Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN BENCANA

MANAJEMEN RISIKO BENCANA ALAM GUNUNG


MELETUS

OLEH :
KELOMPOK V
KELAS A12 B

NAMA KELOMPOK :
1. I Made Widhi Antara 18.321.2870
2. I Putu Wira Suyoga Adi Saputra 18.321.2872
3. Ni Kadek Riski Dwiyanti 18.321.2883
4. Wahidah Shenny Rusliana 18.321.2899
5. Yunda Chandra Dewi 18.321.2901

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021

1
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur yang tiada terhingga penulis haturkan kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), karena atas rahmat dan
karunia-Nya, karya tulis yang berjudul “Manajemen Risiko Bencana Alam
Gunung Meletus” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya tulis ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biostatistika
dalam menempuh Pendidikan Program Studi Keperawatan Program Sarjana,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali pada Semester Ganjil tahun
2021, yang diampu oleh Bapak Ns. I Nyoman Asdiwinata, M.Kep
Dalam keberhasilan penyusunan karya tulis ini, tentunya tidak luput dari
bantuan beberapa pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya
tulis ini.
Penulis menyadari bahwa, karya tulis ini masih jauh dari yang sempurna.
Oleh kerena itu, segala kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan demi karya-
karya penulis berikutnya. Semoga karya tulis ini ada manfaatnya.

Denpasar, 19 November 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemberian Bantuan Pada Korban Bencana.......................... 3
2.2 Tujuan Pemberian Bantuan Kebutuhan Jangka Panjang ....................... 3
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 26
3.2 Saran...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................27
LAMPIRAN-LAMPIRAN.............................................................................28

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geologis dan hidrologis, Indonesia merupakan wilayah rawan
bencana alam. Salah satunya adalah gempa bumi dan potensi stunami. Hal
ini dikarenakan wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng
tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng
Eurasi di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian timur. Ketiga lempeng
tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia
menunjam ke bawah lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa bumi, jalur
gunung api, dan sesar atau patahan. Penunjaman Lempeng Indo-Australia
yang bergerak relatife ke utara dengan Lempeng Eurasia yang bergerak ke
selatan menimbulkan jalur gempa bumi dan rangakian gunung api aktif
sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sejajar
dengan jalur penunjaman kedua lempeng tersebut.
Potensi bencana alam dengan frekuensi yang cukup tinggi lainnya
adalah bencana hidrometerologi, yaitu banjir, longsor, kekeringan, putting
beliung dan gelombang pasang. Frekuensi bencana hidrometerologi di
Indonesia terus meningkat dalam 10 tahun terakhir. Berdasarkan data Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama tahun 2002-2012
sebagian besar bencana yang terjadi disebabkan oleh faktor hidrometerologi
(BNPB,2012). Bencana lainya yang sering menelan korban dan harta benda
yang cukup besar lainnya adalah bencana letusan gunung berapi. Bencana
menimbulkan dampak terhadap menurunnya kualitas hidup penduduk,
termasuk kesehatan. Salah satu permasalahan yang dihadapi setelah terjadi
bencana adalah pelayanan kesehatan terhadap korban bencana. Untuk
penanganan kesehatan korban bencana, berbagai piranti legal (peraturan,
standar) telah dikeluarkan. Salah satunya adalah peraturan yang
menyebutkan peran penting puskesmas dalam penanggulangan bencana
(Departemen Kesehatan RI, 2007).

1
Bencana menimbulkan dampak terhadap menurunnya kualitas hidup
penduduk, termasuk kesehatan. Salah satu permasalahan yang dihadapi
setelah terjadi bencana adalah pelayanan kesehatan terhadap korban
bencana. Untuk penanganan kesehatan korban bencana, berbagai piranti
legal (peraturan, standar) telah dikeluarkan (Widayatun & Fatoni, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja permasalahan dan Penanganan Gunung Meletus?
2. Apa saja jenis-jenis dan karakteristik kejadian gunung berapi?
3. Bagaimana data kejadian dan Permasalahannya ?
4. Bagaimana Karakteristik korban dan penanganan yang
diperlukan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja permasalahan dan Penanganan
Gunung Meletus
2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis dan karakteristik kejadian
gunung berapi
3. Untuk mengetahui bagaimana data kejadian dan
Permasalahannya
4. Untuk mengetahui bagaimana Karakteristik korban dan
penanganan yang diperlukan
1.4 manfaat menulisan
1. Agar memahami apa saja permasalahan dan Penanganan
Gunung Meletus
2. Agar memahami apa saja jenis-jenis dan karakteristik kejadian
gunung berapi
3. Agara memahami bagaimana data kejadian dan
Permasalahannya
4. Agar memahami bagaimana Karakteristik korban dan
penanganan yang diperlukan

