Anda di halaman 1dari 55

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Balita

1. Definisi Balita

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun

2014, anak balita adalah anak usia 12 bulan sampai dengan 59 bulan.

Masa ini adalah periode yang sangat penting bagi tumbuh kembangnya

sehingga biasa disebut dengan golden period. Pada masa ini juga

pertumbuhan dan perkembangan anak sangat pesat baik secara fisik,

psikologi, mental, maupun sosialnya (Muaris, 2006).

Milyatani menyebutkan bahwa Balita adalah masa anak mulai

berjalan dan merupakan masa yang paling hebat dalam tumbuh

kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini merupakan masa

yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan pertumbuhan

intelektual (Mitayani 2010).

Menurut Profil Kesehatan (2013), balita merupakan anak yang

usianya berumur antara satu hingga lima tahun. Saat usia balita

kebutuhan akan aktivitas hariannya masih tergantung penuh terhadap

orang lain mulai dari makan, buang air besar maupun air kecil dan

kebersihan diri. Masa balita merupakan masa yang sangat penting bagi

proses kehidupan manusia. Pada masa ini akan berpengaruh besar

12
terhadap keberhasilan anak dalam proses tumbuh kembang

selanjutnya.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011) menjelaskan

balita merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang pesat. Proses pertumbuhan dan perkembangan

setiap individu berbeda-beda, bisa cepat maupun lambat tergantung

dari beberapa faktor diantaranya herediter, lingkungan, budaya dalam

lingkungan, sosial ekonomi, iklim atau cuaca, nutrisi dan lain-lain

(Aziz, 2006 dalam Nurjannah, 2013).

Jadi dapat disimpulkan dari definisi balita yang telah dikemukakan

oleh para ahli, bahwa balita (bawah lima tahun) merupakan anak usia

12-59 bulan dimana pada masa ini adalah masa yang paling penting

untuk petumbuhan dan perkembangan baik segi fisik, psikologi,

sosialnya. Pada masa ini akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan

anak dalam proses tumbuh kembang selanjutnya.

2. Karakteristik Balita

Septiari (2012) menyatakan karakteristik balita dibagi menjadi dua

yaitu:

a. Anak usia 1-3 tahun

Usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak

menerima makanan yang disediakan orang tuanya. Laju

pertumbuhan usia balita lebih besar dari usia prasekolah, sehingga

diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Perut yang lebih

13
kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya

dalam sekali makan lebih kecil bila dibandingkan dengan anak

yang usianya lebih besar oleh sebab itu, pola makan yang diberikan

adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.

b. Anak usia prasekolah (3-5 tahun)

Usia 3-5 tahun anak menjadi konsumen aktif. Anak sudah mulai

memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini berat badan anak

cenderung mengalami penurunan, disebabkan karena anak

beraktivitas lebih banyak dan mulai memilih maupun menolak

makanan yang disediakan orang tuanya.

3. Konsep Pertumbahan dan Perkembangan pada Balita

a. Pertumbuhan

1) Definisi Pertumbuhan

Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat

kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada

tingkat sel, organ, maupun individu. Anak tidak hanya

bertambah besar secara fisik, melainkan juga ukuran dan

struktur organ-organ tubuh dan otak. Sebagai contoh, hasil dari

pertumbuhan otak adalah anak mempunyai kapasitas lebih

besar untuk belajar, mengingat, dan mempergunakan akalnya.

Jadi anak tumbuh baik secara fisik maupun mental.

Pertumbuhan fisik dapat dinilai dengan ukuran berat (gram,

pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter) umur tulang,

14
dan tanda-tanda seks sekunder (Soetjiningsih, dan Ranuh,

2015).

Menurut Karl E Garrison (Syamsussabri, 2013)

pertumbuhan adalah perubahan individu dalam bentuk ukuran

badan, perubahan otot, tulang, kulit, rambut dan kelenjar.

2) Ciri-Ciri Pertumbuhan Anak Usia 12 –36 Bulan (1–3

Tahun)

Menurut Potter & Perry (2010) ciri-ciri pertumbuhan yaitu :

a) Pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal

bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi

badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada, dan

lain-lain.

b) Pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat

terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang

muncul mulai dari masa konsepsi hingga dewasa.

Dari uraian ciri-ciri pertumbuhan di atas, dapat dijelaskan

bahwa pertumbuhan merupakan proses perubahan ukuran baik

fisik seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar

lengan, lingkar dada mengikuti proses kematangan menuju

dewasa, contohnya tumbuhnya rambut di daerah tertentu,

lepasnya gigi susu, dan lain sebagainya.

15
Secara umum pertumbuhan setiap anak berbeda-beda,

namun prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama,

yakni (Erly, 2015):

a) Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian

bawah (sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala

hingga ke ujung kaki, anak akan berusaha menegakkan

tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar menggunakan kakinya.

b) Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar.

Contohnya adalah anak akan lebih dulu menguasai

penggunaan telapak tangan untuk menggenggam, sebelum ia

mampu meraih benda dengan jemarinya.

c) Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar

mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti

melempar, menendang, berlari dan lain-lain. Pertumbuhan

pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif.

Pada konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah

sel, serta jaringan intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata

lain, berlangsung proses multiplikasi organ tubuh anak, disertai

penambahan ukuran-ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai oleh:

a) Meningkatnya berat badan dan tinggi badan.

b) Bertambahnya ukuran lingkar kepala.

c) Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham.

d) Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.

16
e) Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut,

kuku, dan sebagainya.

Penambahan ukuran-ukuran tubuh ini tentu tidak harus

drastis. Sebaliknya, berlangsung perlahan, bertahap, dan terpola

secara proporsional pada tiap bulannya. Ketika didapati

penambahan ukuran tubuhnya, artinya proses pertumbuhannya

berlangsung baik. Sebaliknya jika yang terlihat gejala penurunan

ukuran, itu sinyal terjadinya gangguan atau hambatan proses

pertumbuhan. Cara mudah mengetahui baik tidaknya

pertumbuhan bayi dan balita adalah dengan mengamati grafik

pertambahan berat dan tinggi badan yang terdapat pada Kartu

Menuju Sehat (KMS). Dengan bertambahnya usia anak,

harusnya bertambah pula berat dan tinggi badannya. Cara

lainnya yaitu dengan pemantauan status gizi. Pemantauan status

gizi pada bayi dan balita telah dibuatkan standarisasinya oleh

Harvard University dan Wolanski. Penggunaan standar tersebut

di Indonesia telah dimodifikasi agar sesuai untuk kasus anak

Indonesia.

b. Perkembangan

1) Definisi Perkembangan

Perkembangan (development) adalah bertambahnya

kemampuan skill dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam pola yang teratur dan daat diramalkan sebagai

17
hasil proses pematangan. Ada pula yang mendefinisikan bahwa

perkembangan adalah penampilan kemampuan (skill) yang

diakibatkan oleh kematangan sistem saraf pusat, khusunya

otak. Mengukur perkembangan tidak dapat dengan

menggunakan antropometri, tetapi seperti telah disebutkan

diatas bahwa anak yang sehat perkembangan searah (pararel)

dengan pertumbuhannya (Supariasa, I Dewa Nyoman, 2015).

Perkembangan berkaitan dengan bertambahnya struktur

fungsi tubuh yang meliputi kemampuan gerak kasar, gerak

halus, bicara, dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian

(Soetjiningsih dan Ranuh, 2015).

Perkembangan diartikan sebagai perubahan bentuk yang

dimulai saat konsepsi dan terus berlanjut sepanjang satu masa

kehidupan (Soetjiningsih dan Ranuh,2015). Perubahan bentuk

meliputi perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional yang

terjadi selama masa kehidupan individu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan lebih

menekankan pada sejak pada aspek fisik, sedangkan

perkembangan pada aspek pematangan gungsi organ, terutama

keematangan sistem saraf pusat. Pertumbuhan yang optimal

sangat dipengaruhi oleh potensi biologinya. Tingkat

pencapaian fungsi biologis seseorang merupakan hasil

interaksi sebagai faktor yang berkaitan yaitu faktor genetik,

18
lingkungan :bio-fisiko-psikososial”, dan perilaku. Proses itu

sangat kompleks dan unik, hasil akhirnya berbeda-beda dan

memberikan ciri setiap anak.

