Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN BENCANA ALAM

GUNUNG MELETUS

Disusun Oleh:

Indah Ayu Permata Sari

(151100291)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2018/2019


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


BAB I ...................................................................................................................... 1
LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1
A. Pendahuluan ........................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
A. Definisi ..................................................................................................... 4
B. Patofisiologi ............................................................................................. 5
C. Peran Perawat Dalam Tanggap Bencana ............................................ 6
BAB III ................................................................................................................... 9
ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................... 9
A. Pengkajian ............................................................................................... 9
B. Asuhan Keperawatan ........................................................................... 10
C. Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 11
D. Rencana Keperawatan ......................................................................... 12
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ......................................... 15

ii
BAB I

LATAR BELAKANG

A. Pendahuluan
Berbagai negara yang tercakup pada satu planet yang bernama bumi
memiliki kemungkinan untuk terjadinya berbagai bencana alam mengingat
beberapa struktur lapisan yang membentuk bumi mengakibatkan
perubahan, pergeseran ataupun kerusakan yang berdampak pada suatu
fenomena ataupun peristiwa yang menganggu penghidupan atau
kehidupan seluruh komunitas ataupun populasi yang menempati wilayah
di suatu Negara.
Bencana alam terbagi atas bencana yang disengaja maupun
disengaja, Bencana alam yang disengaja merupakan bencana yang terjadi
atas perilaku manusia yang mengganggu ekosistem alam seperti
masyarakat yang berada pada suatu daerah yang memiliki pola perilaku
tidak disiplin dan bertanggung jawab dengan membuang sampah
sembarangan dan membiarkannya tanpa mengolah dan mengacu pada
prinsip 3R, serta bencana yang tidak disengaja merupakan bencana yang
disebabkan karena rusaknya ekosistem akibat perubahan, pergesaran
struktur bumi. Seperti gempa bumi, tanah longsor, tsunami, hingga gunung
meletus yang tercatat telah memberikan sumbangsih terhadap penekanan
angka mortalitas.
Terutama peristiwa gunung meletus yang telah terjadi di Indonesia
seperi peristiwa gunung kelud, merapi, galunggung hingga Krakatau yang
telah menyebabkan perubahan iklim global dan menyebabkan gelapnya
dunia hingga kurun waktu 2 setengah hari akibat tertutupnya atmosfir oleh
debu vulkanis.
Secara geografis Indonesia dikepung oleh tiga lempeng dunia, yaitu
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik.
Sewaktu – waktu lempeng ini akan bergeser patah dan menimbulkan

1
gempa bumi. Akibatnya, tumbukan antarlempeng tektonik dapat
menghasilkan tsunami seperti yang terjadi di Aceh. Selain dikepung oleh
tiga lempeng dunia, Indonesia juga merupakan jalur The Pasific Ring of
Fire (Cincin Api Pasifik) yang merupakan rangkaian jalur gunung api
aktif.
Berbagai ancaman bencana alam yang datang tanpa dapat
direncanakan tersebut, masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah rawan
bencana seharusnya mempersiapkan diri menghadapi musibah dan
bencana alam sebagai upaya meminimalisasi jumlah korban.Salah satu
bentuk persiapan adalah mitigasi. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana
Salah satu bentuk penerapan mitigasi pada keadaan bencana sebagai
upaya meminimalisasi dampak musibah dapat dilihat dan diperhatikan
pada penanganan bencana Gunung Merapi pada tahun 2010.Upaya
mitigasi pemerintah adalah dengan membangun bungker – bungker di
sekitar daerah kaki gunung di wilayah Gunung Merapi, Yogyakarta.Selain
itu, pemerintah juga membangun instalasi sirine yang aktif pada saat
darurat untuk peringatan status awas atau siaga Gunung Merapi
sebagai early warning system (EWS). Sirine ini akan berdering sebagai
tanda bahwa masyarakat di sekitar kaki Gunung Merapi harus segera
mengungsi di tempat yang lebih aman pada jarak radius yang ditetapkan
oleh lembaga pemerintah, dalam hal ini BMG (Badan Meteorologi dan
Geofisika), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Geologi, dan Balai Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK). Di samping itu,
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana Gunung
Merapi juga perlu disiapkan antara lain sosialisasi kepada masyarakat yang
tinggal di sekitar rawan bencana Gunung Merapi. Latihan evakuasi,
persiapan dapur umum, manajemen tandu dan tenda, manajemen
pengungsi, dan koordinasi pemerintah desa adalah beberapa contoh