2
BAB II

PEMBAHASAN
1.1 Permasalahan dan Penanganan Gunung Meletus
1. Permasalahan khusus untuk manajemen bencana gunung meletus
(Saputra, 2019) :

a. Sulitnya jalan menuju lokasi selama letusan.

b. Keputusan evakuasi yang tepat waktu.

c. Kelesuan masyarakat untuk dievakuasi, terutama karena


pernah mengalami letusan yang kecil atau tanda-tanda yang
palsu, sehingga sulit menumbuhkan kesadaran masyarakat
terhadap bahaya letusan dan menghambat pelaksanaan
evakuasi.

d. Mengontrol kedatangan pelancong/penonton saat


pelaksanaan programevakuasi.

2. Penanganan Gunung Meletus

Dalam penanggulangan bencana letusan gunung api dibagi menjadi


tiga bagian, yaitu persiapan sebelum terjadi letusan, saat terjadi
letusan dan sesudah terjadi letusan (Qudwatunna, 2019):

1. Sebelum terjadi letusan dilakukan :

a) Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada semua gunung


api aktif,

b) Pembuatan dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana


dan Peta Zona Resiko Bahaya Gunung api yang didukung
dengan dengan Peta Geologi Gunung api,

c) Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana


letusan gunung api,

3
d) Melakukan pembimbingan dan pemberian informasi
gunung api,

e) Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika


dan geokimia di gunung api,

f) Melakukan peningkatan sumber daya manusia dan


pendukungnya seperti peningkatan sarana dan
prasarananya.

2. Saat terjadi letusan (Husna, 2020):

a) Menjauhi dari daerah yang disarankan untuk dikosongkan,

b) Menjauhi lembah dan aliran sungai,

c) Berlindung pada tempat tertutup untuk melindungi diri dari


abu letusan gunung api,

d) Memakai kacamata pelindung yang telah disarankan,

e) Tidak memakai lensa kontak,

f) Menutupi hidung dan mulut menggunakan masker atau


kain basah,

g) Menggunakan pakaian yang dapat menutupo seluruh tubuh


(baju lengan panjang, celana panjang, topi).

3. Setelah terjadi letusan (Qudwatunna, 2019):

a) Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil


letusan,

b) Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya,

c) Memberikan saran penanggulangan bahaya,

d) Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka


panjang,

e) Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak,

4
f) Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun,

g) Melanjutkan pemantauan rutin.

1.2 Jenis dan karakteristik kejadian gunung berapi


Gunung api diklasifikasikan ke dalam dua sumber erupsi, yaitu
erupsi pusat, erupsi keluar melalui kawah utama dan erupsi samping,
erupsi keluar dari lereng tubuhnya, erupsi celah, erupsi yang muncul
pada retakan/sesar dapat memanjang sampai beberapa kilometer,
erupsi eksentrik, erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari
kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung
dari dapur magma melalui kepundan tersendiri.

Berdasarkan tinggi rendahnya derajat fragmentasi dan luasnya,


juga kuat lemahnya letusan serta tinggi tiang asap, maka gunung api
dibagi menjadi beberapa tipe erupsi:

1. Tipe Hawaiian, yaitu erupsi eksplosif dari magma basaltic atau


mendekati basal, umumnya berupa semburan lava pijar, dan sering
diikuti leleran lava secara simultan, terjadi pada celah atau
kepundan sederhana.

2. Tipe Strombolian, erupsinya hampir sama dengan Hawaiian berupa


semburan lava pijar dari magma yang dangkal, umumnya terjadi
pada gunung api sering aktif di tepi benua atau di tengah benua.

3. Tipe Plinian, merupakan erupsi yang sangat ekslposif dari magma


berviskositas tinggi atau magma asam, komposisi magma bersifat
andesitik sampai riolitik. Material yang dierupsikan berupa
batuapung dalam jumlah besar.

4. Tipe Sub Plinian, erupsi eksplosif dari magma asam/riolitik dari


gunung api strato, tahap erupsi efusifnya menghasilkan kubah lava
riolitik. Erupsi subplinian dapat menghasilkan pembentukan
ignimbrite.

5
5. Tipe Ultra Plinian, erupsi sangat eksplosif menghasilkan endapan
batuapung lebih banyak dan luas dari Plinian biasa.

6. Tipe Vulkanian, erupsi magmatis berkomposisi andesit basal


sampai dasit, umumnya melontarkan bom-bom vulkanik atau
bongkahan di sekitar kawah dan sering disertai bom kerak-roti atau
permukaannya retak-retak. Material yang dierupsikan tidak melulu
berasal dari magma tetapi bercampur dengan batuan samping
berupa litik.

