Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN FUNGSI

KARDIOVASKULER LANSIA

DISUSUN OLEH :

MOCH REZA TRIYUDO BUWONO

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


INTSTITUSI KESEHATAN DAN TEKNOLOGI PKP
DKI JAKARTA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Gangguan
Fungsi Kardiovaskuler Lansia”

Makalah ini telah kami susun denga maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah “Asuhan Keperawatan Pada


Gangguan Fungsi Kardiovaskuler Lansia” dapat memberi manfaat maupun inspirasi
terhadap pembacanya.

Jakarta, 06 Oktober 2022

PENYUSUN

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I LATAR BELAKANG.....................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Tujuan................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................................3
A. Konsep Menua...................................................................................................3
1. Teori - Teori Penuaan dan Proses Menua......................................................4
B. Penurunan Fungsi Fisiologis Sistem Kardiovaskuler......................................12
1. Perubahan Sistem Kardiovaskuler...............................................................13
2. Perubahan Fisiologis Kardiovaskuler..........................................................15
C. Masalah Kesehatan Sistem Kardiovaskuler Pada Lansia................................17
1. Arterosklerosis.............................................................................................17
2. Penyakit Katup Jantung...............................................................................17
3. Gagal Jantung Kongestif..............................................................................18
4. Distritmia.....................................................................................................19
5. Penyakit Vaskuler Perifer............................................................................19
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................20
A. Pengkajian.......................................................................................................20
1. Jantung.........................................................................................................20
2. Pembuluh Darah..........................................................................................24
B. Diagnosa Keperawatan....................................................................................24
1.      Nyeri akut...................................................................................................24
2.      Intoleransi aktivitas....................................................................................24
3.      Kecemasan.................................................................................................24
4.      (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung...................................................24
5.      (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan................................................24
6.      (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan...................................................24
7.      Kurang pengetahuan..................................................................................24
C. Intervensi.........................................................................................................24
1. Nyeri akut....................................................................................................24
ii
2. Intoleransi aktivitas......................................................................................25
3. Kecemasan...................................................................................................25
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung.....................................................25
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan..................................................25
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan.....................................................26
7. Kurang pengetahuan....................................................................................26
BAB IV PENUTUP...................................................................................................27
A. Kesimpulan......................................................................................................27
B. Saran................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................28

iii
BAB I
LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang
Penuaan adalah sebuah proses yang pasti dialami semua orang,hal ini
berartiperubahan pada fisiologi dan anatomi jantung juga akan terjadi pada
semua orang. Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi
tubuh pun makin menurun. Usia lanjut adalah usia yang sangat renta terhadap
berbagai penyakit.  Pada umumnya yang mendasari penyakit disaat lanjut
usia adalah akibat dari sisa penyakit yang pernah diderita di usia muda,
penyakit karena akibat kebiasaan dimasa lalu (seperti: merokok, minum
alkohol dan sebagainya) dan juga penyakit tertentu yang mudah sekali
menyerang saat usia lanjut.  Tak heran bila pada usia lanjut,semakin banyak
keluhan yang dilontarkan karena tubuh tak lagi mau bekerja sama dengan
baik seperti kala muda dulu.
Penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular pada lansia mempunyai
penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih.  Untuk itu kita
harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep faktor risiko dan penyakit
degeneratif.  Faktor risiko adalah suatu kebiasaan,kelainan dan faktor lain
yang bila ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut
secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu.
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan
selalu berhubungan dengan satu faktor risiko atau lebih,di mana faktor-faktor
risiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu.  Penyakit
degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif
lain. Misalnya: penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko
stroke.
Inilah yang menyebabkan pembahasan mengenai penyakit jantung pada
lansia dapat berkembang sangat luas,yaitu karena adanya keterkaitan yang
sangat erat antara penyakit yang satu dengan penyakit yang lain. 

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep menua kardiovaskuler pada lansia

1
2. Untuk mengetahui penurunan fungsi fisiologis kardiovaskuler pada lansia
3. Untuk mengetahui masalah kesehatan kardiovaskuler pada lansia
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gangguan fungsi kardiovaskuler
pada lansia

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Menua
Penuaan (ageing) merupakan suatu konsekuensi (proses alamiah) yang tidak
dapat dihindarkan dan pasti terjadi pada setiap manusia. Tidak seorangpun
yang dapat menghentikan proses penuaan. Siklus ini ditandai dengan tahap-
tahap mulai menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena setelah
mencapai dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat
berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses penuaan.
Penuaan merupakan suatu proses multidimensional, yang tidak hanya terkait
dengan faktor jasmani, tapi juga psikologis dan sosial. Penuaan itu sendiri
adalah suatu proses alamiah kompleks yang melibatkan setiap molekul, sel
dan organ dalam tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau
tahap hidup manusia yaitu: bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia.
Orang mati bukan karena lanjut usia tetapi karena suatu penyakit, atau juga
suatu kecacatan.Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan berkurangnya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar
tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai
penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia
dewasa. Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan
saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya
tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai
menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda,
baik dalam hal pencapaian puncak maupun menurunnya.

3
1. Teori - Teori Penuaan dan Proses Menua

a. Teori Penuaan

Dari sudut pandang ilmiah, mengapa dan bagaimana tubuh kita


mengalami penuaan masih merupakan misteri yang terus menerus dicari
jawabannya oleh para ilmuwan. Proses penuaan itu sendiri dapat
melingkupi adanya perubahan pada jaringan tubuh sampai dengan
perubahan mekanisme pada tingkat sel. Selama bertahun-tahun, banyak
teori yang berusaha menjelaskan mengenai proses ini dan perubahan-
perubahan apa yang menyebabkan penuaan.
Teori penuaan pada dasarnya terbagi menjadi dua kelompok, yaitu teori
Program dan Teori Wear and Tear.

