Anda di halaman 1dari 78

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

H DENGAN
DIAGNOSA POST OP KATARAK DI RSU XXX
TAHUN 2019

DISUSUN

Oleh :

AKADEMI KEPERAWATAN HELVETIA


MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Askep yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Tn. H Dengan Diagnosa Post Op Katarak di RSU XXX
Tahun 2019 ”.
Penulisan Askep ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan Mata Kuliah. Dalam penulisan Askep, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penulisan
Askep ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.
Baik pada teknis penulisan maupun dalam materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan Askep ini. Semoga
Askep ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Ruang Lingkup ..................................................................................... 5
1.3. Tujuan penulisan .................................................................................. 5
1.3.1. Tujuan Umum ........................................................................ 5
1.3.2. Tujuan Khusus ....................................................................... 5
1.4. Manfaat Penulisan ................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN TEORI .......................................................................... 8
2.1. Konsep Medis ....................................................................................... 8
2.1.1. Definisi ................................................................................... 8
2.1.2. Anatomi Fisiologi .................................................................. 10
2.1.3. Etiologi ................................................................................... 16
2.1.4. Patofisiologi ........................................................................... 17
2.1.5. Manifestasi Klinis .................................................................. 20
2.1.6. Diagnostik Penunjang ............................................................ 22
2.1.7. Penatalaksanaan Medis .......................................................... 24
2.1.8. Komplikasi ............................................................................. 25
2.2. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis .................................................. 26
2.2.1. Pengkajian .............................................................................. 26
2.2.2. Diagnosa Keperawatan........................................................... 27
2.2.3. Intervensi Keperawatan .......................................................... 28
BAB III ASKEP TEORITIS ......................................................................... 38
3.1. Pengkajian ............................................................................................ 38
3.2. Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 38
BAB IV ASKEP KASUS ............................................................................... 39
4.1.1. Riwayat Penyakit ................................................................... 39
4.1.2. Biodata ................................................................................... 40
4.1.3. Keluhan Utama....................................................................... 41
4.1.4. Riwayat Kesehatan Sekarang ................................................. 41
4.1.5. Riwayat Kesehatan Masa Lalu ............................................... 42
4.1.6. Riwayat Penyakit Keluarga .................................................... 43
4.1.7. Riwayat/Keadaan Psikososial ................................................ 43
4.1.8. Pemeriksaan Fisik .................................................................. 46
4.1.9. Pola Kebiasaan Sehari – Hari................................................. 48
4.1.10. Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 50
4.1.11. Analisa Data ........................................................................... 51
4.2. Prioritas Masalah Keperawatan/ Diagnosa Keperawatan .................... 55
4.3. Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 57
4.4. Implementasi ........................................................................................ 57
4.5. Implementasi Keperawatan/ Catatan Keperawatan .............................. 59
4.6. Discharge Planning .............................................................................. 69
4.7. Evaluasi ................................................................................................ 71
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 73
5.1. Kesimpulan........................................................................................... 73
5.2. Saran ..................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 74
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Untuk mencapai pembangunan nasional diperlukan upaya penyelengaraan

kesehatan yang bermutu yang dilakukan individu, kelompok, masyarakat,

lembaga pemerintah atau swadaya masyarakat yang lebih mengutamakan promosi

kesehatan serta pencagahan penyakit. Upaya pemeliharaan yang mencangkup dua

aspek kuratif dan rehabilitatif, sedangkan upaya peningkatan kesehatan juga

mencangkup dua aspek yaitu Prepentif dan promotif (Notoadmojo, 2003 : 02).

Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2002 Kesehatan yang

baik atau kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana tidak hanya bebas dari

penyakit, namun juga harus sehat dan sejahtera antara mental dan sosial.

Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yakni keturunan, pelayanan

kesehatan, perilaku dan lingkungan.faktor pelayanan kesehatan meliputi

ketersediaan klinik kesehatan dan fasilitas kesehatan lainya, faktor perilaku

meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan perilaku hidup bersih dan

sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan yang sehat dan

memenuhi persyaratan (HL.Blum dalam Notoatmodjo, 2003 : 146).

Mata merupakan bagian panca indra yang sangat penting, para ahli

mengatakan jalur utama informasi 80% adalah melalui mata. Mata sering juga

disebut sebagai jendela karena bisa menyerap semua yang memantulkan, fatalnya

banyak hal yang dapat menyebabkan gangguan pada mata hingga menimbulkan

kebutaan atau gangguan penglihatan. Buta berdasarkan bahasa sehari-hari adalah

1
kondisi tidak bisa melihat susuatu apapun yang ada dihadapinya, penyebab

terbanyak kebutaan adalah katarak.

Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat

terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)lensa, denaturasi protein lensa, atau

akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.

(Kapita Selekta Kedokteran,2001)

Suzanne & Brenda, tahun 2002 berpendapat bahwa katarak adalah

perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh.

Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan

lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan

yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata

dapat bervariasi.

Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia, Word Healt Organization

(WHO) saat ini diseluruh dunia ada sekitar 135 juta penduduk dunia memiliki

penglihatan lemah dan 45 juta orang menderita katarak. Dari jumlah tersebut,

90% diantaranya penyebaran prevalensinya dinegara berkembang dan

sepertiganya berada di Asia Tenggara.

Di Indonesia jumlah penderita katarak tiap tahun meningkat, bertambah

210.000 orang pertahun, 16% diantaranya berada pada usia produktif. Angka

kejadian katarak dan angka pertumbuhan katarak pertahun 0,1% dari jumlah

penduduk. Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau

bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data

statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun

2
menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75-85 tahun daya penglihatannya

berkurang akibat katarak.

Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan

apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu

pekerjaan sehari-hari, atau bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti

glaukoma dan uveitis. Apabila diindikasikan pembedahan, maka ekstraksi lensa

akan secara definitif memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih 90%. Sisanya

10% pasien mungkin telah mengalami penyulit pasca bedah serius, misalnya

glaukoma, ablasio retina, perdarahan corpus vitreum, infeksi, atau pertumbuhan

epitel ke bawah (ke arah kamera interior) yang menghambat pemulihan visus.

Lensa intraocular dan lensa kontak kornea menyebabkan penyesuaian setelah

operasi katarak menjadi lebih mudah, dibandingkan pemakaian kacamata katarak

yang tebal (http://kinton.multiply.com).

Sedangkan di menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi sepanjang

periode Januari 2010 sampai dengan Januari 2011 dari keseluruhan pasien dengan

gangguan mata, didapatkan data 760 penderita katarak di provinsi Jambi dengan

Kabupaten Muara Bungo adalah prevalensi terbanyak kasus katarak (http://askep-

kesehatan.jurnal kesehatan provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).

Berdasarkan data gastroenteritis dari medical record (MR) RSU

M.H.A.Thalib Kabupaten Kerinci. Didapatkan data sebagai berikut:

3
Tabel 1.1. Daftar 10 Penyakit terbesar di Rumah Sakit Umum Daerah
Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci Ruang Rawat Inap
THT/Mata dalam decade 3 tahun terakhir (2009-2011)

Tahun
No Nama penyakit 2011
2009 % 2010 % %
(Jan - Juni)
1 Katarak 49 50,9 25 15,2 19 9,5
2 Tonsilitis 25 26 4 2,4 14 7
3 Abses sub 5 5,2 6 3,6 1 0,5
mandibula
4 Fharingitis 6 6,2 9 5,4 11 5,5
5 Epistaksis 11 11,4 12 7,3 1 0,5
6 Konjungtivitis 3 3,1 2 1,2 1 0,5
7 Trauma Oculi 2 2,8 2 1,2 1 0,5
8 Udem Palfebra 1 1,4 0 0 0 0
9 Osink 1 1,4 0 0 0 0
10 Rhinitis 1 1,4 1 0,6 2 1
Sumber: Medical Record Ruang THT/Mata RSUD May. H. A. Thalib

Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat

perubahan-perubahan degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia.

Pajanan terhadap sinar matahari selama hidup, alkohol, merokok dan asupan

vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama serta predisposisi

herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.

Peran perawat pada kasus katarak meliputi sebagai pemberi asuhan

keperawatan langsung kepada klien yang mengalami pembedahan katarak,

sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi

ktarak, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan

keperawatan kepada klien dengan operasi katarak melalui metode ilmiah.

4
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui

lebih lanjut bagaimana penatalaksanaan, perawatan untuk mencegah komplikasi

lebih lanjut dan bagaimana asuhan keperawatan pada Klien dengan diagnosa

Medis Post Operasi Katarak hari ke 1.

1.2. Ruang Lingkup

Dalam penulisan ini, penulis membatasi bagaimana cara menerapkan

asuhan keperawatan pada pasien dengan katarak pasca operasi di instalasi rawat

inap THT/Mata Rumah Sakit Umum Daerah May.H.A Thalib Kabupaten Kerinci.

1.3. Tujuan penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan pengalaman yang nyata tentang asuhan ke-

perawatan dengan klien dengan diagnosa Medis Post Operasi Katarak hari ke 1

dan sebagai pemahaman tentang penangan pasien katarak, perawatan pasca

operasi serta mengetahui komplikasi yang mungkin muncul pada pasien post

operasi katarak dan pencegahan terhadap komplikasi.

1.3.2. Tujuan Khusus

Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Tn. A dengan klien

dengan diagnosa Medis Post Operasi Katarak hari ke 1 diharapkan, Penulis

mampu:

1. Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala dan penatalaksanaan pada

pasien post operasi Katarak dan pemulihan penglihatan agar dapat beraktifitas

sesuai fungsinya semula.

5
2. Untuk memahami perawatan pasien post operasi Katarak untuk mencegah

terjadinya komplikasi yang meliputi kebutaan, retinoblastoma, gluokoma dll.

3. Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan pada pasien Tn.

A dengan diagnosa medis Post Operasi Katarak hari ke 1.

4. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien Tn. A dengan diagnosa medis

Post Operasi Katarak hari ke 1..

5. Menyusun rencana keperawatan pada pasien Tn. A dengan diagnosa medis

Post Operasi Katarak hari ke 1.

6. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Tn. A dengan diagnosa

medis Post Operasi Katarak hari ke 1.

7. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien Tn. A dengan diagnosa

medis Post Operasi Katarak hari ke 1.

8. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta penyelesaian

masalah (solusi) dalam melaksanakan asuhan kepe-rawatan pada pasien Tn. A

dengan diagnosa medis Post Operasi Katarak hari ke 1.

1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1. Bagi Perawat

Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta meningkatkan

dalam melaksanakan penerapan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi secara sistematis khususnya pada

pasien dengan Katarak post operasi

6
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan agar penulisan ini dapat

dilakukan dengan melihat permasalahan lain yang berkaitan dengan kasus yang

telah penulis selesaikan.

1.4.3. Bagi Rumah Sakit

Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi semua lapisan tim

kesehatan atau pelaksanaan asuhan keperawatan khususnya dibidang keperawatan

maupun tim kesehatan lain tentang asuhan keperawatan pada klien dengan

Katarak post operasi

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Medis

2.1.1. Definisi

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih dan

merupakan suatu daerah yang berkabut dan keruh didalam lensa. Pada stadium

dini pembentukan katarak, protein dalam serabut-serabut lensa dibawah kapsul

mengalami denaturasi. Lebih lanjut protein tadi berkoagul;asi membentuk daerah

keruh menggantikan serabut-serabut protein lensa yang dalam keadaan normal

seharusnya transparan (Sjamsuhidayat. 2004).