7. Tipe Surtseyan dan Tipe Freatoplinian, kedua tipe tersebut


merupakan erupsi yang terjadi pada pulau gunung api, gunung api
bawah laut atau gunung api yang berdanau kawah. Surtseyan
merupakan erupsi interaksi antara magma basaltic dengan air
permukaan atau bawah permukaan, letusannya disebut
freatomagmatik. Freatoplinian kejadiannya sama dengan
Surtseyan, tetapi magma yang berinteraksi dengan air
berkomposisi riolitik. (Qudwatunna, 2019)

Berikut ini merupakan karakteristik gunung meletus (Saputra, 2019):


a. Aktifitas gunung api dapat dimonitor, sehingga bahaya dari
bencana yang muncul sangat mungkin untuk diketahui dan
diprediksi.

b. Letusan gunung api dapat merusak bangunan dan lingkungan yang


ada disekitarnya, dan bisa juga menimbulkan kebakaran.

c. Menimbulkan kerusakan (pecah) pada permukaan tanah, dan akibat


letusan gunung api dapat mempengaruhi bangunan yang ada.

d. Aliran lava dapat memendam dan membakar bangunan dan


tanaman sehingga tanah tidak dapat digunakan lagi.

e. Debu letusan yang beterbangan dapat mengganggu mesin pesawat


terbang.

6
f. Tumpukan tanah yang berasal dari debu letusan merusak tanaman
dan dapat mengganggu tanah dan air yang ada.

g. Debu letusan juga menimbulkan penyakit pernafasan.

h. Aliran lumpur (lahar) dapat muncul akibat hujan yang tinggi.

1.3 Data kejadian dan Permasalahannya


Berikut ini merupakan data 10 tahun terakhir (2010 sd 2019) telah
terjadi 23.953 kejadian bencana. Pada periode tersebut, bencana paling
banyak terjadi pada tahun 2019 yaitu sebanyak 3.885 kejadian bencana
dan bencana paling sedikit terjadi pada tahun 2013 dengan 1.784
kejadian bencana, dengan rata-rata kerjadian bencana setiap tahunnya
adalah sebanyak 2.393,3 kejadian bencana (Yulianto et al., 2021).

Dikatakan sekitar 13% gunung berapi didunia, gunung merapi


Indonesia memiliki potensi menimbulkan bencana alam dalam
intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda. Terdapat 129 gunung api
aktif tersebar di Indonesia, gunung api tersebut terbagi menjadi 3 tipe,
1) gunung tipe A sebanyak 76; 2) gunung tipe B sebanyak 30; dan 3)
gunung tipe C sebanyak 21 (Susila et al., 2020).

Data BNPB menyebutkan bahwa erupsi Gunung Agung kembali


terjadi pada tahun 2017 yang memberikan dampak di Kabupaten
Karangasem, menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (2017)
terdapat 57.428 jiwa pengungsi di 357 titik yang tersebar di 9
kabupaten/kota di Bali. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
oleh Susila et al. (2020) dari data Puskesmas Kecamatan Rendang
Karangasem pada bulan September 2016 sampai bulan Juni 2019
banyak terjadinya peningkatan penyakit ISPA pada setiap bulannya di
wilayah Puskesmas Kecamatan Rendang Karangasem.

Permasalahan yang timbul atas bencana ini meliputi menelan


korban jiwa (luka bakar dan non luka bakar) (Soekardi et al., 2021).
Selain itu Kejadian tersebut juga berdampak pada kerugian bangunan,
tanaman, lahan, serta hewan ternak yang dimiliki oleh masyarakat.

7
Serta disebutkan dari beberapa sumber, letusan gunung api
menyebabkan perubahan perubahan iklim dan kerusakan ekosistem
lingkungan (Ernawati et al., 2020).

1.4 Karakteristik korban dan penanganan yang diperlukan


Karakteristik korban dalam bencana gunung meletus berdasarkan
beberapa sumber adalah sebagai berikut (Susila et al., 2020):

a) Luka bakar,

b) ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut),

c) Iritasi mata,

d) Iritasi pada kulit (gatal-gatal),

e) Hipertensi (Nurhidayati, 2018),

f) Salah satu gejala yang paling sering ditemukan pada korban


bencana alam adalah stres pasca trauma atau Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) (Ernawati et al., 2020).