 Teori Program
Teori program menekankan prinsip bahwa di dalam tubuh manusia
terdapat suatu jam biologis, mulai dari proses janin sampai pada
kematian dalam suatu model yang memiliki program yang sudah
“tercetak”. Peristiwa ini terprogram mulai dari tingkat sel sampai embrio,
janin, masa bayi dan anak-anak, remaja, dewasa menjadi tua dan
akhirnya meninggal. Teori Program meliputi pembatasan replikasi sel,
proses imun, dan mekanisme neuroendokrin dari penuaan. Pada suatu
penelitian laboratorium diketahui bahwa sel normal memiliki kapasitas
yang terbatas untuk melakukan pembelahan yang terus menerus, hal
inilah yang terjadi pada sel-sel tubuh orang dewasa yang akhirnya
menjadi tua dan lemah, teori ini menjadi dasar dari teori pembatasan
replikasi sel. Mekanisme neuroendokrin mengatakan bahwa ketika
manusia menjadi tua, tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih
sedikit akibatnya fungsi tubuh terganggu dan muncul berbagai keluhan.

 Teori Wear to Tear


Teori Wear and Tear menganggap bahwa tubuh dan sel-selnya yang
sering digunakan dan disalahgunakan secara terus menerus akan menjadi
lemah dan akan mengalami kerusakan dan akhirnya meninggal. Organ

4
tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lain akan menurun
fungsinya karena toksin di dalam makanan dan lingkungan yang kita
terima setiap hari, selain itu juga akibat dari konsu msi lemak, gula,
kafein, nikotin, alkohol yang berlebihan. Dan yang tidak kalah penting
adalah akibar dari paparan sinar matahari serta stress fisik dan psikis.
Yang harus diingat adalah bahwa kerusakan ini tidak terbatas pada
organ, melainkan juga terjadi pada tingkat sel.

b. Teori Proses menua


 Teori Biologi
 Teori Seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah
tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk
membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari
tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi,
jumlah sel-sel yang akan membelah, jumlah sel yang akan
membelah akan terlihat sedikit. (Spence & Masson dalam
Waton, 1992). Hal ini akan memberikan beberapa
pengertian terhadap proses penuaan biologis dan
menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin
terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai
dengan berkurangnya umur.
Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem
muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ
dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut
dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem
tersebut berisiko mengalami proses penuaan dan
mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama
sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata
sepanjang kehidupan ini, sel pada sistem ditubuh kita
cenderung mangalami kerusakan dan akhirnya sel akan
mati, dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel
tidak dapat diganti.

5
 Teori “Genetik Clock”
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik
untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai
didalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah
diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila
tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita
berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa
disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal. Konsep genetik clock didukung oleh
kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan
mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan
harapan hidup yang nyata. (misalnya manusia; 116 tahun,
beruang; 47 tahun, kucing 40 tahun, anjing 27 tahun, sapi
20 tahun). Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar
jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan
pangaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan
tertentu. Usia harapan hidup tertinggi di dunia terdapat di
Jepang yaitu pria 76 tahun dan wanita 82 tahun .
Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam
tingkat seluler, mengenai hal ini Hayflck (1980)
melakukan penelitian melalaui kultur sel ini vitro yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kamampuan
membelah sel dalam kultur dengan umur spesies. Untuk
membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut
nukleus atau sitoplasma, maka dilakukan trasplantasi
silang dari nukleus. Dari hasil penelitian tersebut jelas
bahwa nukleuslah yang menentukan jumla replikasi,
kemudian menua, dan mati, bukan sitoplasmanya.

 Sintesis Protein (kolagen dan elastin)

6
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan
elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini
dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen perotein dalam jaringan tersebut. Pada lansia
beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada
kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktrur yang
berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak
kolagen pada kartilago dan elastin pada klulit yang
kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal,
seiring dengan bertambahnya usia. (Tortora &
anagnostakos, 1990) hal ini dapat lebih mudah
dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang
kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga
terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem
muskuloskeletal.

 Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel
didalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen
yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi,
tanpa mekanisme pertahan diri tertentu.
Ketidak mampuan mempertahankan diri dari toksik
tersebut membuat struktur membran sel mangalami
perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik.
(Tortora & anagnostakos, 1990)
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi
sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang
juga mengontrol proses pengambilan nutrien dengan
proses ekskresi zat toksik didalam tubuh. Fungsi
komponen protein pada membran sel yang sangat penting
bagi proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membran
tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah
adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang
mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan
7
organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
kerusakan sistem tubuh.
 Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada
masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran
kamampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan
khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam proses penuaan.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca
translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kamampuan
sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya
kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan
dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel
yang megalami perubahan tersebut sebagi sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar
terjadinya peristiwa autoimun .
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang
luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek
menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas
pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan
ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi bermacam-
macam pada orang lanjut usia.
Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya
mengalami penurunan pada proses menua, daya
serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga
sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang
menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan
meningkatnya umur .
Teori atau kombinasi teori apapun untuk penuaan biologis
dan hasil akhir penuaan, dalam pengertian biologis yang
murni adalah benar. Terdapat perubahan yang progresif
dalam kemampuan tubuh untuk merespons secara adaptif
(homeostatis), untuk beradaptasi terhadap stres biologis.
8
Macam-macam stres dapat mencakup dehidrasi,
hipotermi, dan proses penyakit. (kronik dan akut)
 Teori Psikologis
 Teori Pelepasan
Teori pelepasan memberikan pandangan bahwa
penyesuaian diri lansia merupakan suatu proses yang
secara berangsur-angsur sengaja dilakukan oleh mereka,
untuk melepaskan diri dari masyarakat.