2) Ciri-ciri Perkembangan

Menurut Yusuf (2011), ciri-ciri perkembangan yaitu :

a) Terjadinya perubahan dalam aspek fisik: perubahan tinggi

dan berat badan serta organ-organ tubuh lainnya,

sedangkan pada aspek psikis: semakin bertambahnya

perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir,

mengingat, serta menggunakan imajinasi kreatifnya.

b) Terjadinya perubahan dalam proporsi: (a) aspek fisik:

proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase

perkembangannya.

c) Tahapan perkembangan berurutan mulai dari kemampuan

melakukan gerakan sederhana berlanjut menjadi

melakukan hal yang sempurna.

3) Jenis-jenis Perkembangan

a) Perkembangan motorik

Perkembangan motorik merupakan perkembangan

kontrol pergerakan badan melalui kooordinasi aktivitas

saraf pusat, saraf tepi, dan otot. Kontrol pergerakan ini

muncul dari perkembangan-perkembangan reflek-refleks

yang dimulai sejak lahir. Anak menjadi tidak berdaya

19
sampai perkembangan ini muncul (Sugitha Adnyana

IGAN, 2015).

Tahapan perkembangan motorik kasar anak menurut

Soetjiningsih dan Ranuh (2015) antara lain :

(1) Umur 0-3 bulan

a. Kepala terangkat setinggi 450 dan dada ditumpu

lengan pada waktu tengkurap.

b. Kepala bergerak dari kiri/kanan ke tengah.

(2) Umur 4–6 bulan

a. Gerakan berbalik dari telungkup ke telentang.

b. Kepala terangkat setinggi 900.

c. Kepala tetap tegak dan stabil.

(3) Umur 7–9 bulan

a. Duduk sendiri (dalam sikap bersila).

b. Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga

sebagian berat badan.

c. Merangkak meraih mainan atau mendekati

seseorang.

(4) Umur 10–12 bulan

a. Badan terangkat ke posisi berdiri.

b. Berdiri selama 30 detik atau berpegangan.

c. Dapat berjalan dengan dituntun.

20
(5) Umur 13–18 bulan

a. Berdiri sendiri.

b. Memungut mainan kemudian berdiri kembali.

c. Berjalan mundur lima langkah.

(6) Umur 19–24 bulan

a. Berdiri sendiri tidak berpegangan kurang lebih 30

detik.

b. Berjalan tanpa terhuyung-huyung.

(7) Umur 25–36 bulan

a. Jalan naik tangga sendiri.

b. Dapat menendang bola kecil.

(8) Umur 37–48 bulan

a. Berdiri 1 kaki sebentar (beberapa detik).

b. Melompat dengan dua kaki.

c. Naik sepeda roda tiga.

(9) Umur 49–60 bulan

a. Sering melompat dengan 1 kaki dan menari.

b. Menggambar, contohnya menggambar tanda

silang.

c. Berdiri satu kaki 6 detik.

Menurut Soetjiningsih dan Ranuh (2015),

perkembangan motorik halus menurut kelompok umur

adalah:

21
(1) Usia 0–3 bulan

a. Menahan barang yang dipegangnya.

b. Menggapai mainan yang digerakkan.

c. Menggapai ke arah objek yang tiba-tiba dijauhkan

dari pandangannya.

(2) Usia 4–6 bulan

a. Menggenggam pensil.

b. Meraih benda yang ada dalam jangkauannya.

c. Memegang tangannya sendiri.

(3) Usia 7–9 bulan

a. Benda dapat dipindah dari satu tangan ke tangan

lainnya.

b. Memungut dua benda menggunakan kedua tangan

bersamaan.

c. Mengambil benda sebesar kacang dengan cara

meraup.

(4) Usia 10–12 bulan

a. Mengulurkan lengan untuk meraih mainan yang

diinginkan.

b. Menggengam erat pensil.

c. Memasukkan benda ke mulut.

(5) Usia 13–18 bulan

a. Menumpuk dua buah kubus.

22
b. Memasukkan kubus ke dalam kotak

(6) Usia 19–24 bulan

a. Bertepuk tangan, melambai-lambai.

b. Menumpuk empat buah kubus.

c. Mengambil benda kecil dengan ibu jari dan jari

telunjuk.

d. Menggelindingkan bola ke arah sasaran.

(7) Usia 25–36 bulan

a. Mencoret-coret pensil pada kertas.

(8) Usia 37–48 bulan

a. Membuat/mengambar garis lurus.

b. Menyusun tumpukan 8 buah kubus.

(9) Usia 49–60 bulan

a. Membuat/menggambar benda silang, lingkaran.

b. Menggambar 3 bagian tubuh (kepala, badan,

lengan).

b) Perkembangan Kognitif

Otak manusia mengalami pertumbuhan pesat sejak masa

didalam kandungan sampai beberapa bulan setelah lahir.

Selama minggu ketiga kehidupan di dalam kandungan,

lempeng neural tampak pada permukaan ektoderm pada

emrio trilaminar. Lempeng neural ini melipat membentuk

23
tabung lempeng neural yang kelak menjadi susunan saraf

pusat (Sugitha Adnyana IGAN, 2015).

Pada minggu kelima, terbentuk 3 komponen otak, yaitu

forebrain, midbrain, dan bind brain. Pada akhir masa

embrio (8 minggu), struktur kasar susunan saraf telah

terbentuk. Pada tingkat sel, terjadi migrasi sel-sel neuron

ke arah luar hingga membentuk6 lapisan

korteks.pertumbuhan DNA otak yang merupakan marker

pertumbuhan sel-sel neuron. Pertumbuhan ini dimulai

beberapa minggu setelah konsepsi dan mencapai

puncaknya pada 20 minggu kehamilan.setelah itu

pertumbuhan melambat. Pada trimester terakhur,

pertumbuhan menjadi cepat lagi dan mencapai puncak

pada masa bayi sekitar umur 6 bulan. Puncak pertumbuhan

DNA menunjukkan pertumbuhan yang pesat dari sel

neuron dan glia. (Sugitha Adnyana IGAN, 2015).

Pertumbuhan otak tercepat terjadi pada trimester ketiga

kehamilan sampai 2 tahun pertama setelah lahir. Pada masa

ini, terjadi pembelahan sel-sel otak yang pesat. Setelah itu,

pembelahan melambat dan terjadi pembesaran sel-sel otak

saja, sehingga pada waktu lahir berat otak bayi ¼ berat

otak orang dewasa, tetapi jumlah selnya sudah mencapau

2/3 jumlah sel otak orang dewasa. Pada usia 2 tahun

24
ukuran otak anak mencapau 80% ukuran otak oranf

dewasa. Selanjutnya otak akan terus berkembang setelah

umur 2 tahun dengan perkembangan yang lebih lambat.

Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut piaget yaitu:

1) Tahap sensorimotor (0-24 bulan)

2) Tahap praoperasional (2-7 tahun)

3) Tahap operasional konkret (7-11 tahun)

4) Tahap operasional normal (mulai umur 11 tahun)

c) Perkembangan personal-sosial

Perkembangan personal meliputi berbagai kemampuan

yang dikelompokkan sebagai kebiasaab (habit), kepribadia,

watak, dan emosi. Semuanya mengalami perubahan

perkembangan (Sugitha Adnyana IGAN, 2015).

d) Perkembangan bahasa

Bayi baru lahir belum mampu menyatakan kebutuhan

dan keinginannya dalam bentuk yang mudah dipahami

orang lain, juga belum mampu memahami kata atau isyarat

yang digunakan oleh orang lain. Ketidakberdayaan ini

berkurang dengan cepat pada awal tahun kehidupan, pada

waktu anak sudah dapat mengidentifikasi organ-organ

tubuh yang diperlukan bagi berbagai mekanisme

komunikasi (Soetjiningsih, 2015).

25
Seperti halnya perkembangan lainnya. Tahun-tahun

pertama kehidupan sangat penting dalam perkembangan

bicara anak. Landasan untuk perkembangan bahasa terletak

pada masa kehidupan ini. Bicara merupakan keterampilan

mental-motorik. Berbicara tidak hanya merupakan

koordinasi kumpulan otot-otot yang membentuk suara

melainkan juga mempunyai aspek mental intelektual yaitu

kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan.

Bahasa (language) adalah suatu sistem komunikasi yang

digunakan dengan sukarela dan secara sosial disetujui

bersama, dengan menggunakan simbol-simbol tertentu

untuk menyampaikan dan menerima pesan dari satu orang

ke orang lain. Termasuk didalamnya adalag tulisan, bicara,

bahasa simbol, ekspresi muka, isyarat, pantonim, dan seni

(Soetjiningsih, 2015).

Menurut Soetjiningsih dan Ranuh (2015),

perkembangan bahasa menurut kelompok umur adalah:

(1) Baru lahir

a. Respon terhadap suara

b. Ketertarikan sosial terhadap wajah dan orang.

