Oleh:
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
TAHUN 2021
i
PERSETUJUAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus
dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PP DENGAN ORIF
(OPEN REDUKSI INTERNAL FIKSASI) MINIPLATE DENGAN INDIKASI
FR PARASIMFISIS MANDIBULA DEXTRA et SINISTRA DI RUANG OK
UGD RSUP SANGLAH DENPASAR TANGGAL 15 JUNI 2021”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini:
1. Bapak dr. I Wayan Sudana, M.Kes selaku Direktur Utama RSUP Sanglah
Denpasar.
2. Ibu DR. dr. Ketut Ariawati, Sp.A(K) selaku Direktur Medik, Keperawatan
dan Penunjang RSUP Sanglah Denpasar.
3. Ibu Komang Ayu Mustriwati, S.Kp., MPH selaku Koordinator Pelayanan
Keperawatan RSUP Sanglah Denpasar.
4. Ibu Ns. Ni Nyoman Gunahariati, S.Kep., MM selaku Sub Koordinator
Pelayanan Keperawatan Rawat Jalan RSUP Sanglah Denpasar
5. Bapak dr. I Wayan Aryana Yudiasa, selaku Kepala Instalasi Bedah Sentral
RSUP Sanglah Denpasar
6. Ibu Ns. Ni Komang Widiari, S.Kep. sebagai Penanggung Jawab OK IGD
RSUP Sanglah Denpasar
7. Pasien PP dan keluarga yang telah bersedia memberikan data dalam
penyusunan laporan studi kasus ini
8. Teman sejawat dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu atas bantuannya dalam kelancaran penulisan laporan studi kasus ini.
iii
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan kritik
yang membangun. Akhir semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
i
PERSETUJUAN PENGESAHAN
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
iii
DAFTAR ISI
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
v
DAFTAR TABEL
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Tujuan Penulisan
3
1.2.1 Tujuan umum
3
1.2.2 Tujuan khusus
3
1.3 Metodelogi Penulisan
3
1.4 Sistematika Penulisan
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
v
2.1 Konsep Teori Penyakit
4
2.1.1 Definisi Fraktur Mandibula
4
2.1.2 Anatomi Fisiologi Wajah
5
2.1.3 Etiologi
8
2.1.4 Patofisiologi
8
2.1.5 Klasifikasi Fraktur Mandibula
10
2.1.6 Manifestasi Klinis
10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
11
2.1.8 Komplikasi
11
2.1.9 Penatalaksanaan
12
2.2 Konsep Teoritis Askep
13
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
18
2.2.3 Intervensi Keperawatan
19
2.2.4 Implementasi Keperawatan
23
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
23
vi
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
25
3.1.1 Pengumpulan Data (pre operasi)
25
3.1.2 Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
31
3.1.3 Data Penunjang
35
3.1.4 Analisa Data
37
3.1.5 Rumusan Masalah Keperawatan
37
3.1.6 Diagnosa Keperawatan
37
3.2 Perencanaan
38
3.2.1 Prioritas Masalah
38
39
3.2.3 Implementasi
42
3.2.4 Evaluasi
46
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2.2 Tujuan khusus
1. Dapat memahami konsep dasar dari fraktur parasimfisis mandibula.
2. Dapat melakukan pengkajian dan mampu merumuskan diagnosa
keperawatan.
3. Dapat membuat dan menjalankan rencana tindakan keperawatan
sebagai aplikasi dari asuhan keperawatan.
4. Dapat melakukan implementasi keperawatan pada pasien dan
keluarga.
5. Dapat mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Sumber : Oxford University Press, 2011
Gambar 2.1
Tulang wajah
1. Tulang frontal
Tulang ini adalah tulang pada dahi. Di bagian inferior tulang frontal
bersambung dengan tulang nasal pada nasion dan zigoma pada sutura
zigomatiko-frontal. Tulang ini juga membentuk atap orbit, tepi orbital superior
dan sebagian dindinng medial orbital. Di dalam tulang frontal tepat di atas
nasion terdapat sinus udara frontal, yang dapat hancur dan mengalami fraktur
saat terkena trauma.
2. Orbita
Orbita merupakan suatu rongga berbentuk kerucut atau piramida,
basisnya merupakan bagian anterior dan apeksnya merupaka bagian posterior.
