Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BENCANA ALAM LETUSAN GUNUNG BERAPI

Makalah tentang salah satu topik pembahasan yang dipelajari dalam Mata
Kuliah Sistem Mitigasi Bencana pada Program Studi Teknik Geomatika

Di Susun Oleh Kelompok 21:


1. Arni Widayanti 23116039
2. Jemmy Fachrezi 23116114
3. Rika Elisabeth 23117051
4. Rio Dwi Putra 23117105

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK INFRASTRUKTUR DAN
KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan


rahmat dan karunia-nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul : Bencana Alam Letusan Gunung Berapi, guna memenuhi salah
satu topik pembahasan yang dipelajari dalam Mata Kuliah Sistem Mitigasi
Bencana pada Program Studi Teknik Geomatika.

Makalah ini disusun berdasarkan dari proses pembelajaran yang telah


dititipkan kepada kelompok kami. Makalah ini disusun dengan kurun waktu
yang singkat, namun kami dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu.

Kami selaku penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada


Dosen Mata Kuliah Sistem Mitigasi Bencana yang telah banyak membantu
kami dalam proses penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat dapat
dinilai dengan baik dan dihargai oleh pembaca. Meski makalah ini
mempunyai kekurangan, kami selaku penyusun mohon kritik dan sarannya.
Terima kasih.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................2
1.3 Tujuan .............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................3
2.1 Definisi Letusan Gunung Berapi (vulkanologi .............................................3
2.2 Jenis-Jenis Atau Macam-Macam Letusan Gunung Berapi(Vulkanologi) ....3
2.3 Proses Terjadinya Letusan Gunung Berapi (Vulkanologi)..........................4
2.4 Dampak Bencana Letusan Gunung Berapi (Vulkanologi) ..........................5
2.5 Kelas Bahaya..............................................................................................6
2.6 Parameter Hazard......................................................................................7
2.7 Parameter Vulnerability ............................................................................9
2.8 Parameter Capacity ................................................................................. 10
2.9 Daerah (Indonesia dan Dunia yang Sering Terjadi Becana Letusan
Gunung Berapi (Vulkanologi).............................................................................. 11
2.10 Cara Mengurangi Resiko Becana Letusan Gunung Berapi (Vulkanologi) 11
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 13
3.2 Saran ............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi
resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No.24 Tahun
2007). Bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, longsor, letusan
gunung api dan lain-lain. Wilayah Indonesia, merupakan Negara kepulauan
yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu: lempeng
Hindia-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di sebelah barat dan
lempeng Pasifik di sebelah timur (BNPB).

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak


gunung api yang masih aktif. Banyaknya gunung berapi ini disebabkan
adanya tenaga endogen antara lempeng benua dan lempeng samudera yang
mengakibatkan adanya rangkaian pegunungan yang melewati Indonesia
bahkan rangkaian tersebut hingga mencapai Negara Filipina dan Jepang yang
biasa disebut sebagai cincin gunung berapi atau Ring of Fire.

Gunung berapi terbentuk ketika suatu lubang atau celah di dalam


kerak bumi mengakibatkan magma terdorong keluar melaluinya. Magma
merupakan batuan cair. Magma yang sudah terdapat dipermukaan disebut
lava. Sedangkan lava adalah lahar yang mengalir ke bawah dan sangat panas
yang pertama meletus ke udara dari kerak bumi adalah abu dan asap. Di
bawah sebuah gunung berapi terdapat suatu rongga yang berisi batuan cair
yang disebut juga ruang magma yang terletak di dalam mantel (lapisan di
bawah kerak). Batuan itu terbentuk di bawah suatu titik lemah pada lapisan
kerak, mungkin di bawah sebuah punggung bukit di tengah lautan di mana
lapisan-lapisan kerak bergerak terpisah. Magma mengalami tekanan dan
menjadi lebih renggang dibanding lapisan di bawah kerak sehingga secara
bertahap magma bergerak naik, seringkali mencapai celah atau retakan yang
terdapat pada kerak. Banyak gas dihasilkan dan pada akhirnya tekanan yang
terbentuk sedemikan besar sehingga menyebabkan suatu letusan ke
permukaan. Pada tahapan ini, gunung berapi menyemburkan bermacam gas,
debu, dan pecahan batuan. Lava yang mengalir dari suatu celah di daerah
yang datar akan membentuk plateau lava. Lava yang menumpuk di sekitar
mulut (lubang) membentuk gunung dengan bentuk kerucut seperti umumnya.
Setengah dari gunung berapi di dunia muncul di daerah-daerah yang
membentuk seperti sabuk di Lautan Pasifik dan disebut cincin gunung berapi.

