Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY A DENGAN DIAGNOSA


MEDIS KATARAK DI RAWAT ASUH ANAK DAN LANSIA
“GRIYA ASIH” LAWANG

OLEH:
Khusnatul Maghfiroh (P17211186025)
Ahmad Hendi H (P17211186038)
Dian Widhi Pawestri (P17211186006)
Rifandi Handrianto (P17211186015)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat-Nyalah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan ini dengan

judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny A Umur Dengan Diagnosa Medis

Diabetes Melitus Di Rawat Asuh Anak dan Lansia “Griya Asih” Lawang ”

Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang sudah membantu dan memberi bimbingan dalam proses penyusunan

proposal penelitian ini yaitu Preseptor Klinik dan Preseptor Institusi

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi

penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat

untuk semua pihak yang membutuhkan.

Lawang, Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman

Sampul Depan
Kata Pengantar ............................................................................................................ i
Daftar Isi ..................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................... 3
4
1.3 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis.......................................................................................
5
1.4.2 Praktis ........................................................................................
5
BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Gerontik 6
2.2 Konsep Katak
2.2.1 Definisi ........................................................................................ 13
2.2.2 Etiologi ......................................................................................... 14
2.2.3 Klasifikasi ..................................................................................... 16
2.2.4 Patofisiologi ................................................................................. 17
2.2.5 Pathway......................................................................................... 23
2.2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................... 24
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 27
2.2.8 Penatalaksanaan ............................................................................ 27
2.2.9 Komplikasi .................................................................................... 28
Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian..................................................................................... 29
2.2.2 Diagnosa ....................................................................................... 31
2.2.3 Intervensi ......................................................................................
35
BAB II1 LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
36
3.1 Pengkajian Keperawatan........................................................................
37
3.2 Analisa Data...........................................................................................
43
3.3 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 45
3.4 Intervensi ............................................................................................... 47
3.5 Implementasi dan Evaluas ..................................................................... 50
BAB 1V PEMBAHASAN 51
BAB 1V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 52
5.2 Saran ...................................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 55

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Data Departemen Kesehatan RI tahun 2011 menyebutkan jumlah penderita katarak di

Indonesia mencapai 2,4 juta orang. Pertambahan penderita katarak setiap tahun sekitar

240 ribu. Pertumbuhan penderitanya sudah melebihi angka 1% dari jumlah penduduk.

Sebanyak 2,4 juta penderita katarak paling banyak berada di daerah pesisir pantai, baik di

Jawa maupun luar Jawa. Salah satu penyebab tingginya penderita katarak di Indonesia

dipengaruhi oleh keadaan alam dimaana Indonesia adalah negara yang tropis, sehingga

jumlah sinar matahari yang cukup banyak menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di Wilayah Asia Tenggara. Hal ini disebabkan

oleh ketidakseimbangan antara insiden (kejadian baru) katarak yang besarnya 210.000

orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang hanya 80.000 orang per tahun.

Kondisi ini mengakibatkan jumlah katarak yang cukup tinggi (Depkes, 2011). Pengertian

katarak sendiri adalah keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening

menjadi keruh. Kelainan ini bukan suatau tumor atau pertumbuhan jaringan didalam

mata, akan tetapi merupakan keadaan lensa menjadi berkabut. Jika kondisi kekeruhan

katarak ini bertambah tebal, maka penglihatan seperti kaca jendela yang berkabut (Ilyas,

2004).

Permasalahan lain dialami lanjut usia berkaitan dengan sikap tentang operasi katarak

adalah tingkat ekonomi. Kondisi fisik lanjut usia yang menurun menyebabkan mereka

kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif. Hal tersebut merupakan

permasalahan tersendiri seperti dalam melakukan pemeriksaan kesehatan katarak

atapupun kemampuan membiayai operasi katarak dan perawatan pasca operasi katarak

(Istiqomah, 2004). Bagi lanjut usia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak

tbanyak masalah, tetapi bagi lanjut usia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak

memiliki aset dan tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi

semakin terbatas termasuk biaya operasi katarak. Dengan demikian factor tingkat

3
ekonomi lanjut usia yang mengalami katarak dapat bersikap berbedabeda mengenai

operasi katarak (Ilyas, 2009).

1.2. RumusanMasalah

1.2.1 Apa definisi katarak?

1.2.2 Apa etiologi dan factor resiko katarak ?

1.2.3 Apa manifestasi klinis katarak ?

1.2.4 Bagaimana patofisiologi katarak?

1.2.5 Apa pemeriksaan penunjang pada katarak?

1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan pada katarak?

1.2.7 Apa komplikasi pada katarak ?

1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan pada katarak?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Setelah proses pembelajaran diharapkan mampu memahami konsep dan

teori serta mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan

katarak.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Memahami definisi dari sepsis katarak.

2. Dapat mengerti, dan memahami etiologi dan factor resiko dari sepsis

katarak.

3. Memahami manifestasi klinis dari katarak.

4. Memahami patofisiologi dari katarak.

5. Memahami pemeriksaan penunjang pada klien dengan katarak.

6. Memahami penatalaksanaan pada klien dengan katarak.

7. Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan katarak.

4
1.4. Manfaat

1. Makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara mendalam tentang

asuhan keperawatan pada klien dengan katarak.

2. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi para

pembaca khususnya tentang asuhan keperawatan pada klien dengan katarak.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Lansia

2.1.2 Defenisi Lansia

Lanjut usia (Lansia) adalah bagian dari proses tumbuh kembang, manusia tidak secara

tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi

tua. Menurut UU no 4 tahun 1945 lansia adalah seseorang yang mencapai berusia 55 tahun

yang merupakan kelompok orang lansia yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara

bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari. Menurut Kemkes RI (2010)

lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Pada usia ini adalah fase

menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya perubahan dalam

hidup. Sebagaimana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, maka seseorang

mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah

seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan selanjutnya memasuki usia lanjut,

kemudian meninggal dunia. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap

menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan

kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004). Perubahan ini adalah hal yang normal dalam satu

siklus kehidupan manusia, dengan perubahan fisik, psikososial dan tingkah laku yang terjadi

pada semua orang pada saat mereka mencapai tahapan usia lanjut dimasa ini seseorang

senantiasa mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).

2.1.2 Karakteristik Lansia

Ada beberapa karakteristik lansia yang perlu diidentifikasi berdasarkan data demografi untuk

mengetahui keberadaan masalah-masalah kesehatan lansia yaitu: jenis kelamin diamana

jumlah lansia lebih didominasi oleh kaum perempuan. Selain itu, terdapat perbedaan

kebutuhan dan masalah kesehatan yang dihadapi antara lansia laki-laki dan perempuan.

misalnya, lansia laki-laki banyak menderita hipertropi prostat, sementara lansia perempuan

menderita osteoporosis. Status Perkawinan, yang masih berpasangan atau sudah hidup sendiri

(duda/janda) mempengaruhi kondisi kesehatan fisik maupun kondisi kesehatan secara

6
psikososial pada lansia umumnya. Penataan kehidupan lansia bervariasi, keadaan pasangan

yang masih menanggung keluarganya : anak atau keluarga lainnya, tempat tinggal, rumah

sendiri, suasana tinggal bersama dengan anak atau keluarga besar, atau tinggal sendiri.

Dewasa ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian dari keluarganya, baik lansia

sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anakanaknya. Walaupun ada

kecenderungan bahwa lansia akan ditempatkan oleh anaknya atau keluarganya dalam rumah

yang berbeda. Kondisi kesehatan lansia dan kondisi kemampuan umum dalam beraktivitas

sehari-hari dapat dioptimalkan sehingga tidak tergantung kepada orang lain, seperti;

makan/minum, berpindah, kebersihan diri mandi, mengganti pakaian sendiri, buang air kecil

dan buang air besar. Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan lansia menjadi tidak produktif

lagi dan mengalami tergantung kepada orang lain. Hal ini harus diupayakan untuk

meminimalkan resiko penyakit yang timbul dengan melakukan kontrol secara rutin ke

pelayanan kesehatan.

2.2 Proses Menua

Menua adalah suatu proses alami dalam kehidupan yang tidak dapat dihindari oleh manusia,

proses ini merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia yang akan dialami oleh setiap

individu secara terus-menerus dan berkesinambungan (Surilena &Agus, 2006). Pertambahan

usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fungsi fisiologis dari

berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia sehingga menyebabkan

sebagian besar lansia mengalami kemunduran atau perubahan pada fisik, psikologis, dan

sosial (Mubarak dkk, 2010; Putri dkk, 2008). 2.2.1 Perubahan-Perubahan Pada Lansia

Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan akibat dari kehilangan

yang bersifat bertahap. Berdasarkan perbandingan yang diamati antar kelompok usia yang

berbeda, sebagian besar organ mengalami kehilangan fungsi sekitar 1% per tahun, dimulai

usia sekitar 40 tahun. Namun demikian, perubahan pada seorang lanjut usia akan mengalami

perlambatan mulai pada usia 70 tahun (Setiadi, 2006). Menurut Arisman (2004) kekuatan,

ketahanan dan kelenturan otot rangka berkurang. Sehingga kepala dan leher terfleksi ke

depan, sementara ruas tulang belakang mengalami pembengkakan (kifosis), panggul dan lutut

7
juga terfleksi sedikit. Keadaan tersebut menyebabkan postur tubuh terganggu sehingga

menimbulkan beberapa masalah kemunduran dan kelemahan pada lansia, seperti pergerakan,

kestabilan terganggu dan terjadinya resiko jatuh: Intelektual terganggu (demensia), Depresi,

