KEPERAWATAN JIWA
DI SUSUN OLEH :
SUGIYANTO
Nim. 2202614077P
Dosen Pembimbing :
A. Pengertian
UU No. 20 tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan UU No. 20 tahun
2002 tentang Perlindungan anak dan WHO, menyatakan usia anak adalah
sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. American Academic of
Pediatric tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia
anak yaitu mulai dari fetus (janin) hingga usia 21 tahun. Batas usia anak
tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial,
perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya dan karakteristik
kesehatannya.
Anak adalah bukan miniatur orang dewasa tetapi merupakan individu yang
unik dan mempunyai kebutuhan khusus sesuai dengan tahapan perkembangan
dan pertumbuhan (Ilyas, dkk, 1993 : 3).
Anak adalah seseorang yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah
kawin. Batasan umur ini ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan
usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental
seorang anak dicapai pada umur 21 tahun (Ilyas, dkk, 1993 : 3).
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa
diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilo gram), ukuran panjang (cm,
meter), umur tulang dan keseibangan metabolik (retensi kalium dan nitrogen
tubuh) (Soetjiningsih, 1995 : 1).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill),
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan, sebagai hasil pematangan (Soetjiningsih, 1995 : 1).
a. BB terhadap umur
b. TB terhadap umur
a. BB terhadap TB
b. Lila terhadap TB
Lain-lain, LILA dibandingkan dengan standar/ baku, lipatan kulit, pada trisep,
sub skapular, abdominal dibandingkan dengan baku, kemudian hasil
pengukuran antropometrik dibanding dengan suatu baku tertentu misalnya
baku harvard, NCHS atau baku nasional. (Soetjiningsih, 1995).
1. Bahan informasi menilai keadaan gizi baik yang akut maupun kronis,
tumbuh kembang dan kesehatan.
2. Memonitor keadan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit.
3. Dasar penghitungan dosis obat dan makan yang perlu diberikan (Soetjiningsih,
1995 : 38).
1) Lahir : 3,25 kg
- 4 tahun = 2 x TB lahir
- 6 tahun = 1,5 x TB lahir
- 13 tahun = 3 x TB lahir
- Lahir = 50 cm
a. Keturunan
b. Lingkungan
c. Hormon
F. Karakteristik Usia SD
a. Pertumbuhan Fisik atau Jasmani
Perkembangan fisik atau jasmani anak berbeda antara satu dengan
yang lain, sekalipun anak-anak tersebut memiliki usia yang relatif sama,
bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Perkembangan
pada anak juga dipengaruhi oleh faktor ras sehingga menunjukkan
perbedaan yang menyolok. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan gizi,
lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-
lain.
Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak.
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi
lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang
memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang,
perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik
anak. Anak yang kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita
kegemukan atau kelebihan berat badan yang dapat mengganggu gerak dan
kesehatan anak.
Orang tua harus selalu memperhatikan berbagai macam penyakit
yang sering kali diderita anak, misalnya bertalian dengan kesehatan
penglihatan (mata), gigi, panas, dan lain-lain. Oleh karena itu orang tua
selalu memperhatikan kebutuhan utama anak, antara lain kebutuhan gizi,
kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari.
Pertumbuhan Fisik yang meliputi proporsi tubuh berubah, misalnya
rahang melebar untuk persiapan perkembangan gigi permanen.
Pertumbuhan Tulang pun berubah, untuk formasi tulang yang baik: asupan
zat gizi adekuat (protein, mineral Ca & P, vitamin A, D, dll).
b. Perkembangan Intelektual dan Emosional
Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai
faktor utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan
pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual
tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki
kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam
berkomunikasi dengan teman-temannya.
Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya
perbedaan jenis kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan
orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan perkembangan emosional
tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan bangsa.
Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya
gangguan kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering
kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun
sering kali juga karena adanya tindakan orang tua yang dapat
mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat
dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya.
Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu
menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat
mempengaruhi keseimbangan emosional anak.
Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali
bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan
emosional anak.
Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh
orang tua dan anak, biasanya orang tua berkonsultasi dengan para ahli,
misalnya dokter anak, psikiatri, psikolog dan sebagainya. Dengan
berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat melakukan pembinaan anak
dengan sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang
dapat merugikan bahkan memperlambat perkembangan mental dan
emosional anak.
Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan
ketidakhadiran orang tua, keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan
kekacauan yang sering kali timbul. Sedangkan dari pihak orang tua yang
menyebabkan stres pada anak biasanya kurang perhatian orang tua, sering
kali mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak
disuruh melakukan sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri
dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman
yang bersifat positif selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam
masyarakat.
c. Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap
Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan
juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat
dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak,
mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan memberikan
penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau
berperilaku yang positif. Terdapat bermacam hadiah yang sering kali
diberikan kepada anak, yaitu yang berupa materiil dan non materiil.
Hadiah tersebut diberikan dengan maksud agar pada kemudian hari
anak berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam masyarakat luas.
Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: (a) memiliki nilai pendidikan, (b)
memberikan motivasi kepada anak, (c) memperkuat perilaku dan (d)
memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.
Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah: (a) fungsi
restruktif, (b) fungsi pendidikan, (c) sebagai penguat motivasi. Syarat
pemberian hukuman adalah: (a) segera diberikan, (b) konsisten, (c)
konstruktif, (d) impresional artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak
melainkan kepada perbuatannya, (e) harus disertai alasan, (f) sebagai alat
kontrol diri, (g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.
a. Nautrisi/ gizi
Pemberian nutrisi pada anak harus cukup baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya seperi : protein, lemak, karbohidrat dan mineral serta vitamin
(Ilyas, dkk, 1993 : 10-11).
b. Eliminasi BAB/ BAK
Anak umur 1,5-2 tahun berhenti mengompol pada siang hari. 2,5-3 tahun
berhenti mengompol pada malam hari. Anak perempuan lebih dulu
berhenti mengompol, bila umur 3-4 tahun masih mengompol, dicari
penyebabnya. Toilet training (latian defekasi perlu dimulai penyebabnya
agar evakuasi sisa makanan dilakukan secara teratur yang mempermudah
kelancaran pemberian makanan) (Abdoerrachman, dkk, 1985 : 55).
c. Istirahat dan tidur
Anak yang sudah mulai besar akan berkurang waktu istirahtnya. Karena
kegiatang fisiknya meningkat seperti bermain. Kebutuhan tidur 2 hingga 3
jam tidur siang dan 7 hingga 8 jam pada saat malam hari (Suryanah, 1996 :
80).
Olahraga akan meningkatkan sirkulasi, aktifitas fisiologi dan dimulai perkembangan otot-
otot (Ilyas, dkk, 1993 : 16).
e. Personal Hygiene
Anak mandi 2x sehari, keramas 3x seminggu, ptong kuku 1 kali seminggu,
membersihkan mulut dan gigi.
f. Tanda-tanda Vital Menurut Ilyas, dkk (1995 : 8-9) :
1. Suhu
Nilai normal suh anak rata-rata :
Usia Nilai Suhu (derajat)
3 bulan 37,5 oC
6 bulan 37,5 oC
1 tahun 37,7 oC
3 tahun 37,2 oC
5 tahun 37 oC
7 tahun 36,8 oC
9 tahun 36,7 oC
11 tahun 36,7 oC
13 tahun 36,6 oC
Keterangan :
1. Usia 6 tahun
1. Pengertian
Perkembangan psikososial pada usia kanak – kanak usia 18 bulan – 3
tahun adalah proses perkembangan kemampuan anak untuk
mengembangkan kemandirian dengan cara memberi kebebasan dan
membiarkan anak untuk mempelajari dunianya. Bila anak tidak
difasilitasi untuk kebutuhannya, seperti selalu dilindungi atau
dikendalikan, maka anak akan merasa ragu – ragu, takut, tidak berani,
dan malu untuk melakukan aktivitasnya sehingga anak akan bergantung
pada orang lain. Oleh karena itu orang tua dan pengasuh penting untuk
memahami dan memiliki kemampuan dalam menstimulasi anak untuk
mencapai tugas perkembangannya yaitu kemandirian.
