Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA

DI SUSUN OLEH :
SUGIYANTO
Nim. 2202614077P

Dosen Pembimbing :

Ns. Shinta, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
BHAKTI HUSADA BENGKULU
2021/2022
LAPORAN KASUS SEHAT MENTAL PADA ANAK SEKOLAH

A. Pengertian
UU No. 20 tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan UU No. 20 tahun
2002 tentang Perlindungan anak dan WHO, menyatakan usia anak adalah
sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. American Academic of
Pediatric tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia
anak yaitu mulai dari fetus (janin) hingga usia 21 tahun. Batas usia anak
tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial,
perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya dan karakteristik
kesehatannya.
Anak adalah bukan miniatur orang dewasa tetapi merupakan individu yang
unik dan mempunyai kebutuhan khusus sesuai dengan tahapan perkembangan
dan pertumbuhan (Ilyas, dkk, 1993 : 3).
Anak adalah seseorang yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah
kawin. Batasan umur ini ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan
usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental
seorang anak dicapai pada umur 21 tahun (Ilyas, dkk, 1993 : 3).
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa
diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilo gram), ukuran panjang (cm,
meter), umur tulang dan keseibangan metabolik (retensi kalium dan nitrogen
tubuh) (Soetjiningsih, 1995 : 1).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill),
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan, sebagai hasil pematangan (Soetjiningsih, 1995 : 1).

B. Teori Perkembangan Anak


Periode penting dalam tumbuh kembang adalah masa balita karena pada
masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya, emosional dan intelegensia berjalan sangat
cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan
moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini.

Menurut Frankenburg & Dodds (1981) dalam Soetjiningsih


(1995 : 29), ada 4 parameter perkembangan :
1. Personal sosial (kepribadian/ tingkah laku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri bersosialisai dan berinteraksi
dengan lingkungan.
2. Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk mengamati sesuatu, melakukan
gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot- otot
kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat, misal : kemampuan untuk
menggambar suatu benda.
3. Language (Bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah, dan
berbicara spontan.
4. Gross motor (Perkembangan motorik kasar
Aspek yang berhubungan dengan gerak dan sikap tubuh. (Soetjiningsih, 1995 : 29)
C. Teori Pertumbuhan Anak
Anak yang sehat akan menunjukkan tumbuh kembang yang optimal, apabila
diberikan lingkungan biofisika-psikososial yang adekuat. Untuk mengetahui
pertumbuhan fisik anak perlu parameter tertentu antara lain :
1. Ukuran Antropometik
Dalam ukuran ini dibedakan menjadi 2 kelompok :
1) Tergantung umur

a. BB terhadap umur

b. TB terhadap umur

c. Lingkar kepala terhadap umur

d. Lila terhadap umur

2) Tidak tergantung umur

a. BB terhadap TB

b. Lila terhadap TB
Lain-lain, LILA dibandingkan dengan standar/ baku, lipatan kulit, pada trisep,
sub skapular, abdominal dibandingkan dengan baku, kemudian hasil
pengukuran antropometrik dibanding dengan suatu baku tertentu misalnya
baku harvard, NCHS atau baku nasional. (Soetjiningsih, 1995).

D. Berat Badan (BB)

Indikator BB dimanfaatkan untuk :

1. Bahan informasi menilai keadaan gizi baik yang akut maupun kronis,
tumbuh kembang dan kesehatan.
2. Memonitor keadan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit.

3. Dasar penghitungan dosis obat dan makan yang perlu diberikan (Soetjiningsih,
1995 : 38).

Untuk memperkirakan BB anak dapat digunakan rumus dikutip oleh Behrman,


1992 yaitu :
Perkiraan BB dalam kg

1) Lahir : 3,25 kg

2) 3-12 bulan : umur (bulan) + 9

3) 1-6 bulan : umur (tahun) x 2 + 8

4) 6-12 bulan : umur (tahun) x 7 – 5 (Soetjiningsih, 1995 : 20)

E. Tinggi Badan (TB)

Merupakan ukuran antropometri kedua yang terpenting,


keistimewaannya adalah pada masa pertumbuhan meningkat terus
sampai tinggi maksimal dicapai. Kenaikan berfluktuasi, dimana
meningkat pesat pada masa bayi, kemudian melambat pesat kembali
(Adolesen) melambat lagi dan berhenti umur 18-20 tahun.
Tinggi rata-rata pada waaktu lahir = 50 cm
Secara garis besar tinggi badan anak dapat diperkirakan sebagai berikut :

- 1 tahun = 1,5 x TB lahir

- 4 tahun = 2 x TB lahir
- 6 tahun = 1,5 x TB lahir

- 13 tahun = 3 x TB lahir

- Dewasa = 3,5 x TB lahir (2 x TB 2 tahun)


Perkiraan tinggi badan dalam centimeter

- Lahir = 50 cm

- 2-12 tahun = umur (tahun) x 6 + 77

(Soetjiningsih, 1995 : 21)

Anak usia sekolah dengan cirinya masa pertumbuhan masih


sangat cepat dan aktif belajar, sehingga kerja otak harus mendapat
makanan yang bergizi dalam kuantitas dan kualitas yang tepat.
Faktor yang mempengaruhi pola pertumbuhan secara umum yaitu:

