Anda di halaman 1dari 21

PENGELOLAAN KEGAWATDARURATAN BENCANA GUNUNG

MELETUS

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Manajemen Bencana
yang dibina oleh Bapak Marsaid S. Kep., Ns., M. Kep

Kelompok 1 :
1. Bima Ariyu Putra Anggutar (P17211217137)
2. Ismi Malikka Isnaini (P17211217139)
3. Khairun Nisa Oktafiani (P17211217142)
4. Balkizta Putri Nadia (P17211217156)
5. Titin Masfi’ah (P17211217158)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


PRODI DIV KEPERAWATAN MALANG
RINTISAN KELAS INTERNASIONAL
Oktober 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan penduhulan dan asuhan keperawatan yang
berjudul Pengelolaan Kegawatdaruratan Bencana Gunung Meletus.

Adapun tujuan dari penulisan laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini adalah untuk
memenuhi tugas Bapak Marsaid S. Kep., Ns., M. Kep pada mata kuliah Manajemen Bencana.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengelolaan
kegawatdaruratan pada bencana gunung meletus bagi pembaca dan bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Marsaid S. Kep., Ns., M. Kep selaku dosen
mata kuliah Manajemen Bencana yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
wawasan dan pengetahuan sesuai bidang studi yang kami tekuni.

Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari
bahwa makalah yang kami buat ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 21 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................2
BAB III....................................................................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................4

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gunung Meletus adalah salah satu fenomena alam yang paling menakjubkan namun
berpotensi menimbulkan bencana di Bumi. Peristiwa gunung meletus ditandai dengan
keluarnya lelehan batuan, abu, dan gas dari bawah kerak bumi, memiliki kekuatan untuk
membentuk kembali bentang alam, mengganggu ekosistem, dan berdampak besar pada
komunitas manusia. Cakupan dan intensitas letusan gunung berapi sangat bervariasi,
menjadikannya tantangan yang unik dan kompleks bagi para profesional manajemen
darurat. Makalah ini bertujuan untuk mempelajari bidang penting manajemen darurat
terkait bencana letusan gunung berapi, mengeksplorasi strategi, tantangan, dan praktik
terbaik yang merupakan bagian integral dalam menjaga kehidupan manusia, properti, dan
lingkungan.

Letusan gunung berapi telah terjadi sepanjang sejarah geologi bumi, dan saat ini, lebih
dari 1.500 gunung berapi yang berpotensi aktif tersebar di seluruh dunia, banyak di
antaranya terletak di dekat kawasan berpenduduk. Meskipun beberapa letusan relatif
ringan dan dampak sosialnya minimal, letusan lainnya dapat menimbulkan berbagai
bahaya, termasuk aliran piroklastik, aliran lava, hujan abu, dan gas vulkanik, yang
masing-masing dapat menyebabkan kerusakan luas dan membahayakan keselamatan
masyarakat. Letusan gunung berapi yang tidak dapat diprediksi menambah kompleksitas
manajemen darurat, karena strategi respons yang tepat waktu dan efektif sangat penting
dalam memitigasi konsekuensi terkait bencana.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami bencana gunung meletus
paling banyak. Hal ini dikarenakan letak geografis Indonesia yang berada di pertemuan
lempeng – lempeng dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Indonesia
juga merupakan negara yang terletak pada jalur ring of fire yang adalah jalur rangkaian
gunung api aktif sehingga membuat Indonesia rawan terjadi bencana gunung meletus
(Rondonuwu, 2020). Menurut BNPB tahun 2023, terdapat sekitar 136 kejadian gunung
meletus di Indonesia.

Setelah terjadi letusan gunung berapi, manajemen darurat mencakup serangkaian


kegiatan, mulai dari kesiapsiagaan proaktif dan sistem peringatan dini hingga respons
cepat, upaya pemulihan, dan perencanaan mitigasi jangka panjang. Upaya multifaset ini

1
memerlukan kolaborasi yang era tantara lembaga pemerintah, pakar ilmiah, masyarakat
lokal, dan organisasi non-pemerintah. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi
kerentanan masyarakat yang terpapar dan memastikan bahwa masyarakat yang terkena
dampak dapat beradaptasi dan pulih dalam menghadapi ancaman gunung berapi.