2. Penyebab
Perkembangan psikososial pada usia toddler usia 18 bulan – 3 tahun,
adalah proses perkembangan kemampuan anak untuk mengembangkan
kemandirian dengan cara memberi kebebasan dan membiarkan anak
untuk mempelajari dunianya.
Bila anak tidak difasilitasi untuk kebutuhannya, seperti terlalu
dilindungi atau dikendalikan, maka anak - anak akan merasa ragu-ragu,
takut, tidak berani dan malu untuk melakukan aktifitasnya sehingga
anak akan bergantung pada orang lain. Sebab itu penting bagi orangtua
atau pengasuh untuk memahami dan memiliki kemampuan dan
pengetahuan dalam menstimulasi anak untuk mencapai tugas
perkembangannya yaitu kemandirian.
3. Pohon Masalah
kemandirian
4. Askep
a. Pengkajian
1) Bergaul dan mandiri :
Mengenal dan mengakui namanya
Sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
Banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya
(api, air, ketinggian, warna dan bentuk benda)
Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau
diperintah misalnya minum sendiri, makan sendiri,
berpakaian sendiri.
Bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain
diluar keluarganya.
Hanya sebentar mau berpisah dengan orangtua.
Menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
Mampu menyatakan akan buar air besar dan buang air
kecil
2) Motorik kasar
Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama paling
sedikit 2 hitungan
3) Motorik halus
Mampu membuat garis lurus
4) Berbicara, berbahasa dan kecerdasan
Mampu menyatakan keinginan paling sedikit dengan 2 kata.
b. Analisa Data
1) Data Subjektif :
Klien mengenal dan mengakui namanya
Klien sering mengatakan : “jangan/tidak/nggak”
Klien banyak bertanya tentang hal/benda yang asing
baginya (api, air, ketinggian, warna dan bentuk benda)
Klien mampu menyatakan akan buang air besar dan buang
air kecil
2) Data Objektif :
Klien mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau
diperintah
misalnya minum sendiri, makan sendiri, berpakaian
sendiri.
Klien mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
Klien mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain
diluar keluarganya.
Klien mau berpisah dengan orangtua hanya sebentar
Klien menunjukkan rasa suka dan tidak suka.
Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan
keluarga
Klien suka membantah dan tidak menurut perintah
c. Masalah Keperawatan
Potensial mengembangkan kemandirian
d. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan :
Untuk anak
1) Mengembangkan rasa kemandirian dalam melakukan
kegiatan sehari – hari
2) Bekerjasama dan memperlihatkan kelebihan diri diantara
orang lain.
b. Tujuan
Untuk keluarga
1) Menjelaskan perilaku yang menggambarkan perkembangan
psikososial
2) Menjelaskan cara menstimulasi perkembangan anaknya
(kemandirian)
3) Mendemonstrasikan dan melatih cara memfasilitasi
perkembangan kemandirian anak
4) Merencanakan tindakan untuk menstimulasi perkembangan
kemandirian anaknya.
1.Definisi
2.Etiologi
Terdapat tiga teori psikologi tentang penyebab kecemasan
yaitu:
1. Teori psikoanalitik
Sigmund Freud mendefinisikan kecemasan sebagai tanda
adanya bahaya yang tidak disadari. Kecemasan dipandang
sebagai hasil konflik psikis antara keinginan yang agresif atau
dorongan seksual yang tidak disadari dengan ancaman yang
datang secara bersamaan dari superego atau kenyataan eksternal.
Sebagai respon terhadap sinyal ini, ego menciptakan mekanisme
pertahan untuk mencegah pikiran atau perasaan yang tidak dapat
diterima keluar ke alam sadar.
2. Teori perilaku
Teori ini mengemukakan bahwa kecemasan merupakan respon
yang dikondisikan sesuai dengan adanya stimulus yang spesifik
dari lingkungan. Individu menerima stimulus tertentu sebagai
stimulus yang tidak disukai, sehingga menimbulkan kecemasan.
Setelah terjadi berulang-ulang akhirnya menjadi kebiasaan
untuk menghindari stimulus tersebut.
