Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN BENCANA

MANAJEMEN PRA-BENCANA , SAAT BENCANA DAN PASCA


BENCANA GUNUNG MELETUS

Oleh :
Kelompok I (Satu)
1. Putu Yumi Andriani (1702562001)
2. Ida Ayu Ambarawati (1702562012)
3. Made Sastra Setiarini (1702562013)
4. Yudhi Pratama (1702562024)
5. Ni Putu Diah Budi Larassati (1702562025)
6. I Putu Mahendra (1702562036)
7. I Made Oka Cahyadi (1702562037)
8. Ni Putu Suastikawati (1702562048)
9. Ni Nyoman Widya Praptiningrum (1702562049)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Manajemen Pra-Bencana ............................................... 3
1. Kesiapsiagaan ............................................................. 3
2. Deteksi Dini ................................................................ 3
3. Mitigasi ....................................................................... 4
B. Manajemen Saat Bencana........................................... ... 6
1. Tanggap Darurat ......................................................... 6
2. Bantuan Darurat.......................................................... 7
C. Manajemen Pasca Bencana............................................. 8
1. Pemulihan .................................................................... 8
2. Rehabilitasi .................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang wilayahnya memiliki banyak daerah rawan
bencana. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2010 setidaknya ada 13
jenis bencana yang selalu mengancam negeri kepulauan ini yaitu bencana geologi (gempa
bumi, tsunami, erupsi gunung berapi), bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, puting beliung dan gelombang pasang) bencana
biologi (epidemic, wabah penyakit) dan bencana sosial (konflik sosial dan teror) dalam Ariyadi
Nugroho Susilo dan Iwan Rudiarto (2014). Salah satu bencana yang melanda Indonesia akhir-
akhir ini yaitu bencana erupsi gunung api.
Pengertian Gunung adalah sebuah bentuk tanah yang menonjol di atas wilayah
sekitarnya. Sebuah gunung biasanya lebih tinggi dan curam dari sebuah bukit, tetapi ada
kesamaaan, dan penggunaan sering tergantung dari adat lokal. Beberapa otoritas
mendefinisikan gunung dengan puncak lebih dari besaran tertentu; misalnya, Encyclopædia
Britannica membutuhkan ketinggian 2000 kaki (610 m) agar bisa didefinisikan sebagai
gunung. Gunung merupakan bentuk muka bumi yang menonjol dari rupa bumi di sekitar.
Gunung biasanya lebih tinggi dan curam dibandingkan bukit. Gunung dan pegunungan
terbentuk karena pergerakan kerak bumi yang menjulang naik. Jika kedua kerak bumi
menjulang naik, pegunungan dihasilkan, sebaliknya jika salah satu kerak bumi terlipat bawah
kerak yang lain, gunung berapi terbentuk.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, penanggulangan bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat pula didefinisikan
sebagai situasi krisis yang jauh diluar kapasitas manusia untuk menyelamatkan diri. Artinya,
suatu kejadian alam ekstrim tidak akan disebut bencana apabila dampak atau kerugian yang
ditimbulkannya tidak dirasakan oleh manusia. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007, mitigasi merupakan upaya penanggulangan bencana dengan tujuan dapat meminimalkan

1
dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana serta untuk menimimalkan
jumlah korban. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan tersebut, terutama bagi warga yang kehilangan tempat tinggalnya.
Penanggulangan bencana gunung berapi harus dilakukan untuk menghindari
jumlah kerugian yang diakibatkan letusan gunung berapi. Bencana merupakan ujian yang
lumrah dihadapi manusia, termasuk gunung berapi. Tugas kita bukan menangisinya, tetapi
melakukan yang terbbaik untuk menghadapinya. Karena itu mari kita membahas tentang
mitigasi (penanggulangan) bencana gunung berapi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manajemen Pra-Bencana
1. Kesiapsiagaan
Persiapan dalam menghadapi letusan gunung api menurut (IDEP,2007) yaitu :
a. Mengenali tanda-tanda bencana, karakter gunung api dan ancaman-ancamannya
b. Membuat peta ancaman, mengenali daerah ancaman, daerah aman
c. Membuat sistem peringatan dini
d. Mengembangkan Radio komunitas untuk penyebarluasan informasi status gunung api
e. Mencermati dan memahami Peta Kawasan Rawan gunung api yang diterbitkan oleh
instansi berwenang
f. Membuat perencanaan penanganan bencana
g. Mempersiapkan jalur dan tempat pengungsian yang sudah siap dengan bahan
kebutuhan dasar (air, jamban, makanan, pertolongan pertama) jika diperlukan
h. Mempersiapkan kebutuhan dasar dan dokumen penting
i. Memantau informasi yang diberikan oleh Pos Pengamatan gunung api (dikoordinasi
oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Pos pengamatan gunung
api biasanya mengkomunikasikan perkembangan status gunung api lewat radio
komunikasi.

