Anda di halaman 1dari 13

Makalah

Pertumbuhan dan Perkembangan


Pada Anak Usia Sekolah

DISUSUN OLEH :

IKA FITRIA NURINASARI

MOCH REZA TRIYUDO BUWONO

RATNA WIDIANINGSIH

RENI ASIH ANGGRAINI

YUNISYAH AULIA

YANTI DAMAYANTI

YULI ANZALNI

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


INTSTITUSI KESEHATAN DAN TEKNOLOGI PKP
DKI JAKARTA
2022/2023
A. Konsep Teori
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang senantiasa
digunakan secara bergantian. Keduanya tidak bisa dipisah-pisah, akan tetapi saling
bergantung satu dengan lainnya bahkan bisa dibedakan untuk maksud lebih
memperjelas penggunaannya.
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat
pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi
dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah ) yang herediter dalam
bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan
perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Perkembangan adalah  serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai
akibat dari proses kematangan dan pengalaman, bekerja dalam suatu proses
perubahan yang berkenaan dengan aspek-aspek fisik dan psikhis atau perubahan
tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu mulai dari
massa konsepsi samppai mati
Hasil pertumbuhan antara lain bertambahnya ukuran kuantitatif badan anak,
seperti berat, panjang, dan kekuatannya. Begitu pula pertumbuhan akan mencakup
perubahan yang semakin sempurna pada sistem jaringan saraf dan perubahan-
perubahan struktur jasmani lainnya. Dengan demikian, pertumbuhan dapat diartikan
sebagai proses perubahan dan pematangan fisik.
Perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memperoleh penyesuaian
diri terhadap lingkungan di mana ia hidup.  Untuk mencapai tujuan maka realisasi diri
“aktualisasi diri” sangat penting perannya. Realiasasi diri memainkan peran penting
dalam kesehatan mental, maka seseorang yang berhasil menyesuaikan diri dengan
baik secara pribadi dan sosial harus mempunyai kesempatan untuk mengungkapkan
minat dan keinginannya dengan cara memuaskan dirinya.  Tetapi pada saat yang sama
harus menyesuaikan dengan standar-standar yang diterima.  Kurangnya kesempatan
berdampak pada kekecewaan dan sikap-sikap negatif terhadap orang lain dan bahkan
terhadap kehidupan pada umumnya.
Perubahan-perubahan baik fisiologis maupun psikologis tidak semua orang
menyadarinya, kecuali terjadinya perubahan itu secara mendadak, cepat,  dan
mempengaruhi pola kehidupan mereka.  Suatu bukti hampir semua orang takjub
terhadap masa pubertas, pertumbuhan melonjak dari akhir masa kanak-kanak ke awal
masa remaja.  Sama halnya dengan usia lanjut ketika proses penuaan terus
berlangsung seseorang telah menyadari bahwa kesehatan mulai “berkurang” dan
pikiran mulai “mundur”  sehingga perlu ada penyesuaian baru terhadap perubahan
dalam pola kehidupan mereka.
Menurut Buku Data Penduduk yang ditebirkan oleh Kementerian Kesehatan
Indoneisa (2011), anak usia sekolah adalah anak-anak yang berusia 7- 12 tahun
(Depkes, 2011), periode pubertas sekitar usia 12 tahun merupakan tanda akhir masa
kanak-kanak menengah (Potter & Perry, 2005; Wong, Hockenberry- Eaton, Wilson,
Winkelstein, & Schwartz, 2009). Menurut Wong (2009), anak usia sekolah atau anak
yang sudah sekolah akan menjadi pengalaman inti anak. Periode ini anak-anak
dianggap mulai bertanggungjawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan
orangtua mereka, teman sebaya, dan orang lain. Usia sekolah merupakan masa anak
memperoleh dasar-dasar pengatahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada
kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu (Wong, Hockenberry-
Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009). Periode pra-remaja atau pra-pubertas
terjadi pada tahap perkembangan usia sekolah, periode pra-remaja atau pra-pubertas
menandakan berakhirnya periode usia sekolah dengan usia kurang lebih 12 tahun,
ditandai dengan awitan pubertas (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

