Anda di halaman 1dari 32

PENCEGAHAN DAN PENANGGANAN BENCANA ERUPSI GUNUNG

BERAPI

Disusun oleh :
Kelompok 4

Ade Krisnawati (202213001)


Eka Panca Wulandari (202213007)
Fera Farida (202213009)
Moch Reza Triyudo Buwono (202213017)
Warsini (202213025)
Eny Nurfriyanti (202213033)
Wigati Puji Larasati (202213031)
Dwi Oktaviani (202213006)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN INSTITUSI KESEHATAN


DAN TEKNOLOGI JAKARTA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai.Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, Juni 2023

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................3

A. Pengertian Gunung Berapi..............................................................................................3

B. Penyebab Gunung Meletus.............................................................................................4

C. Tanda-tanda Gunung Meletus.........................................................................................4

D. Dampak Bencana Gunung Berapi...................................................................................8

E. Mitigasi Bencana Gunung Meletus...............................................................................10

F. Wilayah Rawan Gunung Meletus..................................................................................10

G. Upaya Penanggulangan Gunung Meletus.....................................................................11

BAB III.....................................................................................................................................12

TINJAUAN KASUS................................................................................................................12

A. Meletusnya Gunung Krakatau.......................................................................................12

B. Management Penanggulangan Bencana Gunung Meletus Pada Kelompok dewasa. . .13

C. Landasan, Asas, Dan Tujuan Penanggulangan Bencana Diindonesia...........................14

D. Penerapan Sistem Penanggulangan Bencana Di Indonesia Yang Dapat Dilakukan


untuk Gunung Merapi...........................................................................................................15

BAB IV....................................................................................................................................25

PENUTUP................................................................................................................................25

ii
A. Kesimpulan...................................................................................................................25

B. Saran..............................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................- 1 -

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Letusan atau erupsi gunung berapi dapat menimbulkan berbagai bencana,
tidak hanya di daerah dekat letusan. Bahaya dari debu vulkanik adalah terhadap
penerbangan khususnya pesawat jet di mana debu vulkanik dapat merusak turbin dari
mesin jet. Letusan besar dapat mempengaruhi suhu dikarenakan asap dan butiran
asam sulfat yang dimuntahkan letusan dapat menghalangi matahari dan mendinginkan
bagian bawah atmosfer bumi seperti troposfer, namun material tersebut juga dapat
menyerap panas yang dipancarkan dari bumi sehingga memanaskan stratosfer. Dari
sejarah, musim dingin vulkanik telah mengakibatkan bencana kelaparan yang parah.

Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena
pembentukan ice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api
lumpur. Gunung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin
bersalju, sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Grobogan,
Jawa Tengah yang populer sebagai Bledug Kuwu. Gunung berapi terdapat di seluruh
dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang
berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api
Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik.

Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya.


Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum
akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat
dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk
menentukan keadaan sebenarnya dari suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi
itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati. Letusan gunung berapi terjadi
apabila magma naik melintasi kerak bumi dan muncul di atas permukaan. Apabila
gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magma di bawah
gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian gunung berapi?


2. Apa penyebab gunung meletus?
3. Bagaimana tanda-tanda gunung meletus?
4. Bagaimana upaya mitigasi bencana gunung meletus?
5. Wilayah mana saja yang rawan bencana gunung meletus?
6. Bagaimana upaya penanggulangan bencana gunung meletus?

C. Tujuan
1. Tujuan Khusus
Mengetahui peencegahan dan penanganan bencana erupsi gunung berapi

2. Tujuan Umum
a. Mengetahui pengertian gunung berapi
b. Mengetahui penyebab gunung meletus
c. Mengetahui tanda-tanda gunung meletus
d. Mengetahui upaya mitigasi bencana gunung meletus
e. Mengetahui wilayah mana saja yang rawan bencana gunung meletus
f. Mengetahui upaya penanggulangan bencana gunung Meletus

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gunung Berapi


Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau
lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi
sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkan pada saat meletus. Suatu gunung berapi merupakan bentukan alam dari
pecahan yang terjadi di kerak dari benda langit bermasa planet, seperti Bumi, di mana
patahan tersebut mengakibatkan lava panas, abu vulkanik dan gas bisa keluar dari
dapur magma yang terdapat di bawah permukaan bumi.

Gunung berapi di Bumi terbentuk dikarenakan keraknya terpecah menjadi 17


lempeng tektonik utama yang kaku yang mengambang di atas lapisan mantel yang
lebih panas dan lunak. Oleh karena itu, gunung berapi di Bumi sering ditemukan di
batas divergen dan konvergen dari lempeng tektonik. Contohnya, di pegunungan
bawah samudra seperti punggung tengah Atlantik terdapat gunung berapi yang
terbentuk dari gerak divergen lempeng tektonik yang saling menjauh, sementara di
Cincin Api Pasifik terbentuk gunung berapi dari gerakan konvergen lempeng tektonik
yang saling mendekat. Gunung berapi biasanya tidak terbentuk di wilayah dua
lempeng tektonik bergeser satu sama lain. Gunung meletus merupakan peristiwa yang
terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas
yang bertekanan tinggi.

Secara geografis Indonesia terletak di antara dua samudra (Pasifik dan Hindia)
dan dua benua (Asia dan Australia). Selain itu Indonesia terletak di atas pertemuan
tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng
Pasifik. Pertemuan dari tiga lempeng bumi di atas menyebabkan terjadinya aktivitas
magma di dalam bumi, hal ini yang menyebabkan mengapa di Indonesia banyak
terdapat gunung berapi. Di bumi ini terdapat dua jalur gunung api/sabuk api (ring of
fire), yaitu sirkum pasifik dan sirkum mediterania yang kedanya melewati Indonesia.

Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu
yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar

3
dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200
°C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai
sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh
radius 90 km.

B. Penyebab Gunung Meletus


Kerak bumi memberikan sebuah tekanan besar pada mantel magma yang
cenderung terhadap keuntungan pada setiap titik lemah yang berada di atas kerak
bumi, yang terbentuk oleh beberapa patahan, untuk naik dan keluar di atas
permukaan. Gunung berapi dengan bentuk kerucut yang khas terbentuk menjadi
banyak lapisan dari letusan lava terpadatkan selama ratusan ribu tahun. Hal tersebut
merupakan kehidupan normal gunung berapi. Pada titik ini, mengingat banyaknya
gunung berapi di dunia, kita bisa bertanya-tanya bagaimana magma dari mantel bisa
begitu mudah keluar melalui kerak bumi.

Jawabannya terletak pada mantel yang sama, hal ini ditunjukkan oleh gerakan-
gerakan konvektif besar yang menyebabkan turunnya magma bagian atas yang lebih
dingin, digantikan oleh magma bagian dalam yang lebih panas dalam siklus terus
menerus, mirip dengan air mendidih dalam ketel. Konveksi aliran ini banyak terdapat
di dalam mantel dan bergerak seperti ban berjalan, mampu bergerak seluas kerak
bumi. Untuk alasan ini, dibagi menjadi banyak lempeng kerak yang bergerak antara
satu dengan lainnya beberapa centimeter setiap tahun. Hanya tepi lempeng kerak ini
merupakan daerah lemah dan tidak stabil dari kerak bumi di mana magma dari mantel
dengan mudah dapat muncul untuk membentuk gunung berapi.

