PENDAHULUAN
Anak Balita sebagai masa emas atau "golden age" yaitu insan manusia yang berusia 0-6
tahun (UU No. 20 Tahun 2003), meskipun sebagian pakar menyebut anak balita adalah anak
dalam rentang usia 0-8 tahun.
Kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat
unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus
dan motorik kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan
spiritual), sosio-emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang
khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang sedang dilalui oleh anak
tersebut.
Secara psikologis, rentang usia tersebut dibagi dalam 3 tahapan yaitu masa sebelum lahir,
masa bayi dan masa awal kanak-kanak. Pada ketiga tahapan tersebut banyak terjadi
perubahan yang mencolok, baik fisik maupun psikologis, karena tekanan budaya dan harapan
untuk menguasai tugas-tugas perkembangan tertentu, yang akan mempengaruhi tumbuh
kembang anak. Pembagian menurut tahapan tersebut sangat tergantung pada faktor sosial,
yaitu tuntutan dan harapan untuk menguasai proses perkembangan yang harus dilampaui
anak dari lingkungannya.
Pada setiap tahap perkembangan, terdapat beberapa aspek fisik dan psikologis yang
terjadi, misalnya pada masa bayi secara umum menunjukkan bahwa anak sangat tergantung
pada orang dewasa, sedangkan saat anak memasuki awal masa kanak-kanak, ketergantungan
mulai berkurang dan ada harapan serta perlakuan tertentu dari kelompok sosial serta mulai
tumbuh kemandirian, yang akan berakhir saat anak mulai masuk sekolah dasar.
Perkembangan pada setiap aspek memiliki tingkat dan kecepatan yang berbeda-beda baik,
tergantung dari faktor individu maupun lingkungan yang menstimulirnya. Seluruh
perkembangan ini akan dilampaui anak dan setiap aspek perkembangannya tidak berdiri
sendiri melainkan saling terkait satu sama lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka tumbuh kembang anak serta kemampuan mereka dapat
diidentifikasi lebih awal, yang selanjutnya dapat dikembangkan. Berbekal pemahaman
tentang perkembangan anak balita maka orang tua atau orang dewasa lainnya dapat
mengetahui titik terpenting untuk pengembangannya, dengan menitik beratkan pada masa
belajar anak. Dengan demikian pertumbuhan dan perkembangan anak balita tersebut perlu
diarahkan pada peletakan dasar-dasar yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik,
daya pikir, daya cipta, sosio-emosional, bahasa, komunikasi yang seimbang sebagai dasar
pembentukan pribadi.
BAB II
TINJAUAN PUATAKA
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular
dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak
usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih
tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang
air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun
kemampuan lain masih terbatas.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.
Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan
masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut
golden age atau masa keemasan.
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1–3 tahun (batita)
dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif,
artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa
batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang
relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang
mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh
karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering
Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih
makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau
bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada
masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan
“tidak” terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami
penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan
terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative lebih banyak
mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki (BPS, 1999)
Dalam proses tumbuh kembang, anak memiliki kebutuhan yang harus terpenuhi,
kebutuhan tersebut yakni ; a. Kebutuhan akan gizi11 (asuh); b. Kebutuhan emosi dan kasih
sayang (asih); dan c. Kebutuhan stimulasi dini (asah) (PN.Evelin dan Djamaludin. N. 2010).
a. Pemenuhan kebutuhan gizi (asuh).