Orbita melindungi bola mata, otot yang berhubungan, saraf, pembuluh darah,
dan apparatus lakrimalis. Obita memliki empat dinding dan satu apeks, dan
membentuk tulang-tulang wajah seperti di bawah ini:
1) Dinding superior (tebal) – frontal, sayap kecil sfenoid (dekat apeks).
2) Dinding medial (tipis) – ethmoid, frontal, lakrimal, sayap kecil sfenoid.
3) Dinding inferior (tipis) – maksila, zygomalitikus, palatina.
4) Dinding lateral (tebal) – prosesus frontal zygomatikus, sayap besar
sfenoid.
5) Apeks – kanal optik melalui sayap kecil sfenoid.
3. Kompleks naso-ethmoidal
Bagian dari hidung yang merupakan tulang adalah :
5
1) Tulang nasal
2) Prosesus frontal maksila
3) Bagian nasal dari tulang frontal
4) Lempeng tegak lurus ethmoid
5) Conchae dan vomer inferior
Bentuk hidung bagian eksternal bergantung pada perbedaan kartilago
nasal. Bentuknya dibagi menjadi 2 ruangan yakni sebagian tulang dan kartilago
septum nasal, dengan komponen utama berupa:
1)Lempeng tegak lurus ethmoid – superior (turun dari lempeng kribiform
ethmoid kemudian memisahkan rongga dari fosa kranial anterior; patahnya
hidung atau kompleks naso-ethmoidal dapat menyebabkan robeknya dural
dan kebocoran cairan serebrospinal (CSF).
2)Vomer – posteroinferior
3)Kartilago septal-anterior.
Pada bagian dalam massa lateral tulang ethmoid terdapat sel ethmoid
yang membentuk sinus ethmoid. Bila drainasenya terhambat, maka infeksi
dapat melewati sel tersebut melewati dinding medial orbita yang rapuh dan
menyebabkan (pasca-sepsis) selulitis periorbital, yang apabila tidak diobati
maka dapat menimbulkan kebutaan.
4. Kompleks zigomatikus
Tulang malar atau zigomatikus membentuk tonjolan tulang pipi dan
bagian lateral serta sebagian dinding inferior orbita. Tulang bilateral ini
memiliki badan pusat yang terdiri dari tiga prosesus-prosesus frontal, prosesus
temporal dan prosesus maksilaris.
5. Maksila
Rahang atas dibentuk oleh penyatuan maksila. Tonjolan alveolar ikut
menyokong gigi maksila. Penyatuan maksila ini berbentuk piramid, menyatu
secara bilateral dengan tulang zigomatik dan superior dengan tulang frontal dan
tulang nasal. Maksila juga ikut membentuk dasar orbita.
6. Mandibula
Mandibula adalah tulang yang dapat bergerak, sebagian besar berbentuk
6
U yang terdiri dari segmen horizontal dan vertikal, segmen horizontal terdiri
dari tubuh di setiap sisi dan area simfisis terpusat. Segmen vertikal terdiri dari
sudut dan rami, yang berartikulasi dengan tengkorak melalui kondilus dan sendi
temporomandibula. Mandibula melekat pada tulang wajah lainnya dengan
sistem otot dan ligament yang kompleks (Yadav & Rajesh 2012).
a. aspek lateral b. aspek medial
2.1.3 Etiologi
Penyebab dari fraktur mandibula adalah trauma langsung, dimana pasien
jatuh dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) dan
tulang mandibula tidak mampu menahan benturan sehingga mengalami fraktur
(Hoyt, 2008).
7
Trauma langsung ke mandibula pada kecelakaan bermotor merupakan
penyebab paling tinggi yang mengakibatkan fraktur mandibula yaitu 43% dari
kasus kejadian di Amerika Serikat, kemudian pukulan dari korban serangan orang
lain 34% , kecelakaan kerja 7%, terjatuh 7%, kecelakaan olahraga 4%, dan
penyebab lainnya 5% (Chang, 2008).
Fraktur mandibula biasa terjadi pada badan (29%), kondilus (26%), sudut
mandibula (25%), simfis (17%), ramus (4%), dan prosesus koronoideus (1%)
(Barera, 2008).