C. Tanda-tanda Gunung Meletus


Gunung meletus dicantumkan sebagai salah satu bencana alam di bumi ini,
karena dapat menyebabkan berbagai macam kerugian dan juga kerusakan. Namun
sebagai salah satu jenis bencana alam, gunung meletus dikategorikan sebagai bencana
alam yang masih dapat diantisipasi. Hal ini karena gunung meletus datangnya selalu
disertai oleh tanda-tanda tertentu sehingga semuanya bisa diantisipasi dari awal agar
tidak terdapat korban jiwa dan kerugian material bisa diantisipasi serendah mungkin.

4
Ketika tanda-tanda tersebut datang, maka sebagai masyarakat (khususnya yang berada
di sekitar gunung berapi) harus waspada dan segera melakukan tindakan.

Selain memiliki tanda-tanda tertentu akan kedatangannya, gunung yang akan


meletus pun mempunyai statusnya masing-masing. Dengan demikian sebelum gunung
masuk ke dalam status awas, lingkungan yang ada di sekitar gunung tersebut segera
dikosongkan, supaya tidak menimbulkan satu pun korban jiwa. Karena sangat penting
kehadiran tanda-tanda sebagai sinyal, maka kita sangat perlu untuk mengetahui
beberapa tanda-tanda atau ciri-ciri gunung meletus. Beberapa tanda-tanda gunung
meletus antara lain adalah sebagai berikut:

1. Suhu di sekitar gunung tersebut meningkat

Peningkatan suhu ini terutama dirasakan oleh masyarakat yang berada


di sekitar lereng gunung tersebut ataupun kaki gunung. Naiknya suhu di
sekitar gunung berapi disebabkan oleh aktivitas magma yang semakin banyak
atau semakin meningkat sehingga akan berkumpul di dekat permukaan bumi.
Dengan demikian, suhu panas yang dimiliki oleh magma tersebut akan
merambat hingga mempengaruhi lapisan tanah yang ada atau yang menyusun
badan gunung tersebut. Untuk penjelasan yang lebih sederhana mengenai
naiknya suhu di sekitar gunung ini adalah karena magma naik mendekati
permukaan bumi, sehingga jaraknya lebih dekat dengan permukaan bumi dan
suhunya terasa semakin panas.

2. Mata air di sekitar gunung mengering

Mengenai mata air yang mengering ini, pada dasarnya alasannya


adalah sama, yakni semakin meningkatnya suhu di sekitar gunung berapi.
Apabila magma yang ada di perut bumi (baca: inti bumi) mengalami kenaikan
hingga mendekati permukaan bumi, maka suhu yang kita rasakan pun semakin
panas. Akibatnya sumber air atau mata air yang berada di sekitar gunung
tersebut akan kepanasan pula. Seperti sifat air yang kepanasan, mata air
tersebut akan menguap menjadi gas-gas dan terbang ke atas. Akibatnya jumlah
air menjadi semakin sedikit karena banyak yang telah menguap, lalu mata air
tersebut akan mengering. Alasan mengapa air yang ada di dalam tanah ini
menguap karena ketika magma naik ke atas, pada lapisan tanah tertentu akan

5
terasa sangat panas, hingga dapat mengeringkan sumber air yang ada di dalam
tanah tersebut.

3. Tumbuhan yang berada di sekitar gunung layu

Sumber dari kekeringan dan kelayuan tanaman adalah suhu panas yang
datang dari magma yang naik ke atas. Suhu panas yang ada di dalam panas
dapat membuat tanaman-tanaman menjadi layu, terlebih panasnya ini
meningkat secara signifikan. Efeknya akan lebih parah daripada layu akibat
musim kemarau. Karena ketika magma terkumpul tepat di balik gunung, ada
salah satu lokasi di mana magma dapat bergerak ke atas dekat dengan lapisan
tanah. Hal inilah yang menyebabkan tumbuhan layu, bahkan mati seketika.

4. Hewan-hewan liar yang tinggal di gunung lari ke bawah atau turun gunung

Hal ini sudah dapat dipastikan karena binatang-binatang tersebut


merasa tidak nyaman berada di atas akibat suhu yang bertambah panas,
bahkan sangat panas. Binatang-binatang tersebut turun gunung untuk
menjauhi panas yang menyengat dan menuju ke kaki gunung, bahkan ke
pemukiman warga. Binatang-binatang yang turun ini merupakan binatang liar
yang habitatnya berada di gunung tersebut, sehingga di antara dari mereka
mungkin terlihat asing. Ketika hal ini sudah terjadi, maka manusia harus
waspada, bukan hanya terhadap turunnya binatang liar, namun juga terhadap
status dari gunung berapi tersebut.

5. Sering terdengar suara gemuruh gunung

Suara gemuruh ini terjadi karena peningkatan aktivitas dari magma


yang berada di perut bumi. Biasanya, suara gemuruh ini terjadi pada waktu
malam hari. maka dari itulah rata-rata pada gunung berapi yang akan
mengalami erupsi, mereka mengeluarkan suara gemuruh yang semakin lama
semakin sering. Bahkan frekuensi keluarnya suara gemuruh tersebut bisa
puluhan kali terjadi dalam satu malam. Suara gemuruh ini semacam
menandakan adanya tanda-tanda gunung tersebut seolah-olah akan longsor.

6. Sering terjadinya gempa vulkanik

6
Gempa vulkanik merupakan gempa yang berasal dari aktivitas gunung
berapi. Aktivitas gunung berapi ketika akan meletus yang paling banyak
adalah berupa aktivitas magma di dalam perut bumi. Magma yang semakin
aktif di dalam perut bumi selain menimbulkan suara yang gemuruh juga akan
menimbulkan getaran-getaran. Getaran-getaran inilah yang pada akhirnya
sampai hingga ke permukaan bumi dan kita menyebutnya sebagai gempa.
Gempa yang ditimbulkan karena aktivitas gunung berapi ini memanglah tidak
terlalu besar. Gempa vulkanik umumnya lebih kecil daripada gempa tektonik.

Gempa vulkanik ini akan sering kita rasakan, terlebih oleh masyarakat
yang ada di sekitar gunung tersebut. Semakin mendekati gunung akan meletus
maka intensitas terjadinya gempa akan semakin tinggi. gempa vulkanik akan
sering terjadi, baik yang berkekuatan sangat rendah maupun yang besar.
Semua aktivitas kegempaan vulkanik akan dicatat oleh alat pengukur gempa
bumi, yakni seismograf yang dimiliki oleh Badan Meteorologi dan Geofisika
di sekitar wilayah gunung tersebut. Gempa vulkanik ini akan semakin kita
rasakan terlebih pada malam hari, karena mungkin aktivitas kita juga lebih
tenang. Pada satu malam saja kita bisa merasakan hingga puluhan kali gempa
yang terjadi.