Bila suatu katarak telah menghalangi cahaya dengan hebat sehingga

sangat mengganggu penglihatan, maka keadaan itu perlu diperbaiki dengan cara

mengangkat lensa melalui operasi. Bila ini dilakukan, maka mata kehilangan

sebagaian besar daya biasnya, dan harus digantikan dengan lensa konveks berdaya

penuh didepan mata, atau sebuah lensa buatan ditanam didalam mata pada tempat

lensa dikeluarkan (Soeparman, dkk. 2001).

Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat

terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)lensa, denaturasi protein lensa, atau

akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.

(Mansjoer Arif, dkk. 2001: 204)

Katarak merupakan opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih.

(Suzanne & Brenda, 2002:227)

8
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan

tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat

dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan

akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk

kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi (Underwood, J. C. E. 2000).

Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus

cahaya menjadi keruh, menyebabkan gangguan pada penglihatan.

Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata

berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat

menembusinya. Keadaan ini memperburuk penglihatan seseorang dan akan

menjadi buta jika lewat, atau tidak dirawat

Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau

kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang

lebih dari 65 tahun. Katarak sering terjadi secara bilateral, tetapi tiap katarak

mengalami kemajuan secara independen (http://www.Katarak.com/care/Surgery).

Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau

bahan lensa di dalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa

dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein

lensa (Sidarta Ilyas, 2005).

9
2.1.2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Penampang bola mata

Bola mata berdiameter ± 2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam

rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar.

Gambar 2.1 menunjukan bagian-bagian yang termasuk ke dalam bola mata,

bagian-bagian tersebut memiliki fungsi berbeda, secara rinci diuraikan sebagai

berikut:

a. Sklera : Melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat

melekatnya bola mata

b. Otot-otot : Otot-otot yang melekat pada mata :

1) muskulus rektus superior : menggerakan mata ke atas

2) muskulus rektus inferior : mengerakan mata ke bawah

c. Kornea: memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksikan cahaya

10
d. Badan Siliaris: Menyokong lensa dan mengandung otot yang memungkinkan

lensa untuk beroakomodasi, kemudian berfungsijuga untuk mengsekreskan

aqueus humor

e. Iris : Mengendalikan cahaya yang masuk ke mata melalui pupil, mengandung

pigmen.

f. Lensa : Memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa

g. Bintik kuning (Fovea): Bagian retina yang mengandung sel kerucut

h. Bintik buta: Daerah syaraf optic meninggalkan bagian dalam bola mata

i. Vitreous humor: Menyokong lensa dan menjaga bentuk bola mata

j. Aquous humor : Menjaga bentuk kantong bola mata

Bola mata dibagi menjadi 3 lapisan, dari luar ke dalam yaitu tunica fibrosa,

tunica vasculosa, dan tunica nervosa.

Gambar 2.2 bagian mata yang tampak

11
1. Tunica Vibrosa

Tunica vibrosa terdiri dari sklera, sklera merupakan lapisan luar yang sangat

kuat. Sklera berwarna putih putih, kecuali di depan. Pada lapisan ini terdapat

kornea, yaitu lapisan yang berwarna bening dan berfungsi untuk menerima

cahaya masuk kemudian memfokuskannya. Untuk melindungi kornea ini,

maka disekresikan air mata sehingga keadaannya selalu basah dan dapat

membersihkan dari debu. Pada batas cornea dan sclera terdapat canalis

schlemm yaitu suatu sinus venosus yang menyerap kembali cairan aquaus

humor bola mata.

2. Tunica Vasculosa

Tunica vasculosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari depan ke

belakang terdiri dari iris, corpus ciliaris dan koroid. Koroid merupakan lapisan

tengah yang kaya akan pembuluh darah, lapisan ini juga kaya akan pigmen

warna. Daerah ini disebut Iris. Coba Anda perhatikan mata orang Indonesia

dengan orang-orang dari Negara barat! Apakah perbedaannya? Tentunya pada

warna. Orang Indonesia biasanya bermata hitam atau coklat, adapun orang

barat biasanya berwarna biru atau hijau. Nah, di bagian irislah terdapatnya

perbedaan ini karena di tempat ini memiliki pigmen warna.

12
Bagian depan dari lapisan iris ini disebut Pupil yang terletak di belakang

kornea tengah. Pengaruh kerja ototnya yaitu melebar dan menyempitnya bagian

ini. Coba Anda masuk ke dalam suatu kamar yang gelap gulita, maka Anda akan

berusaha melihat dengan melebarkan mata agar cahaya yang masuk cukup. Pada

kondisi ini disebut dengan dilatasi, demikian sebaliknya jika Anda berada pada

ruangan yang terlalu terang maka Anda akan berusaha untuk menyempitkan mata

karena silau untuk mengurangi cahaya yang masuk yang disebut dengan

konstriksi. Pada sebuah kamera, pupil ini diibaratkan seperti diafragma yang dapat

mengatur jumlah cahaya yang masuk.

Di sebelah dalam pupil terdapat lensa yang berbentuk cakram otot yang

disebut Musculus Siliaris. Otot ini sangat kuat dalam mendukung fungsi lensa

mata, yang selalu bekerja untuk memfokuskan penglihatan. Seseorang yang

melihat benda dengan jarak yang jauh tidak mengakibatkan otot lensa mata

bekerja, tetapi apabila seseorang melihat benda dengan jarak yang dekat maka

akan memaksa otot lensa bekerja lebih berat karena otot lensa harus menegang

untuk membuat lensa mata lebih tebal sehingga dapat memfokuskan penglihatan

pada benda-benda tersebut.

13
Pada bagian depan dan belakang lensa ini terdapat rongga yang berisi caira

bening yang masing-masing disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor.

Adanya cairan ini dapat memperkokoh kedudukan bola mata

3. Tunica Nervosa

Tunica nervosa (retina) merupakan reseptor pada mata yang terletak pada

bagian belakang koroid. Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata.

Lapisan ini lunak, namun tipis, hampir menyerupai lapisan pada kulit bawang.

Retina tersusun dari sekitar 103 juta sel-sel yang berfungsi untuk menerima

cahaya. Di antara sel-sel tersebut sekitar 100 juta sel merupakan sel-sel batang

yang berbentuk seperti tongkat pendek dan 3 juta lainnya adalah sel konus

(kerucut). Sel-sel ini berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih, dan sangat

peka pada sedikit cahaya.

a. Sel Batang tidak dapat membedakan warna, tetapi lebih sensitif terhadap

cahaya sehingga sel ini lebih berfungsi pada saat melihat ditempat gelap.

Sel batang ini mengandung suatu pigmen yang fotosensitif disebut

rhodopsin. Cahaya lemah seperti cahaya bulan pun dapat mengenai

rhodopsin. Sehingga sel batang ini diperlukan untuk penglihatan pada

cahaya remang-remang.

b. Sel Kerucut atau cone cell mengandung jenis pigmen yang berbeda, yaitu

iodopsin yang terdiri dari retinen. Terdapat 3 jenis iodopsin yang masing-

masing sensitif terhadap cahaya merah, hijau dan biru. Masing-masing

disebut iodopsin merah, hijau dan biru. Segala warna yang ada di dunia ini

dapat dibentuk dengan mencamputkan ketiga warna tersebut. Sel kerucut

14
diperlukan untuk penglihatan ketika cahaya terang. Signal listrik dari sel

batang dan sel kerucut ini akan di teruskan melalui sinap ke neuron

bipolar, kemudian ke neuron ganglion yang akan membentuk satu bundel

syaraf yaitu syaraf otak ke II yang menembus coroid dan sclera menuju

otak. Bagian yang menembus ini disebut dengan discus opticus, dimana

discus opticus ini tidak mengandung sel batang dan sel kerucut, maka

cahaya yang jatuh ke discus opticus tidak akan terlihat apa-apa sehingga

disebut dengan bintik buta.

Alat-alat tambahan mata terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata

dan aparatus lakrimalis.

a) Alis: terdiri dari rambut kasar yang terletak melintang di atas mata, fungsinya

untuk melindungi mata dari cahaya dan keringat juga untuk kecantikan.

b) Kelopak mata: ada 2, yaitu atas dan bawah. Kelopak mata atas lebih banyak

bergerak dari kelopak yang bawah dan mengandung musculus levator

pepebrae untuk menarik kelopak mata ke atas (membuka mata). Untuk

menutup mata dilakukan oleh otot otot yang lain yang melingkari kelopak

mata atas dan bawah yaitu musculus orbicularis oculi. Ruang antara ke-2

kelopak disebut celah mata (fissura pelpebrae), celah ini menentukan

“melotot” atau “sipit” nya seseorang. Pada sudut dalam mata terdapat

tonjolan disebut caruncula lakrimalis yang mengandung kelenjar sebacea

(minyak) dan sudorifera (keringat).

15
c) Bulu mata: ialah barisan bulu-bulu terletak di sebelah anterior dari kelenjar

Meibow. Kelenjar sroacea yang terletak pada akar bulu-bulu mata disebut

kelenjar Zeis. Infeksi kelenjar ini disebut Lordholum (bintit).

d) Apparatus lacrimalis: terdiri dari kelenjar lacrimal, ductus lacrimalis, canalis

lacrimalis, dan ductus nassolacrimalis.

2.1.3. Etiologi

Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat

perubahan-perubahan degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia.

Pajanan terhadap sinar matahari selama hidup, alkohol, merokok dan asupan

vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama serta predisposisi

herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.

Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi

mata, atau akibat pajanan radiasi atau obat tertentu. Janin yang tepajan virus

rubella dapat mengalami katarak. Para pengidap diabetes melitus kronik sering

mengalami katarak, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran

darah ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa.

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau

bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data

statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun

menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75-85 tahun daya penglihatannya

berkurang akibat katarak.

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau

bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur

16
60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu

terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi :

a) Faktor keturunan.

b) Cacat bawaan sejak lahir.

c) Masalah kesehatan, misalnya diabetes.

d) Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.

e) Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus).

f) Gangguan pertumbuhan.

g) Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.

h) Rokok dan Alkohol.

i) Operasi mata sebelumnya dan trauma (kecelakaan) pada mata.

j) Ketuaan (Katarak Senilis).

k) Trauma.

l) Penyakit mata lain (Uveitis).

m) Penyakit sistemik (DM).

n) Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi

virus prenatal, seperti German Measles).

o) Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.

2.1.4. Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur yang posterior iris yang jernih,

transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang

besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat

nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul

17
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan

warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti

duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan

bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya

transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjng dari

badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan

penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat

menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat

jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnta protein lensa

normal terjadi disertai influks air kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut

lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa

suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah

enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan

pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang

berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti

diabetes melitus, namun merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang

normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika

seseorang memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus

diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosis dapat menyebabkan ambliopia

dan kehilangan penglihatan permanen.

18
Lensa mata yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,

transparan, berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.

Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleuas,

di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan

posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi

coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan

posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang

paling bermakna namapak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya

transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang

daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan

penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat

menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat

jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa

normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut

lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa

suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah

19
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn tidak ada pada kebanyakan

pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang

berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM,

namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.

Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang

memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus

diidentifikasi awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia

dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan

dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol,

merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu

lama.

2.1.5. Manifestasi Klinis

Secara umum terdapat 4 jenis katarak seperti berikut:

1. Katarak congenital:

Merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir yang terjadi akibat

gangguan perkembangan embrio intrauterin.

2. Katarak Traumatik :

Merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata akibat trauma

tumpul atau trauma tajam yang menembus kapsul anterior.

20
3. Katarak Sekunder

Katarak yang disebabkan oleh konsumsi obat seperti prednisone dan

kortikosteroid, serta penderita diabetes. Katarak diderita 10 kali lebih umum

oleh penderita diabetes daripada oleh populasi secara umum.

4. Katarak yang berkaitan dengan usia:

Merupakan jenis katarak yang paling umum. Berdasarkan lokasinya, terdapat

3 jenis katarak ini, yakni nuclear sclerosis, cortical, dan posterior subcapsular.

Nuclear sclerosis merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga

menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi

daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat

menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna,

terutama warna birru. Katarak jenis cortical terjadi bila serat-serat lensa

menjadi keruh, dapat menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam

hari. Posterior subcapsular merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang

lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya

terang, serta pandangan baca menurun.

Pada keadaan umum tanpa memperhatiak causa keluhan yang sering

ditemukan pada pasien dengan gangguan katarak adalah sebagai berikut:

a) Penurunan ketajaman penglihatan, silau dan gangguan fungsional sampai

derajat tertentu.

b) Pengembunan seperti mutiara keabuanpada pupil sehingga retina tidak

akan tampak dengan oftalmoskop.

21
c) Pandangan kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan dan

susah melihat di malam hari.

d) Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.

e) Gatal – gatal pada mata dan air mata mudah keluar

f) Pada malam hari penglihatan terganggu dan pandangan kabur yang tidak

dapat dikoreksi dengan kaca mata atau ukuran kaca mata yang sering

berubah.

g) Sulit saat membaca atau mengemudi di malam hari dan dapat melihat

dobel pada satu mata

h) Penurunan tajam penglihatan secara progresif dan penglihatan seperti

berasap.

i) Setelah katarak bertambah matang, maka retina menjadi semakin sulit

dilihat, akhirnya reflek fundus tiidak ada, dan pupil berwarna putih.

2.1.6. Diagnostik Penunjang

Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit dan

oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel

sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan di

lakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien

merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi

Intra Okuler.

1) Kartu nama snellen/mesin telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral

penglihatan) mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akvesus

22
atau vitreus humor, kesalahan refraksi atau penyakit sistem saraf atau

penglihatan keretina atau jalan optik.

2) Lapang penglihatan. Penurnan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro

vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri

serebral, gloukoma.

3) Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler (Tekanan Intra Okuler)

normalnya 12-25 mmHg.

4) Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi

lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi

dan pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.

5) Darah lengkap, laju sedimentasi (Laju Endap Darah), menunjukkan anemia

sistemik atau infeksi.

6) EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan

aterosklerosis.

7) Tes toleransi glukosa, menunjukkan adanya atau kontrol diabetes (Marilyn E.

Doenges,2000)

8) Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit, dan

oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound ( Echograpy ) dan hitung sel endotel

sangat berguna sebagai alat diagnostik khususnya bila dipertimbangkan akan

dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini

merupakan kandidat untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi inta

okuler (Brunner & Suddarth, 2002)

23
2.1.7. Penatalaksanaan Medis

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian

rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari hari atau bila telah menimbulkan

penyulit, seperti glaucoma dan uveitis.

a. Pengobatan berupa eksisi seluruh lensa untuk diganti oleh lensa buatan, atau

fragmentasi lensa dengan ultrasound atau laser, diikuti oleh aspirasi fragmen

dan penggantian lensa.

b. Pembedahan diindikasikasikan bagi yang memerlukan penglihatan akut untuk

bekerja atau keamanan.

Macam-macam pembedahan yang dapat dilakukan antara lain:

1) Ekstraksi katarak intrakapsuler :

Merupakan pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah

zonula dipisahkan, lensa di angkat dengan cryoprobe yang diletakkan

secara langsung pada kapsula lentis.

2) Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler :

Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98%

pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat mata selama

pembedahan.

3) Fakoemulsifikasi

Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler cara ini

memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan

menggunakan alat ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan

24
korteks lensa menjadi partikel kecil yang lebih pendek dan penurunan

insidensi astigmatisme pasca operasi.

4) Pengangkatan lensa

Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan

focus mata, maka bila lensa di angkat, pasien memerlukan koreksi optikal.

Koreksi ini dapat dilakukan dengan salah satu metode dari 3 metode yaitu:

a) Kaca mata apakia : mampu memberikan pandangan sentral yang baik,

namun pembesaran 25% sampai 30% menyebabkan penurunan dan

distorsi pandangan perifer spasial, membuat benda-benda tampakak

jauh lebih dekat dari yang sebenarnya.

b) Lensa kontak : jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, tidak terjadi

pembesaran yang bermakna (5% sampai 10%), tidak terdapat aberasi

sferis, tidak ada penurunan lapang pandangan dan tak ada kesalahan

orientasi spasial.

c) Implan lensa Intraokuler : memberikan alternative bagi lensa apakia

yang tebal dan berat, untuk mengobati penglihatan pasca operasi.

2.1.8. Komplikasi

1. Endoftalmitis

2. Edema kornea

3. Distorsi atau terbukanya luka operasi

4. Bilik mata depan dangkal

5. Glaucoma

6. Uveitis

25
7. Dislokasi lensa intraokuler

8. Perdarahan segmen anterior atau posterior

9. Ablasio retina

10. Sisa massa lensa

11. Robek kapsul posterior

12. Prolaps vitreous

2.2. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis

2.2.1. Pengkajian

Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan

menentukan hasil dari tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara sistematis

mulai dari pengumpulan data, identifikasi dan evaulasi status kesehatan klien

(Nursalam, 2001).

a. Aktifitas Istirahat: Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan

gangguan penglihatan.

b. Neurosensori: Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang

menyababkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan

memfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap. Penglihatan

berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan

kacamata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotofobia (glukoma

akut).

c. Tanda: Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil

menyempit dan merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma darurat,

peningkatan air mata.

26
d. Nyeri/Kenyamanan : Ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tiba-

tiba/berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala

e. Pola aktivitas/istirahat: perubahan aktivitas biasanya/hoby sehubungan

dengan gangguan penglihatan.

f. Pola nutrisi: Mual/muntah (glaukoma akut)

g. Pola neurosensory

h. Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan

silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,kesulitan memfokuskan

kerja dengan dekat/ merasa diruang gelap.

i. Pola penyuluhan/pembelajaran

j. Gejala: Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler,

riwayat stress, alergi, ketikseimbangan endokrin, terpajan pada radiasi,

steroid/toksisitas fenotiazin.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan lapang

pandang vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan tekanan intra okuler.

2. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan

gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara

terapetik dibatasi

3. Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi, prognosis,

pengobatan dan penyakitnya berhubungan dengan kuraqng informasi dan

keterbatasan kognitif.

27
4. Ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya

pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat.

5. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan

atau kurang pengetahuan.

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur

invasive/ tindakan operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi

7. Nyeri yang berhubungan dengan trauma peningkatan Tekanan intra okuler,

proses inflamasi pembedahan katarak.

8. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan

kerusakan penglihatan.

2.2.3. Intervensi Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan lapang

pandang vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan tekanan intra okuler.

a. Tujuan :

Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan

cedera.

b. Kriteria hasil :

1) Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan

faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.

2) Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

c. Intervensi

1) Kaji kemampuan lapang pandang klien dan resiko terhadap cedera

serta kemampuan klien dalam beraktivitas

28
2) Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi pasca operasi, nyeri,

pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.

3) Berikan posisi yang nyaman pada passion misalnya: posisi bersandar,

kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan

4) Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,

membongkok.

5) Ambulasi dengan bantuan dengan cara anjurkan pada keluarga untuk

membantu dalam pemenuhan activity daily living klien seperti ke

kamarmadii, duduk, makan dll.

6) Berikan tempat tidu yang nyaman pada pasien dan pasang pengaman

pada tempat tidur seperti guling disisi kanan dan kiri klien atau pagar

pembatas bed.

7) Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.

8) Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam

tiba-tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.

Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.

9) Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, analgesik.

2. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan

gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik

dibatasi.

a. Tujuan :

Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,

mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.

29
b. Kriteria Hasil :

1) Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.

2) Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

c. Intervensi :

1) Kaji tanda-tanda vital klien sesuai program dan keadaan klien.

2) Observasi ketajaman penglihatan, dan kajia danya masalah dalam

penglihatan klien

3) Orientasikan klien tehadap lingkungan yang mudah dikenal dengan

tujuan mempermudah klien belajar beraktivitas.

4) Observasi tanda-tanda disorientasi seperti mata kabur dll.

5) Anjurkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya

memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta

titik mungkin ada.

6) Anjurkan pada keeluarga untuk membantu klien dalam beraktivitas

3. Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi, prognosis,

pengobatan dan penyakitnya berhubungan dengan kuraqng informasi dan

keterbatasan kognitif.

a. Tujuan :

Klien menunjukkan pemhaman tentang kondisi, proses penyakit dan

pengobatan.

b. Kriteria Hasil :

 Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.

30
c. Intervensi :

1) Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, dan

tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang katarak.

2) Berikan penyuluhan tentang pentingnya perawatan dan evaluasi pada

katarak.

3) Berikan penyuluhan pada klien dan keluarga tentang penyakit katarak

dan perawatan klien dengan katarak dirumah..

4) Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah

medis klien.

5) Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat,

mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.

6) Anjurkan klien memeriksa ke dokter tentang aktifitas seksual, tentukan

kebutuhan tidur menggunakan kacamata pelindung.

7) Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal:

nyeri tiba-tiba.

4. Ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya

pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat.

a. Tujuan:

Klien pasca operasi tidak mengalami kecemasan akan penyakitnya setelah

dilakukan tindakan keperawatan

b. Kriteria hasil:

1) Menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi

2) Penerimaan pembedahan dan pemahaman instruksi.

31
c. Intervensi:

1) Kaji tingkat kecemasan klien dan anjurkan klien untuk menyampaikan

penyebab kecemasannya

2) Orientasika pasien pada lingkungan yang baru.

3) Berikan penyuluhan tentang operasi katarak dan poerawatan pasien

katarak

4) Beri penyuluhan klien dan keluarga tentang penyakitnya, pencegahan

dan komplikasi pada pasien katarak.

5) Jelaskan tentang prosedur pembadahan.

6) Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan

pasien.

7) Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila

memungkinkan.

5. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan atau

kurang pengetahuan.

a. Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami

cedera tak memahami cara pencegahan cedera

b. Kriteria hasil:

1) Dapat menurunkan resiko terjadinya cedera.

2) Dapat beraktivitas tanpa cedera

32
c. Intervensi

1) Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pascaoperasi sampai

stabil dan sampai mencapai penglihatan dan ketrampilan koping yang

memadai.