(2) Usia 2–4 bulan

Cooling, menoleh ke arah pembicara.

26
(3) Usia 5–9 bulan

Babling (mengulang konsonan / kombinasi vokal).

(4) Usia 6 bulan

Respon terhadap suara

(5) Usia 10–12 bulan

a. Memahami perintah verbal.

b. Menunjuk

(6) Usia 11–16 bulan

a. Memproduksi kata-kata tunggal.

b. Menunjuk bagian-bagian tubuh atau memahami

kata-kata tunggal.

(7) Usia 18–24bulan

a. Memahami kalimat sederhana.

b. Perbendaharaan kata meningkat pesat.

c. Mengucapkan kalimat yang terdiri dari 2

kata/lebih.

(8) Usia 25–36 bulan

Pengertiannya bagus terhadap percakapan yang sudah

familiar pada keluarga.

(9) Usia 30–36 bulan

Percakapannya melalui tanya jawab.

27
(10) Usia 30–42 bulan

Mampu bercerita pendek atau mampu bertanya

“mengapa”.

(11) Usia 36–48 bulan

a. Pengertiannya bagus terhadap kata-kata yang

belum familiar.

b. Mampu membuat kalimat yang sempurna.

4. Tahap Tumbuh Kembang

a. Berat badan

Pemantauan pertumbuhan bayi dan anak dapat dilakukan

dengan menimbang berat badan, mengukur tinggi badan, dan

lingkar kepala anak. Pertumbuhan berat badan bayi usia 0-6 bulan

mengalami penambahan 150-250 gram/minggu dan berdasarkan

kurva pertumbuhan yang diterbitkan oleh National Center for

Health Statistics (NCHS), berat badan bayi akan meningkat dua

kali lipat dari berat lahir pada anak usia 4-7 bulan (Trisnasiwi,

2012).

Berat badan lahir normal bayi sekitar 2.500-3.500 gram,

apabila kurang dari 2.500 gram dikatakan bayi memiliki berat lahir

rendah (BBLR), sedangkan bila lebih dari 3.500 gram dikatakan

makrosomia. Bayi baru lahir makrosomia adalah bayi baru lahir

dengan berat 4000 atau lebih (Trisnasiwi, 2012). Pada masa balita,

berat badan digunakan untuk mengukur pertumbuhan fisik dan

28
status gizi diperhaatikan (Susilowati 2008, dalam Rif’atunnisa,

2014).

b. Panjang Badan

Istilah panjang badan dinyatakan sebagai pengukuran yang

dilakukan ketika anak terlentang (Wong, 2008). Pengukuran

panjang badan digunakan untuk menilai status perbaikan gizi.

Selain itu, panjang badan merupakan indikator yang baik untuk

pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting) dan untuk

perbandingan terhadap perubahan relatif, seperti nilai berat badan

dan lingkar lengan atas (Nursalam, 2008). Pengukuran panjang

badan dapat dilakukan dengan sangat mudah untuk menilai

gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Panjang bayi baru lahir normal adalah 45-50 cm dan

berdasarkan kurva yang ditentukan oleh National Center for

Health Statistics (NCHS), bayi akan mengalami penambahan

panjang badan sekitar 2,5 cm setiap bulannya (Wong, 2008).

Penambahan tersebut akan berangsur-angsur berkurang sampai

usia 9 tahun, yaitu hanya sekitar 5 cm/tahun dan penambahan ini

akan berhenti pada usia 18-20 tahun (Nursalam, 2008).

c. Lingkar Kepala

Cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan

perkembangan otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan

tengkorak mengikuti perkembangan otak, sehingga bila ada

29
hambatan pada pertumbuhan tengkorak maka perkembangan otak

anak juga terhambat. Pengukuran dilakukan pada diameter

occipitofrontal dengan mengambil rerata 3 kali pengukuran

sebagai standar (Chamidah, 2009).

Lingkar kepala pada waktu lahir rata-rata adalah 34-35 cm dan

lingkar kepala ini lebih besar daripada lingkar dada. Pada anak

umur 6 bulan, lingkar kepala rata-rata adalah 44 cm, umur 1 tahun

47 cm, 2 tahun 49 cm, dan dewasa 54 cm. Jadi, pertambaha

lingkar kepala pada 6 bulan pertama adalah 10 cm, atau sekitar

50% pertambahan lingkar kepala sejak lahir sampai dewasa terjadi

6 bulan pertama kehidupan. (Soetjiningsih, 2013). Apabila

ditemukan diameter kepala lebih besar 3 cm dari lingkar dada,

maka bayi mengalami hidrosefalus dan apabila diameter kepala

lebih kecil 3 cm dari lingkar dada, maka bayi tersebut mengalami

mikrosefalus.

d. Lingkar dada

Normal Lingkar dada bayi baru lahir adalah 30 – 38 cm.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita pengukur lingkar

dada yang ditandai dengan angka dalam satuan sentimeter (cm),

dengan ketelitian 0,1 cm dan warna merah, kuning dan hijau.

Disepanjang pita ditengahnya terdapat garis mendatar disertai

ukuran dikiri dan kanannya.

30
e. Lingkar perut

Normal lingkar perut bayi baru lahir adalah 31-35 cm

5. Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak

Menurut Soetjiningsih (2015), secara umum terdapat dua faktor

utama yang mempengaruhi perkembangan balita, yaitu ;

a. Faktor Internal

Faktor internal misalnya faktor genetik yang merupakan modal

dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang balita.

Anak dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif diperoleh

hasil akhir yang optimal (Soetjiningsih, 2012).

Faktor genetik merupakan modal dasar yang mempunyai peran

utama dalam memcapai hasil akhir dalam proses tumbuh kembang

balita. Instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang

telah dibuahi, yang nantinya dapat ditentukan kualitas dan

kuantitas pertumbuhan. Faktor genetik antara lain berbagai faktor

bawaan baik itu yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku

bangasa, atau bangsa. Sehingga potensi genetik yang baik jika

berinteraksi dengan lingkungan yang positif akan menghasilkan

hasil akhir yang optimal.

b. Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat menetukan

tercapai atau tidaknya potensial genetik. Lingkungan yang baik

akan memungkinkan tercapainya potensial genetik yang baik tapi

31
jika lingkungan yang tidak baik mungkin akan menghambatnya.

Lingkungan ini merupakan lingkungan “bio-fisiko-psikososial”

yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi

sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan ini secra garis besar

dibagi menjadi,yaitu :

1) Lingkungan Pranatal

Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu

masih di dalam kandungan (faktor pranatal), seperti: gizi ibu

pada waktu hamil, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi,

infeksi, sters, imunitas, anoksia embrio.

2) Lingkungan Postnatal

Faktor lingkungan post natal, faktor lingkungan yang

mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir (faktor

postnatal), seperti: ras, suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi,

perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit

kronis, fungsi metabolisme, hormon, cuaca, sanitasi, keadaan

rumah, dan radiasi

c. Faktor Psikososial

Faktor psikososial merupakan faktor yang penting bagi

perkembangan anak, karena mempengaruhi mental dari seorang

anak, seperti: stimulasi, motivasi belajar, ganjaran ataupun

hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah, cinta dan

kasih sayang, kualitas interaksi anak dengan orang tua.

32
d. Faktor Keluarga

Faktor keluarga meliputi pekerjaan atau pendapatan keluarga,

pendidikan orang tua, jumlah saudara, jenis kelamin dalam

keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian orang tua, adat

istiadat atau norma serta agama.

B. Stunting Pada Balita

1. Definisi Stunting

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan

gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan

yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam

kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Stunting

memiliki efek jangka panjang, berupa berkurangnya kemampuan

kognitif dan perkembangan fisik, serta mengurangi kapasitas kesehatan

(WHO, 2017). Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita

(Bagi bayi dibawah lima tahun) yang diakibatkan kekurangan gizi

kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi

terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi

lahir akan tetapi, kondisi Stunting baru nampak setelah bayi berusia 2

tahun.

Stunting (pendek) merupakan kondisi kronis yang menggambarkan

terlambatnya pertumbuhan karena malnutrisi dalam jangka waktu

lama. Menurut Kemenkes (2010) tentang standar antropometri

33
penilaian status gizi anak, pengertian pendek adalah status gizi yang

didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau

tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan istilah stunted

(pendek). Balita pendek adalah balita dengan status gizi berdasarkan

panjang atau tinggi badan menutur umur bila dibandingkan dengan

standar baku WHO, nilai Zscorenya -2SD dan dikategorikan pendek

(Kemenkes RI, 2016).