Inkontinensia dan impotensia, Defisiensi imunologis, Infeksi, konstipasi dan malnutris,

insomnia, kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan, komunikasi dan

integrasi kulit, kemunduran proses penyembuhan penyakit yang diderita. Perubahan fisik

pada lansia diantaranya : sistem penglihatan pada lansia sangat erat kaitannya dengan

prebiopi, dimana lensa kehilangan elastis dan kaku, otot penyangga lensa lemah, ketajaman

penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh dan dekat berkurang, penggunaan kacamata

dan sistem penerangan perlu diperhatikan. Sistem Pendengaran pada lansia merupakan

kemampuan daya pendengaran pada telinga dalam, terhadap bunyi suara atau nada-nada yang

tinggi, suara yang tidak jelas dan sulit dimengerti kata-kata terjadi pada lansia diatas 60

tahun.Sistem Integumen kulit pada lansia sudah mulai kendur, tidak elastis, mengerut dan

kulit akan kekurangan cairan sehingga akan menjadi tipis dan berbecak. Kulit timbul pigmen

berwarna coklat, perubahan kulit dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain angin, sinar

ultra violet. Sistem muskuloskeletal mengalami perubahan sistem muskuloskeletalpada lansia

seperti kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat. Perubahan pada kolagen

merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan nyeri,

penurunan kekuatan otot, sulit bergerak dari duduk ke berdiri dan jongkok hambatan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. 2.3 Resiko Jatuh pada Lansia Resiko jatuh adalah suatu

kejadian yang dilaporkan penderita atau keluarga yang melihat kejadian, yang mengakibatkan

seseorang mendadak terbaring, terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau

tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 1999). Negara Amerika Serikat

menunjukkan.

bahwa 5% lanjut usia yang jatuh mengalami patah tulang iga (sterm), humerus (tulang

lengan), pelvis dan patah tulang paha (fractura columna femoris), dan 5% diantaranya

mengalami perlukaan jaringan lunak subdural haematoma, memar dan keseleo otot (Kane

(1994). Menurut (Stanley, 2006) resiko jatuh adalah suatu kejadian yang menyebabkan

8
subjek yang sadar menjadi berada di lantai tanpa disengaja. Bukan merupakan jatuh bila

kejadian jatuh diakibatkan pukulan keras, kehilangan kesadaran atau kejang. Kejadian jatuh

merupakan penyebab spesifik yang berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar

mengalami jatuh. Jatuh sering terjadi pada lansia, berdasarkan hasil survei di AS, terdapat

30% lansia berumur lebih dari 65 tahun mengalami jatuh setiap tahunnya (Tinetti, 1992).

Menurut Gunarto (2005) bahwa 31%-48% lansia mengalami jatuh karena gangguan

keseimbangan, dan setiap tahunnya 30%-40% lansia dirumah mengalami kecelakaan jatuh

(Flaherty et al.2003, dalam Potter & Perry, 2009). Gangguan muskuloskeletal merupakan

penyebab gangguan pada berjalan dan keseimbangan yang dapat mengakibatkan kelambanan

gerak, kaki cenderung mudah goyah, serta penurunan kemampuan mengantisipasi terpeleset,

tersandung, dan respon yang lambat memudahkan terjadinya jatuh pada lansia (Reuben,

1996; Kane, 1994; Tinetti, 1992; Campbell & Brocklehurst, 1987 dalam Darmojo, 2004).

Resiko jatuh dianggap sebagai konsekuensi alami menjadi tua, jatuh bukan bagian normal

dari proses penuaan, setiap tahunya sekitar 30% lansia yang tinggal di rumah meningkat dari

25% usia 70 tahun menjadi 35% setelah usia >75 tahun. Lansia yang tinggal di panti

mengalami jatuh lebih sering dari pada yang berada di rumah karena mereka lebih rentan dan

memiliki lebih banyak disabilitas. Sekitar 50% lansia yang tinggal di panti mengalami jatuh

dan umumnya mereka mengalaminya beberapa kali (Miller, 2007). Faktor yang

mempengaruhi terjadinya resiko jatuh pada lansia adalah faktor internal seperti penyakit yang

diderita, gangguan penglihatan, gangguan adaptasi, gangguan kognitif, kardiovaskular seperti

hipotensi postural atau sinkop, gelap, infeksi telinga, lemah otot tungkai, penyakit sistemik

dan reaksi negatif obat-obat, maupun faktor eksternal lingkungan seperti kondisi tangga,

lantai licin atau basah, pencahayaan yang kurang, toilet jauh dari kamar, kondisi terlalu

rendah, sepatu yang buruk atau dengan sol licin, tempat tidur terlalu tinggi atau rendah, alat

rumah tangga yang dapat menyebabkan jatuh seperti karpet, kaki kursi, dan kabel listrik

(Kemkes, 2010). Beberapa faktor resiko yang teridentifikasi sebagai penyebab berpotensi

jatuh adalah kelemahan otot, gangguan koordinasi, penggunaan obat-obat, dan resiko jatuh

meningkat seiring dengan peningkatan jumlah faktor resiko pada lansia (Tinetti, 1994). Hal

9
ini juga sangat erat kaitannya dengan perubahan fisik khususnya kelemahan otot, kehilangan

keseimbangan dan kelelahan fisik (Victoria et al., 2004). Hal yang sama dikemukakan oleh

para ahli bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko jatuh adalah faktor intrinsik dan

ekstrinsik yang berhubungan dengan aktivitas (Miller, 2004). Faktor sensorik yang berperan

terhadap resiko jatuh adalah sistem penglihatan (visus) dan pendengaran, perubahan pada

mata akan menimbulkan gangguan penglihatan dan perubahan pada telinga menimbulkan

gangguan pendengaran. Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti stroke dan parkinson, sering diderita

oleh lanjut usia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga tidak baik terhadap

sensorik. Kognitif, dimensia diisolasikan dengan resiko jatuh pada lansia. Faktor

muskuloskeletal ini betulbetul berperan besar terjadinya resiko jatuh pada lansia. Gangguan

musculoskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan ini berhubungan dengan proses

menua yang fisiologis. Misalnya berkurangnya massa otot, perlambatan konduksi saraf dan

lapang pandang dapat menyebabkan penurunan sendi, extremitas dan goyangan badan.

2.4 Faktor-Faktor Resiko Jatuh

Faktor-faktor resiko jatuh pada lansia digolongkan menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan

faktor ekstrinsik sebagaimana diuraikan berikut ini. 2.4.1 Faktor Intrinsik Faktor-faktor

intrinsik hal yang berasal dari dalam tubuh lansia sendiri, antara lain yaitu gangguan jantung

dan sirkulasi darah, gangguan sistem anggota gerak seperti kelemahan otot ekstremitas bawah

dan kekuatan sendi, gangguan sistem susunan saraf seperti neuropati perifer, gangguan

pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan psikologis, infeksi telinga, gangguan adaptasi

gelap, pengaruh obat-obatan yang dipakai (diazepam, antidepresi, dan anti hipertensi),

vertigo, atritis lutut, sinkop dan pusing, penyakit-penyakit sistemik. Gangguan jantung adalah

tanda dan gejala gangguan jantung pada lanjut usia nyeri pada daerah prekordial dan sesak

napas seringkali dirasakan pada penderita penyakit jantung diusia lanjut, rasa cepat lelah

yang berlebihan seringkali ditemukan sebagai dampak dari sesak napas yang biasanya terjadi

ditengah malam. Gejala lainnya adalah kebingungan, muntah-muntah dan nyeri pada perut

karna pengaruh bendungan hepar atau keluhan insomnia. Bising

10
Pencegahan Jatuh pada Lansia Klien lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan dini untuk

mengetahui adanya faktor resiko cedera akibat terjatuh dari aspek instrinsik:. Perlu dilakukan

pengkajian keadaan sensorik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering

menyebabkan kejadian teratuh.Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat

menyebabkan jatuh harus dihilangkan.Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak

menyilaukan, lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat,

peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman atau rusak dan dapat bergeser sendiri

sebaiknya diganti. Peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu jalan atau tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi tidak dibuat licin,

sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka, dan WC sebaiknya

dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding. 2.6.1 Penilaian Keseimbangan dan

Gaya Berjalan Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan tubuhnya dalam

melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Bila gerakan tubuh pada saat berjalan

sangat beresikoterjatuh, maka diperlukan bantuan keluarga atau bantuan tim latihan oleh

seorang rehabilitasi medis. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat,

apakah kakinya menapak dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita mengangkat

kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita

cukup kuat untuk berjalan tanpa bantuan orang lain. Seluruh hal tersebut harus dikoreksi bila

terdapat kelainan atau penurunan fungsi organ.

