OLEH:
Khusnatul Maghfiroh (P17211186025)
Ahmad Hendi H (P17211186038)
Dian Widhi Pawestri (P17211186006)
Rifandi Handrianto (P17211186015)
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Diabetes Melitus Di Rawat Asuh Anak dan Lansia “Griya Asih” Lawang ”
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Depan
Kata Pengantar ............................................................................................................ i
Daftar Isi ..................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................... 3
4
1.3 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis.......................................................................................
5
1.4.2 Praktis ........................................................................................
5
BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Gerontik 6
2.2 Konsep Katak
2.2.1 Definisi ........................................................................................ 13
2.2.2 Etiologi ......................................................................................... 14
2.2.3 Klasifikasi ..................................................................................... 16
2.2.4 Patofisiologi ................................................................................. 17
2.2.5 Pathway......................................................................................... 23
2.2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................... 24
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 27
2.2.8 Penatalaksanaan ............................................................................ 27
2.2.9 Komplikasi .................................................................................... 28
Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian..................................................................................... 29
2.2.2 Diagnosa ....................................................................................... 31
2.2.3 Intervensi ......................................................................................
35
BAB II1 LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
36
3.1 Pengkajian Keperawatan........................................................................
37
3.2 Analisa Data...........................................................................................
43
3.3 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 45
3.4 Intervensi ............................................................................................... 47
3.5 Implementasi dan Evaluas ..................................................................... 50
BAB 1V PEMBAHASAN 51
BAB 1V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 52
5.2 Saran ...................................................................................................... 54
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia mencapai 2,4 juta orang. Pertambahan penderita katarak setiap tahun sekitar
240 ribu. Pertumbuhan penderitanya sudah melebihi angka 1% dari jumlah penduduk.
Sebanyak 2,4 juta penderita katarak paling banyak berada di daerah pesisir pantai, baik di
Jawa maupun luar Jawa. Salah satu penyebab tingginya penderita katarak di Indonesia
dipengaruhi oleh keadaan alam dimaana Indonesia adalah negara yang tropis, sehingga
jumlah sinar matahari yang cukup banyak menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di Wilayah Asia Tenggara. Hal ini disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara insiden (kejadian baru) katarak yang besarnya 210.000
orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang hanya 80.000 orang per tahun.
Kondisi ini mengakibatkan jumlah katarak yang cukup tinggi (Depkes, 2011). Pengertian
katarak sendiri adalah keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Kelainan ini bukan suatau tumor atau pertumbuhan jaringan didalam
mata, akan tetapi merupakan keadaan lensa menjadi berkabut. Jika kondisi kekeruhan
katarak ini bertambah tebal, maka penglihatan seperti kaca jendela yang berkabut (Ilyas,
2004).
Permasalahan lain dialami lanjut usia berkaitan dengan sikap tentang operasi katarak
adalah tingkat ekonomi. Kondisi fisik lanjut usia yang menurun menyebabkan mereka
atapupun kemampuan membiayai operasi katarak dan perawatan pasca operasi katarak
(Istiqomah, 2004). Bagi lanjut usia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak
tbanyak masalah, tetapi bagi lanjut usia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak
memiliki aset dan tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi
semakin terbatas termasuk biaya operasi katarak. Dengan demikian factor tingkat
3
ekonomi lanjut usia yang mengalami katarak dapat bersikap berbedabeda mengenai
1.2. RumusanMasalah
1.3. Tujuan
katarak.
2. Dapat mengerti, dan memahami etiologi dan factor resiko dari sepsis
katarak.
4
1.4. Manfaat
2. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi para
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Lansia
Lanjut usia (Lansia) adalah bagian dari proses tumbuh kembang, manusia tidak secara
tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi
tua. Menurut UU no 4 tahun 1945 lansia adalah seseorang yang mencapai berusia 55 tahun
yang merupakan kelompok orang lansia yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara
bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari. Menurut Kemkes RI (2010)
lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Pada usia ini adalah fase
menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya perubahan dalam
hidup. Sebagaimana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, maka seseorang
mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan selanjutnya memasuki usia lanjut,
kemudian meninggal dunia. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap
menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004). Perubahan ini adalah hal yang normal dalam satu
siklus kehidupan manusia, dengan perubahan fisik, psikososial dan tingkah laku yang terjadi
pada semua orang pada saat mereka mencapai tahapan usia lanjut dimasa ini seseorang
senantiasa mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).
Ada beberapa karakteristik lansia yang perlu diidentifikasi berdasarkan data demografi untuk
jumlah lansia lebih didominasi oleh kaum perempuan. Selain itu, terdapat perbedaan
kebutuhan dan masalah kesehatan yang dihadapi antara lansia laki-laki dan perempuan.
misalnya, lansia laki-laki banyak menderita hipertropi prostat, sementara lansia perempuan
menderita osteoporosis. Status Perkawinan, yang masih berpasangan atau sudah hidup sendiri
6
psikososial pada lansia umumnya. Penataan kehidupan lansia bervariasi, keadaan pasangan
yang masih menanggung keluarganya : anak atau keluarga lainnya, tempat tinggal, rumah
sendiri, suasana tinggal bersama dengan anak atau keluarga besar, atau tinggal sendiri.
Dewasa ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian dari keluarganya, baik lansia
sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anakanaknya. Walaupun ada
kecenderungan bahwa lansia akan ditempatkan oleh anaknya atau keluarganya dalam rumah
yang berbeda. Kondisi kesehatan lansia dan kondisi kemampuan umum dalam beraktivitas
sehari-hari dapat dioptimalkan sehingga tidak tergantung kepada orang lain, seperti;
makan/minum, berpindah, kebersihan diri mandi, mengganti pakaian sendiri, buang air kecil
dan buang air besar. Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan lansia menjadi tidak produktif
lagi dan mengalami tergantung kepada orang lain. Hal ini harus diupayakan untuk
meminimalkan resiko penyakit yang timbul dengan melakukan kontrol secara rutin ke
pelayanan kesehatan.
