Anda di halaman 1dari 9

Makalah

Monitoring Gunungapi

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Fisika Gunungapi dan Panas Bumi

Dosen Pengampu : Vico Luthfi Ipmawan, S.Pd., M.Si.

Oleh

Elita Diah Erviana (11116003)


Dany Nugroho (11116039)

PROGRAM STUDI FISIKA


JURUSAN SAINS
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 3

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4

1.3 Tujuan ........................................................................................................... 4

1.4 Ruang Lingkup .............................................................................................. 4

BAB II DASAR TEORI ........................................................................................ 5

2.1 Gunungapi dan Potensi Bahayanya ............................................................... 6

2.2 Monitoring Aktivitas Seismik Gunungapi .................................................... 6

2.3 Sensor Monitoring........................................ Error! Bookmark not defined.

BAB III METODOLOGI .................................... Error! Bookmark not defined.

3.1 Metodologi ................................................... Error! Bookmark not defined.

3.2 Percobaan ..................................................... Error! Bookmark not defined.

3.2.1 Alat ........................................................ Error! Bookmark not defined.

3.2.2 Prosedur ................................................ Error! Bookmark not defined.

3.3 Hipotesis....................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ........................................... Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan gunungapi di negara Indonesia merupakan daerah pertanian yang


subur dan padat penduduk, walaupun sejak zaman dahulu selalu terancam
bencana letusan. Dalam catatan sejarah gunungapi di dunia, tercatat sepuluh
letusan besar menelan korban lebih dari 211.000 jiwa. Dua diantara letusan
besar tersebut terjadi di Indonesia, yang pertama adalah Gunung Tambora
pada tahun 1815 yang menelan korban lebih dari 80.000 jiwa, yang kedua
adalah Gunung Krakatau pada tahun 1883 menelan korban lebih kurang
sebanyak 36.000 jiwa (Davidson & Da Silva, 2000; Pratomo &
Abdurachman, 2004).

Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,


gunungapi aktif di Indonesia terbagi dalam tiga klasifikasi berdasarkan
sejarah letusannya, yaitu tipe A sebanyak 79 buah, adalah gunungapi yang
pernah meletus sejak tahun 1600, tipe B sebanyak 29 buah, adalah gunungapi
yang diketahui pernah meletus sebelum tahun 1600, dan tipe C sebanyak 21
buah adalah yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia
(Bemmelen, 1949; van Padang, 1951; Kusumadinata 1979).

Klasifikasi gunungapi tersebut hanya berdasarkan pernah dan tidaknya


gunungapi meletus sejak tahun 1600, sehingga tidak adanya informasi tentang
jenis ancaman bahaya dan karakteristik gunungapi secara sistematik.
Klasifikasi gunungapi dibuat agar dapat digunakan sebagai acuan dalam suatu
penelitian dan pengembangan gunung api, selain itu agar dapat
mengantisipasi ancaman bahaya letusannya secara efektif.

Gempa vulkanik terjadi karena aktivitas magma di perut bumi yang keluar
dari gunungapi. Pada saat letusan gunungapi, sebelumnya terjadi getaran
yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar gunungapi tersebut. Getaran

3
tersebut dapat disebut gempa vulkanik. Salah satu contoh adalah gempa yang
terjadi di daerah Gunung Kelud sebelum terjadi letusan.

Aktivitas gunungapi dapat dipantau dengan cara melihat atau memonitor


beberapa perilaku fisik sebagai parameter tanda akan terjadinya letusan. Salah
satu yang dapat di monitoring adalah aktivitas seismik. Dari aktivitas seismik
yang dipantau secara real time ini akan dilakukan monitoring dari jarak jauh
dengan sebuah system komunikasi atau telemetri, untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagi salah satu parameter penunjang keputusan status dari
sebuah gunungapi (Maryono dkk, 2011).

Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana memonitoring gunungapi


menggunakan sebuah instrument jarak jauh dengan jangkauan yang luas dan
dalam kecepatan tinggi yang mampu memberikan informasi secara terpadu,
akurat real time dan online, murah, hemat energi dan dengan standar
keamanan yang tinggi, dan juga mudah diduplikasi.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

1.4 Ruang Lingkup

Untuk membatasi masalah yang akan dibahas dan agar tidak terjadi
pembahasan yang meluas atau menyimpang, maka perlu kiranya dibuat suatu
batasan masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini, yaitu hanya pada lingkup ....

4
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Gunungapi dan Potensi Bahayanya

Pembentukan Gunungapi
Terbentuknya gunungapi atau proses volkanisme berhubungan erat dengan
aktivitas tektonik. Di Indonesia kegiatan tektonik yang berhubungan dengan
pembentukan gunungapi adalah penunjaman kerak bumi (subduction).
Morfologi gunungapi sangat beragam yang dipengaruhi oleh komposisi
magma yang dihasilkan, tingkat kekuatan letusan, jumlah gas dan fluida lain
dan interaksinya dengan magma. Secara umum gunungapi diklasifikasikan
berdasarkan aktivitas, morfologi dan bentuk erupsinya. Komposisi magma
berhubungan erat dengan lokasi, dalam hal ini lempeng tektonik tempat
terbentuknya suatu gunungapi. Pada zona subduksi, gunungapi seperti di
Indonesia umumnya dicirikan oleh bentuk menjulang tinggi dengan lereng
yang curam yang disebut gunungapi strato.