2
pelatihan bagi masyarakat sebagai upaya menghadapi bencana meletusnya
Gunung Merapi.
Makalah dan penulisan ini adalah untuk mengetahui upaya mitigasi
apa saja yang telah dipersiapkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat
yang tinggal di sekitar kaki gunung untuk menghadapi ancaman bencana
meletusnya Gunung Merapi. Penulisan ini juga diharapkan mampu melihat
kekurangan apa saja yang terdapat di lapangan sebagai upaya mitigasi
bencana Gunung Merapi di Yogyakarta. Selain itu, penulisan ini juga
diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai upaya
mitigasi yang baik, tepat, dan aman sehingga upaya yang terarah dan
terencana dapat meminimalisasi kerugian akibat bencana meletusnya
Gunung Merapi baik secara material maupun nonmaterial.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gunung merupakan bentuk muka bumi yang menonjol dari rupa
bumi di sekitar. Gunung biasanya lebih tinggi dan curam dibandingkan
bukit. Gunung dan pegunungan terbentuk karena pergerakan kerak bumi
yang menjulang naik. Jika kedua kerak bumi menjulang naik, pegunungan
dihasilkan, sebaliknya jika salah satu kerak bumi terlipat bawah kerak
yang lain, gunung berapi terbentuk.
Gunung adalah sebuah bentuk tanah yang menonjol di atas wilayah
sekitarnya. Sebuah gunung biasanya lebih tinggi dan curam dari sebuah
bukit, tetapi ada kesamaaan, dan penggunaan sering tergantung dari adat
lokal.
Gunung meletus adalah peristiwa alam dimana endapan magma yang
berada di dalam perut bumi didorong keluar oleh gas yang mempunyai
tekanan tinggi. Gunung meletus merupakan gejala alam vulkanik.
Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat
endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang
bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam
lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih
dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava.
Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung
berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh
radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh
radius 90 km. Tidak semua gunung berapi sering meletus. Gunung berapi
yang sering meletus disebut gunung berapi aktif.
Gunung meletus adalah gunung yang memuntahkan materi-materi
dari dalam bumi seperti debu, awan panas, asap, kerikil, batu-batuan, lahar
panas, lahar dingin, magma, dan lain sebagainya. Gunung meletus

4
biasanya bisa diprediksi waktunya sehinggi korban jiwa dan harta benda
bisa diminimalisir.

B. Patofisiologi
Indonesia merupakan negara yang jumlah gunung apinya sangat
banyak. Tidak kurang dari 130 gunung api aktif atau 13-17% dari jumlah
seluruh gunung api yang ada di dunia, terdapat di Indonesia. Karena
banyaknya gunung api, maka Indonesia rawan dari bencana letusan
gunung api. Sejak tahun 1.000 tahun tercatat lebih dari 1.000 letusan dan
memakan korban manusia tidak kurang dari 175.000 jiwa. Letusan gunung
Tambora pada tahun 1815 dan gunung Krakatau pada tahun 1883
merupakan dua di antara letusan yang paling hebat yang telah memakan
banyak korban. Sekiranya kepadatan penduduk seperti sekarang, tentulah
letusan itu akan membawa bencana yang lebih besar. Selain membawa
bencana, gunung api merupakan sumber pembawa kemakmuran. Tanah
yang subur selalu menutupi tubuhnya .karena itu , penduduk selalu
tertarik untuk menetap dan mendekati gunungapi, walaupun tempat
tersebut diketahuinya berbahaya. Di sinilah terletak permasalahan
gunungapi di Indonesia, disatu pihak merupakan sumber bencana, tapi di
lain pihak merupakan sumber kesejahteraan.
Karena kondisi tersebut, maka penanggulangan bencana gunung api
tidak hanya terpusat pada gunung api, tetapi masyarakat sekitar gunungapi
yang kadang tidak mudah untuk dievakuasi. Alasannya selain karena
keterikatan dengan rumah dan lahan pertanian, juga karena adanya
kepercayaan tertentu terhadap gunungapi.Jadi penanngulangannya juga
mencakup aspek social budaya. Setiap tipe gunung api memiliki
karakteristik letusannya masing-masing yang berbeda antara satu dengan
lainnya. Gunung api juga memiliki ciri atau perilaku yang berbeda antara
satu jenis gunungapi dengan gunung api lainnya. Karena itu,
penanganannya juga bervariasi tergantung pada karakteristik gunung api
itu sendiri. Penanggulangan bencana letusan gunung api dibagi menjadi

