadapi, menginformasikan mereka tentang risiko
dan kemungkinan bahwa bahaya akan menghasilkan bencana, dan
mempengaruhi mereka untuk mengambil tindakan yang tepat untuk
melindungi diri mereka sendiri dan bisa menghadapi tantangan yang
diakibatkan oleh bencana.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novita
(2015), tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan
bencana banjir di Gampong Garot Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar
yaitu terdapat hubungan antara persepsi resiko terhadap bencana dengan

11
kesiapsiagaan bencana dengan signifikasi p-value = 0,001 yang didapat
dari hasil perhitungan Chi-Square.
d. Tingkat Kesadaran
Kesadaran bisa diartikan sebagai kondisi dimana seorang individu
memiliki kendali penuh terhadap stimulus internal maupun stimulus
eksternal, kesadaran juga mencakup dalam persepsi dan pemikiran yang
secara samar-samar disadari oleh individu sehingga akhirnya
perhatiannya terpusat. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia
merupakan bentuk unik dimana ia dapat menempatkan diri sesuai
dengan yang diyakininya. Penguatan kesadaran akan bahaya dan resiko
terhadap suatu bencana merupakan langkah penting bagi masyarakat
untuk dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan dari
kejadian bencana tersebut. Tingkat kesadaran yang baik akan
menentukan hasil dari rencana yang telah dibuat dalam menghadapi
bencana alam dan pengurangan risiko dampak dari bencana khususnya
bencana Gempa dan Tsunami.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria (2013),
tentang hubungan tingkat kesadaran dan karakteristik keluarga dengan
kesiapsiagaan dalam menghadapi gempa dan tsunami di Kota Padang
yaitu terdapat hubungan antara tingkat kesadaran dengan kesiapsiagaan
bencana Gempa dan Tsunami dengan signifikasi p-value = 0,05 yang
didapat dari hasil perhitungan Chi-Square.
e. Pelatihan Kebencanaan
Pelatihan sangat diperlukan dalam hal meningkatkan kesiapsiagaan
bencana yang tujuannya untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan
akibat dari bencana tersebut. Pelatihan kebencanaan juga bertujuan
untuk membuat masyarakat khususnya yang bekerja sebagai nelayan
paham dan sadar tentang resiko bencana yang dihadapi serta mampu
untuk mengelola ancaman yang ditimbulkan dari kejadian bencana dan

12
dapat menanamkan sifat tangguh dari ancaman bahaya bencana dengan
mempersiapkan kemampuan perseorangan serta dapat bangkit dari
keterpurukan akibat bencana.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hesti dkk
(2018), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan
bidan dalam menghadapi bencana Gempa Bumi dan Tsunami di
Puskesmas Kota Padang yaitu terdapat hubungan antara pelatihan
kebencanaan dengan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dengan
signifikasi p-value < 0,05 yaitu (0,004) yang didapat dari hasil
perhitungan Chi-Square.
4. Indikator Penilaian Tingkat Kesiapsiagaan

Menurut LIPI (2006) terdapat lima indikator untuk menilai kesiapsiagaan


masyarakat dalam menghadapi bencana yang diturunkan dari lima parameter
yaitu :
a. Pengetahuan dan sikap
Pengetahuan merupakan faktor utama dan penting yang menjadi
kunci untuk tindakan kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat biasanya dapat mempengaruhi sikap
masyarakat dan kepedulian masyarakat untuk 18 memiliki sifat yang
siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka
yang memiliki tempat tinggal di daerah yang rawan bencana seperti
daerah pesisir pantai.
b. Kebijakan
Kebijakan yang berkaitan dengan tindakan kesiapsiagaan bertujuan
untuk mengantisipasi dan mendukung dalam kegiatan meminimalisir
dampak bencana alam. Kebijakan kesiapsiagaan merupakan parameter