Menua adalah suatu proses alami dalam kehidupan yang tidak dapat dihindari oleh manusia,
proses ini merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia yang akan dialami oleh setiap
usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fungsi fisiologis dari
berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia sehingga menyebabkan
sebagian besar lansia mengalami kemunduran atau perubahan pada fisik, psikologis, dan
sosial (Mubarak dkk, 2010; Putri dkk, 2008). 2.2.1 Perubahan-Perubahan Pada Lansia
Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan akibat dari kehilangan
yang bersifat bertahap. Berdasarkan perbandingan yang diamati antar kelompok usia yang
berbeda, sebagian besar organ mengalami kehilangan fungsi sekitar 1% per tahun, dimulai
usia sekitar 40 tahun. Namun demikian, perubahan pada seorang lanjut usia akan mengalami
perlambatan mulai pada usia 70 tahun (Setiadi, 2006). Menurut Arisman (2004) kekuatan,
ketahanan dan kelenturan otot rangka berkurang. Sehingga kepala dan leher terfleksi ke
depan, sementara ruas tulang belakang mengalami pembengkakan (kifosis), panggul dan lutut
7
juga terfleksi sedikit. Keadaan tersebut menyebabkan postur tubuh terganggu sehingga
menimbulkan beberapa masalah kemunduran dan kelemahan pada lansia, seperti pergerakan,
kestabilan terganggu dan terjadinya resiko jatuh: Intelektual terganggu (demensia), Depresi,
integrasi kulit, kemunduran proses penyembuhan penyakit yang diderita. Perubahan fisik
pada lansia diantaranya : sistem penglihatan pada lansia sangat erat kaitannya dengan
prebiopi, dimana lensa kehilangan elastis dan kaku, otot penyangga lensa lemah, ketajaman
penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh dan dekat berkurang, penggunaan kacamata
dan sistem penerangan perlu diperhatikan. Sistem Pendengaran pada lansia merupakan
kemampuan daya pendengaran pada telinga dalam, terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas dan sulit dimengerti kata-kata terjadi pada lansia diatas 60
tahun.Sistem Integumen kulit pada lansia sudah mulai kendur, tidak elastis, mengerut dan
kulit akan kekurangan cairan sehingga akan menjadi tipis dan berbecak. Kulit timbul pigmen
berwarna coklat, perubahan kulit dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain angin, sinar
seperti kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat. Perubahan pada kolagen
penurunan kekuatan otot, sulit bergerak dari duduk ke berdiri dan jongkok hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. 2.3 Resiko Jatuh pada Lansia Resiko jatuh adalah suatu
kejadian yang dilaporkan penderita atau keluarga yang melihat kejadian, yang mengakibatkan
seseorang mendadak terbaring, terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 1999). Negara Amerika Serikat
menunjukkan.
bahwa 5% lanjut usia yang jatuh mengalami patah tulang iga (sterm), humerus (tulang
lengan), pelvis dan patah tulang paha (fractura columna femoris), dan 5% diantaranya
mengalami perlukaan jaringan lunak subdural haematoma, memar dan keseleo otot (Kane
(1994). Menurut (Stanley, 2006) resiko jatuh adalah suatu kejadian yang menyebabkan
8
subjek yang sadar menjadi berada di lantai tanpa disengaja. Bukan merupakan jatuh bila
kejadian jatuh diakibatkan pukulan keras, kehilangan kesadaran atau kejang. Kejadian jatuh
merupakan penyebab spesifik yang berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar
mengalami jatuh. Jatuh sering terjadi pada lansia, berdasarkan hasil survei di AS, terdapat
30% lansia berumur lebih dari 65 tahun mengalami jatuh setiap tahunnya (Tinetti, 1992).
Menurut Gunarto (2005) bahwa 31%-48% lansia mengalami jatuh karena gangguan
keseimbangan, dan setiap tahunnya 30%-40% lansia dirumah mengalami kecelakaan jatuh
(Flaherty et al.2003, dalam Potter & Perry, 2009). Gangguan muskuloskeletal merupakan
penyebab gangguan pada berjalan dan keseimbangan yang dapat mengakibatkan kelambanan
gerak, kaki cenderung mudah goyah, serta penurunan kemampuan mengantisipasi terpeleset,
tersandung, dan respon yang lambat memudahkan terjadinya jatuh pada lansia (Reuben,
1996; Kane, 1994; Tinetti, 1992; Campbell & Brocklehurst, 1987 dalam Darmojo, 2004).