B. Tahap -tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah


1. Pertumbuhan
Pertumbuhan selama periode ini rata-rata 3-3,5 kg dan 6cm atau 2,5 inchi
pertahunnya. Lingkar kepala tumbuh hanya 2-3 cm selama periode ini,
menandakan pertumbuhan otak yang melambat karena proses mielinisasi sudah
sempurna pada usia 7 tahun (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Anak laki-laki
usia 6 tahun, cenderung memiliki berat badan sekitar 21 kg, kurang lebih 1 kg
lebih berat daripada anak perempuan. Rata-rata kenaikan berat badan anak usia
sekolah 6 – 12 tahun kurang lebih sebesar 3,2 kg per tahun. Periode ini, perbedaan
individu pada kenaikan berat badan disebabkan oleh faktor genetik dan
lingkungan. Tinggi badan anak usia 6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan
memiliki tinggi badan yang sama, yaitu kurang lebih 115 cm. Setelah usia 12
tahun, tinggi badan kurang lebih 150 cm (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Habitus tubuh (endomorfi, mesomorfi atau ektomorfi) cenderung secara relatif
tetap stabil selama masa anak pertengahan. Pertumbuhan wajah bagian tengah dan
bawah terjadi secara bertahap. Kehilangan gigi desidua (bayi) merupakan tanda
maturasi yang lebih dramatis, mulai sekitar usia 6 tahun setelah tumbuhnya gigi-
gigi molar pertama. Penggantian dengan gigi dewasa terjadi pada kecepatan
sekitar 4/tahun. Jaringan limfoid hipertrofi, sering timbul tonsil adenoid yang
mengesankan membutuhkan penanganan pembedahan (Behrman, Kliegman, &
Arvin, 2000; Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009;
Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Kekuatan otot, koordinasi dan daya tahan tubuh meningkat secara terus-
menerus. Kemampuan menampilkan pola gerakan-gerakan yang rumit seperti
menari, melempar bola, atau bermain alat musik. Kemampuan perintah motorik
yang lebih tinggi adalah hasil dari kedewasaan maupun latihan; derajat
penyelesaian mencerminkan keanekaragaman yang luas dalam bakat, minat dan
kesempatan bawaan sejak lahir. Organ-organ seksual secara fisik belum matang,
namun minat pada jenis kelamin yang berbeda dan tingkah laku seksual tetap aktif
pada anak-anak dan meningkat secara progresif sampai pada pubertas (Behrman,
Kliegman, & Arvin, 2000).

2. Perkembangan Psikomotorik
a. Motorik Halus
Motorik halus merupakan bagian dari sensomotorik yaitu golongan dari
rangsang sensori (indra) dengan reaksi yang berupa gerakan-gerakan otot
(motorik) kemampuan sensomotorik terjadi adanya pengendalian kegiatan
jasmani melalui pusat syaraf, urat syaraf dan otot-otot yang terkoordinasi,
sedangkan motorik halus terfokus pada pengendalian gerakan halus jari-jari
tangan dan pergelangan tangan. Berpijak dari konsep tersebut Hurlock (2000:
150), menyatakan bahwa motorik halus sebagai pengendalian koordinasi yang
lebih baik yang melibatkan kelompok otot yang lebih untuk menggenggam,
melempar dan menangkap bola.
Menurut Lutan ( 1988: 322 ), factor yang mempengaruhi motorik halus
adalah:

1) Faktor internal adalah karakteristik yang melekat pada individu seperti


tipe tubuh, motivasi atau atribut yang membedakan seseorang dengan
orang lain.
2) Faktor eksternal adalah tempat di luar individu yang langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi penampilan sesorang, misalnya
lingkungan pengajaran dan lingkungan sosial budaya.
3) Meniru (imitation)
Peniruan merupakan suatu keterampilan untuk menirukan sesuatu
gerakan yang telah dilihat, didengar atau dialaminya. Jadi kemampuan
ini terjadi ketika anak mengamati suatu gerakan, dimana ia mulai
memberi respons serupa dengan apa yang diamatinya. Gerakan meniru
ini akan mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf, karena
peniruan gerakan umumnya dilakukan dalam bentuk global dan tidak
sempurna. Contoh gerakan ini adalah menirukan gerakan binatang,
menirukan gambar jadi tentang suatu gerakan dan menirukan langkah
tari.