a. Keturunan

b. Lingkungan

c. Hormon

d. Nutrisi atau asupan zat gizi yang bervariasi antar individu

F. Karakteristik Usia SD
a. Pertumbuhan Fisik atau Jasmani
Perkembangan fisik atau jasmani anak berbeda antara satu dengan
yang lain, sekalipun anak-anak tersebut memiliki usia yang relatif sama,
bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Perkembangan
pada anak juga dipengaruhi oleh faktor ras sehingga menunjukkan
perbedaan yang menyolok. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan gizi,
lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-
lain.
Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak.
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi
lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang
memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang,
perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik
anak. Anak yang kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita
kegemukan atau kelebihan berat badan yang dapat mengganggu gerak dan
kesehatan anak.
Orang tua harus selalu memperhatikan berbagai macam penyakit
yang sering kali diderita anak, misalnya bertalian dengan kesehatan
penglihatan (mata), gigi, panas, dan lain-lain. Oleh karena itu orang tua
selalu memperhatikan kebutuhan utama anak, antara lain kebutuhan gizi,
kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari.
Pertumbuhan Fisik yang meliputi proporsi tubuh berubah, misalnya
rahang melebar untuk persiapan perkembangan gigi permanen.
Pertumbuhan Tulang pun berubah, untuk formasi tulang yang baik: asupan
zat gizi adekuat (protein, mineral Ca & P, vitamin A, D, dll).
b. Perkembangan Intelektual dan Emosional
Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai
faktor utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan
pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual
tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki
kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam
berkomunikasi dengan teman-temannya.
Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya
perbedaan jenis kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan
orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan perkembangan emosional
tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan bangsa.
Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya
gangguan kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering
kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun
sering kali juga karena adanya tindakan orang tua yang dapat
mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat
dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya.
Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu
menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat
mempengaruhi keseimbangan emosional anak.
Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali
bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan
emosional anak.
Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh
orang tua dan anak, biasanya orang tua berkonsultasi dengan para ahli,
misalnya dokter anak, psikiatri, psikolog dan sebagainya. Dengan
berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat melakukan pembinaan anak
dengan sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang
dapat merugikan bahkan memperlambat perkembangan mental dan
emosional anak.
Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan
ketidakhadiran orang tua, keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan
kekacauan yang sering kali timbul. Sedangkan dari pihak orang tua yang
menyebabkan stres pada anak biasanya kurang perhatian orang tua, sering
kali mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak
disuruh melakukan sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri
dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman
yang bersifat positif selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam
masyarakat.
c. Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap
Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan
juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat
dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak,
mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan memberikan
penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau
berperilaku yang positif. Terdapat bermacam hadiah yang sering kali
diberikan kepada anak, yaitu yang berupa materiil dan non materiil.
Hadiah tersebut diberikan dengan maksud agar pada kemudian hari
anak berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam masyarakat luas.
Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: (a) memiliki nilai pendidikan, (b)
memberikan motivasi kepada anak, (c) memperkuat perilaku dan (d)
memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.
Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah: (a) fungsi
restruktif, (b) fungsi pendidikan, (c) sebagai penguat motivasi. Syarat
pemberian hukuman adalah: (a) segera diberikan, (b) konsisten, (c)
konstruktif, (d) impresional artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak
melainkan kepada perbuatannya, (e) harus disertai alasan, (f) sebagai alat
kontrol diri, (g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.

G. Pengkajian Anak Sehat


1. Identitas/Biodata
Nama : Identitas
Umur : Umur paling rawan adalah masa balita untuk mengetahui dasar
perkembangan anak (Soetjiningsih, 1995 : 10).
2. Jenis Kelamin
Pada masyarakat awam, wanita mempunyai status yang lebih rendah
dibanding laki- laki, sehingga angka kematian bayi dan mal nutrisi masih
tinggi pada wanita (Soetjiningsih, 1995 : 10).
3. Anak ke-
Jumlah anak yang banyak dalam keluarga dengan keadaan sosial
ekonominya cukup akan mengakibatkan kurangnya perhatian dan kasih
sayang yang diterima, belum ditambah lagi bila jarak anak terlalu dekat
(Soetjiningsih, 1995 : 10).
4. Agama
Pengajaran agama harus sudah ditanamkan mulai anak-anak sedini
mungkin, karena dengan memahami agama akan menuntut umatnya
untuk berbuat kebaikan dan kebajikan (Soetjiningsih, 1995 : 10).
5. Penanggung Jawab

a. Nama orang tua sebagai penanggung jawab


b. Pendidikan ayah/ ibu

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh


kembang anak karena dengan pendidikan yang lebih baik maka orang
tua dapat menerima sebagai informasi tentang kesehatan anaknya.
c. Dengan pendapatan keluarga yang memadai menunjang tumbuh
kembang anak karena orang tua dapat menyediakan segala kebutuhan
anak.

Untuk mengetahui dimana tempat tinggal sewaktu dibutuhkan.


(Soetjiningsih, 1995: 10)

6. Riwayat Kesehatan Anak Masa Lalu

Riwayat kesehatan ibu, gizi ibu hamil jelas sebelum terjadinya


kehamilan maupun sedang hamil, akan menghasilkan BBLR atau bayi
lahir mati dan menyebabkan cacat bawaan, juga menghambat
pertumbuhan otak janin, anemia pada BBL, mudah terkena infeksi,
abortus dan lain-lain (Soetjiningsih, 1995 : 2).
7. Riwayat Parental Riwayat kesehatan ibu
Gizi ibu hamil jelas sebelum terjadinya kehamilan maupun sedang
hamil, akan menghasilkan bayi berat lahir rendah (BBLR) atau bayi
lahir mati dan menyebabkan cacat bawaan, juga menghambat
pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, BBL mudah
terkena infeksi, abortus dan lain-lain (Soetjiningsih, 1995 : 2).
8. Riwayat Kelahiran
Bayi baru lahir harus bisa melewati masalah transisi, dari suhu sistem
yang teratur yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya,
ke suatu sistem yang tergantung pada pada kemampuan genetik dan
mekanisme homeostatik bayi itu sendiri. Masa prenatal yaitu masa
antara 28 minggu dalam kandungan sampai 7 hari setelah dilahirkan,
merupakan masa awan dalam proses tumbuh kembang anak khususnya
tumbuh kembang otak. Trauma kepala akibat persalinan akan
berpengaruh besar dan dapat meninggalkan cacat yang permanen
(Soetjiningsih, 1995 : 4-5).
9. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga bila ada yang menderita sakit menular dapat
menularkan pada bayinya. Juga faktor genetik merupakan modal dasar
mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang (Soetjiningsih, 1995 : 2).
10. Riwayat Tumbuh Kembang
Dengan mengetahui ilmu tumbuh kembang, dapat mendeteksi berbagai
hal yang berhubungan dengan segala upaya untuk menjaga dan
mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik fisik, mental, dan sosial,
juga menegakkan diagnosa dini setiap kelainan tumbuh kembang dan
kemungkinan penanganan yang efektif serta mencegah dan mencari
penyebabnya (Soetjiningsih, 1995:7).
11. Riwayat Imunisasi
Dengan pemberian imunisai diharapkan anak terhindar dari penyakit-
penyakit tertentu yag bisa menyebabkan kecacatan dan kematian.
Dianjurkan anak sebelum umur 1 tahun sudah mendapat imunisai
lengkap (Soetjiningsih, 1995: 7).
Pola kebiasaan sehari-hari

a. Nautrisi/ gizi

Pemberian nutrisi pada anak harus cukup baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya seperi : protein, lemak, karbohidrat dan mineral serta vitamin
(Ilyas, dkk, 1993 : 10-11).
b. Eliminasi BAB/ BAK
Anak umur 1,5-2 tahun berhenti mengompol pada siang hari. 2,5-3 tahun
berhenti mengompol pada malam hari. Anak perempuan lebih dulu
berhenti mengompol, bila umur 3-4 tahun masih mengompol, dicari
penyebabnya. Toilet training (latian defekasi perlu dimulai penyebabnya
agar evakuasi sisa makanan dilakukan secara teratur yang mempermudah
kelancaran pemberian makanan) (Abdoerrachman, dkk, 1985 : 55).
c. Istirahat dan tidur
Anak yang sudah mulai besar akan berkurang waktu istirahtnya. Karena
kegiatang fisiknya meningkat seperti bermain. Kebutuhan tidur 2 hingga 3
jam tidur siang dan 7 hingga 8 jam pada saat malam hari (Suryanah, 1996 :
80).