Usia balita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang anak yang
merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia ini, perkembangan kemampuan
berbahasa, berkreativitas, kesadaran social, emosional dan inteligensi anak berjalan
sangat cepat. Pemenuhan kebutuhan gizi dalam rangka menopang tumbuh kembang fisik
dan biologis balita perlu diberikan secara tepat dan berimbang. Tepat berarti makanan
yang diberikan mengandung zatzat gizi yang sesuai kebutuhannya, berdasarkan tingkat
usia. Berimbang berarti komposisi zat-zat gizinya menunjang proses tumbuh kembang
sesuai usianya. Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi secara baik, perkembangan otaknya
akan berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya pun akan berkembang sebagai dampak
perkembangan bagian otak yang mengatur sistem sensorik dan motoriknya. Pemenuhan
kebutuhan fisik atau biologis yang baik, akan berdampak pada sistem imunitas tubuhnya
sehingga daya tahan tubuhnya akan terjaga dengan baik dan tidak mudah terserang
penyakit
b. Menunjang proses
Tumbuh kembang sesuai usianya. Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi secara
baik, perkembangan otaknya akan berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya pun akan
berkembang sebagai dampak perkembangan bagian otak yang mengatur sistem sensorik
dan motoriknya. Pemenuhan kebutuhan fisik atau biologis yang baik, akan berdampak
pada sistem imunitas tubuhnya sehingga daya tahan tubuhnya akan terjaga dengan baik
dan tidak mudah terserang penyakit
c. Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini (asah).
Stimulasi dini merupakan kegiatan orangtua memberikan rangsangan tertentu
pada anak sedini mungkin. Bahkan hal ini dianjurkan ketika anak masih dalam
kandungan dengan tujuan agar tumbuh kembang anak dapat berjalan dengan
optimal.Stimulasi dini meliputi kegiatan merangsang melalui sentuhansentuhan lembut
secara bervariasi dan berkelanjutan, kegiatan mengajari anak berkomunikasi, mengenal
objek warna, mengenal huruf dan angka. Selain itu, stimulasi dini dapat mendorong
munculnya pikiran dan emosi positif, kemandirian, kreativitas dan lain-lain. Pemenuhan
kebutuhan stimulasi dini secara baik dan benar dapat merangsang kecerdasan majemuk
(multiple intelligences) anak. Kecerdasan majemuk ini meliputi, kecerdasan linguistic,
kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik. kecerdasan
musical, kecerdasan intrapribadi (intrapersonal), kecerdasan interpersonal, dan
kecerdasan naturalis.
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan
dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai
data yang terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah
keperawatan atau tindakan keperawatan.
Pada masa awal, seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara
yang didengarnya. Sebenarnya tidak hanya itu, sejak lahir ia sudah belajar mengamati dan
mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak tertentu.
Meskipun masih bayi, seorang anak akan mampu memahami dan merasakan adanya
komunikasi dua arah dengan memberikan respon lewat gerak tubuh dan suara. Sejak dua
minggu pertama, ia sudah mulai terlibat dengan percakapan, dan pada minggu ke-6 ia akan
mengenali suara sang ibu, dan pada usia 8 minggu, ia mulai mampu memberikan respon
terhadap suara yang dikenalinya.
2. Usia 8 – 24 Minggu
Tidak lama setelah seorang bayi tersenyum, ia mulai belajar mengekspresikan dirinya
melalui suara-suara yang sangat lucu dan sederhana, seperti ‘eh’, ‘ah’, ‘uh’, ‘oh’ dan tidak
lama kemudian ia akan mulai mengucapkan konsonan seperti ‘m’, ‘p’, ‘b’, ‘j’ dan ‘k’. Pada
usia 12 minggu, seorang bayi sudah mulai terlibat pada percakapan “tunggal” dengan
menyuarakan ‘gaga’, ‘ah goo’, dan pada usia 16 minggu, ia makin mampu mengeluarkan
suara seperti tertawa atau teriakan riang, dan bublling. Pada usia 24 minggu, seorang bayi
akan mulai bisa menyuarakan ‘ma’, ‘ka’, ‘da’ dan sejenisnya. Sebenarnya banyak tanda-tanda
yang menunjukkan bahwa seorang anak sudah mulai memahami apa yang orang tuanya atau
orang lain katakan. Lucunya, anak-anak itu akan bermain dengan suaranya sendiri dan terus
mengulang apa yang didengar dari suaranya sendiri.