Resiko jatuh dianggap sebagai konsekuensi alami menjadi tua, jatuh bukan bagian normal
dari proses penuaan, setiap tahunya sekitar 30% lansia yang tinggal di rumah meningkat dari
25% usia 70 tahun menjadi 35% setelah usia >75 tahun. Lansia yang tinggal di panti
mengalami jatuh lebih sering dari pada yang berada di rumah karena mereka lebih rentan dan
memiliki lebih banyak disabilitas. Sekitar 50% lansia yang tinggal di panti mengalami jatuh
dan umumnya mereka mengalaminya beberapa kali (Miller, 2007). Faktor yang
mempengaruhi terjadinya resiko jatuh pada lansia adalah faktor internal seperti penyakit yang
hipotensi postural atau sinkop, gelap, infeksi telinga, lemah otot tungkai, penyakit sistemik
dan reaksi negatif obat-obat, maupun faktor eksternal lingkungan seperti kondisi tangga,
lantai licin atau basah, pencahayaan yang kurang, toilet jauh dari kamar, kondisi terlalu
rendah, sepatu yang buruk atau dengan sol licin, tempat tidur terlalu tinggi atau rendah, alat
rumah tangga yang dapat menyebabkan jatuh seperti karpet, kaki kursi, dan kabel listrik
(Kemkes, 2010). Beberapa faktor resiko yang teridentifikasi sebagai penyebab berpotensi
jatuh adalah kelemahan otot, gangguan koordinasi, penggunaan obat-obat, dan resiko jatuh
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah faktor resiko pada lansia (Tinetti, 1994). Hal
9
ini juga sangat erat kaitannya dengan perubahan fisik khususnya kelemahan otot, kehilangan
keseimbangan dan kelelahan fisik (Victoria et al., 2004). Hal yang sama dikemukakan oleh
para ahli bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko jatuh adalah faktor intrinsik dan
ekstrinsik yang berhubungan dengan aktivitas (Miller, 2004). Faktor sensorik yang berperan
terhadap resiko jatuh adalah sistem penglihatan (visus) dan pendengaran, perubahan pada
mata akan menimbulkan gangguan penglihatan dan perubahan pada telinga menimbulkan
gangguan pendengaran. Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti stroke dan parkinson, sering diderita
oleh lanjut usia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga tidak baik terhadap
sensorik. Kognitif, dimensia diisolasikan dengan resiko jatuh pada lansia. Faktor
muskuloskeletal ini betulbetul berperan besar terjadinya resiko jatuh pada lansia. Gangguan
musculoskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan ini berhubungan dengan proses
menua yang fisiologis. Misalnya berkurangnya massa otot, perlambatan konduksi saraf dan
lapang pandang dapat menyebabkan penurunan sendi, extremitas dan goyangan badan.
Faktor-faktor resiko jatuh pada lansia digolongkan menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik sebagaimana diuraikan berikut ini. 2.4.1 Faktor Intrinsik Faktor-faktor
intrinsik hal yang berasal dari dalam tubuh lansia sendiri, antara lain yaitu gangguan jantung
dan sirkulasi darah, gangguan sistem anggota gerak seperti kelemahan otot ekstremitas bawah
dan kekuatan sendi, gangguan sistem susunan saraf seperti neuropati perifer, gangguan
gelap, pengaruh obat-obatan yang dipakai (diazepam, antidepresi, dan anti hipertensi),
vertigo, atritis lutut, sinkop dan pusing, penyakit-penyakit sistemik. Gangguan jantung adalah
tanda dan gejala gangguan jantung pada lanjut usia nyeri pada daerah prekordial dan sesak
napas seringkali dirasakan pada penderita penyakit jantung diusia lanjut, rasa cepat lelah
yang berlebihan seringkali ditemukan sebagai dampak dari sesak napas yang biasanya terjadi
ditengah malam. Gejala lainnya adalah kebingungan, muntah-muntah dan nyeri pada perut
10
Pencegahan Jatuh pada Lansia Klien lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan dini untuk
mengetahui adanya faktor resiko cedera akibat terjatuh dari aspek instrinsik:. Perlu dilakukan
menyilaukan, lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat,
peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman atau rusak dan dapat bergeser sendiri
sebaiknya diganti. Peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu jalan atau tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi tidak dibuat licin,
sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka, dan WC sebaiknya
dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding. 2.6.1 Penilaian Keseimbangan dan
Gaya Berjalan Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan tubuhnya dalam
melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Bila gerakan tubuh pada saat berjalan
sangat beresikoterjatuh, maka diperlukan bantuan keluarga atau bantuan tim latihan oleh
seorang rehabilitasi medis. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat,
apakah kakinya menapak dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita mengangkat
kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita
cukup kuat untuk berjalan tanpa bantuan orang lain. Seluruh hal tersebut harus dikoreksi bila
Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita klien lanjut usia dapat dicegah
dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara perodik. Faktor situasional bahaya
situasional yang berupa aktifitas fisik dapat diatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut
usia. Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan kemampuan aktifitas rutin yang
diperbolehkan baginya sesuai dengan hasil pemeriksaan kondisi fisik.Maka dari itu lansia
dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau beresiko tinggi
untuk terjadinya jatuh. Kejadian jatuh pada lansia sering kali menyebabkan cedera pada
11
jaringan lunak dan fraktur pangkal paha atau pergelangan tangan, bahkan dapat
ketidaknyamanan fisik karena rasa nyeri, kelelahan fisik, keterbatan mobilisasi, dan proses
penyembuhan jaringan yang lambat sehingga klien akan mengalami berbagai masalah
ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini juga merupakan kekhawatiran
utama pada lansia yang memicu timbulnya penarikkan diri mereka dari kegiatan rutin dan
kegiatan sosial, kehilangan kemandirian, rasa tidak percaya diri, dan kehawatiran bahwa hal
tersebut dapat terulang kembali. Berdasarkan pemaparan diatas maka penelitian ini menjadi
penting dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor resiko jatuh yang dialami oleh klien lanjut
usia di Puskesmas Medan Johor. Menurut Shobha (2005), pencegahan jatuh yang dapat
dilakukan oleh klien lansia diuraikan dalam penjelasan berikut: 1. Latihan Fisik Tujuan
melakukan aktivitas fisik adalah meningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki
fisik yang dianjurkan adalah latihan fisik yang dapat melatih kekuatan tungkai, pergelangan,
tidak terlalu berat dan dilakukan sesuai semampunya, latihan berjalan kaki, senam lansia, dan
yang sifatnya untuk waktu lama missal: obat tidur dan melakukan konsultasi terhadap
penggunaan obat-obat yang harus dikonsumsi jangka panjang, missal: obat hipertensi, obat
DM, dll. Gunakan alat bantu berjalan jika diperlukan. 3. Modifikasi Lingkungan Modifikasi
lingkungan dapat dilakukan dengan pengaturan suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau
terlalu dingin untuk menghindari ketidaknyamanan akibat pusing.Selain itu pengaruh barang-
barang yang memang sering diperlukan berada dalam jangkauan klien agar tidak harus
berjalan terlalu jauh dari tempatnya, dengan memanfaatkan karpet antislip dikamar
mandi/menjaga kebersihan lantai agar tidak licin, memasang pegangan tangan pada tempat
di lantai yang menggaggu klien. Memperbaiki Kebiasaan Lansia yang Buruk Melakukan
perubahan posisi dari posisi duduk atau jongkok ke posisi berdiri jangan terlalu cepat, jangan
mengangkat barang yang berat sekaligus, dan lakukan pengangkatan barang dengan cara
12
yang benar dari lantai yaitu dengan cara posisi jongkok dan bukan posisi membungkuk.
