KARDIOVASKULER LANSIA
DISUSUN OLEH :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Gangguan
Fungsi Kardiovaskuler Lansia”
Makalah ini telah kami susun denga maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
PENYUSUN
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I LATAR BELAKANG.....................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Tujuan................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................................3
A. Konsep Menua...................................................................................................3
1. Teori - Teori Penuaan dan Proses Menua......................................................4
B. Penurunan Fungsi Fisiologis Sistem Kardiovaskuler......................................12
1. Perubahan Sistem Kardiovaskuler...............................................................13
2. Perubahan Fisiologis Kardiovaskuler..........................................................15
C. Masalah Kesehatan Sistem Kardiovaskuler Pada Lansia................................17
1. Arterosklerosis.............................................................................................17
2. Penyakit Katup Jantung...............................................................................17
3. Gagal Jantung Kongestif..............................................................................18
4. Distritmia.....................................................................................................19
5. Penyakit Vaskuler Perifer............................................................................19
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................20
A. Pengkajian.......................................................................................................20
1. Jantung.........................................................................................................20
2. Pembuluh Darah..........................................................................................24
B. Diagnosa Keperawatan....................................................................................24
1. Nyeri akut...................................................................................................24
2. Intoleransi aktivitas....................................................................................24
3. Kecemasan.................................................................................................24
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung...................................................24
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan................................................24
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan...................................................24
7. Kurang pengetahuan..................................................................................24
C. Intervensi.........................................................................................................24
1. Nyeri akut....................................................................................................24
ii
2. Intoleransi aktivitas......................................................................................25
3. Kecemasan...................................................................................................25
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung.....................................................25
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan..................................................25
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan.....................................................26
7. Kurang pengetahuan....................................................................................26
BAB IV PENUTUP...................................................................................................27
A. Kesimpulan......................................................................................................27
B. Saran................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................28
iii
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Penuaan adalah sebuah proses yang pasti dialami semua orang,hal ini
berartiperubahan pada fisiologi dan anatomi jantung juga akan terjadi pada
semua orang. Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi
tubuh pun makin menurun. Usia lanjut adalah usia yang sangat renta terhadap
berbagai penyakit. Pada umumnya yang mendasari penyakit disaat lanjut
usia adalah akibat dari sisa penyakit yang pernah diderita di usia muda,
penyakit karena akibat kebiasaan dimasa lalu (seperti: merokok, minum
alkohol dan sebagainya) dan juga penyakit tertentu yang mudah sekali
menyerang saat usia lanjut. Tak heran bila pada usia lanjut,semakin banyak
keluhan yang dilontarkan karena tubuh tak lagi mau bekerja sama dengan
baik seperti kala muda dulu.
Penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular pada lansia mempunyai
penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih. Untuk itu kita
harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep faktor risiko dan penyakit
degeneratif. Faktor risiko adalah suatu kebiasaan,kelainan dan faktor lain
yang bila ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut
secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu.
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan
selalu berhubungan dengan satu faktor risiko atau lebih,di mana faktor-faktor
risiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu. Penyakit
degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif
lain. Misalnya: penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko
stroke.
Inilah yang menyebabkan pembahasan mengenai penyakit jantung pada
lansia dapat berkembang sangat luas,yaitu karena adanya keterkaitan yang
sangat erat antara penyakit yang satu dengan penyakit yang lain.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep menua kardiovaskuler pada lansia
1
2. Untuk mengetahui penurunan fungsi fisiologis kardiovaskuler pada lansia
3. Untuk mengetahui masalah kesehatan kardiovaskuler pada lansia
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gangguan fungsi kardiovaskuler
pada lansia
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Menua
Penuaan (ageing) merupakan suatu konsekuensi (proses alamiah) yang tidak
dapat dihindarkan dan pasti terjadi pada setiap manusia. Tidak seorangpun
yang dapat menghentikan proses penuaan. Siklus ini ditandai dengan tahap-
tahap mulai menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena setelah
mencapai dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat
berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses penuaan.
Penuaan merupakan suatu proses multidimensional, yang tidak hanya terkait
dengan faktor jasmani, tapi juga psikologis dan sosial. Penuaan itu sendiri
adalah suatu proses alamiah kompleks yang melibatkan setiap molekul, sel
dan organ dalam tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau
tahap hidup manusia yaitu: bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia.
Orang mati bukan karena lanjut usia tetapi karena suatu penyakit, atau juga
suatu kecacatan.Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan berkurangnya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar
tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai
penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia
dewasa. Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan
saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya
tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai
menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda,
baik dalam hal pencapaian puncak maupun menurunnya.