7. Keluarnya awan panas

Awan panas merupakan asap yang dikeluarkan oleh gunung berapi


sebagai tanda bahwa gunung tersebut mempunyai aktivitas magma yang tinggi
dan siap untuk erupsi. Awan panas dari gunung berapi ini berupa kepulan asap
berwarna terkadang putih dan terkadang coklat yang mana keluarnya bisa
dalam jumlah sangat besar, ataupun jumlah yang biasa. Awan panas ini
mempunyai sifat yang sangat panas. Awan panas berasal dari dalam perut
gunung atau perut bumi yang bersumber dari magma yang mempunyai suhu
yang sangat panas.

Awan panas mempunyai sifat seperti asap, yakni mudah terbawa angin
sehingga awan panas pun bisa berpindah tempat hingga membumbung tinggi
ke angkasa atau terbang ke wilayah lain. Kecepatan perpindahan awan panas
ini juga sangat tinggi, maka dari itulah kita harus waspada. Awan panas ini
sifatnya merusak, terlebih jika melewati tumbuhan, binatang atau bahkan

7
manusia. Apabila jumlah kepulan besar awan panas ini menerjang hutan, maka
pohon-pohon yang ada di hutan tersebut bisa mati.

Apabila awan panas menerjang kandang ternak, maka terna-ternak


yang ada di kandang juga bisa mati. Tidak lain apabila awan panas menerjang
pemukiman manusia, pastilah juga terdapat banyak korban jiwa. Selain
bersifat panas, awan panas juga mengandung gas-gas yang sifatnya tidak baik
bagi pernafasan. Awan panas oleh masyarakat yang berada di sekitar gunung
Merapi (Yogyakarta) dijuluki sebagai “Wedhus Gembel” yang berarti biri-biri.
Dijuluki demikian karena awan panas ini mempunyai bentuk yang
menggulung-gulung layaknya bulu kambing biri-biri.

8. Terjadinya hujan abu

Tanda yang paling ekstrem dari tanda-tanda atau ciri-ciri gunung api
akan meletus adalah terjadinya hujan abu. Apabila kita biasanya hujan air,
maka lain halnya ketika gunung berapi di sekitar kita akan meletus. Hujan
yang turun biasanya adalah abu. Hujan abu menandakan bahwa gunung sudah
mengalami erupsi atau akan mengalami erupsi lebih besar lagi. Hujan abu ini
layaknya awan panas, jadi bisa terbawa oleh angin. Abu yang turun berasal
dari dalam perut bumi.

Oleh karena massanya yang ringan, maka abu ini terbawa ke mana pun
angin berembus. Jadi tidak harus area yang dekat dengan gunung saja yang
harus terkena hujan abu ini. misalnya ketika gunung Merapi di Yogyakarta
yang tengah mengalami erupsi dan menyemburkan abu vulkanik. Pada saat itu
angin yang bertiup lebih banyak menuju ke arah barat. Maka hujan abu yang
terjadi adalah di wilayah yang berada di barat gunung Merapi. Pada waktu itu,
hujan abu bahkan sampai mengguyur Kota Bandung. Sementara di daerah
yang berada di timur gunung Merapi (bahkan yang dekat sekalipun, seperti
Kabupaten Klaten) tidak terkena hujan abu dari gunung Merapi.

D. Dampak Bencana Gunung Berapi


Dampak negative akibat aktifitas gunung berapi ini sering disebut bencana
gunung berapi. Wilayah bencana dapat mencapai hingga radius jangkauan lava dan

8
abu vulkanik yang dikenal dengan wedus gembel hingga mencapai jarak 18 km.
Akibat negative lainnya dari letusan gunung berapi adalah gempa vulkanik. Gempa
vulkanik yang ditimbulkan gunung berapi di dasar laut dapat mengakibatkan
terjadinya tsunami.

Tapi dibalik peristiwa letusan gunung berapi terdapat dampak positipnya yaitu:

1. Kesuburan tanah dan banyak bahan tambang


Aliran Lava menghasilkan banyak material isi perut bumi yang keluar saat
terjadinya letusan gunung. Material itu bisa berbentuk pasir, silika, lava, kristal
dan lain sebagainya yang dimuntahkan dari dalam perut bumi dalam jumlah besar.
Kristal bisa dimanfaatkan untuk membuat perhiasan dan pajangan rumah
tangga,Silika bisa dimanfaatkan untuk membuat kaca dan material lainnya bisa
dikembangkan untuk menggerakkan ekonomi.

2. Cuaca berubah
Para ilmuwan telah lama menyelidiki bahwa ledakan besar gunung berapi bisa
mempengaruhi cuaca global dengan cara memuntahkan partikel-partikel ke udara
bebas yang dapat menghalangi energy panas matahari dan dapat mendinginkan
suhu udara. Ini tentu sebuah kabar yang baik, mengingat akhir-akhir ini suhu
udara terasa panas yang diperkirakan akan terus berlanjut hingga mencapai
puncaknya pada tahun 2012.
Para peneliti juga meyakini bahwa letusan gunung berapi juga akan berpengaruh
terhadap curah hujan di kawasan Asia. Para peneliti dari Columbia University's
Lamont-Doherty Earth Observatory menyatakan bahwa letusan besar akan
cenderung menyebabkan beberapa kawasan di Asia tengah mengalami kekeringan,
namun akan menyebabkan banyak hujan di negara-negara Asia Tenggara dan
termasuk Vietnam, Laos, Cambodia, Thailand dan Myanmar .
Sebuah letusan besar akan memuntahkan unsur-unsur belerang yang akan berubah
menjadi partikel kecil di dalam atmosfer yang akan menghalangi radiasi matahari.
Dan akibatnya hal itu akan menurunkan suhu pada permukaan bumi selama
berbulan-bulan, dan bahkan hingga bertahun-tahun.
Seperti yang sudah terjadi adalah letusan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa
pada 1815, yang berdampak atas membekunya tanaman-tanaman pertanian di
wilayah hingga sejauh New England. Juga letusan Gunung Pinatubo pada tahun

9
1991, di Filipina yang mampu menurunkan suhu gobal sebesar 0,7 oFahrenheit,
sehingga mampu untuk menutupi efek gas rumah kaca selama sekitar setahun.

3. Obyek Wisata yang indah


Sisa-sisa letusan gunung dapat berubah menjadi obyek wisata yang indah dan
mempesona, membentuk danau kawah dan sumber air panas.