2.1.4 Patofisiologi
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan,
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom
pada kanal medul antara tepi tulang bawah periostrium dengan jaringan tulang
yang mengatasi fraktur (Suriya & Zuriati, 2019).
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai
dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi kerusakan tulang,
tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini
menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk biasa
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian
merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam
pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain (Suriya & Zuriati, 2019).
Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian
menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma
hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema
yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa
menyebabkan syndrom comportement (Suriya & Zuriati, 2019).
8
Fraktur Fisiologis: terjatuh, benturan, kecelakaan
Fraktur Patologis: kanker tulang, osteoporosis, tumor tulang
10
dokumentasikan dikemudian hari. Tanda-tanda klinisnya adalah sakit pada daerah
sendi rahang jika bagian dagu ditekan, pembengkakan pada daerah sendi rahang,
gigitan terbuka anterior, kontak prematur gigi posterior, sakit saat membuka
mulut, dan perdarahan dari telinga. Pada kasus dengan perdarahan dari telinga
atau meatus akustikus eksterna, perlu dilakukan kerjasama dengan dokter THT
untuk membedakannya dengan fraktur basis cranii.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada umumnya dilakukan DPT (Dental Panoramic Tomogram) dengan
PA mandibula tetapi radiografi oklusal rahang bawah juga memberikan gambaran
baik daerah anterior. Kombinasi radiografi oklusal maksila dan DPT. Bila gigi
kaninus posisinya tampak lebih vertikal dibandingkan dengan gambar hasil DPT,
maka posisi sebenarnya gigi kaninus tersebut lebih kearah palatal. Pemeriksaan
radiografi harus selalu dilakukan dalam 2 dimensi. Pemeriksaan radiografi
standar adalah OPG dan Mandibula CT-scan dan MRI. Pemeriksaan CT-scan
(potongan aksial dan koronal) biasanya diindikasikan pada kasus politrauma dan
pada kasus displacement (Mitchell et al. 2014).
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula
umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur
mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis yang nantinya dapat menyebabkan
berbagai komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling
sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur, baik itu malunion ataupun
nonunion. Keluhan yang diberikan dapat berupa rasa sakit dan tidak nyaman yang
berkepanjangan pada sendi rahang atau temporo mandibula, oleh karena
perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini
tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot- otot pengunyahan dan otot sekitar
wajah juga dapat memberikan respon nyeri (Saigal, 2014).
2.1.9 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah
termasuk penanganan syok (circulation), penaganan luka jaringan lunak dan
11
imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap
kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen
fraktur secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction),
fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah
dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan
tulang selesai (ACS, 2008). Teknik dari reduksi secara tertutup dan fiksasi dari
fraktur mandibula memiliki berbagai variasi. Penempatan Ivy loop menggunakan
kawat 24-gauge antara 2 gigi yang stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih
kecil untuk memberikan fiksasi maxillomandibula antara loop Ivy, telah berhasil.
Arch bar dengan kabel 24 – dan 26-gauge yang fleksibel dan sering digunakan
digunakan. Pada edentulos mandibula, gigi palsu dapat ditranfer ke rahang
dengan kabel circummandibula. Gigi tiruan rahang atas dapat ditempelkan
kelangit langit. Setiap screw dari maxillofacial set dapat digunakan sebagai lag
screw. Arch bar dapat ditempatkan dan intermaxillary fixation (IMF) dapat
tercapai. Gunning Splints juga telah digunakan pada kasus ini karena memberikan
fiksasi dan dapat diberikan asupan makanan. Pada kasus fraktur kominutif,
rekonstruksi mandibula mungkin diperlukan untuk mengembalikan posisi
anatomis dan fungsi.
Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah yaitu,
penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada
garis fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal
pin fixation. Reposisi terbuka (open reduction) tindakan operasi dengan ORIF
untuk melakukan koreksi deformitas maloklusi yang terjadi pada patah tulang
rahang bawah dengan melakukan fiksasi secara langsung dengan menggunakan
kawat (wire osteosynthesis) atau plat (plat osteosynthesis) (Muttaqin & Sari,
2011).
2.2 Konsep Teoritis Askep
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Setiadi, 2012).