2.5 Mengatur dan Mengatasi Faktor Situasional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita klien lanjut usia dapat dicegah

dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara perodik. Faktor situasional bahaya

lingkungan tinggal dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan, faktor

situasional yang berupa aktifitas fisik dapat diatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut

usia. Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan kemampuan aktifitas rutin yang

diperbolehkan baginya sesuai dengan hasil pemeriksaan kondisi fisik.Maka dari itu lansia

dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau beresiko tinggi

untuk terjadinya jatuh. Kejadian jatuh pada lansia sering kali menyebabkan cedera pada

11
jaringan lunak dan fraktur pangkal paha atau pergelangan tangan, bahkan dapat

mengakibatkan kematian. Keadaan tersebut menyebabkan berbagai masalah kesehatan, yaitu:

ketidaknyamanan fisik karena rasa nyeri, kelelahan fisik, keterbatan mobilisasi, dan proses

penyembuhan jaringan yang lambat sehingga klien akan mengalami berbagai masalah

ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini juga merupakan kekhawatiran

utama pada lansia yang memicu timbulnya penarikkan diri mereka dari kegiatan rutin dan

kegiatan sosial, kehilangan kemandirian, rasa tidak percaya diri, dan kehawatiran bahwa hal

tersebut dapat terulang kembali. Berdasarkan pemaparan diatas maka penelitian ini menjadi

penting dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor resiko jatuh yang dialami oleh klien lanjut

usia di Puskesmas Medan Johor. Menurut Shobha (2005), pencegahan jatuh yang dapat

dilakukan oleh klien lansia diuraikan dalam penjelasan berikut: 1. Latihan Fisik Tujuan

melakukan aktivitas fisik adalah meningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki

keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan.Latihan

fisik yang dianjurkan adalah latihan fisik yang dapat melatih kekuatan tungkai, pergelangan,

tidak terlalu berat dan dilakukan sesuai semampunya, latihan berjalan kaki, senam lansia, dan

latihan keseimbangan. 2. Management Obat-Obatan Mengurangi penggunaan obat-obatan

yang sifatnya untuk waktu lama missal: obat tidur dan melakukan konsultasi terhadap

penggunaan obat-obat yang harus dikonsumsi jangka panjang, missal: obat hipertensi, obat

DM, dll. Gunakan alat bantu berjalan jika diperlukan. 3. Modifikasi Lingkungan Modifikasi

lingkungan dapat dilakukan dengan pengaturan suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau

terlalu dingin untuk menghindari ketidaknyamanan akibat pusing.Selain itu pengaruh barang-

barang yang memang sering diperlukan berada dalam jangkauan klien agar tidak harus

berjalan terlalu jauh dari tempatnya, dengan memanfaatkan karpet antislip dikamar

mandi/menjaga kebersihan lantai agar tidak licin, memasang pegangan tangan pada tempat

yang diperlukan, memfasilitasi penerangan yang memadai, menyingkirkan barang berserakan

di lantai yang menggaggu klien. Memperbaiki Kebiasaan Lansia yang Buruk Melakukan

perubahan posisi dari posisi duduk atau jongkok ke posisi berdiri jangan terlalu cepat, jangan

mengangkat barang yang berat sekaligus, dan lakukan pengangkatan barang dengan cara

12
yang benar dari lantai yaitu dengan cara posisi jongkok dan bukan posisi membungkuk.

Hindari aktifitas berolahraga yang berat dan berlebihan, sepatu berhak tinggi, pakai sepatu

berhak lebar dan datar, jangan berjalan hanya dengan kaos kaki karena sulit untuk menjaga

keseimbangan, pakai sepatu antislip dengan alas yang kasar. 5. Memelihara Fungsi Tubuh

Fungsi penglihatan dan pendenganran sudah mengalami penurunan sehingga perlu

memperhatikan pemeliharaan kesehatan fungsi mata dan pendengaran termasuk alat bantu

yang digunakan berupa kaca mata, alat bantu pendengaran, dan pencahayaan lingkungan

tinggalharusdiperhatikan dan dipertahankan untuk menghindari kondisi yang memicu resiko

jatuh. Pemeliharaan kekuatan tulang harus tetap dijaga untuk mempertahankan keseimbangan

dan koordinasi gerakan tubuh agar terhindar dari jatuh, klien dianjurkan untuk berhenti

merokok dan menghindari konsumsi alkohol, serta edukasi keluarga dank lien untuk

mempersiapkan dan mengkonsumsi jenis makan-makanan yang bergizi seperti buah-buahan,

sayuran yang tidak mengandung gas, dan minum susu randah lemak untuk memelihara

kekuatan tulang.

2.2 Konsep Katarak

A. DEFINISI

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan lensa yang dapatterjadi akibat

hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya.

(Tamsuri Anas, 2011: 54)

Katarak merupakaan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau

bahan lensa di dalam kapsul lensa atau suatu keadaan patologik lensa dimana lensa

menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein. Kekeruhan dapat

terjadi akibat gangguan metabolism normal lensa yang dapat timbul pada berbagai

usia tertentu. (Ilyas, 2005: 128).

Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau

kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang

lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).

13
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga

menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin, 2009).

Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak

merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan

lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau

kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman

penglihatan berkurang (Corwin, 2000).

Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa

rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini

terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai

usia tertentu (Iwan,2009)

B. KLASIFIKASI PENYAKIT

1. Katarak primer

a. Karatak kongenital

Terjadi sebelum dan segera setelah bayi lahir. Katarak kongenital dianggap sering

ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit:

1) Rubella

2) Galaktosemi

3) DM

b. Katarak juvenil

Merupakan lanjutan di katarak kongenital, terbentuk pada usia 3 bulan sampai

dengan 9 tahun.

c. Katarak senil

Katarak yang terdapat pada usia di atas 50 tahun. Berdasarkan kekeruhan pada lensa,

maka katarak senil dibedakan atas:

1) Katarak Insipien

14
Kekeruhan berupa bercak-bercak seperti biji dengan dasar di perifer dan

daerah jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior atau

posterior.

2) Katarak Immature

Kekeruhan yang belum mengenai seluruh lapisan lensa, sehingga masih

ditemukan bagian-bagian yang jernih. Kekeruhan terdapat pada bagian

posterior dan belakang nukleus lensa

3) Katarak Matur

Kekeruhan yang telah mengenai seluruh massa lensa. Sehingga semua sinar

yang melalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa.

4) Katarak Hipermatur

Korteks lensa mencair sehingga nukleus lensa turun, terjadi kerusakan kapsul

lensa sehingga isi korteks yang mencair keluar dari lensa menjadi kempis.

2. Katarak sekunder

Katarak sekunder (komplikata) adalah katarak yang terjadi akibat penyakit lain

atau setelah trauma yang memecah lensa. Penyebab katarak sekunder (komplikata) yaitu:

a. Penyakit mata (yang menyebabkan katarak monokuler)

1) Uveitis

2) Glaucoma

3) Miopi maligna

4) Ablasio retina yang lama

b. Penyakit sistemik

1) Galaktosemia

2) Diabetes Mellitus

3) Tetani akibat insufisiensi gland; paratiroid pasca bedah struma

c. Trauma

1) Trauma fisik

a) Trauma tumpul, menyebabkan katarak:

15
b) Vissious ring

c) Berbentuk roset (bintang)

d) Katarak zonular (malelar)

e) Katarak kapsula lentis yang keriput.

f) Trauma tajam (tembus)

2) Trauma radiasi

3) Trauma toksik

C. PENYEBAB

Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat menderita katarak

yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan didalam kehamilan.

keadaan ini disebut sebagai katarak kongengital. Penyebab katarak lainnya adalah:

1. Faktor keturunan

2. Cacat bawaan sejak lahir

3. Masalah kesehatan,misal diabetes

4. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid

5. Gangguan metabolisme seperti DM

6. Gangguan pertumbuhan

7. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam jangka waktu lama

8. Rokok dan alcohol

9. Operasi mata sebelumnya

10. Trauma pada mata

D. MANIFESTASI KLINIS

Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif

(seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat

asap dan pupil mata bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang

pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di

negatif (-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan

dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.

16
Gejala umum gangguan katarak meliputi :

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.

2. Peka terhadap sinar atau cahaya.

3. Dapat melihat dobel pada satu mata.

4. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.

5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

E. PATOFISIOLOGI

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.

1. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh.

Otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter

anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya

refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus keretina.

2. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat

Otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang

elastic kemudian memmpengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh

peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologik antara korpus sillaris, zonula, dan

lensa untuk memfokuskan benda dekat keretina disebut sebagai akomodasi, seiring

dengan pertambahan usia, kemampuan dalam refraksi lensa perlahan lahan akan

berkurang, disebabkan karena perubaahan kimia dalam protein lensa sehingga

terjadi koagulasi yang mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya

cahaya keretina.

Lensa mata yang normal maka akan transparan dan mengandung banyak air,

sehingga cahaya dapat menembusnya dengan mudah. tapi setelah mengalami gangguan

maka lensa akan mengalami kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomaligeometri. Pada

orang yang mengalami lensa katarak memiliki cirri berupa edema lensa,perubahan

protein, peningkatan proliferrasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat serat lensa.

Secara umum edema lensa berfariasi sesuai stadium perkembangan katarak.

17
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona central terdapat nucleus,

di perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan

posterior. Pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang

menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein

pada lensa mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi coklat kekuningan. Di

sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas

pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti

kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.

Perubahan pada serabut halus multiple, memanjang dari badan silier ke sekitar daerah

lensa mengakibatkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat

menyebabkan koagolasi, sehingga mengakibatkan pandangan berkabut.Salah satu teori

menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa yang

mengakibatkan patahnya serabut lensa yang tegang sehingga mengganggu transmisi

sinar.

Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim tertentu mempunyai peran dalam

melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim ini akan menurun dengan

bertambahnya usia. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya

katarak antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet dan

malnutrisi.

F. PEMERIKSAAN

1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi

terbaik serta menggunakan pinhole.

b. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior

c. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau

Schiotz

18
d. Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan

tetes mata Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan

pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah

sesuai dengan visus pasien.

1) Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12,

tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks

fundus masih mudah diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari

50 tahun.

2) Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara

6/12 – 6/30, tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan.

Refleks fundus masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan

gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.

3) Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara

6/30 – 3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan

korteks yang berwarna keabu-abuan

4) Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak

nukleus berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai

5) Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih

jelek. Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus

berawarna kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat

keras dan disebut juga sebagai Brunescence cataract atau black

cataract.

e. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan.

f. Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain

pada mata selain katarak.

g. Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan

dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam

penglihatan setelah operasi.

19
2. PEMERIKSAAN FISIK

a. Ketajaman Penglihatan

Cara termudah mengkaji penglihataan jarak dekat adalah dengan

meminta klien membaca materi yang dicetak dibawah pencahayaan yang

adekuat. Jika klien memakai kacamata ,kacamata dipakai saat pemeriksaan.