1.5 Manajemen Resiko Bencana Alam Gunung Meletus (Planning,


Organizing, Directing, Coordinating, Controlling)
1. Perencanaan dan Mitigasi

Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi


yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya
bencana serta menguragi resiko yang di timbulkan oleh bencana
gunung meletus yaitu :

Mitigasi bencana gunung meletus :

1) Memperhatikan arahan dari Pusat Vulkanologi dan


Mitigasi Bencana Geologis (PVMBG)

2) Memperhatikan perkembangan aktivitas gunung api

3) Mempersiapkan masker dan kacamata

8
4) Hindari daerah gunung berapi yang lebih rendah dan
jauhi lembah-lembah, daerah yanglebih rendah rawan
dilalui lava.

5) Pahami jalur evakuasi yang telah disiapkan dan


disepakati bersama

6) Siapkan penunjang logistik, seperti makanan siap saji,


senter, uang tunai, dan obat secukupnya

Mitigasi bencana gunung meletus secara umum :

1) Menjauhi gunung dengan radius yang telah ditentukan

2) Menjauhi lembah atau daerah aliran sungai

3) Menghindari tempat terbuka

4) Menggunakan masker atau kain basah

5) Melindungi tubuh dari abu vulkanik

2. Organizing

Kesiapsiagaan sangat penting dilakukan sebagai upaya yang


cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana yang bisa
terjadi tanpa diprediksi. Kesiapsiagaan ini meliputi :

1) Melakukan uji coba rencana penanggulangan


kedaruratan bencana, bisa dengan melakukan simulasi
bencana dengan warga yang tinggal didaerah sekitar
lereng gunung api.

2) Pelatihan siaga /simulasi/gladi/teknis bagi setiap sektor


penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan,
prasarana dan perkejaan umum dalam menghadapi
bencana gunun meletus).

3) Melakukan organisasi, komunikasi, pemasangan dan


menguji sistem peringatan dini bencana.

9
4) Menyediakan dan menyiapkan segala pasokan untuk
memenuhi kebutuhan dasar.

5) Rutin melakukan penyuluhan dan pelatihan tentang


mekanisme tanggap darurat letusan gunung api.

6) Menyiapkan jalur evakuasi bagi warga terdampak

7) penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan


untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.

3. Tanggap darurat

Tanggap Darurat, tindakan yang dilakukan oleh DVMBG


ketika terjadi peningkatan aktivitas gunung berapi, antara lain
mengevaluasi laporan dan data, membentuk tim Tanggap Darurat,
mengirimkan tim ke lokasi, melakukan pemeriksaan secara
terpadu. Dan menginfotmasikan terkait aktifitas gunung berapi
seperti :

10
1) Waspada

Kondisi ini menujukan bahwa ada peningkatan aktifitas


gunung api dari kondisi aktif normal. Pada kondisi ini,
peningkatkan aktifitas ini juga tidak selalu mengarah
pada letusan atau erupsi. Namun status waspada bisa
kembali ke status normal. Pada tingkat Waspada mulai
dilakukan penyuluhan di desa-desa yang berada di
kawasan rawan bencana Merapi.

2) Siaga

Status ini menggambarkan peningkatan aktifitas merapi


yang semakin jelas dan mengalami peningkatan.
Kondisi ini juga bisa disimpulkan bahwa aktifitas bisa
di ikuti oleh letusan. Jika status sudah siaga, Warga
yang berada di sekitar akan mendapatkan penyuluhan
yang intensif. masyarakat yang tinggal di kawasan
rawan bencana sudah siap jika diungsikan sewaktu-
waktu.

3) Awas

Kondisi ini menggambarkan bahwa aktifitas merapi


sedang memasuki fase letusan utama, Pada kondisi
Awas, masyarakat yang tinggal di kawasan rawan
bencana atau diperkirakan akan terlanda awan panas
yang akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari
daerah ancaman bahaya primer awan panas.

11
4. Coordinating
Pemerintah memiliki peran yang tidak kalah penting
terutama dalam kondisi sosial ekonomi masyarakat, pendidikan
masyarakat yang berkaitan dengan bencana, penyediaan fasilitas,
sarana dan prasarana publik untuk keadaan darurat dan mengambil
peran untuk menentikan kebijakan dan koordinasi dengan lembaga
terkait untuk menangulangi bencana.