1
Untuk itu, langkah-langkah pengelolaan penanggulangan bencana
menjadi sangat penting dilakukan, baik sebelum, sesudah maupun saat
terjadinya bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi
dan/atau meniadakan korban serta kerugian yang mungkin timbul, maka
solusi perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama
kegiatan penjinakan/peredaman. Kegiatan lainnya yang diambil pada saat
sebelum terjadinya bencana adalah kegiatan pencegahan (prevention) dan
kesiapsiagaan. Kegiatan pencegahan dimaksudkan untuk menghindarkan
terjadinya bencana, dan dititikberatkan pada upaya penyebarluasan berbagai
peraturan perundang-undangan yang berdampak dalam meniadakan atau
mengurangi resiko bencana. Kegiatan kesiapsiagaan ditujukan untuk
menyiapkan respon masyarakat bila terjadi bencana, yang dilakukan dengan
mengadakan pelatihan bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan
bencana, serta pendidikan dan pelatihan bagi aparat pemerintah. Sedangkan
kegiatan penjinakan dilakukan untuk memperkecil, mengurangi dan
memperlunak dampak yang ditimbulkan bencana atau dikenal dengan istilah
Mitigasi (Akbar, 2006 : 2-3).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana tahapan manajemen bencana Letusan Gunung berapi yang
dilakukan?
2. Bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana
Letusan Gunung berapi?

1.3 Tujuan
1. Mengurangi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh bencana
khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian
ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.
2. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam
menghadapi serta mengurangi dampak atau resiko bencana, sehingga
masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Letusan Gunung Berapi (vulkanologi)

Definisi gunung api adalah lubang kepundan atau rekahan dalam


kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke
permukaan bumi. Material yang dierupsikan ke permukaan bumi umumnya
membentuk kerucut terpancung. Gunung api diklasifikasikan ke dalam dua
sumber erupsi, yaitu:

• Erupsi pusat, erupsi keluar melalui kawah utama;


• Erupsi samping, erupsi keluar dari lereng tubuh gunung api;
• Erupsi celah, erupsi yang muncul melalui retakan/sesar yang
memanjang hingga beberapa kilometer;
• Erupsi eksentris, erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari
kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung
dari dapur magma melalui kepundan tersendiri (Buku Pengenalan
Gunung Api, Vulcanologi Survey of Indonesia: 2008).

Letusan gunung api adalah bahaya yang langsung terjadi ketika proses
peletusan sedang berlangsung. Jenis bahaya tersebut adalah awan panas,
lontaran batu (pijar), hujan abu tebal, leleran lava, dan gas beracun. Bahaya
ikutan letusan gunung api adalah bahaya yang terjadi setelah proses peletusan
berlangsung. Bila suatu gunung api metetus akan terjadi penumpukan
material dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat
musim hujan tiba sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan
tercipta adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, banjir
tersebut disebut lahar (Permendagri No. 33 Tahun 2006 tentang Pedoman
Umum Mitigasi Bencana).

2.2 Jenis-Jenis Atau Macam-Macam Letusan Gunung Berapi(Vulkanologi)

Berdasarkan tinggi rendahnya derajat fragmentasi dan luasnya, juga


kuat lemahnya letusan serta tinggi tiang asap, maka gunung api dibagi
menjadi beberapa tipe erupsi:

a. Tipe Hawaiian, Yaitu erupsi eksplosif dari magma basaltic atau


mendekati basalt. Pada umumnya berupa semburan lava pijar, dan
sering diikuti leleran lava secara simultan, terjadi pada celah atau
kepundan sederhana.