 Teori Aktivitas
Teori aktivitas berpandangan bahwa walaupun lansia pasti
terbebas dari aktivitas, tetapi mereka secara bertahap
mengisi waktu luangnya dengan melakukan aktivitas lain
sebagai kompensasi dan penyesuaian.

c. Etiologi Proses Penuaan


Banyak faktor yang menyebabkan setiap orang menjadi tua melalui
proses penuaan. Pada dasarnya berbagai faktor tersebut dapat
dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon yang menurun
kadarnya, proses glikosilasi, sistem kekebalan tubuh yang menurun
dan juga faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal adalah gaya
hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan hidup yang
salah, paparan polusi lingkungan dan sinar ultraviolet, stress dan
penyebab sosial lain seperti kemiskinan. Kedua faktor ini saling
terkait dan memainkan peran yang besar dalam penyebab proses
penuaan.
Tubuh kita membentuk suatu reaksi kimia kompleks yang
membentuk suatu molekul kimia yang tidak stabil yang disebut
radikal bebas. Molekul radikal bebas ini dapat menyebabkan
kerusakan pada sel yang sehat melalui suatu proses yang disebut
dengan Oksidasi. Proses ini sama seperti proses yang kita lihat pada
apel hijau yang berubah warna menjadi coklat atau logam tembaga

9
yang berubah warna dari emas kemerahan menjadi biru kehijauan.
Produksi radikal bebas ini dapat meningkat jumlahnya apabila kita
sering terpapar oleh sinar matahari, merokok, polusi udara dan
mengkonsumsi makanan yang rendah nilai gizinya. Produksi radikal
bebas yang semakin meningkat dalam tubuh kita memberi kontribusi
yang besar terhadap terjadinya proses penuaan berbagai organ tubuh.
Stress juga berperan besar pada semakin cepatnya proses penuaan
terjadi. Stress dalam hal ini tidak hanya terkait dengan psikologis
tetapi juga jasmani. Apabila tubuh kita mengalami kerusakan, maka
tubuh akan mencoba untuk memulihkan diri sendiri. Pada batas
tertentu tubuh dapat pulih namun tidak seratus persen dan tentu tidak
pada semua kasus. Semakin sering tubuh kita mengalami stress maka
makin kecil kemungkinan tubuh untuk pulih akibatnya tubuh
semakin menua dan menjadi rentan terhadap penyakit. Apa yang
menyebabkan tubuh kita tidak bisa sepenuhnya memulihkan
kerusakan tadi, sebagian besar belum diketahui.

d. Tiga Fase Proses Penuaan


 Fase 1
Pada saat mencapai usia 25-35 tahun. Pada masa ini produksi
hormon mulai berkurang (mulai mengalami penurunan produksi).
Polusi udara, diet yang tak sehat dan stres merupakan serangan
radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh. Di fase ini mulai
terjadi kerusakan sel tapi tidak memberi pengaruh pada
kesehatan. Tubuh pun masih bugar terus. Penurunan ini mencapai
14 % ketika seseorang berusia 35 tahun.
 Fase 2
Kedua transisi, yakni pada usia 35-45 tahun. Produksi hormon
sudah menurun sebanyak 25%, sehingga tubuh pun mulai
mengalami penuaan. Biasanya pada masa ini, ditandai dengan
lemahnya penglihatan (mata mulai mengalami rabun dekat)
sehingga perlu menggunakan kacamata berlensa plus, rambut
mulai beruban, stamina dan energi tubuh pun berkurang. Bila

10
pada masa ini dan sebelumnya atau bila pada usia muda, kita
melakukan gaya hidup yang tidak sehat bisa berisiko terkena
kanker.
 Fase 3
Puncaknya pada tahap fase klinikal, yakni pada usia 45 tahun ke
atas. Pada masa ini produksi hormon sudah berkurang hingga
akhirnya berhenti sama sekali.perempuan mengalami masa yang
disebut menopause sedangkan kaum pria mengalami masa
andropause. Pada masa ini kulit pun menjadi kering karena
mengalami dehidrasi/kulit menjadi keriput, terutama di bagian
samping dan di bawah mata kita, juga kulit tangan kita yang tidak
sekencang dulu, tubuh juga menjadi cepat lelah.

Dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami


perubahan baik struktural maupun fungsional. Secara umum, perubahan yang
disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak
disadari. Penurunan yang terjadi secara beragsur-angsur ini sering terjadi
ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan
kebutuhan darah yang teroksigenasi. Namun, perubahan yang menyertai
penuaan ini menjadi lebih jelas ketika system ditekan untuk meningkatkan
keluarannya dalam memenuhi peningkatan kebutuhan tubuh.
Proses menua akan menyebabkan perubahan pada sistem kardiovaskular. Hal
ini pada akhirnya juga akan menyebabkan perubahan pada fisiologi jantung.
Perubahan fisiologi jantung ini harus kita bedakan dari efek patologis yang
terjadi karena penyakit lain, seperti pada penyakit coronary arterial disease
yang juga sering terjadi dengan meningkatnya umur. Ada sebuah masalah
besar dalam mengukur dampak menua terhadap fisiologi jantung, yaitu
mengenai masalah penyakit laten yang terdapat pada lansia. Hal ini dapat
dilihat dari prevalensi penyakit CAD pada hasil autopsi, di mana ditemukan
lebih dari 60% pasien meninggal yang berumur 60 tahun atau lebih,
mengalami 75% oklusi atau lebih besar, pada setidaknya satu arteri
koronaria. Sedangkan pada hasil pendataan lain tercatat hanya sekitar 20%
pasien berumur >80 tahun yang secara klinis mempunyai manifestasi CAD.