1) Jenis-jenis kebijakan kesiapsiagaan untuk


mengantisipasi bencana alam, seperti: organisasi,
pengelola bencana, rencana aksi untuk tanggap darurat,
sistim peringatan bencana, pendidikan masyarakat dan
alokasi dana

2) Peraturan-peraturan yang relevan, seperti: perda dan SK

5. Controlling

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bencana alam yang disertai dengan pengungsian seringkali


menimbulkan dampak terhadap kesehatan masyarakat yang
menjadi korban, terlebih mereka yang termasuk dalam kelompok
rentan. Dikatakan sekitar 13% gunung berapi didunia, gunung
merapi Indonesia memiliki potensi menimbulkan bencana alam
dalam intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda. Terdapat 129
gunung api aktif tersebar di Indonesia, gunung api tersebut terbagi
menjadi 3 tipe, 1) gunung tipe A sebanyak 76; 2) gunung tipe B
sebanyak 30; dan 3) gunung tipe C sebanyak 21 (Susila et al.,
2020). Dalam penanggulangan bencana letusan gunung api dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu persiapan sebelum terjadi letusan, saat
terjadi letusan dan sesudah terjadi letusan (Qudwatunna, 2019):
Permasalahan kesehatan akibat bencana beragam, termasuk
meningkatnya potensi kejadian penyakit menular maupun penyakit
tidak menular, permasalahan kesehatan Iingkungan dan sanitasi
serta kesehatan reproduksi perempuan dan pasangan

3.2 Saran

Demikianlah pokok dari makalah yang dapat kami sampaikan,


besar harapan kami tulisan ini dapat bermanfaat untuk khalayak
banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, penyusun
menyadari bahwa tulisan kami masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar tulisan
ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi. Sebaiknya pengetahuan
mitigasi dan manajemen resiko tentang bencana alam gunung meletus
ditanamkan sejak kecil dengan tujuan untuk melindungi diri sendiri
dari ancaman gunung meletus terutama pada daerah resiko tinggi, dan
mampu mengatasi kepanikan saat terjadinya gunung meletus. Sehingga

13
menciptakan generasi yang tanggap bencana serta berguna bagi nusa
dan bangsa.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bireuen, K., Husna, C., & Azhari, A. P. (2021). Analisis Kompetensi Respon
Bencana Pada Perawat Di Puskesmas Kabupaten Bireuen, Aceh. Jurnal Ilmu
Keperawatan Medikal Bedah, 4(1), 69–83.
https://doi.org/10.32584/jikmb.v4i1.893

Ernawati, D., Mustikasari, & Panjaitan, R. U. (2020). Gambaran Post Traumatic


Stress Disorder pada Korban Bencana Alam Post Erupsi Merapi Satu
Dekade. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 03(02), 101–112.

Husna, K. (2020). Nilai-nilai Pembelajaran Mitigasi Bencana Alam Gunung


Meletus Dalam Buku" Aku Tahu Gunung Meletus". Repository.Uinjkt.Ac.Id.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/54859

Nurhidayati, I., Harmaranani, S. S. T., & Sulistyowati, A. D. (2018).


GAMBARAN KESIAPSIAGAAN LANSIA PADA LETUSAN GUNUNG
BERAPI. 1–25. http://repository.stikesmukla.ac.id/1096/1/JURNAL 3
2018.pdf

Qudwatunna, A. H. (2019). PERANCANGAN ILUSTRASI UNTUK BUKU


ENSIKLOPEDIA TENTANG GUNUNG MELETUS [Universitas Pasundan].
http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/41746

Saputra, E. (2019). Manajemen Bencana. Academia.Edu.


https://www.academia.edu/38231807/MANAJEMEN_KEBENCANAAN

Soekardi, R., Sukismanto, & Dewi, E. C. (2021). Pendidikan Kesiapsiagaan


Menghadapi Bencana Gunung Meletus. Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Masyarakat Indonesia, 1(2), 83–89.

Susila, I. M. D. P., Sawitri, I. G. A. M. D., & Dewi, S. P. A. A. P. (2020). Paparan


Abu Vulkanik Letusan Gunung Agung Dengan Kejadian Ispa. Jurnal Ilmiah
PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery,
Environment, Dentist), 15(3), 550–555.
https://doi.org/10.36911/pannmed.v15i3.899

Widayatun, & Fatoni, Z. (2013). Permasalahan Kesehatan dalam Kondisi

15
Bencana:Peran Petugas Kesehatan dan Partisipasi Masyarakat (Health
Problems in a Disaster Situation : the Role of Health Personnels and
Community Participation). Jurnal Kependudukan Indonesia, 8(1), 37–52.
https://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/download/21/15

Yulianto, S., Apriyadi, R. K., Aprilyanto, A., Winugroho, T., Ponangsera, I. S., &
Wilopo, W. (2021). Histori Bencana dan Penanggulangannya di Indonesia
Ditinjau Dari Perspektif Keamanan Nasional. PENDIPA Journal of Science
Education, 5(2), 180–187. https://doi.org/10.33369/pendipa.5.2.180-187

16

Anda mungkin juga menyukai