2) Rasional: menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah

sempoyongan atau tidak mempunyai ketrampilan koping untuk

kerusakan penglihatan.

3) Bantu pasien manata lingkungan

Rasional: memfasilitasi kemendirian dan menurunkan resiko cedera

4) Orientasikan pasien pada ruangan

Rasional: meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.

5) Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kacamata bila

diperlukan.

Rasional: temeng logam atau kaca mata melindungi mata terhadap

cedera.

6) Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma

Rasional: tekanan pada mata dapat menyebabkan kerusakan serius

lebih lanjut.

7) Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.

Rasional: cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur

invasive/ tindakan operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi

33
a. Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak

terjadi.

b. Kriteria hasil:

1) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi seprti pada luka operasi terdapat

pus dan kemerahan, oedem.

2) Tanda–tanda vital dalam batas normalLaboratorium leukosit, dan

hemoglobin normal.

3) Luka kering dan menunjukan penyembuhan

c. Intervensi

1) Observasi tanda–tanda vital pasien sesuai kondisi pasien.

Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap

perubahan pada kondisi klien dan abnormalitas pada kondisi klien

2) Kaji adanya tanda–tanda infeksi dan peradangan meliputi adanya

kemerahan sekitar luka dan pus pada luka operasi.

Rasional: Adanya kemerahan, oedem, pus, dan rasa panas pada

luka merupakan adanya infeksi pada luka operasi

3) Lakukan medikasi luka steril/bersih tiap hari.

Rasional: Mensterilkan luka dan menjaga luka agar tetap

steril/tidak infeksi dan cepat sembuh.

4) Pertahankan tekhnik aseptic antiseptik/kesterilan dalam perawatan

luka dan tindakan keperawatan lainnya.

34
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan menghindari infeksi

pada luka operasi.

5) Jaga personal hygiene pasien.

Rasional: Meningkatkan sterilan pada luka dan personal hygiene

klien

6) Manajemen kebersihan lingkungan pasien.

Rasional: Agar ruangan tetap steril

7) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy antibiotik

Rasional: Mempercepat penyembuhan luka agar tidak terjadi

infeksi.

7. Nyeri yang berhubungan dengan trauma peningkatan Tekanan intra okuler,

proses inflamasi pembedahan katarak.

a. Tujuan:

Diharapkan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan pada

pasien.

b. Kriteria hasil:

1) Nyeri berkurang sampai hilang

2) Ekspresi wajah klien rileks

3) Skala nyeri berkurang/0

4) Tanda-tanda vital dalam batas normal

c. Intervensi

1) Monitor tanda–tanda vital pasien sesuai kondisi pasien dan jadwal

35
Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan

pada kondisi klien dan abnormalitas pada kondisi klien

2) Kaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala nyeri pasien.

Rasional: Meneggetahui status nyeri pada klien

3) Posisikan yang nyaman denga posisi tidur terlentang dan hindari

pergerakan secara tiba-tiba, dan duduk terlalu lama, serta akticitas

secara bertahap

Rasional: Latihan aktivitas bertahan mengurangi respon nyeri tapi

tetap pertahan kenyamanan klien dan mengurangi rasa nyeri klien

4) Ajarkan tekhnik relaksasi dan dextrasi nafas dalam untuk mengurangi

nyeri saat nyeri muncul

Rasional: Nafas dalam dan tekhnik relaksasi mengurangi nyeri secara

bertahap dan dapat dilakukan mandiri.

5) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan massase pada area

abdomen yang nyeri tapi bukan area luka operasi.

Rasional: Relaksasi dan pengalihan merupakan rasa mengalihkan rasa

nyeri dan menciptakan kenyamanan klien

6) Kolaborasi dengan tim medis dalam program therapy analgetik

Rasional: Program terapi sebagai system kolaboratif dalam

menyelesaikan masalah nyeri.

8. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan

penglihatan.

36
a. Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan personal hygiene

klien terpenuhi dan tidak terjadi deficit perawatan diri pada klien

b. Kriteria hasil:

1) Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

2) Personal hygiene terjaga

c. Intervensi

1) Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan

gejala koplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter

Rasional: penemuan dan penenganan awal komplikasi dapat

mengurangi resiko kerusaka lebih lanjut.

2) Beri instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti

mengenai tehnik yang benar memberikan obat.

Rasional: pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko

infeksi dan cedera mata.

3) Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan

Rasional: sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan,

pendamping dan teman dirumah.

4) Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.

Rasional: memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan

37
BAB III

ASKEP TEORITIS

3.1. Pengkajian

Setelah penulis melakukan pengkajian terhadap pasien dan pemeriksaan

fisik head to toe terhadap pasien hampir semua hasil pengkajian yang penulis

lakukan terhadap pasien dengan gangguan penglihatan seperti katarak mendukung

teori yang di kemukakan. Penulis melakukan asuhan keperawatan selama 2 hari.

Penulis akan membahas masalah keperawatan yang muncul selama pemberian

asuhan keperawatan. Pengumpulan data pada saat pengkajian Pasien baik

subyektif atau obyektif pada gangguan sistem penginderaan katarak.

Dalam penulisan teori dan kasus saling mendukung. Namun ada juga yang

tidak sesuai dengan teori, yaitu diagnosa kecemasan. Pasien yang akan dioperasi

terlihat rilek, tidak terlihat cemas. Mungkin kecemasan orang berbeda - beda ini

yang membuat diagnosa kecemasan ada yang dimunculkan dan ada yang tidak

dimunculkan.

3.2. Diagnosa Keperawatan

1. Diagnose keperawatan yang ditemukan pada kasus yang sesuai dengan

teori Adalah nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.

2. Diagnose keperawatan yang tidak ditemukan pada kasus nyata tetapi ada

di konsep teori adalah kurang pengetahuan berhubungan dengan

kurangnya keinginan untuk mencari informasi.

38
BAB IV

ASKEP KASUS

4.1. Identitas Klien

Pasien bernama Tn.H berumur 76 tahun, berjenis kelamin laki – laki,

bertempat tinggal di Piasa Kulon, pasien sudah menikah, beragama islam. Pasien

merupakan suku jawa, pendidikan terakhir pasien SD, pasien tidak bekerja dan

seharian hanya dirumah. Pasien masuk rumah sakit tanggal 24 Februari 2014.

Pengkajian pada pasien di lakukan pada tanggal 24 Februari 2014, sumber

informasi di dapat dari pasien dan keluarga pasien secara langsung melalui

wawancara.

4.1.1. Riwayat Penyakit

Pada saat masuk rumah sakit pasien mengatakan keluhan utama yang

paling dirasakan adalah nyeri setelah dioperasi. Pasien mengatakan awalnya

periksa di puskesmas dengan keluhan pandangan mata menjadi kabur dan ada

bercak putih di matanya. pasien disarankan untuk periksa di poli mata RSU

tanggal 4 Februari 2014. Dilakukan pemeriksaan cek darah lengkap dan gula

darah sewaktu. Dengan hasil GDS 129 mg/dl. Pasien dioperasi dan rawat inap

pada tanggal 24 februari 2014.

39
4.1.2. Biodata

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. H

Jenis Kelamin : Laki-laki.

Agama : Islam

Umur : 68 Tahun.

Pendidikan : SD.

Pekerjaan : Tani

Alamat : Koto Teluk.

Tanggal Masuk RS : 10 Juni 2019

Tanggal Pengkajian : 11 Juni 209

No Register : 090059

Ruang/Kamar : THT/Mata

Golongan Darah : A.

Tanggal Pengkajian : 11 Juni 2019.

Diagnosa Medis : Katarak Post Operasi Hari Ke I

B. Penanggung Jawab

Nama : Ny. H.

Hub dengan pasien : Istri Pasien.

Pekerjaan : Tani.

Alamat : Koto Teluk.

40
4.1.3. Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri pada luka operasi, luka terasa panas dan menusuk

selain itu juga klien mengatakan kepala pusing dan nyeri semakin meningkat

terutama saat klien bergerak atau menoleh secara tiba-tiba dan batuk.

4.1.4. Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluarga klien mengatakan sejak 3 tahun yang lalu klien sering

mengeluhkan pandangan mata kabur dan tidak jelas, mata klien tampak keruh

kemudian klien memeriksakanya pada petugas kesehatan setempat dan dinyatakan

klien menderita katarak. Semakin lama pandangan mata klien semakin kabur dan

tidak jelas dan semakin keruh. Kemudian oleh keluarga diperiksakan ke dokter

dan oleh dokter dianjurkan untuk operasi, kemudian oleh keluarga dibawa

kerumah sakit Mayjen H.A. Thalib Kerinci pada tanggal 10 Juni 2011, kemudian

klien menjalani operasi pada tanggal 10 Juni 2011. Dan pada saat melakukan

pengkajian pada klien post operasi pada hari ke 1 yaitu pada tanggal 11 Juni 2011,

didapatkan keluhan/data.

Paliatif : Klien mengatakan nyeri pada luka operasi yaitu dibagian mata

sebelah kanan, nyeri terasa meenusuk, panas dan terus menerus

nyeri semakin meningkat saat klien bergerak secara tiba-tiba,

duduk dan batuk.

Quality : Klien mengatakan nyeri terasa menusuk, pedih dan panas, nyeri

terasa semakin sakit saat klien bergerak dan batuk terutama saat

klien duduk selain itu klien mengatakan mata terasa panas dan

pedih serta ada sesuatu yang menganjal.

41
Region : Klien mnegeluhkan nyeri terasa di luka operasi yaitu di mata

sebelah kanan, dan nyeri menjalar sampai ke kepala, telinga dan

punggung.

Severity : Kelurga klien mengatakan saat ini tidak dapat beraktivitas karena

nyeri terutama saat nyeri kambuh klien tidak mampu untuk

bergerak dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti

makan, minum dan BAK serta BAB klien dibantu oleh keluarga,

kondidi klien masih lemah dank lien dianjurkan untuk bedrest

total.

Time : Klien mengatakan nyeri muncul setiap saat terutama saat klien

bergerak dengan tiba-tiba dan batuk.

4.1.5. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien mengatakan menderita Katarak sejak 3 tahun yang lalu, selain itu

klien juga klien sering menderita batuk dan pilek dan untuk mengobatinya klien

membeli obat diwarung dan periksa ke petugas kesehatan setempat. Klien

mengatakan sebelumnya belum pernah dirawat dan belum pernah menjalani

operasi terutama dengan penyakit yang sama (katarak). Klien juga mengatakan

sebelumnya klien tidak pernah dan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan dan

obat-obatan dan klien tidak menderita penyakit degenerative seperti hipertensi,

diabetes mellitus, jantung dll.

42
4.1.6. Riwayat Penyakit Keluarga

A. Orang tua

Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami

riwayat penyakit yang sama yang diderita klien saat ini yaitu katarak dan keluarga

klien juga tidak ada yang mengalami penyakit menular seperti hepatitis dan alergi

terhadap makanan apapun. Tetapi menurut klien kakek klien dahulu juga pernah

menderita katarak tapi tidak dioperasi karena keterbatasan fasilitas pada saat itu.

Dan tidak ada juga yang mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus,

stroke dan hipertensi.