Stunting yang dialami anak dapat disebabkan oleh tidak terpaparnya

periode 1000 hari pertama kehidupan mendapat perhatian khusus

karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan

produktivitas seseorang di masa depan. Stunting dapat pula disebabkan

tidak melewati periode emas yang dimulai 1000 hari pertama

kehidupan yang merupakan pembentukan tumbuh kembang anal pada

1000 hari pertama.Pada masa tersebut nutrisi yang diterima bayi saat

didalam kandungan dan menerima ASI memiliki dampak jangka

panjang terhadap kegidupan saat dewasa. Hal ini dapat terlampau

maka akan terhindar dari terjadinya stunting pada anakanak dan status

gizi yang kurang (Depkes, 2015).

Tabel 2.1 Klasifikasi Penilaian Tingkat Kekurangan Gizi Anak di

bawah 5 tahun

Prevalensi kekurangan gizi


No Indikator
Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
1 Stunting <20 20-19 30-39 >40
2 Underweight <10 10-19 20-29 >30
3 Wasting <5 5-9 10-14 >15

34
Sumber: Yayah.K.Husaini, 2015

Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko

meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif dan

perkembangan motorik yang rendah serta fungi tubuh yang tidak

seimbang. Stunting merupakan suatu keadaan dimana tinggi badan

anak yang terlalu rendah. Stunting atau terlalu pendek berdasarkan

umur adalah tinggi badan yang berada di bawah minus dua standar

deviasi (<-2SD) dari tabel status gizi WHO child growth standard

(WHO, 2012).

2. Etiologi

Pertumbuhan manusia merupakan hasil interaksi antara faktor

genetik, hormon, zat gizi, dan energi dengan faktor lingkungan. Proses

perumbuhan manusia merupakan fenomena yang kompleks yang

berlangsung selama kurang lebih 20 tahun lamanya, mulai dari

kandungan sampai remaja yang merupakan hasil interaksi antara faktor

genetik dan lingkungan. Pada anak-anak, penambahan tinggi badan

pada tahun pertama kehidupan merupakan yang paling cepat

dibandingkan periode waktu setelahnya. Pada usia 1 tahun, anak akan

mengalami peningkatan tinggi badan sampai 50% dari panjang badan

lahir. Kemudian tinggi badan tersebut akan meningkat 2 kali lipat pada

usia 4 tahun dan 3 kali lipat pada usia 13 tahun (Sandra Fikawati dkk,

2017).

35
Kegagalan pertumbuhan dapat terjadi selama masa gestasi

(kehamilan) dan pada 2 tahun pertama kehidupan anak atau pada masa

1000 hari pertama kehidupan anak. Stunting merupakan indikator

akhir dari semua faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan anak pada 2 tahun pertama kehidupan yang selanjutnya

akan berdampak buruk pada perkembangan fisik dan kognitif anak saat

bertambah usia nantinya (Sandra Fikawati dkk, 2017).

Terdapat empat faktor utama penyebab Stunting yaitu :

1) Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat

gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral,

vitamin, dan air).

2) Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR).

3) Riwayat penyakit.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada

anak. Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor

langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian

stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan

penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan,

ketersediaan pangan, faktor budaya, ekonomi dan masih banyak lagi

faktor lainnya (UNICEF, 2008; Bappenas, 2013).

36
3. Tanda dan Gejala Stunting

a. Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal,atau BBLR(berat

bayi lahir rendah) pada keterlambatan tumbuh intra uterine,

umumnya tumbuh kelenjarnya tidak sempurna.

b. Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah

5cm/tahun desimal.

c. Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4cm/ tahun kemungkinan

ada kelainan hormonal.

d. Umur tulang (bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.

e. Pertumbuhan tanda tanda pubertas terlambat.

4. Dampak Stunting

a. Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ),

sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat

melanjutkan sekolah. Anak yang menderita Stunting berdampak

tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada

b. Kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa,

sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika,

seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik

dari yang tubuhnya. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi

pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk padakehidupan

berikutnya dan sulit diperbaiki. Masalah Stunting menunjukkan

ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang yaitu kurang

energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro.

37
5. Pencegahan Stunting

Stunting atau tubuh pendek dapat dicegah dengan beberapa cara,

antara lain:

a. Pemberian ASI secara baik dan tepat disertai dengan pengawasan

berat badan secara teratur dan terus menerus

b. Menghindari pemberian makanan buatan kepada anak untuk

mengganti ASI sepanjang ibu masih mampu menghasilkan ASI,

terutama pada usia dibawah empat bulan

c. Meningkatkan pendapatan keluarga yang dapat dilakukan dengan

upaya mengikutsertakan para anggota keluarga yang sudah cukup

umur untuk bekerja dengan diimbangi dengan penggunaan uang

yang terarah dan efisien. Cara lain yang dapat ditempuh ialah

pemberdayaan melalui peningkatan keterampilan dan

kewirausahaan

d. Meningkatkan intensitas komunikasi informasi edukasi (KIE)

kepada masyarakaat, terutama para ibu mengenai pentingnya

konsumsi zat besi yang diatur sesuai kebutuhan. Hal ini dapat

dikoordinasikan dengan kegiatan posyandu.

6. Penanggulangan

Periode yang paling kritis dalam penanggulangan stunting dimulai

sejak janin dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut

dengan periode emas (seribu hari pertama kehidupan). Oleh karena itu

perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu hari pertama kehidupan

38
yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan

pertama bayi yang dilahirkannya.

Secara langsung masalah gizi disebabkan oleh rendahnya asupan

gizi dan masalah kesehatan. Selain itu asupan gizi dan masalah

kesehatan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Adapun

pengaruh tidak langsung adalah ketersediaan makanan, pola asuh dan

ketersediaan air minum (bersih), sanitasi dan pelayanan kesehatan.

Seluruh faktor penyebab ini dipengaruhi oleh beberapa akar masalah

yaitu kelembagaan, politik dan ideologi, kebijakan ekonomi, dan

sumberdaya, lingkungan, teknologi, serta kependudukan.

Berdasarkan faktor penyebab masalah gizi tersebut, maka perbaikan

gizi dilakukan dengan dua pendekatan yaitu secara langsung (kegiatan

spesifik) dan secara tidak langsung (kegiatan sensitif). Kegiatan

spesifik umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan seperti PMT ibu

hamil KEK, pemberian tablet tambah darah, pemeriksaan kehamilan,

imunisasi TT, pemberian vitamin A pada ibu nifas. Untuk bayi dan

balita dimulai dengan inisiasi menyusu dini (IMD), ASI eksklusif,

pemberian vitamin A, pemantauan pertumbuhan, imunisasi dasar,

pemberian MP-ASI. Sedangkan kegiatan yang sensitif melibatkan

sektor terkait seperti penanggulangan kemiskinan, penyediaan pangan,

penyediaan lapangan kerja, perbaikan infrastruktur (perbaikan jalan,

pasar), dll.

39
Kegiatan perbaikan gizi dimaksudkan untuk mencapai pertumbuhan

yang optimal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Multicentre

Growth Reference Study (MGRS) Tahun 2005 yang kemudian menjadi

dasar standar pertumbuhan internasional, pertumbuhan anak sangat

ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi, riwayat kesehatan, pemberian

ASI dan MP-ASI. Untuk mencapai pertumbuhan optimal maka

seorang anak perlu mendapat asupan gizi yang baik dan diikuti oleh

dukungan kesehatan lingkungan.

Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu

hari pertama kehidupan, meliputi :

1) Pada ibu hamil

a. Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara

terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat

makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan

sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis

(KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu

hamil tersebut.

b. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal

90 tablet selama kehamilan.

c. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami

sakit.

40
2) Pada saat bayi lahir

a. Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu

bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

b. Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja

(ASI Eksklusif)

3) Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

a. Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan

sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.

b. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia,

imunisasi dasar lengkap.

c. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus diupayakan oleh

setiap rumah tangga.

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stunting

1. Karakteristik Balita

a. Berat badan lahir rendah

Menurut Kemenkes RI, berat badan bayi baru lahir yang

normal adalah 2.500–4.000 gr. Bayi dikatakan memiliki berat

badan lahir rendah jika berat lahirnya kurang dari 2.500 gr. Hasil

penelitian menyatakan bahwa bayi yang memiliki berat lahir

rendah memiliki kecenderungan untuk menjadi stunting, memiliki

sistem kekebalan tubuh rendah, dan IQ yang lebih rendah.

41
Faktor yang memengaruhi berat badan lahir rendah pada bayi

adalah status gizi ibu yang buruk sebelum hamil, postur tubuh ibu

pendek, dan kurangnya asupan gizi ibu selama hamil.