Pada usia setahun, seorang anak akan mampu mengucapkan dua atau tiga patah kata
yang punya makna. Sebenarnya, ia juga sudah mampu memahami sebuah obyek sederhana
yang diperlihatkan padanya. Pada usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru
kata yang sederhana dan sering didengarnya untuk kemudian mengekspresikannya pada
porsi/ situasi yang tepat. Usia 18 bulan, ia sudah mampu menunjuk obyek-obyek yang
dilihatnya di buku dan dijumpainya setiap hari. Selain itu ia juga mampu menghasilkan
kurang lebih 10 kata yang bermakna.
Pada rentang usia ini, kemampuan bicara anak semakin tinggi dan kompleks.
Perbendaharaan katanya pun bisa mencapai 30 kata dan mulai sering mengutarakan
pertanyaan sederhana, seperti ‘mana ?’, ‘dimana?’ dan memberikan jawaban singkat, seperti
‘tidak’, ‘disana’, ‘disitu’, ‘mau’. Pada usia ini mereka juga mulai menggunakan kata-kata
yang menunjukkan kepemilikan, seperti ‘punya ani’, ‘punyaku’. Bagaimana pun juga,
sebuah percakapan melibatkan komunikasi dua belah pihak, sehingga anak juga akan belajar
merespon setelah mendapatkan stimulus. Semakin hari ia semakin luwes dalam
menggunakan kata-kata dan bahasa sesuai dengan situasi yang sedang dihadapinya dan
mengutarakan kebutuhannya. Namun perlu diingat, oleh karena perkembangan koordinasi
motoriknya juga belum terlalu sempurna, maka kata-kata yang diucapkannya masih sering
kabur, misalnya ‘balon’ jadi ‘aon’, ‘roti’ jadi ‘oti’.
Seorang anak mulai menguasai 200 – 300 kata dan senang bicara sendiri (monolog).
Sekali waktu ia akan memperhatikan kata-kata yang baru didengarnya untuk dipelajari secara
diam-diam. Mereka mulai mendengarkan pesan-pesan yang penuh makna, yang memerlukan
perhatian dengan penuh minat dan perhatian. Perhatian mereka juga semakin luas dan
semakin bervariasi. Mereka juga semakin lancar dalam bercakap-cakap, meski
pengucapannya juga belum sempurna. Anak seusia ini juga semakin tertarik mendengarkan
cerita yang lebih panjang dan kompleks. Jika diajak bercakap-cakap, mudah bagi mereka
untuk loncat dari satu topik pembicaraan ke yang lainnya. Selain itu, mereka sudah mampu
menggunakan kata sambung “sama”, misalnya “ani pergi ke pasar sama ibu”, untuk
menggambarkan dan menyambung dua situasi yang berbeda. Pada usia ini mereka juga bisa
menggunakan kata “aku”, “saya”, “kamu” dengan baik dan benar. Dengan banyaknya kata-
kata yang mereka pahami, mereka semakin mengerti perbedaan antara yang terjadi di masa
lalu, masa kini dan masa sekarang.
7. Usia 3 – 4 Tahun
Anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang bersifat perintah; hal ini juga
menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat dalam menggunakan kata-kata dan
menguasai keadaan. Mereka senang sekali mengenali kata-kata baru dan terus berlatih untuk
menguasainya. Mereka menyadari, bahwa dengan kata-kata mereka bisa mengendalikan
situasi seperti yang diinginkannya, bisa mempengaruhi orang lain, bisa mengajak teman-
temannya atau ibunya. Mereka juga mulai mengenali konsep-konsep tentang kemungkinan,
kesempatan, dengan “andaikan”, “mungkin”, “misalnya”, “kalau”. Perbendaharaan katanya
makin banyak dan bervariasi seiring dengan peningkatan penggunaan kalimat yang utuh.
Anak-anak itu juga makin sering bertanya sebagai ungkapan rasa keingintahuan mereka,
seperti “kenapa dia Ma?”, “sedang apa dia Ma?”, “mau ke mana?”
Dalam berhubungan dengan balita perawat akan menemui beberapa hambatan dalam
proses komunikasi tersebut hal ini meliputi :
Ruang anak, RS kasih bunda, terlihat ayah dan ibu, N, menyuapi n dengan Makanan yang dibeli
diluar.