4.1.7. Riwayat/Keadaan Psikososial

a. Bahasa Yang Digunakan

Dalam kehidupan sehari-hari klien dan keluarga dalam berkomunikasi dan

bergaul terbiasa menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa daerah kerinci

(Koto teluk).

b. Persepsi Klien Tentang Penyakitnya

Klien menganggap bahwa sakit yang dideritanya adalah cobaan dari Tuhan

dan klien berharap cepat sembuh. Dan klien mengatakan bahwa

dilingkungan keluarga selalu menjaga kesehatan anggota keluarga dengan

baik dan bila ada anggota keluarga yang sakit selalu memeriksakan

kesehatannya ke dokter dan petugas kesehatan terdekat. Seperti saat ini

klien katarak dan keluarga berusaha mengobati klien hingga klien bisa

dioperasi.

43
c. Konsep Diri

1) Body Image

Klien mengatakan menerima kondisi sakitnya karena klien

mengatakan, klien bahwa klien menerima kondisi sakitnya dengan

sabar dan keluarga menganggap ini adalah ujian dan ia bersabar dalam

menghadapi masalah ini.

2) Ideal Diri

Klien berharap agar cepat sembuh dan segera pulang dan beraktivitas

kembali sebagai kepala keluarga yang harus mencari nafkah untuk

keluarga dan istrinya.

3) Harga Diri

Klien menganggap bahwa kondisi sakitnya saat ini adalah cobaan bagi

klien dan klien tidak merasa minder dengan kondisinya saat ini karena

keluarga klien selalu mensuport klien, dan klien pasti dapat sembuh

kembali dan sehat seperti sebelum sakit.

4) Peran

Klien mengatakan bahwa ia adalah bahwa dia adalah seorang yang

berusia 68 tahun berperan sebagai suami dari seorang istri dengan dua

orang anaknya dan 3 orang cucu dari anak pertamanya.

5) Identitas Diri

Klien mengatakan bahwa ia sebagai seorang suami yang bekerja

sebagai petani yang sehari-hari mencari nafkah dengan menanam

sayuran, padi dan menjadi buruh disekitar rumahnya.

44
d. Keadaan Emosi

Status emosi klien stabil dibuktikan dengan saat dilakukan pengkajian

ketika penulis mengajukan pertanyaan klien sanganat kooperatif menjawab

pertanyaan penulis tetapi kata-kata klien kadang-kadang terhenti karena

klien merasakan nyeri pada mata kanannya.

e. Perhatian Terhadap Orang Lain/Lawan Bicara

Klien sangat kooperatif saat dilakukan pengkajian dan selalu menjawab

pertanyaan penulis denga menjabarkannya/menjelaskan dank lien

menceritakan tentang kondisi sakitnya dengan menyampaikan keluhannya

pada penulis kadang-kadang taanpa diminta/ditanya, walaupun terkadang

kata-kata klien terhenti karena klien merasakan nyeri pada mata kanannya.

f. Hubungan Dengan Keluarga

Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya hubungan keluarga klien

terjalin baik dan saling memperhatikan satu sama lainnya termasuk apabila

ada anggota keluarga yang sakit keluarga yang lain ikut mendukung untuk

mendapatkan kesembuhan dengan berobat.

45
4.1.8. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Keadaan umum klien lemah, tampak seperti


menahan sakit pada luka operasi dan klien tampak
bedrest total menghindari pergerakan secara tiba-
tiba karena nyeri pada luka operasi, klien bedrest
total.
2. Kesadaran : GCS 15 (Respon buka mata 4, mata kanan klien
tertutp kasa steril, Respon motorik 5 dan Respon
verbal 6), Tingkat kesadaran Compos mentis.
3. Kepala :
a) Rambut : Rambut klien pendek, warna hitam ditumbuhi
uban, pertumbuhan kurang merata ada sedikit
kebotakan, dikulit kepala tidak terdapat luka.
b) Mata : Mata kiri isokor, konjungtiva mata ananemis dan
sclera mata anikhterik sedangkan mata kanan
terdapat oedem palpebral, mata tampak merah
terdapat jahitan halus pada kornea jahitan
sebanyak 5 simpul dan mata kanan tertutup kasa
steril.
c) Telinga : Letak simetris, tidak ada serumen, dapat berfungsi
dengan baik dan tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.
d) Hidung : Simetris, tidak ada polip hidung, fungsi pernafasan
baik, tidak terjadi sesak nafas, tidak tampak
tumpukan sekret dan tidak terdapat masalah dalam
pola nafas, frekuensi pernafasan 20x/menit
e) Mulut : Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis. Jumlah
gigi kurang lengkap 30 buah, warna agak kuning,
nafas agak bau, lidah agak kotor, warna merah
muda.
f) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak
ada peningkatan Jugularis Vena Perifer dan teraba
nadi karotis 84 x/menit
4. Thorax : Bentuk simetris pergerakan dada kanan dan kiri
simetris, tidak lesi pada kulit dan tidak ada
pembengkakan dada.
a) Paru-
Paru/Pulmo
Inspeksi : Permukaan dada simetris, permukaan dada
kiri/sinistra sama dengan permukaan dada
kanan/dextra, Pernafasan normal frekuensi
Palpasi 20x/menit.
: Fokal fremitus kiri/sinistra sama dengan kanan/dextra,
Perkusi fokal resonan kiri/sinistra sama dengan kanan/dextra.

46
Auskultasi : Suara paru sonor.
: Bunyi nafas vesikuler dan tidak terdengar suara nafas
tambahan seperti wheezing, ronkhi, krekels dan ralles
b) Jantung/Cardio
Inspeksi : Terlihat ictus cordis berdenyut halus di intercosta 6
Palpasi : Teraba ictus cordis di intercosta ke 4-5-6 sebelah kiri.
Perkusi : Batas jantung jelas, kesan tidak ada pembesaran
Auskultasi jantung
: Terdengar bunyi jantung suara 1 (lub) tunggal dan bunyi
jantung suara 2 (dub) tunggal dan tidak terdengan mur-
mur pada semua lapang dada sebelah kiri.
5. Abdomen
Inspeksi : Permukaan abdomen simetris kanan dan kiri, tidak ada
ascitas dan tidak terdapat lesi pada abdomen
Auakultasi : Bising usus kurang lebih 12x / menit.
Perkusi : Suara Tympani.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada semua lapang abdomen
dan tidak terdapat pembesaran pada hepar dan ginjal.
6. Ekstremitas
a) Ekstremitas atas
Fungsi ekstremitas atas normal dan dapat berfungsi dengan baik dan tidak
menggunakan alat bantu dan ekstremitas sebelah kanan terpasang Infus RL
dengan infuset makro, 12 tetes/menit keadaan infus baik tidak terdapat
oedem pada area yang terpasang infus dan tidak ada nyari infus terpasang
hari ke 2.
b) Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah tidak terdapat kelainan dan dapat berfungsi dengan baik
hanya saja klien tidak mau banyak bergerak karena terasa nyeri pada luka
operasi semakin meningkat ketika bergerak.
c) Skala kekuatan otot
R L Keterangan : Skala kekuatan otot pada kedua kaki dan
5 5 kedua tangan nilai 5 yaitu dapat bergerak
dengan baik dan mampu menahan gravitasi.
5 5
7. Vital sign
TD : 150/90 mmHg S : 368 o C
N : 84 x / menit RR : 20 x/menit

47
4.1.9. Pola Kebiasaan Sehari – Hari

Tabel. 3.1. Pola aktivitas/kebiasaan sehari-hari

No Pola Kebiasaan Sebelum Sakit Selama Sakit

1 Pola Nutrisi Dan Klien mengatakan Klien mengatakan selama


Metabolik dirumah biasa makan 3x di rumah sakit pola
sehari porsi 1 piring makanya klien tidak bisa
kadang lebih, dengan makan banyak, hanya
jenis menu nasi putih, dapat makan makanan
sayur-sayuran dan laku. lunak atau bubur yang
Klien mengatakan tidak dianjurkan diet rumah
ada makanan yang di sakit dengan diet bubur
hindarinya/tidak di tinggi kalori tinggi
sukainya, dan tidak ada protein, klien mengatakan
riwayat alergi terhadap tidak nafsu makan karena
makanan sakit dan nyeri pada mata
kanan semakin meningkat
saat mengunyak makanan
keras, makan siang ini
klien hanya
menghabiskan seperempat
porsi diet dari rumah
sakit, Sehari klien minum
air sebanyak kurang lebih
5 gelas @100cc.

48
2 Pola Eliminasi BAB Klien mengatakan Klien selama 3 hari ini
dirumah BAB 1x sehari. klien belum BAB, klien
Kadang-kadang 2x dalam belum BAB karena kurang
sehari. Konsistensi lunak, gerak dan kurang makanan
warna coklat, bau khas berserat selain itu juga
feaces dan tidak ada karena klien merasa takut
masalah dalam BAB mengejan saat BAB karena
nyeri semakin terasa saat
mengejan hingga klien
belum BAB.
3 Pola Eliminasi BAK Klien mengatakan Klien mengatakan sebelum
sebelum mondok mondok dirumah sakit
dirumah sakit dalam dalam sehari kencing 5 –
sehari kencing 5 – 6x, 6x, warna urin kuning
warna urin kuning jernih, jernih, bau khas urin. Klien
bau khas urin dan tidak selama dirumah sakit BAK
masalah dalam kebiasaan dengan menggunakan
eliminasi pasien pispot dibantu oleh
keluarga klien karena jika
duduk dan berjalan klien
merasakan nyeri semakin
meningkat.
4 Pola Istirahat dan Klien mengatakan Selama sakit klien
Tidur dirumah dalam sehari mengatakan kurang bisa
tidur + 10 jam siang + 2 tidur, sering terbangun
jam dan 8 jam, klien terutama pada malam hari
lebih banyak tidur pada karena nyeri serng terasa
malam hari. Dan tidak dan suasana yang sepi.
ada masalah dalam pola
tidur klien dirumah.

5 Pola Aktivitas Sebelum sakit klien biasa Keluarga klien mengatakan


Sehari-hari beraktivitas sebagai klien tidak bisa beraktivitas
Mobilisasi petani dan tidak terdapat sendiri. Klien takut
masalah dalam bergerak dan melakakukan
pemenuhan kebutuhan aktivitas karena nyeri dan
activity daily living klien cemas/ketakutan yang
seperti makan, mandi dan berlebihan terhadap luka
yang lainnya. operasinya. Untuk
pemenuhan Activity daily
living seperti makan,
minum kebersihan dan alih
posisi klien dibantu oleh
keluarga dan perawat.

49
6 Kebersihan Diri Klien mengatakan dapat Untuk pemenuhan
melakukan aktivitas dan kebersihan diri klien
personal hygiene dilakukan oleh keluarga
mandiri, mandi sehari 2X klien dengan cara dilap
kadang-kadang lebih. dengan menggunakan
washlap dan air hangat
setiap pagi dan sore.

