Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KELOMPOK GEOHAZARD

STUDI KASUS TENTANG BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI

OLEH KELOMPOK 5 :

MUHAMMAD ALWAN FIKRI (410014143)


LA ODE MUHAMMAD INULSAH (410014152)
MOH. HENDRA PRASETYO (410014154)
CHAIRIL (410014155)
INGGRID SKOLASTIKA AMFOTIS (410014169)

MATA KULIAH GEOHAZARD


PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK GEOLOGI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2017
P a g e 1 | 42
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan petunjuk-Nya
kami dapat menyelesaikan Laporan menganai Studi Kasus Erupsi Gunung Merapi ini dengan baik
dan lancar. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu dalam menyelasaikan Laporan ini sampai tuntas.

Laporan ini merupakan Laporan Studi Kasus Erupsi Gunung Merapi yang kami susun
sebagai pelengkap Tugas Mata Kuliah Geohazard yang telah dilaksanakan di Ruang C.2, Jurusan
Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.

Kami menyadari bahwasanya laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari berbagai pihak, sangat
diharapkan demi hasil yang lebih baik dalam pembuatan Laporan-laporan selanjutnya. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 05 Juni 2017

Kelompok V

P a g e 2 | 42
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1

KATA PENGANTAR.. 2

DAFTAR ISI 3

BAB 1 PENDAHULUAN 4

1.1 Latar Belakang 4


1.2 Rumusan Masalah... 5
1.3 Maksud dan Tujuan. 5

BAB II PEMBAHASAN 6

2.1 Pengenalan Gunung Api... 6

2.2 Geologi Regional.. 12

2.3 Proses Pengontrol dan Pemicu Erupsi.. 20

2.4 Dampak. 21

2.5 Mitigasi. 30

BAB III PENUTUP 40

3.1 Kesimpulan 40

3.2 Saran.. 41

DAFTAR PUSTAKA.. 42

P a g e 3 | 42
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Secara tidak disadari, pengetahuan Geologi sudah diterapkan dari sejak zaman prasejarah.
Kata 'geologi' pertama kali dipergunakan pada tahun 1473 oleh Ricardh de Bury untuk hukum atau
ilmu kebumian. Kata Geologi berasal dari Bahasa Yunani, geos berarti bumi dan logos yang
berarti ilmu. Jadi Geologi adalah Ilmu yang mempelajari material bumi secara menyeluruh,
termasuk asal mula, struktur, penyusun kerak bumi, proses - proses yang berlangsung selama dan
atau setelah pembentukannya, dan yang sedang berlangsung, hingga menjadikan keadaan bumi
seperti saat ini.

Bumi tersusun atas berbagai macam jenis batuan, diantaranya Batuan Beku, Batuan
Sedimen serta Batuan Metamorf. Tetapi dari sekian banyak batuan yang ada, Batuan Sedimenlah
yang paling dominan dan paling banyak dijumpai keberadaannya. Dari proses
terjadinya/terbentuknya bumi, tidak pernah lepas dari fenomena dan gejala-gejala Geologi yang
ada, mulai dari proses sedimentasi hingga menghasilkan Struktur Geologi yang disebabkan oleh
proses Tektonik yang terjadi di bumi.

Pada kesempatan kali ini, Kelompok kami ditugaskan untuk membuat sebuah Laporan
yang secara khusus membahas tentang Studi Kasus dari Erupsi Gunung Api Paling Aktif di dunia
yang terletak di Indonesia tepatnya Pulau Jawa, yakni Gunung Merapi. G. Merapi (2986 m dpl)
terletak di perbatasan empat kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Propinsi DIY dan Kabupaten
Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten di Propinsi Jawa Tengah. Propinsi Jawa
Tengah. Posisi geografinya terletak pada 7 32'30" LS dan 110 26'30" BT. Berdasarkan tatanan
tektoniknya, gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia menunjam di
bawah Lempeng Eurasia yang mengontrol vulkanisme di Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa
Tenggara. Gunung Merapi muncul di bagian selatan dari kelurusan dari jajaran gunungapi di Jawa
Tengah mulai dari utara ke selatan yaitu Ungaran-Telomoyo-Merbabu-Merapi dengan arah N165
E. Kelurusan ini merupakan sebuah patahan yang berhubungan dengan retakan akibat aktivitas

P a g e 4 | 42
tektonik yang mendahului vulkanisme di Jawa Tengah. Aktivitas vulkanisme ini bergeser dari arah
utara ke selatan, dimana G. Merapi muncul paling muda.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam pembuatan Laporan ini, kami memiliki beberapa Rumusan Masalah yang menjadi
acuan untuk pembuatan rangkaian pembahasan dalam laporan ini. Rumusan masalah tersebut
diantaranya sebagai berikut :

1. Apa itu Gunung Api ?


2. Mengkaji tentang Geologi Regional Merapi, mulai dari Geomorfologi, Stratigrafi dan Struktur
Geologi.
3. Bagaimana proses pengontrol dan pemicu Erupsi Gunung Merapi ?
4. Apakah dampak yang ditimbulkan ketika gunung merapi mengalami erupsi ?
5. Bagaimana penanggulangan bencana (mitigasi) erupsi gunung api ?, mulai dari pra bencana,
saat terjadi bencana, sampai pasca terjadinya bencana.

1.3 Maksud dan Tujuan

Penulisan laporan ini bermaksud menguraikan berbagai aspek yang bekaitan dengan Studi
Kasus erupsi gunung api teraktif di dunia, yang mana didalamnya mencakup pembahasan
mengenai proses-proses yang terjadi ketika merapi mengalami peningkatan aktivitas vulkanisme
sehingga sampai pada titik dimana material-material di dalam perut bumi dimuntahkan keluar
dari tubuh merapi yang kita kenal dengan nama erupsi.

Dari uraian maksud diatas, maka dapat kita ketahui tujuan dari pembuatan laporan ini
adalah, sebagai berikut :

1. Mengetahui proses apa saja yang menjadi pengontrol serta pemicu dari erupsi gunung merapi
2. Mengenal dampak yang ditimbulkan dari aktivitas vulkanisme merapi (erupsi)
3. Dan yang paling penting adalah mengajarkan kepada kita semua khususnya masyarakat yang
tinggal disekitar lereng gunung merapi untuk mengenal dan memahami cara penanggulangan

P a g e 5 | 42
bencana (mitigasi) saat terjadinya erupsi agar tidak banyak menimbulkan kerugian, baik
kerugian harta benda maupun kehilangan kerabat dekat Karena erupsi gunung merapi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengenalan Gunung Api
Gunungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya
cairan magma atau gas, atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Material yang dierupsikan ke
permukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung.

Gunungapi diklasifikasikan kedalam dua sumber erupsi, yaitu (1) erupsi pusat, erupsi
keluar melalui kawah utama, ; (2) erupsi samping, erupsi keluar dari lereng tubuhnya ; (3) erupsi
celah, erupsi yang muncul pada retakan/sesar dapat memanjang sampai beberapa kilometer ; (4)
erupsi eksentrik, erupsi samping tetapi magma yang dikeluarkan bukan dari kepundan pusat yang
menyimpang ke samping melainkan langsung dari dapur magma melalui kepundan sendiri.

Berdasarkan tinggi rendahnya derajat fragmentasi dan luasnya, juga kuat lemahnya letusan
serta tinggi tiang asap, maka gunungapi dibagi menjadi beberapa tipe erupsi : (1) tipe Hawaiian,
yaitu erupsi eksplosif dari magma basaltic atau mendekati basalt, umumnya berupa semburan lava
pijar, dan sering diikuti leleran lava secara simultan, terjadi pada celah atau kepundan sederhana ;
(2) tipe strombolian, erupsinya hamper sama dengan Hawaiian berupa semburan lava pijar dari
magma yang dangkal, umumnya terjadi pada gunungapi sering aktif di benua atau tengah benua ;
(3) tipe plinian, merupakan erupsi yang sangat eksplosif dari magma berviskositas tinggi atau
magma asam , komposisi magma bersifat andesitic sampai riolitik. Material yang dierupsikan
berupa batuapung dalam jumlah yang besar ; (4) tipe sub plinian, erupsi eksplosif dari magma
asam/riolitik dari gunungapi strato, tahap erupsi efusifnya menghasilkan pembentukan ignimbrite
; (5) tipe ultra plinian, erupsi sangat eksplosif menghasilkan endapan batuapung lebih banyak dan
luas dari plinian biasa ; (6) tipe vulkanian, erupsi magmatis berkomposisi andesite basaltic sampai
dasit, umumnya melontarkan bom-bom vulkanik atau bongkahan disekitar kawah dan sering
disertai bom kerak atau permukaannya retak-retak. Material yang dierupsikan tidak melulu berasal
dari magma tetapi bercampur dengan batuan samping berupa litik ; (7) tipe surtseyan dan tipe

P a g e 6 | 42
freatoplinian, kedua tipe tersebut merupakan erupsi yang terjadi pada pulau gunungapi, gunungapi
bawah laut atau gunungapi yang berdanau kawah. Surtseyan merupakan erupsi interaksi antara
magma basaltic dengan air permukaan atau bawah permukaan, letusannya disebut freatomagmatik.
Freatoplinian terjadinya sama dengan surtseyan, tetapi magma yang berinteraksi dengan air
berkomposisi riolitik.