Pemeriksaan penglihatan jarak jauh dengan menggunakan snellen

chart. Klien diminta duduk atau berdiri 6,1 m dari snellen chart untuk

membaca semua huruf dimulai dari garis mana saja, pertama dengan kedua

mata terbuka kemudian denggan satu mata tertutup dan minta klien tidak

menekan mata. Skor ketajaman penglihatan dicatat untuk setiap mata dan

kedua mata. Mata normal dapat membaca bagan dengan perbandingan 20/20.

b. Gerakan Ekstraokuler

Meminta klien untuk menatap kekiri dan kekanan,atau minta klien

duduk dan perawat mengangkat jari pada jarak (15-30 cm)lalu pasien

mengikuti gerakan jari hanya dengan mata.

c. Lapang Pandang

Pada saat seseorang memandang lurus kedepan,semua benda dibagian

tepi normalnya dapat terlihat tanpa mata bergerak mengikuti benda

(pandangan lurus).

d. Stuktur Mata Ekstre

1) Posisi dan kesejajaran mata

a) Adakah tonjolan (eksoftalamus)

b) Tumor atau inflamasi

2) Alis

a) Simetris

b) Distribusi rambut

3) Kelopak mata

a) Posisi, warna, kondisi permukaan, dan arah bulu mata

20
b) Kemampuan klien untuk meembuka, menutup dan berkedip.

4) Aparatus Laktrimal

a) Inspeksi : adanya edema atau kemerahan

b) Palpasi : normalnya tidak teraba

5) konjungtiva dan sclera

a) konjungtiva : kemerahan

b) sclera : putih

6) Kornea

Bagian mata yang transparan,tidak berwarna,menutupi pupil dan iris

7) Pupil dan iris

a) Pupil normal : hitam,bulat,regular,sama ukurannya

b) Iris :jernih

c) PERRLA (pupil sama,bulat,reaktif thd cahaya dan akomodasi )

8) Struktur Interna Mata

Bagian interna mata tidak dapat diobservasi tanpa bantuan alat

untuk menerangi struktur strukturnya yaitu oftalmoskop,digunakan untuk

menginspeksi fundus yang mencakup retina,koroid,discus saraf

optikus,macula,fovea sentralis,dan pembuluh retina.

G. PENATALAKSANAAN

1. Secara Medis

Solusi untuk menyembuhkan penyakit katarak secara medis umumnya dengan

jalan operasi.penilaian bedah didasarkan pada lokasi,ukuran dan kepadatan

katarak.Katarak akan dibedah bila sudah terlalu luas mengenai bagian dari lensa mata

atau katarak total.Lapisan mata diangkat dan diganti lensa buatan(lensa

intraokuler).pembedahan katarak bertujuan untuk mengeluarkan lensa yang

keruh.Lensa dapat dikeluarkan dengan pinset atau batang kecil yang

dibekukan.kadang kadang dilakukan dengan menghancurkan lensa dan mengisap

keluar.Adapun tekhnik yang digunakan pada operasi katarak adalah :

21
a. FAKOEMULSIFIKASI

Merupakan teknologi terkini,hanya dengan melakukan sayatan (3mm)

pada kornea. Getaran ultrasonic pada alat fakoemulsifikasi dipergunakan

untuk mengambil lensa yang mengalami katarak,lalu kemudian diganti

dengan lensa tanam permanent yang dapat dilipat. Luka hasil sayatan pada

kornea kadang tidak memerlukan penjahitan, shg pemulihan penglihatan

segera dapat dirasakan. Teknik fakoemulsifikasi memakan waktu 20-30

menit dan hanya memerlukan pembiusan topical atau tetes mata selama

operasi.

b. EKSTRA KAPSULER

Dengan teknik ini diperlukan sayatan kornea lebih panjang, agar

dapat mengeluarkan inti lensa sec utuh, kemudian sisa lensa dilakukan

aspirasi. Lensa mata yang telah diambil digantikan dengan lensa tanam

permanent. Diakhiri dengan menutup luka dengan beberapa jahitan.

1) Ekstra Capsular Catarak Ekstraktie(ECCE)

Korteks dan nucleus diangkat, kapsul posterior ditinggalkan untuk

mencegah prolaps vitreus, melindungi retina dari sinar ultraviolet dan

memberikan sokongan untuk implantasi lensa intra okuler.

2) Intra Capsular Catarak Ekstraktie(ICCE)

Lensa diangkat seluruhnya. Keuntungannya prosedur mudah dilakukan.

Kerugiannya mata berisiko mengalami retinal detachment (lepasnya

retina )

2. Terapi

Obat tetes mata dapat digunakan sebagai terapi pengobatan. Ini dapat

diberikan pada pasien dengan katarak yang belum begitu parah. Senyawa aktif dalam

obat tetes mata dari keben yang bertanggung jawab terhadap penyembuhan penyakit

katarak adalah saponin. Saponin ini memiliki efek meningkatkan aktifitas proteasome

yaitu protein yang mampu mendegradasi berbagai jenis protein menjadi polipeptida

22
pendek dan asam amino. Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi lensa

mata penderita katarak secara bertahap “dicuci” sehingga lepas dari lensa dan keluar

dari mata berupa cairan kental berwarna putih kekuningan.

H. KOMPLIKASI PEMBEDAHAN

1. Luka yang tidak sempurna menutup

2. Edema kornea

3. Inflamasi dan uveitis

4. Atonik pupil

5. Papillary captured

6. Kekeruhan kapsul posterior

7. TASS (toxic anterior segment syndrome)

8. Ablasio retina

9. Endoftalmus

10. Sisa massa lensa

I. PENCEGAHAN

Perawat sebagai anggota penting tim perawatan kesehatan, dan sebagai pendidik

dan praktiksi kebiasaan kesehatan yang baik, dapat memberikan pendidikan dalam hal

asuhan mata, keamanan mata, dan pencegahan penyakit mata. Perawat dapat mencegah

membantu orang belajar bagaimana mencegah kontaminasi silang atau penyebaran

penyakit infeksi kepada orang lain melalui praktek higiene yang baik. Perawat dapat

mendorong pasien melakukan pemeriksaan berkala dan dapat merekomendasikan cara

mencegah cedera mata.

Kapan dan seringnya mata seseorang harus diperiksa tergantung pada usia pasien,

faktor resiko terhadap penyakit dan gejala orkuler. Orang yang mengalami gejala orkuler

harus segera menjalani pemeriksaan mata. Mereka yang tidak mengalami gejala tetapi

yang berisiko mengalami penyakit mata orkuler harus menjalani pemeriksaan mata

berkala. Pasien yang menggunakan obat yang dapat mempengaruhi mata, seperti

23
kortekosteroid, hidrokksikloroquin sulfat, tioridasin HCI, atau amiodarone, harus

diperiksa secara teratur. Yang lainya harus menjalani evaluasi glaukoma rutin pada usia

35 dan reevaluasi berkala setiap 2 sampai 5 tahun.

24
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KATARAK

A. PENGKAJIAN

1. Anamnesa

Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :

2. Identitas / Data demografi

Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara

langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan

keterangan lain mengenai identitas pasien.

3. Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:

a. Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak) .

b. Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah

c. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film

d. Perubahan daya lihat warna

e. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan

mata

f. Lampu dan matahari sangat mengganggu

g. Sering meminta ganti resep kaca mata

h. Lihat ganda

i. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)

j. Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain

4. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti

a. DM

b. hipertensi

c. pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko

katarak.

d. Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,

25
e. ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,

steroid / toksisitas fenotiazin.

f. Kaji riwayat alergi

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress,

B. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa

mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop

sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45 derajat dari poros

mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang

keruh ( iris shadow ). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur,

sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.

C. Pemeriksaan Diagnostik

1. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan sentral

penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau

penglihatan ke retina ayau jalan optic.

2. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi

lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.

3. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi

4. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan

aterosklerosis.

5. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.

D. Diagnosa Keperawatan yang mungkin terjadi (Doenges,2000):

1. Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan b.d gangguan penerimaan

sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi. Ditandai dengan :

Menurunnya ketajaman penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang.

26
2. Kecemasan b.d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan

pembedahan

3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasive pengangkatan katarak

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d tidak mengenal

sumber informasi, salah intrepetasi, kurangnya mengingat, keterbatasan kognitif

a. PRE OPERATIF

1) Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan penurunan

ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.

Tujuan : gangguan persepsi sensori teratasi.

Kriteria hasil :

a. Dengan penglihatan yang terbatas klien mampu melihat lingkungan semaksimal

mungkin.

b. Mengenal perubahan stimulus yang positif dan negatif

c. Mengidentifikasi kebiasaan lingkungan.

Intervensi Rasional

1. Orientasikan pasien terhadap £ Memperkenalkan pada pasien tentang

lingkungan aktifitas. lingkungan dam aktifitas sehingga dapat

meninggalkan stimulus penglihatan.

2. Bedakan kemampuan lapang £ Menentukan kemampuan lapang pandang

pandang diantara kedua mata tiap mata

3. Observasi tanda disorientasi £ Mengurangi ketakutan pasien dan

dengan tetap berada di sisi meningkatkan stimulus.

pasien.

4. Dorong klien untuk £ Meningkatkan input sensori, dan

melakukan aktivitas sederhana mempertahankan perasaan normal,

seperti menonton TV, radio, dll tanpa meningkatkan stress.

5. Anjurkan pasien £ Menurunkan penglihatan perifer dan

menggunakan kacamata katarak, gerakan.

27
cegah lapang pandang perifer

dan catat terjadinya bintik buta.

6. Posisi pintu harus tertutup £ Menurunkan penglihatan perifer dan

terbuka, jauhkan rintangan. gerakan.

2) Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan

kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.

Tujuan : kecemasan teratasi

Kriteria hasil :

a. Mengungkapkan kekhawatirannya dan ketakutan mengenai pembedahan yang

akan dijalani.

b. Mengungkapkan pemahaman tindakan rutin perioperasi dan perawatan.