d. Olahraga dan Rekreasi

Olahraga akan meningkatkan sirkulasi, aktifitas fisiologi dan dimulai perkembangan otot-
otot (Ilyas, dkk, 1993 : 16).
e. Personal Hygiene
Anak mandi 2x sehari, keramas 3x seminggu, ptong kuku 1 kali seminggu,
membersihkan mulut dan gigi.
f. Tanda-tanda Vital Menurut Ilyas, dkk (1995 : 8-9) :
1. Suhu
Nilai normal suh anak rata-rata :
Usia Nilai Suhu (derajat)
3 bulan 37,5 oC
6 bulan 37,5 oC
1 tahun 37,7 oC
3 tahun 37,2 oC
5 tahun 37 oC

7 tahun 36,8 oC
9 tahun 36,7 oC
11 tahun 36,7 oC
13 tahun 36,6 oC

Keterangan :

Frekuensi kenaikan suhu pada bayi sering berbeda sekitar 0,5-1


derajat celcius masih dalam batas normal.

H. Pedoman Orang Tua dengan Anak Usia Sekolah Dasar

1. Usia 6 tahun

- Siapkan orangtua untuk menghadapi pilihan makanan yang disukai


anak dan penolakan pada makanan tertentu
- Siapkan orangtua untuk menghadapi nafsu makan yang diperkirakan
akan sangat meningkat
- Siapkan orangtua secara emosional saat anak mengalami perubahan
alam perasaan yang tidak menentu

- Bantu orangtua mengantisipasi kerentanan ya ng terus menerus


terhadap penyakit

- Ajarkan tentang pencegahan cedera dan tindakan keamanan,


khususnya keamanan bersepeda
- Anjurkan orang tua untuk menghargai kebutuhan anak akan privasi
dan memberikan ruang tidur terpisah untuk anak, bila mungkin
- Siapkan orangtua untuk menghadapi peningkatan minat anak diluar
rumah

- Bantu orangtua memahami kebutuhan untuk mendorong interaksi


anak dengan sebaya
2. Usia 7-10 tahun

- Siapkan orangtua untuk menghadapi perbaikan dalam kesehatan yaitu


menurunnya penyakit-penyakit yang dialami, tetapi beritahukan pada
mereka bahwa alergi-alergi justru sebaliknya, dapat meningkat atau
menjadi lebih nyata
- Siapkan orangtua untuk menghadapi perkiraan peningkatan cedera
minor
- Tekankan kewaspadaan dalam memilih dan pemeliharaan alat olahraga
dan tekankan kembali tentang keamanan
- Siapkan orangtua untuk menghadapi perkiraaan peningkatan
keterlibatan dengan sebaya dan minat dalam aktivitas diluar rumah
- Tekankan kebutuhan untuk mendorong kemandirian sambil
mempertahankan pembatasan lingkungan dan disiplin
- Siapkan ibu untuk menghadapi tuntutan yang diperkirakan akan lebih
banyak pada usia 8 tahun
- Siapkan ayah untuk menghadapi peningkatan kebanggan pada usia 10
tahun, anjurkan aktivitas ayah-anak
- Siapkan orangtua untuk menghadapi pra pubertas pada anak perempuan
3. Usia 11-12 tahun

- Bantu orangtua menyiapkan anak untuk menghadapi perubahan tubuh


bila terjadi masa pra pubertas
- Siapkan orangtua untuk menghadapi ledakan pertumbuhan pada anak
perempuan

- Buatlah pendidikan seks tertentu u ntuk anak yang bersifat adekuat


dengan informasi-informasi yang akurat
- Siapkan orangtua untuk menghadapi perkiraan perilaku yang energetic
tetapi berbahaya pada usia 11 tahun, dan perilaku yang lebih berwatak
pada usia 12
- Anjurkan orangtua untuk mendukung keinginan anak untuk tumbuh
tetapi memungkinkan perilaku regresif yang diperlukan
- Siapkan orangtua untuk menghadapi peningkatan masturbasi

- Instruksikan pada orangtua bahwa jumlah istirahat anak perlu ditambah

- Bantu orangtua mendidik anak berkaitan dengan percobaan-percobaan


untuk melakukan aktivitas yang berpotensi bahaya
4. Bimbingan Kesehatan

- Bantu orangtua memahami pentingnya kesehatan regular dan perawatan


gigi pada anak
- Anjurkan orangtua untuk mengajarkan dan meneladani praktik
kesehatan termasuk diet, istirahat, aktivitas, dan latihan
- Tekankan perlunya mendorong anak untuk terlibat dalam aktivitas fisik
yang tepat
- Tekankan pemberian lingkungan emosi dan fisik yang aman
- Anjurkan orangtua untuk mengajarkan dan meneladani praktik
keamanan.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL USIA TODDLER
(18 Bulan – 3 tahun)
KEMANDIRIAN VS RAGU-RAGU/MALU

1. Pengertian
Perkembangan psikososial pada usia kanak – kanak usia 18 bulan – 3
tahun adalah proses perkembangan kemampuan anak untuk
mengembangkan kemandirian dengan cara memberi kebebasan dan
membiarkan anak untuk mempelajari dunianya. Bila anak tidak
difasilitasi untuk kebutuhannya, seperti selalu dilindungi atau
dikendalikan, maka anak akan merasa ragu – ragu, takut, tidak berani,
dan malu untuk melakukan aktivitasnya sehingga anak akan bergantung
pada orang lain. Oleh karena itu orang tua dan pengasuh penting untuk
memahami dan memiliki kemampuan dalam menstimulasi anak untuk
mencapai tugas perkembangannya yaitu kemandirian.
2. Penyebab
Perkembangan psikososial pada usia toddler usia 18 bulan – 3 tahun,
adalah proses perkembangan kemampuan anak untuk mengembangkan
kemandirian dengan cara memberi kebebasan dan membiarkan anak
untuk mempelajari dunianya.
Bila anak tidak difasilitasi untuk kebutuhannya, seperti terlalu
dilindungi atau dikendalikan, maka anak - anak akan merasa ragu-ragu,
takut, tidak berani dan malu untuk melakukan aktifitasnya sehingga
anak akan bergantung pada orang lain. Sebab itu penting bagi orangtua
atau pengasuh untuk memahami dan memiliki kemampuan dan
pengetahuan dalam menstimulasi anak untuk mencapai tugas
perkembangannya yaitu kemandirian.
3. Pohon Masalah