3
b. Tipe Strombolian, Erupsinya hampir sama dengan Hawaiian berupa
semburan lava pijar dari magma yang dangkal. Umumnya terjadi pada
gunung api sering aktif di tepi benua atau di tengah benua.
c. Tipe Plinian, Merupakan erupsi yang sangat ekslposif dari magma
berviskositas tinggi atau magma asam. Komposisi magma bersifat
andesitik sampai riolitik. Material yang dierupsikan berupa batu
apung dalam jumlah besar.
d. Tipe Sub Plinian, Erupsi eksplosif dari magma asam/riolitik dari
gunungapi strato, tahap erupsi efusifnya menghasilkankubah lava
riolitik. Erupsi subplinian dapat menghasilkan pembentukan
ignimbrit.
e. Tipe Ultra Plinian, Erupsi sangat eksplosif menghasilkan endapan batu
apung lebih banyak dan luas dari Plinian biasa.
f. Tipe Vulkanian, Erupsi magmatis berkomposisi andesit basaltik
sampai dasit. Pada umumnya melontarkan bom-bom vulkanik atau
bongkahan di sekitar kawah dan seringdisertai bom kerak-roti atau
permukaannya retak-retak. Material yang dierupsikan tidak melulu
berasal dari magma tetapi bercampur dengan batuan samping berupa
litik.
g. Tipe Surtseyan dan Tipe Freatoplinian, Kedua tipe tersebut
merupakan erupsi yang terjadi pada pulau gunungapi, gunung api
bawah laut atau gunung api yang berdanau kawah. Surtseyan
merupakan erupsi interaksi antara magma basaltik dengan air
permukaan atau bawah permukaan. Letusannya disebut
freatomagmatik. Freatoplinian kejadiannya sama dengan Surtseyan,
tetapi magma yang berinteraksi dengan air berkomposisi riolitik.

2.3 Proses Terjadinya Letusan Gunung Berapi (Vulkanologi)

a. Terdapat endapan magma di perut bumi


Proses terjadinya gunung meletus diawali dengan adanya magma di
dalam perut bumi atau inti Bumi. Magma sendiri merupakan batuan cair
yang berada di perut Bumi. Magma dapat terbentuk akibat panasnya
suhu di dalam interior Bumi.
b. Terdapat gas yang bertekanan tinggi
Suhu panas yang ada di dalam Bumi mampu melelehkan batuan
penyusun lapisan bumi. Ketika batuan- batuan tersebut meleleh maka
dihasilkan gas yang kemudian bercampur dengan magma. Magma ini
terbentuk di kedalaman 60 hingga 160 km di bawah permukaan Bumi.

4
c. Magma didorong gas yang memiliki tekanan tinggi
Magma yang mengandung gas kemudian akan terdorong sedikit demi
sedikit ke permukaan Bumi karena memiliki massa yang lebih ringan
daripada batuan padat yang ada di sekelilingnya. Magma yang
mengandung gas berada dalam kondisi dibawah tekanan bauan- batuan
berat yang berada di sekitarnya. Tekanan inilah yang menyebabkan
magma meletus atau yang disebut dengan erupsi gunung berapi atau
gunung meletus.

2.4 Dampak Bencana Letusan Gunung Berapi (Vulkanologi)

Bencana Letusan gunung berapi memiliki dampak negatif dan positif bagi
kehidupan manusia. Dampak letusan gunung berapi tersebut adalah :

a. Dampak Negatif
• Tercemarnya udara dengan abu gunung berapi yang mengandung
bermacam-macam gas mulai dari Sulfur Dioksida atau SO2, gas
Hidrogen sulfide atau H2S, No2 atau Nitrogen Dioksida serta beberapa
partike debu yang berpotensial meracuni makhluk hidup di sekitarnya.
• Dengan meletusnya suatu gunung berapi bisa dipastikan semua aktivitas
penduduk di sekitar wilayah tersebut akan lumpuh termasuk kegiatan
ekonomi.
• Semua titik yang dilalui oleh material berbahaya seperti lahar dan abu
vulkanik panas akan merusak permukiman warga.
• Lahar yang panas juga akan membuat hutan di sekitar gunung rusak
terbakar dan hal ini berarti ekosistem alamiah hutan terancam.
• Material yang dikeluarkan oleh gunung berapi berpotensi menyebabkan
sejumlah penyakit misalnya saja ISPA.
• Desa yang menjadi titik wisata tentu akan mengalami kemandekan
dengan adanya letusan gunung berapi. Sebut saja Gunung Rinjani dan
juga Gunung Merapi, kedua gunung ini dalam kondisi normal
merupakan salah satu destinasi wisata terbaik bagi mereka wisatawan
pecinta alam.