Intervensi Rasional

1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan £ Membantu mengidentifikasi sumber

relaks, berikan dorongan untuk ansietas.

verbalisasi dan mendengarkan dengan

penuh perhatian.

2. Yakinkan klien bahwa ansietas £ Meningkatkan keyakinan klien

mempunyai respon normal dan

diperkirakan terjadi pada pembedahan

katarak yang akan dijalani.

3. Tunjukkan kesalahpahaman yang £ Meningkatkan keyakinan klien

diekspresikan klien, berikan informasi

yang akurat.

4. Sajikan informasi menggunakan £ Meningkatkan proses belajar dan

metode dan media instruksional. informasi tertulis mempunyai sumber

rujukan setelah pulang.

5. Jelaskan kepada klien aktivitas £ Pengetahuan yang meningkat akan

28
premedikasi yang diperlukan. menambah kooperatif klien dan

menurunkan kecemasan.

6. Diskusikan tindakan keperawatan pra £ Sda

operatif yang diharapkan.

7. Berikan informasi tentang aktivitas

penglihatan dan suara yang berkaitan £ Menjelaskan pilihan memungkinkan

dengan periode intra operatif klien membuat keputusan secara

benar.

b. POST OPERATIF

1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasive.

Tujuan : nyeri teratasi

Kriteria hasil : klien melaporkan penurunan nyeri secara progresif dan nyeri terkontrol

setelah intervensi.

Intervensi Rasional

1. Bantu klien dalam 1. Membantu pasien menemukan tindakan

mengidentifikasi tindakan yang dapat menghilangkan atau

penghilangan nyeri yang efektif. mengurangi nyeri yang efektif.

2. Jelaskan bahwa nyeri dapat terjadi 2. Nyeri dapat terjadi sampai anestesi

sampai beberapa jam setelah local habis, memahami hal ini dapat

pembedahan. membantu mengurangi kecemasan yang

berhubungan dengan yang tidak

diperkirakan.

3. Lakukan tindakan mengurangi 3. Latihan nyeri dengan menggunakan

nyeri dengan cara: tindakan yang non farmakologi

- Posisi : tinggikan bagian kepala memungkinkan klien untuk memperoleh

tempat tidur, ganti posisi dan tidur, rasa kontrol terhadap nyeri.

ganti posisi dan tidur pada sisi yang

29
tidak dioperasi

- Distraksi

- Latihan relaksasi

4. Berikan obat analgetik sesuai 4. Analgesik dapat menghambat reseptor

program nyeri.

5. Lapor dokter jika nyeri tidak 5. Tanda ini menunjukkan peningkatan

hilang setelah ½ jam pemberian obat, tekanan intra ocular atau komplikasi lain.

jika nyeri disertai mual.

2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah

pengangkatan).

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil :

a. Tanda-tanda infeksi tidak terjadi

b. Penyembuhan luka tepat waktu

c. Bebas drainase purulen , eritema, dan demam

Intervensi Rasional

1. Tingkatkan penyembuhan luka

dengan :

- Beri dorongan untuk mengikuti £ Nutrisi dan hidrasi yang optimal

diet seimbang dan asupan cairan meningkatkan kesehatan secara

yang adekuat keseluruhan, meningkatkan penyembuhan

luka pembedahan.

- Instruksikan klien untuk tetap £ Memakai pelindung mata meingkatkan

menutup mata sampai hari pertama penyembuhan dan menurunkan kekuatan

setelah operasi atau sampai iritasi kelopak mata terhadap jahitan luka.

diberitahukan.

2. Gunakan tehnik aseptic untuk £ Tehnik aseptic menimalkan masuknya

30
meneteskan tetes mata : mikroorganisme dan mengurangi infeksi.

- Cuci tangan sebelum memulai

- Pegang alat penetes agak jauh

dari mata.

- Ketika meneteskan hindari

kontk antara mata dengan tetesan

dan alat penetes.

3. Gunakan tehnik aseptic untuk £ Tehnik aseptic menurunkan resiko

membersihkan mata dari dalam ke penyebaran infeksi/.bakteri dan

luar dengan tisu basah / bola kapas kontaminasi silang.

untuk tiap usapan, ganti balutan dan

memasukkan lensa bila

menggunakan.

4. Tekankan pentingnya tidak £ Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi

menyentuh / menggaruk mata yang operasi.

dioperasi.

5. Observasi tanda dan gejala £ Deteksi dini infeksi memungkinkan

infeksi seperti : kemerahan, penanganan yang cepat untuk

kelopak mata bengkak, drainase meminimalkan keseriusan infeksi.

purulen, injeksi konjunctiva

(pembuluh darah menonjol),

peningkatan suhu.

6. Anjurkan untuk mencegah £ Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan

ketegangan pada jahitan dengan interupsi, menciptakan jala masuk untuk

cara : menggunakan kacamata mirkoorganisme

protektif dan pelindung mata pada

malam hari.

7. Kolaborasi obat sesuai indikasi : £ Sediaan topical digunakan secara profilaksis,

31
- Antibiotika (topical, parental dimana terapi lebih agresif diperlukan bila

atau sub conjunctiva) terjadi infeksi

- Steroid £ Menurunkan inflamasi

3) Gangguan sensori – perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan

penerimaan sensori/ status organ indera, lingkugan secara terapeutik dibatasi,

ditandai dengan :

a. Menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan.

b. Perubahan respo biasanya terhadap rangsang.

Hasilnya yang diharapkan :

a. Meningkatkan ketajaman penglihatn dalam batas situasi individu

b. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan

Intervensi Rasional

1. tentukan ketajaman penglihatan, catat o Kebutuhan individu dan pilihan

apakah satu atau kedua mata terlibat intervensi dan pilihan intervensi

bervariasi sebab kehilangan penglihatan

terjadi lambat dan progresif.

2. orientasi pasien terhadap lingkungan, o Memberikan peningkatan kenyamanan

staf/ orang lain di area dan kekeluargaaan, menurunkan cemas

dan disorientasi pasca operasi.

3. observasi tanda-tanda dan gejala-gejala o Terbangun dalam lingkungan yang tak

disorientasi, pertahankan pengamanan dikenal dan mengalami keterbatasan

tempat tidur sampai benar-benar sembuh penglihatan dapat mengakibatkan

dari anesthesia. bingung pada orangtua.

4. ingatkan klien menggunakan kacamata  Perubahan ketajaman dan kedalaman

katarak yang tujuannya memperbesar ± persepsi dapat menyebabkan bingung /

25%, penglihatan perifer hilang meningkatkan resiko cedera sampai

32
pasien belajar untuk mengkompensasi.

4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis pengobatan berhubungan dengan tidak

mengenal sumber informasi, ditandai dengan klien kurang mengikuti instruksi, sering

bertanya terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

Tujuan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan berupa HE diharapkan klien mengerti dengan

kondisi, prognosis,dan pengobatan.

Kriteria hasil :

a. Dapat melakukan perawatan dengan prosedur yang benar

b. Dapat menyembuhkan kembali apa yang telah dijelasakan.

Intervensi Rasional

1. Kaji informasi tentang kondisi · Meningkatkan pemahaman dan

individu prognosis tipe prosedur, kerjasama dengan program pasca operasi

tipe prosedur lensa.

2. Tekankan pentingnya evaluasi · Pengawasan periodic menurun kan

perawatan. Beritahu untuk resiko komplikasi serius.

melaporkan penglihatan

berawan.

3. Informasikan kepada klien · Dapat bereaksi silang / campur dengan

untuk menghindari tetes mata obat yang diberikan.

yang dijual bebas.

4. Dorong pemasukan cairan · Memertahankan konsistensi faeces

yang adekuat, makan terserat. untuk menghindari mengejan

5. Anjurkan klien untuk · Aktifitas yang menyebabkan mata lelah

menghindari membaca, tegang, manuver valsava atau

berkedip, mengangkat yang meningkatkan TID dapat mempengaruhi

berat, mengejar saat defekasi, hasil operasi dan mencetuskan

33
membongkok pada panggul, perdarahan.

meniup hidung penggunaan · Catatan : iritasi pernapasan yang

spray, bedak bubuk, merokok. menyebabkan batuk / bersih dapat

meningkatkan TID.

34
DAFTAR PUSTAKA

Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology,

fourth edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446.

Marylin E. Doenges. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

Nico A. Lumenta. 2008. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elek Media

Komputindo

Fadhlur Rahman. 2009. Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes

Mellitus.

Nova Faradilla. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas Kedokteran

University of Riau

Majalah Farmacia Edisi April 2008 , Halaman: 66 (Vol.7 No.9)

Sidarta, Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto

Sidarta, Ilyas. Ihtisar ilmu Penyakit Mata. 2009. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI

10. Hartono. Oftalmoskopi dasar & Klinis. 2007. Yogyakarta: Pustaka Cendekia

Press

11. Sidarta, Ilyas. Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3.

2009. Jakarta: Balai Pustaka FKUI

12. Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250

Consecutive Cases treated at the tertiary referral center in Netherland. American Journal

of ophthalmology. Volume 149 No.3

35
BAB III
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

Unit/UPT : RAAL Griya Asih Lawang


Nama Klien : Ny A
Umur : 72 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat asal : Malang
Tanggal waktu datang : 12 Agustus 2013
No Reg : 3GA12
Lama tinggal di panti : 6 tahun
Orang yang bisa dihubungi/ penanggung jawab : Tn H
Alamat : Malang
No Telp : 0812345890

1. PERSEPSI – PENGELOLAAN PEMELIHARAAN KESEHATAN :


Penyakit/masalah kesehatan saat ini : Katarak
Keluhan utama saat ini : Mata rabun, kulit besisik seluruh tubuh
Riwayat penyakit sekarang : Klien datang pada tanggal 22 Januari 2013 karena dirumah
sering marah – marah dan memukul orang yang datang di toko milik saudaranya. Setelah itu
keluarga memutuskan membawanya ke RAAL Griya Asih Lawang dan dirawat sampai
sekarang. Klien awal datang masih dapat berjalan dan melakukan aktivitas sendiri tetapi
ketika di tengah perawatan ketika klien mandi terjatuh dan mengalami keterbatasan gerak.
Meskipun sudah diberikan terapi ataupun pelatihan terhadap klien keadaannya tetap. Klien
mengalami keterbatasan gerak dan menggunakan kursi roda.