4.1.10. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 11 Juni 2011 didapatkan data

sebagai berikut:

Tabel 4.1. Pemeriksaan penunjang laboratorium

No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


1 Hemoglobin 10,8 gr/dl 12 – 14 gram/dl
2 Leukosit 11.400/ul 5.000 – 10.000/ul
3 Hemetokrit 39% 37 – 43 %
4 Laju endap darah 25 mm/jam 0 – 15 mm/jam
5 Blooding time (BT) 2 menit 1 – 3 menit
6 Clothing time (CT) 4 menit 2 – 6 menit
7 Golongan darah A

Program Therapy/pengobatan pada tanggal 11 Juni 20011 yang

didapatkan klien adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Pemeriksaan penunjang laboratorium

No Therapy Dosis Rute Efek


1 CendoCytrol Tetes 2 tetes/6Jam Topical Antibiotic
maata
2 Asamefenamat Tablet 500mg/8Jam Oral Analgetik
3 Ciprofloxacine Tablet 500mg/12Jam Oral Antibiotic

50
4.1.11. Analisa Data

Tabel. 3.3. Analisa data

No Data Fokus Etiologi Problem

1 Data subyektif: Gangguan Rasa


- Klien mengatakan nyeri pada Nyaman nyeri
luka operasi yaitu dimata Kekeruhan pada
sebelah kanan, nyeri terasa lensa mata
menusuk
- Klien mengatakan mata
kanan terasa pedih dan panas.
- Klien mengatakan nyeri
menjalar ke kepala terasa
pusing. Proses
- Pada pengkajian nyeri, saat pembedahan/
di berikan pilihan rentang nyeri ekstraksi lensa mata
1–10 pasien mengungkapkan
skala nyerinya 6.
Data obyektif:
- Ekspresi wajah klien tampak
menahan nyeri. Peningkatan
- Pasien tampak memegangi tekanan intraokuler
bagian mata kanan dan tampak
hati–hati dalam melakukan
pergerakan.
- Pada mata kanan post operasi
ekstraksi lensa mata terdapat
jahitan halus pada korrnea mata Proses inflamasi
jumlh 5 simpul, oedem pada
palpebral kanan dan mata
kanan tertutup kasa steril.

Peningkatan
- Tanda–tanda vital: Nociceptor/
TD : 150/90 mmHg rangsang nyeri
N : 84 x / menit
RR : 20 x / menit
S : 368oC Nyeri akut

51
2 Data subyektif: Intoleransi
- Klien mengatakan takut Peningkatan Aktivitas
bergerak dan beraktivitas tekanan intraokuler
karena mata kanan akan terasa
nyeri saat beraktivitas
- Klien meengatakan saat
begerak dan batuk mata kanan Peningkatan
pusing dan nyeri rangsang nociceptor
- Keluarga klien mengatakan
semua aktivitas klien seperti
makan, minum dan kebersihan Nyeri
diri dibantu oleh istri klien.
Data Obyektif: Ketakutan bergerak
- Pasien tampak bedrest total
setelah operasi katarak. Malaise
- Skala kekuatan otot pada
semua ekstremitas bawah 5,
tetapi klien dianjurkan untuk
Keterbatasan
bedrest.
rentang gerak
- Untuk memenuhi ADLnya
pasien dibantu oleh keluarga
Intolerasi
dan perawat.

3 Data subyektif: Gangguan persepsi


- Klien mengatakan pandangan kekeruhan lensa sensori-perseptual
mata kabur dan apabila balutan mata penglihatan
mata kanan dibuka terasa silau
- Klien mengatakan apabila Proses Operasi
melihat kadang bayangan terasa
/terlihat ganda sehingga klien
suli mengenali benda-benda Penggantian lensa
disekitar klien. pada mata
Data obyektif:
- Kliien melihat jelas dengan
satu mata yaitu mata sebelah
kiri.
- Pada mata kanan post operasi
katarak, pada lensa mata Gangguan
terdaapat jahitan sebnayak 5 penerimaan
simpul, terdapat oedem sensori/status indra
palpebral, dan mata merah.
Mata kanan tertutup kasa steril.
- Klien sulit mengenali warna
dan terkadang orang disekitarr penurunan lapang

52
klien. pandang
- Klien dibatasi aktivitasnya
hanya boleh bedrest diruangan.
pandangan tidak
jelas/silau

Gangguan persepsi
sensori penglihatan

4 Data subyektif: Gangguan pola


- Klien mengatakan kurang Peningkatan istirahat tidur
bisa tidur karena nyeri sering tekanan intraokuler
muncul pada mata kanan
- Keluarga klien mengatakan
klien sering terbangun pada Nyeri
malam hari karena sering
mengeluhkan nyeri muncul
hingga kepala klien terasa Ketidak
pusing. nyamanan
- Klien mengatakan sulit tidur
karena suasana rumah sakit
yang bising Tidak mampu
Data Obyektif: memasuki fase
- Klien tampak pucat dan mata NREM
merah sebelah kiri.
- Klien hanya tidur 5 jam pada Fase tidur tidak bisa
malam hari. mancapai tahap
- Suasana rumah sakit yang REM
bising.
- Mata kanan tertutup kasa
steril
Tidur tidak
lampias

Gangguan pola
istirahat tidur

5 Data subyektif: Trauma jaringan Resiko Tinggi


- Pasien mengatakan mata akibat prosedur Infeksi
kanan terasa panas dan pedih. invasive/ tindakan
operatif
Data obyektif:
- Pada mata kanan post operasi
katarak, pada lensa mata
terdaapat jahitan sebnayak 5
simpul, terdapat oedem Adanya proses

53
palpebral, dan mata merah. inflamasi luka post
Mata kanan tertutup kasa steril. operasi
- Pemeriksaan leukosit: Terpapar organisme
11.400/ul. luar
- Suhu : 368oC

Oedem pada
palpebra

Resiko infeksi
6 Data Obyektif: Resiko Tinggi
- Klien mengatakan pandangan Cedera
Perdarahan
mata kabur dan ganda
intarokuler
- Klien mengatakan apabila
mata kanan dibuka pandangan
silau.
- Klien mengatakan takut Peningkatan
bergerak karena takut jatuh tekanan intraokuler
- Klien mengatakan saat
bergerak merasa pusing.
Data Obyektif: Gangguan
- Klien tampak cemas penerimaan cahaya
beraktivitas
- Mata kanan klien tertutup
kasa steril sehingga klien Penurunan lapang
melihat dengan satu mata. pandang
- Bed/tempat tidur rumah sakit
yang tanpa pengaman/pagar
bed sehingga memungkinkan
dapat membahayakan klien. Tidak mampu
melihat bahaya

Resiko cedera

54
4.2. Prioritas Masalah Keperawatan/ Diagnosa Keperawatan

Setelah melakukan pengkajian dan melakukan analisa data pada klien An.

A dengan diagnosa katarak post operasi hari ke I, kemudian penulis dapat

menegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut:

1. Gangguan Rasa Nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan

intraokuler, dan akibat penggantian lensa mata proses inflamasi luka operasi

ditandai dengan nyeri pada mata sebelah kanan skala nyeri 6, ekspresi wajah

klien tampak menahan nyeri, klien tampak berhati–hati dalam melakukan

pergerakan terutama untuk duduk dan menoleh, pada mata kanan post operasi

ekstraksi lensa mata terdapat jahitan halus pada kornea mata jumlah 5 simpul,

oedem pada palpebral kanan dan mata kanan tertutup kasa steril dan tanda–

tanda vital: Tekanan darah: 150/90 mmHg, Nadi: 84 x / menit, Respirasi: 20 x

/ menit, Suhu: 368 oC

2. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan

gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik

dibatasi ditandai dengan pandangan mata klien kabur dan apabila balutan mata

kanan dibuka terasa silau, klien mengatakan apabila melihat kadang bayangan

terasa /terlihat ganda sehingga klien sulit mengenali benda-benda disekitar

klien dan klien melihat jelas dengan satu mata yaitu mata sebelah kiri, pada

mata kanan post operasi katarak, pada lensa mata terdaapat jahitan sebanyak 5

simpul, terdapat oedem palpebra, dan mata merah. Mata kanan tertutup kasa

steril, klien dibatasi aktivitasnya hanya boleh bedrest diruangan.

55
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler dan

adanya keterbatasan rentang gerak dan ketakutan bergerak akibat dari respon

nyeri dan prosedur infasive ditandai dengan klien mengatakan takut bergerak

karena nyeri meningkat saat bergerak, klien tampak lemah dan bedrest, dan

semua aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan perawat.

4. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan respon

rangsang nyeri (nociceptor) akibat dari adanya prosedur infasive operasi dan

peningkatan tekanan intraokuler ditandai dengan klien mengatakan kurang

bisa tidur terutama pada malam hari, sering terbangun pada malam hari karena

sering mengeluhkan nyeri muncul pada mata sebelah kanan dan pusing, klien

tampak pucat dan mata merah, klien hanya tidur 5 jam pada malam hari dan

suasana rumah sakit yang bising.

5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan lapang pandang vitreus,

perdarahan intraokuler, peningkatan tekanan intra okuler ditandai dengan

pandangan mata kabur, ganda dan silau. klien mengatakan takut bergerak

karena takut jatuh, klien mengatakan saat bergerak merasa pusing. Klien

tampak cemas beraktivitas, mata kanan klien tertutup kasa steril sehingga

klien melihat dengan satu mata, bed/tempat tidur rumah sakit yang tanpa

pengaman/pagar bed sehingga memungkinkan dapat membahayakan klien

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur

invasive/ tindakan operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi

ditandai dengan klien mengatakan luka terasa panas dan pedih, dan pada mata

kanan post operasi katarak, pada lensa mata terdaapat jahitan sebanyak 5

56
simpul, terdapat oedem palpebra, dan mata merah. Mata kanan tertutup kasa

steril. Pemeriksaan leukosit: 11.400/ul dan Suhu 368 oC

4.3. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik ditandai dengan

DS : Pasien mengatakan nyeri di area luka operasi

DO : Tampak menahan nyeri, P: disebabkan oleh operasi, Q: tertusuk –

tusuk, R: mata kanan, S: 4, dan T: hilang timbul

2. Risiko Infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan ditandai dengan

DS : Pasien mengatakan nyeri pada area mata kanan

DO : Mata pasien tampak merah saat balutan di lepas

4.4. Implementasi

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik

Senin, 24 Februari 2014

Pukul 16:00WIB : Mengkaji nyeri secara komprehensif

Respon Ds : Pasien mengatakan nyeri diarea luka operasi

Do : P : disebabkan oleh operasi,

Q: nyeri seperti tertusuk – tusuk,

R: mata kanan,

S: 3, dan

T : hilang timbul

Pukul 17:00WIB : Mengobservasi nyeri dari ketidaknyamanan

Respon Ds : Pasien mengatakan sudah tidak begitu nyeri

57
Do : Tampak rileks

Selasa, 25 Februari 2014

Pukul 14:00WIB : Mengobservasi nyeri dari ketidaknyamanan

Respon Ds :-

Do : Tampak rileks

Pukul 14:20 WIB : Melakukan / mengkaji nyeri secara komprehensif

Respon Ds :-

Do : P : disebabkan oleh operasi,

Q: nyeri seperti tertusuk – tusuk,

R: mata kanan,

S: 1, dan

T : hilang timbul

b. Risiko Infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan

Senin, 24 Februari 2014

Pukul 18:00 WIB : Membatasi pengunjung

Respon Ds :-

Do : Pasien tampak rileks

58
4.5. Implementasi Keperawatan/ Catatan Keperawatan

Tabel. 3.5. Implementasi Keperawatan/Catatan Keperawatan


Nama : Tn. A Ruang : THT/Mata
Umur : 68 tahun Diagnosa : Katarak Post Operasi hari ke I

No Hari No Implementasi Hasil/Respon Paraf


Tanggal/Jam Dx Evaluasi Sumatif
1 Sabtu Ia) Mengukur tanda–Subyektif:
11Juni 2011 tanda vital, mengkaji - Pasien mengatakan
12.30wib skala dan kwalitas nyeri pada mata
nyeri. sebelah kanan terasa
seperti ditusuk-tusuk
dan ngilu dan kepala
pusing.
- Pada pengkajian nyeri
ditanya tentang
nyerinya klien
b) Memberikan posisi menjawab didapatkan
yang nyaman pada data skala nyeri 6.
pasien, Obyektif:
menganjurkan pasien - Hasil pemeriksaan
untuk nafas dalan tanda-tanda vital:
untuk mengurangi TD:150/90mmHg,
nyeri Nadi 84x/menit,
respirasi 20x/menit,
Suhu 368 oC.