Hindari aktifitas berolahraga yang berat dan berlebihan, sepatu berhak tinggi, pakai sepatu
berhak lebar dan datar, jangan berjalan hanya dengan kaos kaki karena sulit untuk menjaga
keseimbangan, pakai sepatu antislip dengan alas yang kasar. 5. Memelihara Fungsi Tubuh
memperhatikan pemeliharaan kesehatan fungsi mata dan pendengaran termasuk alat bantu
yang digunakan berupa kaca mata, alat bantu pendengaran, dan pencahayaan lingkungan
jatuh. Pemeliharaan kekuatan tulang harus tetap dijaga untuk mempertahankan keseimbangan
dan koordinasi gerakan tubuh agar terhindar dari jatuh, klien dianjurkan untuk berhenti
merokok dan menghindari konsumsi alkohol, serta edukasi keluarga dank lien untuk
sayuran yang tidak mengandung gas, dan minum susu randah lemak untuk memelihara
kekuatan tulang.
A. DEFINISI
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya.
bahan lensa di dalam kapsul lensa atau suatu keadaan patologik lensa dimana lensa
menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein. Kekeruhan dapat
terjadi akibat gangguan metabolism normal lensa yang dapat timbul pada berbagai
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau
kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang
13
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan
lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau
Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa
rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai
B. KLASIFIKASI PENYAKIT
1. Katarak primer
a. Karatak kongenital
Terjadi sebelum dan segera setelah bayi lahir. Katarak kongenital dianggap sering
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit:
1) Rubella
2) Galaktosemi
3) DM
b. Katarak juvenil
dengan 9 tahun.
c. Katarak senil
Katarak yang terdapat pada usia di atas 50 tahun. Berdasarkan kekeruhan pada lensa,
1) Katarak Insipien
14
Kekeruhan berupa bercak-bercak seperti biji dengan dasar di perifer dan
posterior.
2) Katarak Immature
3) Katarak Matur
Kekeruhan yang telah mengenai seluruh massa lensa. Sehingga semua sinar
4) Katarak Hipermatur
Korteks lensa mencair sehingga nukleus lensa turun, terjadi kerusakan kapsul
lensa sehingga isi korteks yang mencair keluar dari lensa menjadi kempis.
2. Katarak sekunder
Katarak sekunder (komplikata) adalah katarak yang terjadi akibat penyakit lain
atau setelah trauma yang memecah lensa. Penyebab katarak sekunder (komplikata) yaitu:
1) Uveitis
2) Glaucoma
3) Miopi maligna
b. Penyakit sistemik
1) Galaktosemia
2) Diabetes Mellitus
c. Trauma
1) Trauma fisik
15
b) Vissious ring
2) Trauma radiasi
3) Trauma toksik
C. PENYEBAB
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat menderita katarak
keadaan ini disebut sebagai katarak kongengital. Penyebab katarak lainnya adalah:
1. Faktor keturunan
6. Gangguan pertumbuhan
7. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam jangka waktu lama
D. MANIFESTASI KLINIS
asap dan pupil mata bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang
pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di
negatif (-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan
16
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
E. PATOFISIOLOGI
anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya
refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus keretina.
Otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang
peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologik antara korpus sillaris, zonula, dan
lensa untuk memfokuskan benda dekat keretina disebut sebagai akomodasi, seiring
dengan pertambahan usia, kemampuan dalam refraksi lensa perlahan lahan akan
cahaya keretina.
Lensa mata yang normal maka akan transparan dan mengandung banyak air,
sehingga cahaya dapat menembusnya dengan mudah. tapi setelah mengalami gangguan
maka lensa akan mengalami kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomaligeometri. Pada
orang yang mengalami lensa katarak memiliki cirri berupa edema lensa,perubahan
protein, peningkatan proliferrasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat serat lensa.
17
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona central terdapat nucleus,
di perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang
sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas
pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti
Perubahan pada serabut halus multiple, memanjang dari badan silier ke sekitar daerah
lensa mengakibatkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa yang
sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim tertentu mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim ini akan menurun dengan
bertambahnya usia. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya
katarak antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet dan
malnutrisi.
F. PEMERIKSAAN
1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi
c. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau
Schiotz
18
d. Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan
pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah
1) Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12,
50 tahun.
5) Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih
cataract.
g. Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan
19
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Ketajaman Penglihatan
chart. Klien diminta duduk atau berdiri 6,1 m dari snellen chart untuk
membaca semua huruf dimulai dari garis mana saja, pertama dengan kedua
mata terbuka kemudian denggan satu mata tertutup dan minta klien tidak
menekan mata. Skor ketajaman penglihatan dicatat untuk setiap mata dan
kedua mata. Mata normal dapat membaca bagan dengan perbandingan 20/20.
b. Gerakan Ekstraokuler
duduk dan perawat mengangkat jari pada jarak (15-30 cm)lalu pasien
c. Lapang Pandang
(pandangan lurus).