Makalah ini berupaya memberikan gambaran komprehensif mengenai manajemen


darurat bencana letusan gunung berapi, mengeksplorasi prinsip-prinsip inti dan praktik
yang mendasari persiapan, respons, pemulihan, dan mitigasi letusan gunung berapi.
Kami akan mengkaji peran penting penilaian risiko, perencanaan darurat, pendidikan
publik, dan kolaborasi antar disiplin ilmu dalam mempersiapkan bencana gunung berapi.
Selain itu, kami akan mengeksplorasi penerapan sistem peringatan dini, prosedur
evakuasi, dan alokasi sumber daya selama fase respons. Pentingnya penilaian kerusakan,
rehabilitasi, dukungan psikologis, dan perencanaan jangka panjang dalam upaya
pemulihan juga akan dibahas.

Di era yang ditandai dengan peningkatan populasi global dan perluasan komunitas ke
wilayah rawan gunung berapi, pemahaman dan penerapan langkah-langkah manajemen
darurat yang efektif terhadap bencana letusan gunung berapi menjadi lebih penting dari
sebelumnya. Makalah ini berfungsi sebagai panduan bagi para pembuat kebijakan,
petugas tanggap darurat, ilmuwan, dan masyarakat yang peduli, menyoroti strategi dan
praktik yang penting untuk menjaga kehidupan manusia dan memastikan ketahanan
masyarakat dalam menghadapi salah satu kekuatan alam paling kuat di bumi: letusan
gunung berapi.

1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara pengelolaan
kegawatdaruratan pada bencana gunung meletus dan peran perawat di dalamnya.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Masyarakat
Makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan masyarakat umum
mengenai bencana gunung meletus dan bagaimana pengelolaannya selama
terjadinya bencana.
1.3.2 Bagi Perawat
Makalah ini bermanfaat bagi perawat maupun calon perawat sebagai penambah
wawasan dalam manajemen bencana saat terjadi gunung meletus.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Bencana


Peristiwa yg terjadi secara mendadak/tidak terencana atau secara perlahan tetapi
berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan
ekosistem, sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan
menyelamatkan korban yaitu manusia dan lingkungannya (KEMENKES RI no :
145/MENKES/SK/I/2007).

2.2 Gunung Meletus


2.2.1 Definisi Gunung Meletus
Gunung merupakan bentuk muka bumi yang menonjol dari rupa bumi di sekitar.
Gunung biasanya lebih tinggi dan curam dibandingkan bukit. Gunung dan
pegunungan terbentuk karena pergerakan kerak bumi yang menjulang naik. Jika
kedua kerak bumi menjulang naik, pegunungan dihasilkan, sebaliknya jika salah
satu kerak bumi terlipat bawah kerak yang lain, gunung berapi terbentuk.

Gunung meletus adalah peristiwa alam dimana endapan magma yang berada di
dalam perut bumi didorong keluar oleh gas yang mempunyai tekanan tinggi.
Gunung meletus merupakan gejala alam vulkanik. Magma adalah cairan pijar yang
terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan
lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu
lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung berapi yang
membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih,
sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km. Tidak semua
gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung
berapi aktif.

2.2.2 Jenis Gunung


1) Gunung Aktif
Gunung api yang masih bekerja yang kawahnya selalu mengeluarkan asap,
gempa, dan letusan. Misalnya Gunung Stromboli .Gunung berapi terbentuk oleh
lapisan material yang keluar dari perut bumi. Gunung berapi yang masih hidup
atau aktif gejala yang tampak adalah timbulnya ledakan atau letusan. Kegiatan
gunung berapi diawasi oleh Jawatan Geologi. Jawatan ini memiliki alat pencatat

3
gempa bumi yang disebut seismograf. Beberapa bentuk gunung api, yaitu :
gunung api kerucut (strato), gunung api Landai (Maar) dan gunung api Perisai
(tameng). Bentuk ini dipengaruhi oleh letak dapur magma dan sifat magma yang
keluar dari perut bumi.
2) Gunung Tidak Berapi

Gunung tidak berapi merupakan gunung yang sudah tidak aktif lagi. Gunung
tidak berapi sangat kecil kemungkinan untuk meletus. Gunung tidak berapi
sering juga disebut gunung mati. Contoh gunung tidak berapi adalah Gunung
Muria (Jawa Tengah), Gunung Tambora (NTB), dan Gunung Melawan
(Kalimantan Tengah).