Bentuk dan bentang alam gunungapi terdiri atas : bentuk kerucut, dibentuk oleh endapan
piroklastik atau lava ataupun keduanya ; bentuk kubah, dibentuk oleh terobosan lava di kawah,
membentuk seperti kubah ; kerucut sinder, dibentuk oleh perlapisan material sinder atau scoria ;
maar, biasanya terbentuk pada lereng atau kaki gunungspi utama akibat letusan freatik atau
freatomagnetik ; plateau, dataran tinggi yang dibentuk oleh pelamparan leleran lava.

Penampang suatu gunungapi dan bagian-bagiannya. (Modifikasi dari Krafft, 1989)


Struktur gunungspi terdiri dari : (1) struktur kawah adalah bentuk morfologi negative atau
depresi akibat kegiatan suatu gunungapi, bentuknya relative bundar ; (2) kaldera, bentuk
mofrologinya seperti kawah tetapi garis tengahnya lebih dari 2 km. kaldera terdiri atas : kaldera
letusan, terjadi akibat letusan besar yang melontarkan sebagian besar tubuhnya ; kaldera runtuhan,
terjadi karena runtuhnya sebagian tubuh gunungapi akibat pengeluaran material yang sangat
banyak dari dapur magma ; kaldera resurgent, terjadi akibat runtuhnya sebagian tubuh gunungapi
diikuti dengan runtuhnya blok bagian tengah ; kaldera erosi, terjadi akibat erosi terus menerus
dibagian dinding kawah sehingga melebar menjadi kaldera ; (3) rekahan atau graben, retakan-
P a g e 7 | 42
retakan atau patahan pada tubuh gunungapi yang memanjang mencapai puluhan kilometer dan
dalamnya ribuan meter. Rekahan parallel yang menyebabkan amblasnya blok disekitar rekahan
disebut graben ; (4) depresi volcano-tektonik, pembentukannya ditandai dengan deretan
pegunungan yang berasosiasi dengan pembentukan gunungapi akibat ekspansi volume besar
magma asam ke permukaan yang berasal dari kerak bumi. Depresi ini dapat mencapai ukuran
puluhan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

Tipe Letusan Gunungapi (kiri), dan bentuk gunungapi


2.1.1 Kapan Gunungapi Terbentuk
Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun yang lalu sampai sekarang. Pengetahuan tentang
gunungapi berasal manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat dengan
gunungapi. Hal tersebut diketahui dengan penemuan fosil manusia didalam endapan vulkanik dan
sebagian besar penemuan fosil itu ditemukan di afrika dan Indonesia berupa tulang belulang
manusia yang terkubur oleh endapan vulkanik.

Sebagai contoh banyak ditemukan kerangka manusia di kota Pompeii dan herculanum yang
terkubur oleh endapan letusan gunung Vesuvius pada 79 masehi. Fosil yang terawetkan baik pada
abu vulkanik berupa tapak kaki manusia Australopithecus berumur 3,7 juta tahun di daerah laetoli,
afrika timur. Penanggalan fosil dari kerangka manusia tertua, homo babilis berdasarkan
potassium-argon (K-Ar) didapat umur 1,75 juta tahun di daerah olduvai. Penemuan fosil yang
didua sebagai manusia pemula Australopithecus afarensis berumur 3,5 juta tahun di hadar,
Ethiopia, dan penanggalan umur benda purbakala tertua yang terbuat dari lava berumur 2,5 juta
tahun ditemukan di danau turkana, afrika timur. Perkembangan benda-benda purba dari yang
sederhana kemudian meningkat menjadi benda-benda yang disesuaikan dengan kebutuhan sehari-
hari, seperti pemotong, kapak tangan, dll terbuat dari obsidian yang berumur paleolitik atas.

P a g e 8 | 42
2.1.2 Dimana Gunungapi Terjadi

Gunungapi terbentuk pada empat busur, yaitu busur tengah benua, terbentuk akibat
pemekaran kerak benua ; busur tepi benua, terbentuk akibat penunjaman kerak samudera ke kerak
benua ; busur tengah samudera, terjadi akibat pemekaran kerak samudera ; dan busur dasar
samudera, terjadi akibat terobosan magma basa pada penipisan kerak samudera.

Penampang yang memperlihatkan batas lempeng utama dengan pembentukan busur gunungapi.
(Modifikasi Krafft, 1989)
2.1.3 Mengapa Terjadi Gunungapi
Pengetahuan tentang tektonik lempeng merupakan pemecahan awal dari teka teki
fenomena alam termasuk deretan pegunungan, benua, gempa bumi dan gunungapi. Planet bumi
mempunyai banyak cairan dan air di permukaan. Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi
pembentukan dan komposisi magma serta lokasi dan kejadian gunungapi.

Panas bagian dalam bumi merupakan panas yang dibentuk selama pembentuka bumi
sekitar 4,5 milyar tahun lalu, bersamaan dengan panas yang timbul dari unsur radioaktif alami,,
seperti elemen-elemen isotope K, U, dan Th terhadap waktu. Bumi pada saat terbentuk lebih panas,
tetapi kemudian mendingin secara berangsur sesuai dengan perkembangan sejarahnya.
Pendinginan tersebut terjadi akibat pelepasan panas dan intensitas vulkanisme di permukaan.
Perambatan panas dari dalam bumi ke permukaan berupa konveksi dimana material-material yang
terpanaskan pada dasar mantel, kedalaman 2.900 km dibawah permukaan bumi bergerak menyebar

P a g e 9 | 42
dan menyempit disekitarnya. Pada bagian atas mantel, sekitar 735 km dibawah permukaan bumi,
material-material tersebut mendingin dan menjadi padat, kemudian tenggelam lagi kedalam aliran
konveksi tersebut. Litosfer termasuk juga kerak umumnya mempunyai ketebalan 70-120 km dan
terpecah menjadi beberapa fragmen besar yang disebut lempeng tektonik. Lempeng bergerak satu
sama lain dan juga menembus ke arah konveksi mantel. Bagian atas litosfer melengser diatas zona
lemah bagian atas mantel, yang disebut juga astenosfer. Bagian lemah astenosfer terjadi pada saat
atau dekat suhu dimana mulai terjadi pelelehan, konsekuensinya beberapa bagian astenosfer
melebur, walaupun sebagian besar masih padat. Kerak benua mempunyai tebal lk. 35 km,
berdensiti rendah dan berumur 1,2 milyar tahun, sedangkan kerak samudera lebih tipis (lk. 7 km),
lebih padat dan berumur tidak lebih dari 200 juta tahun. Kerak benua posisinya lebih diatas
daripada kerak samudera karena perbedaan berat jenis, dan keduanya mengapung diatas
astenosfer.

Penampang bumi, kerak yang menindih mantel hamper seluruhnya terdiri dari oksida yang tidak
melebur. Proses vulkanik membawa fragmen batuan ke permukaan dari kedalaman lk. 200 km
melalui mantel, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya mineral-mineral olivine, piroksen dan
garnet dalam peridotite pada bagian atas mantel. (Modifikasi dari Krafft, 1989 ; Sigurdsson,
2000).

2.1.4 Bagaimana Gunungapi Terbentuk

Pergerakan antar lempeng ini menimbulkan empat busur gunungapi berbeda :

P a g e 10 | 42
1. Pemekaran kerak benua, lempeng bergerak saling menjauh, sehingga memberikan kesempatan
magma bergerak ke permukaan, kemudian membentuk busur gunungapi tengah samudera.
2. Tumbuhan antar kerak, dimana kerak samudera menunjam ke bawah kerak benua. Akibat
gesekan antar kerak tersebut terjadi peleburan batuan dan lelehan batuan ini bergerak ke
permukaan melalui rekahan kemudian membentuk busur gunungapi di tepi benua.
3. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga menimbulkan rekahan atau
patahan. Patahan atau rekahan tersebut menjadi jalan ke permukaan lelehan batuan atau magma
sehingga membentuk busur gunungapi tengah benua atau banjir lava sepanjang rekahan.
4. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan kesempatan magma
menerobos ke dasar samudera, terobosan magma ini merupakan banjir lava yang membentuk
deretan gunungapi perisai.

Penampang diagram yang memperlihatkan bagaimana gunungapi terbentuk di permukaan


melalui kerak benua dan kerak samudera serta mekanisme peleburan batuan yang menghasilkan
busur gunungapi, busur gunungapi tengah samudera, busur gunungapi tengah benua, dan busur
gunungapi dasar semudera (Modifikasi dari Sugirdsson, 2000).