5
b. Dampak Positif
• Tanah yang dilalui oleh hasil vulkanis gunung berapi sangat baik bagi
pertanian sebab tanah tersebut secara alamiah menjadi lebih subur dan
bisa menghasilkan tanaman yang jauh lebih berkualitas. Tentunya bagi
penduduk sekitar pegunungan yang mayoritas petani, hal ini sangat
menguntungkan.
• Terdapat mata pencaharian baru bagi rakyat sekitar gunung berapi
yang telah meletus yaitu penambang pasir. Material vulkanik berupa
pasir tentu memiliki nilai ekonomis.
• Selain itu, terdapat pula bebatuan yang disemburkan oleh gunung
berapi saat meletus. Bebatuan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan
bangungan warga sekitar gunung.
• Meski ekosistem hutan rusak, namun dalam beberapa waktu, akan
tumbuh lagi pepohonan yang membentuk hutan baru dengan ekosistem
yang juga baru.
• Setelah gunung meletus, biasanya terdapat geyser atau sumber mata air
panas yang keluar dari dalam bumi dengan berkala atau secara
periodik. Geyser ini kabarnya baik bagi kesehatan kulit.
• Muncul mata air bernama makdani yaitu jenis mata air dengan
kandungan mineral yang sangat melimpah.
• Pada wilayah vulkanik, potensial terjadi hujan orografis. Hujan ini
potensial terjadi sebab gunung adalah penangkan hujan terbaik.

2.5 Kelas Bahaya

a. Aktif Normal (Level I)


Status aktif normal artinya pada gunung api yang diamati tidak ada
perubahan aktivitas secara visual, seismik, dan kejadian vulkanik. Ini
menunjukan tidak ada letusan hingga kurun waktu tertentu.
b. Waspada (Level II)
Status Waspada menunjukkan mulai meningkatnya aktivitas seismik dan
mulai muncul kejadian vulkanik. Pada status ini juga mulai terlihat
perubahan visual di sekitar kawah. Mulai terjadi gangguan magmatik,
tektonik, atau hidrotermal, namun diperkirakan tak terjadi erupsi dalam
jangka waktu tertentu.
c. Siaga (Level III)
Pada status Siaga ada peningkatan seismik yang didukung dengan
pemantauan vulkanik lainnya, serta terlihat jelas perubahan baik secara
visual maupun perubahan aktivitas kawah. Berdasarkan analisis data
observasi, kondisi itu akan diikuti dengan letusan utama. Artinya, jika
peningkatan kegiatan gunung api terus berlanjut, kemungkinan erupsi
besar mungkin terjadi dalam kurun dua pekan.

6
d. Awas (Level IV)
Status Awas adalah kondisi paling memungkinkan terjadinya erupsi.
Status Awas merujuk letusan utama yang dilanjutkan dengan letusan
awal, diikuti semburan abu dan uap. Setelah itu akan diikuti dengan
erupsi besar. Dalam kondisi ini, kemungkinan erupsi besar akan
berlangsung dalam kurun 24 jam.

2.6 Parameter Hazard

Daerah Rawan Bencana Alam Letusan Gunungapi adalah daerah yang


pernah terlanda atau diidentifikasikan berpotensi terancam bahaya letusan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Peta daerah bahaya letusan
gunung berapi adalah peta yang menunjukkan potensi letusan, arah letusan
ataupun area yang akan dilanda oleh material vulkanik. Bencana alam letusan
gunungapi adalah suatu bencana alam yang disebabkan letusan/kegiatan
gunungapi berupa benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya
yang mengancam atau cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa
serta kerugian harta benda dalam tatanan (lingkungan) kehidupan manusia.
Faktor bahaya dari letusan gunung berapi ditentukan berdasarkan peta
Kawasan Rawan Bencana (KRB) yang dikeluarkan oleh Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana yang membagi peta daerah bahaya letusan
gunungapi menjadi dua (4 Zona) daerah yaitu :

a. Zona Daerah bahaya

Zona daerah bahaya yaitu daerah dengan potensi bahaya yang sangat
tinggi karena mempunyai tingkat kerusakan total dan tidak bisa dihindari
ataupun ditanggulangi. Tingginya tingkat kerusakan yang ditimbulkan pada
daerah yang terkena bahaya ini akan menyebabkan tingkat risiko daerah
tersebut menjadi 100% dan berarti daerah tersebut mutlak harus
dikosongkan dari semua aktivitas manusia serta dijadikan kawasan lindung
(Direktorat Vulkanologi).