3. Teori eksistensi
Teori ini memberikan model-model dari kecemasan
menyeluruh, di mana tidak ada stimulus yang dapat
diidentifikasi untuk perasaan cemas yang bersifat kronik.
Konsep inti dari teori ini adalah bahwa orang mengalami
perasaan hidup dalam dunia yang tanpa tujuan. Kecemasan
merupakan respon terhadap persepsi kehampaan tersebut.
6) Konflik interpersonal
1.Gangguan Prestasi
Kecemasan pada remaja di sekolah merupakan hal
umum yang sering dihadapi, namun bagi beberapa di
antara mereka hal ini dapat sangat menghambat
pembelajaran atau kinerja, khususnya dalam ujian.
Sumber utama kecemasan di sekolah adalah ketakutan
gagal dan kehilangan harga diri. Remaja yang cemas
akan mengalami kesulitan dalam belajar, menggunakan
atau mengalihkan pengetahuan yang mereka miliki, dan
dalam mengerjakan ujian.
2.Gangguan Perilaku
Gangguan perilaku di lingkungan sekolah akan
tampak dalam berbagai bentuk perilaku yang
menyimpang dari tata tertib sekolah, seperti:
membolos, merokok, berkelahi, minum-minuman
keras, membuat keributan, melawan guru, merusak
harta-benda, melakukan pemerasan, dan sebagainya.
Perilaku ini dapat timbul karena siswa merasa frustasi
atau bosan di sekolah, ingin mencari perhatian guru
atau teman sebayanya, dan pembebasan atau pelarian
dari keadaan atau kegiatan yang tidak menyenangkan.
Kenakalan yang lebih serius jauh lebih sering
didapatkan pada kalangan siswa miskin, dan memiliki
hubungan keluarga yang buruk.
4. Tingkat
Videbeck membagi kecemasan menjadi empat tingkatan yaitu:
1) Kecemasan ringan
Kecemasan ringan merupakan perasaan bahwa ada
sesuatu yang berbeda dari kesehariannya dan membutuhkan
perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan dan
melindungi diri sendiri. Respon dari kecemasan ringan
adalah sebagai berikut: Respon fisik meliputi: ketegangan
otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit
gelisah, dan penuh perhatian; Respon kognitif meliputi:
lapang persepsi luas, terlihat tenang, percaya diri, perasaan
gagal sedikit, waspada dan memperhatikan banyak hal,
mempertimbangkan informasi, serta tingkat pembelajaran
optimal; Respon emosional meliputi: perilaku otomatis,
sedikit tidak sadar, aktivitas menyendiri, terstimulasi, dan
tenang.
2) Kecemasan sedang
Kecemasan sedang merupakan perasaan yang
mengganggu memungkinkan individu berfokus pada hal
yang penting dan mempersempit lapang persepsinya.
Respon dari kecemasan sedang adalah sebagai berikut:
Respon fisik meliputi: ketegangan otot sedang, tanda-tanda
vital meningkat, pupil dilatasi, mulai berkeringat, sering
mondar-mandir, memukul tangan, suara berubah (bergetar
dan nada suara tinggi), kewaspadaan dan ketegangan
menigkat, sering berkemih, sakit kepala, pola tidur
berubah, serta nyeri punggung; Respon kognitif meliputi:
lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif,
fokus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian
menurun, penyelesaian masalah menurun, dan
pembelajaran terjadi dengan memfokuskan; Respon
emosional meliputi: tidak nyaman, mudah tersinggung,
kepercayaan diri goyah, dan tidak sabar.
3) Kecemasan berat
Kecemasan berat ditandai dengan lapang pandang yang
berkurang. Individu cenderung berfokus pada sesuatu
yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain.