Klien sekarang aktivitasnya semuanya dibantu oleh perawat dan klien saat ini mengalami
gatal – gatal hingga kulit klirn kering dan bersisik.

Riwayat penyakit yang lalu : Katarak, Depresi


____
Merokok: Tidak Ya Jumlah __<1 pak/hari ___ 1-2 pak/hari
> 2 pak/hari. Minum Kopi : Tidak 1 gls/hr > 2 gls/hr
Suka makan asin : Ya Tidak. Suka makan manis : Ya Tidak
Mengkonsumsi tinggi purin : Sering Kadang tidak pernah
Mengkonsumsi makanan berlemak : Sering Kadang Tidak pernah
Alkohol : Tidak Ya Jumlah : < 1 botol/hari 1- 2 botol/hari
>2 botol/hari Jenis :
Mengkonsumsi obat – obatan dijual bebas /tanpa resep :Tidak Ya Macam : -

Alergi ( Obat, makanan, plester, cairan ) : Tidak Ya Macam :


Reaksi :
Harapan tinggal di panti : Klien tidak kooperatif
36
Pengetahuan tentang penyakit/masalah kesehatan saat ini ( pengertian, penyebab,
tanda gejala, cara perawatan) : Klien tidak kooperatif
Pengetahuan tentang pencegahan penyakit/masalah kesehatan saat ini (cara-cara
pencegahan) : Klien tidak kooperatif
Pengetahuan tentang keamanan/keselamatan (pencegahan terhadap cedera/kecelakaan)
: Klien tidak kooperatif

2. AKTIVITAS LATIHAN

Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)


Skor
No Kriteria Dengan Mandiri Yang
Bantuan Didapat
1 Makan 5 10 7
Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, atau
5-10 15 3
2 sebaliknya
3 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, gosok gigi) 0 5 0
Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka tubuh, 5 10 2
4 menyiram)
5 Mandi 0 5 0
Berjalan di permukaan datar (jika tidak bisa, dengan 0 5 0
6 kursi roda )
7 Naik turun tangga 5 10 1
8 Mengenakan pakaian 5 10 4
9 Kontrol bowel (BAB) 5 10 0
10 Kontrol Bladder (BAK) 5 10 0
Jumlah : 17
Interpretasi :
Jika skore kurang dari 60 : memerlukan bantuan pada beberapa
aktifitas
Jika skore : memerlukan bantuan minimal/
60 - < 90
> ringan
Jika skore
: mandiri
90
Kruk__ Pispot disamping tempat tidur
ALAT BANTU :__ Tidak __ _____ Tripot
____ __ Lain- lain,
Walker ____ Tongkat __ Kursi roda sebutkan___________________

3. NUTRISI DAN METABOLIK


Jenis makanan saat ini dan suplemen : nasi, sayur, lauk
Diet/makanan pantangan yg dijalani saat ini :Tidak ___ Ya Macam :

Program diit saat ini : Tidak Ya, macam :


Jumlah porsi setiap kali makan: satu piring
Frekwensi dalam1 hari: 3 kali/hari
Nafsu makan: Normal Bertambah Berkurang Penurunan sensasi rasa
Tinggi Badan Fluktuasi berat badan 6 bulan
Berat badan saat ini : 40 Kg : 150 cm terakhir: tetap 40 kg

37
Kesukaran
menelan: Tidak Ya padat cairan

bagian
Gigi palsu: Tidak Ya atas bagian bawah
Bagian
Gigi ompong : Tidak Ya atas Bagian bawah Sebagaian besar
Jumlah cairan/minum : < 1
ltr/hri 1-2 ltr/ > 2 ltr/hari

Jenis cairan : air putih

Riwayat masalah penyembuhan kulit Tidak Penyembuhan


ada Abnormal ada ruam
Kering dan ada
bersisik luka/lesi Pruritus
Pengkajian Determinan
: Baik/tdk ada resiko Resiko moderate
Nutrisi
(lihat lampiran 1
Resiko tinggi
form )

4. ELIMINASI
Kebiasaan defekasi(BAB): 1 kali/hari Tgl Defekasi terakhir 29 April 2019
Pola BAB saat : dalam batas normal
ini (DBN) Konstipasi Diare Inkontinensia
Nyeri Keluar darah Warna faeces : coklat
Colostom Dapat merawat sendiri Colostomy :
y: tidak Ya Ya Tidak
Kebiasaan BAK: Jumlah 3x ganti
pampers kali/hari pampers /hari Malam sering berkemih
Kesukaran
menahan/beser Nyeri/disuri Menetes/oliguri Anuri
Alat Bantu: Folley
Warna Urin: kuning kateter kondom kateter ngompol

5. TIDUR-
ISTIRAHAT
Kebiasaan tidur: 8 jam/malam hari 2 jam /tidur siang Nyenyak tidur Ya tidak
Masalah tidur Tidak ada Ya terbangun malam hari Sulit tidur/ Insomnia
Mimpi buruk Nyeri/tdk nyaman Gangg. Psikologis, sebutkan

38
6. KOGNITIF-
PERSEPTUAL
Keadaan mental: ____
stabil Afasia Sukar bercerita Disorientasi Kacau mental
Menyerang/agresif Tidak ada respons
tidak ada masalah (Lihat Lampiran
Pengkajian emosional : ada masalah emosional Form 2)
Berbicara: Normal Bicara tidak jelas Berbicara inkoheren
Tdk dapat berkomunikasi Bahasa yang dikuasai: Lain-lain :
verbal, Indonesia _______________

Kemampuan memahami
Ya Tidak
Pengkajian fungsi intelektual dengan menggunakan
SPMSQ:
Fungsi intelekrual utuh Kerusakan intelektual ringan erusakan intelektual sedang
intelektual
berat nilai (Lihat Lampiran
kerusakan Salah 10 Form 3)

Pengkajian kemampuan kognitif dengan menggunakan MMSE : tidak ada gangguan


kognitif gangguan kognitif sedang gangguan kognitif berat nilai 3 (Lihat Lampiran
Form 4 )
Kecemasan: Ringan Sedang Berat (Lihat Lampiran Form 5 )
Panik Ketakutan : Tidak Ya __
Pengkajian Depresi dengan Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage :
Tidak ada depresi Ada depresi Nilai 14 (Lihat Lampiran Form 6 )

39
Pendengaran: DBN ada penurunan pendengaran ___Terganggu (__Ka __Ki)
___Tuli (___Ka ___Ki) Alat Bantu dengar Tinitus

Penglihatan: DBN Kacamata Lensa kontak Mata kabur Kanan Kiri

Buta Kanan Kiri Vergito: Ya Tidak

Nyeri: Tidak Ya Akut Kronis Lokasi Nyeri ___________________

Nyeri berkurang dengan cara Tdk Dapat

7. TOLERANSI KOPING STRES/PERSEPSI DIRI/KONSEP DIRI


Masalah utama sehubungan dengan dirawat di panti : Klien suka marah marah
Adakah ancaman perubahan penampilan/kehilangan anggota badan Tidak Ya
Adakah penurunan harga diri : Tidak Ya
Adakah ancaman kematian : Tidak Ya
Adakah ancaman terhadap kesembuhan penyakit : Tidak Ya
Adakah masalah keuangan : Tidak Ya
Pola koping individual : Konstruktif /efektif Tdk efektif Tidak mampu

8. SEXSUALITAS/ REPRODUKSI
Periode Menstruasi Terakhir (PMT) Masalah Menstruasi/Hormonal:
Tidak Ya Pap Smear Terakhir: tidak ada

Pemeriksaan Payudara/Testis sendiri Ya Tidak Gangguan seksual tidak ada


Penyebab : tidak ada

9. PERAN-HUBUNGAN
Peran saat ini yang dijalankan : pasien

Penampilan peran sehubungan dengan sakit : Tidak ada Ada masalah, sebutkan
masalah
Sistem
pendukung: Pasangan(Istri/Suami) Saudara/famili Orang tua/wali
teman dekat tetangga
Interaksi dengan orang Baik Ada masalah
lain :
Menutup diri : Tidak Ya
____ Ya
Mengisolasi diri/diisolasi orang lain :
40
Tidak
Pengkajian fungsi sosial dengan Apgar Keluarga Dengan Lansia :
Fungsi baik Disfungsi
berat Disfungsi sedang (Lihat Lampiran Form 7)
10. NILAI-
KEYAKINAN
Agama yang dianut: ________________Pantangan ___Ya(sebutkan)_
agama:Krissten Tidak _

Meminta dikunjungi Rohaniawan: Ya Tidak


Nilai/keyakinan terhadap penyakit yang diderita
Distres Spiritual : Tidak Ya, sebutkan

41
11. PENGKAJIAN FISIK (Objektif)
1. KEADAAN UMUM DAN VITAL SIGN
Keadaan umum :
Lemah/ berbaring di TT Kesadaran : CM
Baik
Suhu : 36 C Nadi : 78x/m Tekanan darah 110/80
Apatis Coma mmHg
Nadi: Kuat Tidak teratur RR 20x/m
2 PERNAFASAN/SIRKULASI
Kualitas: DBN Dangkal Cepat- dalam Cepat dangkal
Batuk: Tidak ___Ya Sputum : ___ Tidak ___BanyakWarna_________
ada __
Auskultasi:
Lobus Ka. DBN Suara abnormal
Atas _______________________________
Lobus Ki. Atas DBN Suara abnormal
________________________________
Lobus Ka. DBN Suara abnomal
Bawah __________________________________
Lobus Ka. DBN Suara
Bawah abnormal_________________________________
Bunyi jantung : DBN Bunyi abnormal
________________________________
Pembesaran vena jugularis : ____
Tidak ___Ya Edema tungkai : Tidak Ya
Sebutkan
___________________________________________________________
Nadi kaki kanan
(pedalis): Kuat ___lemah ____tak ada
Nadi kaki kiri
(pedalis): _kuat ___lemah ____tak ada