2.2.3 Tanda Gunung Meletus


a. Suhu di sekitar gunung naik. Hal ini menunjukkan terjadu kenaikan aktifitas
Merapi.
b. Mata air menjadi kering.
c. Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa)
d. Tumbuhan di sekitar gunung layu

2.2.4 Penyebab Gunung Meletus


Gunung meletus, terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang
didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Dari letusan-letusan seperti inilah
gunung berapi terbentuk. Letusannya yang membawa abu dan batu menyembur
dengan keras sejauh radius 18 km atau lebih, sedang lavanya bisa membanjiri
daerah sejauh radius 90 km. Letusan gunung berapi bisa menimbulkan korban jiwa
dan harta benda yang besar sampai ribuan kilometer jauhnya dan bahkan bias
mempengaruhi putaran iklim di bumi ini. Hasil letusan gunung berapi :

1) Gas vulkanik
2) Lava dan aliran pasir serta batu panas
3) Lahar
4) Tanah longsor
5) Gempa bumi
6) Abuletusan
7) Awan panas (Piroklastik)

2.2.5 Dampak Gunung Meletus

Dampak dari abu gunung merapi yaitu berbagai jenis gas seperti Sulfur Dioksid
a (SO2), gas Hidrogen Sulfida (H2S), Nitrogen Dioksida (NO2), serta debu dalam
bentuk partikel debu (Total Suspended Particulate atau Particulate Matter).

4
a. Kecelakaan lalu lintas akibat jalan berdebu licin, jatuh karena panik, serta maka
nan yang terkontaminasi, dan lain-lain.
b. Banyak dari penduduk, terutama sekitar Gunung Merapi yang kehilanganpekerj
aan rutin kesehariannya.
c. Timbulnya penyakit pada korban seperti ISPA
d. 64 desa di Sleman dan puluhan desa di Magelang serta Klaten porak poranda. B
ahkan, desa tersebut dinyatakan tertutup karena berada di zona yang tidak aman.
Sebagian desa sudah tertutup debu vulkanik dengan ketebalan hingga satu meter.
e. Hujan debu dari Merapi juga meluas dan membatasi jarak pandang. Lalu lintas,
baik darat maupun udara, mulai terganggu. Bahkan, penerbangan dari dan ke Yo
gyakarta ditutup sementara waktu.
f. Dan terjadi pula kebakaran hutan karena terkena laharnya.
g. Banyak dalam sektor pertanian terganggu akibat bencana ini yang menyebabkan
pendapatan bisnis para petani menurun drastis.
h. Di sektor perikanan terjadi kerugian sekitar 1.272 ton.
i. Di sektor pariwisata, kunjungan wisatawan berkurang sehingga menyebabkan ti
ngkat hunian hotel yang tadinya 70 persen turun menjadi 30 persen.
Sehingga dapat dikatakan Meletusnya Merapi ini mengakibatkan dampak yang s
angat besar bagi Indonesia.

Selain itu, gunung meletus juga menyebabkan dampak positif. Meskipun untuk l
etusan Merapi ini dampak tersebut belum terlihat secara signifikan tapi ada hal yan
g dapat dijadikan dampak positive dalam bencana ini yaitu :
a. Penambang pasir mendapat pekerjaan baru yaitu bekerja untuk mendapat pasir d
i pinggiran aliran lahar dingin.
b. Hasil muntahan vulkanik bagi lahan pertanian dapat menyuburkan tanah, namun
dampak ini hanya dirasakan oleh penduduk sekitar gunung.
c. Bahan material vulkanik berupa pasir dan batu dapat digunakan sebagaibahan
material yang berfungsi untuk bahan bangunan, dan lain-lain.
2.3 Peran Perawat dalam Tanggap Bencana
2.3.1 Peran Perawat pada Pra-Bencana
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penan
ggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.