Berat badan lahir pada khusunya sangat terkait dengan

kematian janis, neonatal, dan postneonatal, mordibitas bayi dan

anak, pertumbuhan dn perkembangan jangka panjang. Bayi

dengan berat lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh WHO yaitu

berat bayi lahir yang kurang dari 2500 gr. BBLR dapat disebabkan

oleh durasi kehamilan dan laju pertumbuhan janin. Maka dari itu,

bayi dengan berat lahir <2500 gr bisa dikarenakan dia lahir secara

prematur atau karena terjadi retardasi pertumbuhan (Semba dan

Bloem, 2011).

Dampak dari bayi yang memiliki berat badan lahir rendah

(BBLR) akan berlangsung antar generasi yang satu ke generasi

selanjutnya. Anak yang BBLR kedepannya akan memiliki ukuran

antropometri yang kurang di masa dewasa. Bagi perempuan yang

lahir dengan berat badan rendah, memiliki risiko besar untuk

menjadi ibu yang stunting sehingga akan kecenderumgan

melahirkan bayi dengan berat badan rendah seperti dirinya. Bayi

yang dilahirkan oleh ibu yang stunted tersebut akan menjadi

perempuan dewasa yang stunted juga, dan akan membentuk siklus

sama seperti berikutnya (Semba dan Bloem, 2011).

42
Gambar 2.1 Gangguan pertumbuhan antar generasi

Kegagalan
pertumbuhan
pada anak

Remaja dgn
BBLR Kehamilan BB dan TB
usia muda kurang
stunted

Perempuan
dewasa
stunted

Sumber: Semba & Bloem,2011

b. Usia Balita

Masa balita merupakan usia paling rawan, karena pada masa ini

balita sering terkena penyakit infeksi sehingga menjadikan anak

beresiko tinggi menjadi kurang gizi. Pada usia prasekolah 2-6

tahun, anak mengalami pertumbuhan yang stabil, terjadi

perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan

meningkatnya keterampilan dan proses berfikir. Pertumbuhan

pada usia balita dan prasekolahlebih lambat dibandingkan pada

masa bayi namun pertumbahannya stabil. Memperlambatnya

kecepatan pertumbuhan ini tercermin dalam penurunan nafsu

makan, padahal dalam masa ini anak-anak membutuhkan kalori

43
zat gizi yang adekuat untuk memnuhi kebutuhan akan zat gizi

mereka (Bown,2008).

Penelitian Ramli, et, al di Maluku Utara prevalensi stunting

labih tinggi pada anak usia 24-59 bulan, yaitu sebesar 50%

dibandingkan anak-anak berusia 0-23 bulan. Temuan tersebut

mirip dengan hasil penelitian di Bangladesh, India dan Pakistan

dimana anak-anak berusia 24-59 bulan yang ditemukan berada

dalam risiko lebih besar pertumbuhan yang terhambat. Penelitian

ini menyatakan pada anak-anak Sudan berusia 6-72 bulan yang

berada dalam kondisi stunting, anak-anak yang berusia 1-2 tahun

lebih mungkin berada dalam kondisi stunting, anak-anak yang

berusia 1-2 tahun lebih mungkin untuk pulih dari stunting. Anak-

anak yang berusia lebih dari dari 2 tahun lebih kecil

kemungkinannya untuk pulih dari stunting. (Sedgh,et al, 2012).

c. Jenis Kelamin Balita

Studi kohort di Ethiopia menunjukkan bayi dengan jenis

kelamin laki-laki memiliki risiko dua kali lipat menjadi stunting

dibandingan bayi perempuan pada usia 6-12 bulan (Medhin,

2010). Anak laki-laki lebih berisiko stunting dan underwight

dibandingkan anak perempuan. Beberapa penelitian di sub-Sahara

Afrika menunjukkan bahwa anak laki-laki prasekolah lebih

beresiko stunting daripada perempuan (Lesiapeto, 2010).

44
Dalam dua penelitian yang dilakukan di tiga negara berbeda,

yaitu Lidya (Taguri et al, 2008), Bangladesh dan Indonesia

(Semba et al,2008), menunjukkan bahwa prevalensi stunting lebih

besar terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak

perempuan. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa jenis

kelamin anak adalah prediktor yang kuat dari stunting dan severe

stunting pada anak usia 0-23 bulan dan 0-59 bulan. Anak

perempuan memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan anak

laki-laki. Selama masa bayi dan kanak-kanak, anak perempuan

cenderung lebih rendah kemungkinannya menjadi stunting dan

severe stunting dari pada anak laki-laki, selain itu bayi perempuan

dapat bertahan hidup dalam jumlah lebih besar dari pada bayi laki-

laki di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia

(Ramli. Et al, 2016).

d. Tinggi badan atau panjang badan

Panjang badan lahir merupakan salah satu faktor determinan

dalam keterlambatan tumbuh kembangnya. Dimana anak dengan

panjang badan lahir stunting atau pendek akan berisiko mengalami

keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan sebesar 3,08 kali

lebih tinggi dibandingkan anak yang normal panjang badan

lahirnya setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin, umur anak,

dan pendidikan ayah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

45
panjang badan lahir berhubungan bermakna dengan pertumbuhan

dan perkembangan anak.

Hasil penelitian yang dilakukan Anugraheni (2012) pada anak

umur 12-36 bulan di Kabupaten Pati bahwa panjang badan lahir

rendah (pendek) merupakan faktor risiko kejadian pertumbuhan

yang stunting (p 0,000; OR 2,81). Kusharisupeni ( 2002)

menyatakan bahwa bayi yang lahir pendek sejak umur dini

berisiko mengalami kegagalan tumbuh pada umur berikutnya yaitu

salah satunya stunting. Keadaan anak yang stunting memiliki

pengaruh pada perkembangannya. Levitsky (1979) dalam Solihin

(2013) menyatakan bahwa anak yang mengalami stunting bisa

menyebabkan rasa ingin tahu anak kepada lingkungan menjadi

hilang. Hal ini dapat berakibat anak gagal dalam mencapai

perkembangan motorik.

Ukuran Panjang Badan (PB) digunakan untuk anak umur 0

sampai 24 bulan yang diukur terlentang. Bila anak umur 0 sampai

24 bulan diukur dengan cara bediri, maka hasil pengukurannya

dikoreksi dengan menambahkan 0,7cm. Ukuran Tinggi Badan

(TB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan yang diukur

berdiri. Bila anak umur 0 sampai 24 bulan diukur dengan

terlentang, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan

mengurangkan 0,7cm.

46
Tabel 2.2 Tinggi badan normal berdasarkan usia

No Usia Tinggi Badan (cm)


1 Bayi baru lahir 50 cm
2 Usia 1 tahun 75 cm
3 Usia 2 tahun 89 cm
4 Usia 3 tahun 95 cm
5 Usia 4 tahun 101 cm
6 Usia 5 tahun 107 cm
Sumber: (Soetjiningsih, 2013)

2. Pemberian ASI eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI kepada bayi selama 6 bulan

pertama kehidupannya, tanpa menambahkan atau menggantinya

dengan makanan dan minuman lain, termasuk air putih. ASI adalah

makanan terbaik untuk bayi, karena kandungannya baik bagi

pertumbuhan dan perkembangan bayi, serta mengandung zat untuk

kekebalan tubuh dan perlindungan pada sistem pencernaan.

ASI merupakan sumber protein yang berkualitas baik, yang dapat

memenuhi ¾ kebutuhan protein bayi usia 6–12 bulan. Selain itu, ASI

juga mengandung hormon pertumbuhan yang bermanfaat bagi bayi.

Pemberian ASI Eksklusif memiliki berbagai manfaat kesehatan,

terutama dalam perkembangan anak. Komposisi ASI banyak

mengandung asam lemak tak jenuh dengan rantai karbon panjang

(LCPUFA, long-chain polyunsaturated fatty acid) yang tidak hanya

sebagai sumber energi tapi juga penting untuk perkembangan otak

karena molekul yang dominan ditemukan dalam selubung myelin. ASI

juga memiliki manfaat lain, yaitu meningkatkan imunitas anak

terhadap penyakit, berdasarkan penelitian pemberian ASI Eksklusif

47
dapat menurukan frekuensi diare, konstipasi kronis, penyakit

gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, serta infeksi telinga.

Secara tidak lansung ASI juga memberikan efek terhadap

perkembangan psikomotor anak, karena anak yang sakit akan sulit

untuk mengeksplorasi dan belajar dari sekitarnya. Manfaat lain

pemberian ASI adalah pembentukkan ikatan yang lebih kuat dalam

interaksi ibu dan anak, sehingga berefek positif bagi perkembangan

dan perilaku anak (henningham & Mcgregor, 2015).