E. Mitigasi Bencana Gunung Meletus


1. Sebelum gunung meletus
a. Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk
mengungsi.
b. Membuat perencanaan penanganan bencana.
c. Mempersiapkan pengungsian jika diperlukan.
d. Mempersiapkan kebutuhan dasar (pangan, pakaian alat perlindungan).
2. Ketika gunung meletus
a. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah
aliran lahar.
b. Di tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas.
c. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan.
d. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju lengan panjang,
celana panjang, topi dan lainnya.
e. Gunakan pelindung mata seperti kacamata renang atau lainnya.
f. Jangan memakai lensa kontak.
g. Pakai masker atau kain menutupi mulut dan hidung.
h. Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua
belah tangan.
3. Setelah gunung meletus
a. Jauhi wilayah yang terkena hujan abu.
b. Bersihkan atap dari timbunan abu, karena beratnya bisa merusak atau
meruntuhkan atap bangunan.
c. Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa
merusak mesin motor, rem, persneling hingga pengapian.

10
F. Wilayah Rawan Gunung Meletus
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat ada 28
daerah di Indonesia yang terancam letusan gunung api. Kepala PVMBG Surono
mengatakan saat ini ada 12 gunung api yang berstatus waspada. Sedangkan 5 gunung
berstatus siaga, yaitu Lokon, Soputan, Karangetang di Sulawesi Utara, Gamalama
(Maluku Utara), dan Gunung Ijen (Jawa Timur).

G. Upaya Penanggulangan Gunung Meletus


Upaya memperkecil jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda akibat
letusan gunung berapi, tindakan yang perlu dilakukan:

1. Pemantauan

Aktivitas gunung api dipantau selama 24 jam menggunakan alat pencatat gempa
(seismograf). Data harian hasil pemantauan dilaporkan ke kantor Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung dengan menggunakan
radio komunikasi SSB. Petugas pos pengamatan Gunung Berapi menyampaikan
laporan bulanan ke pemda setempat.

2. Tanggap Darurat

Tindakan yang dilakukan oleh DVMG ketika terjadi peningkatan aktivitas


gunung berapi.

3. Pemetaan

Peta kawasan rawan bencana gunung berapi dapat menjelaskan jenis dan sifat
bahaya gunung berapi, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, lokasi
pengungsian, dan pos penanggulangan bencana.

4. Penyelidikan

Penyelidikan gunung berapi menggunakan metode Geologi, Geofisika, dan


Geokimia. Hasil penyelidikan ditampilkan dalam bentuk buku, peta dan dokumen
lainnya.

5. Sosialisasi

Petugas melakukan sosialisasi kepada pemerintah Daerah serta masyarakat


terutama yang tinggal di sekitar gunung berapi. Bentuk sosialisasi dapat berupa

11
pengiriman informasi kepada Pemda dan penyuluhan langsung kepada
masyarakat.

12
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Meletusnya Gunung Krakatau


Letusan Gunung Krakatau yang menyebabkan terjadainya tsunami besar pada
tahun 1883 dan menelan puluhan ribu korban jiwa bukanlah peristiwa erupsi terbesar
gunung api yang tertanam di Selat Sunda ini. Jauh sebelumnya, Gunung Krakatau
Purba pernah meledak dengan amat hebat. Efeknya konon sampai membelah Pulau
Jawa dan melahirkan Pulau Sumatra (Sumatera).

Berdasarkan naskah Jawa kuno berjudul Pustaka Raja Parwa, diperkirakan


ditulis pada awal abad ke-5 M, tertulis: “Ada suara guntur yang menggelegar berasal
dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total,
petir dan kilat. Kemudian datang badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh
badai menggelapkan seluruh dunia.” “Sebuah banjir besar datang dari Gunung
Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Ketika air
menenggelamkannya, Pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan Pulau Sumatra,”
demikian catatan yang tecatat dalam naskah itu.

Ahli geologi Belanda bernama Berend George Escher, menyimpulkan bahwa


Gunung Batuwara yang disebut dalam naskah kuno Pustaka Raja Parwa adalah
Gunung Krakatau Purba. Guru Besar Universitas Leiden yang wafat pada 11 Oktober
1967 ini memang kerap meneliti gunung-gunung api di Nusantara, termasuk
Krakatau, Kelud, Galunggung, Merapi, dan lainnya.

Dampak letusan dahsyat Gunung Krakatau Purba dirasakan hingga ke


berbagai penjuru dunia. Bahkan, simpul David Keys dalam risetnya bertajuk
Catastrophe: An Investigation Into the Origins of the Modern World (2000), peristiwa
vulkanik di Asia Tenggara itu terkait dengan bencana alam yang menyebabkan
perubahan besar di Eropa selama abad ke-6 dan ke-7 M.

Gunung Krakatau Purba memiliki tinggi lebih dari 2.000 meter di atas
permukaan laut dan memiliki lingkaran pantai mencapai 11 kilometer. Letusan pada
abad ke-5 itu berlangsung sekitar 10 hari dan memuntahkan material erupsi mencapai

13
1 juta ton perdetik. Kala itu, Selat Sunda belum ada dan Gunung Krakatau Purba
masih berdiri di Pulau Jawa.

Peristiwa meletusnya Gunung Krakatau Purba diyakini bertanggungjawab atas


terjadinya berbagai peristiwa besar. Peradaban kuno macam Persia purba di Asia
Barat, Nazca di Amerika Selatan, juga Maya di Amerika Tengah, mengalami
keruntuhan. Juga melemahnya Kekaisaran Romawi yang kemudian digantikan
Kerajaan Byzantium.

Suhu udara yang terus-menerus mendingin pasca-erupsi Gunung Krakatau


Purba memicu mewabahnya penyakit sampar bubonic dan mengurangi jumlah
penduduk di berbagai tempat di dunia secara signifikan. Dari buku Disaster and
Human History (2009) karya Benjamin Reilly, iklim yang tidak menentu itu
menyebabkan maraknya wabah pes di sejumlah kawasan, terutama di Afrika bagian
timur, dan menimbulkan kerugian besar bagi manusia.

Seorang ahli, David Keys (2000) merumukan beberapa kesimpulan terkait


letusan Gunung Krakatau Purba. Salah satunya, ledakan tersebut berdaya sangat
besar dan mengguncang Jawa. Akibatnya, sebagian tanah ambles yang membentuk
Selat Sunda serta membelah sebagian Pulau Jawa yang melahirkan Pulau Sumatera.
Gunung Krakatau Purba hancur setelah erupsi dahsyat pada abad ke-5 itu dengan
menyisakan kaldera atau kawah besar di bawah laut. Tepi kawahnya membentuk tiga
pulau, yakni Pulau Rakata, Pulau Panjang (Pulau Rakata Kecil), dan Pulau Sertung.
Setelah itu, mulai terbentuk Gunung Krakatau baru yang kelak juga meledak hebat
serta hancur pada 1883. Di lokasi bekas berdirinya Gunung Krakatau Purba dan
Gunung Krakatau lanjutannya di Selat Sunda, lahirlah Gunung Anak Krakatau yang
kini sedang meningkat aktivitasnya dan sempat memicu tsunami pada 22 Desember
2018 lalu.