kemandirian

Simulasi tumbang (18


bulan – 3 tahun) optimal

Pengetahuan keluarga yang


efektif

4. Askep
a. Pengkajian
1) Bergaul dan mandiri :
 Mengenal dan mengakui namanya
 Sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
 Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya
(api, air, ketinggian, warna dan bentuk benda)
 Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau
diperintah misalnya minum sendiri, makan sendiri,
berpakaian sendiri.
 Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
 Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
 Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain
diluar keluarganya.
 Hanya sebentar mau berpisah dengan orangtua.
 Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
 Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
 Mampu menyatakan akan buar air besar dan buang air
kecil
2) Motorik kasar
Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama paling
sedikit 2 hitungan
3) Motorik halus
Mampu membuat garis lurus
4) Berbicara, berbahasa dan kecerdasan
Mampu menyatakan keinginan paling sedikit dengan 2 kata.
b. Analisa Data
1) Data Subjektif :
 Klien mengenal dan mengakui namanya
 Klien sering mengatakan : “jangan/tidak/nggak”
 Klien banyak bertanya tentang hal/benda yang asing
baginya (api, air, ketinggian, warna dan bentuk benda)
 Klien mampu menyatakan akan buang air besar dan buang
air kecil
2) Data Objektif :
 Klien mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau
diperintah
misalnya minum sendiri, makan sendiri, berpakaian
sendiri.
 Klien mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
 Klien mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain
diluar keluarganya.
 Klien mau berpisah dengan orangtua hanya sebentar
 Klien menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
 Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan
keluarga
 Klien suka membantah dan tidak menurut perintah

c. Masalah Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian
d. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan :
Untuk anak
1) Mengembangkan rasa kemandirian dalam melakukan
kegiatan sehari – hari
2) Bekerjasama dan memperlihatkan kelebihan diri diantara
orang lain.

Tindakan keperawatan bagi usia toddler


Tugas Perkembangan Tindakan keperawatan
Perkembangan yang a. Latih anak-anak melakukan kegiatan secara
normal kemandirian mandiri.
b. Puji keberhasilan yang dicapai anak
c. Tidak menggunakan kata yang memerintah tetapi
memberikan alternatif untuk memilih.
d. Hindari suasana yang membuatnya bersikap
negatif (memisahkan dengan orangtuanya,
mengambil mainannya, memerintah untuk
melakukan sesuatu)
e. Tidak menakut-nakuti dengan kata-kata maupun
perbuatan.
f. Berikanan mainan sesuai usianya (boneka, mobil-
mobilan, balon, bola, kertas gambar dan pensil
warna )
g. Saat anak mengamuk (temper tantrum) pastikan
ia aman dari bahaya cedera kemudian tinggalkan,
awasi dari jauh.
h. Beritahu tindakan-tindakan yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, yang baik dan yang buruk
dengan kalimat positif.
Contoh :
 Mau tidak permen Nonik diambil orang?
Kalau begitu Nonik juga tidak boleh
mengambil permen Tono.
 Supaya cantik bila akan pergi Nonik harus
memakai baju yang rapi.
i. Libatkan anak dalam kegiaatan-kegiatan
keagamaan

b. Tujuan
Untuk keluarga
1) Menjelaskan perilaku yang menggambarkan perkembangan
psikososial
2) Menjelaskan cara menstimulasi perkembangan anaknya
(kemandirian)
3) Mendemonstrasikan dan melatih cara memfasilitasi
perkembangan kemandirian anak
4) Merencanakan tindakan untuk menstimulasi perkembangan
kemandirian anaknya.

Tindakan keperawatan untuk keluarga


Tugas Tindakan Keperawatan
Perkembangan
Perkembangan Informasikan pada keluarga cara yang dapat dilakukan untuk :
yang normal : a) Memfasilitasi perkembangan psikososial anaknya.
Kemandirian  Berikan aktivitas bermain yang menggali rasa ingin
tahu anak seperti bermain tanah, pasir, lilin, membuat
mainan kertas, mencampur warna, menggunakana cat
air, melihat barang/binatang/tanaman/orang yang
menarik perhatiannya dengan tetap menjaga
keamanannya.
 Berikan kebebasan pada anak untuk melakukan
sesuatu yang diinginkan tetapi tetap memberi batasan.
Misalnya membolehkan anak memanjat dengan syarat
ada yang mendampingi/mengawasi atau mengajarkan
cara agar tidak jatuh
b) Menstimulasi /latihan perkembangannya :
 Melatih anak melompat ke depan dengan kedua kaki
diangkat bersamaan.
 Mengajak anak bermain menumpuk dan menyusun
balok /kubus/ kotak menjadi “menara”, “jembatan”
dan lain-lain.
 Melatih anak memilih dan mengelompokkan benda
menurut jenisnya. (kancing, kelereng, uang logam dan
lain-lain)
 Melatih anak menghitung jumlah benda
 Melatih anak mencocokan gambar dengan benda
sesungguhnya, bicaralah tentang sifatnya, bentuk ,
warna dan sebagainya
 Melatih anak menyebut namanya
 Melatih anak menyebut nama benda dan mengenal
sifatnya
 Melatih mencuci tangan/kaki dan mengeringkannya
sendiri.
 Memberi kesempatan kepada anak, untuk memilih
baju yang akan dipakai
LAPORAN PENDAHULUAN
ANSIETAS PADA ANAK REMAJA

a.Kecemasan pada Remaja

1.Definisi

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggris adalah anxiety


berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango,
anci yang berarti mencekik. Kecemasan adalah perasaan yang
menetap berupa kekhawatiran yang merupakan respon terhadap
ancaman atau stresor yang akan datang baik dari dalam individu
sendiri maupun dari lingkungannya. Kecemasan merupakan
respon normal dan patologis bergantung pada intensitas dan
durasinya serta kemampuan individu melakukan koping.
Kecemasan adalah suatu keadaan patologik yang ditandai oleh
perasaan ketakutan yang disertai sistem saraf otonom yang
hiperaktif. Kecemasan juga merupakan reaksi emosional yang
timbul oleh penyebab yang tidak spesifik seperti pengalaman
individu yang subjektif yang dapat menimbulkan perasaan tidak
nyaman dan merasa terancam. Hampir semua individu pernah
mengalami kecemasan, terutama sebagai akibat masalah
kehidupan yang semakin banyak.