11
Jelas hal ini menggambarkan bahwa pada sebagian lansia, penyakit CAD
adalah asimptomatik.

B. Penurunan Fungsi Fisiologis Sistem Kardiovaskuler


Dari sudut pandang fungsional atau penanmpilan, perubahan utama yang
berhubungan dengan penuaan dalam sistem kardiovaskuler adalah penurunan
kemampuan untuk meningkatkan keluaran sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan tubuh. Fungsi jantung yang lebih dekat terhadap
keterbatasan fisiologisnya pada kondisi biasa, meninggalkan sedikit cadangan
kekuatan. Curah jatung pada saat beristirahat tetap stbil atau sedikit menurun
seiring bertambahnya usia, dan denyut jantung istirahat juga menurun.
Karena miokardium mengalami penebalan dan kurang dapat direngangkan,
dengan katup-katup yang lebih kaku, peningkatan waktu pegisian diastolok
dan peningkatan tekanan pengisian diastolik diperlukan untuk
mempertahankan preload yang adekuat. Jantung yang mengalami penuaan
juga lebih bergantung pada kontraksi atrium, atau volume darah yang
diberikan pada ventrikel sebagai hasil dari kontraksi atrial yang terkoordinasi.
Dua kondisi yang menempatkan lansia pada risiko untuk mengalami tidak
adekuatnya curah jantung adalah takikardia, yang disebabkan oleh
pemendekan waktu pengisian ventrikel, dan fibrasi atrial, yang disebabkan
oleh hilangnya kontraksi atrial.
Jantung yang masih muda memenuhi peningkatan kebutuhan terhadap darah
yang teroksigenasi dengan cara meningkatkan denyut jantung sebagai respon
terhadap meningkatkan kadar katekolamin. Walaupun penelitian menunjukan
bahwa lansia tidak mengalami pengurangan kadar katekolamin, respon
mereka terhadap mediator kimia ini mengalami penumpulan. Pada lansia,
fenomena ini terungkap melalui hilangnya respon denyut jantung terhadap
latihan atau stress. Pisip mekanime yang digunakan oleh jantung yang
mengalami penuaan untuk meningkatkan curah jantung adalah dengan
meningkatkan volume akhir diastoli, yang meningkatkan volume sekuncup.
Jika waktu pengisian diastolik tidak memadai (seperti pada takikardia) atau
ventrikel menjadi terlalu distensi (seperti pada keadaan gagal jantung)
mekanisme ini dapat gagal. Gejala gejala sesak nafas (dyspnea) dan keletihan

12
terjadi ketika jantung tidak dapat memberikan suplai darah yang memenuhi
kebutuhan atau ketika jantung tidak dapat secara efektif mengeluarkan
produk sampah metabolik.
Irama jantung yang tidak sesuai dan koordinasi aktivitas listrik yang
mengendalikan siklus kardial menjadi distrimik dan tidak terkoordinasi
dengan bertambahnya usia. Kehilangan sel pacemaker dan ilfiltrasi lemak
kedalam jaringan konduktif menghasilkan disritmia atrial dan ventricular.
Sinus disritmia, seperti sick sinus syndrome, dan sinus bradikardia, adalah hal
yang sering terjadi dan dapat menimbulkan rasa pusing, jatuh, palpitasi, atau
perubahan status mental.
Prinsip perubahan fungsional terkait usia yang dihubungkan dengan
pembuluh darah secara prgresif meningkatkan tekanan sistolik. American
Heart Assosiation merekomendasikan bahwa nilai sistolik 160 mmHg
dianggap sebagai batas normal tertinggi untuk lansia. Tidak ada perubahan
dalam tekanan diastolic adalah normal. Kemungkinan diakibatkan oleh
kekakuan pembuluh darah atau karena selama bertahun-tahun menerima
aliran darah bertekanan tinggi, beroreseptor yang terletak di arkus aorta dan
sinus karotis menjadi tumpul atau kurang sensitive. Penumpulan ini
menyebakan masalah yang berhubungan dengan hipotensiortostatik karena
hal tersebut membuat pembuluh darah tidak mampu untuk melakukan
vasokontriksi sebagai respon terhadap perubahan posisi yang cepat.

1. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


a. Jantung (Cor)
Elastisitas dinding aorta menurun dengan bertambahnya usia. Disertai
dengan bertambahnya kaliber aorta. Perubahan ini terjadi akibat
adanya perubahan pada dinding media aorta dan bukan merupakan
akibat dari perubahan intima karena ateros¬kle¬rosis. Perubahan aorta
ini menjadi sebab apa yang disebut isolated aortic incompetence dan
terdengarnya bising pada apex cordis.
Penambahan usia tidak menyebabkan jantung mengecil (atrofi) seperti
organ tubuh lain, tetapi malahan terjadi hipertropi. Pada umur 30-90