5
tiga bagian, yaitu persiapan sebelum terjadi letusan, saat terjadi letusan
dan sesudah terjadi bencana.

C. Peran Perawat Dalam Tanggap Bencana


Peran perawat pada pra-bencana:
1. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan
dalam penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.
2. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.
3. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang
meliputi hal-hal berikut.
a. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
b. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga yang lain.
c. Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan
membawa persediaan makanan dan penggunaan air yang aman.
d. Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor
telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit, dan
ambulans.
e. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau
posko-posko bencana.
f. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa
seperti pakaian seperlunya, radio portable, senter beserta baterainya
dan lainnya.
g. Bersama tim dokter, menyiapkan kebutuhan rumah sakit lapangan
dan tim ambulans

6
h. Berdiskusi bersama tim dokter tentang penyakit yang timbul akibat
bencana sehingga dapat mempersiapkan obat-obatan/alat kesehatan
yang sesuai.

Peran Perawat dalam intra bencana:


1. Bertindak cepat
2. Melakukan pertolongan pertama
3. Menentukan status korban berdasarkan triase
4. Merujuk pasien segera yang memerlukan fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap.
5. Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan
pasti, dengan maksud memberikan harapan yang besar pada para
korban selamat.
6. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.
7. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan (coordination and create
leadership).
8. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat
mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya
untuk jangka waktu 30 bulan pertama.
Peran perawat pada pasca bencana menurut Feri dan Makhfudli
(2009) adalah perawat berkerja sama dengan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan bantuan kesehatan kepada korban seperti pemeriksaan fisik,
wound care secara menyeluruh dan merata pada daerah terjadi bencana.
Saat terjadi stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga
terjadi post-traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom
dengan tiga kriteria utama yaitu trauma pasti dapat dikenali, individu
mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun
peristiwa-peristiwa yang memacunya dan individu akan menunjukkan
gangguan fisik, perawat dapat berperan sebagai konseling. Tidak hanya itu
perawat bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama
dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat

7
pasca-gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan menuju keadaan
sehat dan aman. Selain itu Perawat dapat melakukan pelatihan-pelatihan
keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun
LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di
sekitar daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya kedepan
lewat kemampuan yang dimilikinya.

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empat aspek yang akan
bereaksi terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu:
1. Pengkajian Perilaku (Behavioral Assessment) Yang dikaji adalah :
a. Dalam keadaan yang bagaimana klien mengalami perilaku agresif
yang berlebihan.
b. Dalam keadan yang seperti apa klien mengalami kembali trauma
yang dirasakan.
c. Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau
aktifitas yang akan mengingatkan klien terhadap trauma.
d. Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
e. Apakah klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan
semenjak kejadian traumatis.
2. Pengkajian Afektif (Affective Assessment)
a. Berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan ketegangan
dan perasaan ingin cepat marah.
b. Apakah klien pernah mengalami perasaan panik.
c. Apakah klien pernah mengalami perasaan bersalah yang berkaitan
dengan trauma.
d. Tipe aktivitas yang disukai untuk dilakukan.
e. Apa saja sumber - sumber kesenangan dalam hidup klien.
f. Bagaima hubungan yang secara emosional terasa akrab dengan
orang lain.
3. Pengkajian Intelektual (Intellectual Assessment)
a. Kesulitan dalam hal konsentrasi.
b. Kesulitan dalam hal memori.
c. Berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran yang berulang
yang berkaitan dengan trauma.