2 Sabtu II Mengkaji tanda- Subyektif:


11Juni 2011 tanda vital klien. - Klien mengatakan
13.30wib pandangan mata kabur
dan apabila balutan
mata kanan dibuka
terasa silau

59
3 Sabtu a) Mengobservasi Data obyektif:
11Juni 2011 ketajaman - Klien melihat jelas
13.30wib penglihatan, dan kaji dengan satu mata yaitu
adanya masalah mata sebelah kiri.
dalam penglihatan - Klien sulit mengenali
klien warna dan terkadang
orang disekitarr klien.
- Hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital:
TD:150/90mmHg,
Nadi 84x/menit,
respirasi 20x/menit,
8
Suhu 36 oC.

4 Sabtu II Mengobservasi Subyektif:


11 Juni 2011 tanda-tanda - Klien mengatakan
12.30wib disorientasi seperti apabila melihat kadang
mata kabur dll. bayangan terasa
Menganjurkan /terlihat ganda
klien menggunakan sehingga klien suli
kacamata katarak mengenali benda-
yang tujuannya benda disekitar klien.
memperbesar kurang Data obyektif:
lebih 25 persen, - Klien sulit mengenali
pelihatan perifer warna dan terkadang
hilang dan buta titik orang disekitar klien.
mungkin ada. - Klien dibatasi
aktivitasnya hanya
boleh bedrest
diruangan.
5 Sabtu I mengajarkan nafas Obyektif:
11 Juni 2011 dalam untuk - Pasien mengatakan
13.30wib menguraggi nyeri setelah melakukan
nafas dalam berulang-
ulang nyeri sedikit
berkurang.
6 Sabtu a) kolaborasi - Pasien mengatakan
11 Juni 2011 pemberian therapy setelah ditetes mata,
15.00wib tetes mata cindo mata terasa pedih
cytrol dan
menganjurkan klien Obyektif:
minum obat oral - Tampak pasien
melakukan nafas dalam
ekspresi wajah sedikit
lebih rileks.

60
- Cindo Cytrol tetes
mata 2 tetes.
7 Sabtu IIIa) Kaji kemampuan Subyektif:
11 Juni 2011 klien dalam- Klien mengatakan
15.00wib melakukan aktivitas takut bergerak karena
nyeri pada pada mata
kanan dan terasa
pusing
Obyektif:
- Klien belum berani
banyak bergerak dan
pemenuhan
kebutuhannya dibantu
oleh keluarga

8 Sabtu IIIa)Membantu klien dalam Subyektif:


11 Juni 2011 memilih posisi yang - Klien mengatakan
15.00wib nyaman untuk apabila berbaring
istirahat dan tidur. merasa nyaman dan
berani bergerak sedikit-
b) Berpartisipasi sedikit
klien dalam semua Obyektif:
aktifitas sesuai
- Klien mulai mau
kemampuan bergerak dan belajar
individual. beraktivitas misalnya
minum sendiri.

9 Sabtu IVa) Mengkaji ulangSubyektif:


11 Juni 2011 pola tidur pasien - Keluarga klien
16.30wib mengatakan, klien
sering terbangun
tidurnya terutama
b) Mengidentifikasi malam hari karena
penyebab kesulitan nyeri muncul dan
tidur pasien dan sering menangis
masalah dalah pola Obyektif:
istirahat tidur - Tidur klien belum
cukup dan klien terlihat
sering menangis malam
karena nyari muncul

61
10 Sabtu Va) MengkajiData Obyektif:
11 Juni 2011 kemampuan lapang - Klien mengatakan
16.30wib pandang klien dan pandangan mata kabur
resiko terhadap dan ganda dan apabila
cedera serta mata kanan dibuka
kemampuan klien pandangan silau.
dalam beraktivitas - Klien mengatakan
11 Sabtu takut bergerak karena
11 Juni 2011 takut jatuh
16.30wib b) mengobservasi apa - Klien mengatakan
yang terjadi tentang saat bergerak merasa
kondisi pasca pusing.
operasi, nyeri,
Data Obyektif:
pembatasan aktifitas,
- Klien tampak cemas
penampilan, balutan beraktivitas dan mata
mata. kanan klien tertutup
kasa steril sehingga
klien melihat dengan
satu mata.
- Bed/tempat tidur
rumah sakit yang tanpa
pengaman/pagar bed
sehingga
memungkinkan dapat
membahayakan klien.

12 Sabtu VIa) Mengukur tanda–Subyektif:


11 Juni 2011 tanda vital pasien,- Klien mata kanan
18.00wib dan mengkaji adanya masih terasa nyeri,
tanda–tanda infeksi panas dan pedih
dan peradangan pada
Obyektif:
mata kanan pasca - Mata kanan tertutup
operasi kasa steril dan tampak
oedem pada palpebra
13 Sabtu dan mata merah dan
11 Juni 2011 b) Melakukan tertutup kasa steril
08.45wib penggantian kasa
- Hasil pemeriksaan
bersih/steril tanda-tanda vital:TD:
150/90mmHg, Nadi
84x/menit, dan
respirasi 20x/menit,
Suhu 368 oC.

62
14 Minggu I a. Mengajarkan Subyektif:
12 Juni 2011 tekhnik relaksasi dan
- Klien mengatakan
08.45wib dextrasi nafas dalam nyeri masih terasa,
untuk mengurangi tetapi dengan nafas
nyeri saat nyeri dalam secara perlahan-
muncul lahan dan berulang kali
nyeri berngsur-angsur
berkurang
Minggu b. Menganjurkan
12 Juni 2011 pada keluarga untuk Obyektif:
09.20wib memberikan - Klien mencoba
pengalihan dengan malakukan nafas
mengajak klien dalam.
bercerita saat nyeri - Ekspresi wajah
muncul dan nafas sedikit lebih rileks
dalam - Tampak keluarga
mendampingi klien
nafas dalam
15 Minggu IIa. Mengobservasi Subyektif:
12 Juni 2011 ulang tanda-tanda - Klien mengatakan
09.20wib disorientasi seperti takut bergerak karena
mata kabur dll. nyeri pada pada mata
kanan dan terasa
pusing
Minggu b. Anjurkan pada - Klien mengatakan
12 Juni 2011 keeluarga untuk mulai latihan bergerak
09.45wib membantu klien dengan bantuan
dalam beraktivitas. keluarga dan perawat
Obyektif:
- Klien belum berani
banyak bergerak dan
c. Menganjurkan pemenuhan
keluarga untuk kebutuhannya dibantu
memasang oleh keluarga.
pengaman pada- Keluarga
sebelah kanan kiri mengatakan setiap pagi
tempat tidur, membantu klien
misanya dengan bergerak perlahan dan
menaruh bantal memasang bantal
guling guling disisi kanan dan
kiri pasien

63
16 Minggu IIIa. Memberikan Subyektif:
12 Juni 2011 lingkungan tenang - Keluarga klien
09.20wib dan mempertahankan mengatakan klien
tirah baring. mulai mau belajar
beraktivitas mandiri
seperti makan dan
minum sendiri dan
17 Minggu b. Membantu aktifitas berani duduk sendiri.
12 Juni 2011 atau ambulasi pasien
09.20wib sesuai dengan Obyektif:
kebutuhan - Klien mau
beraktivitas secara
bertahap.
- Kecemasan klien
mulai berkurang dan
tampak lebih rileks

18 Minggu IVa) Ciptakan


Subyektif:
12 Juni 2011 lingkungan yang- Klien mengatakan
10.00wib nyaman dan tenang apabila suasana tidak
dengan membatasi bising bisa tidur
pengunjung dan nyenyak
mengurangi - Ibu klien
kebisingan mengatakan anaknya
b) Ajarkan tekhnik masih sering terbangun
relaksasi dengan malam hari dan
nafas dalam sebelum menangis tapi masih
19 Minggu tidur saat nyeri bisa tidur dan klien
12 Juni 2011 muncul mau berdo’a sebelum
10.00wib tidur.
c) Anjurkan pasien Obyektif:
berdoa terlebih
- Klien masih
dahulu sebelum tidur terbangun malam tapi
nyeri mulai berkurang.
- Klien tampak berdo’a

64
20 Minggu Va. Menganjurkan Data Obyektif:
12 Juni 2011 klien untuk- Klien mengatakan
10.00wib membatasi aktifitas apabila mata kanan
seperti menggerakan dibuka pandangan
kepala tiba-tiba, silau.
menggaruk mata,- Klien mengatakan
membongkok. takut bergerak karena
b. Membantu klien takut jatuh
melakukan ambulasi Data Obyektif:
dengan bantuan- Klien tampak cemas
dengan cara anjurkan beraktivitas
pada keluarga untuk - Mata kanan klien
membantu dalam tertutup kasa steril
pemenuhan activity sehingga klien melihat
daily living klien dengan satu mata.
seperti ke kamar - Tempat tidur klien
mandi, duduk, disisi kiri dan kanan
makan dll. dipasang bantal guling
oleh keluarga
21 Minggu VIa) Menjaga prinsip Subyektif:
12 Juni 2011 steril dan aseptik - Klien mengatakan
11.00wib antiseptik dalam mata masih terasa nyeri
setiap melakukan tapi tidak panas dan
tindakan nyeri mulai sedikit
keperawatan dengan berkurang
mencuci tangan
Obyektif:
setiap sebelum dan - Tanda-tanda vital:
sesudah melakukan TD: 150/90 mmHg,
tindakan nadi 84x/menit,
keparawatan. respirasi: 20x/menit,
dan Suhu tubuh klien:
b) Mengukur tanda- 37oC
tanda vital dan - Mata kanan masih
mengganti perban merah dan terdapat
steril mata kanan jahitan halus dengan 5
klien dengan prinsip simpul, oedem
bersih/steril. palpebra sedikit
berkurang dan mata
kanan tertutup kasa
steril.