3
1. Teori - Teori Penuaan dan Proses Menua
a. Teori Penuaan
Teori Program
Teori program menekankan prinsip bahwa di dalam tubuh manusia
terdapat suatu jam biologis, mulai dari proses janin sampai pada
kematian dalam suatu model yang memiliki program yang sudah
“tercetak”. Peristiwa ini terprogram mulai dari tingkat sel sampai embrio,
janin, masa bayi dan anak-anak, remaja, dewasa menjadi tua dan
akhirnya meninggal. Teori Program meliputi pembatasan replikasi sel,
proses imun, dan mekanisme neuroendokrin dari penuaan. Pada suatu
penelitian laboratorium diketahui bahwa sel normal memiliki kapasitas
yang terbatas untuk melakukan pembelahan yang terus menerus, hal
inilah yang terjadi pada sel-sel tubuh orang dewasa yang akhirnya
menjadi tua dan lemah, teori ini menjadi dasar dari teori pembatasan
replikasi sel. Mekanisme neuroendokrin mengatakan bahwa ketika
manusia menjadi tua, tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih
sedikit akibatnya fungsi tubuh terganggu dan muncul berbagai keluhan.
4
tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lain akan menurun
fungsinya karena toksin di dalam makanan dan lingkungan yang kita
terima setiap hari, selain itu juga akibat dari konsu msi lemak, gula,
kafein, nikotin, alkohol yang berlebihan. Dan yang tidak kalah penting
adalah akibar dari paparan sinar matahari serta stress fisik dan psikis.
Yang harus diingat adalah bahwa kerusakan ini tidak terbatas pada
organ, melainkan juga terjadi pada tingkat sel.
5
Teori “Genetik Clock”
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik
untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai
didalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah
diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila
tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita
berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa
disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal. Konsep genetik clock didukung oleh
kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan
mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan
harapan hidup yang nyata. (misalnya manusia; 116 tahun,
beruang; 47 tahun, kucing 40 tahun, anjing 27 tahun, sapi
20 tahun). Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar
jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan
pangaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan
tertentu. Usia harapan hidup tertinggi di dunia terdapat di
Jepang yaitu pria 76 tahun dan wanita 82 tahun .
Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam
tingkat seluler, mengenai hal ini Hayflck (1980)
melakukan penelitian melalaui kultur sel ini vitro yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kamampuan
membelah sel dalam kultur dengan umur spesies. Untuk
membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut
nukleus atau sitoplasma, maka dilakukan trasplantasi
silang dari nukleus. Dari hasil penelitian tersebut jelas
bahwa nukleuslah yang menentukan jumla replikasi,
kemudian menua, dan mati, bukan sitoplasmanya.
6
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan
elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini
dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen perotein dalam jaringan tersebut. Pada lansia
beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada
kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktrur yang
berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak
kolagen pada kartilago dan elastin pada klulit yang
kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal,
seiring dengan bertambahnya usia. (Tortora &
anagnostakos, 1990) hal ini dapat lebih mudah
dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang
kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga
terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem
muskuloskeletal.
Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel
didalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen
yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi,
tanpa mekanisme pertahan diri tertentu.
Ketidak mampuan mempertahankan diri dari toksik
tersebut membuat struktur membran sel mangalami
perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik.
(Tortora & anagnostakos, 1990)
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi
sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang
juga mengontrol proses pengambilan nutrien dengan
proses ekskresi zat toksik didalam tubuh. Fungsi
komponen protein pada membran sel yang sangat penting
bagi proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membran
tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah
adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang
mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan
7
organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
kerusakan sistem tubuh.
Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada
masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran
kamampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan
khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam proses penuaan.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca
translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kamampuan
sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya
kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan
dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel
yang megalami perubahan tersebut sebagi sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar
terjadinya peristiwa autoimun .
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang
luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek
menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas
pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan
ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi bermacam-
macam pada orang lanjut usia.
Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya
mengalami penurunan pada proses menua, daya
serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga
sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang
menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan
meningkatnya umur .
Teori atau kombinasi teori apapun untuk penuaan biologis
dan hasil akhir penuaan, dalam pengertian biologis yang
murni adalah benar. Terdapat perubahan yang progresif
dalam kemampuan tubuh untuk merespons secara adaptif
(homeostatis), untuk beradaptasi terhadap stres biologis.