B. Management Penanggulangan Bencana Gunung Meletus Pada Kelompok


Dewasa
1. Sebelum gunung meletus
a. Memberikan pengetahuan kepada kelompok dewasa untuk dapat mengenali
daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi.

14
b. Mengajarkan kelompok dewasa cara membuat perencanaan penanganan
bencana.
c. Melibatkan kelompok dewasa supaya membantu mempersiapkan
pengungsian jika diperlukan.
d. Melibatkan kelompok dewasa dalam mempersiapkan kebutuhan dasar
(pangan, pakaian alat perlindungan).
2. Jika Terjadi Letusan Gunung Berapi
a. Melibatkan kelompok dewasa untuk membantu kelompok rentan lainnya
untukmenghindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan
daerah aliran lahar.
b. Menganjurkan jika ditempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan
panas. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan.
c. Menganjurkan untuk mengenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti:
baju lengan panjang atau jaket, celana panjang, topi dan lainnya.
d. Menganjurkan agar tidak memakai lensa kontak.
e. Edukasi untuk pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung.
f. Saat turunnya awan panas usahakan anjurkan untuk menutup wajah dengan
kedua belah tangan.
3. Setelah Terjadi Letusan Gunung Berapi
a. Jauhi tempat aliran sungai, kemungkinan akan terjadi banjir lahar dingin dan
batu-batu besar.
b. Jauhi wilayah yang terkena hujan abu.
c. Melibatkan kelompok dewasa untuk membantu membersihkan atap dari
timbunan abu. Karena beratnya, bisa merusak atau meruntuhkan atap
bangunan.
d. Edukasi untuk meghindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan
abu sebab bisa merusak mesin.

C. Landasan, Asas, Dan Tujuan Penanggulangan Bencana Diindonesia


Sesuai dengan UU RI No. 24/2007, penanggulangan bencana di Indonesia
berlandaskan pada Dasar Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik IndonesiaTahun 1945 (UUD 45) dan berasaskan pada kemanusiaan,

15
keadilan, kesamaankedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan
keselarasan keserasian,ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian
lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Prinsip-prinsip dalam
penanggulangan bencana di Indonesia adalah cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan
keterpaduan, berdaya guna dan berhasilguna, transparansi dan akuntabilitas,
kemitraan, pemberdayaan, nondiskriminatif, dan nonproletisi Berasarkan undang-
undang tentang penanggulangan bencana tersebut, tujuan penanggulangan bencana di
Indonesia adalah untuk memberikan perlindungan kepadamasyarakat dari ancaman
bencana, menyelaraskan peraturan perundang-undangan yangsudah ada, menjamin
terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,terpadu, terkoordinasi,
dan menyeluruh, menghargai budaya local, membangun partisipasi dan kemitraan
publik serta swasta, mendorong semangat gotong.

D. Penerapan Sistem Penanggulangan Bencana Di Indonesia Yang Dapat


Dilakukan untuk Gunung Merapi
UU RI No. 24/2007 adalah landasan bagi pembentukan sistem (system building)
penanggulangan bencana di Indonesia. Setiap upaya penanggulangan bencana
diIndonesia harus berpedoman pada Sistem Nasional Penanggulangan Bencana, agar
hasildari upaya tersebut maksimum. Sistem penanggulangan bencana tersebut terdiri
atas beberapa subsistem, yaitu legislasi, kelembagaan, pendanaan, perencanaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan penyelenggaraan. Penjelasan subsistem-subsistem
tersebut beserta dengan penerapan yang dapat dilakukan untuk penanggulangan
bencanaGunung adalah sebagai berikut ini
1. Legislasi
Serangkaian perundangan dan peraturan sangat diperlukan dalam upaya
mewujudkan penanggulangan bencana yang optimal, baik di tingkat nasional
maupun tingkat daerah.Di tingkat nasional, setelah UU RI No 24/2007
diterbitkan, serangkaian peraturanturunannya yang sudah dan harus dibentuk
antara lain adalah serangkaian peraturan pemerintah (PP), peraturan Presiden
(Perpres), serta peraturan menteri (Permen) atau peraturan kepala lembaga
(Perka). Serangkaian UU perlu dibuat dan disinkronkanantara lain adalah yang
terkait dengan penataan ruang. Salah satu dasar legislasi krusialditerbitkan
sebagai turunan implementasi UU No 24/2007 adalah Peraturan

16
Presiden(Perpres) No 8/2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB). Dalamhal penanggulangan bencana Gunung Merapi, serangkaian
legislasi tersebut sangat penting karena ada ketegasan negara dalam mengatur
penanggulangan yang sistematisuntuk segala macam bencana, termasuk bencana
akibat letusan gunung api.
Peraturan pemerintah (PP) yang sudah maupun yang masih perlu dibuat adalah
yangterkait dengan peran lembaga usaha dan internasional, penyelenggaraan
penanggulangan bencana serta pendanaan dan bantuan. PP yang terkait dengan
penyelenggaraan penanggulangan bencana misalnya adalah yang terkait
denganrehabilitasi, rekonstruksi, dan kemudahan akses. Peraturan Presiden
(Perpres) yangsudah dan yang akan disusun antara lain adalah pembentukan
BNPB serta penentuanstatus bencana dan tingkatan bencana. Permen yang
diperlukan misalnya adalahPeraturan Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun 2008
(Permendagri No. 26/2008)tentang Pedoman Organisasi serta Tata Kerja Badan
Penanggulangan Bencana Daerah(BPBD). Serangkaian legislasi tersebut penting
dalam kaitannya dengan penanggulangan bencana Gunung Merapi, karena
penanggulangan bencana akan dapatlebih terencana dan sistematis dan dimotori
oleh institusi di sekeliling kawah Gunung Merapi yang lebih focus mengani
bencana, yaitu 2 BPBD di Provinsi DIY dan JawaTengah, serta4 BPBD di
Kabupaten Sleman, Magelang, Klaten, dan Boyolali
Dalam implementasi penanggulangan bencana di tingkat daerah, Peraturan
Daerah(Perda) yang harus disusun antara lain adalah yang terkait dengan
pembentukan BPBDdan yang terkait dengan penanggulangan bencana secara
umum serta serangkaianPeraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Bupati (Perbub),
dan Peraturan Walikota(Perwal) yang terkait dengan penanggulangan bencana.
Kelengkapan legislasi yangterkait dengan implementasi penanggulangan bencana
Gunung Merapi di tingkat daerahdi sekeliling Gunung Merapi akan menentukan
tingkat keberhasilan penanggulangan bencana Gunung Merapi. Kelengkapan
legislasi yang dibutuhkan misalnya adalah Perdatentang pembentukan BPBD serta
Pergub yang terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan penanggulangan bencana
di tingkat Provinsi Jawa Tengah dan ProvinsiDIY, serta Perbub dan Perwal terkait
di tingkat Kabupaten Sleman, KabupatenMagelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten
Boyolali, dan Kotamadya Yogyakarta.