P a g e 11 | 42
Di Indonesia (Jawa dan Sumatera) pembentukan gunungapi terjadi akibat tumbukan kerak
samudera hindia dengan kerak benua asia. Di sumatera, penunjaman lebih kuat dan dalam
sehingga bagian akresi muncul ke permukaan membentuk pulau-pulau, seperti Nias, Mentawai,
dll. (Modifikasi dari Katili, 1974).

2.2 Geologi Regional

2.2.1 Fisiografi

Pulau Jawa secara fisiografi dibagi menjadi empat bagian utama (Van
Bemmelen, 1949), yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta selat dan Pulau
Madura. Daerah Jawa Tengah terbentuk atas dua pegunungan, yakni pegunungan
serayu utara dan pegunungan serayu selatan. Pegunungan serayu utara berbatasan
langsung dengan pegunungan bogor di Jawa Barat dan pegunungan kendeng di Jawa
Timur. Sedangkan pegunungan serayu selatan merupakan terusan dari Depresi
Bandung di Jawa Barat. Berdasarkan fisiografi tersebut, maka gunung merapi berada
di zona depresi jawa Tengah. Gunung merapi tumbuh pada titik pertemuan antara
kelurusan Vulkanik Ungaran Telemoyo Merbabu Merapi dan lawu merapi
Sumbing Sindoro Slamet. Gunung Merapi juga terletak pada pertemuan sesar
semarang utara selatan dan sesar solo (barat-timur). Hal itu selanjutnya membentuk
P a g e 12 | 42
graben Yogyakarta. Dan perselingannya diterobos magma membentuk magma
membentuk gunungapi Merapi. Dapat diurut dari yang tua yaitu, Ungaran Tua
berumur pleistosen dan berakhir di selatan yaitu di gunung merapi yang sangat aktif
hingga saat ini.

G. Merapi (2986 m dpl) terletak di perbatasan empat kabupaten yaitu Kabupaten Sleman,
Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten di Propinsi
Jawa Tengah. Propinsi Jawa Tengah. Posisi geografinya terletak pada 7 32'30" LS dan 110
26'30" BT. Berdasarkan tatanan tektoniknya, gunung ini terletak di zona subduksi, dimana
Lempeng Indo-Australia menunjam di bawah Lempeng Eurasia yang mengontrol vulkanisme di
Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Gunung Merapi muncul di bagian selatan dari kelurusan
dari jajaran gunungapi di Jawa Tengah mulai dari utara ke selatan yaitu Ungaran-Telomoyo-
Merbabu-Merapi dengan arah N165 E. Kelurusan ini merupakan sebuah patahan yang
berhubungan dengan retakan akibat aktivitas tektonik yang mendahului vulkanisme di Jawa
Tengah. Aktivitas vulkanisme ini bergeser dari arah utara ke selatan, dimana G. Merapi muncul
paling muda.

Gambar Peta Lokasi Gunung Merapi yang terletak di Jawa Tengah.


2.2.2 Geomorfologi

Gunung Merapi merupakan gunung api yang paling aktif di perbatasan Yogyakarta dan
Jawa Tengah, ketinggiannya saat ini sekitar 2900-an meter di atas permukaan air laut. Pada deretan
gunung api yang terletak di tengah pulau jawa, Gunung Merapi merupakan gunung berapi yang
terletak paling selatan diantara deretan Gunung Api Ungaran, Telomoyo-Soropati, Merbabu, dan
Merapi yang membujur relatif dari utara-selatan. Gunung Merapi sendiri dibagi menjadi dua, yaitu

P a g e 13 | 42
Merapi Tua dan Merapi Muda. Kedua gunung merapi tersebut dapat dibedakan morfologi dan
lithologinya, karena masa pembentukannya berbeda.

Berdasarkan kelerengannya, Gunung Merapi dibagi menjadi empat satuan geomorfologi,


yaitu :

1. Satuan morfologi daerah puncak Gunung Merapi.


a. Tinggi dari puncak sampai sekitar 2000 m dpl,
b. Terjal
c. Pola pengaliran radial.
2. Satuan morfologi daerah lereng atas.
a. Ketinggian antara 2000 m 1200 m.
b. Kemiringan melandai ke barat dan selatan (curam sedang),
c. Pola pengaliran subparallel
3. Satuan morfologi daerah lereng tengah.
a. Ketinggian 1200 m 600 m,
b. Kemiringan sedang,
c. Pola pengaliran parallel.
4. Satuan morfologi daerah lereng bawah.
a. Ketinggian 600-400 m,
b. Kemiringan landai,
c. Sungai berperan sebagai jalur material hasil letusan.

Perubahan morfologi puncak Gunung Merapi antara sebelum 2010 (kiri) dan setelah 2010
(kanan) berdasarkan citra satelit

P a g e 14 | 42
2.2.3 Stratigrafi

Vulkanisme adalah segala kegiatan magma dari lapisan dalam litosfer menyusup ke lapisan
yang lebih atas atau sampai ke luar permukaan bumi. Sebenarnya, vulkanisme dalam arti yang
sempit berarti ekstrusi magma. Dari dapur magma, melalui diatrema, magma menyusup ke atas
sampai ke permukaan bumi. Proses keluarnya magma itu dinamakan letusan atau erupsi. Gunung
Merapi termasuk gunung api strato, gunungapi strato merupakan hasil erupsi campuran, efusif dan
eksplosif yang berulang beberapa kali. Gunungapi strato ini berbentuk kerucut dan tubuhnya
berlapis-lapis.

Secara umum formasi dan jenis batuan yang menyusun Gunungapi Merapi di bagian utara
didasari oleh batuan vulkanik Merapi Tua berumur Pleistosen Atas, di bagian timur didasari oleh
batuan Tersier Formasi Nglanggran dan Semilir, serta batuan Tersier Formasi Sentolo di bagian
barat maupun selatan. Menurut Bemmelen (1949) di Formasi Sentolo memiliki tipe facies neritik.
Pada batugamping dijumpai kandungan fosil-fosil foraminifera. Formasi Sentolo berumur Miosen
Tengah. Formasi ini tersusun atas batugamping (limestone) dan batupasir napalan (marly
sandstone). Di bagian selatan juga terdapat Formasi Endapan Gunungapi Merapi Muda yang
berumur Kuarter dan terdiri dari material lepas sebagai hasil kegiatan letusan Gunungapi Merapi.
Endapan Gunungapi Merapi Muda batuannya berupa tuf, abu, breksi, aglomerat, dan lelehan lava
tak terpilahkan. Hasil pelapukan pada lereng kaki bagian bawah membentuk dataran yang meluas
di sebelah selatan, terutama terdiri dari rombakan vulkanik yang terangkut kembali oleh alur-alur
yang berasal dari lereng atas.

Batuan Piroklastik Gunung Merapi

1. Endapan Piroklastik Jatuhan

Endapan piroklastik jatuhan merupakan onggokan piroklastik yang diendapkan melalui


udara. Endapan ini dihasilkan dari letusan eksplosif yang melemparkan material-material vulkanik
dari lubang vulkanik ke atmosfer dan jatuh ke bawah dan terkumpul di sekitar gunung api. Endapan
ini umumnya menipis dan ukuran butir menghalus secara sistimatis menjauhi pusat erupsi, sebaran
mengikuti topografi, pemilahannya baik, strukturgradded bedding normal & reverse, komposisi
pumis, scoria, abu, sedikit lapili dan fragmen litik, komposisi pumis lebih besar daripada litik.

P a g e 15 | 42
2. Endapan Piroklastik Aliran

Endapan piroklastik aliran dihasilkan dari pergerakan lateral di permukaan tanah dari
fragmen-fragmen piroklastik yang tertransport dalam matrik fluida (gas atau cairan yang panas)
yang dihasilkan oleh erupsi volkanik, material vulkanik ini tertransportasi jauh dari gunung api.
Endapan ini umumnya pemilahannya buruk, mungkin menunjukan grading normal fragmen litik
dan butiran litik yang padat, yang semakin berkurang menjauhi pusat erupsi, sortasi buruk dan
butiran menyudut, sebaran tidak merata dan menebal di bagian lembah. Penyebaran dan bentuk
endapan piroklastik aliran sangat dipengaruhi oleh morfologi asal, sebab sifat dari endapan
tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan. Bagian bawah endapan akan memperlihatkan
bentuk morfologi asal, sedang bagian atasnya umumnya datar. Endapan tersebut akan menyebar
membentuk cuping kipar (fan-like lobes) pada lereng gunung api, sebagaimana halnya dengan
penyebaran lahar. Endapan piroklastik aliran terdiri dari keratin batuan, batu apung, Kristal dan
gelas (glass shard) dalam jumlah yang beragam, bergantung pada komposisi magmanya dan
sejarah pembentukannya. Pada beberapa endapan, keratan batuan dan Kristal berupa batuan asing
(xenolith). Endapan tersebut, baik yang disebabkan oleh letusan maupun guguran kubah atau aliran
lava, akan terdiri dari bahan-bahan yang tak berongga (non-vesiculer) hingga batuan yang
berongga sebagian atau seluruhnya (Fisher & Schmincke, 1984; dalam Endarto, 2005).