8
Macam-macam stres dapat mencakup dehidrasi,
hipotermi, dan proses penyakit. (kronik dan akut)
Teori Psikologis
Teori Pelepasan
Teori pelepasan memberikan pandangan bahwa
penyesuaian diri lansia merupakan suatu proses yang
secara berangsur-angsur sengaja dilakukan oleh mereka,
untuk melepaskan diri dari masyarakat.
Teori Aktivitas
Teori aktivitas berpandangan bahwa walaupun lansia pasti
terbebas dari aktivitas, tetapi mereka secara bertahap
mengisi waktu luangnya dengan melakukan aktivitas lain
sebagai kompensasi dan penyesuaian.
9
yang berubah warna dari emas kemerahan menjadi biru kehijauan.
Produksi radikal bebas ini dapat meningkat jumlahnya apabila kita
sering terpapar oleh sinar matahari, merokok, polusi udara dan
mengkonsumsi makanan yang rendah nilai gizinya. Produksi radikal
bebas yang semakin meningkat dalam tubuh kita memberi kontribusi
yang besar terhadap terjadinya proses penuaan berbagai organ tubuh.
Stress juga berperan besar pada semakin cepatnya proses penuaan
terjadi. Stress dalam hal ini tidak hanya terkait dengan psikologis
tetapi juga jasmani. Apabila tubuh kita mengalami kerusakan, maka
tubuh akan mencoba untuk memulihkan diri sendiri. Pada batas
tertentu tubuh dapat pulih namun tidak seratus persen dan tentu tidak
pada semua kasus. Semakin sering tubuh kita mengalami stress maka
makin kecil kemungkinan tubuh untuk pulih akibatnya tubuh
semakin menua dan menjadi rentan terhadap penyakit. Apa yang
menyebabkan tubuh kita tidak bisa sepenuhnya memulihkan
kerusakan tadi, sebagian besar belum diketahui.
10
pada masa ini dan sebelumnya atau bila pada usia muda, kita
melakukan gaya hidup yang tidak sehat bisa berisiko terkena
kanker.
Fase 3
Puncaknya pada tahap fase klinikal, yakni pada usia 45 tahun ke
atas. Pada masa ini produksi hormon sudah berkurang hingga
akhirnya berhenti sama sekali.perempuan mengalami masa yang
disebut menopause sedangkan kaum pria mengalami masa
andropause. Pada masa ini kulit pun menjadi kering karena
mengalami dehidrasi/kulit menjadi keriput, terutama di bagian
samping dan di bawah mata kita, juga kulit tangan kita yang tidak
sekencang dulu, tubuh juga menjadi cepat lelah.
11
Jelas hal ini menggambarkan bahwa pada sebagian lansia, penyakit CAD
adalah asimptomatik.
12
terjadi ketika jantung tidak dapat memberikan suplai darah yang memenuhi
kebutuhan atau ketika jantung tidak dapat secara efektif mengeluarkan
produk sampah metabolik.
Irama jantung yang tidak sesuai dan koordinasi aktivitas listrik yang
mengendalikan siklus kardial menjadi distrimik dan tidak terkoordinasi
dengan bertambahnya usia. Kehilangan sel pacemaker dan ilfiltrasi lemak
kedalam jaringan konduktif menghasilkan disritmia atrial dan ventricular.
Sinus disritmia, seperti sick sinus syndrome, dan sinus bradikardia, adalah hal
yang sering terjadi dan dapat menimbulkan rasa pusing, jatuh, palpitasi, atau
perubahan status mental.
Prinsip perubahan fungsional terkait usia yang dihubungkan dengan
pembuluh darah secara prgresif meningkatkan tekanan sistolik. American
Heart Assosiation merekomendasikan bahwa nilai sistolik 160 mmHg
dianggap sebagai batas normal tertinggi untuk lansia. Tidak ada perubahan
dalam tekanan diastolic adalah normal. Kemungkinan diakibatkan oleh
kekakuan pembuluh darah atau karena selama bertahun-tahun menerima
aliran darah bertekanan tinggi, beroreseptor yang terletak di arkus aorta dan
sinus karotis menjadi tumpul atau kurang sensitive. Penumpulan ini
menyebakan masalah yang berhubungan dengan hipotensiortostatik karena
hal tersebut membuat pembuluh darah tidak mampu untuk melakukan
vasokontriksi sebagai respon terhadap perubahan posisi yang cepat.
13
tahun massa jantung bertambah (± 1gram/tahun pada laki-laki dan ±
1,5 gram/tahun pada wanita).