Ayah N : Bu, ini saya bawakan makanan untuk anak kita, segera kamu suapkan.
Ibu N : Baik yah, mana makanannya (dibuka bungkusan,yang ternyata berisi nasi goreng).
Yaampun yah ini kan makanan kesukaan anak kita.
Ayah N : Iya dong bu, anak kita biar secepatnya sembuh.
Ibu N : Baik lah yah, ibu akan menyuapi anak kita terlebih dahulu.
Ayah N : Iya bu.
Belum selesai makan , perawat datang memberikan resep untuk ditebus oleh kedua orang tua
balita N
Perawat : Ibu itu makanan yang dari RS kok tidak dimakan, malah membeli makanan diluar ?
Ibu N : Iya sus ! ini makanan yang dibelikan suami saya.
Perawat : ( Mendekat ke ibu N , dan melihat makanan apa yang diberikan pada balita N, perawat
terkejut pada balita itu adalah nasi goreng ). Ya ampun bu !! N kan belum cukup umur untuk
memakan nasi goreng.
Ibu N : Tapi itukan makanan kesukaan anak saya, lagian makanan yang disediakan RS juga
pantangan bagi keluarga saya.
Perawat : ibu makanan di rumah sakit itu baik untuk anak ibu.
Ibu : (Ibu tetap mengeyel dan mertua ibu mertua N datang)
Mertua ibu N : Ini ada apa yaa kok ribut-ribut?
Ibu N : Ini loh uti N kan makanan kesukaannya nasi goreng tapi sama perawat gak dibolehin.
Nanti kalau N makan-makanan rumah sakit N pasti tidak mau.
Perawat : Begini loh bu.. saya jelaskan N masih balita dan diarenya juga belum sembuh,
sebaiknya jangan diberi makan nasi goreng. Karena itu termasuk makanan makanan yang kasar
terhadap lambung, saus nya juga tidak baik dan nasi yang sudah dimasak dua kali itu tidak sehat.
Dan takutnya diare balita N juga tidak sembuh-sembuh. Menurut ahli gizi sebaiknya
mengkonsumsi makanan yang lembut agar mudah dicerna oleh lambung anak ibu dan
mengkonsumsi oralit untuk mencegah terjadinya dehidrasi karena diare tersebut.
Mertua Ibu N : Itu dengerin, lebih baik kamu nurut apa kata perawat supaya anak kamu kamu
cepet sembuh.
Ibu N : Iya sus, Iya uti, baik saya akan menuruti apa larangan dan perintah yang diarahkan oleh
staf rumah sakit.
Keesokan harinya penyakit balita N semakin parah dan disertai sesak nafas
Ibu N : Yah bagaimana anak kita kok semakin parah ditambah sesak nafas
Ayah N : Iya bu sebentar ayah panggilkan perawat dulu. (Ayah N keluar untuk memanggil
perawat)
Ayah N : Assalamu’alaikum permisi anak saya diruang flamboyan nomor 3 mengalami sesak
nafas tolong segera diperiksa yaa sus
Perawat : Iya pak sebentar saya akan kesana
Perawat : (mengetuk pintu lalu perawat pun masuk) Permisi saya akan memeriksa balita N
Ibu N : Iya sus
Perawat : Begini bapak, ibu. Anak ibu mengalami sesak nafas yang begitu berat tunggu sebentar
yaa saya akan memanggil dokter.
Dokter : Selamat siang saya akan memeriksa balita N (Dokter pun memeriksa keadaan balita N).
Sus segera siapkan dan pasangkan oksigen untuk balita N
Perawat : Iya dok segera saya siapkan dan pasangkan.
Dokter : Sus, tolong pantau selalu keadaan balita N. Dikawatirkan nanti ada susulan sesak napas
mendadak lagi.
Perawat : iya dok akan saya pantau terus keadaan balita N.
Ayah N dan Ibu N : Terimakasih dokter, suster yang sudah memeriksa keadaan anak saya.
Dokter dan perawat : Iya saya permisi dahulu ya pak, ibuk.