13
tahun massa jantung bertambah (± 1gram/tahun pada laki-laki dan ±
1,5 gram/tahun pada wanita).
Pada daun dan cincin katup aorta perubahan utama terdiri dari
berkurangnya jumlah inti sel dari jaringan fibrosa stroma katup,
penumpukan lipid, degenerasi kolagen dan kalsifikasi jaringan fibrosa
katup tersebut. Daun katup menjadi kaku, perubahan ini menyebabkan
terdengarnya bising sistolik ejeksi pada usia lanjut. Ukuran katup
jantung tampak bertambah. Pada orang muda katup antrioventrikular
lebih luas dari katup semilunar. Dengan bertambahnya usia terdapat
penambahan circumferensi katup, katup aorta paling cepat sehingga
pada usia lanjut menyamai katup mitral, juga menyebabkan penebalan
katup mitral dan aorta.  Peru¬bahan ini disebabkan degenerasi
jaringan kalogen, pengecilan ukuran, penimbunan lemak dan
kalsifikasi. Kalsifikasi sering ter¬jadi pada anulus katup mitral yang
sering ditemukan pada wanita. Perubahan pada katup aorta terjadi
pada daun atau cincin katup. Katup menjadi kaku dan terdengar bising
sistolik ejeksi.

b. Pembuluh Darah Otak


Otak mendapat suplai darah utama dari Arteria Karotis Interna
dan a.vertebralis. Pembentukan plak ateroma sering di¬jumpai
didaerah bifurkatio kususnya pada pangkal arteri karotis interna,
Sirkulus willisii dapat pula terganggu dengan adanya plak ateroma
juga arteri-arteri kecil mengalami perubahan ateromatus termasuk
fibrosis tunika media hialinisasi dan kalsifikasi. Walaupun berat
otak hanya 2% dari berat badan tetapi mengkomsumsi 20% dari
total kebutuhan oksigen komsumsion. Aliran darah serebral pada
orang dewasa kurang lebih 50cc/100gm/menit pada usia lanjut
menurun menjadi 30cc/100gm/menit.
Perubahan degeneratif yang dapat mempengaruhi fungsi sistem
vertebrobasiler adalah degenerasi discus veterbralis (kadar air
sangat menurun, fibrokartilago meningkat dan perubahan pada
mukopoliskharid). Akibatnya diskus ini menonjol ke perifer
men¬dorong periost yang meliputinya dan lig.intervertebrale
14
menjauh dari corpus vertebrae. Bagian periost yang terdorong ini
akan mengalami klasifikasi dan membentuk osteofit. Keadaan
seperti ini dikenal dengan nama spondilosis servikalis.
Discus intervertebralis total merupakan 25% dari seluruh
collumna vertebralis sehingga degenerasi diskus dapat
mengakibat¬kan pengurangan tinggi badan pada usia lanjut.
Spondilosis servi¬kalis berakibat 2 hal pada a.vertebralis, yaitu:
 Osteofit sepanjang pinggir corpus vetebrales dan pada
posisi tertentu bahkan dapat mengakibatkan oklusi
pem¬buluh arteri ini.
  Berkurangnya panjang kolum servikal berakiabat
a.verter¬balies menjadi berkelok-kelok. Pada posisi
tertentu pembu¬luh ini dapat tertekuk sehingga terjadi
oklusi.

Dengan adanya kelainan anatomis pembuluh darah arteri pada


usia lanjut seperti telah diuraikan diatas, dapat dimengerti bahwa
sirkulasi otak pada orang tua sangat rentan terhadap peru¬bahan-
perubahan, baik perubahan posisi tubuh maupun fungsi jantung
dan bahkan fungsi otak

c. Pembuluh Darah Perifer.


Arterosclerosis yang berat akan menyebabkan penyumbatan
arteria perifer yang menyebabkan pasokan darah ke otot-otot
tungkai bawah menurun hal ini menyebabkan iskimia jaringan
otot yang menyebabkan keluhan kladikasio.

2. Perubahan Fisiologis Kardiovaskuler


a. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Jantung
 Pada miokardium terjadi brown atrophy disertai akumulasi
lipofusin (aging pigment) pada serat-serat miokardium.
 Terdapat fibrosis dan kalsifikasi dari jaringan fibrosa yang menjadi
rangka dari jantung. Selain itu pada katup juga terjadi kalsifikasi

15
dan perubahan sirkumferens menjadi lebih besar sehingga katup
menebal. Bising jantung (murmur) yang disebabkan dari kekakuan
katup sering ditemukan pada lansia.
 Terdapat penurunan daya kerja dari nodus sino-atrial yang
merupakan pengatur irama jantung. Sel-sel dari nodus SA juga
akan berkurang sebanyak 50%-75% sejak manusia berusia 50
tahun. Jumlah sel dari nodus AV tidak berkurang, tapi akan terjadi
fibrosis. Sedangkan pada berkas His juga akan ditemukan
kehilangan pada tingkat selular. Perubahan ini akan mengakibatkan
penurunan denyut jantung.
 Terjadi penebalan dari dinding jantung, terutama pada ventrikel
kiri. Ini menyebabkan jumlah darah yang dapat ditampung menjadi
lebih sedikit walaupun terdapat pembesaran jantung secara
keseluruhan. Pengisian darah ke jantung juga melambat.
 Terjadi iskemia subendokardial dan fibrosis jaringan interstisial.
Hal ini disebabkan karena menurunnya perfusi jaringan akibat
tekanan diastolik menurun.

b. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Pembuluh darah


 Hilangnya elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya. Ini
menyebabkan meningkatnya resistensi ketika ventrikel kiri
memompa sehingga tekanan sistolik dan afterload meningkat.
Keadaan ini akan berakhir dengan yang disebut “Isolated aortic
incompetence”. Selain itu akan terjadi juga penurunan dalam
tekanan diastolik.
 Menurunnya respons jantung terhadap stimulasi reseptor ß-
adrenergik. Selain itu reaksi terhadap perubahan-perubahan
baroreseptor dan kemoreseptor juga menurun. Perubahan respons
terhadap baroreseptor dapat menjelaskan terjadinya Hipotensi
Ortostatik pada lansia.
 Dinding kapiler menebal sehingga pertukaran nutrisi dan
pembuangan melambat.

c. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Darah


16
 Terdapat penurunan dari Total Body Water sehingga volume
darah pun menurun.
 Jumlah Sel Darah Merah (Hemoglobin dan Hematokrit) menurun.
Juga terjadi penurunan jumlah Leukosit yang sangat penting
untuk menjaga imunitas tubuh. Hal ini menyebabkan resistensi
tubuh terhadap infeksi menurun.