12
Menurut Padila (2012), data yang perlu dikaji yaitu:
1. Anamnesa
1) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi golongan darah, nomor
register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri pasien, perawat
dapat menggunakan PQRST yaitu:
a. Provocating incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
pasien, apakah seperti terbakar,
berdenyut/menusuk.
c. Region, radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar/menyebar dandimana rasa
sakit terjadi.
d. Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala
nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
e. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan,
apakah bertambah buruk pada malam hari
atau siang hari.
3)Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan
degenerative dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan
jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan,
pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
13
4)Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini atau pernah punya penyakit
yang menular/menurun sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita osteoporosis, arthritis, dan
tuberkolosis/penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
6) Riwayat psikososial spiritual
Kaji respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya, peran
pasien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat.
7) Pola fungsi kesehatan
Dalam tahap pengkajian perawat juga perlu mengetahui pola-pola fungsi
kesehatan dalam proses keperawatan pasien fraktur.
8) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien fraktur akan merasa takut terjadi kecacatan pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup pasien
seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengonsumsian alkohol yang dapat mengganggu keseimbangan
pasien dan apakah pasien melakukan olahraga atau tidak.
9) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun
menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan ketika
di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
10) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi.
11) Pola aktivitas dan latihan
14
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari fraktur
sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat/keluarga.
12) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada pasien fraktur adalah timbul ketakutan akan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah atau gangguan citra diri.
13) Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan,
selain itu timbul nyeri akibat fraktur.
14) Pola penanggulangan stres
Pada pasien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh pasien dapat tidak efektif.
15) Pola tata nilai dan keyakinan
Pasien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terutama
frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat disebabkan
oleh nyeri dan keterbatasan gerak pasien. Adanya kecemasan dan stress
sebagai pertahanan dan pasien meminta perlindungan/mendekatkan diri
dengan Tuhan.
2. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan pasien.
b) Tanda-tanda vital: Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan
dengan pembedahan: tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar
dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau
batuk dan merokok.
c) Pantau keseimbangan cairan
15
Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi, dan gelisah)
d) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya
timbul selama minggu kedua) dan tanda vital
e) Kaji komplikasi tromboembolik: kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan,
panas, kemerahan, dan edema pada betis
f) Kaji komplikasi emboli lemak: perubahan pola panas, tingkah laku,
dan tingkat kesadaran
g) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung: observasi perubahan
frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit
paru, dan jantung sebelumnya
h) Kaji pernafasan: infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.
2) Secara sistemik menurut Padila (2012) antara lain:
a) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
edema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
16
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
j) Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit pasien yang
berhubungan dengan paru
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fremitus raba sama
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya
Auskultasi :Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronkhi
k) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
l) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler
hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan
Auskultasi : Kaji bising usus
m) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air
besar.
n) Sistem muskuloskeletal
17
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah
merembes atau tidak.
18
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kecemasan pasien. 1. Mengetahui tingkat kecemasan pasien dan sebagai
perawatan selama 1x15 menit acuan untuk intervensi selanjutnya.
diharapkan pasien dan keluarga 2. Beri kesempatan kepada pasien 2. Dengan pasien mengungkapkan perasaannya dapat
memahami tentang prognosis, untuk mengungkapkan mengurangi kecemasannya.
kondisi, dan pengobatan, dengan perasaannya.
kriteria hasil: 3. Beri penjelasan kepada pasien dan 3. Dengan diberikan penjelasan kepada pasien dan
1. Mengetahui tentang penyakit keluarga tentang penyakit yang keluarga diharapkan pasien dan keluarga dapat
yang diderita. dialami pasien. memahami tentang penyakitnya sehingga akan mau
2. Mengetahui tentang tindakan bekerjasama terhadap tindakan yang akan
pencegahan terhadap dilakukan.
komplikasi. 4. Ciptakan lingkungan yang tenang. 4. Untuk mengurangi kecemasan yang ada.
2. Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kesiapan menerima 1. Dengan mengidentifikasi kesiapan pasien akan
Pengetahuan keperawatan selama 1x15 menit, informasi mempermudah dalam menentukan media dalam
diharapkan tingkat pengetahuan menyampaikan informasi.
meningkat dengan kriteria hasil: 2. Sediakan materi dan media 2. Untuk mempermudah pasien dalam menerima
1. Perilaku sesuai anjuran pendidikan kesehatan informasi.
meningkat 3. Jelaskan faktor risiko yang dapat 3. Untuk mencegah perilaku pasien yang dapat
2. Kemampuan menjelaskan mempengaruhi Kesehatan memperburuk kesehatannya.
suatu topik meningkat 4. Ajarkan perilaku hidup bersih dan 4. Untuk meningkatkan kualitas kesehatan seoptimal
3. Perilaku sesuai dengan sehat mungkin
pengetahuan 5. Berikan kesempatan pasien 5. Untuk mengetahui informasi yang kurang dipahami
bertanya oleh pasien.
3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan sistem kateter steril. 1. Untuk mengurangi risiko infeksi silang.
keperawatan selama 1x15 menit 2. Ambulasi dengan kantung drainase 2. Untuk mengindari refleks balik urine, yang dapat
diharapkan tidak terjadi infeksi, dependen. memasukkan bakteri ke dalam kantung kemih.
dengan kriteria hasil: 3. Awasi tanda vital, perhatikan 3. Pasien yang mengalami sistoskopi/TUR prostat
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi demam ringan, menggigil, nadi dan beresiko syok bedah atau septik sehubungan dengan
19
Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
seperti radang, dan pernapasan cepat, gelisah, manipulasi atau instrumentasi.
kemerahan disorientasi.
2. TTV dalam batas normal. 4. Observasi drainase dari luka, 4. Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan
sekitar kateter supra pubik. risiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan
eritema, drainase purulen.
5. Observasi terjadinya tanda-tanda 5. Infeksi pada luka post pembedahan dapat terjadi
infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor bila perawatan tidak stabil.
dan fungsio laesa).
6. Lakukan rawat luka dengan teknik 6. Meningkatkan penyembuhan dan menghindari
aseptik. infeksi pada luka operasi.
7. Kolaborasi dengan tim dokter 7. Mungkin diberikan secara profilaktik atau
dalam pemberian antibiotik. menurunkan jumlah mikroorganisme (pada infeksi
yang telah ada sebelumnya).
4. Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada pasien tentang 1. Menurunkan Kecemasan pasien dan mengetahui
Perdarahan keperawatan selama 1x15 menit, penyebab terjadi perdarahan tanda-tanda pendarahan.
diharapkan pada pasien tidak setelah pembedahan dan tanda-
terjadi perdarahan. tanda perdarahan.
Kriteria Hasil: 2. Anjurkan pada pasien untuk diet 2. Dengan peningkatan tekanan padafosa prostatik
1. Pasien memahami penyebab makanan tinggi serat dan rutin yang akan mengendapkan pendarahan.
dari perdarahan minum obat untuk memudahkan
2. Pasien melaporkan mau defekasi.
melakukan diet makanan 3. Instruksikan pasien untuk 3. Tidak terjadinya pendarahan karena aktivitas.
sesuai saran tenaga medis. membatasi aktivitas
3. Pasien mengikuti instruksi 4. Pantau traksi kateter: catat waktu 4. Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon
untuk membatasi aktivitas traksi dipasang dan kapan traksi kesisifosa prostatik, menurunkan pendarahan.
setelah pembedahan. akan dilepas. Umumnya dilepas 3-6 jam setelah pembedahan.
4. Tidak ada hematuria dan 5. Observasi TTV tiap 4 jam, 5. Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan
hematemesis. observasi masukan dan haluaran intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan
5. TTV dalam batas Normal serta warna urin. yang permanen.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk 6. Tubuh tidak kekurangan pasokan darah sehingga
pemberian produk darah (platelet/ terjadi penurunan trombosit.
fresh frozen plasma).
20
Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
5. Hipovolemia Setelah dilakukan asuhan 1. Periksa tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari dehidrasi
keperawatan selama 1x15 menit, hipovolemia dan mencegah syok hipovolemik.
diharapkan keseimbangan cairan 2. Monitor intake dan output cairan 2. Untuk mengumpulkan dan menganalisis data
meningkat dengan kriteria hasil: pasien untuk mengatur keseimbangan cairan.