7
b. Zona Daerah Waspada

Zona daerah waspada yaitu daerah dengan potensi bahaya yang masih
dapat dihindari ataupun ditanggulangi sehingga masih memungkinkan
dipergunakan untuk aktivitas manusia. Selain itu juga secara fisiografi maka
daerah waspada biasanya masih di sekitar lereng tubuh gunungapi dan
berada disekitar daerah bahaya. Daerah waspada ini biasanya juga
mempunyai kemiringan topografi 10% sampai dengan 25%. Dengan
demikian daerah waspada ini sebenarnya dari segi kemiringan lereng masih
tetap mempunyai kendala. Tetapi dari aspek bahaya gunungapi daerah
waspada akan mempunyai tingkat bahaya yang rendah (N. Sulaksana, 1988
:71).

c. Zona Aliran Lava

Zona Aliran lava merupakan leleran magma yang mencapai


permukaan bumi. Bahaya aliran lava pada umumnya dapat dihindari
meskipun suhu lava itu sekitar 10000 C. Ini disebabkan karena di Indonesia
pada umumnya memiliki batuan gunungapi bersifat andesitan (sangat kental),
kekentalan magma antara sedang sampai tinggi, sehingga pergerakannya
sangat lambat. Kecepatan gerakan aliran lava tergantung dari sifat
kekentalan dan kemiringan lereng. Lava yang encer (basaltis) akan meleler
atau mengalir lebih cepat dan lebih jauh daripada lava kental. Semakin curam
lereng yang dilalui oleh aliran lava, maka semakin cepat dan jauh aliran lava
tersebut bergerak. Daerah kemungkinan penyebaran lava dengan bahaya
yang mungkin ditimbulkannya dapat dipetakan berdasarkan morfologi dan
tofografi lingkungan gunungapi yang bersangkutan. Suhu yang tinggi, berat
dan volume yang sangat besar merupakan daya rusak yang luar biasa
sehingga semua yang dilandanya akan musnah (O. Hirokawa, 1980:56).

d. Zona Daerah Aman

Zona daerah aman biasanya berada pada kaki gunungapi. Risiko


terkena bencana gunungapi sangatlah kecil, biasanya hanya berupa hujan abu
saja. Secara inklinasi topografi memungkinkan untuk suatu pemukiman (N.
Sulaksana, 1988:71).

8
2.7 Parameter Vulnerability

Menurut Awotona (1997:28), kerentanan merupakan karakteristik


orang atau kelompok dalam kaitan kapasitasnya untuk mengantisipasi dan
bertahan dari dampak bahaya.

“….Vulnerability as “the characteristics of a person or group in terms of their


capacity to anticipate, cope with, resist, and recover from the impact of natural
hazard” (Awotona, 1997 : 28).

Teori di atas menjelaskan bahwa kerentanan sebagai “Karakteristik


dari seseorang atau kelompok pada istilah ketahanan/kemampuan mereka
untuk mengantisipasi, menanggulangi, menolak, pulih/sembuh dari dampak
bahaya alam. Lebih lanjut, Awotona (1997 : 29) mengemukakan tipe-tipe yang
paling prinsif (utama) dari kerentanan yaitu sebagai berikut :

• Kerentanan sosial (Social Vulnerability).


• Kerentanan Kelembagaan (Institutional Vulnerability).
• Kerentanan Sistem (System Vulnerability).
• Kerentanan Ekonomi (Economic Vulnerability).
• Kerentanan Lingkungan (Environmental Vulnerability).
• Kerentanan akibat praktek-praktek yang tidak memikirkan prinsip
berkelanjutan (Vulnerability caused through unsustainable practicise).

Kerentanan adalah suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor


atau prosesproses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang mengakibatkan
peningkatan kerawanan masyarakat dalam menghadapi bahaya (Harjadi,
2005:2).