3. Endapan Pyroclastic Surge

Endapan pyroclastic surge merupakan suatu awan campuran dari bahan padat dan gas (uap
air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulen di
atas permukaan. Umumnya endapan ini mempunyai pemilahan yang baik, berbutir halus dan
berlapis baik, mempunyai struktur pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan
bergelombang hingga planar. Yang paling khas endapan ini adalah mempunyai struktur silang siur,
melensa dan bersudut kecil.

Stratigrafi Endapan Piroklastik di Sungai Gendol

Berdasarkan pengamatan di lapangan, di lereng Sungai Gendol ditemukan 4 sikuen


piroklastik aliran dan 2 sikuen endapan pyroclastic surge. Beberapa bagian dari endapan
piroklastik itu telah tererosi dan terlapisi oleh endapan lahar. Ketebalan endapan piroklastik aliran
bervariasi mulai dari 2 m sampai 10 m. sedangkan endapanpyroclastic surge hanya sekitar 50 cm.

P a g e 16 | 42
Karakter dari endapan piroklastik aliran yaitu abu-abu terang sampai coklat susu, tidak mempunyai
struktur, pemilahan buruk, matrix supported, masih bersifat material lepas.
Umumnya, blocks volkanik dalam endapan piroklastik aliran memperlihatkan matrix supported,
namun beberapa diantaranya ada yang grain supported. Arang kayu ditemukan di beberapa
tempat. Endapan pyroclastic surge mempunyi warna abu-abu terang, masih bersifat material lepas
dengan ukuran butir debu-lapili baik, teramati struktur sedimen seperti cross beds, lapisan
bergelombang dan laminasi.

Berdasarkan sifat dan karakteristiknya, endapan piroklastik aliran hasil erupsi Gunung
Merapi dibagi menjadi 2 (Petrasawacana, 2011), yaitu:

1. Endapan piroklastik aliran dengan dominasi fragmen berukuran > 2 meter

Endapan ini mengisi sebagian besar sisi hulu Sungai Gendol radius < 8 km dari pusat
erupsi. Pada umumnya berwarna abu-abu merah kecoklatan, sifat material belum
terdekomposisikan masih bersifat material lepas tanpa pengikat. Bentuk fragmen subangular
angular, tersortasi buruk, kemas terbuka, memiliki jarak antar fragmen antara 1 2 meter, dengan
ketebalan endapan 2 5 meter disisi lereng dan 20 100 meter di dalam lembah alur sungai.
Matrik yang belum terdekomposisi berupa andesit, lapili, dan abu halus, berukuran lempung
kerakal (< 1/256 mm 256 mm) yang didominasi oleh material pasir vulkanik. Penyebaran di
sebelah barat sisi Sungai Gendol dengan radius 350 meter sampai ke Dusun Kaliadem bagian utara,
dan sebagian masuk ke hulu Sungai Opak. Penyebaran di sisi sebelah timur dengan radius 150
meter sampai ke Dusun Singlor dan Dusun Glagah Malang. Endapan ini terbentuk pada
kelerengan curam sangat curam dengan kemiringan lereng lebih dari 45 %, pada morfologi
kerucut aktif vulkanik lereng tengah dengan kondisi sungai yang membentuk lembah U dan V.
Distribusi endapannya dipengaruhi oleh alur sungai yang dilewati guguran kubah lava, pada
lembah-lembah yang memiliki pembelokan sungai yang tajam terjadi lompatan piroklastik akibat
adanya tekanan luncuran pada saat kondisi panas.

2. Endapan piroklastik aliran dengan dominasi fragmen bongkah berukuran < 2 meter

Endapan ini mengisi sebagian kecil sisi hulu, sebagian besar sisi bagian tengah dan sisi
bagian bawah Sungai Gendol pada radius 8 18 km dari pusat erupsi. Pada umumnya berwarna
abu-abu cerah coklat kehitaman, sifat material belum terdekomposisikan, masih bersifat material

P a g e 17 | 42
lepas tanpa pengikat. Bentuk fragmen subangular angular, tersortasi buruk, kemas terbuka,
memiliki jarak antar fragmen antara 0,5 2 meter, dengan ketebalan endapan 2 5 meter disisi
lereng dan 15 100 meter di dalam lembah sungai. Fragmen didominasi oleh bongkah berukuran
1 2 meter terdiri dari batuan andesit dengan struktur kerak roti dan masif. Matrik yang belum
terdekomposisi berupa andesit, lapili, dan abu halus, berukuran lempung kerakal (< 1/256 mm
256 mm) yang didominasi material pasir vulkanik. Endapan yang terbentuk pada lereng tengah
lereng kaki dengan kelerengan curam sedang, kemiringan lereng 10 30 %. Distribusi
endapannya pada lereng tengah dominan ke sebelah barat Sungai Gendol meliputi Dusun Jambu
dan Dusun Kaliadem bagian selatan dengan jarak 50 meter dari bibir sungai (LP 19 dan LP 20).
Endapan terjauh terbentuk pada kelerengan landai sedang dengan kemiringan lereng < 20 %,
pada morfologi lereng tengah lereng kaki dengan kondisi sungai relatif miring datar. Distribusi
endapannya lebih dominan pada lereng bagian kaki di sisi sebelah timur Sungai Gendol dengan
jarak radius 50 150 meter sampai ke Desa Wukirsari meliputi Dusun Gondang Pusung bagian
timur, Dusun Ngepringan bagian timur dan Dusun Gungan Srodoan bagian timur. Distribusi
endapan di sebelah barat Sungai Gendol dengan jarak radius 100 200 meter di Desa Argomulyo
meliputi Dusun Bronggang bagian barat, Dusun Bakalan bagian barat, Dusun Gadingan bagian
barat, Dusun Wonokerso bagian barat dan Dusun Plumbon bagian barat; Desa Glagaharjo meliputi
Dusun Ngancar bagian barat.

Endapan piroklastik aliran di Sungai Gendol disebabkan erupsi Gunung Merapi karena
robohnya dome lava dan menyebabkan terbukanya kawah di bagian selatan dan menyebabkan
aliran piroklastik menuju Sungai Gendol. Pada saat erupsi, angin menunjukkan arahnya menuju
barat, sehingga tidak ditemukan endapan jatuhan debu volkanik di atas endapan piroklastik aliran.

Berikut adalah gambar-gambar Sungai Gendol setelah erupsi Gunung Merapi (2010) :

P a g e 18 | 42
2.2.4 Struktur Geologi
Gunung Merapi terletak pada dua jalur sesar regional sesar yang memisahkan Jawa Timur
dan Jawa Tengah dan sesar yang membentuk batasan antar Bukit Kendeng bagian barat dan
subzona antara Ngawi dan Gumo.

Struktur yang terjadi salah satunya adalah lipatan. Lipatan tersebut adalah hasil longsoran
deposit Merapi dan dome yang timbul pada Pegunungan Kulon Progo bagian barat.

Kenampakan struktur antiklin antara Salam dan Muntilan membentuk sistem yang
terbentuk seperti parabola terbalik yang patahsepanjang Gunung Merapi Tua. Arah dip rata-rata
pada Gunung Gendol hampir sama dengan dip yang ada pada sistem yang terjadi pada antiklin
antara Salam dan Muntilan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa deposit dari aliran lahar yang
termasuk ke dalam Gunung Gendol telah terlipat dan menggumpal.

Patahnya Gunung Merapi Muda kemungkinan disebabkan oleh adanya pergerakan


tektonik sepanjang sesar geser besar yang terbentang pada barisan Gunung Ungaran-Merapi
sampai perbatasan lembah Progo bagian barat daya yang mengalami penurunan secara perlahan.
Hal tersebut menyebabkan bagian barat Gunungapi turun ke arah daerah penurunan tersebut (Van
Bemmelen, 1970).

Pandangan Van Bemmelen (1970) Mengenai Perbukitan Gendol

Perbukitan ini terletak 17,5 Km dari kaki Gunung Merapi bagian barat. Tepatnya di
antara Salam dan Muntilan.Pada perbukitan ini terdapat bukit yang paling tinggi, yaitu Bukit
Gendol yang tingginya mencapai 452 meter di atas permukaan laut.Litologi penyusun perbukitan
ini adalah breksi laharik yang komposisinya sama dengan produk Merapi tua. Batuan pada bukit
ini terlipat yang membentuk antiklonorium (rangkaian antiklin kecil di dalam antiklin yang besar)
yang melengkung konkav kearah barat. Menurut Van Bemmelen, pembentukan antiklinorium ini
erat kaitannya dengan terjadinya pensesaran Gunung Merapi tua yang mengakibatkanblok barat
gunung Merapi Tua turun dan blok yang turun tersebut meluncur dan membentur kaki bagian utara
Pegunungan Menoreh yang akhirnya membentuk antiklinorium Gendol.