17
2. Kelembagaan
Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan penanggulangan di tingkat
nasional, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) sesuaiPepres No 8/2008 tentang BNPB. Segera setelah terbentuknya
BNPB, pemerintahdaerah berkewajiban membentuk Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD)yang dilaksanakan melalui koordinasi dengan BNPB
sesuai dengan Permendagri No.26/2008 tentang Pedoman Organisasi serta Tata
Kerja BPBD di tingkat provinsi sertakabupaten dan kota. BNPB bertanggungjawab
kepadan Presiden, BPBD tingkat provinsi bertanggung jawab kepada Gubernur,
dan BPBD tingkat Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.
Badan Penanggulangan Bencana (BNPBdan BPBD) teridiri atas unsur pengarah
dan unsur pelaksana. Unsur pengarah terdiriatas unsur pengarah dari masyarakat
professional dan unsur pengarah dari pejabat pemerintah. Unsur pengarah dari
masyarakat professional BNPB dipilih melalui prosesseleksi yang ketat yang
ujungnya dilakukan uji kepatutan dan kelayakan oleh DewanPerwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR RI) untuk diserahkan kepada Presidenuntuk
mendapatkan surat pengangkatan
Subsistem kelembagaan yang terkait dengan penanggulangan bencana
Gunung Merapiadalah apabila ditemui permasalahan yang bersifat nasional
ataupun internasional yangtidak mampu dihadapi daerah, maka BNPB menjadi
komando penanggulangan bencanaGunung Merapi sebagaimana dalam tanggap
darurat Erupsi Gunung Merapi 2010ataupun menjadi koordinator di luar masa
tanggap darurat. Demikian pula dalam hal perencanaan dan implementasi
penanggulangan bencana Gunung Merapi ke depan yangterkait dengan isu nasional
ataupun internasional yang tidak dapat ditangani olehdaerah. BPBD dua provinsi
dan BPBD empat kabupaten yang melingkupi GunungMerapi menjadi ujung
tombak dalam penanggulangan bencana Gunung Merapi. Dengandemikian,
permasalahan penanggulangan bencana yang dapat dipecahkan oleh daerahadalah
menjadi tanggung jawab BPBD. Kepala BPBD dikedua provinsi tersebut
dijabatsecara ex officio oleh Sekretaris Daerah (Sekda) masing-masing provinsi,
dan KepalaBPBD di empat kabupaten tesebut dijabat oleh Sekda masing-masing
kabupaten. SetiapBPBD mempunyai seorang Kepala Pelaksana yang bertanggung
jawab kepada Sekda.Di wilayah sekeliling Gunung Merapi, terutama di Provinsi
DIY, jumlah dan kualitasakademisi dan aktor/pelaku ataupun relawan PB / PRB

18
dikenal sangat menonjoldibandingkan dengan daerah lainnya. Ditambah dengan
frekuensi kejadian erupsi
Gunung Merapi setiap 3 6 tahun, pengalaman akan lebih cepat terakumulasi
dan pengembangan dalam bidang PB maupun PRB dalam banyak aspek akan
dapatdilakukan dengan lebih mudah. Pengembangan berdasarkan pengalaman
tersebut padaakhirnya akan banyak memberikan kontribusi pada masyarakat baik
secara lokal,nasional, maupun internasional. Aspek yang terkait dengan
pengembangan kapasitaskelembagaan beserta dengan kapasitas masyarakat
misalnya adalah aspek sumber dayamanusia (SDM) dalam birokrasi (sebagai unsur
pengarah atau sebagai unsur pelaksana)maupun SDM di luar birokrasi
pemerintahan

3. Pendanaan
Biaya untuk mendukung kegiatan rutin BPB (Badan Penanggulangan
Bencana:BNPB/BPBD) berasal dari DIPA yang tertuang dalam Anggaran
Pendapatan dan Biaya Nasional (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Biaya
Daerah (APBD). Dalamkeadaan kritis bencana, penyelenggaraan penanggulangan
bencana dapat menggunakanDana Siap Pakai (On Call ) untuk tingkat nasional
serta Dekon untuk tingkat provinsidan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk tingkat
kabupaten/kota. Selain itu penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat
menggunakan dana yang bersumber dari masyarakat secara individu maupun
lembaga, baik tingkat lokal, nasional, maupuninternasional asalkan tidak
bertentangan dengan peraturan yang berlaku.Subsistem pendanaan yang penting
menjadi menjadi pertimbangan dalam penanggulangan bencana Gunung Merapi
adalah tentang kuantitas dana dan kualitas penggunaanya. Mengingat erupsi
Gunung Merapi itu tidak hanya bendampak lokal,tetapi dapat berdampak secara
nasional dan internasional, maka kuantitas pendanaan penanggulangan bencana
Gunung Merapi haruslah mencukupi dengan menggali berbagai macam sumber
dana. Penggunaan sumber dana penanggulangan bencanaGunung Merapi juga
harus efektif, transparan, dan akuntabel. Pendanaan penanggulangan bencana
Gunung Merapi yang sistematik ini menjadi tantangan yangmenarik ke depan
untuk dikembangkan oleh semua fihak yang terkait, misalnya melalui penggunaan
teknologi informasi yang optimal dengan SDM yang mumpuni maupunmelalui
berbagai inovasi.

19
4. Perencanaan
Agar upaya penanggulangan bencana dapat berjalan maksimal, perencanaan
penanggulangan bencana yang terpadu sangat diperlukan, yaitu melalui
pemaduanPengurangan Risiko Bencana (PRB) dalam perencanaan kegiatan, baik
di tingkatnasional maupun di tingkat daerah, baik yang berupa Rencana
Pembangunan JangkaPanjang (RJP), Rencana Jangka Menengah (RJM), maupun
Rencana Kerja Pemerintah(RKP) tahunan.Komitmen penanggulangan bencana
dituangkan dalam dokumen perencanaan baik ditingkat nasional maupun di tingkat
daerah. Secara nasional, dokumen perencanaan penanggulangan bencana dibuat
dalam bentuk Rencana Nasional PenanggulanganBencana (Renas PB) oleh
Pemerintah/BNPB, misalnya Renas PB 2010-2014 (BNPB,2010a; Sarwidi, 2010)
dan Rencana Aksi Nasional (RAN) PRB oleh Pemerintah danPlatform Nasional
(Planas) sebagai perwakilan dari masyarakat pelaku PB/PRB ditingkat nasional,
misalnya RAN PRB 2010-2012 (BNPB dan Bappenas, 2010). Untuk mendukung
penyelenggaraan penanggulangan bencana di tingkat Kementerian/Kelembagaan
(K/L), dibuatlah rencana penanggulangan bencana sectoral di K/L terkait. Di
tingkat provinsi, dokumen perencanaan penanggulangan bencanadibuat dalam
bentuk Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi oleh Pemerintah
Provinsi(Pemprov)/BPBD serta Rencana Aksi Daerah (RAD) PRB Provinsioleh
Pemprov/BPBD dan Forum PRB di tingkat provinsi. Di tingkat
kabupaten/kota,dokumen perencanaan penanggulangan bencana dibuat dalam
bentuk RencanaPenanggulangan Bencana (RPB) Kabupaten/Kota oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota(Pemkab/Pemkot)/BPBD serta Rencana Aksi Daerah (RAD) PRB
Provinsi olehPemkab/Pemkot dan Forum PRB di tingkat kabupaten/kota Ke depan,
perencanaan penanggulangan bencana Gunung Merapi harus lebih terarahdan
terpadu. Dengan berbagai pengalaman oleh berbagai fihak-fihak yang terkait, baik
secara personal maupun institusional, yang dilandasi dengan berbagai teori
PB/PRBterkini, para pakar dan aktor PB / PRB dapat lebih mengarahkan
perencanaan penanggulangan bencana Gunung Merapi ke depan dengan berbagai
macam mediakomunikasi dan informasi. Selanjutnya, keterpaduan perencanaan
penanggulangan bencana Gunung Merapi dapat dilakukan menggunakan sistem
perencanaan terpadu dan benjenjang dalam berbagai koordinasi yang dituangkan
dalam RPB daerah dan RADPRB serta Renas PB dan RAN PRB. Rencana