2. Deteksi Dini
Menurut Vulcanological Survey of Indonesia (VSI) atau Badan Energi dan Sumber
Daya Mineral (2007) membagi tingkat isyarat status gunung api di Indonesia menjadi empat
yaitu Normal, Waspada, Siaga dan Awas.
a. Aktif Normal (Level I)
Kegiatan gunung api berdasarkan pengamatan dari hasil visual, kegempaan dan gejala
vulkanik lainnya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
b. Waspada (Level II)
Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau hasil
pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala. Pada kondisi ini, peningkatkan aktifitas ini

3
juga tidak selalu mengarah pada letusan atau erupsi. Namun status waspada bisa
kembali ke status normal. Pada tingkat Waspada mulai dilakukan penyuluhan di desa-
desa yang berada di kawasan rawan bencana Merapi.
c. Siaga (Level III)
Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual/pemeriksaan kawah, kegempaan
dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan
cenderung diikuti letusan. . Jika status sudah siaga, warga yang berada di sekitar akan
mendapatkan penyuluhan yang intensif. masyarakat yang tinggal di kawasan rawan
bencana sudah siap jika diungsikan sewaktu-waktu.
d. Awas (Level IV)
Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap. Berdasarkan
analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan utama. Pada kondisi Awas,
masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana atau diperkirakan akan terlanda
awan panas yang akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari daerah ancaman bahaya
primer awan panas.

3. Mitigasi
Mitigasi diartikan sebagai setiap tindakan yang berkelanjutan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang terhadap harta dan jiwa manusia.
Sehingga mitigasi dapat dikatakan sebagai sebuah mekanisme agar masyarakat dapat
menghindari dampak dari bencana yang potensial terjadi. Tindakannya dapat berfokus pada
penghindaran bencana, khususnya menghindari penempatan manusia dan harta benda di
daerah berbahaya. Termasuk usaha untuk mengendalikan bahaya melalui berbagai
pembangunan fasilitas khusus dan penerapan teknologi tertentu (Wijanarko, 2006:25).
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gunung Api menurut
PERMENDAGRI No 33 tahun 2006 antara lain:
a. Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting, harus jauh atau diluar
dari kawasan rawan bencana.
b. Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava dan atau lahar
c. Perkenalkan struktur bangunan tahan api.

4
d. Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan beban akibat abu gunung
api
e. Membuat barak pengungsian yang permanen, terutama di sekitar gunung api yang
sering meletus, misalnya G. Merapi (DIY, Jateng), G. Semeru (Jatim), G. Karangetang
(Sulawesi Utara) dsb.
f. Membuat fasititas jalan dan tempat pemukiman ke tempat pengungsian untuk
memudahkan evakuasi.
g. Menyediakan alat transportasi bagi penduduk bila ada perintah pengungsian.
h. Meningkatkan kewaspadaan terhadap resiko letusan gunung api di daerahnya.
Mengidentifikasi daerah bahaya (dapat dilihat pada Data Dasar Gunung api Indonesia
atau Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung api).
i. Tingkatkan kemampuan pemadaman api.
j. Membuat tempat penampungan yang kuat dan tahan api untuk kondisi kedaruratan.
k. Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus
mengetahui posisi tempat tinggalnya pada Peta kawasan Rawan Bencana Gunung api
(penyuluhan).
l. Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api hendaknya
faham cara menghindar dan tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi letusan
gunung api (penyuluhan).
m. Mensosialisasikan kepada masyarakat agar paham arti dari peringatan dini yang
diberikan oleh aparat/Pengamat Gunung api (penyuluhan).
n. Mensosialisasikan kepada masyarakat agar bersedia melakukan koordinasi dengan
aparat/Pengamat Gunung api.

5
B. Manajemen Saat Bencana Gunung Berapi
Gunung berapi meletus akibat gerakan pada lempeng bumi yang menyebabkan
magma di dalam perut bumi terdorong keluar bersama gas dengan tekanan yang tinggi.
Keluarnya magma dalam perut bumi ini disebut dengan erupsi. Ketika terjadi erupsi , terdapat
material hasil gunung berapi yang akan ikut keluar seperti gas vulkanik, lava,lahar,abu letusan,
awan panas dan biasanya disertai dengan beberapa bencana seperti gempa bumi dan tanah
longsor. Saat erupsi gunung berapi berlangsung diharapkan masyarakat sudah di evakuasi ke
tempat yang aman sesuai dengan prosedur manajeman pra bencana. Adapun hal-hal yang
harus diperhatikan yaitu :
a. Diharapkan masyarakat tidak berada di lokasi yang tidak di rekomendasikan atau rawan
bencana seperti daerah jalur aliran lahar, sungai kering, lereng gunung dan lembah
b. Tidak berada di tempat yang terbuka untuk menghindari abu vulkanik
c. Berada di ruang lindung darurat untuk menghindari awan panas
d. Mengenakan pakaian tertutup untuk melindungi tubuh
e. Mengenakan alat pelindung diri seperti masker,kacamata dan diharapkan tidak
menggunakan kontak lensa, serta menutup wajah dengan kedua telapak tangan atua
sapu tangan untuk melindungi diri dari hujan abu
f. Apabila terjadi hujan batu disarankan agar mengambil sikap menunduk dengan posisi
tubuh condong ke depan untuk melindungi dada dan tangan di silangkan di antara
kpeala dan tengkuk untuk melindungi kepala agar tidak terkena lontaran batu