2.Etiologi
Terdapat tiga teori psikologi tentang penyebab kecemasan
yaitu:
1. Teori psikoanalitik
Sigmund Freud mendefinisikan kecemasan sebagai tanda
adanya bahaya yang tidak disadari. Kecemasan dipandang
sebagai hasil konflik psikis antara keinginan yang agresif atau
dorongan seksual yang tidak disadari dengan ancaman yang
datang secara bersamaan dari superego atau kenyataan eksternal.
Sebagai respon terhadap sinyal ini, ego menciptakan mekanisme
pertahan untuk mencegah pikiran atau perasaan yang tidak dapat
diterima keluar ke alam sadar.
2. Teori perilaku
Teori ini mengemukakan bahwa kecemasan merupakan respon
yang dikondisikan sesuai dengan adanya stimulus yang spesifik
dari lingkungan. Individu menerima stimulus tertentu sebagai
stimulus yang tidak disukai, sehingga menimbulkan kecemasan.
Setelah terjadi berulang-ulang akhirnya menjadi kebiasaan
untuk menghindari stimulus tersebut.
3. Teori eksistensi
Teori ini memberikan model-model dari kecemasan
menyeluruh, di mana tidak ada stimulus yang dapat
diidentifikasi untuk perasaan cemas yang bersifat kronik.
Konsep inti dari teori ini adalah bahwa orang mengalami
perasaan hidup dalam dunia yang tanpa tujuan. Kecemasan
merupakan respon terhadap persepsi kehampaan tersebut.

Selain ketiga teori psikologi di atas, terdapat juga teori


biologi tentang penyebab kecemasan. Teori ini dikembangkan
dari penelitian praklinis dengan model kecemasan pada
binatang dan pengetahuan tentang neurologis dasar dan kerja
obat psikoterapeutik. Teori ini berhubungan dengan sistem
saraf otonom dan neurotransmiter.

Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala-


gejala tertentu seperti: kardiovaskuler (misalnya takikardi),
muskuler (misalnya nyeri kepala), gastrointestinal (misalnya
diare), dan respirasi (misalnya takipneu). Sistem saraf otonom
pada pasien dengan gangguan kecemasan menunjukkan
peningkatan tonus simpatik yang beradaptasi lambat terhadap
stimulus yang berulang dan beradaptasi secara berlebihan
terhadap stimulus dengan intensitas sedang.
Ada tiga neurotransmiter yang berkaitan dengan
kecemasan yaitu: norepinefrin, serotonin, dan gamma-
aminobutyric acid (GABA).
Teori mengenai peranan norepinefrin dalam
kecemasan yaitu adanya sistem noradrenergik yang tidak
teregulasi dengan baik disertai ledakan aktivitas pada saat-saat
tertentu seperti yang tampak pada gejala kronik kecemasan.
Penelitian mengenai peranan serotonin dalam
kecemasan menunjukkan hasil yang berbeda-beda sehingga
pola abnormalitasnya belum dapat dijelaskan.
Peranan GABA dalam kecemasan didukung kuat oleh
efikasi benzodiazepin dalam mengatasi gangguan kecemasan.
Obat tersebut meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor
GABA tipe A di mana resptor tersebut diduga mengalami
abnormalitas pada penderita gangguan kecemasan.
Berdasarkan berbagai sumber selain teori-teori di atas,
terdapat pula beberapa penyebab lain seperti:
1) Kegagalan menuntaskan tugas perkembangan

Remaja memiliki tugas perkembangan yang wajib dituntaskan


seperti yang telah terurai di atas. Bahaya psikologis masa
remaja yang pokok umumnya disebabkan oleh kegagalan
menjalankan peralihan psikologis ke arah kematangan yang
merupakan tugas perkembangan masa remaja yang penting.
Tanda bahaya yang umum dari ketidakmampuan penyesuaian
diri remaja meliputi: perilaku tidak bertanggung jawab yang
tampak dalam perilaku mengabaikan pelajaran untuk
bersenang-senang dan mendapat dukungan sosial, sikap
agresif dan sangat yakin pada diri sendiri, perasaan tidak
aman yang menyebabkan remaja patuh mengikuti standar
kelompok, merasa ingin pulang jika berada jauh dari
lingkungan yang dikenal, perasaan menyerah, terlalu banyak
berkhayal untuk mengimbangi ketidakpuasan yang diperoleh
dari kehidupan sehari-hari, mundur ke tingkat perilaku yang
sebelumnya suapa disenangi dan diperhatikan, dan
menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi,
proyeksi, berkhayal, dan memindahkan.
2) Pengalaman masa lalu
Gangguan yang terjadi pada masa remaja tidak terlepas dari
pengalaman masa kecilnya, misalnya: trauma, kekerasan psikis
(menyumpahi, merendahkan, mencemarkan nama baik, dan
menghina), pengabaian psikis (pengabaian hak untuk
menyatakan perasaan, tidak adanya perasaan dicintai, dan
diperhatikan), kekerasan fisik, pengabaian fisik, dan kekerasan
sexual. Gangguan kecemasan yang terjadi pada remaja sebagian
besar disebabkan oleh pengalaman kekerasan psikis dan
pengabaian psikis pada masa kecil.
3) Peristiwa kehilangan

‘Kelekatan’ merupakan suatu konsep yang penting dalam


psikiatri karena hal tersebut mencakup pola hubungan sosial
dan interaksi selanjutnya dengan orang lain. Perpisahan
singkat maupun lama dan peristiwa kehilangan akan
menimbulkan gangguan.
4) Bentuk atau keadaan fisik
Masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang
cepat. Keadaan fisik dipandang sebagai hal yang penting. Ketika
keadaan fisik tidak sesuai dengan harapan, maka akan muncul
rasa tidak puas, kecemasan, dan rasa rendah diri.
5) Konflik keluarga
Konflik dalam keluarga sering disebabkan oleh hubungan orang
tua-anak maupun hubungan antar anak yang tidak harmonis, dan
masalah latar belakang keuarga. Orang tua yang terlalu sibuk
sendiri, bersifat diktator, berpikiran kuno, dan pilih kasih pada
anaknya akan menjadikan hubungan dalam keluarga menjadi
tidak harmonis.
Masa remaja merupakan masa di mana diskriminasi dan
prasangka dari lingkungan pergaulan sering muncul. Latar
belakang keluarga seperti: agama, ras (tanggung jawab,
peraturan, dan bahasa), status pendidikan dan status ekonomi
merupakan hal yang sering dijadikan bahan diskriminasi.
Remaja dengan latar belakang yang tidak sesuai akan sulit
diterima dalam lingkungan pergaulannya.