Sebaran gunungapi di Indonesia merupakan bagian dari rangkaian gunungapi


Sirkum Pasifik dan Mediteranea. Gunungapi tersebut membentuk jalur
melengkung seperti busur, yang dapat dibagi menjadi empat busur, yaitu:

a. Busur gunungapi Sunda, yakni deretan gunungapi yang terletak di Pulau


Sumatra, Jawa, dan Kepulauan Nusa Tenggara Barat serta Timur.
b. Busur gunungapi Banda, adalah deretan gunung-api yang terletak di
Kepulauan Banda.
c. Busur gunungapi Maluku, yaitu deretan gunungapi yang tersebar di
Kepulauan Maluku – Halmahera.
d. Busur gunungapi Sulawesi Utara – Sangihe, adalah deretan gunungapi
yang tersebar di Sulawesi Utara dan Kepulauan Sangihe atau Sangir-
Talaud.

5
Bahaya Gunungapi
Gunungapi aktif berpotensi menimbulkan berbagai jenis fenomena yang
disebut sebagai bahaya (hazard). Bencana (disaster) terjadi jika terdapat
persinggungan antara bahaya tersebut dengan kepentingan manusia dan
kondisi lingkungan. Letusan gunungapi selain menimbulkan kerugian dan
korban juga dapat mengubah tanah, air dan lingkungan pada umumnya secara
drastis bahkan pada jarak yang jauh dari pusat erupsi.

Bahaya gunungapi dapat dikelompokkan menjadi bahaya primer atau


langsung dan bahaya sekunder atau tak-langsung. Bahaya primer terjadi
hanya selama letusan gunungapi sedang berlangsung. Bahaya sekunder tidak
terbatas hanya pada saat berlangsungnya aktivitas erupsi. Erupsi volkanik
yang dahsyat dapat menimbulkan pencemaran udara, gangguan kesehatan
penduduk sekitar, gangguan lalu-lintas udara, mempengaruhi cuaca dan iklim
meskipun sementara. Bahaya longsor dan aliran lumpur dapat terjadi
meskipun tidak terjadi erupsi volkanik.

2.2 Monitoring aktivitas seismik gunungapi

Aktivitas gunungapi dapat dipantau dengan cara melihat atau memonitor


beberapa perilaku fisik sebagai parameter tanda akan terjadinya letusan. Salah
satu yang dapat di monitoring adalah aktivitas seismik. Dari aktivitas seismik
yang dipantau secara real time ini akan dilakukan monitoring dari jarak jauh
dengan sebuah system komunikasi atau telemetri, untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagi salah satu parameter penunjang keputusan status dari
sebuah gunungapi (Maryono dkk, 2011).

Selama ini instrumen komunikasi yang digunakan sebagai monitoring adalah


menggunakan telemetri analog dengan radio modem, tetapi sistem
komunikasi dengan telemetri radio modem memiliki beberapa kelemahan.
WSN yang digunakan berbasis radio modem analog dibentuk dalam sebuah
jaringan multihop, yaitu terdiri dari node-node yang berkomunikasi dengan

6
node lain melalui sebuah node tertentu atau node relay. Dengan cara ini maka
tidak memungkinkan komunikasi secara langsung dengan pos sentral karena
terkendala jarak dan kondisi geografis pegunungan. Gunung akan menjadi
semacam obstacle/penghalang yang sangat besar untuk sistem komunikasi
(Santoso dkk, 2012).

2.3 Sensor Monitoring

Sensor seismik WSN


Sensor-sensor ini dapat berdiri sendiri secara tunggal (seperti seismometer
atau tilt sensor) maupun dapat dalam membentuk jaringan sensor yang
dihubungkan dengan kabel. Jarak antar sensor biasanya dekat, dan dapat saja
diintegrasikan dengan jaringan yang besar yang dihubungkan secara point-to-
point (Scarpa & Tiling, 1996). Perekaman data seismik dilakukan secara
periodik atau dipicu oleh kejadian seismik. Data yang direkam disimpan
secara lokal, sehingga harus diambil secara periodik atau dikirimkan melalui
saluran telepon atau komunikasi radio jarak jauh ke pos pemantauan (Santoso
dkk, 2012).

Akses point to multipoint

Secara garis besar, frekuensi dan perhitungan power pada jaringan point-
tomultipoint hampir sama dengan point-to-point. Hanya saja jaringan point-
to-multipoint ada yang mampu membentuk jaringan yang baik walaupun di
antaranya terdapat penghalang (NLOS = Not Line of Sight).

7
BAB III
METODOLOGI

8
DAFTAR PUSTAKA

[1] I. Pratomo, "Klasifikasi Gunungapi Aktif Indonesia, Studi Kasus dari


Beberapa Letusan Gunungapi dalam Sejarah," Jurnal Geologi Indonesia, vol.
1, pp. 209-227, 2006.

[2] C. Alwan, A. Zacoe, D. J. D. H. Santjojo, D. R. Santoso, “PERANCANGAN


TELEMETRI AKTIVITAS GUNUNG BERAPI MENGGUNAKAN
SENSOR SEISMIK 3C DENGAN GELOMBANG WIFI 2.4GHz,” Rekayasa
Sipil, vol. 11, 2017.

[3] Katili, J.A., dan S.S. Siswowidjojo, 1994, dalam Hendra Grandis, Hasanuddin
Z. Abidin, Prihadi Soemintadiredja, Niniek R. Herdianita dan Djoko Santoso,
Gunung Api dan Mitigasi Bencana Erupsi.

Anda mungkin juga menyukai