b. Motorik Kasar
Motorik kasar adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi bagian
tubuh anak seperti mata, tangan dan aktivitas otot kaki, dalam
menyeimbangkan badan dan kekuatan kaki pada saat berjalan di atas papan
titian. Gerakan motorik kasar adalah kemampuan yang membutuhkan
koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak. Gerakan motorik kasar
melibatkan aktivitas otot-otot besar seperti otot tangan, otot kaki dan seluruh
tubuh anak. (Sujiono,2009) Motorik kasar sangat penting dikuasai oleh
seseorang karena bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tanpa mempunyai
gerak yang bagus akan ketinggalan dari orang lain, seperti: berlari, melompat,
mendorong, melempar, menangkap, menendang dan lain sebagainya, kegiatan
itu memerlukan dan menggunakan otot-otot besar pada tubuh seseorang.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar yaitu:
1) Gizi ibu pada saat hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadi kehamilan maupun pada waku sedang
hamil lebih sering menghasilkan bayi berat badan rendah (BBLR),
disamping itu dapat pula menyebabkan hambatan otakj anin yang
mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi.
2) Status gizi
Makanan memegang peran penting dalam tumbuh kembang anak, dimana
kebutuhan anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa, status gizi yang
kurang akan mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan
motorik kasar anak
3) Stimulus
Stimulus merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak
yang mendapat stimulus yang terarah dan teratur akan lebih cepat
berkembang terutama dalam perkembangan motorik kasar seperti
berjalan, berlari, melompat, dan naik turun tangga.
4) Pengetahuan Ibu
Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku ibu dalam tumbuh kembang anak, dengan terbatasnya
kemampuan ibu dalam pengetahuan sehingga memungkinkan
terhambatnya perkembangan anak. Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh
terhadap perkembangan motorik kasar anak pada periode tertentu (Nelson,
2008)

c. Bahasa
Anak memiliki kemampuan yang lebih dalam memahami dan
menginterpretasikan komunikasi lisan dan tulisan. Pada masa ini
perkembangan bahasa nampak pada perubahan perbendaharaan kata dan tata
bahasa. Anak-anak semakin banyak menggunakan kata kerja yang tepat untuk
menjelaskan satu tindakan seperti memukul, melempar, menendang, atau
menampar. Mereka belajar tidak hanya untuk menggunakan banyak kata lagi,
tetapi juga memilih kata yang tepat untuk penggunaan tertentu. Area utama
dalam pertumbuahan bahasa adalah pragmatis, yaitu penggunaan praktis dari
bahasa untuk komunikasi.
Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
pesan, pendapat, perasaan dengan menggunakan simbol-simbol yang
disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk
kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku
dalam suatu komunitas atau masyarakat, bahasa dapat dibedakan menjadi 3,
yaitu bahasa lisan, bahasa tulis, dan bahasa isyarat. Keterampilan dalam
berbahasa memiliki 4 aspek atau ruang lingkup, yaitu:
1) Keterampilan mendengarkan
2) Keterampilan berbicara
3) Keterampilan membaca
4) Keterampilan menulis

Di sekolah dasar, keterampilan mendengarkan meliputi kemampuan


memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng, drama, petunjuk, denah,
pengumuman, beruta, dan konsep materi pelajaran. Keterampilan berbicara
meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara
lisan mengenai perkenalan, tegur sapa,pengenalan benda, fungsi anggota
tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita, deklamasi, memberi tanggapan,
pendapat/saran, dan diskusi. Keterampilan membaca meliputi ketrampilan
memahami teks bacaan melalui membaca intensif dan sekilas. Keterampilan
menulis meliputi kemampuan menulis permulaan, dikte, mendeskripsikan
benda, mengarang, menulis surat, undangan, dan ringkasan paragraf.

3. Perkembangan Psikoseksual
Freud menggambarkan anak-anak kelompok usia sekolah (6–12 tahun) masuk
dalam tahapan fase laten. Selama fase ini, fokus perkembangan adalah pada
aktivitas fisik dan intelektual, sementara kecenderungan seksual seolah ditekan
(Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Teori Perkembangan Psikoseksual anak
menurut Freud terdiri atas fase oral (0–11 bulan), fase anak (1– 3 tahun), fase falik
(3–6 tahun), dan fase genital (6–12 tahun).
a. Fase Laten (6-12 tahun)
Selama periode laten, anak menggunakan energy fisik dan psikologis yang
merupakan media untuk mengkesplorasi pengetahuan dan pengalamannya
melalui aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada fase laten, anak perempuan
lebih menyukai teman dengan jenis kelamin perempuan, dan laki-laki dengan
laki-laki. Pertanyaan anak tentang seks semakin banyak dan bervariasi,
mengarah pada sistemtem reproduksi. Orangtua harus bijaksana dalam
merespon pertanyaan-pertanyaan anak, yaitu menjawabnya dengan jujur dan
hangat. Luanya jawaban orangtua disesuaikan dengan maturitas anak. anak
mungkin dapat bertindak coba-coba dengan teman sepermainan karena
seringkali begitu penasaran dengan seks. Orangtua sebainya waspada apabila
anak tidak pernah bertanya mengenai seks. Peran ibu dan ayah sangat penting
dalam melakukan pendekatan dengan anak, termasuk mempelajari apa yang
sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaitan dengan seks.

b. Fase Genital (12-18 tahun)


Menurut Freud, tahapan akhir masa ini adalah tahapan genital ketika anak
mulai masuk fase pubertas. Ditandai dengan adanya proses pematangan organ
reproduksi dan tubuh mulai memproduksi hormon seks.