5
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi lingkungan, p
alang merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam membe
rikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada
masyarakat.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapa
n masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut.
1) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluar
ga yang lain.
3) Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaa
n makanan dan penggunaan air yang aman.
4) Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat sep
erti dinas kebakaran, rumah sakit, dan ambulans.
5) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko
bencana.
6) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian
seperlunya, radio portable, senter beserta baterainya dan lainnya.
7) Bersama tim dokter, menyiapkan kebutuhan rumah sakit lapangan dan tim ambu
lans
8) Berdiskusi bersama tim dokter tentang penyakit yang timbul akibat bencana sehi
ngga dapat mempersiapkan obat-obatan/alat kesehatan yang sesuai.
2.3.2 Peran Perawat dalam Intra Bencana:
1) Bertindak cepat
2) Melakukan pertolongan pertama
3) Menentukan status korban berdasarkan triase
4) Merujuk pasien segera yang memerlukan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
5) Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti, de
ngan maksud memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.
6) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.
7) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan (coordination and create leadershi
p).
8) Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat mendiskusikan d
an merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan
pertama.

6
Peran perawat pada pasca bencana menurut Feri dan Makhfudli (2009) adalah p
erawat berkerja sama dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan bantuan kes
ehatan kepada korban seperti pemeriksaan fisik, wound care secara menyeluruh da
n merata pada daerah terjadi bencana. Saat terjadi stres psikologis yang terjadi dapa
t terus berkembang hingga terjadi post-traumatic stress disorder (PTSD) yang meru
pakan sindrom dengan tiga kriteria utama yaitu trauma pasti dapat dikenali, individ
u mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-
peristiwa yang memacunya dan individu akan menunjukkan gangguan fisik, peraw
at dapat berperan sebagai konseling.

Tidak hanya itu perawat bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerj
a sama dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pasca-
gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman.
Selain itu Perawat dapat melakukan pelatihan-pelatihan keterampilan yang difasilit
asi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang it
u. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu memba
ngun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang dimilikinya.

2.4 Pengelolaan Kegawatdaruratan Bencana 4C


2.3.1 Command
Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana adalah suatu sistem penanganan
darurat bencana yang digunakan oleh semua instansi/lembaga dengan
mengintegrasikan pemanfaatan sumberdaya manusia, peralatan dan anggaran.

Komando Tanggap Darurat Bencana adalah organisasi penanganan tanggap


darurat bencana yang dipimpin oleh seorang Komandan Tanggap Darurat Bencana
dan dibantu oleh Staf Komando dan Staf Umum, memiliki struktur organisasi
standar yang menganut satu komando dengan mata rantai dan garis komando yang
jelas dan memiliki satu kesatuan komando dalam mengkoordinasikan
instansi/lembaga/organisasi terkait untuk pengerahan sumberdaya.

Sistematika Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana ini disusun dengan


sistematika sebagai berikut:

1) Pendahuluan
2) Tahapan pembentukan komando tanggap darurat bencana

7
3) Organisasi dan tata kerja komando tanggap darurat bencana
4) Pola penyelenggaran sistem komando tanggap darurat bencana
5) Evaluasi dan pelaporan
6) Penutup.

Tahapan pembentukan komando tanggap darurat bencana dibawah ini adalah:

1) Informasi Kejadian Awal


2) Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC)
3) Penetapan Status/Tingkat Bencana
4) Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana

2.3.2 Coordinator
Koordinasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal
mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang
akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur. Dalam pengertian
lain, koordinasi merupakan usaha untuk mengharmoniskan atau menserasikan
seluruh kegiatan sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Keharmonisan
dan keserasian selalu diciptakan baik terhadap tugas-tugas yang bersifat teknis,
komersial, finansial, personalia maupun administrasi.

Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa kegiatan koordinasi


merupakan salah satu fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Unsur
pelaksana juga melaksanakan fungsi komando dan sebagai pelaksana dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Menurut Handayaningrat (2005), koordinasi mempunyai ciri-ciri sebagai


berikut:

1) Bahwa tanggungjawab koordinasi adalah terletak pada pimpinan.


Koordinasi adalah merupakan tugas pimpinan. Koordinasi sering
disamakan dengan kata koperasi yang sebenarnya mempunyai arti yang
berbeda. Pimpinan tidak mungkin mengadakan koordinasi apabila tidak
melakukan kerjasama. Kerjasama merupakan suatu syarat yang sangat
penting dalam membantu pelaksanaan koordinasi.