9
d. Apakah klien bisa mengontrol pikiran – pikiran berulang tersebut
e. Mimpi buruk yang dialami klien.
f. Apa yang disukai klien terhadap dirinya dan apa yang tidak disukai
klien terhadap

B. Asuhan Keperawatan
a. Kasus
An. H datang ke Rumah sakit dengan di antar oleh ibunya karena
setelah kejadian bencana gunung meletus yang mengakibatkan banyak
korban terganggu dengan abu yang di keluarkan oleh gunung meletus
termasuk An. H terkena abu dari gunung yang membuat An. H 2 hari
ini merasakan demam, sakit kepala,badan lemah, nyeri otot dan sendi,
nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit tenggorokan .
Pemeriksaan fisik di dapatkan hasil bahwa TD 120/80 mmHg, Nadi
87, Suhu 37,5 C Respirasssi 20 kali permenit.

b. Analisa Data
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1. Ds : Pasien Peningkatan suhu Proses infeksi
mengatakan 2 hari tubuh
demam
Do :
1. Suhu : 37.5 C
2. Ttd :120/80
mmHg
3. Nadi :87 x/m
4. Respirasi :
20x/m
2 Ds : Pasien Ketidakseimbangan anoreksia

10
mengatakan nafsu nutrisi dari
makan menurun kebutuhan tubuh
DO :
1. Tampak pucat
2. Terlihat lemas
3 Ds : An. H mengatakan Nyeri akut inflamasi
nyeri otot dan sendi pada
dan susah untuk membran
menelan mukosa faring
Do : TD :120/80 dan tonsil
mmHg
Nadi : 87x/menit
Suhu : 37,5C
-mukosa bibir kering
P : Nyeri dirasakan
berdenyut
Q : Nyeri bila sulit
tidur
R : Nyeri pada sendi
S : Skala nyeri 6 T :
Kadang – kadang

C. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia
3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.

11
D. Rencana Keperawatan
No Dx. Kep Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Paraf

1 Peningkatan suhu Setelah dilakukan tindakan keperawatan a.Observasi tanda-tanda vital


tubuh b.d proses selama 2x24 jam klien diharapkan
infeksi b.Anjurkan klien/keluarga untuk kompres
a. Pemantauan tanda vital yang pada kepala/aksila
teratur dapat menentukanperkembangan
perawatan selanjutnya. c. Anjurkan klien untuk menggunakan
pakaian yang tipis dan dapat
b. Dengan memberikan kompres,
maka akan terjadi menyerap keringat seperti pakaian dari
proseskonduksi/perpindahan panas dengan bahan katun.
bahan perantara. d. Atur sirkulasi udara
c. Proses hilanganya panas akan e. Anjurkan klien untuk minum banyak ±
terhalangi untuk pakaian yang tebaldan 2000 – 2500 ml/hari
tidak akan menyerap keringat.
f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur
d. Penyediaan udara bersih. selama fase febris penyakit.
e. Kebutuhan cairan meningkat karena g. Kolaborasi dengan dokter:
penguapan tubuh meningkat.
- Dalam pemberian terapi, obat
f. Tirah baring untuk mengurangi antimikrobial
metabolisme dan panas.

12
g.Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan - Antipiretika
menurunkan panas.