65
22 Senin I a) Mengkaji ulang
Subyektif:
13Juni 2011 status nyeri pasien - Pasien mengatakan
08.30wib dengan menanyakan nyeri sudah berkurang,
kwalitas dan skala nyeri tidak menusuk-
nyeri pasien nusuk lagi, skala nyeri
1

b) Mengakaji tanda-
Obyektif:
tanda vital klien - Pasien tampak rileks.
- Tanda-tanda vital:
Tekanan Darah:
140/90mmHg, nadi:
84x/menit, respirasi:
20x/menit, Suhu: 37oC

23 Senin IIa. Kaji tanda-tandaSubyektif:


13 Juni 2011 vital klien sesuai - Klien mengatakan
08.30wib program dan keadaan mata kanan sudah bisa
klien. melihat tetapi kadang
masih kabur dan
pandangan silau
- Klien mengatakan
apabila mengguanakan
kaca mata secara
bertahap maka
24 Senin pandangan mata tidak
13Juni 2011 b. Observasi silau
08.45wib ketajaman
penglihatan, dan kaji
Obyektif:
adanya masalah - Klien melatih melihat
dalam penglihatan dengan kedua matanya.
klien. - Perban steril pada
mata bagian kanan
sudah mulai dilatih
c. Orientasikan klien untuk dibuka.
tehadap lingkungan - Klien menggunakan
yang mudah dikenal kacamata khusus post
dengan tujuan operasi katarak sebagai
mempermudah klien latihan secara bertahap
belajar beraktivitas. mengembalikan fungsi
penglihatannya.
- Oedem palpebral
mulai berkurang.

66
25 Senin IIIa. Menganjurkan Subyektif:
13 Juni 2011 klien dan - Keluarga klien
08.30wib berpartisipasi mengatakan klien
bersama klien dalam mulai mau berjalan dan
semua aktifitas bangun sendiri dan
sesuai kemampuan kekamar mandi sendiri.
individual. - Klien mengatakan
mulai tidak takut
beraktivitas dan nyeri
b.Menganjurkan, mulai beerkurang.
memberikan Obyektif:
dukungan dan - Klien mampu
bantuan seperlunya beraktivitas mandiri
keluarga/orang pada - Klien tidak cemas
terdekat klien dalam lagi
aktivitas klien
26 Senin IVa) Mengidentifikasi Subyektif:
13 Juni 2011 ulang penyebab - Keluarga klien
08.30wib kesulitan tidur pasien mengatakan klien
dan masalah dalah seudah mulai tidur
pola istirahat tidur nyenyak dan tidak
sering terbangun lagi
b) Ciptakan karena nyeri sudah
lingkungan yang berkurang.
nyaman dan tenang - Ibu klien mengatakan
dengan membatasi klien mulai mampu
pengunjung dan beradaptasi dengan
mengurangi lingkungan rumah sakit
kebisingan yang bising dan selalu
27 Senin memulai tidur dengan
13 Juni 2011 berdo’a
08.50wib Obyektif:
c) Ajarkan tekhnik - Klien tampak tidur
relaksasi dengan nyenyak
nafas dalam sebelum - Waktu tidur klien
tidur saat nyeri dimulai pada jam
muncul 19.30wib dan
terbangun pada pukul
05.30wib

67
28 Senin Va. Mengkaji ulang Subyektif:
13 Juni 2011 adanya resiko cedera - Klien mengatakan
08.50wib pada klien padangan mata tidak
silau lagi dan tidak
takut begerak dan
beraktivitas lagi
sehingga klien tidak
b. Mengkaji ulang takut dan cemas
kemampuan lapang terjatuh lagi.
pandang klien dan - Klien mengatakan
resiko terhadap melakukan aktivitas
cedera serta sudah tidak dibantu
kemampuan klien lagi karena klien mulai
29 Senin dalam beraktivitas bisa melakukannya
13 Juni 2011 sendiri.
09.30wib c. Berikan posisi
yang nyaman pada Obyektif:
pasisi misalnya: - Kecemasan klien
posisi bersandar, berkurang dan klien
kepala tinggi, atau lebih rileks beraktivitas
miring ke sisi yang - Klien tidak
tak sakit sesuai mengalami cedera
keinginan. - Klien mampu duduk
mandiri dan tidur
dalam posisi bersandar.
30 senin VIa) Mengukur tanda– Subyektif:
13 Juni 2011 tanda vital pasien, - Klien mengatakan
11.30wib mengganti linen dan mata sebelah kanan
membersihkan sudah tidak begitu
tempat tidur pasien nyeri dan panas
tiap pagi. - Keluarga klien
mengatakan setiap pagi
dan sore tempat tidur
selalu dibersihakan
dan pasien tiap pagi
dan sore selalu di lap
dengan washlap air
hangat
Obyektif:
31 Senin b) Melakukan - Pada mata kanan post
13 Juni 2011 penggantian kassa operasi ekstraksi lensa
12.30wib steril dan memeriksa mata terdapat jahitan
fungsi penglihatan halus pada korrnea

68
mata jumlh 5 simpul,
oedem pada palpebral
kanan berkurang dan
mata kanan tertutup
kasa steril
- Hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital:
tekanan darah:
140/80mmHg, Nadi:
84x/menit, respirasi
20x/ menit, Suhu 367
o
C

4.6. Discharge Planning

1. Menjelaskan apa saja yang harus diperhatikan setelah operasi

a. Tidak diperbolehkan memakai baju kaos sampai pemeriksaan ke dua

post operative (selama satu minggu).

b. Jauhkan mata Anda dari asap pembakaran sampah.

c. Jangan menggosok mata/mencuci muka/menyentuh mata selama satu

minggu.

d. Tidak diperbolehkan mengangkat beban yang bobotnya lebih dari 5 kg

dan melakukan gerakan yang berupa hentakan.

e. Tidak diperbolehkan menaiki kendaraan terbuka / angin kencang

(sepeda motor, becak atau angkot yang terbuka) selama satu minggu.

f. Jika keluar rumah gunakan kacamata yang telah diberikan

g. Tidak diperbolehkan menaiki kendaraan terbuka / angin kencang

(sepeda motor, becak atau angkot yang terbuka) selama satu minggu.

h. Tetap memakai kacamata di malam hari dan dop penutup mata

sewaktu tidur selama 1 minggu

69
i. Kalau mata terasa sakit boleh diberikan obat mata (satu tetes saja)

j. Tidak diperkenankan menggunakan make up

k. Tidak ada larangan untuk membaca, menonton televisi atau

membungkuk.

l. Tidak ada larangan atau pantangan makan yang berhubungan dengan

post operative katarak, Kecuali larangan dari Dokter Spesialis lain.

m. Pasien diperbolehkan mandi dari leher kebawah.

2. Melakukan ganti balut dilakukan di klinik sekitar rumah. Balutan di ganti

2 hari sekali.

3. Gunakan obat yang sudah diresepkan dokter

a. Obat tambahan Tobroson 6 x sehari (setiap 3 jam )

b. Cefadroxil 2 x sehari, dexamethasone 2 – 2 – 0, dan Natrium

diclofenac 2 x sehari.

70
4.7. Evaluasi

a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik


Senin, 24/2/2014
S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
O : P : disebabkan oleh operasi
Q : nyeri seperti tertusuk – tusuk
R : mata kanan
S:2
T : hilang timbul
A : Masalah nyeri belum teratasi
Indikator IR ER
Melaporkan adanya nyeri 4 5
Frekuensi nyeri 4 5
Ekspresi nyeri pada wajah 4 5
P : Lanjutkan intervensi no. 1 dan 2
Selasa, 25/2/2014
S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
O : P : disebabkan oleh operasi
Q : nyeri seperti tertusuk – tusuk
R : mata kanan
S:1
T : hilang timbul
A : Masalah nyeri teratasi

Indikator IR ER
Melaporkan adanya nyeri 5 5
Frekuensi nyeri 5 5
Ekspresi nyeri pada wajah 5 5
P : Hentikan intervensi. Pasien boleh pulang atas ijin dokter.

71
b. Risiko Infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
Senin, 24 Februari 2014
S : Pasien mengatakan merasa rileks
O : Terdapat balutan luka
A : masalah resiko infeksi teratasi
Indikator IR ER
Pengetahuan tentang risiko 5 5
Memonitor faktor risiko dari perilaku personal 5 5
Memonitor faktor risiko dari lingkungan 5 5
P : Hentikan intervensi. Pasien boleh pulang atas ijin dokter.

72
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kekuatan selama penulis melakukan pengelolaan kasus adalah observasi

secara obyektif atau tanda-tanda yang dapat di observasi dengan cara melihat dan

melakukan pemeriksaan pada pasien lebih mudah di kenali dan lebih mudah di

observasi. Diantara tanda-tanda yang mudah di observasi tanda-tanda vital pasien

dan pemeriksaan mata

Kelemahan selama penulis melakukan pengelolaan kasus adalah

mendapatkan data-data subyektif secara langsung melalui wawancara terhadap

pasien. Hal ini terkendala karena pasien kesulitan berkomunikasi dengan bahasa

indonesia, sehingga menyulitkan penulis untuk mendapatkan data yang lengkap.

Terutama data mengenai apa yang pasien rasakan dan alami selama sakit.

Meskipun data juga di dapatkan dari keluarga pasien namun data yang

berhubungan langsung dengan pasien tidak bisa di dapatkan dari orang lain.

5.2. Saran

Saran penulis tunjukan kepada pihak rumah sakit, perawat, teman sejawat

dan profesi untuk bersikap ramah dan tersenyum kepada pasien dan keluarga

pasien. Sikap ramah dan tersenyum yang di tujukan para tenaga medis di rumah

sakit terhadap pasien dan keluarga ketika memberikan pelayanan dapat

memberikan motivasi dan perasaan tenang pada pasien dalam menghadapi

penyakitnya. Bentuk pelayanan ini memotivasi pasien untuk cepat sembuh dari

sakitnya.

73
DAFTAR PUSTAKA

Anonim A. (2011) Asuhan kepeperawatan Secara holistic Pada Pasien Pasca


Operasi Katarak. Dikutip dari http://askep-kesehatan. Jurnal
keperawatan indoesia.com/2011/04/katarak.html. Diakses tanggal 12
Juli 2011
Anonim B. (Agustus 2011) Perawatan dan pedoman Pencegahan Komplikasi
Post Operasi Katarak dan Perawatan Dirumah. Avaibable from
http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5180. Di akses
tanggal 20 Juni 2011.
Anonim C. (2009) Pedoman Perawatan Pasien Post Operasi Katarak Dan
Gangguan Pada Sistem Indra (Mata Jendela Hati). Available from
http://www.Katarak.com/care/Surgery.20.cfm/35. Di akses tanggal 12
Juni 2011
Carpenito L, Juall. (2001) Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan) EGC.
Jakarta.
Doengoes, M. E. Moorhouse, Mf. Geissler. A. C. (2000) Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian
perawatan Pasien (terjemahan) Edisi 3, EGC. Jakarta.
Gaffar. L. Oj. (1999) Pengantar Keperawatan Profesional. EGC.
Jakarta
Mansjoer Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid III. EGC.
Jakarta
Oeswari E. (2000) Bedah dan Perawatannya. FKUI. Jakarta
Pearce. C. Evelyn. (1999), Anatomi dan Fisioloogi untuk Paramedis (terjemahan).
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Jong. Wd. (2005) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 2 (terjemahan) EGC. Jakarta.
Smeltzer S. C. B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddarth (terjemahan) Vol 3. EGC. Jakarta.
Soeparman, dkk. (2001) Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
Underwood, J. C. E. (2000) Patologi Umum dan Sistemik (terjemahan)
vol 2. EGC. Jakarta.

74

Anda mungkin juga menyukai