8
2) Adanya proses (continues process). Karena koordinasi adalah pekerjaan
pimpinan yang bersifat berkesinambungan dan harus dikembangkan
sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik.
3) Pengaturan secara teratur usaha kelompok. Koordinasi adalah konsep yang
ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, sejumlah
individu yang bekerjasama, dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha
kelompok yang sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam
melaksanakan kegiatan organisasi. Adanya tumpang tindih, kekaburan
dalam tugas-tugas pekerjaan merupakan pertanda kurang sempurnanya
koordinasi.
4) Konsep kesatuan tindakan adalah merupakan inti dari koordinasi. Kesatuan
usaha, berarti bahwa harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha tiap
kegiatan individu sehingga terdapat keserasian di dalam mencapai hasil.
5) Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama, kesatuan dari usaha meminta
suatu pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan
tujuan sebagai kelompok kerja.

2.3.3 Control
Control dalam bencana berbentuk pengawasan dan Pelaporan Penanggulangan
Bencana.

1) Pengawasan Pengawasan terhadap seluruh proses penanggulangan bencana


dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
2) Pemantauan dan pelaporan dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah serta instansi terkait.
3) Setelah kegiatan selesai, yaitu setelah selesainya status menimbang, Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 32 keadaan
darurat, pengelola bantuan Dana Siap Pakai harus melaporkan semua kegiatan
dan laporan pertanggung jawaban keuangan kepada Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.
4) Kegiatan pengawasan yang dimaksud adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengurangi atau menghindari masalah yang berhubungan dengan
penyalahgunaan wewenang dan segala bentuk penyimpangan lainnya, yang
dapat berakibat pada pemborosan keuangan negara.

9
5) Badan Nasional Penanggulangan Bencana bersama dengan instansi/lembaga
terkait secara selektif memantau pelaksanaan penggunaan Dana Siap Pakai
mulai dari proses pelaksanaan administrasi sampai dengan fisik kegiatan.
6) Pemantauan terhadap penggunaan Dana Siap Pakai di daerah dilakukan oleh
pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
bersama dengan pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur/Kepala BPBD tingkat
Provinsi dan Bupati/Walikota/Ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah
tingkat Kabupaten/Kota.

2.3.4 Communication
Tahapan komunikasi dalam bencana:

1) Pada tahap sebelum kejadian bencana maka aspek komunikasi akan mencakup
informasi yang akurat, koordinasi dan aspek kerjasama terutama kepada
masyarakat yang rentan atas peristiwa bencana.
2) Pada tahap kejadian bencana keempat aspek : komunikasi, informasi, kerjasama
dan koordinasi merupakan kunci sukses penangana bencana, terutama untuk
penanganan korban dan menghindari resiko lebih lanjut.

Pada tahap setelah bencana rekonstruksi dan pemulihan pasca situasi bencana
adalah tahap penting untuk membangun kembali korban bencana dan memastikan
untuk mengurangi resiko apabila terjadi peristiwa serupa dikemudian hari. Dan
yang sangat penting adalah mitigasi, dalam tahapan ini, seluruh potensi komunikasi
menjadi penting untuk memastikan pencegahan dan pengurangan resiko, yang
tentu pendekatan yang tepat adalah konprehensif, sistemik dan terintegrasi antar
lembaga, komponen maupun stakeholder yang ada.

10
BAB III
STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Studi Kasus


Gunung Semeru mengalami letusan atau erupsi puluhan kali sejak statusnya ditingkat
kan dari 'Siaga' menjadi 'Awas' atau dari Level III menjadi Level IV oleh Pusat Vulkanol
ogi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada hari minggu, 4 desember 2022