Faktor kerentanan yang dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya tingkat


risiko bencana pada suatu wilayah, meliputi :

• Kerentanan fisik binaan (infrastruktur) Menggambarkan suatu kondisi


fisik (infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard)
tertentu. Kerentanan fisik dalam studi ini terdiri dari indikator :
kawasan permukiman dan luas sebaran sarana terbangun.
• Kerentanan sosial kependudukan Menggambarkan kondisi tingkat
kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya (hazard). Kerentana sosial
kependudukan terdiri dari indiktor : kepadatan penduduk, laju
pertumbuhan penduduk, prosentase populasi penduduk usia lanjut-
balita, prosentase populasi penduduk wanita, dan prosentase populasi
penduduk penyandang cacat.

9
• Kerentanan sosial ekonomi Menggambarkan suatu kondisi tingkat
kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya (hazard).
Kerentanan social ekonomi terdiri dari indikator : prosentase pekerja di
bidang pertanian dan presentase pekerja di bidang non pertanian.

2.8 Parameter Capacity

Faktor ketahanan adalah kemampuan untuk merespon atau mengatasi


dampak dari suatu bencana alam. Secara sederhana merupakan aspek positif
dari suatu situasi yang ada atau emergency response (Davidson, 1997:38).
Dengan kata lain ketahanan adalah aspek-aspek positif dari situasi yang ada
untuk mengurangi resiko dari bahaya alam. Dalam studi Firmansyah (1998 :
38) berdasarkan modifikasi Davidson (1997) ketahanan terbagi menjadi 2 sub
faktor, yaitu :

a. Sumber daya (Resources)

Sumber daya, meliputi aspek pendanaan, peralatan atau fasilitas dan sumber
daya manusia terlatih dan terdidik. Indikator dari sumber daya buatan
adalah sebagai berikut :

• Rasio Jumlah Fasilitas Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk


Banyaknya fasilitas kesehatan dibandingkan dengan jumlah penduduk
akan berpengaruh terhadap proses atau kegiatan pemberian
pertolongan pada saat dan setelah terjadi bencana.
• Rasio Jumlah Tenaga Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk
Banyaknya jumlah tenaga kesehatan dibandingkan dengan jumlah
penduduk akan mempengaruhi proses atau kegiatan pelayanan
kesehatan dalam pemberian pertolongan pada saat dan setelah terjadi
bencana alam.

b. Mobilitas/Aksesibiltas

Kemampuan mobilitas menunjukkan kemampuan untuk melakukan evakuasi


bila ada bencana alam untuk mencari tempat yang lebih aman dan meminta
bantuan. Indikator kemampuan mobilitas, yaitu sebagai berikut:

• Rasio Panjang Jalan Terhadap Luas Wilayah


Perbandingan antara panjang jalan dengan luas wilayah sangat
berkaitan dengan proses atau kegiatan evakuasi. Semakin besar
tingkat perbandingannya maka semakin mudah proses atau kegiatan
evakuasi dilakukan.

10
• Rasio Sarana Angkutan Terhadap Jumlah Penduduk
Sarana angkutan merupakan alat yang berfungsi untuk
mempermudah proses atau kegiatan evakuasi bagi penduduk yang
mengalami bencana alam.

2.9 Daerah (Indonesia dan Dunia yang Sering Terjadi Becana Letusan
Gunung Berapi (Vulkanologi)

Daerah Indonesia Yang sering terjadi bencana letusan gunung berapi adalah
:

• Sumatera (Gunung Sinabung, Gunung Toba)


• Jawa Timur (Gunung Kelud, Gunung Ijen)
• Yogyakarta (Gunung Merapi)
• Bali (Gunung Agung)
• Sumbawa (Gunung Tambora)

Sedangkan di Dunia yang sering terjadi bencana letusan gunung berapi


adalah:

• Kolombia (Gunung Nevado del Ruiz)


• Prancis (Gunung Pelee, Martinique)

2.10 Cara Mengurangi Resiko Becana Letusan Gunung Berapi


(Vulkanologi)

Mitigasi bencana merupakan upaya untuk meminimalkan dampak


yang ditimbulkan oleh bencana (UNDP, 1994). Mitigasi bencana mencakup
baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi
resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana
itu terjadi, maupun kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko
jangka panjang.
Untuk mengurangi dampak dari kejadian letusan gunung berapi,
pemerintah melakukan kegiatan preventif berupa pemantauan aktivitas
gunung api selama 24 jam menggunakan alat pencatat gempa (seismograf);
melakukan tindakan tanggap darurat dan membuat Peta Kawasan Rawan
Bencana Gunungberapi.
Sebagai langkah persiapan, bagi yang tinggal di sekitar gunung berapi :
• Membuat rencana penyelamatan dan komunikasi bagi keluarga untuk
menghadapi resiko terjadinya letusan gunung berapi.
• Kenali gunung api aktif di sekitar anda, dan tentukan lokasi pengungsian
yang aman bagi anggota komunitas anda.