1. Asupan cairan meningkat 3. Berikan posisi Trendelenburg 3. Untuk meningkatkan tekanan darah pada pasien.
2. Kelembaban membrane 4. Anjurkan menghindari perubahan 4. Untuk mencegah kesalahan posisi pada pasien
mukosa meningkat posisi mendadak dalam menjalani perencanaan keperawatan
3. Dehidrasi menurun 5. Pertahankan jalan nafas paten 5. Untuk membantu bernafas dan ekspansi dada serta
4. Tekanan darah membaik ventilasi lapangan paru.
5. Denyut nadi membaik 6. Berikan oksigen untuk 6. Untuk mempertahankan saturasi oksigen.
mempertahankan saturasi oksigen
7. Kolaborasi pemberian cairan IV 7. Untuk mencegah perburukan kehilangan cairan
berlebih.
6. Gangguan Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Membantu menentukan derajat kerusakan dan
Mobilitas Fisik keperawatan selama 1x15 menit, keluhan fisik lainnya kesulitan terhadap keadaan yang dialami.
diharapkan mobilitas fisik 2. Jelaskan tujuan dan prosedur 2. Memberikan pemahaman mengenai manfaat
membaik dengan kriteria hasil: mobilisasi tindakan yang didahulukan.
1. Pergerakan ekstremitas 3. Anjurkan melakukan mobilisasi 3. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
meningkat dini mencegah terjadinya kontraktur.
2. Kekuatan otot meningkat 4. Ajarkan mobilisasi sederhana yang 4. Membantu kembali aliran saraf, meningkatkan
3. Rentang gerak meninngkat harus dilakukan (Mis: duduk respon propioseptif dan motorik.
4. Nyeri menurun ditempat tidur, duduk disisi tempat
5. Kecemasan menurun tidur, pindah dari tempat tidur ke
6. Kaku sendi menurun kursi).
7. Kelemahan fisik menurun 5. Libatkan keluarga untuk membantu 5. Membantu pasien dalam mempercepat
pasien dalam meningkatkan penyembuhan.
pergerakan
7. Nyeri Akut Setelah diberikan tindakan 1. Observasi TTV 1. Tanda-tanda vital merupakan bagian yang penting
keperawatan selama 1x15 menit, dalam melakukan pemeriksaan atau tindakan pada
diharapkan nyeri dapat teratasi pasien
dengan kriteria hasil :
21
Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
2. Kaji skala nyeri, lokasi, serta 2. Untuk mengidentifikasi skala nyeri, lokasi,
1. Memperlihatkan pengendalian karakteristik nyeri karakteristik nyeri dan ketidaknyamanan pada pada
nyeri. pasien.
2. Tidak menunjukan adanya 3. Anjurkan penggunaan teknik 3. Teknik nafas dalam merupakan terapi
nyeri meningkat. (tidak ada manajemen nyeri (seperti relaksasi antifarmakologi yang bisa diterapkan pada pasien
ekspresi nyeri pada nafas dalam, massage) dengan kondisi apapun.
wajah,tidak gelisah atau 4. Kolaborasi dalam pemberian 4. Mengurangi nyeri dengan farmakologi.
ketegangan otot,tidak analgetik bila diperlukan.
merintih atau menangis.)
8. Risiko Cedera Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi area lingkungan yang 1. Untuk mengetahui agar tidak terjadi cedera pada
keperawatan selama 1x15 menit berpotensi menyebabkan cedera pasien.
diharapkan risiko cedera 2. Diskusikan mengenai alat mobilitas 2. Mendiskusikan alat bantu jalan sesuai kebutuhan
menurun dengan kriteria hasil: yang sesuai pasien.
1. Toleransi aktivitas meningkat 3. Diskusikan bersama anggota 3. Mendiskusikan bersama keluarga agar dapat selalu
2. Kejadian cedera menurun keluarga yang dapat mendampingi mendampingi pasien.
3. Ketegangan otot menurun pasien
4. Fraktur menurun 4. Gunakan pengaman tempat tidur 4. Menggunakan pengaman tempat tidur agar pasien
5. Gangguan mobilitas menurun sesuai kebijakan fasilitas pelayanan tetap terjaga.
6. Tekanan darah membaik kesehatan
7. Nadi membaik
9. Gangguan Citra Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi perubahan citra tubuh 1. Agar perawat tahu perubahan citra tubuh yang
Tubuh keperawatan selama 1x15 menit, yang mengakibatkan isolasi social mana yang dapat mengakibatkan pasien melakukan
diharapkan citra tubuh meningkat 2. Monitor frekuensi pernyataan kritik isolasi sosial.