C. Masalah Kesehatan Sistem Kardiovaskuler Pada Lansia


1. Arterosklerosis
Patofisiologis aterosklerosis tidak memiliki perbedaan pada orang yang
masih muda ataupun pada yang telah tua. Proses penyakit mungkin lebih
jelas pada orang yang lebih tua karena terdapat akumulasi yang lebih
besar selama bertahun-tahun. Penyakit aterosklerosis terutama
memengaruhi tunika intima (bagian paling dalam) dari arteri, yang
memiliki permukaan endothelial yang halus untuk memfasilitasi aliran
darah. Pada kondisi normal, hanya plasma darah yang melakukan kontak
dengan permukaan endothelial, sedangkan komponen seluler (misalnya
faktor koagulasi) tetap berada ditengah-tegah aliran darah. Ketika
permukaan endothelial menjadi kasar, walaupun hanya plasma darah
yang melakukan kontak dengan endotel, maka timbul potensi untuk
terbentuknya trombus ketika faktor koagulasi melakukan kontk dengan
endothelium.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, proses anterosklerosis bukan
merupakan proses yang terus-menerus. Namun, proses ini diperkirakan
sebagai proses pembentukan dan penghancuran, dengan konsentrasi LDL
yang turut berperan dalam fase pembentukan dan konsentrasi high-
density lipoprotein (HDL) yang tutur berperan dalam fase
penghancurannya. Peran hyperlipidemia akan dibahas lebih lanjut pada
bab ini.

2. Penyakit Katup Jantung


Pathogenesis dari penyakit katup jantung pada kelompok usia lebih dari
65 tahun terutama merupakan kombinasi dari kekakuan yang

17
berhubungan dengan penuaan dan trauma akibat penggunaan dan
perusakan dari aliran darah bertekanan tinggi. Namun, demam reumatik
tetap merupakan penyebab yang penting terhadap masalah katup jantung
seperti stenosis mitral dan regurgitasi aortik dan mitral. Awitan akut
disfungsi katup jantung dapat juga dipicu oleh rupture otot papilla atau
endocarditis setekah infark miokardium akut (IMA).
Manifestasi klinis dari penyakit katup jantung bervariasi dari fase
kompensansi sampai pada fase pascakompensasi. Selama fase
kompensasi, tuuh menyesuaikan perubahan pada struktur dan fungsi
katup, menghasilkan sedikit tanda dan gejala yang muncul. Sebagai
contoh, ketika katup aorta menjadi kaku (yaitu stenosis aorta), ventrikel
kiri mengalami hipertrofi karena berespon terhadap peningkatan derajat
tekanan yang diperlukan untuk mengalirkan darah melalui katup yang
kaku. Pada stenosis mitral, atrium kiri mungkin mengalami pembesaran
untuk mengakomodasi peningkatan volume darah. Lansia dapat turut
berperan dalam fase kompensasi ini melalui suatu peningkatan gaya
hidup yang menghabiskan sebagian besar waktunya dengan kurang gerak
yang menempatkan tuntutan kebutuhan yang lebih kecil pada jantung
untuk curah jantungnya. Banyak lansia yang perkembangan penyakit
katup jantungnya tidak pernsh melewati fase kompensasi.
Bila fase pascakompensansi dicapai, hal tersebut biasanya
mengindikasikan disfungsi yang berat pada katup yang terpengaruh.
Gejala-gejalanya bervariasi bergantung pada katup yang terlibat terapi
secara umum terdiri atas dispnea pada saat berakitivitas, nyeri dada tipe
angina dan gejala-gejala gagal jantung kanan atau kiri (atau keduanya).
Murmur secara khas terdengar pasa saat auskultasi. Uji diagnostik sperti
studi Doppler, ekokardiografi dua dimensi, atau kateterisasi jantung
bagian kanan dan kiri mungkin diperlukan untuk mendiagnosis derajat
disfungsi katup secara akurat.

3. Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif (congestive heart failure [CHF]) adalah
diagnosis pasien masuk kedalam lembaga perawatan akut yang paling

18
umum terjadi diantara populasi lansia. Sekitar 50% lansia yang telah
dirawat dengan diagnosis gagal jantung kongestif, dirawat kembali dalam
waktu 90 hari dengan diagnosis yang sama. Gagal jantung kongestif
dapat terjadi dari penyakit jantung iskemik, penyakit jantung akibat
hipertensi, atau penyakit katup. Gejala klinis gagal jantung kongestif pada
lansia hampir sama dengan pada orang yang masih muuda, dengan gejala
klasi dyspnea, ortopenia, dyspnea noktural paroksimal, dan edema
dependen perifer. Gejala yang sama dapat juga ditemukan pada kondisi
lain yang sering ditemui pada lansia, seperti PPOK dan anemia
nutrisional, yang menambah komplikasi diagnosis. Penekanan utma
untuk masa depan harus ditempatkan pada menejemen yang tepat dari
lingkaran masalah perawatan kesehatan melalui pendidikan dan
dukungan sosial. Keseimbangan tindakan yang diperlukan untuk
menatalaksanakan yang efektif akan didiskusikan seacra rinci pada
bagian “Pencegahan Tersier” dalam bab selanjutnya.