11
Apabila letusan Gunung berapi terjadi di area anda, hal-hal yang harus
dilakukan adalah :

• Gunakan masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung.


• Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti: baju lengan
panjang, celana panjang, topi dan lainnya.
• Jangan memakai lensa kontak.
• Apabila sedang berada di dalam ruangan, tutup pintu dan jendela. Segera
mengungsi dan bantu anggota di komunitas anda untuk turut mengungsi
dengan aman.
• Apabila sedang berada di tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan
dan awan panas.
• Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah
aliran lahar.
• Ikuti petunjuk penyelamatan dari petugas selama proses evakuasi.
• Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan.

Hal-hal yang harus anda lakukan setelah terjadi letusan gunung berapi adalah

• Tetap dipengungsian hingga petugas menyatakan aman untuk kembali ke


rumah anda.
• Bersihkan atap dari timbunan abu karena berat abu bisa merusak atau
meruntuhkan atap bangunan.
• Ikuti perkembangan informasi mengenai keadaan pasca bencana dari
media petugas di sekitar anda.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Letusan gunung api adalah bahaya yang langsung terjadi ketika proses
peletusan sedang berlangsung. Jenis bahaya tersebut adalah awan
panas, lontaran batu (pijar), hujan abu tebal, leleran lava, dan gas
beracun.
2. Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi
resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU
No.24 Tahun 2007).
3. Untuk mengurangi dampak dari kejadian letusan gunung berapi,
pemerintah melakukan kegiatan preventif berupa pemantauan
aktivitas gunung api selama 24 jam menggunakan alat pencatat gempa
(seismograf); melakukan tindakan tanggap darurat; dan membuat
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Berapi.

3.2 Saran
1. Perlunya pertisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan. Hal ini
untuk menghindari penolakan masyarakat pada kebijakan mitigasi.
2. Perlunya update data dan informasi sehingga kebijakan mitigasi
dapat berjalan maksimal.

13
DAFTAR PUSTAKA

BNPB.2012. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana


No.02 Tahun 2012 Tentang Pemodan Umum Pengkajian Risiko
Bencana. Jakarta : BNPB.

Sumintadireja, P. 2000. Volkanologi. Bandung : ITB

Anonim. 2008. Pengenalan Gunungapi. Badan Geologi: Pusat Vulkanologi


dan Mitigasi Bencana Geologi. Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral.

Anonim. 2016. Buku Risiko Bencana Indonesia. Jakarta: BNPB.

Hizbaron, D. R., Hadmoko, D. S., Samodra, G., Dalimunthe, S. A., dan


Sartohadi, J. 2010. Tinjauan Kerentanan, Risiko dan Zonasi Rawan
Bahaya Rockfall di Kulonprogo, Yogyakarta. Forum Geografi, Vol
24, No.2 : 119136.

Departemen Dalam Negeri. 2007. Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007


Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta : Departemen Dalam
Negeri.

Hasib. 2014. Analisis Risiko Bencana Erupsi Gunungapi Sindoro Di Kecamatan


Ngadirejo Kabupaten Temanggung.Skripsi. Yogyakarta : Universitas
Negeri Yogyakarta.

Pohl,C. dkk. 2004. Principles of Remote Sensing an introductory textbook.


Eschende : ITC.

PVMBG. “Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya


di Indonesia”. Jakarta : Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG).

Dampak Letusan Gunung Merapi Mencapai Rp 3,56 Triliyun. (2011, Maret).


Majalah GEMA BNPB Vol.2 No.1: 17

Tukino, dkk. (2010). Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Dalam


Pempererat Keserasian Sosial Yang Mendukung Integrasi
Masyarakat. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana. Volume 1
Nomor 2 Tahun 2010.

Zamroni, M Imam. (2011). Islam dan Kearifan Lokal dalam Penanggulangan


Bencana di Jawa. Jurnal penanggulangan bencana. Volume 2 Nomor
1 Tahun 2011.

14

Anda mungkin juga menyukai