2) Alis
a) Simetris
b) Distribusi rambut
3) Kelopak mata
20
b) Kemampuan klien untuk meembuka, menutup dan berkedip.
4) Aparatus Laktrimal
a) konjungtiva : kemerahan
b) sclera : putih
6) Kornea
b) Iris :jernih
G. PENATALAKSANAAN
1. Secara Medis
katarak.Katarak akan dibedah bila sudah terlalu luas mengenai bagian dari lensa mata
21
a. FAKOEMULSIFIKASI
dengan lensa tanam permanent yang dapat dilipat. Luka hasil sayatan pada
menit dan hanya memerlukan pembiusan topical atau tetes mata selama
operasi.
b. EKSTRA KAPSULER
dapat mengeluarkan inti lensa sec utuh, kemudian sisa lensa dilakukan
aspirasi. Lensa mata yang telah diambil digantikan dengan lensa tanam
retina )
2. Terapi
Obat tetes mata dapat digunakan sebagai terapi pengobatan. Ini dapat
diberikan pada pasien dengan katarak yang belum begitu parah. Senyawa aktif dalam
obat tetes mata dari keben yang bertanggung jawab terhadap penyembuhan penyakit
katarak adalah saponin. Saponin ini memiliki efek meningkatkan aktifitas proteasome
yaitu protein yang mampu mendegradasi berbagai jenis protein menjadi polipeptida
22
pendek dan asam amino. Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi lensa
mata penderita katarak secara bertahap “dicuci” sehingga lepas dari lensa dan keluar
H. KOMPLIKASI PEMBEDAHAN
2. Edema kornea
4. Atonik pupil
5. Papillary captured
8. Ablasio retina
9. Endoftalmus
I. PENCEGAHAN
Perawat sebagai anggota penting tim perawatan kesehatan, dan sebagai pendidik
dan praktiksi kebiasaan kesehatan yang baik, dapat memberikan pendidikan dalam hal
asuhan mata, keamanan mata, dan pencegahan penyakit mata. Perawat dapat mencegah
penyakit infeksi kepada orang lain melalui praktek higiene yang baik. Perawat dapat
Kapan dan seringnya mata seseorang harus diperiksa tergantung pada usia pasien,
faktor resiko terhadap penyakit dan gejala orkuler. Orang yang mengalami gejala orkuler
harus segera menjalani pemeriksaan mata. Mereka yang tidak mengalami gejala tetapi
yang berisiko mengalami penyakit mata orkuler harus menjalani pemeriksaan mata
berkala. Pasien yang menggunakan obat yang dapat mempengaruhi mata, seperti
23
kortekosteroid, hidrokksikloroquin sulfat, tioridasin HCI, atau amiodarone, harus
diperiksa secara teratur. Yang lainya harus menjalani evaluasi glaukoma rutin pada usia
24
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KATARAK
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara
langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan
mata
h. Lihat ganda
a. DM
b. hipertensi
katarak.
25
e. ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress,
B. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa
mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop
sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45 derajat dari poros
mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang
keruh ( iris shadow ). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur,
sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.
C. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan sentral
aterosklerosis.
26
2. Kecemasan b.d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d tidak mengenal
a. PRE OPERATIF
Kriteria hasil :
mungkin.
Intervensi Rasional
pasien.
27
cegah lapang pandang perifer
Kriteria hasil :
akan dijalani.
Intervensi Rasional
penuh perhatian.
yang akurat.
28
premedikasi yang diperlukan. menambah kooperatif klien dan
menurunkan kecemasan.
benar.
b. POST OPERATIF
Kriteria hasil : klien melaporkan penurunan nyeri secara progresif dan nyeri terkontrol
setelah intervensi.
Intervensi Rasional
2. Jelaskan bahwa nyeri dapat terjadi 2. Nyeri dapat terjadi sampai anestesi
sampai beberapa jam setelah local habis, memahami hal ini dapat
diperkirakan.
tempat tidur, ganti posisi dan tidur, rasa kontrol terhadap nyeri.
29
tidak dioperasi
- Distraksi
- Latihan relaksasi
program nyeri.
hilang setelah ½ jam pemberian obat, tekanan intra ocular atau komplikasi lain.
pengangkatan).
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
dengan :
luka pembedahan.
setelah operasi atau sampai iritasi kelopak mata terhadap jahitan luka.
diberitahukan.
30
meneteskan tetes mata : mikroorganisme dan mengurangi infeksi.
dari mata.
menggunakan.
dioperasi.
peningkatan suhu.
malam hari.
31
- Antibiotika (topical, parental dimana terapi lebih agresif diperlukan bila
ditandai dengan :
Intervensi Rasional
apakah satu atau kedua mata terlibat intervensi dan pilihan intervensi
32
pasien belajar untuk mengkompensasi.
mengenal sumber informasi, ditandai dengan klien kurang mengikuti instruksi, sering
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
melaporkan penglihatan
berawan.
33
membongkok pada panggul, perdarahan.
meningkatkan TID.
34
DAFTAR PUSTAKA
fourth edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446.
Kedokteran EGC
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Komputindo
Fadhlur Rahman. 2009. Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes
Mellitus.
Nova Faradilla. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas Kedokteran
University of Riau
Sidarta, Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto
Sidarta, Ilyas. Ihtisar ilmu Penyakit Mata. 2009. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI
10. Hartono. Oftalmoskopi dasar & Klinis. 2007. Yogyakarta: Pustaka Cendekia
Press
11. Sidarta, Ilyas. Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3.
12. Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250
Consecutive Cases treated at the tertiary referral center in Netherland. American Journal
35
BAB III
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
Klien sekarang aktivitasnya semuanya dibantu oleh perawat dan klien saat ini mengalami
gatal – gatal hingga kulit klirn kering dan bersisik.