4. Perkembangan Psikososial
Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada masa ini sebagai
krisis antara keaktifan dan inferioritas. Perkembangan kesehatan membutuhkan
peningkatan pemisahan dari orangtua dan kemampuan menemukan penerimaan
dalam kelompok yang sepadan serta merundingkan tantangan- tantangan yang
berada diluar (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).
Pendekatan Erikson dalam membahas proses perkembangan anak adalah
dengan menguraikan lima tahapan perkembangan psikososial, yaitu: percaya
versus tidak percaya (0–1 tahun), Otonomi versus rasa malu dan ragu (1–3 tahun),
Inisiatif versus rasa bersalah (3–6 tahun), Industry versus inferiority (6–12 tahun),
Identitas versus kerancuan peran (12–18 tahun).

a. Industry versus inferiority (6-12 tahun)


Anak akan belajar untuk bekerjasama dengan bersaing dengan anak lainnya
melalui kegiatan yang dilakukan, baik dalam kegiatan akademik maupun
dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Otonomi mulai
berkembang pada anak di fase ini, terutama awal usia 6 tahun dengan
dukungan keluarga terdekat. Perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak
yang terjadi mempengaruhi gambaran anak terhadap tubuhnya (body image).
Interaksi sosial lebih luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan
evaluasi dari teman atau lingkungannya mencerminkan penerimaan dari
kelompok akan membantu anak semakin mempunyai konsep diri yang
positif. Perasaan sukses dicapai anak dengan dilandasi adanya motivasi
internal untuk beraktivitas yang mempunyai tujuan. Kemampuan anak
untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman dilingkungannya dapat
memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of industry).
Perasaan tidak adekuat dan rasa inferiority atau rendah diri akan berkembang
apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya dan anak tidak
berhasil memenuhinya. Harga diri yang kurang pada fase ini akan
mempengaruhi tugas-tugas untuk fase remaja dan dewasa. Pujian atau
penguatan (reinforcement) dari orangtua atau orang dewasa terhadap prestasi
yang dicapainya menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil
dalam melakukan sesuatu.

b. Identitas versus kerancuan peran (12-18 tahun)


Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan perannya sebagai anak yang
sedang berada pada fase transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Mereka
menunjukkan perannya dengan bergaya sebagai remaja yang sangat dekat
dengan kelompoknya, bergaul dengan mengadopsi nilai kelompok dan
lingkungannya, untuk dapat mengambil keputusannya sendiri. Kejelasan
identitas diperoleh apabila ada kepuasan yang diperoleh dari orangtua atau
lingkungan tempat ia berada, yang membantunya melalui proses pencarian
identitas diri sebagai anak remaja, sedangkan ketidakmampuan dalam
mengatasi konflik akan menimbulkan kerancuan peran yang harus
dijalankannya (Supartini, 2004).
Menurut Erikson, tugas utama anak usia sekolah adalah pada fase industry
versus inferiority. Pada masa ini, anak-anak mulai membentuk dan
mengembangkan rasa kompetensi dan ketekuanan. Anak usia sekolah
termotivasi oleh berbagai kegiatan yang membuatnya merasa berguna.
Mereka berfokus pada upaya menguasai berbagai keterampilan yang akan
membuat mereka berfungsi di dunia dewasa. Meskipun berjuang keras untuk
sukses, anak pada usia ini selalu dihadapkan pada kemugkinan gagal yang
dapat menimbulkan perasaan inferior. Anak-anak yang dapat mencapai
sukses pada tahap sebelumnya akan termotivasi untuk tekun dan bekerjasama
dengan anak-anak yang lain untuk mencapai tujuan umum (Erikson, E. H.,
1963; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

5. Perkembangan Kognitif
Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk
berpikir dengan cara logis tentang disini dan saat ini, bukan tentang hal yang
bersifat abstraksi. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi didominiasi oleh
persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas.
Perkembangan kognitif Piaget terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: (1) Tahap
sensoris-motorik (0-2 tahun); (2) Praoperasional (2-7 tahun); (3) Concrete
operational (7-11 tahun); dan (4) Formal operation (11-15 tahun)

a. Concrete operational (7 – 11 tahun)