6) Konflik interpersonal

Masa remaja merupakan masa di mana remaja harus


mampu mematangkan hubungan dengan teman sebayanya, maka
mulailah muncul seleksi dalam pertemanan yang terkadang
memicu pertengkaran. Masa remaja juga merupakan masa untuk
mengenal lawan jenis dan cinta. Masalah yang berhubungan
dengan percintaan merupakan masalah yang rumit.
7) Ketakutan akan kegagalan dan kehilangan harga diri
Bagi remaja, pendapat orang disekitarnya adalah hal yang sangat
penting. Kritik yang bertubi-tubi atau kegagalan tanpa
diimbangi dengan pujian atau keberhasilan akan menimbulkan
rasa rendah diri bahkan kehilangan harga diri. Seseorang yang
rendah diri atau kehilangan harga dirinya akan merasa lebih
nyaman dengan kegagalan bahkan terkadang sampai
menggagalkan keberhasilan.
8) Lingkungan tempat tinggal
Diperlukan adanya adaptasi untuk tinggal di lingkungan yang
baru (kos, asrama, rumah relasi). Ketidakmampuan untuk
beradaptasi akan menimbulkan kecemasan.
9) Lingkungan sekolah

Kondisi lingkungan sekolah seperti persaingan yang ketat,


tuntutan akademis/ standar nilai yang tinggi, tugas yang
menumpuk, peraturan sekolah, metode belajar- mengajar,
penjurusan, dan hubungan siswa-guru maupun hubungan antar
siswa merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan remaja di sekolah. Ketidakmampuan dalam
beradaptasi dengan lingkungan sekolah akan menimbulkan
kecemasan.
Biasanya untuk memenuhi tuntutan akademis, remaja
akan mengikuti berbagai macam kursus, bahkan terkadang
sampai tidak memiliki waktu untuk melakukan hal yang
disenangi/ hobi. Hal ini akan semakin memperburuk
kemampuan adaptasinya.
10) Lingkungan pergaulan
Remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar
rumah bersama teman sebayanya, maka pengaruh dari
lingkungan pergaulannya terhadap sikap, pembicaraan, minat,
penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh
lingkungan lainnya.
3. Gejala
Setiap orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap stres
tergantung pada kondisi masing-masing individu, beberapa gejala
yang muncul tidaklah sama. Gejala kecemasan umum diantaranya:
- Berdebar diiringi detak jantung yang cepat
- Rasa sakit atau nyeri pada dada
- Rasa sesak nafas
- Berkeringat secara berlebihan
- Perubahan gairah seksual atau minat terhadap aktivitas seksual
- Gangguan tidur
- Tubuh gemetar
- Tangan atau anggota tubuh menjadi dingin dan berkeringat
- Kecemasan yang disertai depresi memunculkan ide dan keinginan
untuk bunuh diri
- Gangguan kesehatan seperti sering merasakan sakit kepala
(migrain).

Gejala- gejala kecemasan di atas dapat dikelompokkan menjadi


empat gejala yaitu:
a. Gangguan somatik: tremor, suhu tubuh naik-turun, kejang,
berkeringat, palpitasi, nausea, diare, mulut kering, libido yang
menurun, sesak nafas dan kesukaran untuk menelan.
b. Gangguan kognitif: kesukaran berkonsentrasi, kebingungan,
ketakutan akan lepas kendali, dan kewaspadaan yang
berlebihan serta pikiran akan malapetaka yang besar.
c. Gangguan perilaku: ekspresi ketakutan, iritabilitas, agresif,
imobilisasi, dan penarikan diri dari masyarakat.
d. Gangguan persepsi: depersonalisasi dan derealisasi.

1.Gangguan Prestasi
Kecemasan pada remaja di sekolah merupakan hal
umum yang sering dihadapi, namun bagi beberapa di
antara mereka hal ini dapat sangat menghambat
pembelajaran atau kinerja, khususnya dalam ujian.
Sumber utama kecemasan di sekolah adalah ketakutan
gagal dan kehilangan harga diri. Remaja yang cemas
akan mengalami kesulitan dalam belajar, menggunakan
atau mengalihkan pengetahuan yang mereka miliki, dan
dalam mengerjakan ujian.

2.Gangguan Perilaku
Gangguan perilaku di lingkungan sekolah akan
tampak dalam berbagai bentuk perilaku yang
menyimpang dari tata tertib sekolah, seperti:
membolos, merokok, berkelahi, minum-minuman
keras, membuat keributan, melawan guru, merusak
harta-benda, melakukan pemerasan, dan sebagainya.
Perilaku ini dapat timbul karena siswa merasa frustasi
atau bosan di sekolah, ingin mencari perhatian guru
atau teman sebayanya, dan pembebasan atau pelarian
dari keadaan atau kegiatan yang tidak menyenangkan.
Kenakalan yang lebih serius jauh lebih sering
didapatkan pada kalangan siswa miskin, dan memiliki
hubungan keluarga yang buruk.