2. AKTIVITAS LATIHAN
37
Kesukaran
menelan: Tidak Ya padat cairan
bagian
Gigi palsu: Tidak Ya atas bagian bawah
Bagian
Gigi ompong : Tidak Ya atas Bagian bawah Sebagaian besar
Jumlah cairan/minum : < 1
ltr/hri 1-2 ltr/ > 2 ltr/hari
4. ELIMINASI
Kebiasaan defekasi(BAB): 1 kali/hari Tgl Defekasi terakhir 29 April 2019
Pola BAB saat : dalam batas normal
ini (DBN) Konstipasi Diare Inkontinensia
Nyeri Keluar darah Warna faeces : coklat
Colostom Dapat merawat sendiri Colostomy :
y: tidak Ya Ya Tidak
Kebiasaan BAK: Jumlah 3x ganti
pampers kali/hari pampers /hari Malam sering berkemih
Kesukaran
menahan/beser Nyeri/disuri Menetes/oliguri Anuri
Alat Bantu: Folley
Warna Urin: kuning kateter kondom kateter ngompol
5. TIDUR-
ISTIRAHAT
Kebiasaan tidur: 8 jam/malam hari 2 jam /tidur siang Nyenyak tidur Ya tidak
Masalah tidur Tidak ada Ya terbangun malam hari Sulit tidur/ Insomnia
Mimpi buruk Nyeri/tdk nyaman Gangg. Psikologis, sebutkan
38
6. KOGNITIF-
PERSEPTUAL
Keadaan mental: ____
stabil Afasia Sukar bercerita Disorientasi Kacau mental
Menyerang/agresif Tidak ada respons
tidak ada masalah (Lihat Lampiran
Pengkajian emosional : ada masalah emosional Form 2)
Berbicara: Normal Bicara tidak jelas Berbicara inkoheren
Tdk dapat berkomunikasi Bahasa yang dikuasai: Lain-lain :
verbal, Indonesia _______________
Kemampuan memahami
Ya Tidak
Pengkajian fungsi intelektual dengan menggunakan
SPMSQ:
Fungsi intelekrual utuh Kerusakan intelektual ringan erusakan intelektual sedang
intelektual
berat nilai (Lihat Lampiran
kerusakan Salah 10 Form 3)
39
Pendengaran: DBN ada penurunan pendengaran ___Terganggu (__Ka __Ki)
___Tuli (___Ka ___Ki) Alat Bantu dengar Tinitus
8. SEXSUALITAS/ REPRODUKSI
Periode Menstruasi Terakhir (PMT) Masalah Menstruasi/Hormonal:
Tidak Ya Pap Smear Terakhir: tidak ada
9. PERAN-HUBUNGAN
Peran saat ini yang dijalankan : pasien
Penampilan peran sehubungan dengan sakit : Tidak ada Ada masalah, sebutkan
masalah
Sistem
pendukung: Pasangan(Istri/Suami) Saudara/famili Orang tua/wali
teman dekat tetangga
Interaksi dengan orang Baik Ada masalah
lain :
Menutup diri : Tidak Ya
____ Ya
Mengisolasi diri/diisolasi orang lain :
40
Tidak
Pengkajian fungsi sosial dengan Apgar Keluarga Dengan Lansia :
Fungsi baik Disfungsi
berat Disfungsi sedang (Lihat Lampiran Form 7)
10. NILAI-
KEYAKINAN
Agama yang dianut: ________________Pantangan ___Ya(sebutkan)_
agama:Krissten Tidak _
41
11. PENGKAJIAN FISIK (Objektif)
1. KEADAAN UMUM DAN VITAL SIGN
Keadaan umum :
Lemah/ berbaring di TT Kesadaran : CM
Baik
Suhu : 36 C Nadi : 78x/m Tekanan darah 110/80
Apatis Coma mmHg
Nadi: Kuat Tidak teratur RR 20x/m
2 PERNAFASAN/SIRKULASI
Kualitas: DBN Dangkal Cepat- dalam Cepat dangkal
Batuk: Tidak ___Ya Sputum : ___ Tidak ___BanyakWarna_________
ada __
Auskultasi:
Lobus Ka. DBN Suara abnormal
Atas _______________________________
Lobus Ki. Atas DBN Suara abnormal
________________________________
Lobus Ka. DBN Suara abnomal
Bawah __________________________________
Lobus Ka. DBN Suara
Bawah abnormal_________________________________
Bunyi jantung : DBN Bunyi abnormal
________________________________
Pembesaran vena jugularis : ____
Tidak ___Ya Edema tungkai : Tidak Ya
Sebutkan
___________________________________________________________
Nadi kaki kanan
(pedalis): Kuat ___lemah ____tak ada
Nadi kaki kiri
(pedalis): _kuat ___lemah ____tak ada
3. METABOLIK- INTEGUMEN
Kulit:
Warna: DBN Pucat Sianosis Kuning/ikterik Lain-
Lain
Suhu kulit: Hangat dingin Turgor
DBN DBN Buruk
Edema: tidak ada Ya (jelaskan/lokasi)
Lesi: Tidak ada Ya (jelaskan /lokasi) _____________________________
Memar: Tidak ada Ya (jelaskan/lokasi)_____________________________
Kemerahan: Tidak ada (jelaskan/lokasi)_________________________
___Ya _
42
Gatal-gatal: (jelaskan/ lokasi seluruh tubuh
___Yidak ___Ya _____________________________
Terpasang Selang Infus/ cateter : TidakYa :
Gusi: DBN Stomatitis
Gigi: DBN ___Caries Ompong
Abdomen
Bising usus: ____tid
___Ada ___Tidak ada Ascites ak ___Ya
Nyeri tekan : ____Y Jelaskan
___Tidak a _____________________________
Kembung : ____Y Tearaba massa/tumor :
____Tidak a ____Tidak ___Ya
Regio
_____________________________________________________________
4. NEURO/SENSORI
Pupi ____ Kiri: ____Ki dan
l: Sama Tidak sama ___Kanan: Ka
Reaksi terhadap
cahaya
Kiri: ___Ya
___Tidak/Sebutkan_________
Kanan: ___Tidak
___Ya sebutkan________________________________
Keseimbangan: 1) skore ________ , kesimpulan Kurang
______ baik
2) Kecepatan berjalan : skore , kesimpulan : baik cukup ____ kurang
____ tidak (Lihat Lampiran Form 8
mampu )
Genggaman Lemah/Paralisis (
tangan: Sama Kuat ___Ka ___Ki)
Otot
kaki: Sama Kuat Lemah paralysis Ka Ki
Parastesia/kesemutan : ____Ya Sebutkan
____Tidak ___________________
Anastesia : Sebutkan
____Tidak _____Ya_________________________
43
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.