Resiko menjasi stunting 3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidak

diberi ASI Eksklusif (ASI <6 bulan) dibandingkan dengan balita yang

diberi ASI Eksklusif (>6 bulan) (hien dan kam, 2015). Penelitian yang

dilakukan oleh (Teshome, 2010), menunjukkan bahwa anak yang tidak

mendapatkan kolostrum lebih berisiko tinggi terhadap stunting. Hal ini

mungkin disebabkan karena kolostrum memberikan efek perlindungan

pada bayi baru lahir dan bayi yang tidak menerima kolostrum mungkin

memiliki insiden, durasi dan keparahan penyakit yang lebih tinggi

seperti diare yang berkontribusi terhadap kekurangan gizi. Penelitian

ini juga meyebutkan pemberian kolostrum pada bayi berhubungan

dengan kejadian stunting (Kumar, et al 2016). Selain durasi pemberian

ASI yang berkepanjangan merupakan faktor risiko terhadap stunting

(Teshome, 2010).

Di Indonesia perilaku ibu dalam pemberian Asi Eksklusif memiliki

hubungan yang bermakna dengan indeks PB/U, dimana 48 dari 51

48
anak stunting tidak mendapatkan ASI Eksklusif (Oktavia, 2011).

Penelitian lain dilakukan oeh (Istifitiani, 2011) menunjukkan bahwa

umur pertama pemberian MPASI berhubungan signikan dengan indkes

status gizi PB/U pada balita.

3. Kekurangan asupan energi dan protein

Asupan energi dan protein yang kurang pada anak dapat

menyebabkan pertumbuhannya terhambat, sehingga terjadi stunting.

Pada 6 bulan pertama setelah lahir, balita mulai diperkenalkan

makanan pendamping ASI (MPASI). Karena asupan yang kurang

dapat menyebabkan anak mengalami gangguan pertumbuhan. Salah

satu cara untuk mengetahui apakah balita tersebut telah mendapatkan

asupan yang cukup adalah dengan rutin menimbang dan mengukur

tinggi badan bayi setiap bulannya, baik ke posyandu maupun ke dokter

anak.

Kebutuhan energi yang harus diberikan kepada balita di Indonesia

telah ditetapkan sebagai berikut.

Tabel 2.3 Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak,

Karbohidrat, Serat dan Air yang dianjurkan untuk

balita (perorang perhari)

No Kelompok Berat Tinggi Energi Protein Lemak Karbo Serat Air


Umur Badan Badan ( Kkal ) ( gr ) (g) (g) (g) (mL)
( Kg ) ( cm )
1 0-6 bulan 6 61 550 9 31 58 0 -
2 7-11 bulan 9 71 800 15 36 82 10 800
3 1-3 tahun 13 91 1350 20 45 155 16 1200
4 4-6 tahun 19 112 1400 25 39 220 22 1500
5 7-9 tahun 27 130 1650 40 46 254 26 1900

49
Sumber : (Riskesdas, 2007 dan 2010, kemenkes, 2013)

Menurut Fitri, 2012. Makanan merupakan sumber energi untuk

menunjang semua aktivitas manusia. Adanya pembakaran karbohidrat,

protein, dan lemak menghasilkan energi pada tbuh manusia. Maka

dari itu, agar manusia tercukupi energinya dibutuhkan makanan yang

masuk ke dalam tubuh secara adekuat.

Stunting bisa disebabkan dari beberapa faktor baik individu

maupun dari terutama penyakit parasit. Dalam analisis regresi

multivariabel logistik yang digunakan untuk menilai pengaruh

independen dari asupan makanan, menunjukkan rendahnya komsumsi

lemak memberikan konstribusi yang signifikan terhadap stunting.

Hasil RISKESDAS tahun 2010 yang dilakukan oleh (Fitri, 2012)

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara konsumsi energi,

protein dengan kejadian stuntingi pada balita 12-59 bulan di Sumatera.

4. Status Gizi

Status kesehatan dan gizi ibu merupakan penentu pertumbuhan

anak di masa yang akan datang dan dimulai dari dalam kandungan

sampai anak berumur 2 tahun (UNICEF, 2012). Pemberian asupan

nutrisi pada balita dapat mempengaruhi perkembangan dan

pertumbuhan balita, karena status gizi merupakan indikator penting

terhadap status gizi di masyarakat (Rante, 2015).

Supariasa (2001) dalam Fidiantoro dan Setiadi (2013) menjelaskan

status gizi adalah jumlah asupan gizi setelah mengkonsumsi makanan

50
dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Makanan yang diberikan akan

berpengaruh terhadap status gizi balita, status gizi dapat dibedakan

menjadi status gizi buruk, kurang, baik dan lebih.

Kementerian Kesehatan RI tahun 2015 menyatakan bahwa, status

gizi anak balita diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB) dan

tinggi badan (TB) di mana variabel BB dan TB/PB anak balita

disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri, yaitu BB/U, TB/U

dan BB/TB yang dapat mengetahui apakah status gizi balita

mengalami status gizi buruk, baik, kurang atau lebih.

Pemberian makanan untuk balita berdasarkan Depkes RI (2006)

(Ningrum, 2016), yaitu:

a. Usia 0-6 bulan

Anjuran pemberian makanan yaitu ASI diberikan setiap kali bayi

menginginkan untuk menyusu minimal 8 kali sehari (pagi, siang,

dan malam), jangan memberikan makanan atau minuman selain

ASI dan menyusui bayi secara bergantian payudara kanan dan kiri.

b. Usia 6-12 bulan. Anjuran pemberian makanan yaitu lanjutkan

pemberian ASI sampai usia 2 tahun. Pada usia 6-9 bulan, bayi

mulai dikenalkan dengan makanan pendamping ASI dalam bentuk

lumat sari bubur susu sampai nasi tim lumat, 2 kali sehari.

Pemberian setiap kali makan disesuaikan dengan umur yaitu 6

bulan: 6 sendok makan, 7 bulan: 7 sendok makan, 8 bulan: 8

sendok makan. Pemberian makanan pendamping ASI diberikan

51
setelah pemberian ASI terlebih dahulu. Anjuran pemberian makan

pada usia 9-12 bulan yaitu makanan pendamping ASI dimulai dari

bubur nasi sampai bubur tim diberikan sebanyak 3 kali sehari.

Pemberian setiap kali makan disesuaikan dengan umur yaitu 9

bulan: 9 sendok makan, 10 bulan: 10 sendok makan, 11 bulan: 11

sendok makan. Makanan pendamping ASI dapat ditambahkan

telur atau ayam atau ikan atau tempe atau tahu atau daging sapi

atau wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau minyak.

Anjuran lainnya apabila menggunakan makanan pendamping ASI

dari pabrik sebaiknnya membaca cara pemakaiannya, batas umur

dan tanggal kadaluarsa. Selain itu bayi mulai diajarkan makan dan

minum menggunakan sendok dan gelas.

c. Usia 1-2 tahun

Anjuran pemberian makanan yaitu memberikan ASI setiap balita

menginginkan. Berikan nasi lembek 3 kali sehari ditambah telur

atau ayam atau ikan atau tempe atau tahu atau daging sapi atau

wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau minyak.

Berikan makanan selingan sebanyak 2 kali sehari diantara waktu

makan seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan

sebagainya. Berikan juga buah-buahan atau sari buah serta bantu

anak untuk makan sendiri.

52
d. Usia 2-3 tahun

Anak diberikan makanan yang biasa dimakan oleh keluarga

sebanyak 3 kali sehari yang terdiri dari nasi lauk pauk, sayur dan

buah. Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu

makan dan jangan berikan makanan yang manis dan lengket

diantara waktu makan.

e. Usia 3-5 tahun

Anjuran pemberian makanan yaitu sama dengan anjuran

pemberian makan usia 2-3 tahun. Pemberian makanan pada anak

harus memenuhi standar kecukupan gizi yaitu gizi yang lengkap

dan seimbang (Febri et al., 2008). Syarat dari menu seimbang

adalah dapat memenuhi kecukupan energi tubuh, protein, lemak,

vitamin, mineral dan air yang dapat membantu dalam proses

5. Status imunisasi

Imunisasi dapat menstimulasi sistem imun untuk membentuk

antibodi yang dapat melawan agen infeksi atau menyediakan

perlindungan sementara melalui pemberian antibodi. Pemberian

imunisasi pada anak memiliki tujuan penting, yaitu untuk mengurangi

risiko anak terinfeksi dan mencegah kematian pada anak, misalnya

akibat TBC, difteri, tetanus, pertussis, polio, campak, hepatitis B, dan

sebagainya. Sebaiknya anak mendapatkan imunisasi terhadap berbagai

penyakit yaitu TB, polio, DPT (Dipteri, Pertusis, Tetanus), Hepatitis B,

campak, MMR (measles mumps, rubella), HIB (Hemophilus Influenza

53
B), hepatitis A, demam tifoid, Varisela, IPD (invasive pneumococcal

disease), virus influenza, HPV (human papilloma virus), rotavirus, dan

sebagainya.