Fase ini, pemikiran meningkat atau bertambah logis dan koheren. Anak
mampu mengklasifikasi benda dan perintah dan menyelesaikan masalah
secara konkret dan sistematis berdasarkan apa yang mereka terima dari
lingkungannya. Kemampuan berpikir anak sudah rasional, imajinatif, dan
dapat menggali objek atau situasi lebih banyak untuk memecahkan
masalah. Anak sudah dapat berpikir konsep tentang waktu dan mengingat
kejadian yang lalu serta menyadari kegiatan yang dilakukan berulang-
ulang, tetapi pemahamannya belum mendalam, selanjutnya akan semakin
berkembang di akhir usia sekolah atau awal masa remaja.

b. Formal operation (11 – 15 tahun)


Tahapan ini ditunjukkan dengan karakteristik kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan dan kemampuan untuk fleksibel terhadap
lingkungannya. Anak remaja dapat berpikir dengan pola yang abstrak
menggunakan tanda atau simbol dan menggambarkan kesimpulan yang
logis. Mereka dapat membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikiran
yang abstrak, teoritis, dan filosifis. Pola berpikir logis membuat mereka
mampu berpikir tentang apa yang orang lain juga memikirkannya dan
berpikir untuk memecahkan masalah (Supartini, 2004).
Menurut Piaget, usia 7–11 tahun menandakan fase operasi konkret. Anak
mengalami perubahan selama tahap ini, dari interaksi egosentris menjadi
interaksi kooperatif. Anak usia sekolah juga mengembangkan peningkatan
mengenai konsep yang berkaitan dengan objek-objek tertentu, contohnya
konservasi lingkungan atau pelestarian margasatwa. Pada masa ini anak-
anak mengembangkan pola pikir logis dari pola pikir intuitif, sebagai
contoh mereka belajar untuk mengurangi angka ketika mencari
jawaban dari suatu soal atau pertanyaan. Pada usia ini anak juga belajar
mengenai hubungan sebab akibat, contohnya mereka tahu bahwa batu
tidak akan mengapung sebab batu lebih berat daripada air (Piaget, J.,
1996; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Kemampuan membaca biasanya berkembang dengan baik di akhir masa
kanak-kanak dan bacaan yang dibaca anak biasanya dipengaruhi oleh
keluarga. Setelah usia 9 tahun, kebanyakan anak termotivasi oleh dirinya
sendiri. Mereka bersaing dengan diri sendiri dan mereka senang membuat
rencana kedepan, mencapai usia 12 tahun, mereka termotivasi oleh
dorongan di dalam diri, bukan karena kompetisi dengan teman sebaya.
Mereka senang berbicara, berdiskusi mengenai berbagai subjek dan
berdebat (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

6. Pedoman Antsispasi Orang Tua


a. Usia 6 tahun
1) Orang tua memahami kebutuhan mendorong anak berinteraksi dengan
teman
2) Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan terutama naik sepeda
3) Orang tua siap akan peningkatan interst anak ke luar rumah
4) Orang tua paham terhadap kebutuhan anak akan privasi dan menyiapkan
kamar tidur yang berbeda

b. Usia 7-10 tahun


1) Menakankan untuk mendorong kebutuhan akan kemandirian
2) Tertarik beraktifitas diluar rumah
3) Orang tua siap untuk perubahan pada masa pubertas

c. Usia 11-12 tahun


1) Orang tua membantu untuk menyiapkan anak tentang perubahan tubuh
pubertas
2) Anak wanita pertumbuhan cepat
3) Edukasi seks yang adekuat dan informasi yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Damanik, S. M., & Sitorus, E. (2020). Buku Materi Pembelajaran Keperawatan Anak.
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS KRISTEN ….
Khaulani, F., Neviyarni, S., & Irdamurni, I. (2020). Fase dan tugas perkembangan anak
Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 7(1), 51–59.
Latifah, U. (2017). Aspek perkembangan pada anak Sekolah Dasar: Masalah dan
perkembangannya. Academica: Journal of Multidisciplinary Studies, 1(2), 185–196.
Sabani, F. (2019). Perkembangan Anak-anak Selama Masa Sekolah Dasar (6–7 Tahun).
Didaktika: Jurnal Kependidikan, 8(2), 89–100.

Anda mungkin juga menyukai