Semua perilaku diarahkan pada pengurangan kecemasan dan
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
Pada tahap ini individu mulai merasakan keccemasan sebagai
suatu ancaman terhadap dirinya. Respon dari kecemasan
berat adalah sebagai berikut: Respon fisik meliputi:
ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata buruk,
pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat, nada suara
tinggi, tindakan tanpa tujuan dan serampangan, rahang
menegang, mengertakan gigi, mondar-mandir, berteriak,
meremas tangan, dan gemetar; Respon kognitif meliputi:
lapang persepsi terbatas, proses berpikir terpecah-pecah, sulit
berpikir, penyelesaian masalah buruk, tidak mampu
mempertimbangkan informasi, hanya memerhatikan
ancaman, preokupasi dengan pikiran sendiri, egosentris;
Respon emosional meliputi: sangat cemas, agitasi, takut,
bingung, merasa tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan,
dan ingin bebas.
4) Panik
Konsep Berduka
A. Pengertian Berduka
Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respons
emosional yang normal. Berduka merupakan suatu proses untuk
memecahkan masalah dan secara normal berhubungan erat dengan
kematian. Hal ini sangat penting dan menentukan kesehatan jiwa yang baik
bagi individu karena memberi kesempatan individu untuk melakukan
koping dengan kehilangan secara bertahap sehingga dapat menerima
kehilangan sebagai bagian dari kehidupan nyata. Individu sebagai proses
sosial dapat diselesaikan dengan bantuan orang lain.
B. Etiologi Berduka
Penyebab dari berduka antara lain:
1. Kematian keluarga atau orang yang berarti
2. Antisipasi kematian keluarga atau orang yang berarti
3. Kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian tubuh, hubungan
sosial)
Gejala dan tanda mayor subjektif berupa merasa sedih, merasa bersalah
atau menyalahkan orang lain, tidak menerima kehilangan, merasa tidak ada
harapan. Kemudian tanda objektifnya berupa menangis, pola tidur berubah,
dan tidak mampu berkonsentrasi.
C. Perencanaan
Tujuan keperawatan agar individu yang mengalami proses berduka
secara normal, melakukan koping terhadap kehilangan secara bertahap dan
menerima kehilangan sebagai bagian dari kehilangan yang nyata dan harus
dilalui.
F. Evaluasi
1. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami.
2. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya.
3. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
4. Memanfaatkan faktor pendukung.
5. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
6. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
7. Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional.
8. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
LAPORAN PENDAHULUAN TEORI
KEPUTUSASAAN
A. Definisi Keputusasaan
Keputusasaan merupakan kondisi subjektif seorang individu dalam
memandang keterbatasan atau tidak adanya alternative pribadi serta tidak
mampu memobilisasi energi demi kepentingan sendiri (NANDA, 2018).
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan tahun 2010 dalam Mad Zaini
(2019) keputusasaan merupakan kondisi subjektif seorang individu
melihat tidak ada alternative atau pilihan yang tersedia dan tidak dapat
memobilisasi energi yang dimilikinya. Dapat di simpulkan bahwa keputus
asaan merupakan keputusasaan merupakan kondisi dimana seorang
individu tidak memiliki pilihan lain dalam dirinya dan tidak dapat
mengontrol atau memobilisasi energy nya untuk kepentingan pribadi, yang
membedakan keputusasaan dengan ketidakberdayaan yaitu
ketidakberdayaan muncul ketika seorang individu masih memiliki
motivasi dalam hidupnya dan ia masih bisa melakukan kegiatan nya
sedangkan keputusasaan ia sudah tidak memiliki motivasi dalam hidup
sehingga nanti nya akan timbul perasaan putus asa.
C. Penyebab (Zaini,2019)
1. Aspek biologis, riwayat keluarga depresi, status nutrisi seperti
memiliki riwayat anoreksia dan BB kurang atau berlebih, status
kesehatan secara umum yaitu terdapat penyakit kronis,
ketidakseimbangan saraf dan elektrolit, paparan terhadap racon dan
alkohol.
2. Aspek psikologis, gangguan dalam melakukan komunikasi verbal,
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan seperti perpisahan atau
penolakan, gangguan konsep diri dan self kontrol yang kurang.
3. Aspek sosial, tidak sekolah/ putus sekolah, pekerjaan dan pendapatan,
sosial ekonomi yang rendah, belum menikah atau mengalami
kegagalan dalam berumah tangga, spiritual yang kurang dan pernah
ditolak dikelompok sebaya.