4. Distritmia
Insidensi disritmia atrial dan ventrikuler meningkat pada lansia karena
perubahan structural dan fungsional pada penuaan. Masalah dipicu oleh
diritmia dan tidak terkoordinasinya jantung sering dimanifestasikan
sebagai perubahab perilaku, palpitasi, sesak nafas, keletihan dan jatuh.

5. Penyakit Vaskuler Perifer


Arteriosclerosis biasanya berkembang dengan baik sebelum gejala dari
arteriosclerosis obliterans menjadi jelas. Gejala yang paling sering adalah
rasa terbakar, kram, atau nyeri sangat yang terjadi pada saat aktivitas fisik
dan menghilang pada saat istirahat. Ketika penyakit telah semakin
berkembang, nyeri tidak lagi dapat hilang dengan istirahat. Jika klien
mempertahankan suatu gaya hidup kurang gerak, penyakiit ini mungkin
telah berlanjut ketika nyeri pertama muncul. Tanda dan gejala lain yang
menyertai termasuk juga ekstremitas yang dingin, perubahan trofik
(misalnya kehilangan rambut yang tidak seimbang, deformitas kuku,

19
atrofi jari-jari dari anggota gerak yang terkena). Tidak terabanya denyut
nadi, dan mati rasa.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Jantung
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan khusus pada
jantung. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik khusus pada jantung, maka
penting terlebih dahulu melihat pasien secara keseluruhan/keadaan umum
termasuk mengukur tekanan darah, denyut nadi, suhu badan dan frekuensi
pernafasan. Keadaan umum secara keseluruhan yang perlu dilihat adalah :
• Bentuk tubuh gemuk/kurus
• Anemis
• Sianosis
• Sesak nafas
• Keringat dingin
• Muka sembab
• Oedem kelopak mata
• Asites
• Bengkak tungkai/pergelangan kaki
• Clubbing ujung jari-jari tangan

Pada pasien khususnya penyakit jantung amat penting melakukan


pemeriksaan nadi adalah :
• Kecepatan/menit
• Kuat/lemah (besar/kecil)
• Teratur atau tidak
• Isi setiap denyut sama kuat atau tidak.

INSPEKSI
 Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis

20
Mudah terlihat pada pasien yang kurus dan tidak terlihat pada pasien
yang gemuk atau emfisema pulmonum. Yang perlu diperhatikan
adalah Titik Impuls Maksimum (Point of Maximum Impulse).
Normalnya berada pada ruang intercostals V pada garis midklavikular
kiri. Apabila impuls maksimum ini bergeser ke kiri berarti ada
pembesaran jantung kiri atau jantung terdorong atau tertarik kekiri.
 Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “Veussure
Cardiac” dinding totaks di bagian jantung menonjolm menandakan
penyekit jantung congenital. Benjolan ini dapat dipastikan dengan
perabaan.
Vena Jugularis Eksterna (dileher kiri dan kanan)
Teknik :           
     Posisi pasien setengah duduk dengan kemiringan ± 45º
     Leher diluruskan dan kepala menoleh sedikit kekiri pemeriksa di
kanan pasien
     Perhatikan vena jugularis eksterna yang terletak di leher ; apakah
terisi penuh/sebagian, di mana batas atasnya bergerak naik turun
     Dalam keadaan normal vena jugularis eksterna tersebut
kosong/kolaps
     Vena jugularis yang terisi dapat disebabkan oleh :
-         Payah jantung kanan (dengan atau tanpa jantung kiri)
-         Tekanan intra toraks yang meninggi
-         Tamponade jantung
-         Tumor mediastinum yang menekan vena cava superior.

PALPASI
Palpasi dapat mengetahui dan mengenal ukuran jantung dan denyut jantung.
Point of Maximum Impuls dipalpasi untuk mengetahui getaran yang terjadi
ketika darah mengalir melalui katup yang menyempit atau mengalami
gangguan.

21
Dengan posisi pasien tetap terlentang kita raba iktus kordis yang kita amati
pada inspeksi. Perabaan dilakukan dengan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) atau
dengan telapak tangan.
Yang perlu dinilai adalah :
•Lebar impuls iktus kordis
•Kekuatan angkatnya
Normal lebar iktus kordis tidak melebihi 2 jari. Selain itu perlu pula dirasakan
(dengan telapak tangan) :
•Bising jantung yang keras (thrill)
•Apakah bising sistolik atau diastolic
•Bunyi murmur
• Friction rub (gesekan pericardium dengan pleura)
Iktus kordis yang kuat dan melebar tanda dari pembesaran/hipertropi otot
jantung akibat latihan/atlit, hipertensi, hipertiroid atau kelainan katup jantung.

PERKUSI
Dengan posisi pasien tetap berbaring/terlentang kita lakukan pemeriksaan
perkusi. Tujuannya adalah untuk menentukan batas jantung (batas atas kanan
kiri). Teknik perkusi menuntut penguasaan teknik dan pengalaman, diperlukan
keterampilan khusus. Pemeriksa harus mengetahui tentang apa yang disebut
sonor, redup dan timpani.