20
penanggulangan bencana Gunung Merapiharus dimasukkan dalam RPB daerah dan
RAD PRB untuk Provinsi DIY dan Jatengserta Kabupaten/Kota Sleman,
Magelang, Klaten, Boyolali, dan Yogyakarta, RPBdaerah disusun oleh masing-
masing Pemda dua provinsi dan lima kabupaten/kotatersebut, dan RAD PRB
disusun oleh masing-masing Pemda bersama-sama dengan masing-masing Forum
PRB di dua provinsi dan lima kabupaten/kota itu. Selanjutnyaaspek penting
rencana penanggulangan bencana Gunung Merapi juga harus dimasukkandalam
Renas PB dan RAN PRB serta rencana sektoral penanggulangan bencana
dikementerian dan lembaga (K/L).

5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Salah satu asas penanggulangan bencana di Indonesia adalah ilmu


pengetahuan danteknologi (IPTEK), yaitu bahwa dalam penanggulangan bencana
harus memanfaatkanilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal. Dengan
demikian, proses penanggulangan bencana, baik pada tahap prabencana, pada saat
terjadi bencana,maupun pada tahap pascabencana dapat dipermudah dan dipercepat
(Kemenristek,2007).Dalam praktek, unsur seni ataupun budaya juga menentukan
kelancaran dankeberhasilan penanggulangan bencana. Dengan demikian, IPTEK
dalam penanggulangan bencana dimodifikasi menjadi IPTEKS, karena
memasukkan unsur S(seni atau kebudayaan), misalnya dalam memasukkan secara
tepat unsur kearifan lokaldan budaya atau karakteristik masyarakat lokal. Namun
demikian, perlu ditekankan bahwa penerapan unsur S dalam penanggulangan
bencana harus tepat, mengingat bahwa penerapan penanggulangan bencana oleh
masyarakat dengan pendekatan yang bertentangan dengan logika yang berujung
pada hambatan dan bahkan kegagalan penanggulangan bencana telah banyak
ditemui, demikian pula yang sebaliknya.IPTEKS dalam penanggulangan bencana
Gunung Merapi dapat diterapkan dalam pengenalan mengenai karakteristik
ancaman/hazard Gunung Merapi dan berbagaikemajuan teknologi untuk
penanggulangan bencana Gunung Merapi. Penerapanteknologi penanggulangan
bencana Gunung Merapi dalam tahap pra, darurat, dan pasca bencana misalnya
adalah pembuatan mapping risiko bencana dan tata ruang wilayah Gunung Merapi
dan sekitarnya, pengembangan teknologi deteksi dini erupsi GunungMerapi
melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan dan

21
pembuatan bangunan/rumah tahan gempa yang sekaligus dapat digunakan untuk
perlindungan sementara terhadap awan panas Gunung Merapi, misalnya
RULINDA®Merapi (Sarwidi, 2005; Sarwidi, 2008), pengembangan teknologi
peralatan penyelamatan korban awan panas Gunung Merapi, pengembangan
teknologi tenda danhunian sementara (huntara) yang efektif untuk lereng Gunung
Merapi, pengembanganteknologi pertanian dan kehutanan yang efektif di lereng
Gunung Merapi, serta pengembangan sistem informasi dan komunikasi bencana
Gunung Merapi (misalnyaoleh kelompok Jalin Merapi CRI, Kumunitas Balerante,
CEVEDS International danFOREKA). Kultur dan karakteristik masyarakat lereng
Gunung Merapi dan sekitarnya juga harus diakomodasi dalam strategi
penangulangan bencana Gunung Merapi agar tercapai hasil yang maksimum

6. Penyelenggaraan
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana sesuai dengan siklus bencana yang secara garis besar
terdiriatas tiga tahap, yaitu prabencana, tanggap darurat, dan pasca bencana.
BNPB/BPBD bertindak selaku koordinator dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana padatahap prabencana dan pasca bencana. BNPB/BPBD
menjalankan fungsi komando dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
pada tahap tanggap darurat. Untuk penanggulangan bencana letusan gunung berapi
sebagaimana kasus bencana GunungMerapi, ada dua sub tahapan kritis di luar
masa tanggap darurat yang penangannya harusmirip dengan penanganan saat
tanggap darurat, yaitu subtahap siaga darurat pada tahap prabencana dan subtahap
awal rekoveri pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Upaya penetapan kebijakan yang berisiko timbulnya bencana Gunung Merapi
haru sdilakukan pada semua tahapan penanggulangan bencana dengan melakukan
perbaikansecara terus menerus. Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung
Merapi padatahapan prabencana berlangsung baik dalam situasi tidak terjadi
bencana maupun dalamsituasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung Merapi dalam situasi
tidak terjadi bencana setidaknya harus meliputi perencanaan penanggulangan