Pada Senin, 5 desember 2022 petugas Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Semeru,
Mukdas Sofian, menyebut terjadi hampir 30 kali letusan atau erupsi pada periode penga
matan pukul 00.00-06.00 WIB. Lebih dari 2.000 warga mengungsi menyusul meletusnya
Gunung Semeru di Jawa Timur, hari Minggu yang mengeluarkan awan panas dan lava ke
kawasan-kawasan di sekitarnya.
3.2 Pengelolaan Kegawatdaruratan
3.2.1 Command
Terbentuknya Komando Tanggap Darurat Bencana meliputi tahapan yang terdir
i dari:
– Informasi Kejadian Awal
– Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC)
– Penetapan Status/Tingkat Bencana
– Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana
1. Informasi Kejadian Awal
a. Apa : Gunung semeru meletus
b. Bilamana : Minggu, 4 Desember 2022
c. Dimana : Kabupaten Lumajang, Jawa Timur
d. Berapa : 50 korban jiwa, ribuan rumah rusak, jembatan penghubung lumajan
g-malang rusak.
e. Penyebab : Erupsi gunung semeru
f. Bagaimana : upaya yang telah dilakukan yaitu, Badan Penanggulangan Benc
ana Daerah (BPBD) Jawa Timur memfasilitasi sebanyak 2.219 jiwa di pengu
ngsian, rujukan layanan kesehatan di puskesmas pasirian, himbauan Masyara
kat untuk tidak beraktivitas dalam radius lima kilometer dari kawah atau pun
cak Semeru.
2. Penugasan TRC
Dari informasi kejadian awal yang diperoleh, BNPB dan BPBD menugaskan
Tim Reaksi Cepat (TRC) tanggap darurat bencana, untuk melaksanakan tugas p

11
engkajian secara cepat, tepat, dan dampak bencana, serta serta memberikan duk
ungan pendampingan dalam rangka penanganan darurat bencana.
3. Penetapan Status/Tingkat Bencana
– Bupati Lumajang Thoriqul Haq menetapkan status tanggap darurat terkait p
enanganan bencana Gunung Semeru erupsi di kabupaten tersebut.
– Tindak lanjut dari penetapan status/tingkat bencana oleh bupati lumajang,
maka kepala BNPB Abdul Muhari dengan kewenangannya menunjuk koma
ndo Danrem 083 Baladhika Jaya, wakil komandan yakni Danyoninf 527, w
akil komandan II dengan Kapolres Lumajang dan Sekretaris Kepala Pelaksa
na Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang.
4. Struktur organisasi komando tanggap darurat terdiri atas Komandan yang dibant
u oleh staf komando dan staf umum, secara lengkap terdiri dari: Pembentukan
Komando Tanggap Darurat Bencana
Kepala BNPB bencana dan tingkat kewenangannya :
a. Mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Komando Tanggap Darurat Be
ncana.
b. Melaksanakan mobilisasi sumberdaya manusia, peralatan dan logistik serta d
ana dari instansi/lembaga terkait dan/atau masyarakat.
c. Meresmikan pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana.

0. Komandan Tanggap Darurat Bencana : Danrem 083 Baladhika Jaya


a. Wakil Komandan Tanggap Darurat Bencana : Kapolres Lumajang
b. Staf Komando:
1. Sekertariat : Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lumajang dan Kepala Bada
n Pengelola Keuangan Daerah
2. Hubungan Masyarakat :
– Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda
– Kepala Dinas Kominfo
– Panrem 083 Baladhika Jaya
– Kasi Humas Polres Lumajang
– Supervisor Pusdalops PB BPBD Kabupaten Lumajang
3. Keselamatan dan Keamanan
– Satpol PP Kabupaten Lumajang
– TNI

12
– POLRI
4. Perwakilan instansi/lembaga
– BNPB
– PVMBG
– Kementrian PU
– Kementrian Sosial
– PSDA
– BBWS
– BPBD Provinsi Jawa Timur
c. Staf Umum:
1. Bidang Operasi
– Kabag Ops Polres Lumajang
– Pasi Ops Kodim 0821 Lumajang
2. Bidang Perencanaan
– Asisten Administrasi Sekda
– Kepala Bappeda Kabupaten Lumajang
– Kabeg Ren Polres Lumajang
3. Bidang Logistik dan Peralatan : Kepala Bidang Pencegahan, Kesiapsiagaa
n dan Logistik BPBD Kabupaten Lumajang
4. Bidang Administrasi Keuangan
– Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekda
– Sekertaris BPBD Kabupaten Lumajang
3.2.2 Coordination
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi, Hendr
a Gunawan mengatakan oleh karena masih adanya guguran awan panas atas level
'awas' Gunung Semeru tersebut, Hendra mengimbau kepada masyarakat untuk tida
k beraktivitas di dalam radius 8 Kilo meter (Km) dari puncak. Dan secara sektoral
kearah tenggara sejauh 19 km (searah aliran besuk Kobokan dan Kali Lanang).