3. METABOLIK- INTEGUMEN
Kulit:
Warna: DBN Pucat Sianosis Kuning/ikterik Lain-
Lain
Suhu kulit: Hangat dingin Turgor
DBN DBN Buruk
Edema: tidak ada Ya (jelaskan/lokasi)
Lesi: Tidak ada Ya (jelaskan /lokasi) _____________________________
Memar: Tidak ada Ya (jelaskan/lokasi)_____________________________
Kemerahan: Tidak ada (jelaskan/lokasi)_________________________
___Ya _

42
Gatal-gatal: (jelaskan/ lokasi seluruh tubuh
___Yidak ___Ya _____________________________
Terpasang Selang Infus/ cateter : TidakYa :
Gusi: DBN Stomatitis
Gigi: DBN ___Caries Ompong
Abdomen
Bising usus: ____tid
___Ada ___Tidak ada Ascites ak ___Ya
Nyeri tekan : ____Y Jelaskan
___Tidak a _____________________________
Kembung : ____Y Tearaba massa/tumor :
____Tidak a ____Tidak ___Ya
Regio
_____________________________________________________________
4. NEURO/SENSORI
Pupi ____ Kiri: ____Ki dan
l: Sama Tidak sama ___Kanan: Ka
Reaksi terhadap
cahaya
Kiri: ___Ya
___Tidak/Sebutkan_________
Kanan: ___Tidak
___Ya sebutkan________________________________
Keseimbangan: 1) skore ________ , kesimpulan Kurang
______ baik
2) Kecepatan berjalan : skore , kesimpulan : baik cukup ____ kurang
____ tidak (Lihat Lampiran Form 8
mampu )
Genggaman Lemah/Paralisis (
tangan: Sama Kuat ___Ka ___Ki)
Otot
kaki: Sama Kuat Lemah paralysis Ka Ki
Parastesia/kesemutan : ____Ya Sebutkan
____Tidak ___________________
Anastesia : Sebutkan
____Tidak _____Ya_________________________

43
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.
Laboratorium

H GDP/GD HD Uric
Jenis b 2 L/ Acid Ureum Widal Lain-2
Lain-2
LDL/VLD ……….
Jam PP L ……… .

Hasil

Tgl

2. Foto
Rontgen :
tidak ada
3. ECG : Tidak ada
4. USG : Tidak ada
5. Lain-
lain :
DAFTAR PENGOBATAN SEKARANG
(diresepkan) Tidak ada

Nama
Obat Dosis Cara pemberian

American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam


Introductory Gerontological Nursing, 2001

44
ANALISA DATA

HARI/TGL : 29 April 2019

NO KEMUNGKINAN
DATA MASALAH
PENYEBAB
1. Ds: - Resiko Cedera Riwayat jatuh

Do: Penuruanan tonus otot
- Keadaan umum lemah ↓
- Kesadaran CM Kelemahan tubuh
- GCS 456 ↓
- Kekuatan otot Resiko cedera
5 5
3 3
- Tonus otot lemah
- Alat bantu kursi roda
- Riwayat penyakit ketarak
- Hasil TTV:
TD: 110/80 mmHg
HR: 78 x/mnt
RR: 20 x/mnt
S: 36oC

2.
Ds: - Riwayat DM
Kerusakan Integritas
Do: ↓
Kulit
- Keadaan umum lemah Kulit kering
- KesadaranCM

- GCS 456
- Kulit kering Kulit bersisik
- Kulit bersisik ↓
- Turgor kulit buruk Kerusakan intergitas kulit
- Riwayat DM
- Hasil TTV:
TD: 110/80 mmHg
HR: 78 x/mnt
RR: 20 x/mnt
S: 36oC

45
3. Ds: - Gangguan Persepsi Katarak
Do: Sensori ↓
- Keadaan umum lemah Mengaburkan penglihatan
- KesadaranCM ↓
- GCS 456 Gangguan penerimaan
- Riwayat Katarak
sensori
- Visus OD OS
- Pasien tampak meraba ketika ↓
memegang sesuatu Menurunnya ketajaman
- Pasien tamak hanya beraring di penglihatan↓
tempat tidur Gangguan persepsi sensori

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

MASALAH DITEMUKAN
NO DIAGNOSA KEPERAWTAN
Tanggal Paraf
1 Resiko tinggi cedera 29 April 2019
2 Kerusakan Integritas Kulit 29 April 2019
3 Gangguan Persepsi Sensori 29 April 2019

46
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A

NO. DIAGNOSA NOC NIC


1. Resiko Cedera NOC : Activity status NIC :
1. Ciptakan agar
Setelah dilakukan tindakan lingkungan aman
keperawatan selama 3x 24 jam dengan cara
pasien aman dari segal bentuk menyimpan semua
bahaya yang mungkin terjadi benda yang berpotensi
di dalam lingkungan
berbahaya
Kriteria hasil :
2. Identifikasi tempat
1. Dapat beradapsi dengan yang aman bagi klien di
lingkungan untuk dalam rumah dan
mengurangi risiko pertahanan seupaya
trauma/cedera tempat tersebut tetap
2. Tidak mengalami aman bebas dari bahaya
trauma/cedera 3. Simpan semua benda
yang berbahaya ke
dalam tempat yana
aman, terkunci
4. Simpa semua obat-
obatan yang tidak
diresepkan
5. Beri label pada ruangan
dan pintu, dengan
menggunakan nama
atau sebuah gambar
benda
6. Pasang pagar
pengmanan dan
pelengkapan pengama
lain di tmpat tidur,
kursi dan pintu
2. Kerusakan NOC : NIC : Pressure
Integritas Kulit - Tissue Integrity : Skin Management
and Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
- Status Nutrisi menggunakan pakaian
- Tissue Perfusion: perifer yang longgar
- Dialiysis Access 2. Hindari kerutan pada
Integrity tempat tidur
Setelah dilakukan tindakan 3. Jaga kebersihan kulit
keperawatan selama 3x 24 agar tetap bersih dan
jam, Gangguan integritas kulit kering
tidak terjadi dengan kriteria 4. Mobilisasi pasien (ubah
hasil: posisi pasien) setiap
1. Integritas kulit yang dua jam sekali

47
baik bisa dipertahankan 5. Monitor kulit akan
2. Melaporkan adanya adanya kemerahan
gangguan sensasi atau 6. Oleskan lotion atau
nyeri pada daerah kulit minyak/baby oil pada
yang mengalami derah yang tertekan
gangguan 7. Monitor status nutrisi
3. Menunjukkan pasien
pemahaman dalam 8. Inspeksi kulit terutama
proses perbaikan kulit pada tulang-tulang yang
dan mencegah terjadinya menonjol dan titik-titik
cedera berulang tekanan ketika merubah
4. Mampu melindungi kulit posisi pasien.
dan mempertahankan 9. Jaga kebersihan alat
kelembaban kulit dan tenun
perawatan alami 10. Kolaborasi dengan ahli
5. Status nutrisi adekuat gizi untuk pemberian
6. Sensasi dan warna kulit tinggi protein, mineral
normal dan Vitamin

3 Gangguan Persepsi NOC: NIC:Self care asistence


Sensori - Persepsy Sensory Status bathing / hygiene
1. Orientasikan pasien
Setelah dilakukan tindakan terhadapa lingkungan
asuhan keperawatan selama aktifitas
3x 24 jam, diharapkan 2. Bedakan kemampuan
gangguan persepsi teratasi lapang pandang
diantara kedua mata
Kriteria hasil:
3. Observasi tanda
1. Dengan penglihatan yang dsorientasi dengan tetap
terbatas klien mampu berada di sisi pasien
melihat lingkungan 4. Dorong klien untik
semaksimal mungkin melakukan aktifitas
2. Menganal perubahan sederhana
stimulus yang positif dan 5. Posisi pintu harus
negatif tertutup terbuka,
3. Mengidentifikasi jauhkan rintangn
kebiasaan lingkungan

48
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO
TGL Jam IMPLIMENTASI EVALUASI (SOAP)
DX
29 Dx 08.00 1. Membantu oma untuk makan S: -
April 1 2. Melakukan penkajian tonus otot O: k/u lemah, kesadaran
2019 compoamentis, GCS 456
5 5
 Tonus otot
3 3
08.30
3. Mengukur tanda-tanda vital pada 5 5
08.45 pasien 3 3
TD: 110/80 mmHg
HR: 78 x/mnt
 Resiko jatuh tinggi
RR: 20 x/mnt  ADL dibantu
S: 36oC  Tampak menggunakna
09.00 4. Mengkaji tingkat resiko jatuh oma’ kursi roda
Resiko jatuh tinggi  TTV:
5. Membantu oma ADL TD: 110/80 mmHg
6. Melakukan fiksasi pada kedua tangan HR: 78 x/mnt
oma RR: 20 x/mnt
7. Membantu oma makan siang S: 36oC
8. Membantu oma berpindahdari kursi
roda ke tempat tidur A: Masalah teratasi sebagian
9. Membantu oma untuk mandi P: Lanjutkan intervensi
1,2,3,5,6,7,8,9