P a g e 19 | 42
Pandangan Rovicky Mengenai Perbukitan Gendol

Bukit gendol terbentuk dari endapan erupsi gunung merapi (diduga cinder cone).Pada
pertumbuhan gunung merapi, gunung merapi mengalami rekahan yang berlangsung cukup
lambat.Karena intrusi magma yang berkelanjutan maka terjadilah beberapa patahan yang
mengarah ke barat, patahan ini mendorong (mengkompresi) bukit gendol sehingga seperti
mengalami pengangkatan. (Rovicky, 2010)

Patahan di Gunung Merapi


2.3 Proses Pengontrol dan Pemicu Erupsi Merapi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi karakteristik atau perilaku erupsi diantaranya :

(1) Sifat magma termasuk komposisi kimia, kekentalan, kandungan gas dan air,

(2) Struktur dan dimensi pipa saluran magma dan

(3) Posisi serta volume kantong magma yang menentukan besarnya pasokan.

Faktor utama yang menjadi pengontrol dan pemicu terjadinya erupsi gunung merapi adalah
komposisi magma, temperatur magma dan kandungan gas yang terdapat dalam magma.

Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi mobilitas dari magma , atau sering disebut
viskositas (kekentalan) magma. Semakin kental magma, semakin sulit magma untuk mengalir.
viskositas magma sangat berhubungan dengan kandungan silikanya. Semakin tinggi kandungan
silikanya, maka magma semakin viskos dan aliran magma akan semakin lambat. Hal ini
disebabkan karena molekul-molekul silika terangkai dalam bentuk rantai yang panjang, walaupun

P a g e 20 | 42
belum mengalami kristalisasi. Akibatnya, karena lava basaltik mengandung silika yang rendah,
maka lava basaltik cenderung bersifat encer dan mudah mengalir, sedangkan lava granitik relatif
sangat kental dan sulit mengalir walaupun pada temperatur tinggi.

Kandungan gas dalam magma juga akan berpengaruh terhadap mobilitas dari magma.
Keluarnya gas dari magma menyebabkan magma menjadi semakin kental. Keluarnya gas ini dapat
pula menyebabkan tekanan yang cukup kuat untuk keluarnya magma melalui lubang kepundan.
Pada waktu magma bergerak naik ke atas mendekati permukaan pada gunung api, tekanan pada
bagian magma yang paling atas akan berkurang. Berkurangnya tekanan akan mengakibatkan
lepasnya gas dari magma dengan cepat. Pada temperatur tinggi dan tekanan yang rendah,
memungkinkan gas untuk mengembangkan volumenya sampai beberapa kali dari volumenya
mula-mula. Keluarnya gas tersebut dapat membawa lava yang disemburkan sampai bermeter-
meter tingginya. Sedangkan pada magma yang kental, keluarnya gas tidak mudah, tetapi gas
tersebut akan berkumpul pada kantong-kantong dalam magma yang menyebabkan tekanan
meningkat jauh lebih besar. Tekanan yang besar ini akan dikeluarkan dengan letusan yang hebat
dengan membawa material yang setengah padat dan padat melalui lobang kawah gunung api. Jadi
besarnya gas yang keluar dari magma akan membuat merapi mengalami erupsi.

2.4 Dampak
Dampak erupsi Gunung Merapi dapat dibagi menjadi 2, yakni Dampak Primer dan Dampak
Sekunder. Dampak Primer terdiri atas :

1. Volatil/Gas Gunung Api


Dalam ilmu keplanetan, volatil adalah kelompok unsur kimia dan senyawa
kimia dengan volatilitas rendah yang berhubungan dengan planet atau kerak bulan dan /
atau atmosfer. Contohnya
termasuk nitrogen, air, karbondioksida, amonia, hidrogen, metana dan sulfur dioksida.
Dalam astrogeologi, senyawa ini keadaan padat, sering terdiri dari proporsi besar dari kerak bulan
dan planet katai.

Secara geokimiawi, komponen paling penting yang mempengaruhi sifat erupsi suatu
gunung api adalah komponen volatil. Perubahan sifat erupsi gunung merapi dapat dilakukan
dengan kajian terhadap viskositas dan densitas magma. Sebagai gunung api paling aktif di

P a g e 21 | 42
Indonesia, perlu dilakukan kajian terhadap bahaya yang ditimbulkan bila terjadi erupsi. Mitigasi
bencana terhadap daerah disekitar Gunung Merapi sebelumnya pernah dilakukan penelitian
mengenai mitigasi bencana aliran piroklastik oleh Afatia tahun 2006. Penelitian mengenai erupsi
Gunung Merapi berdasarkan komponen volatil dan laju alir lava Gunung Merapi belum
dikemukakan oleh peneliti lain.

Gas Volatil yang terhirup akan bersifat racun terhadap paru-paru. Kadar Volatil yang
terhirup dapat menyebabkan edema paru-paru (pembengkakan pulmonary) dan juga dapat
mengakibatkan kematian dalam waktu pemajanan 29 menit atau kurang. Pemajanan dapat
mengakibatkan kesulitan dalam bernafas. Untuk meminimalisir hal buruk saat berada
dilingkungan yang memungkinkan munculnya gas volatile, maka lengkapi diri dengan alat
pelindung diri seperti masker dan jangan terlalu lama berada di daerah yang rawan mengeluarkan
gas volatil. Akibat lain dalam tubuh ketika volatile terhirup yang melampaui ambang batas, maka
akan terjadi perubahan warna kulit menjadi kelabu atau kehitaman, gangguan fungsi hati dan
kanker hati, gangguan fungsi jantung, paru-paru dan ginjal. Efek yang langsung kelihatan adalah
dimana terlihat garis-garis horizontal ada kuku.

2. Aliran Piroklastik

Bahaya primer selama letusan Gunungapi Merapi terbesar adalah aliran piroklastik. Aliran
ini terdiri dari gas vulkanis panas, abu dan batu yang turun dengan cepat dan menerjang dengan
kasar. Kecepatan rata-rata jatuhan adalah 150 Km (90 Mill) per jam. Aliran Piroklastik ini biasanya
diatur oleh sistem medan yaitu menjadi aliran yang kuat jika terfokus pada lembah sungai
(terpengaruh gaya gravitasi) dan melebar pada daerah yang lapang.

Satelit Terra NASA memproduksi citra ASTER warna semu hasil perekaman vulkanisme
Merapi yang memperlihatkan aliran piroklastik yang telah meratakan puncak Merapi dan mengalir
sepanjang Sungai Gendol di bagian selatan Merapi. Warna kelabu merupakan rekaman material
deposit vulkanik (dampak aliran piroklastik dan lahar) dan warna merah merupakan sebaran
vegetasi (merah melambangkan kandungan air).

Tepat di utara Lapangan Golf Merapi (ditampilkan dalam warna merah terang) adalah area
terluas akibat aliran piroklastik akibat letusan langsung sehingga terkesan melebar menyebabkan

P a g e 22 | 42
perubahan setting morfologi puncak. Di daerah kelabu gelap, kebanyakan pohon tumbang,
terbakar serta tertutup oleh abu dan batuan. Dominasi vegetasi yang digambarkan dalam warna
merah terang, sebagian besar tertutup abu secara merata berwarna kelabu muda.

Gambar Citra Aster Merapi


3. Abu Vulkanik/Tepra
Material vulkanik, walaupun berukuran kecil (misalnya debu dan abu vulkanik), bisa
menimbulkan potensi bahaya bagi kesehatan. Di Indonesia khususnya, di mana terdapat 127
gunung api aktif, pengetahuan dan informasi akan bahaya material vulkanik menjadi semakin
penting. Abu atau debu vulkanik sangat berbahaya bagi kesehatan pernapasan jika terhirup.
Selain itu material hasil erupsi gunung api tersebut juga bisa menimbulkan masalah bagi mata dan
kulit manusia.

Debu vulkanik yang halus dan berukuran sangat kecil, yaitu kurang dari 10 mikron,
berpotensi mengganggu pernapasan. Bahkan, debu berukuran kurang dari 5 mikron dapat
menembus saluran pernapasan bagian bawah atau organ paru-paru.

Dampak kesehatan yang terjadi akibat debu vulkanik bisa bersifat akut maupun kronis.
Efek akut bisa terjadi setelah terpapar oleh debu vulkanik dalam waktu singkat, sedangkan efek
kronik bisa timbul setelah terpapar material vulkanik dalam jangka waktu panjang, atau bertahun-
tahun.
P a g e 23 | 42
Efek Abu Letusan Gunung Api (Merapi) bagi Kesehatan

Berikut ini adalah beberapa bahaya abu vulkanik bagi kesehatan yang perlu anda waspadai
:

Kesehatan Pernapasan

Menghirup debu vulkanik sangat berbahaya bagi kesehatan pernapasan. Material debu
yang masuk melalui saluran pernapasan bisa menimbulkan iritasi saluran pernapasan hingga
infeksi, yang dikenal dengan istilah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Paparan debu
vulkanik pada saluran pernapasan juga bisa menyebabkan efek akut pada penderita penyakit
pernapasan seperti asma, bronkhitis dan enfisema (penyakit paru obstruktif kronik / PPOK).