Badan Geologi memberikan rekomendasi atas aktivitas Gunung Semeru, diant


aranya:

1. Mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi melalui Pusat Vu


lkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

13
2. Tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobok
an, sejauh 17 km dari puncak (pusat erupsi). Di luar jarak tersebut, masyarakat ti
dak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sunga
i) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan pana
s dan aliran lahar hingga 19 km.
3. Tidak beraktivitas dalam radius 8 Km dari kawah/puncak Gunung Api Semeru k
arena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar).
4. Mewaspadai potensi awan panas guguran (APG), guguran lava, dan lahar di sep
anjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Api Semeru, teruta
ma sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, Besuk Sat dan Kali
Lanang serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sunga
i dari Besuk Kobokan.
5. Agar masyarakat tidak terpancing oleh berita-berita yang tidak bertanggungjawa
b mengenai aktivitas Gunung Api Semeru,dan mengikuti arahan dari Instansi ya
ng berwenang yakni Badan Geologi yang akan terus melakukan koordinasi deng
an BNPB dan K/L, Pemda, dan instansi terkait lainnya.
3.2.3 Control
Kontrol penyebaran arus informasi merupakan hal yang sangat penting dan haru
s menjadi bagian yang komprehensif dari penanganan gawat darurat dan rencana p
ersiapan penanganan bencana. Pada intinya, saat ini adalah penting untuk mengontr
ol arus informasi yang disampaikan akan mempengaruhi kehidupan perusahaan ber
ikutnya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengimbau agar mas


yarakat tak menimbulkan infodemik terkait bencana guguran Gunung Semeru, Kab
upaten Lumajang, Jawa Timur.

"Mari kita bersama-sama, jangan semakin menyulitkan publik yang sulit dengan
info yang sifatnya infodemik dan tidak benar," ujar Direktur Pengelolaan Media, D
irektorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunika
si dan Informatika (Kominfo) Nursodik Gunarjo dalam konferensi pers yang diikut
i secara daring di Jakarta, Senin. Nursodik mengatakan sebaiknya masyarakat men
yebarkan informasi menyejukkan, menimbulkan semangat bagi korban bencana gu
guran Gunung Semeru. "Mari lebih banyak menyampaikan informasi yang menena

14
ngkan publik dan petunjuk untuk menghadapi situasi semacam ini, dan informasi s
ecara jelas dan benar dalam situasi tanggap darurat," ujar dia.

Penyebaran informasi tersebut, menurut Nur Sodik, memerlukan bantuan dari p


ers, maupun masyarakat yang dalam hal ini telah menjadi media itu sendiri. Nursod
ik mengharapkan penyebaran informasi bencana Gunung Semeru dapat menggerak
kan partisipasi masyarakat lainnya untuk mengulurkan bantuan. Sesuai tugas dan f
ungsi Kemkominfo untuk menyampaikan apa yang telah dilakukan pemerintah terh
adap penanganan bencana Semeru, Nursodik mengatakan pihaknya memerlukan w
aktu untuk membangun media center yang representatif. "Kami perlu waktu untuk
membangun media center yang representatif. Untuk sementara media center yang a
da adalah fungsional, meski menjadi satu dengan tenda BNPB tetapi dari fungsinya,
fakta, info dan data akan terus kita sebarkan melalui media center," kata dia pula.

Terkini, Nursodik menyampaikan aksesibilitas komunikasi yang sempat terputu


s akibat mati listrik, akan segera bangkit seiring menyalanya listrik dari PLN dalam
waktu dekat. Dalam hal ini kawan Bakti Kominfo juga memantau dan melaksanaka
n perbaikan.