4. Tingkat
Videbeck membagi kecemasan menjadi empat tingkatan yaitu:
1) Kecemasan ringan
Kecemasan ringan merupakan perasaan bahwa ada
sesuatu yang berbeda dari kesehariannya dan membutuhkan
perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan dan
melindungi diri sendiri. Respon dari kecemasan ringan
adalah sebagai berikut: Respon fisik meliputi: ketegangan
otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit
gelisah, dan penuh perhatian; Respon kognitif meliputi:
lapang persepsi luas, terlihat tenang, percaya diri, perasaan
gagal sedikit, waspada dan memperhatikan banyak hal,
mempertimbangkan informasi, serta tingkat pembelajaran
optimal; Respon emosional meliputi: perilaku otomatis,
sedikit tidak sadar, aktivitas menyendiri, terstimulasi, dan
tenang.
2) Kecemasan sedang
Kecemasan sedang merupakan perasaan yang
mengganggu memungkinkan individu berfokus pada hal
yang penting dan mempersempit lapang persepsinya.
Respon dari kecemasan sedang adalah sebagai berikut:
Respon fisik meliputi: ketegangan otot sedang, tanda-tanda
vital meningkat, pupil dilatasi, mulai berkeringat, sering
mondar-mandir, memukul tangan, suara berubah (bergetar
dan nada suara tinggi), kewaspadaan dan ketegangan
menigkat, sering berkemih, sakit kepala, pola tidur
berubah, serta nyeri punggung; Respon kognitif meliputi:
lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif,
fokus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian
menurun, penyelesaian masalah menurun, dan
pembelajaran terjadi dengan memfokuskan; Respon
emosional meliputi: tidak nyaman, mudah tersinggung,
kepercayaan diri goyah, dan tidak sabar.
3) Kecemasan berat
Kecemasan berat ditandai dengan lapang pandang yang
berkurang. Individu cenderung berfokus pada sesuatu
yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain.
Semua perilaku diarahkan pada pengurangan kecemasan dan
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
Pada tahap ini individu mulai merasakan keccemasan sebagai
suatu ancaman terhadap dirinya. Respon dari kecemasan
berat adalah sebagai berikut: Respon fisik meliputi:
ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata buruk,
pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat, nada suara
tinggi, tindakan tanpa tujuan dan serampangan, rahang
menegang, mengertakan gigi, mondar-mandir, berteriak,
meremas tangan, dan gemetar; Respon kognitif meliputi:
lapang persepsi terbatas, proses berpikir terpecah-pecah, sulit
berpikir, penyelesaian masalah buruk, tidak mampu
mempertimbangkan informasi, hanya memerhatikan
ancaman, preokupasi dengan pikiran sendiri, egosentris;
Respon emosional meliputi: sangat cemas, agitasi, takut,
bingung, merasa tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan,
dan ingin bebas.
4) Panik

Panik, berhubungan dengan kehilangan kendali, detail


perhatian menjadi hilang, terperangah, ketakutan dan teror,
serta tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan
dapat mengancam kehidupan. Meningkatnya aktifitas
motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pikiran rasional adalah semua gejala panik.
Respon dari panik adalah sebagai berikut: Raspon
meliputiL flight, fight, atau freeze, ketegangan otot sangat
berat, agitasi motorik kasar, pupil dilatasi, tanda-tanda vital
meningkat kemudian menurun, tidak dapat tidur, hormon
stres dan neurotransmitier berkurang, wajah menyeringai,
dan mulut ternganga; Respon kognitif meliputi persepsi
sangat sempit, pikiran tidak logis, terganggu, kepribadian
kacau, tidak dapat menyelesaikan masalah, fokus pada
pikiran sendiri, tidak rasional, sulit memahami stimulus
eksternal, halusinasi, waham dan ilusi mungkin terjadi;
Respon emosional meliputi: merasa terbebani, merasa tidak
mampu, tidak berdaya, lepas kendali, mengamuk, putus asa,
marah, sangat takut, mengharapkan hasil yang buruk, kaget,
takut, dan lelah.

5. Revised Children’s Manifest Anxiety Scale (RCMAS)


RCMAS adalah kuesioner yang ditulis oleh Cecil R.
Reynolds, PhD dan Bert O. Richmond, EdD untuk mengukur
kecemasan pada anak dan remaja dengan rentang usia 6 – 19
tahun. Kuesioner ini sudah tervalidasi dan sering digunakan
baik oleh psikolog sekolah, tenaga medis, maupun peneliti.
Kuesioner ini merupakan kuesioner singkat dengan format
yes or no questions yang terdiri dari 37 pertanyaan dengan
rincian: 28 pertanyaan yang menggambarkan kecemasan dan
9 pertanyaan untuk mendeteksi kebohongan. Pertanyaan yang
menggambarkan kecemasan dapat dikelompokkan menjadi 3
berdasarkan gejala kecemasan yang dialami, yaitu yang
menunjukkan gangguan fisik, over sensitifitas dan
konsentrasi. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner
ini adalah 10 menit. Skoring kecemasan pada kuesioner ini
berdasarkan jumlah jawaban ya pada 28 pertanyaan mengenai
kecemasan, sehingga skornya adalah 0 - 28 poin dan dengan
skor >19 poin maka responden dinyatakan mengalami
kecemasan yang signifikan secara klinis.
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA GANGGUAN MASALAH DENGAN BERDUKA PADA LANSIA

Konsep Berduka
A. Pengertian Berduka
Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respons
emosional yang normal. Berduka merupakan suatu proses untuk
memecahkan masalah dan secara normal berhubungan erat dengan
kematian. Hal ini sangat penting dan menentukan kesehatan jiwa yang baik
bagi individu karena memberi kesempatan individu untuk melakukan
koping dengan kehilangan secara bertahap sehingga dapat menerima
kehilangan sebagai bagian dari kehidupan nyata. Individu sebagai proses
sosial dapat diselesaikan dengan bantuan orang lain.

B. Etiologi Berduka
Penyebab dari berduka antara lain:
1. Kematian keluarga atau orang yang berarti
2. Antisipasi kematian keluarga atau orang yang berarti
3. Kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian tubuh, hubungan
sosial)
Gejala dan tanda mayor subjektif berupa merasa sedih, merasa bersalah
atau menyalahkan orang lain, tidak menerima kehilangan, merasa tidak ada
harapan. Kemudian tanda objektifnya berupa menangis, pola tidur berubah,
dan tidak mampu berkonsentrasi.

C. Rentang Respon Berduka


1. Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi,
dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “ Itu
tidak mungkin”.
2. Fase Marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya,
orang-orang tertentu atau ditujukan kepada dririnya sendiri.
3. Fase Tawar Menawar (bargaining)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya
secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan
memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-
kata “ Kalau saja kejadian ini bisa ditunda maka saya yang akan sering
berdoa”
4. Fase Depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunujukkan sikap antara lain
menarik diri, tidak mau bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien
yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan-ungkapan yang
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga.
5. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran selalu terpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai
berkurang atau hilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan
yang dialaminya, gambaran tentang objek atau irang yang hilang mulai
dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru.

Konsep Asuhan Keperawatan Berduka


A. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka
cita klien : apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan dan diperhatikan
melalui perilaku. Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian
agar mengetahui apa yang mereka rasakan adalah : persepsi yang kuat
tentang kehilangan, dukungan yang adekuat ketika berduka akibat
kehilangan, perilaku koping yang adekuat selama proses.
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun beberapa diagnosa yang berkaitan dengan kondisi berduka dan
kehilangan, antara lain:
a. Isolasi Sosial
b. Gangguan Konsep Diri
c. Defisit Perawatan diri

C. Perencanaan
Tujuan keperawatan agar individu yang mengalami proses berduka
secara normal, melakukan koping terhadap kehilangan secara bertahap dan
menerima kehilangan sebagai bagian dari kehilangan yang nyata dan harus
dilalui.