Pada daun dan cincin katup aorta perubahan utama terdiri dari
berkurangnya jumlah inti sel dari jaringan fibrosa stroma katup,
penumpukan lipid, degenerasi kolagen dan kalsifikasi jaringan fibrosa
katup tersebut. Daun katup menjadi kaku, perubahan ini menyebabkan
terdengarnya bising sistolik ejeksi pada usia lanjut. Ukuran katup
jantung tampak bertambah. Pada orang muda katup antrioventrikular
lebih luas dari katup semilunar. Dengan bertambahnya usia terdapat
penambahan circumferensi katup, katup aorta paling cepat sehingga
pada usia lanjut menyamai katup mitral, juga menyebabkan penebalan
katup mitral dan aorta. Peru¬bahan ini disebabkan degenerasi
jaringan kalogen, pengecilan ukuran, penimbunan lemak dan
kalsifikasi. Kalsifikasi sering ter¬jadi pada anulus katup mitral yang
sering ditemukan pada wanita. Perubahan pada katup aorta terjadi
pada daun atau cincin katup. Katup menjadi kaku dan terdengar bising
sistolik ejeksi.
15
dan perubahan sirkumferens menjadi lebih besar sehingga katup
menebal. Bising jantung (murmur) yang disebabkan dari kekakuan
katup sering ditemukan pada lansia.
Terdapat penurunan daya kerja dari nodus sino-atrial yang
merupakan pengatur irama jantung. Sel-sel dari nodus SA juga
akan berkurang sebanyak 50%-75% sejak manusia berusia 50
tahun. Jumlah sel dari nodus AV tidak berkurang, tapi akan terjadi
fibrosis. Sedangkan pada berkas His juga akan ditemukan
kehilangan pada tingkat selular. Perubahan ini akan mengakibatkan
penurunan denyut jantung.
Terjadi penebalan dari dinding jantung, terutama pada ventrikel
kiri. Ini menyebabkan jumlah darah yang dapat ditampung menjadi
lebih sedikit walaupun terdapat pembesaran jantung secara
keseluruhan. Pengisian darah ke jantung juga melambat.
Terjadi iskemia subendokardial dan fibrosis jaringan interstisial.
Hal ini disebabkan karena menurunnya perfusi jaringan akibat
tekanan diastolik menurun.
17
berhubungan dengan penuaan dan trauma akibat penggunaan dan
perusakan dari aliran darah bertekanan tinggi. Namun, demam reumatik
tetap merupakan penyebab yang penting terhadap masalah katup jantung
seperti stenosis mitral dan regurgitasi aortik dan mitral. Awitan akut
disfungsi katup jantung dapat juga dipicu oleh rupture otot papilla atau
endocarditis setekah infark miokardium akut (IMA).
Manifestasi klinis dari penyakit katup jantung bervariasi dari fase
kompensansi sampai pada fase pascakompensasi. Selama fase
kompensasi, tuuh menyesuaikan perubahan pada struktur dan fungsi
katup, menghasilkan sedikit tanda dan gejala yang muncul. Sebagai
contoh, ketika katup aorta menjadi kaku (yaitu stenosis aorta), ventrikel
kiri mengalami hipertrofi karena berespon terhadap peningkatan derajat
tekanan yang diperlukan untuk mengalirkan darah melalui katup yang
kaku. Pada stenosis mitral, atrium kiri mungkin mengalami pembesaran
untuk mengakomodasi peningkatan volume darah. Lansia dapat turut
berperan dalam fase kompensasi ini melalui suatu peningkatan gaya
hidup yang menghabiskan sebagian besar waktunya dengan kurang gerak
yang menempatkan tuntutan kebutuhan yang lebih kecil pada jantung
untuk curah jantungnya. Banyak lansia yang perkembangan penyakit
katup jantungnya tidak pernsh melewati fase kompensasi.
Bila fase pascakompensansi dicapai, hal tersebut biasanya
mengindikasikan disfungsi yang berat pada katup yang terpengaruh.
Gejala-gejalanya bervariasi bergantung pada katup yang terlibat terapi
secara umum terdiri atas dispnea pada saat berakitivitas, nyeri dada tipe
angina dan gejala-gejala gagal jantung kanan atau kiri (atau keduanya).
Murmur secara khas terdengar pasa saat auskultasi. Uji diagnostik sperti
studi Doppler, ekokardiografi dua dimensi, atau kateterisasi jantung
bagian kanan dan kiri mungkin diperlukan untuk mendiagnosis derajat
disfungsi katup secara akurat.