1. Tanggap Darurat
Pasal 48 Undang Undang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi :
a. Pengkajian secara tepat dan cepat terhadap lokasi , kerusakan dan sumber daya
b. Dengan mengidentifikasi cakupan lokasi bencana, jumlah korban,kerusakan prasarana
dan sarana,gangguan pada fungsi pelayanan umum serta pemerintahan dan kemampuan
sumber daya alam maupun buatan.
c. Penentuan status keadaan darurat bencana

6
d. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, adapun upaya pelayanan
kemanusiaan yang dilakukan seperti pencarian dna penyelamatan korban, pertolongan
darurat dan evakuasi korban
e. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi penyediana kebutuhan air bersih dna sanitasi,
pangan,sandang,pelayanan kesehatan,pelayanan psikososial dan penampungan dan
tempat hunian
f. Perlindungan terhadap kelompok rentan
g. Pemulihan sarana dan prasarana vital
Adapun tanggap darurat yang dilaksanakan secara teknis sesuai dengan pedoman
komando tanggap darurat bencana yang menjadi acuan bagi BNPB/BPBD, instansi / lembaga
terkait, tentara dan kepolisian secara garis besar berisi empat poin pengaturan yang terdiri dari
a. Tahapan pembentukan komando tanggap darurat bencana, pada tahap ini dilakukan
penggalian informasi kejadian awal bencana,penugasan Tim Reaksi Cepat, penetapan
status/tingkat bencana, pembentukan komando tanggap darurat bencana.
b. Organisasi dan tata kerja komando tanggap darurat bencana, adapun susunan organisasi
terdiri dari komandan tanggap darurat bencana, wakil komandan tangap darurat
bencana, staf komando (sekretariat,humas,keselamatan dan keamanan,perwakilan
instansi) dan staf umum (bidang operasi, bidnag logistic dna peralatan, bidang
perencanaan, bidang administrasi keuangan).
c. Pola Penyelenggaraan Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana
d. Evaluasi dan Pelaporan

2. Bantuan Darurat
Secara keseluruhan dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab
bersama antara pemerintah dan daerah. Pemerintah juga mendorong partisipasi masyarakat
dalam penyediaan dana yang bersumber drai masyarakat. Penggunaan dana penanggulangan
bencana pada saat tanggap darurat meliputi :
a. Mengalokasikan dana bantuan darurat
b. Melakukan pengkajian secara cepat dan tepat mengenai lokasi, kerusakan dan sumber
daya

7
c. Melakukan upaya evakuasi dan penyelamatan atau menyisir daerah terdampak bencana
untuk memastikan tidak ada korban
d. Memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
e. Memberikan perlindungan terhadap kelompok rentan
f. Melakukan pemulihat darurat sarana dan prasarana

C. Manajemen Pasca Bencana Gunung Api


Manajemen pasca bencana mencakup tiga kegiatan yaitu pemulihan, rehabilitasi,
dan rekonstruksi.
1. Pemulihan (recovery) adalah suatu tahap yang dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi.
Pada tahap pemulihan awal, berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat sebagai berikut.
a. Pemulihan fungsi dan layanan pemerintahan, sarana dan prasarana vital masyarakat.
b. Pemulihan lembaga-lembaga sosial yang nantinya difungsikan dalam tahap rehabilitasi
dan rekonstruksi.
c. Pemulihan masyarakat dengan memberi stimulus agar masyarakat segera mencari mata
pencaharian dan pendapatan.
d. Membangun landasan yang kuat untuk memulai tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan pemulihan awal meliputi:
a) Sektor perumahan: membuat panduan dan prinsip mekanisme subsidi rumah,
fasilitasi pengorganisasian pembersihan rumah dan lingkungan berbasis
masyarakat, dan memfasilitasi pengelolaan hunian sementara.
b) Sektor infrastruktur: fasilitasi rembug desa untuk pembangunan kembali jalan dan
jembatan desa dan fasilitasi pengelolaan air bersih dan jamban.
c) Sektor social: Penyediaan layanan trauma healing, penyediaan layanan kesehatan
umum, higiene kits, PMT, dan revitalisasi sistem keamanan desa.
d) Sektor ekonomi produktif: revitalisasi kelompok tani, kebun dan ternak,
diversifikasi/alternatif usaha pertanian, menyediakan bibit tanaman cepat panen.
Dan memberi modal usaha untuk pedagang dan industri kecil menengah.