D. Intervensi Keperawatan Pada Klien Dengan Respon Berduka


1. Prinsip tindakan keperawatan pada tahap penyangkalan adalah
memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaanya
a. Tindakan Keperawatan:
1) Doronglah pasien untuk mengungkapkan perasaan dukanya.
2) Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan,
kehilangan apabila ia sudah siap secara emosional.
3) Dengarkan pasien dengan penuh pengertian dan jangan
menghukum atau menghakimi.
4) Jelaskan kepada pasien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada
orang yang berduka.
5) Beri dukungan kepada pasien secara nonverbal, seperti memegang
tangan, menepuk bahu, merangkul.
6) Jawab pertanyaan pasien dengan bahasa sederhana, jelas dan
singkat.
7) Amati dengan cermat respons pasien selama berbicara.
8) Tingkatkan secara bertahap kesadaran pasien terhadap kenyataan.
2. Prinsip tindakan keperawatan pada tahap marah adalah member dorongan,
member kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya
secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan. Perawat harusmenyadari
bahwa perasaan marah adalah ekspresi dari perasaan frustasi dan
ketidakberdayaan.
a. Tindakan keperawatan :
1) Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihannya (misalnya
marah, menangis)
2) Dengarkan dengan empati, jangan memberi respons yang mencela.
3) Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.
3. Prinsip tindakan keperawatan pada tahap tawar menawar adalah membantu
pasien mengidentifikasikan rasa bersalah dan perasaan takutnya.
a. Tindakan keperawatan:
1) Amati perilaku pasien.
2) Diskusikan bersama pasien mengenai perasaannya.
3) Tingkatkan harga diri pasien.
4) Cegah tindakan merusak diri.
4. Prinsip tindakan keperawatan pada tahap depresi adalah mengidentifikasi
tingkat depresi, risiko merusak diri, dan membantu pasien mengurangi rasa
bersalah.
a. Tindakan Keperawatan:
1) Amati periaku pasien.
2) Diskusikan bersama pasien mengenai perasaanya.
3) Cegah tindakan merusak diri.
4) Hargai perasaan pasien.
5) Bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif yang terkait dengan
kenyataan.
6) Beri kesempatan pada pasien mengungkapkan perasaannya, bila
perlu biarkan ia menangis sambil tetap didampingi.
7) Bahas pikirann yang selalu timbul bersama dengan pasien.
5. Prinsip tindakan perawatan tahap penerimaan adalah membantu pasien
untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan.
a. Tindakan keperawatan:
1) Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur.
E. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang sudah
disusun.

F. Evaluasi
1. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami.
2. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya.
3. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
4. Memanfaatkan faktor pendukung.
5. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
6. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
7. Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional.
8. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
LAPORAN PENDAHULUAN TEORI
KEPUTUSASAAN

A. Definisi Keputusasaan
Keputusasaan merupakan kondisi subjektif seorang individu dalam
memandang keterbatasan atau tidak adanya alternative pribadi serta tidak
mampu memobilisasi energi demi kepentingan sendiri (NANDA, 2018).
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan tahun 2010 dalam Mad Zaini
(2019) keputusasaan merupakan kondisi subjektif seorang individu
melihat tidak ada alternative atau pilihan yang tersedia dan tidak dapat
memobilisasi energi yang dimilikinya. Dapat di simpulkan bahwa keputus
asaan merupakan keputusasaan merupakan kondisi dimana seorang
individu tidak memiliki pilihan lain dalam dirinya dan tidak dapat
mengontrol atau memobilisasi energy nya untuk kepentingan pribadi, yang
membedakan keputusasaan dengan ketidakberdayaan yaitu
ketidakberdayaan muncul ketika seorang individu masih memiliki
motivasi dalam hidupnya dan ia masih bisa melakukan kegiatan nya
sedangkan keputusasaan ia sudah tidak memiliki motivasi dalam hidup
sehingga nanti nya akan timbul perasaan putus asa.

B. Tanda dan gejala (Nanda, 2018)


a) Penurunan pola tidur
b) Penurunan selera makan
c) Isyarat verbal putus asa
d) Kurang kontak mata
e) Mengangkat bahu sebagai respon terhadap orang yang mengajak
berbicara
f) Menjauhi orang yang mengajak berbicara
g) Penurunan respon terhadap stimulus
h) Kehilangan kepercayaan spiritual
i) Kehilangan kepercayaan pada nilai penting
j) Pembatasan aktivitas jangka panjang

C. Penyebab (Zaini,2019)
1. Aspek biologis, riwayat keluarga depresi, status nutrisi seperti
memiliki riwayat anoreksia dan BB kurang atau berlebih, status
kesehatan secara umum yaitu terdapat penyakit kronis,
ketidakseimbangan saraf dan elektrolit, paparan terhadap racon dan
alkohol.
2. Aspek psikologis, gangguan dalam melakukan komunikasi verbal,
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan seperti perpisahan atau
penolakan, gangguan konsep diri dan self kontrol yang kurang.
3. Aspek sosial, tidak sekolah/ putus sekolah, pekerjaan dan pendapatan,
sosial ekonomi yang rendah, belum menikah atau mengalami
kegagalan dalam berumah tangga, spiritual yang kurang dan pernah
ditolak dikelompok sebaya.

D. Rencana keperawatan (Zaini,2019)


a) Mendukung klien untuk berpartisipasi aktif dalam kelompok untuk
memberikan dukungan sosial dan melakukan penyelesaian masalah
b) Menggali faktor yang berkontribusi terhadap perasaan keputusasaan
dengan klien
c) Memberikan penguatan positif, melakukan kontak mata, membuka
diri, penurunan jumlah tidur, melakukan perawatan diri dan
peningkatan nafsu makan
d) Menjadwalkan dengan klien untuk melakukan kegiatan bersama klien
dengan memberikan kesempatan kepada klien untuk menggali
tindakan koping alternative
e) Membantu klien untuk mengidentifikasi area harapan dalam
kehidupan
f) Mendemonstrasikan harapan dan mengenalkan penilaian intrinsikdan
memandang penyakitnya hanya dari sudut pandang individu saha
g) Membantu klien untuk melakukan kegiatan spiritual
h) Mengarahkan untuk mengingat kembali kehidupan atau
mengungkapkan kenangan sesuai dengan kebutuhan
i) Menghindari menutupi kebenaranLibatkan pasien secara aktif

Anda mungkin juga menyukai