3.2.4 Communication
Mengkomunikasikan suatu informasi tentang bencana yang berharga kepada pu
blik merupakan hal yang utama dalam “risk management”. Publik perlu tahu tenta
ng bahaya dan risiko yang akan mereka hadapi, sehingga mereka bisa melakukan p
ersiapan-persiapan yang diperlukan. Tanpa pengetahuan yang cukup, mereka akan
sulit melakukan persiapan tersebut. Oleh karena itu sekarang digalakkan pelatihan
untuk masalah komunikasi ini, tidak hanya masalah kesehatan namun juga untuk m
asalah bencana.

Pada masa pra bencana atau peristiwa sebelum terjadinya bencana bidang pence
gahan dan kesiapsiagaan telah melakukan sosialisasi dan edukasi ke tiap tiap desa r
awan bencana di Lumajang. Desa Supiturang di daerah Lumajang merupakan salah
satu dari beberapa daerah yang terdampak dari erupsi Gunung Semeru. Sosialisasi
mengenai bencana pun telah diberikan kepada masyarakat dari BPBD Lumajang.

Komunikasi pihak BPBD dengan masyarakat merupakan bentuk edukasi dan so


sialisasi yang dilakukan sebagai upaya peningkatan kapasitas masyarakat agar lebi

15
h tangguh menghadapi bencana. Kegiatan itu juga diisi dengan adaptasi bencana gu
nung berapi oleh perwakilan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Pada saat pra bencana, masyarakat diajak untuk mengikuti sosialisasi dan eduka
si guna mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana. Hal ini dibenarkan oleh sa
lah satu warga yang terdampak erupsi Gunung Semeru yaitu Gede :

“pas belum erupsi itu, kita udah dihimbau dan diajarkan untuk menghadapi erup
si. Kita juga dibagikan masker supaya abu erupsi tidak mengganggu kesehatan”.

Pernyataan lain juga diungkapkan oleh Putu:

“waktu itu ada sosialisasi dari mereka (BPBD) gimana menghadapi bencana. W
arga ada yang ikut ada yang enggak, jadi perwakilan”.

Berdasarkan pernyataan diatas, BPBD Provinsi Jawa Timur telah melakukan pr


ogram pada kegiatan pra bencana yakni edukasi dan sosialisasi dalam menghadapi
bencana.

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penanggulangan darurat bencana letusan gunung berapi merupakan upaya
multidisiplin yang memerlukan kerja sama antara lembaga pemerintah, pakar ilmiah, dan
masyarakat lokal. Strategi kesiapsiagaan, respons, pemulihan, dan mitigasi yang efektif
dapat secara signifikan mengurangi dampak letusan gunung berapi dan membantu
melindungi nyawa dan harta benda. Edukasi masyarakat, sistem peringatan dini, dan
kolaborasi berkelanjutan merupakan elemen penting dalam upaya keberhasilan
penanganan darurat letusan gunung berapi.

4.2 Saran
Bencana gunung meletus merupakan suatu tantangan yang unik dan kompleks dalam
hal manajemen bencana. Terdapat beberapa saran yang kami berikan dalam hal
meningkatkan efektifitas dan keefisienan manajemen bencana khususnya dalam bencana
gunung meletus, antaralain :

a. Meningkatkan serta memperbaiki pengkajian resiko dan Early Warning System


(EWS) dengan cara berinvestasi pada teknologi terkini yang lebih mutakhir, seperti
satellite-based remote sensing dan ground-based sensor yang bertujuan untuk
mendeteksi aktivitas gunung berapi serta dapat memberikan peringatan lebih tepat
waktu
b. Melibatkan masyarakat dalam mengembangkan program pendidikan serta upaya
kesiapsiagaan gunung meletus seperti membuat rencana evakuasi, memberi
perlengkapan pasokan bencana, hingga membangun jaringan komunikasi khususnya
di daerah terpencil
c.

17
DAFTAR PUSTAKA

Rondonuwu, R. H. S., Tandiayuk, M., & Tuegeh, J. (2020). Kesiapsiagaan Masyarakat


Daerah Rawan Bencana Gunung Meletus Melalui Pengetahuan dan Keterampilan
Balut Bidai Pada Luka Trauma di desa Wioi dan Tumaratas Dua Sulawesi
Utara. Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar, 15(2), 262-271.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2023). Profil Bencana Indonesia.


https://dibi.bnpb.go.id/ (di akses pada tanggal 21 oktober 2023)

18

Anda mungkin juga menyukai