Beberapa gejala yang dapat timbul pada pernapasan setelah menghirup debu vulkanik
antara lain:

Iritasi saluran pernapasan


Sekresi dahak meningkat
Iritasi dan radang pada tenggorokan
Batuk kering
Dada sakit dan kesulitan bernapas, serta gejala asma

Mata

Tekstur debu atau abu vulkanik berbeda dengan debu biasa. Debu vulkanik memiliki sudut
kristal yang meruncing atau tajam, sehingga dapat menggores dan menyebabkan iritasi. Selain
berbahaya jika terhirup, debu tersebut juga dapat menyebabkan gangguan pada mata. Selain
menyebabkan iritasi, debu vulkanik juga dapat merusak lapisan kornea pada mata.

Beberapa gejala yang bisa timbul pada mata antara lain:

Iritasi mata (mata memerah)

P a g e 24 | 42
Mata terasa gatal dan/atau perih
Air mata keluar terus menerus
Abrasi pada kornea mata karena goresan oleh debu vulkanik, sehingga mata menjadi perih

Gunakan kaca mata untuk melindungi mata anda ketika harus berada pada daerah yang
terpapar debu vulkanik. Jika debu masuk ke mata, jangan mengucek atau menggosok mata karena
justru dapat menyebabkan goresan pada lapisan kornea mata.

Kulit

Material vulkanik, yang mengandung zat-zat berbahaya seperti gas CO, H2S, SO2, juga
bisa menyebabkan gangguan pada kulit. Walaupun kasusnya cukup jarang dan lebih sering terjadi
pada orang dengan tipe kulit sensitif. Efek buruk yang terjadi pun umumnya bersifat ringan, berupa
iritasi dan kemerahan pada kulit yang terpapar, namun cukup membuat penderitanya tidak
nyaman.

Mencegah Bahaya Kesehatan oleh Abu Vulkanik

Untuk mencegah terjadinya dampak buruk bagi kesehatan yang disebabkan oleh material
vulkanik, khususnya debu dan abu vulkanik, gunakanlah masker atau kain untuk menutupi mulut
dan hidung. Ini dilakukan sebagai langkah meminimalisir paparan debu dan abu vulkanik pada
saluran pernapasan.

Terlebih bagi mereka yang memiliki riwayat gangguan pernapasan seperti asma atau sakit
paru, penggunaan masker sangat diutamakan, dan segeralah mengamankan diri ke tempat yang
cukup terhindar dari paparan material vulkanik. Anak-anak dan lansia juga harus diutamakan
untuk menggunakan masker pengaman.

Selain itu, gunakan kaca mata untuk melindungi mata agar tidak terjadi iritasi dan
gangguan penglihatan. Menggunakan pakaian yang tertutup (celana panjang dan baju yang
menutup seluruh lengan) juga disarankan untuk mencegah gangguan kulit yang bisa disebabkan
oleh debu dan abu vulkanik.

P a g e 25 | 42
Erupsi Merapi 2010 yang mengeluarkan abu vulkanik
4. Aliran Lava

Letusan G. Merapi dicirikan oleh keluarnya magma ke permukaan membentuk kubah lava
di tengah kawah aktif di sekitar puncak. Munculnya lava baru biasanya disertai dengan
pengrusakan lava lama yang menutup aliran sehingga terjadi guguran lava. Lava baru yang
mencapai permukaan membetuk kubah yang bisa tumbuh membesar. Pertumbuhan kubah lava
sebanding dengan laju aliran magma yang bervariasi hingga mencapai ratusan ribu meter kubik
per hari. Kubah lava yang tumbuh di kawah dan membesar menyebabkan ketidakstabilan. Kubah
lava yang tidak stabil posisinya dan didorong oleh tekanan gas dari dalam menyebabkan sebagian
longsor sehingga terjadi awan panas. Awanpanas akan mengalir secara gravitasional menyusur
lembah sungai dengan kecepatan 60-100 km/jam dan akan berhenti ketika energi geraknya habis.
Inilah awan panas yang disebut Tipe Merapi yang menjadi ancaman bahaya yang utama.

P a g e 26 | 42
5. Aliran Awan Panas

Awan panas pada letusan Merapi dapat dibedakan atas awan panas letusan dan awan panas
guguran. Awan panas letusan terjadi karena hancuran magma oleh suatu letusan. Kekuatan
penghancuran tersebut ditentukan oleh kandungan gas vulkanik dalam magma. Sedangkan awan
panas guguran terjadi akibat runtuhnya kubah lava oleh tekanan magma dan pengaruh gravitasi.
Awan panas jenis ini lebih sering terjadi pada letusan Gunung Merapi.

Runtuhnya kubah lava terjadi akibat terganggunya kestabilan kubah yang dapat
diakibatkan oleh air hujan yang jatuh di sekitar kubah lava. Air hujan tersebut dapat meresap
melalui retakan dan masuk ke dalam kubah lava. Temperatur kubah lava yang tinggi memanaskan
air tersebut sehingga terbentuk gas yang bertekanan cukup tinggi untuk mengganggu kestabilan
kubah. Penyebab lainnya ialah, letusan kecil pada kubah lava itu sendiri yang dipicu oleh gas
bertekanan tinggi dalam kubah. Namun, faktor pengganggu kestabilan kubah lava yang paling
dominan ialah dorongan dari bawah kubah lava tersebut. Naiknya tekanan gas atau magma di
dalam pipa saluran magma akan mendorong kubah lava hingga akhirnya longsor. Karena pengaruh
gravitasi, tekanan yang tidak terlalu besar pun sudah cukup untuk mengganggu kestabilan kubah.

Guguran Awan Panas Merapi 2010

Dampak

Dibandingkan dengan dampak letusan yang lain seperti jatuhan debu dan batu, aliran lava,
lahar, hujan asam, dan tsunami (untuk gunungapi di tengah laut), awan panas memang yang paling
P a g e 27 | 42
berbahaya. Kecepatan dan temperatur awan panas yang tinggi membuatnya menjadi dampak
langsung letusan yang paling mematikan dalam 400 tahun terakhir. R.J. Blong dalam bukunya
yang berjudul Volcanic Hazards menyebutkan lebih dari 70% korban letusan gunungapi di seluruh
dunia disebabkan oleh terjangan awan panas. Pada letusan Gunung Merapi tahun ini, korban yang
telah jatuh mendekati 100 orang dan hampir semuanya akibat terkena semburan awan panas,
termasuk Sang Juru Kunci Merapi, Mbah Maridjan (alm).

Awan panas dapat terjadi di semua gunungapi dan arah alirannya sulit ditebak, sekalipun
itu berupa awan panas guguran. Sebab, walaupun orientasi dari kubah lava dapat diketahui,
morfologi kawah dapat membuat arah aliran berbeda dengan arah orientasi kubah lava. Ditambah
lagi, seperti pada Gunung Merapi, kubah lava pada kawahnya berjumlah lebih dari satu. Sehingga
menyulitkan para ahli untuk memprediksi kubah mana yang akan hancur lebih dulu.

Kecepatan dan temperatur awan panas membuat material yang dibawanya sanggup
menghancurkan semua yang dilewatinya. Efeknya bagi makhluk hidup berupa luka bakar hingga
kematian yang disebabkan oleh temperatur yang tinggi dan debu panas yang masuk ke paru-paru.
Kekuatan awan panas bahkan sanggup menghancurkan bangunan, pepohonan, dan infrastruktur
lain. Jadi, satu-satunya cara untuk menghindari awan panas ialah dengan menjauhi gunungapi
tersebut hingga batas aman yang ditentukan.

Tidak hanya Dampak Primer saja, Erupsi Gunung Merapi juga memiliki Dampak
Sekunder, diantaranya adalah :

1. Banjir Lahar Dingin Pasca Erupsi


Banjir lahar dingin pasca erupsi Gunung Merapi 2010, merupakan bencana terlama dalam
sejarah gunung api di perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta ini.

Gunung itu meletus pada Oktober 2010, dan timbunan material vulkaniknya berupa abu,
pasir, kerikil dan batu di puncak, lereng, kaki gunung hingga kawasan sekitarnya, kini menjadi
sumber bencana banjir lahar dingin.

Bencana sekunder dari gunung ini yaitu banjir lahar dingin, ternyata melebihi segalanya
dibandingkan dengan bencana primer berupa letusan dan awan panas. Banjir lahar dingin Merapi

P a g e 28 | 42
selama empat bulan dirasakan warga yang menjadi korban, dan pemerintah daerah serta
pemerintah pusat maupun pihak-pihak lain yang terkait, merupakan bencana yang melelahkan. Air
mata, harta benda, tenaga dan pikiran terkuras sepanjang hari, dan tidak diketahui sampai kapan.