Status imunisasi anak ditemukan mempunyai hubungan yang

signifikan terhadap kejadian stunting. Hal ini disebabkan karena ketika

anak terkena penyakit, akan terjadi perubahan dalam asupan zat gizi,

seperti muntah, tidak nafsu makan, dan terjadi peningkatan kebutuhan

zat gizi. Ketika kebutuhan zat gizi anak tidak terpenuhi, akan terjadi

gagal tumbuh yang mengakibatkan stunting.

6. Karakteristik Keluarga

a. Pendidikan Orang tua

Penelitian di Libya menunjukkan bahwa pendidikan ayah

merupakan faktor yang signifikan terkait dengan stunting pada

usia anak dibawah 5 tahun. (Taguri, et, al,. 2007). Penelitian lain

yang juga dikemukan oleh (Semba, et, al., 2010), bahwa

pendidikan ayah berhubungan dengan kejadian stunting pada anak

di Bangladesh. Hal ini dikarenakan, wanita memiliki status sosial

yang rendah dan memiliki pengaruh terbatas dalam membuat

keputusan dalam rumah tangga. Pendidikan tinggi dapat

mencerminkan pendapatan yang lebih tinggi dan ayah akan lebih

memperhatikan gizi anak. Ibu yang berpendidikan diketahui lebih

luas pengetahuannya tentang praktik perawatan anak. Keluarga

yang berpendidikan hidup dalam rumah tangga yang kecil,

54
dirumah yang lebih layak dapat menggunaka fasilitas pelayanan

kesehatan yang lebih baik, dan lebih mahir menjaga lingkungan

yang bersih (Taguri, et, al., 2007).

Rendahnya pendidikan ibu merupakan penyebab utama dari

kejadian stunting pada anak sekolah dan remaja di nigeria. Ibu

yang berpendidikan mungkin untuk membuat keputusan yang

akan meningkatkan gizi dan kesehatan anak. Selain itu ibu yang

berpendidikan cenderung menyekolahkan semua anaknya

sehingga memutus rantai kebodohan, serta akan lebih baik

menggunakan strategi demi kelangsungan hisup anak, seperti ASI

yang memadai, imunisasi, terapi rehidrasi oral, dan KB. Maka dari

itu mendidik wanita akan menjadi langkah yang berguna dalam

pengurangan prevalensi malnutrisi terutama stunting

(Senbanjo,2011).

b. Pekerjaan orang tua

Pekerjaan merupakan faktor penting dalam menentukan

kualitas dan kuantitas pangan, karena pekerjaan berhubungan

dengan pendapatan. Dengan demikian, terdapat asosiasi antara

pendapatan dengan dengan gizi, apabila pendapatan meningkat

maka bukan tidak mungkin kesehatan dan masalah keluarga yang

berkaitan dengan gizi mengalami perbaikan (Suhardjo, 2012).

Faktor Ibu yang bekerja nampaknya belum berperan sebagai

penyebab utama masalah gizi pada anak, namun pekerjaan ini

55
lebih disebut sebagai faktor yang mempengaruhi dalam pemberian

makanan, zat gizi, dan pengasuhan/perawatan anak. Ibu yang

bekerja di luar rumah biasanya sudah mempertimbangkan untuk

perawatan anaknya, namun tidak ada jaminan untuk hal tersebut.

Sedangkan untuk ibu yang bekerja di rumah tidak memiliki

alternatif untuk merawat anaknya. Terkadang ibu memeliki

masalah dalam pemberian makanan untuk anak kurang

diperhatikan juga, karena ibu merasa sudah merawat anaknya,

misalnya dalam pemberian ASI (on demand) (Suhardjo, 1992).

Hasil penelitian Diana, (2006) mengemukakan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara pola asuh makan dengan

pekerjaan ibu. Ibu yang bekerja di luar rumah dapat menyebabkan

anak tidak terawat, sebab anak balita sangat bergantung pada

pengasuhnya atau anggota keluarga yang lain. Selain itu, Ibu yang

bekerja diluar rumah cendrung memiliki waktu yang lebih terbatas

untuk melaksanakan tugas rumah tangga dibandingkan ibu yang

tidak bekerja, oleh karena itu pola pengasuhan anak akan

berpengaruh dan pada akhirnya pertumbuhan dan perkembangan

anak juga akan terganggu (Harahap, 1992; Luciasari, 1995 dalam

Diana, 2006).

c. Status sosial ekonomi (Pendapatan orang tua)

Faktor ekonomi dan lingkungan lebih berpengaruh terhadap

pertumbuhan anak dari pada faktor genetik dan etnik (Habicht,

56
Diana, 2016). Status ekonomi rumah tangga dipandang memiliki

dampak yang signifikan terhadap probabilitas seorang anak

menjadi pendek dan kurus. Dalam hal ini, WHO

merekomendasikan status gizi pendek atau stunting sebagai alat

ukur atas tingkat sosial ekonomi yang rendah dan sebagai salah

satu indikator untuk memantau ekuitas dalam kesehatan (Zere &

McIntyre, 2003). Dengan karakteristik sosial ekonomi yang

rendah pada kedua kelompok anak stunting dan normal, ternyata

kelompok anak normal yang miskin memiliki pengasuhan yang

lebih baik dibandingkan dengan kelompok anak stunting dari

keluarga miskin (Astari, Nasoetion, dan Dwiriani, 2005).

Peningkatan pendapatan rumah tangga berhubungan dengan

penurunan dramatis terhadap probabilitas stunting pada anak.

Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan pada

penduduk miskin adalah strategi untuk membatasi tingginya

kejadian stunting dalam sosial-ekonomi rendah pada segmen

populasi. Malnutrisi terutama stunting, lebih dipengaruhi oleh

dimensisosial ekonomi, sehingga harus dilihat dalam konteks yang

lebih luas dan tidak hanya dalam ranah biomedis (Zere &

McIntyre, 2003). Status ekonomi rumah tangga juga memiliki efek

yang signifikan terhadap kejadian malnutrisi kronis pada anak di

Ethiopia (Yimer, 2000). Menurut penelitian (Semba et al,2008) di

Indonesia dan Bangladesh menunjukkan bahwa anak dari keluarga

57
dengan tingkat ekonomi rendah memiliki resiko stunting lebih

tinggi dibandingkan anak dari keluarga sosial ekonomi yang lebih

tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan ekonomi keluarga

mempengaruhi kejadian stunting pada balita.

D. Antropometri

1. Definisi Antropometri

Antropometri berasal dari kata “anthropos” (tubuh) dan “metros”

(ukuran) sehingga antropometri secara umum artinya ukuran tubuh

manusia. Anropometri dalam pengertian adalah suatu sistem

pengukuran ukuran dan susunan tubuh dan bagian khusus tubuh.

Ditinjau dari sudung pandang gizi, maka antropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tbuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umum dan gizi. Antropometri

secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan

energi dan protein. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan

jumlah air dalam tubuh.

2. Parameter Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar penilaian dari status gizi.

Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Di

Indonesia ukuran baku dalam negeri belum ada, maka untuk ukuran

berat badan (BB), tinggi badan (TB) digunakan baku HARVARD yang

58
disesuaikan untuk indonesia (100% baku Indonesia=50 persentil baku

harvard) dan untuk lingkar lengan atas (LILA) digunakan baku

WOLANSKI.

3. Indeks Antropometri

Indeks Antropometri untuk Balita (bawah lima tahun) adalah :

a. Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitifterhadap

perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang

penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya

jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan

parameter antopometri yang sangat labil (Hidayat, 2008). Dalam

keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,

maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.

Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan

perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau

lebih lambat dari keadaan normal.

Indikator BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara

umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah

gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena berat badan

berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata

lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena anaknya

59
pendek (stunting) atau karena diare atau penyakit infeksi lain

(akut).

b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan

tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi

badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap

masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh

defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu

yang relatif lama.

Indikator (TB/U) memberikan indikasi masalah gizi yang

sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama

misalnya kemiskinan, perilaku hisup sehat dan pola

asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan

yang mengakibatkan anak menjadi pendek (stunting).

c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi

badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan

searah dengan pertumbuhan tinggi badan dan kecepatan tertentu.

Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independent

terhadap umur. Dari berbagai jenis indeks tersebut, untuk

menginterpretasikan dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang

batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi. Ambang batas dapat

60
disajikan kedalam 3 cara yaitu persen terhadap median, persentil,

dan standar deviasi unit.

Indikasi BB/TB dan IMT/U memberikan indikasi masalah gizi

yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam

waktu yang tidak lama (singkat), misalnya terjadi wabah penyakit

dan kekurangan makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak

menjadi kurus. Disamping untuk identifikasi masalah kekurusan

dan indikator BB/TB dan IMT/U dapat juga memberikan indikasi

kegemukan. Masalah kekurusan dan kegemukan pada usia dini

dapat berakibatpada rentannya terhadap berbagai degeneratif pada

usia dewasa (teori Barker).

d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)

Menurut data baku WHO-NCHS indeks BB/U, Tb/U, dan BB/TB

disajikan dalam dua versi yalni persentil dan skor simpang baku

(standar deviasi score=Z). Menurut Waterlow gizi anak dinegara-

negara populasinya relative baik, sebaiknya digunakan “persentil”,

sedangkan dinegara untuk anak yang populasinya relative kurang

lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen

terhadap median baku rujukan.

Pengukuran skor simpang baku (Z-score) dapat diperoleh

dengan mengurangi nilai individual subjek (NIS) dengan nilai

median baku rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan,

61
hasilnya dibagi dengan nilai simpang baku rujukan (NSBR) atau

dengan menggunakan rumus :

Z-score=(NIS-NMBR)/NSBR

Tabel 2.4 Penilaian status gizi

Indeks Kategori status gizi Ambang Batas (Z-score)


Berat Badan Gizi Buruk <-3 SD
Menurut Umur Gizi Kurang -3 sampai dengan <-2 SD
(BB/U) Gizi Baik -2 sampai dengan 2 SD
Gizi Berlebih > 2 SD
Panjang Badan Sangat Pendek < -3 SD
Menurut Umur Pendek -3 SD sampai dengan <-2SD
(PB/U) Atau Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi Badan Tinggi > 2 SD
Menurut Umur
(TB/U)
Berat Badan Sangat Kurus < -3 SD
Menurut Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Panjang Badan Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
(BB/PB) Atau Gemuk >2S
Berat Badan
Menurut
Tinggi Badan
(BB/TB
Indeks Massa Sangat Kurus < -3
Tubuh Menurut Kurus -3 SD sampai dengan -2 SD
Umur (IMT/U) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk > 2 SD
(Sumber : Kemenkes, 2012)

4. Pengukuran Tinggi Badan Normal Menurut Umur

Hasil pengukuran tinggi badan menurut umur menggambarkan

status gizi masa lalu. Balita yang diukur dengan TB/U dapat

dinyatakan tinggi badan sangat pendek, pendek (stunting), normal, dan

tinggi. Bagi yang TB/U kurang menurut WHO-NCHS dikategorikan

sebagai stunted atau pendek tidak sesuai dengan umurnya. Berbeda

62
dengan BB/U yang mungkin dapat diperbaiki dalam waktu pendek,

baik pada anak maupun dewasa.

Dasar pengukuran linear adalah tinggi (panjang) atau stature dan

merefleksikan pertumbuhan skeletal. Pengukuran tinggi badan

seseorang pada prinsipnya adalah mengukur jaringan tulang skeletal

yang terdiri dari kaki, panggul, tulan belakang, dan tulang tengkorak.

Penilaian status gizi pada umumnya hanya mengukur total tinggi (atau

panjang) yang diukur secara rutin. Tinggi badan yang dibandingkan

dengan umur dapat digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu.

Tinggi badan untuk anak kurang dari 2 tahun sering disebut panjang

badan. Hal ini dikarenakan anak usia dibawah 2 tahun sulit untuk

berdiri tegak pada waktu pengukuran data tinggi badan. Pada bayi baru

lahir panjang badan rata-rata adalah sebesar ±50 cm. pada tahun

pertama pertambahannya sebesar 1,25 cm/bulan (1,5 x panjang badan

lahir). Pertambahan tersebut akan berangsur-angsur berkurang sampai

usia 9 tahun yaitu hanya sekitar 5 cm/tahun. Baru pada masa pubertas

ada peningkatan pertumbuhan tinggi badan yang cukup pesat yaitu 5-

25 cm/tahun pada wanita, sedangkan pada laki-laki peningkatannya

sekitar 10-30 cm/tahun. Pertambahan tinggi badan akan berhenti pada

usia 18-20 tahun.

Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Menurut

puslitbang gizi bogor (2012), batasan umur yang digunakan adalah

tahun umur penuh dan untuk anak 0-2 tahun digunakan bulan penuh.

63
Contoh: tahun usia penuh

 7 tahun 2 bulan dihitung 7 tahun

 6 tahun 11 bulan dihitung 6 tahun

5. Cara Pengukuran

Tinggi badan diperkirakan berdasarkan rumus dari behram (2012)

yaitu:

a. Perkiraan panjang lahir : 50 cm

b. Perkiraan panjang badan usia 1 tahun : 1,5 panjang badan lahir

c. Perkiraan panjang badan usia 4 tahun : 2 x panjang badan lahir

d. Perkiraan panjang badan usia 6 tahun : 1,5 x panjang badan usia 1

tahun

e. Usia 13 tahun : 3 x panjang badan lahir

f. Dewasa : 3,5 x panjang badan lahir atau 2 x panjang badan 2 tahun

Atau dapat digunakan rumus behrman (2012) yang lain:

a. Lahir : 50 cm

b. Umur 1 tahun : 75 cm

c. 2-12 tahun : umur (tahun) x 6 + 77

Cara Pengukuran panjang badan untuk anak di bawah 2 tahun, yaitu :

a. Sipakan papan atau meja pengukur. Apabila tidak ada, dapat

menggunakan pita pengukur (meteran).

b. Baringkan anak terlentang tanpa bantal (supinasi), luruskan lutut

sampai menempel pada meja (posisi ekstensi).

64
c. Luruskan bagian puncak kepala dan bagian bawah kaki (telapak

kaki tegak lurus dengan meja pengukur) lalu ukur sesuai dengan

skala yang tertera.

d. Apabila tidak ada papan pengukur, hal ini dapat dilakukan dengan

cara memberi tanda pada tempat tidur (tempat tidur harus

rata/datar) berupa garis atau titik pada bagian puncak kepala dan

bagian tumit kaki bayi. Lalu ukur jarak antara kedua tanda tersebut

dengan pita pengukur (meteran).

Sedangkan cara pengukuran tinggi badan untuk anak usia di atas 2

tahu, yaitu :

a. Tempelkan mikrotoise dengan paku pada dinding yang lurus datar

sehingga tepat 2 meter.

b. Anak harus berdiri tegak seperti sikap sempurna.

c. Turunkan miktotoise sampat rapat pada kepala bagian atas, siku-

siku harus lurus menempel pada dinding.

d. Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan

mikrotoise.

Dalam melakukan pengukuran tinggi badan ada beberapa hal-hal yang

harus diperhatikan untuk mendapatkan data yang valid, yaitu :

a. Saat melakukan pengukuran tinggi badan, pastikan tidak ada alas

kaki yang menempel termasuk kaus kaki.

b. Badan anak menghadap kedepan dan tidak dalam keadaan menjijit

ataupun membungkuk.

65
A. Kerangka Teori

Bagan 2.1: Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Sarijadi Kota Bandung. TB dan BB Masalah TB dan BB pada Balita :


1. Gizi buruk
Lingkar Kepala
2. Gigantisme
3. Growth faltering
Pertumbuhan Bertumbuhnya gigi dan geraham 4. Stunting
TB dan BB
Menguatnya tulang dan membesarnya otot
Faktor-faktor yang berhubungan dengan
Bertumbuhnya rambut, kuku stunting :
Balita
1. Karakteristik Balita , meliputi: usia,
jenis kelamin, berat lahir, TB/PB
Perkembangan Kognitif 2. Pemberian Asi Eksklusif
3. Status imunisasi
Perkembangan personal-sosial
Perkembangan 4. Karakteristik keluarga, meliputi:
Perkembangan bahasa pendidikan orang tua, pekerjaan
orang tua dan pendapatan orang tua
Perkembangan motorik
5. Status gizi (Asupan energi dan
Sumber: (Soetjiningsih, 2015, Kemenkes, 2015, Suhardjo, 2012, I Dewa Nyoman, 2012)
protein)

66

Anda mungkin juga menyukai