18
umum terjadi diantara populasi lansia. Sekitar 50% lansia yang telah
dirawat dengan diagnosis gagal jantung kongestif, dirawat kembali dalam
waktu 90 hari dengan diagnosis yang sama. Gagal jantung kongestif
dapat terjadi dari penyakit jantung iskemik, penyakit jantung akibat
hipertensi, atau penyakit katup. Gejala klinis gagal jantung kongestif pada
lansia hampir sama dengan pada orang yang masih muuda, dengan gejala
klasi dyspnea, ortopenia, dyspnea noktural paroksimal, dan edema
dependen perifer. Gejala yang sama dapat juga ditemukan pada kondisi
lain yang sering ditemui pada lansia, seperti PPOK dan anemia
nutrisional, yang menambah komplikasi diagnosis. Penekanan utma
untuk masa depan harus ditempatkan pada menejemen yang tepat dari
lingkaran masalah perawatan kesehatan melalui pendidikan dan
dukungan sosial. Keseimbangan tindakan yang diperlukan untuk
menatalaksanakan yang efektif akan didiskusikan seacra rinci pada
bagian “Pencegahan Tersier” dalam bab selanjutnya.
4. Distritmia
Insidensi disritmia atrial dan ventrikuler meningkat pada lansia karena
perubahan structural dan fungsional pada penuaan. Masalah dipicu oleh
diritmia dan tidak terkoordinasinya jantung sering dimanifestasikan
sebagai perubahab perilaku, palpitasi, sesak nafas, keletihan dan jatuh.
19
atrofi jari-jari dari anggota gerak yang terkena). Tidak terabanya denyut
nadi, dan mati rasa.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Jantung
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan khusus pada
jantung. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik khusus pada jantung, maka
penting terlebih dahulu melihat pasien secara keseluruhan/keadaan umum
termasuk mengukur tekanan darah, denyut nadi, suhu badan dan frekuensi
pernafasan. Keadaan umum secara keseluruhan yang perlu dilihat adalah :
• Bentuk tubuh gemuk/kurus
• Anemis
• Sianosis
• Sesak nafas
• Keringat dingin
• Muka sembab
• Oedem kelopak mata
• Asites
• Bengkak tungkai/pergelangan kaki
• Clubbing ujung jari-jari tangan
INSPEKSI
Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis
20
Mudah terlihat pada pasien yang kurus dan tidak terlihat pada pasien
yang gemuk atau emfisema pulmonum. Yang perlu diperhatikan
adalah Titik Impuls Maksimum (Point of Maximum Impulse).
Normalnya berada pada ruang intercostals V pada garis midklavikular
kiri. Apabila impuls maksimum ini bergeser ke kiri berarti ada
pembesaran jantung kiri atau jantung terdorong atau tertarik kekiri.
Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “Veussure
Cardiac” dinding totaks di bagian jantung menonjolm menandakan
penyekit jantung congenital. Benjolan ini dapat dipastikan dengan
perabaan.
Vena Jugularis Eksterna (dileher kiri dan kanan)
Teknik :
Posisi pasien setengah duduk dengan kemiringan ± 45º
Leher diluruskan dan kepala menoleh sedikit kekiri pemeriksa di
kanan pasien
Perhatikan vena jugularis eksterna yang terletak di leher ; apakah
terisi penuh/sebagian, di mana batas atasnya bergerak naik turun
Dalam keadaan normal vena jugularis eksterna tersebut
kosong/kolaps
Vena jugularis yang terisi dapat disebabkan oleh :
- Payah jantung kanan (dengan atau tanpa jantung kiri)
- Tekanan intra toraks yang meninggi
- Tamponade jantung
- Tumor mediastinum yang menekan vena cava superior.
PALPASI
Palpasi dapat mengetahui dan mengenal ukuran jantung dan denyut jantung.
Point of Maximum Impuls dipalpasi untuk mengetahui getaran yang terjadi
ketika darah mengalir melalui katup yang menyempit atau mengalami
gangguan.
21
Dengan posisi pasien tetap terlentang kita raba iktus kordis yang kita amati
pada inspeksi. Perabaan dilakukan dengan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) atau
dengan telapak tangan.
Yang perlu dinilai adalah :
•Lebar impuls iktus kordis
•Kekuatan angkatnya
Normal lebar iktus kordis tidak melebihi 2 jari. Selain itu perlu pula dirasakan
(dengan telapak tangan) :
•Bising jantung yang keras (thrill)
•Apakah bising sistolik atau diastolic
•Bunyi murmur
• Friction rub (gesekan pericardium dengan pleura)
Iktus kordis yang kuat dan melebar tanda dari pembesaran/hipertropi otot
jantung akibat latihan/atlit, hipertensi, hipertiroid atau kelainan katup jantung.