13
yang penting dan upaya yang konkrit untuk dapat melaksanakan
kegiatan siaga bencana secara tepat.
c. Rencana tanggap darurat
Kegiatan ini menjadi bagian yang penting dalam kesiapsiagaan
terutama berkaitan dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan agar
dampak jumlah korban dari suatu bencana dapat diminimalkan. Upaya
ini bersifat sangat krusial karena semua elemen seperti pemerintah,
masyarakat dan yang lainnya harus dapat membuat rencana kegiatan
tanggap darurat yang jelas agar dampak buruk dari suatu bencana dapat
diminimalisir dengan baik.
d. Sistim peringatan bencana
Sistem peringatan bencana ini meliputi tanda peringatan dan
pendistribusian informasi akan terjadinya bencana. Dengan peringatan
bencana ini, khususnya masyarakat dapat melakukan tindakan yang
tepat dan dapat mengurangi korban jiwa, kerusakan harta benda, dan
kerusakan lingkungan. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan optimal
maka masyarakat memerlukan latihan dan simulasi, apa yang harus
dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana cara
menyelamatkan 19 diri dalam waktu tertentu sesuai dengan lokasi
dimana masyarakat sedang berada saat mendegar tanda peringatan
bencana.
e. Mobilisasi
sumberdaya Mobilisasi sumberdaya menjadi faktor yang sangat
krusial sebagaimana diketahui banyak sumberdaya yang tersedia baik
itu sumberdaya manusia (SDM), sumberdaya pendanaan dan prasarana
yang harus dikelola dengan baik dalam keadaan darurat. Semua
sumberdaya yang ada dapat menjadi suatu potensi yang mendukung
dalam kesiapsiagaan bencana dan juga bisa menjadi potensi yang tidak
mendukung dalam tindakan kesiapsiagaan bencana maka dari itu

14
diperlukan langkah-langkah dan yang tepat dalam memobilisasi sumber
daya yang ada untuk tindakan kesiapsiagaan yang baik.
5. Pengukuran Tingkat Kesiapsiagaan

Menurut LIPI (2006), untuk mengetahui indeks masing-masing parameter


kesiapsiagaan dapat diketahui dari perhitungan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

total skor riil parameter


Indeks ¿ × 100
skor maksimum parameter

Skor maksimum parameter diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam


parameter indeks. Jumlah total skor riil parameter diperoleh dengan
menjumlahkan skor riil dari seluruh pertanyaan dalam parameter yang
bersangkutan. Nilai indeks berkisar antara 0–100, sehingga semakin tinggi
nilai indeks maka semakin tinggi tingkat kesiapsiagaannya.
Setelah perhitungan setiap parameter selesai, selanjutnya perhitungan
tingkat kesiapsiagaan terhadap bencana:

Indeks = 0,83*Indeks KA + 0,08*Indeks EP + 0,04*Indeks WS +


0,04*RMC

Keterangan:
KA : Knowledge and Attitude (Pengetahuan dan Sikap)
EP : Emergency Planning (Rencana untuk Keadaan Darurat Bencana)
WS : Warning System (Sistem Peringatan Dini)
RMC : Resource Mobilization Capacity ( Kemampuan Memobilisasi
Sumber Daya)

15
Indikator Penilaian Kesiapsiagaan Menurut Jan Sopaheluwakan (2006)
tingkat kesiapsiagaan dapat dikategorikan menjadi lima diantaranya :

Tabel 2.1 Nilai Indeks Kesiapsiagaan Bencana


no Nilai indeks Kategori
1 80-100 Sangat siap
2 65-79 Siap
3 55-64 Hampir siap
4 40-54 Kurang siap
5 0-39 Belum siap

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesiapsiagaan adalah suatu persiapan untuk perencanaan tentang tindakan


pencegahan terhadap kejadian bencana dan kemungkinan kejadian bencana.
Perencanaan yang dilakukan berdasarkan kepada semua kebutuhan yang
dibutuhkan dalam keadaan darurat yang didukung oleh sumber daya yang ada
untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
B. Saran

Makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan jadi penyusun menerima
saran dan kritikan yang membangun guna perbaikan makalah selanjutnya.
Diharapkan kepada teman-teman agar selalu berhati-hati dan siap menghadapi
bencana yang ada.

16
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, F & Makfudli. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik
dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Turkanto.2006. Splinting & Bandaging. Kuliah Keperawatan Kritis. Surabaya: PSIK


Universitas Airlangga.

http://garuda.ristekbrin.go.id/documents?page=3&q=%20pengetahuan
%20kesiapsiagaan%20bencana&select=title

https://www.researchgate.net/search/publication?q=kesiapsiagaan%2Bsiswa
%2Bmenghadapi%2Bbencana%2B&page=2

17

Anda mungkin juga menyukai