8
2. Rehabilitasi adalah upaya pemulihan atau perbaikan yang dibutuhkan secara langsung
guna menjamin terjadinya normalisasi dalam segala aspek kehidupan di lokasi sekitar
bencana yang sifatnya sementara atau berjangka pendek. Sedangkan rekonstruksi adalah
pembangunan kembali prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana,
dan segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana, kegiatan
rekonstruksi memerlukan upaya keras dan terencana dan peran serta semua anggota
masyarakat dan dilakukan dalam waktu jangka panjang.
a. Sektor perumahan:
a) Fasilitasi pengelolaan hunian sementara, hal ini diberikan pemerintah pada tahap
rehabilitasi.
b) Sektor perumahan relokasi permukiman berbasis komunitas (Rekompak) dengan
tujuan memfasilitasi proses perencanaan berbasis masyarakat atau rencana
permukiman memberikan bantuan pembangunan rumah atau infrastruktur desa
pada sasaran rentan, dan memberikan bantuan teknis untuk mengurangi resiko
bencana.
b. Sektor infrastruktur
a) Perbaikan jalan dilakukan apabila terjadi kerusakan parah yang akan menghambat
jalur transportasi.
b) Perbaikan jembatan apabila terjadi kerusakan karena jembatan penting untuk
mendongkrak perekonomian masyarakat.
c) Fasilitasi pengelolaan air bersih dan jamban untuk kelanjutan hidup masyarakat di
bagian rehabilitasi hunian sementara.
c. Sektor sosial
a) Fasilitasi pengorganisasian pembersihan rumah dan lingkungan, apabila erupsi
telah berakhir maka rumah-rumah yang berada disekitar sebagai perumahan
terdampak langsung harus dibenahi agar dapat kembali seperti semula, pemerintah
memfasilitasi pengorganisasian pembersihan rumah seperti membersihkan atap
rumah dan halaman sekitar rumah.
b) Pelayanan trauma healing dibutuhkan masyarakat karena dengan pelayanan
tersebut masyarakat akan merasa lebih tenang dan tidak mengganggu kegiatan
kesehariannya.

9
c) Penyediaan layanan kesehatan umum kerjasama pemerintah dengan organisasi dari
luar (NGO).
d) Untuk mencegah terjadinya diare pada balita, maka balita diberikan makanan
tambahan (PMT).
e) Memberikan bantuan kepada anak-anak yang masih sekolah berupa alat tulis dan
perlengkapan sekolah lainnya. Selain itu, perbaikan ruang kelas juga diperlukan
agar situasi belajar memadai.
f) Pemulihan kegiatan keagamaan dan revitalisasi organisasi keagamaan yang
dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
d. Sektor perekonomian
a) Pemberian bantuan berupa pemberian bibit cepat panen. Masyarakat diberikan
bantuan sapi perah dan sapi potong, dengan cara pembentukan kelompok dan
dikelola bersama-sama, hasil dari sapi perah tersebut akan dibagikan secara merata
ke setiap anggota kelompok.
b) Bantuan modal usaha untuk pedagang dan industri kecil menengah yang diberikan
melalui pelatihan dan fasilitasi bantuan investasi mesin/peralatan produksi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alam, C.P , dkk. 2014, Upaya Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pasca Bencana Erupsi
Gunung Merapi di Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah,
Jawa Tengah : FISIP Universitas Diponegoro.

Badan Geologi, 2007, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Vulcanological Survey
Indonesia, Bandung.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2017. Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh
Menghadapi Bencana. Jakarta Timur : Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB

Haris Fitra. 2011. Skripsi : Tanggap Darurat Bencana (Studi Kasus : Tanggap Darurat Bencana
Gunung Api Merapi Kabupaten Sleman tahun 2010). Depok : Fakultas Hukum UI

IDEP.2007. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Bali

IDEP.2007.Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat.Bali

Indonesia,Undang-Undangg tentang Penanggulangan Bencana ,UU No.24 Tahun 2007, LN


No.66 Than 2007, TLN No. 4723,ps.60.

Rijanta, R, et.al,. 2018. Modal Sosial dalam Manajemen Bencana. Yogyakarta. UGM Press

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi
Bencana.

Wijanarko, Himawan. (2006). Disaster Management di Negeri Rawan Bencana. Jakarta: The
Jakarta Consulting Grup.

11

Anda mungkin juga menyukai