Seribu lebih rumah warga, sejumlah infrastruktur berupa jembatan, jalan, irigasi dan
ratusan hektare lahan pertanian mengalami kerusakan akibat bencana alam tersebut. Bahkan
ratusan rumah penduduk kemungkinan tidak bisa lagi ditempati karena tertimbun tanah, pasir dan
kerikil.

Terkait dengan banjir lahar dingin merapi, BPPTK saat itu memasang alat pemantau
pergerakan lahar hujan di 12 sungai yang berhulu di Merapi. Namun, peralatan pemantau yang
menjadi bagian dari sistem peringatan dini itu, hanya sebagian kecil dari upaya penyelamatan yang
bisa dilakukan. Jarak aman sekitar 300 meter dari bibir sungai, menurut dia perlu ditaati, bahkan
jika perlu harus disesuaikan dengan kondisi di masing-masing wilayah.

Jangkauan terjauh material kasar hasil erupsi Merapi yang hanyut sebagai lahar hujan
terjadi di Kali Putih dan Kali Pabelan di wilayah Kabupaten Magelang (Jawa Tengah), dengan
jangkauan material halus di kedua sungai itu telah mencapai jarak 40-50 kilometer.

Sedangkan di Kali Gendol di wilayah Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta),


jangkauan material kasar mencapai daerah pertemuan antara Kali Gendol dengan Kali Opak,
dengan material halus mencapai sekitar Candi Prambanan.

Banjir Lahar Dingin Merapi 2010

P a g e 29 | 42
2.5 Mitigasi
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana). Mitigasi didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari
bencana, Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. (UU No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9) (PP No 21 Tahun
2008, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6).

Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko
bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. (UU No 24 Tahun 2007 Pasal
47 ayat (1).

Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk


mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada
pada kawasan rawan bencana. (PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1)baik bencana alam, bencana
ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat. Dalam
konteks bencana, dekenal dua macam yaitu (1) bencana alam yang merupakan suatu serangkaian
peristiwa bencana yang disebabkan oleh fakto alam, yaitu berupa gempa, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan tanah longsor, dll. (2) bencana sosial merupakan suatu
bencana yang diakibatkan oleh manusia, seperti konflik social, penyakit masyarakat dan teror.
Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama
dari manajemen bencana.

Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu :

a) Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana.

b) Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi


bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana.

c) Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri
jika bencana timbul, dan

d) Pengauran dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.
P a g e 30 | 42
Jenis-jenis Mitigasi

Mitigasi dibagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non structural :

a) Mitigasi Struktural

Mitigasi strukural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang dilakukan melalui
pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi, seperti
pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi,
bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunakan untuk
memprediksi terjadinya gelombang tsunami. Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi
kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana.
Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa
sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak
membahayakan apabila bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur
perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.

b) Mitigasi Non-Struktural

Mitigasi non struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain dari upaya
tersebut diatas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan.
Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di bidang
kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building
masyarakat, bahkan sampai menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna bagi penguatan
kapasitas masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini. Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di
masyarakat yang hidup di sekitar daerah rawan bencana.

Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi. Kebijakan
non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari risiko yang
tidak perlu dan merusak. Tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu.
Penilaian risiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya
bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkannya.

Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat non struktural harus
saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi,
mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan

P a g e 31 | 42
penciptaan dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata
ruang yang sesuai. Sering terjadinya peristiwa banjir dan tanah longsor pada musim hujan dan
kekeringan di beberapa tempat di Indonesia pada musim kemarau sebagian besar diakibatkan oleh
lemahnya penegakan hukum dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang tidak sesuai dengan kondisi
lingkungan sekitar. Teknologi yang digunakan untuk memprediksi, mengantisipasi dan
mengurangi risiko terjadinya suatu bencana pun harus diusahakan agar tidak mengganggu
keseimbangan lingkungan pada masa depan.

Tujuan utama dari diadakannya mitigasi yaitu :

a. Mengurangi risiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti
korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.
b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta
mengurangi dampak/risiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan
aman.

Pertimbangan dalam Menyusun Program Mitigasi (khususnya di Indonesia) :

a. Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan


b. Fokus bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga pendidikan, pangan, tenaga kerja,
perumahan dan kebutuhan dasar lainnya.
c. Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat
d. Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat untuk
membuat keputusan, menolong diri sendiri dan membangun sendiri.
e. Menggunakan sumber daya dan daya lokal (sesuai prinsip desentralisasi)
f. Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi golongan masyarakat kurang
mampu, dan pilihan subsidi biaya tambahan membangun rumah.
g. Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.
h. Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal di daerah yang rentan
bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun implikasi politik.
i. Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.

P a g e 32 | 42
Manajemen Mitigasi Bencana

a. Penguatan institusi penanganan bencana.


b. Meningatkan kemampuan tanggap darurat.
c. Meningkatkan kepedulian dan kesiapan masyarakat pada masalah-masalah yang berhuungan
dengan risiko bencana.
d. Meningkatkan keamanan trhadap bencana pada sistem infrastruktur dan utilitas.
e. Meningkatkan keamanan tehadap bencana pada bangunan strategis dan penting.
f. Meningkatkan keamanan terhadap bencana daerah perumahan dan fasilitas umum.
g. Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada bangunan industry.
h. Meningkatkan keamanan terhadap encana pada bangunan sekolah dan anak-anak sekolah.
i. Memperhatikan keamanan terhadap bencana dan kaidah-kaidah bangunan tahan gempa dan
tsunami serta banjir dalam proses pembuatan konstruksi baru.
j. Meningkatkan pengetahuan para ahli mengenai fenomena bencana, kerentanan terhadap
bencana dan teknik-teknik mitigasi.
k. Memasukkan prosedur kajian risiko bencana kedalam perencanaan tata ruang/ tata guna lahan.
l. Meningkatkan kemampuan pemulihan masyarakat dalam jangka panjang setelah terjadi
bencana.

Kegiatan Mitigasi

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat berupa
kebakaran, tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir, longsor, badai tropis, dan lainnya,
oleh karena itu peran mitigasi benncana sangat diperlukan agar dapat mengurangi dampak dari
bencana yang terjadi . adapun beberapa Kegiatan mitigasi bencana di antaranya:

a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana;


b. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
c. pengembangan budaya sadar bencana;
d. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana;
e. identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;
P a g e 33 | 42
f. pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam;
g. pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi;
h. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup

Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan bencana dapat dibagi 4 kategori:

1. kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi)


2. kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan evakuasi)
3. kegiatan tepat setelah bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan)
4. kegiatan pasca bencana (pemulihan/penyembuhan dan perbaikan/rehabilitasi).

Bila dilihat dari defisini, mitigasi berarti kegiatan yang dilakukan sebelum bencana terjadi,
untuk mencegah atau mengurangi dampak risiko bencana. Kegiatan yang bersifat preventif masuk
kategori pertama (mitigasi). Sementara kuratif (penyembuhan) masuk dalam kategori 4, kegiatan
pasca bencana. Untuk PRC2013, robot yang dikompetiskan dapat mencakup rasamitigasi yang
diperluas.

Mitigasi Bencana Erupsi Merapi

Dalam mengupayakan pengurangan resiko, baik kerugian harta benda ataupun hilangnya
nyawa penduduk sekitar lereng merapi, perlu diadakannya suatu mitigasi, diantaranya adalah
sebagai berikut :

1. Melakukan Analisis Zona Bahaya

Untuk keperluan mitigasi bencana alam, berdasarkan peta bentuk lahan dan dikaitkan
dengan tingkat kerentanannya terhadap bencana, maka perlu dibuat peta zonasi bahaya merapi
yang dikelompokkan ke dalam tiga daerah bahaya, yaitu zona terlarang, zona bahaya 1, dan zona
bahaya 2. Penentuan zona bahaya mengikuti kriteria yang digunakan oleh direktorat Vulkanologi
Yogyakarta. Daera-daerah tersebut dominan terdapat di lereng bagian barat-daya dan sekitarnya
yang secara administrasi termasuk wilayah Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah dan
sebagian kecilnya termasuk wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi D.I Yogyakarta.

Daerah endapan piroklastik, awan panas (nuees ardentes, atau istilah setempat : wedus
gembel), aliran lava, dan aliran lahar adalah daerah-daerah bahaya yang perlu dipantau secara

P a g e 34 | 42
kontinyu. Kenampakan obyek-obyek tersebut terdapat pada citra komposit RGB 543 yang telah
dibuat. Dapat dibedakan antara obyek satu dengan yang lain dari perbedaan warna, lokasi, dan
asosiasi. Endapan piroklastik dan awan panas berwarna merah cerah, namun lokasi dan asosiasi
antara keduanya dapat dibedakan. Lokasi endapan piroklastik lebih jauh dari produk letusan baru
dibanding awan panas.

Terkait dengan lokasi, bahwa awan panas berasosiasi dengan produk letusan baru. Aliran
lava dan aliran lahar berwarna biru yang menunjukkan bahwa kandungan airnya relative tinggi,
namun antara lava dan lahar memiliki penyebaran aliran yang berbeda. Lava tersebar meluas yang
tampak pada citra disebelah barat daya, sedangkan lahar tersebar mengikuti pola aliran sungai dan
dapat diidentifikasi dibeberapa sungai yang mengalir ke selatan dan barat-laut.