AUSKULTASI
1.      Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung, irama jantung,
bunyi jantung, murmur dan gesekan (rub).
2.      Bunyi jantung perlu dinilai kualitas dan frekuensinya. Bunyi jantung
merupakan refleksi dari membuka dan menutupnya katup dan terdengar di
titik spesifik dari dinding dada.
3.      Bunyi jantung I (S1) dihasilkan oleh penutupan katup atrioventrikuler
(mitral dan trikuspidalis).
4.      Bunyi jantung II (S2) disebabkan oleh penutupan katup semilunar (aorta
dan pulmonal).
5.      Bunyi jantung III (S3) merupakan pantulan vibrasi ventrikuler dihasilkan
oleh pengisian ventrikel ketika diastole dan mengikuti S2.

22
6.      Bunyi jantung IV (S4) disebabkan oleh tahanan untuk mengisi ventrikel
pada diastole yang lambat karena meningkatnya tekanan diastole ventrikel
atau lemahnya penggelembungan ventrikel.
7.      Bunyi bising jantung disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup
jantung yang tidak sempurna. Yang perlu diperhatikan pada setiap bising
jantung adalah :
•   Apakah bising sistolik atau diastolic atau kedua-duanya.

•   Kenyaringan (keras-lemah) bising.

•   Lokasi bising (yang maksimal).

•   Penyebaran bising.


Adapun derajat kenyaringan bising jantung dipengaruhi oleh :
•     Kecepatan aliran darah yang melalui katup.

•     Derajat kelainan/gangguan katup.

•     Tebal tipisnya dinding toraks.

•     Ada tidaknya emfisema paru.


Tingkat kenyaringan bising jantung meliputi :
•     Tingkat I      : sangat lemah, terdengar pada ruangan amat sunyi.

•     Tingkat II     : lemah, dapat didengar dengan ketelitian.

•     Tingkat III    : nyaring, segera dapat terdengar/mudah didengar.

•     Tingkat IV    : amat nyaring tanpa thrill.

•     Tingkat V     : amat nyaring dengan thrill (getaran teraba)

•     Tingkat VI    : dapat didengar tanpa stetoskop.

Murmur adalah bunyi hasil vibrasi dalam jantung dan pembuluh darah
besar disebabkan oleh bertambahnya turbulensi aliran. Pada murmur dapat
ditentukan :
o     Lokasi         : daerah tertentu/menyebar
o     Waktu          : setiap saat, ketika sistolik/diastolic.
o     Intensitas      :
Tingkat 1 : sangat redup.
Tingkat 2 : redup

23
Tingkat 3 : agak keras
Tingkat 4 : keras
Tingkat 5 : sangat keras
Tingkat 6 : kemungkinan paling keras.
o     Puncak : kecepatan aliran darah melalui katup dapat berupa rendah,
medium dan tinggi.
o     Kualitas : mengalir, bersiul, keras/kasar, musical, gaduh atau serak.

2. Pembuluh Darah
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran dan
sirkulasi perifer
b. Palpasi
Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan. Pemeriksa dapat
menekan tempat tersebut dengan ketentuan :
+ 1 = cekung sedikit yang cepat hilang.
+ 2 = cekung menghilang dalam waktu 10-15 detik.
+ 3 = cekung dalam yang menghilang dalam waktu 1-2 menit.
+ 4 = bebas cekungan hilang dalam waktu 5 menit atau lebih.
c. Auskultasi
Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar bunyi arteri.

B. Diagnosa Keperawatan

1.      Nyeri akut


2.      Intoleransi aktivitas
3.      Kecemasan.
4.      (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung
5.      (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan
6.      (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan
7.      Kurang pengetahuan

24
C. Intervensi
1. Nyeri akut
a. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap
respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
b. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus
kepada klien.
c. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi)
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:

2. Intoleransi aktivitas
a. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah
aktivitas sesuai indikasi.
b. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
c. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
d. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien
e. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola
peningkatan aktivitas bertahap.
f. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.

3. Kecemasan
a. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan
klien
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut
terhadap situasi krisis yang dialaminya.
c. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan
aktivitas yang diharapkan.

4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung


a. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan
berdiri (bila memungkinkan)
b. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
c. Auskultasi bunyi napas.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.

25
e. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien

5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan


f. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan
berdiri (bila memungkinkan)
g. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
h. Auskultasi bunyi napas.
i. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
j. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan
a. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
b. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
c. Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila
tidak kontraindikasi.
d. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi
kardiovaskuler.
e. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.

7. Kurang pengetahuan
a. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan
kemampuan/kesiapan belajar klien.
b. Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran.
(Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
c. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan
diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian
cepat/darurat.
d. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava
dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
e. Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk,
berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular pada lansia mempunyai
penyebab yang multifaktorial yang saling tumpang tindih.  Untuk itu kita
harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep faktor risiko dan penyakit
degeneratif.  Faktor risiko adalah suatu kebiasaan,kelainan dan faktor lain
yang bila ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut
secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu.
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan
selalu berhubungan dengan satu faktor risiko atau lebih,di mana faktor-faktor
risiko tersebut bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu.  Penyakit
degeneratif itu sendiri dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif
lain. Misalnya: penyakit jantung dan hipertensi merupakan faktor resiko
stroke.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Penulis sangat
mengharapkan bagi para pembaca. Agar dapat memberikan saran ,kritikan
dan masukan demi kelengkapan makalah ini.

27
DAFTAR PUSTAKA

Redhika, E. (2013, September 02). Proses Penuaan Pada Sistem Kardiovaskuler.


Retrieved from http://keperawatan-gerontik.blogspot.com/2013/10/proses-
penuaan-pada-sistem.html.

28

Anda mungkin juga menyukai