29 april Dx 09.45 1. Menkaji ntegumen oma S: -


2019 2 \ - Kulit kering O: k/u lemah, kesadaran
- Kulit bersisik composmentis, GCS 456
- Turgor kulit buruk
- Kulit kering
2. Memberikan oma pakain yang
10.00 - Kulit bersisik
longgar
10.05 - Turgor kulit buruk
3. Merapikan tempat tidur agat tidak
- Hasil TTV:
terjadi kerutan
TD = 110/70 mmHg
10.10 4. Memandikan oma dengan air hangat
HR= 80 x/mnt
5. Membrika lotion atau baby oil
6. Memonitor vital sign pasien RR = 20x/mnt
10.15 S: 36,4⁰C
- Hasil TTV:
TD = 110/70 mmHg
HR= 80 x/mnt A: Masalah teratasi sebagian
RR = 20x/mnt P: Lanjutkan intervensi
S: 36,4⁰C 1,2,3,4,5,7

49
29April Dx 09.00 1. Mengkaji penglihatan oma S:-
2019 3 - Riwayat katarak O:
- Sklera tampak putih - keadaan umum lemah
- Tampak meraba ketika mengambil - kesadaran cm
sesuatu GCS 456
09.20 2. Mengorientasikan tempat (gelas, - Riwayat katarak
piring untuk makan) - Tampak meraba
09.35 3. Membantu oma saat melakukan ketika mengambil
aktivitas seperti berpindah tempat, sesuatu
11.00 makan, mandi - ADLs dibantu
4. Mengukur TTV pasien perawat sepenuhnya
- TD = 100/70 mmHg
- HR= 82 x/mnt
A : masalah teratasi sebagian
- RR = 20x/mnt
- S: 36,3⁰C P : lanjutkan intervensi
11.15 5. Memastikan oma aman di tempat 1,23,4,5
tidur dengan memasang pagar pada
11.30 tempat tidur

NO
TGL Jam IMPLIMENTASI EVALUASI (SOAP)
DX
30 Dx 08.00 1. Membantu oma untuk makan S: -
April 1 2 Melakukan penkajian tonus otot O: k/u lemah, kesadaran
2019 compoamentis, GCS 456
5 5
 Tonus otot
08.30
3. Mengukur tanda-tanda vital pada 5 5
08.45
pasien 3 3
TD: 110/70 mmHg
HR: 76 x/mnt  ADL dibantu
RR: 20 x/mnt  Tampak menggunakna
S: 36oC kursi roda
09.00 4 Membantu oma ADL  TTV:
5 Melakukan fiksasi pada kedua tangan TD: 110/70 mmHg
oma HR: 76 x/mnt
6 Membantu oma makan siang RR: 20 x/mnt
7 Membantu oma berpindahdari kursi S: 36oC
roda ke tempat tidur
8 Membantu oma untuk mandi A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5,6,7

30 Dx 09.45 1. Memberikan oma pakain yang S: -


april 2 longgar O: k/u lemah, kesadaran
2019 10.00 2. Merapikan tempat tidur agat tidak composmentis, GCS 456
terjadi kerutan
10.05 - Kulit kering
3. Memandikan oma dengan air hangat
10.10 - Kulit bersisik
4. Membrika lotion atau baby oil
- Turgor kulit buruk
- Hasil TTV:

50
10.15 5. Memonitor vital sign pasien TD: 110/70 mmHg
- Hasil TTV: HR: 76 x/mnt
TD: 110/70 mmHg RR: 20 x/mnt
HR: 76 x/mnt S: 36oC
RR: 20 x/mnt
S: 36oC A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5

29April Dx 09.00 1. Mengorientasikan tempat (gelas, S:-


2019 3 piring untuk makan) O:
2. Membantu oma saat melakukan - keadaan umum lemah
aktivitas seperti berpindah tempat, - kesadaran cm
makan, mandi GCS 456
09.20 3. Mengukur TTV pasien - Riwayat katarak
TD: 110/70 mmHg - Tampak meraba
09.35 HR: 76 x/mnt ketika mengambil
RR: 20 x/mnt sesuatu
11.00 S: 36oC - ADLs dibantu
4. Memastikan oma aman di tempat perawat sepenuhnya
tidur dengan memasang pagar pada
tempat tidur A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
11.15 1,2,3,4,

11.30

51
BAB 1V
PEMBAHASAN

Katarak merupakan keadaan dimanan terjadi kekeruhan pada serabut


atau bahan lensa di dalam kapsul atau suatu keadaan patologik lensa dimana lensa
menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein. Kekeruhan dapat
terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada
berbagai usia tertentu. Pada kasus tersebut pasien mengalami katarak sehingga
penuruanan penglihatan yang dialami klien. Data lain yang menjunjang
penegakan diagnosa katarak dilihat dari pengkajian penglihatan terjadi penurunan,
pupil mata bertambah putih, reflek cahaya pada mata menjadi negatif.
Dari teori yang kita dapat, Penyebab utama katarak adalah proses
penuaan, faktor keturunan, cacat bawaan sejak lahir, gangguan metabolisme
seperit DM, trauma pada mata. Pada kasus tersebut faktor resiko yang mungkin
terjadi pada pasien adalah pasien memiliki riwayat diabetes melitus. Pada kasus
tersebut kondisi pasien juga diperberat karena riwayat DM. Menurut teori katarak
juga dapat terjadi dan dari hasil pengkajian pada klien karena adanya proses
penuaan.
Dari teori yang kami dapat, manifestasi klinis dari katarak antara lain:
penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek, peka terhadap
seinar atau cahaya, dapat melihat dobel pada satu mata, memerlukan pencahayaan
yang terang untuk dapat membaca, lensa mata berubah menjadi buram seperti
kaca susu. Pada kasus tersebut, manifestasi klinis pada pasien yaitu penglihatan
tidak jelas ditandai dengan selalu meraba sebelum memegang sesuatu, lensa mata
berubah menjadi buram atau putih.
Dari kasus pada pasien tersebut dapat diambil masalah keperawatan
resiko cedera ditandai dengan penuruanan penglihatan, kelemahan,, Keadaan
umum lemah, Kesadaran composmentis, GCS 456, tonus otot lemah, kekuatan
otot atas 5|5 bawah 3|3. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain :
menciptakan lingkungan aman, membantu ADL klien, memasang pagar tempat
idur, membantu klien untuk makan, minum, mandi.
Masalah keperawatan yang kedua yakni kerusakan intergritas kulit
ditandai dengan kulit kering, kulit bersisik, turgor kulit buruk, Keadaan umum

52
lemah, Kesadaran composmentis, GCS 456, klien sering menggaruk kulitnya yang
kering. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada masalah keperawatan
tersebut: mengkaji integumen klien didapatakan kulit kering, kulit bersisik,
mengukur TTV, memonitor adanya bekas garukan klien, memberikan baby oil
pada kulit klien, memandikan klien dengan air hangat.
Masalah keperawatan yang ketiga yakni gangguan persepsi sensori
ditandai dengan riwayat katarak, penurunan penglihatan, Keadaan umum lemah,
Kesadaran composmentis, GCS 456, ADL dibantu perawat, Pasien tampak
meraba benda yang akan dipergang. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
pada masalah keperawatan tersebut: Mengkaji fungsi penglihatan klien,
penurunan penglihatan, pupil klien putih, tampak meraba benda disekitarnya,
ADL dibantu perawat.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa pertama yaitu Resiko Cedera
dapat dicegah dengan selalu memantau klien dan mengamankan klien dengan
memasang pengaman pada tempat tidur atau melalukan fiksasi ketika klien di
kursi roda. Diagnosa keperawatan kedua kerusakan integritas kulit dengan cara
mencegah terjadi kulit semakin kering dengan menggunakan baby oil untuk
menjaga kelembapan kulit, mencegah klien untuk selalu menggaruk kulitnya.
Diagnosa ketiga yaitu gangguan persepsi sensori dengan cara membatu ADL klien
karena adanya riwayat katarak

53
BAB 1V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa denaturasu protein
lensa atau akibat keduanya (Tamsuri Anas, 2011).
Beberapa contoh penyebab lain ensefalopati : proses penuan dan
gangguan metabolisme seperti diabetes melitus
Ciri dari katarak pada lansia yaitu terjadi keluahan penurunan
tajam penglihatan secara progesif (seperti rabun jauh memburuk secara
progresif), penglihatan seakan – akan melihat asap dan pupil mata
bertambah putih, peka terhadap sinar atau cahaya, dapat melihat dobel
pada satu mata.
Pada pasien dengan kasus katarak terdapat banyak sekali
masalah keperawatan yang muncul terutama pada pasien yang berusia
lanjut.
Masalah keperawaan yang muncul terhadap setiap individu
sangatlah berbeda, tergantung bagaimana kondisi klinis dari pasien
tersebut. Dengan dilakukannya tindakan keperawatan atau tindakan
komplementer diharapkan masalah masalah keperawatan yang muncul
dapat ditangani atau meringankan masalah yang muncul.
5.2 Saran
Saran penulis dalam tindakan keperawatan selanjutnya yaitu
pastikan dahulu data yang didapat di dalam pengkajian yang kemudian
dirumuskan menjadi masalah keperawatan. Dan berikan penanganan
atau tindakan keperawatan yang selalu terupdate dengan mengacu pada
jurnal jurnal terbaru.
Namun selalu koordinasikan dengan tim kesehatan lainnya untuk
mengurangi adanya kesalahan atau justru merugikan pasien.

54
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2008). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC,
Jakarta.
Brunner / Suddarth., (2006). Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company,
Philadelphia.
Depkes RI. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Penglihatan. Diknakes, Jakarta.
Donnad. (2011). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2009). Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Mark Mumenthaler, M.D., Heinrich Mattle, M.D. Fundamental of Neurology,1st
edition 2016
UNAIR. 2018.
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wpcontent/uploads/2017/03/NR02_
Ensefalopati.pdf

55

Anda mungkin juga menyukai