Hasil identifikasi pola aliran didapatkan pola aliran radial pada gunung merapi dan pola
setengah radial pada gunung disebelah utaranya, yaitu gunung merbabu. Dari pola aliran ini
dikelompokkan menjadi tiga tingkat kemungkinan aliran lava dan lahar yaitu tingkat tinggi,
menengah, dan randah. Perbedaan tingkatan ini membantu dalam penentuan tingkat bahaya yang
disebabkan oleh aliran lava dan lahar melalui sungai.

2. Selalu Mengupdate Tingkatan Status Gunung Merapi

Masyarakat yang tinggal disekitar lereng gunung merapi, perlu diberikan informasi
mengenai tingkatan status dari gunung merapi, seperti pada tabel dibawah ini :

P a g e 35 | 42
Dari informasi mengenai tingkatan status tersebut, masyarakat dihimbau untuk selalu
waspada, apalagi jika status gunung sudah dalam tingkatan siaga bahkan awas, masyarakat harus
segera menjauh dari gunung dengan radius yang sudah ditentukan oleh Badan Pengawas Bencana
setempat.

Sementara itu, kegiatan Mitigasi yang lain dapat dilakukan dengan cara :

a) Penyelidikan merapi ; untuk mengetahui karakter dan sifat letusannya.


b) Pemetaan kawasan rawan bencana ; menentukan kawasan-kawasan yang rawan bagi penduduk
terhadap ancaman bahaya letusan merapi yang mengeluarkan awan panas, aliran lava, aliran
lahar, lontaran batu pijar, dan hujan abu ke dalam bentuk peta
c) Monitoring atau pemantauan gunung merapi ; memantau kegiatan gunung merapi dengan
berbagai metode (kegempaan, deformasi, pengukuran geofisika gas gunungapi, remote
sensing, hidrologi, geologi, dan geokimia). Untuk mengetahui secara tepat pergerakan magma
dan gas yang terkandung didalamnya dalam bentuk manifestasi permukaan maupun bawah
permukaan
d) Bimbingan, informasi, dan rekomendasi ; data dan informasi dikemas dalam bentuk tingkat
kegiatan gunung merapi disampaikan kepada masyarakat melalui pemprov, pemkab/pemkot
disekitar gunung merapi. Membangkitkan antisipasi terhadap pandangan dan reaksi
masyarakat yang diberi informasi
e) Komunikasi dan pelaporan ; komunikasi interaktif untuk memudahkan pelaksanaan
penanggulangan bencana bilamana diperlukan, pelaporan dari setiap pos pengamatan merapi
secara periodik disampaikan kepada pemprov, pemkab/kota sesuai dengan batas
kewenangannya.

P a g e 36 | 42
Pemantauan Aktivitas Vulkanik Merapi

Dibangun sejumlah pos pengamatan merapi


Sistam pemantauan dilakukan dengan metode :
Visual (tinggi asap solf/fum., cuaca (p/t), arah angina, curah hujan, dll)
Seismic
Deformasi
Pengukuran temperature (solfatara dan fumarole di kawah, danau kawah, dan air panas)
Geokimia (air, gas, sublimat).

Seismik

Pemantauan kegempaan merapi dilakukan dengan memasang 1 unit atau lebih seismometer
secara permanen
Sinyal gempa dari lapangan ditransmisikan k epos pengamatan dan direkam dengan recorder
seismograf (PS-2)
Pemasangan peralatan seismic mobile system secara temporer, saat terjadi peningkatan kegiatan
vulkanik

P a g e 37 | 42
Deformasi
Pemantauan secara periodic dengan metode :
Sipat Datar Teliti (Loveling)
EDM
GPS
Pemantauan secara kontinyu menggunakan metode :
Tiltmeter
Water Tube Tiltmeter
GPS

Penanggulangan Bencana Letusan Merapi

1. Sebelum Terjadi Letusan


Dilakukan pemantauan merapi
Penyediaan peta kawasan rawan bencana gunungapi, peta zona resiko bahaya merapi
Pemantauan protap tingkat kegiatan merapi
Pembimbingan dan informasi aktivitas merapi kepada masyarakat
Penerbitan peta geologi gunungapi merapi
P a g e 38 | 42
Penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, peningkatan sumber daya manusia dan
pendukungnya
2. Saat terjadi letusan
Mengirimkan tim tanggap darurat
Meningkatkan pengamatan
Melaporkan tingkat kegiatan sesuai alur
Memberikan rekomensi kepada pemda sesuai protap
3. Pasca letusan
Menurunkan tingkat kegiatan merapi sesuai protap
Menginventarisir data letusan, termasuk sebaran dan volume bahan letusan
Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya sekunder
Memberikan saran teknis penanggulangan bahaya sekunder.

P a g e 39 | 42
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Faktor utama yang menjadi pengontrol dan pemicu terjadinya erupsi gunung merapi adalah
komposisi magma, temperatur magma dan kandungan gas yang terdapat dalam magma.

Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi mobilitas dari magma , atau sering disebut
viskositas (kekentalan) magma. Semakin kental magma, semakin sulit magma untuk mengalir.
viskositas magma sangat berhubungan dengan kandungan silikanya. Semakin tinggi kandungan
silikanya, maka magma semakin viskos dan aliran magma akan semakin lambat. Hal ini
disebabkan karena molekul-molekul silika terangkai dalam bentuk rantai yang panjang, walaupun
belum mengalami kristalisasi. Akibatnya, karena lava basaltik mengandung silika yang rendah,
maka lava basaltik cenderung bersifat encer dan mudah mengalir, sedangkan lava granitik relatif
sangat kental dan sulit mengalir walaupun pada temperatur tinggi.

Kandungan gas dalam magma juga akan berpengaruh terhadap mobilitas dari magma.
Keluarnya gas dari magma menyebabkan magma menjadi semakin kental. Keluarnya gas ini dapat
pula menyebabkan tekanan yang cukup kuat untuk keluarnya magma melalui lubang kepundan.
Pada waktu magma bergerak naik ke atas mendekati permukaan pada gunung api, tekanan pada
bagian magma yang paling atas akan berkurang. Berkurangnya tekanan akan mengakibatkan
lepasnya gas dari magma dengan cepat. Pada temperatur tinggi dan tekanan yang rendah,
memungkinkan gas untuk mengembangkan volumenya sampai beberapa kali dari volumenya
mula-mula. Keluarnya gas tersebut dapat membawa lava yang disemburkan sampai bermeter-
meter tingginya. Sedangkan pada magma yang kental, keluarnya gas tidak mudah, tetapi gas
tersebut akan berkumpul pada kantong-kantong dalam magma yang menyebabkan tekanan
meningkat jauh lebih besar. Tekanan yang besar ini akan dikeluarkan dengan letusan yang hebat
dengan membawa material yang setengah padat dan padat melalui lobang kawah gunung api. Jadi
besarnya gas yang keluar dari magma akan membuat merapi mengalami erupsi.

P a g e 40 | 42
3.2 Saran
Pada kesempatan dalam pembuatan laporan kali ini, kelompok kami membahas mengenai
Studi Kasus salah satu bencana geologi yakni Erupsi Gunung Api. Dalam kesempataan ini pula,
secara khusus kami mengkaji lebih dalam mengenai Erupsi Gunung api teraktif di dunia yang
terdapat di Negara kita yaitu Gunung Merapi (DIY-Jateng).
Gunung merapi terbentuk pada periode kuarter, yang mana gunung ini masih memiliki
aktivitas vulkanisme yang sangat aktif. Periode letusannyapun tergolong singkat, yakni 6-7 tahun
sekali.
Menilik periode erupsinya yang singkat itulah, maka kami menyarankan agar pemerintah
daerah setempat lebih giat, gencar dan sigap dalam menangani bencana ini, jika sewaktu-waktu
merapi kembali memperlihatkan keaktifannya.
Karena bahaya yang mengancam saat terjadinya erupsi sangat tinggi, maka mitigasi
bencana perlu dilakukan. Mitigasi berguna untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa dan harta
benda yang diakibatkan oleh produk-produk gunung api yang dikeluarkan merapi saat erupsi.
Mitigasi bencana, dilakukan pada saat sebelum terjadinya bencana, saat terjadinya bencana, dan
pasca terjadinya bencana.

P a g e 41 | 42
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Merapi
http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/542-g-
merapi?start=7
Direktorat Vulkanologi. 2000. Karakteristik Gunung Merapi. Yogyakarta. Direktorat
Vulkanologi
Scott. BHM. 1977. Geological Hazard, Secon Edition, Springer-Verlag. New York
http://jurnal.lapan.go.id/index.php/jurnal_inderaja/article/viewFile/477/408

P a g e 42 | 42

Anda mungkin juga menyukai