2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan
nutrisi: kurang selama 2x24 jam klien diharapkan timbang BB setiap hari.
dari kebutuhan
tubuh b.d a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan b. Berikan makan porsi kecil tapi sering
anoreksia timbang BB setiap hari. dan dalam keadaan hangat.

b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan c. Tingkatkan tirah baring
dalam keadaan hangat.
d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi
c. Tingkatkan tirah baring untuk memberikan diet sesuaikebutuhan
klien.
d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi
untuk memberikan diet sesuaikebutuhan
klien

13
3 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Teliti keluhan nyeri, catat
inflamasi pada selama 2x24 jam klien diharapkan intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ),
membran mukosa faktoryang memperburuk atau
faring dan tonsil. Memiliki informasi untuk mengurangi takut meredakan nyeri, lokasi, lama,
Menggunakan tehnik relaksasi dankarakteristiknya.

Mempertahankan hubungan sosial dan


1ungsi peran b. Anjurkan klien untuk menghindari
Mengontrol respon takut alergen/iritan terhadap debu, bahankimia,
asap rokkok, dan
mengistirahatkan/meminimalkan bicara
bila suara serak.

c. Anjurkan untuk melakukan kumur


air hangat.

d. Kolaborasi: berikan obat sesuai


indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, &
analgesik)

14
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No Hari/Tgl/Jam Tujuan dan kriteria hasil Paraf

1 Kamis 1 aguastus Mengukur tanda tanda vital S : Pasien mengatakan nyeri belum berkurang
2019
Mengompres kepala atau aksila P: Saat melakukan aktivitas.
dingan mengunakan air dingin
Q: Seperti di tusuk-tusuk.
Memerikan penjelasan kepada
klien tentang manfaat R: Di tangan kiri bagian lengan bawah.
mengunakan pakaian berbahan S: Skala nyeri 6 (dari 1-10)
tipis
T: Nyeri terus- menerus
Memberikan obat penurun
panas sesuai dengan dosis dan O : pasien meringis, melindungi bagian nyeri, pasien
tepat waktu gelisah, obat Ibuprofen 3x300 mg/hari (oral) masuk
dengan baik.

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan interverensi

2 kamis 1 agustus Membantu jenis dan makanan S = pasien mengatakan: ansietasnya berkurang
2019 yang dimakan klien setelah mengungkapkan perasaannya, pasien merasa
tenang, mampu mengidentifikasi situasi yang
Membuat catatan makanan mencetuskan ansietas.

15
harian O = klien tampak tenang, mau mengungkapkan
perasaan ansietasnya.
Monitor lingkungan selama
klien makan. A = pengkajian dilanjutkan, ansietas pasien
berkurang setelah bercakap-cakap, ekspresi wajah
Monitor intake nutrisi tampak tenang

P = intervensi dilanjutkan

16
3 kamis 1 agustus Memiliki informasi untuk S= -
2019 mengurangi takut
O. Klien mampu mengungkapkan penyebab
Menggunakan tehnik relaksasi gangguan tidur

Mempertahankan hubungan Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk


sosial dan 1ungsi peran memenuhi kebutuhan tidur Kemampuan keluarga

Mengontrol respon takut Keluarga mampu mengidentifikasi penyebab


gangguan tidur yang dialami pasien

Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang


nyaman untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
tidur pasien c. Keluarga mampu membantu pasien
untuk memenuhi kebutuhan tidur

A. masalah teratasi sebagian

P= Lanjutkan intervensi

17
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No Hari/Tgl/Jam Tujuan dan kriteria hasil Evaluasi Paraf

1 Jumat 2 agustus Mengkaji nyeri secara komprehensif S : Pasien mengatakan nyeri belum berkurang
2019 termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan factor P : Saat melakukan aktivitas.
presipitasi. Q : Seperti di tusuk-tusuk.
Mengontrol lingkungan yang dapat R : Di tangan kiri bagian lengan bawah.
mempengaruhi nyeri seperti
kebisingan S : Skala nyeri 3 (dari 1-10)

Mengajari tehnik nafas dalam T : Nyeri terus- menerus

kolaborasikan pemberian Anti nyeri O : pasien meringis, melindungi bagian nyeri, pasien gelisah,
Ibuprofen 3x300 mg/hari (oral) obat Ibuprofen 3x300 mg/hari (oral) masuk dengan baik.