Laboratorium
H GDP/GD HD Uric
Jenis b 2 L/ Acid Ureum Widal Lain-2
Lain-2
LDL/VLD ……….
Jam PP L ……… .
Hasil
Tgl
2. Foto
Rontgen :
tidak ada
3. ECG : Tidak ada
4. USG : Tidak ada
5. Lain-
lain :
DAFTAR PENGOBATAN SEKARANG
(diresepkan) Tidak ada
Nama
Obat Dosis Cara pemberian
44
ANALISA DATA
NO KEMUNGKINAN
DATA MASALAH
PENYEBAB
1. Ds: - Resiko Cedera Riwayat jatuh
↓
Do: Penuruanan tonus otot
- Keadaan umum lemah ↓
- Kesadaran CM Kelemahan tubuh
- GCS 456 ↓
- Kekuatan otot Resiko cedera
5 5
3 3
- Tonus otot lemah
- Alat bantu kursi roda
- Riwayat penyakit ketarak
- Hasil TTV:
TD: 110/80 mmHg
HR: 78 x/mnt
RR: 20 x/mnt
S: 36oC
2.
Ds: - Riwayat DM
Kerusakan Integritas
Do: ↓
Kulit
- Keadaan umum lemah Kulit kering
- KesadaranCM
↓
- GCS 456
- Kulit kering Kulit bersisik
- Kulit bersisik ↓
- Turgor kulit buruk Kerusakan intergitas kulit
- Riwayat DM
- Hasil TTV:
TD: 110/80 mmHg
HR: 78 x/mnt
RR: 20 x/mnt
S: 36oC
45
3. Ds: - Gangguan Persepsi Katarak
Do: Sensori ↓
- Keadaan umum lemah Mengaburkan penglihatan
- KesadaranCM ↓
- GCS 456 Gangguan penerimaan
- Riwayat Katarak
sensori
- Visus OD OS
- Pasien tampak meraba ketika ↓
memegang sesuatu Menurunnya ketajaman
- Pasien tamak hanya beraring di penglihatan↓
tempat tidur Gangguan persepsi sensori
MASALAH DITEMUKAN
NO DIAGNOSA KEPERAWTAN
Tanggal Paraf
1 Resiko tinggi cedera 29 April 2019
2 Kerusakan Integritas Kulit 29 April 2019
3 Gangguan Persepsi Sensori 29 April 2019
46
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
47
baik bisa dipertahankan 5. Monitor kulit akan
2. Melaporkan adanya adanya kemerahan
gangguan sensasi atau 6. Oleskan lotion atau
nyeri pada daerah kulit minyak/baby oil pada
yang mengalami derah yang tertekan
gangguan 7. Monitor status nutrisi
3. Menunjukkan pasien
pemahaman dalam 8. Inspeksi kulit terutama
proses perbaikan kulit pada tulang-tulang yang
dan mencegah terjadinya menonjol dan titik-titik
cedera berulang tekanan ketika merubah
4. Mampu melindungi kulit posisi pasien.
dan mempertahankan 9. Jaga kebersihan alat
kelembaban kulit dan tenun
perawatan alami 10. Kolaborasi dengan ahli
5. Status nutrisi adekuat gizi untuk pemberian
6. Sensasi dan warna kulit tinggi protein, mineral
normal dan Vitamin
48
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO
TGL Jam IMPLIMENTASI EVALUASI (SOAP)
DX
29 Dx 08.00 1. Membantu oma untuk makan S: -
April 1 2. Melakukan penkajian tonus otot O: k/u lemah, kesadaran
2019 compoamentis, GCS 456
5 5
Tonus otot
3 3
08.30
3. Mengukur tanda-tanda vital pada 5 5
08.45 pasien 3 3
TD: 110/80 mmHg
HR: 78 x/mnt
Resiko jatuh tinggi
RR: 20 x/mnt ADL dibantu
S: 36oC Tampak menggunakna
09.00 4. Mengkaji tingkat resiko jatuh oma’ kursi roda
Resiko jatuh tinggi TTV:
5. Membantu oma ADL TD: 110/80 mmHg
6. Melakukan fiksasi pada kedua tangan HR: 78 x/mnt
oma RR: 20 x/mnt
7. Membantu oma makan siang S: 36oC
8. Membantu oma berpindahdari kursi
roda ke tempat tidur A: Masalah teratasi sebagian
9. Membantu oma untuk mandi P: Lanjutkan intervensi
1,2,3,5,6,7,8,9
49
29April Dx 09.00 1. Mengkaji penglihatan oma S:-
2019 3 - Riwayat katarak O:
- Sklera tampak putih - keadaan umum lemah
- Tampak meraba ketika mengambil - kesadaran cm
sesuatu GCS 456
09.20 2. Mengorientasikan tempat (gelas, - Riwayat katarak
piring untuk makan) - Tampak meraba
09.35 3. Membantu oma saat melakukan ketika mengambil
aktivitas seperti berpindah tempat, sesuatu
11.00 makan, mandi - ADLs dibantu
4. Mengukur TTV pasien perawat sepenuhnya
- TD = 100/70 mmHg
- HR= 82 x/mnt
A : masalah teratasi sebagian
- RR = 20x/mnt
- S: 36,3⁰C P : lanjutkan intervensi
11.15 5. Memastikan oma aman di tempat 1,23,4,5
tidur dengan memasang pagar pada
11.30 tempat tidur
NO
TGL Jam IMPLIMENTASI EVALUASI (SOAP)
DX
30 Dx 08.00 1. Membantu oma untuk makan S: -
April 1 2 Melakukan penkajian tonus otot O: k/u lemah, kesadaran
2019 compoamentis, GCS 456
5 5
Tonus otot
08.30
3. Mengukur tanda-tanda vital pada 5 5
08.45
pasien 3 3
TD: 110/70 mmHg
HR: 76 x/mnt ADL dibantu
RR: 20 x/mnt Tampak menggunakna
S: 36oC kursi roda
09.00 4 Membantu oma ADL TTV:
5 Melakukan fiksasi pada kedua tangan TD: 110/70 mmHg
oma HR: 76 x/mnt
6 Membantu oma makan siang RR: 20 x/mnt
7 Membantu oma berpindahdari kursi S: 36oC
roda ke tempat tidur
8 Membantu oma untuk mandi A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5,6,7
50
10.15 5. Memonitor vital sign pasien TD: 110/70 mmHg
- Hasil TTV: HR: 76 x/mnt
TD: 110/70 mmHg RR: 20 x/mnt
HR: 76 x/mnt S: 36oC
RR: 20 x/mnt
S: 36oC A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5
11.30
51
BAB 1V
PEMBAHASAN
52
lemah, Kesadaran composmentis, GCS 456, klien sering menggaruk kulitnya yang
kering. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada masalah keperawatan
tersebut: mengkaji integumen klien didapatakan kulit kering, kulit bersisik,
mengukur TTV, memonitor adanya bekas garukan klien, memberikan baby oil
pada kulit klien, memandikan klien dengan air hangat.
Masalah keperawatan yang ketiga yakni gangguan persepsi sensori
ditandai dengan riwayat katarak, penurunan penglihatan, Keadaan umum lemah,
Kesadaran composmentis, GCS 456, ADL dibantu perawat, Pasien tampak
meraba benda yang akan dipergang. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
pada masalah keperawatan tersebut: Mengkaji fungsi penglihatan klien,
penurunan penglihatan, pupil klien putih, tampak meraba benda disekitarnya,
ADL dibantu perawat.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa pertama yaitu Resiko Cedera
dapat dicegah dengan selalu memantau klien dan mengamankan klien dengan
memasang pengaman pada tempat tidur atau melalukan fiksasi ketika klien di
kursi roda. Diagnosa keperawatan kedua kerusakan integritas kulit dengan cara
mencegah terjadi kulit semakin kering dengan menggunakan baby oil untuk
menjaga kelembapan kulit, mencegah klien untuk selalu menggaruk kulitnya.
Diagnosa ketiga yaitu gangguan persepsi sensori dengan cara membatu ADL klien
karena adanya riwayat katarak
53
BAB 1V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa denaturasu protein
lensa atau akibat keduanya (Tamsuri Anas, 2011).
Beberapa contoh penyebab lain ensefalopati : proses penuan dan
gangguan metabolisme seperti diabetes melitus
Ciri dari katarak pada lansia yaitu terjadi keluahan penurunan
tajam penglihatan secara progesif (seperti rabun jauh memburuk secara
progresif), penglihatan seakan – akan melihat asap dan pupil mata
bertambah putih, peka terhadap sinar atau cahaya, dapat melihat dobel
pada satu mata.
Pada pasien dengan kasus katarak terdapat banyak sekali
masalah keperawatan yang muncul terutama pada pasien yang berusia
lanjut.
Masalah keperawaan yang muncul terhadap setiap individu
sangatlah berbeda, tergantung bagaimana kondisi klinis dari pasien
tersebut. Dengan dilakukannya tindakan keperawatan atau tindakan
komplementer diharapkan masalah masalah keperawatan yang muncul
dapat ditangani atau meringankan masalah yang muncul.
5.2 Saran
Saran penulis dalam tindakan keperawatan selanjutnya yaitu
pastikan dahulu data yang didapat di dalam pengkajian yang kemudian
dirumuskan menjadi masalah keperawatan. Dan berikan penanganan
atau tindakan keperawatan yang selalu terupdate dengan mengacu pada
jurnal jurnal terbaru.
Namun selalu koordinasikan dengan tim kesehatan lainnya untuk
mengurangi adanya kesalahan atau justru merugikan pasien.
54
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2008). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC,
Jakarta.
Brunner / Suddarth., (2006). Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company,
Philadelphia.
Depkes RI. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Penglihatan. Diknakes, Jakarta.
Donnad. (2011). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2009). Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Mark Mumenthaler, M.D., Heinrich Mattle, M.D. Fundamental of Neurology,1st
edition 2016
UNAIR. 2018.
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wpcontent/uploads/2017/03/NR02_
Ensefalopati.pdf
55