22
bencana, penguranganrisiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan
pembangunan, persyaratananalisis risiko bencana, penentuan dan penegakan
rencana tata ruang (KRB/KawasanRawan Bencana), pendidikan dan pelatihan, dan
persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Perencanaan penanggulangan
bencana meliputi pengenalandan pengkajian ancaman bencana, pemahaman
tentang kerentanan masyarakat, analisiskemungkinan dampak bencana, pilihan
tindakan pengurangan risiko bencana, penentuanmekanisme kesiapan dan
penanggulangan dampak bencana; dan alokasi tugas,kewenangan, dan sumber daya
yang tersedia. Dalam kegiatan pelatihan, Pemda, BNPB,Kementerian Sosial, dan
Badan SAR Nasional sudah melakukan serangkaian pelatihan penanggulangan
bencana bagi masyarakat lereng Gunung Merapi. Dalam kegiatan pendidikan,
banyak TK SD, SMP, SMA di wilayah lereng Gunung Merapi sudah
mulaimedapatkan pengetahuan pengenalan Gunung Merapi, baik oleh para guru di
dalam kelas maupun oleh instansi dan para kelompok pegiat PB/PRB misalnya
oleh BPPTK,Kelompok Pelestari Lingkungan hidup “wana wandhira” dan
MUSEGA SWD (Sumardani, 2010). Di tingkat perguruan tinggi, pendidikan serta
kajian yang terkaitdengan penanggulangan bencana Gunung Merapi dapat ditemui
misalnya pada ProgramUnggulan Kemendiknas dalam bidang Manajemen
Rekayasa Kegempaan di Magister Teknik Sipil Program Pasca Sarjana Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan UniversitasIslam Indonesia (MRK UII) serta pada
PSBA UGM dan CEE DEDS UII.
Pengurangan risiko bencana (PRB) Gunung Merapi dilakukan untuk
mengurangidampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi
sedang tidak terjadi bencana, yang meliputi pengenalan dan pemantauan risiko
bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana sebagaimana
disebutkan dalam subsistem perencanaan di muka, pengembangan budaya sadar
bencana, peningkatan komitmenterhadap pelaku penanggulangan bencana, dan
penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung Merapi dalam situasi
terdapat potensi terjadi bencana meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini oleh
BPPTK Kementerian ESDM, dan mitigasi bencana. Kesiapsiagaan dilakukan
untuk memastikanupaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana.
Peringatan dinidilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam
rangka mengurangi risikoterkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap

23
darurat. Mitigasi dilakukanuntuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang
berada pada kawasan rawan bencana Gunung Merapi DPPM & MTS UII
(Sumardani, 2010). Di tingkat perguruan tinggi, pendidikan serta kajian yang
terkaitdengan penanggulangan bencana Gunung Merapi dapat ditemui misalnya
pada Program Unggulan Kemendiknas dalam bidang Manajemen Rekayasa
Kegempaan di Magister Teknik Sipil Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan UniversitasIslam Indonesia (MRK UII) serta pada PSBA UGM
dan CEEDEDS UII.Pengurangan risiko bencana (PRB) Gunung Merapi dilakukan
untuk mengurangidampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam
situasi sedang tidak terjadi bencana, yang meliputi pengenalan dan pemantauan
risiko bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana sebagaimana
disebutkan dalam subsistem perencanaan di muka, pengembangan budaya sadar
bencana, peningkatan komitmenterhadap pelaku penanggulangan bencana, dan
penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung Merapi dalam situasi
terdapat potensi terjadi bencana meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini oleh
BPPTK Kementerian ESDM, dan mitigasi bencana. Kesiapsiagaan dilakukan
untuk memastikanupaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana.
Peringatan dinidilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam
rangka mengurangi risikoterkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap
darurat. Mitigasi dilakukanuntuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang
berada pada kawasan rawan bencana Gunung Merapi.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung Merapi pada saat tanggap
daruratmeliputi pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya, penentuan status keadaan darurat bencana, penyelamatan dan
evakuasi masyarakatterkena bencana, kebutuhan dasar, perlindungan terhadap
kelompok rentan, dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. Dalam
status keadaan darurat bencana telah ditetapkan BNPB/BPBD mempunyai
kemudahan akses yang meliputi pengerahan sumber daya manusia, pengerahan
peralatan, pengerahan logistik, imigrasi,cukai, dan karantina, perizinan, pengadaan
barang/jasa, pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang,
penyelamatan, dan komando untuk memerintahkan sektor/lembaga. Hal tersebut
sudah mulai dilaksanakan dalam penangangan darurat erupsi Gunung Merapi tahun
2010 yang lalu (BNPB, 2010)

24
Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung Merapi pada tahap
pascabencanameliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi dilakukan melalui
kegiatan perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana
umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial
psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial
ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi
pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik. Rekonstruksi dilakukan
melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi pembangunan kembali
prasarana dan sarana, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat,
pembangkitan kembali kehidupansosial budaya masyarakat, penerapan rancang
bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana,
partisipasi dan peran serta lembaga danorganisasi kemasyarakatan, dunia usaha,
dan masyarakat, peningkatan kondisi sosial,ekonomi, dan budaya, peningkatan
fungsi pelayanan public, dan peningkatan pelayananutama dalam masyarakat.
Untuk Erupsi Gunung Merapi 2010, tahap pasca bencana primer dan tahap tanggap
darurat bencana sekunder sedang berjalan

25
26
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau
lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi
sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkan pada saat meletus. Suatu gunung berapi merupakan bentukan alam dari
pecahan yang terjadi di kerak dari benda langit bermasa planet, seperti Bumi, di mana
patahan tersebut mengakibatkan lava panas, abu vulkanik dan gas bisa keluar dari
dapur magma yang terdapat di bawah permukaan bumi.

Gunung meletus dicantumkan sebagai salah satu bencana alam di bumi ini,
karena dapat menyebabkan berbagai macam kerugian dan juga kerusakan. Namun
sebagai salah satu jenis bencana alam, gunung meletus dikategorikan sebagai bencana
alam yang masih dapat diantisipasi. Hal ini karena gunung meletus datangnya selalu
disertai oleh tanda-tanda tertentu sehingga semuanya bisa diantisipasi dari awal agar
tidak terdapat korban jiwa dan kerugian material bisa diantisipasi serendah mungkin.
Ketika tanda-tanda tersebut datang, maka sebagai masyarakat (khususnya yang berada
di sekitar gunung berapi) harus waspada dan segera melakukan tindakan.

B. Saran
Untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan, sebaiknya di setiap
gunung api yang masih aktif ada pos pengawasan yang dilengkapi dengan alat-alat
pemantauan yang akurat. Informasikan atau komunikasikan segala tanda bahaya yang
diperoleh sedini mungkin kepada masyarakat atau melalui kepala desa masing-
masing. Buat sirene tanda bahaya untuk mengingatkan penduduk untuk segera
mengungsi bila keadaaan tambah gawat. Pembuatan sungai yang khusus untuk aliran
lahar dan membuat tanggul yang kokoh untuk melindungi desa dari aliran lahar.

27
DAFTAR PUSTAKA

Suwardi, Harson. 1993. Geografi : Ilmu Bumi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Rizzaq Aynur Nugroho. 2019. 5 Penyebab Gunung Meletus Secara Umum dan Perlu

Kamu Ketahui di https://m.liputan6.com (di akses 23 Maret 2020)

Dian Fiantis. 2019. Dampak erupsi Gunung Anak Krakatau pada biodiversitas dan tanah di
https://theconversation.com (diakses 23 Maret 2020)

Bobby Agung Prasetyo. 2020. Siaga Bencana, Ini 8 Cara Menanggulangi Gunung

Meletus Di Rumah! di https://www.99.co (diakses 24 Maret 2020)

Anda mungkin juga menyukai