PERKUSI
Dengan posisi pasien tetap berbaring/terlentang kita lakukan pemeriksaan
perkusi. Tujuannya adalah untuk menentukan batas jantung (batas atas kanan
kiri). Teknik perkusi menuntut penguasaan teknik dan pengalaman, diperlukan
keterampilan khusus. Pemeriksa harus mengetahui tentang apa yang disebut
sonor, redup dan timpani.
AUSKULTASI
1. Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung, irama jantung,
bunyi jantung, murmur dan gesekan (rub).
2. Bunyi jantung perlu dinilai kualitas dan frekuensinya. Bunyi jantung
merupakan refleksi dari membuka dan menutupnya katup dan terdengar di
titik spesifik dari dinding dada.
3. Bunyi jantung I (S1) dihasilkan oleh penutupan katup atrioventrikuler
(mitral dan trikuspidalis).
4. Bunyi jantung II (S2) disebabkan oleh penutupan katup semilunar (aorta
dan pulmonal).
5. Bunyi jantung III (S3) merupakan pantulan vibrasi ventrikuler dihasilkan
oleh pengisian ventrikel ketika diastole dan mengikuti S2.
22
6. Bunyi jantung IV (S4) disebabkan oleh tahanan untuk mengisi ventrikel
pada diastole yang lambat karena meningkatnya tekanan diastole ventrikel
atau lemahnya penggelembungan ventrikel.
7. Bunyi bising jantung disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup
jantung yang tidak sempurna. Yang perlu diperhatikan pada setiap bising
jantung adalah :
• Apakah bising sistolik atau diastolic atau kedua-duanya.
Murmur adalah bunyi hasil vibrasi dalam jantung dan pembuluh darah
besar disebabkan oleh bertambahnya turbulensi aliran. Pada murmur dapat
ditentukan :
o Lokasi : daerah tertentu/menyebar
o Waktu : setiap saat, ketika sistolik/diastolic.
o Intensitas :
Tingkat 1 : sangat redup.
Tingkat 2 : redup
23
Tingkat 3 : agak keras
Tingkat 4 : keras
Tingkat 5 : sangat keras
Tingkat 6 : kemungkinan paling keras.
o Puncak : kecepatan aliran darah melalui katup dapat berupa rendah,
medium dan tinggi.
o Kualitas : mengalir, bersiul, keras/kasar, musical, gaduh atau serak.
2. Pembuluh Darah
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran dan
sirkulasi perifer
b. Palpasi
Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan. Pemeriksa dapat
menekan tempat tersebut dengan ketentuan :
+ 1 = cekung sedikit yang cepat hilang.
+ 2 = cekung menghilang dalam waktu 10-15 detik.
+ 3 = cekung dalam yang menghilang dalam waktu 1-2 menit.
+ 4 = bebas cekungan hilang dalam waktu 5 menit atau lebih.
c. Auskultasi
Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar bunyi arteri.
B. Diagnosa Keperawatan
24
C. Intervensi
1. Nyeri akut
a. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap
respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
b. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus
kepada klien.
c. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi)
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
2. Intoleransi aktivitas
a. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah
aktivitas sesuai indikasi.
b. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
c. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
d. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien
e. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola
peningkatan aktivitas bertahap.
f. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
3. Kecemasan
a. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan
klien
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut
terhadap situasi krisis yang dialaminya.
c. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan
aktivitas yang diharapkan.
25
e. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
7. Kurang pengetahuan
a. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan
kemampuan/kesiapan belajar klien.
b. Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran.
(Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
c. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan
diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian
cepat/darurat.
d. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava
dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
e. Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk,
berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular pada lansia mempunyai
penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih. Untuk itu kita
harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep faktor risiko dan penyakit
degeneratif. Faktor risiko adalah suatu kebiasaan,kelainan dan faktor lain
yang bila ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut
secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu.
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan
selalu berhubungan dengan satu faktor risiko atau lebih,di mana faktor-faktor
risiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu. Penyakit
degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif
lain. Misalnya: penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko
stroke.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Penulis sangat
mengharapkan bagi para pembaca. Agar dapat memberikan saran ,kritikan
dan masukan demi kelengkapan makalah ini.
27
DAFTAR PUSTAKA
28