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan interverensi

18
2 jumat 2 agustus Berusaha memahami keadaan klien S = pasien mengatakan: ansietasnya berkurang setelah
2019 mengungkapkan perasaannya, pasien merasa tenang, mampu
Berikan informasi tentang diagnosa, mengidentifikasi situasi yang mencetuskan ansietas.
prognosis dan tindakan
O = klien tampak tenang, mau mengungkapkan perasaan
Kaji tingkat ansietas dan reaksi fisik ansietasnya.
pada tingkat ansietas
A = pengkajian dilanjutkan, ansietas pasien berkurang
Gunakan pendekatan dan sentuhan setelah bercakap-cakap, ekspresi wajah tampak tenang
Temani klien untuk mendukung P = Masalah teratasi
keamanan dan rasa takut

Instruksikan kemampuan klien untuk


menggunakan tekhnik relaksasi

Dukung keterlibatan keluarga dengan


cara yang tepat

19
3 jumat 2 agustus Memiliki informasi untuk S= -
2019 mengurangi takut
O. Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur
Menggunakan tehnik relaksasi
Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi
Mempertahankan hubungan sosial kebutuhan tidur Kemampuan keluarga
dan 1ungsi peran
Keluarga mampu mengidentifikasi penyebab gangguan tidur
Mengontrol respon takut yang dialami pasien

Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang nyaman


untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur pasien c.
Keluarga mampu membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhan tidur

A. masalah teratasi sebagian

P= Lanjutkan intervensi

20
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No Hari/Tgl/Jam Tujuan dan kriteria hasil Evaluasi Paraf

1 sabtu 3 agustus Mengkaji nyeri secara komprehensif S : Pasien mengatakan nyeri belum berkurang
2019 termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan factor P : Saat melakukan aktivitas.
presipitasi. Q : Seperti di tusuk-tusuk.
Mengontrol lingkungan yang dapat R : Di tangan kiri bagian lengan bawah.
mempengaruhi nyeri seperti
kebisingan S : Skala nyeri 0 (dari 1-10)

Mengajari tehnik nafas dalam T : Nyeri terus- menerus

kolaborasikan pemberian Anti nyeri O : pasien meringis, melindungi bagian nyeri, pasien
Ibuprofen 3x300 mg/hari (oral) gelisah, obat Ibuprofen 3x300 mg/hari (oral) masuk dengan
baik.

A : masalah teratasi

P : Hentikan interverensi

2 sabtu 3 agustus Berusaha memahami keadaan klien S = pasien mengatakan: ansietasnya berkurang setelah
2019 mengungkapkan perasaannya, pasien merasa tenang,
Berikan informasi tentang diagnosa, mampu mengidentifikasi situasi yang mencetuskan
prognosis dan tindakan ansietas.

21
Kaji tingkat ansietas dan reaksi fisik O = klien tampak tenang, mau mengungkapkan perasaan
pada tingkat ansietas ansietasnya.

Gunakan pendekatan dan sentuhan A = pengkajian dilanjutkan, ansietas pasien berkurang


setelah bercakap-cakap, ekspresi wajah tampak tenang
Temani klien untuk mendukung
keamanan dan rasa takut P = Masalah teratasi

Instruksikan kemampuan klien untuk


menggunakan tekhnik relaksasi

Dukung keterlibatan keluarga dengan


cara yang tepat

22
3 sabtu 3 agustus Memiliki informasi untuk S= -
2019 mengurangi takut
O. Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan
Menggunakan tehnik relaksasi tidur

Mempertahankan hubungan sosial Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi
dan 1ungsi peran kebutuhan tidur Kemampuan keluarga

Mengontrol respon takut Keluarga mampu mengidentifikasi penyebab gangguan


tidur yang dialami pasien

Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang nyaman


untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur pasien c.
Keluarga mampu membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhan tidur

A. masalah teratasi

P= Hentikan intervensi

23

Anda mungkin juga menyukai