dengan kriteria hasil: terhadap diri sendiri 2. Diharapkan pasien mampu mengetahui apa yang
1. Melihat bagian tubuh 3. Diskusikan perubahan tubuh dan menjadikan pasien merasa kurang akan dirinya.
meningkat fungsinya 3. Untuk mengetahui keadaan dan kondisi pasien
2. Verbalisasi kecacatan bagian 4. Latih fungsi tubuh yang dimiliki dalam meningkatkan rencana tindakan selanjutnya.
tubuh meningkat 5. Anjurkan menggunakan alat bantu 4. Untuk menghindari kekakuan pada sendi.
3. Verbalisasi perasaan negative 5. Membantu pasien untuk dapat beraktivitas kembali
tentang perubahan tubuh secara perlahan.
menurun
22
23
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Impementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan
1. Mandiri: aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan
bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan
2. Delegatif: tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas
kesehatan yang berwenang
3. Kolaboratif: tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana
didasarkan atas keputusan bersama
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keoperawatan dengan cara
melakukan identitas sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tidakan keperawatan dengan criteria hasil.
Menurut Nursalam (2008), pada tahapan evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan
yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasiselama proses perawatan
berlangsung (evaluasi proses) dan kegiatan melakukan evalusia dengan
targettujuan yang diharapkan (evaluasi hasil).
1. Evaluasi proses (evaluasi formatif)
Fokus padaevaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk
membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Metode pengumpulan
data evaluasi ini menggunakan analisis rencana sduhan keperawatan, open
chart audit, pertemuaan kelompok, wawancara, observasi, dan
menggunakan form evaluasi. Sistem penulisannya dapat menggunakan
system SOAP.
24
2. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)
Focus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada perubahan
perilaku atau status kesehatan pasien pada akhir asuhan keperawatan.
Evaluasi ini dilakukan pada akhirnya asuhan keperawatan secara paripurna.
Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel, dan efesien. Metode
pelaksanaannya terdiri dari close chart audit, wawancara pada pertemuan
terakhir asuhan, dan pertanyaan kepda pasien dan keluarga.
25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien dilakukan pada tanggal 15 Juni 2021 pukul 10.00
WITA di ruang OK IGD RSUP Sanglah dengan metode observasi, wawancara,
pemeriksaan fisik dan dokumentasi (rekam medis).
3.1.1 Pengumpulan Data (pre operasi)
1. Identitas Pasien dan Penanggung
Pasien Penanggung
(saudara perempuan)
Nama : Tn. PP Ny. S
Umur : 34 Tahun -
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Status
Perkawinan : Menikah Menikah
Suku /Bangsa : Bali / Indonesia Bali/Indonesia
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : SMA -
Pekerjaan : Pegawai Swasta Swasta
Alamat : Singaraja Kerobokan
Kaja
Nomor Telepon : 081936022xxx -
Nomor Register : 19046413 -
Tanggal MRS : 14 Juni 2021
Dx Medis : Fr parasimfisis mandibula dextra et sinistra
Jenis Operasi : ORIF Miniplate
2. Alasan Dirawat
1) Keluhan Utama
26
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh nyeri pada wajah.
b. Saat Pengkajian
Pasien mengeluh nyeri pada wajah dan mengatakan sedikit cemas
karena akan menjalani proses operasi.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP Sanglah tanggal 14 Juni 2021 pukul 22.35
WITA, pasien mengalami kecelakaan di daerah pamogan , keluhan utama
nyeri pada wajah dengan hasil pemeriksaan yang didapatkan GCS
E4V5M6 Compos mentis, Tekanan darah 110/70 mmHg, Respirasi 16
x/menit, Suhu 36,80C, nyeri skala 2 dari (0-10) skala yang ditentukan,
dengan lokasi nyeri di wajah, frekuensi nyeri hilang timbul, lama nyeri 2
detik, tidak menjalar, kualitas nyeri tumpul, faktor yang
mengurangi/menghilangkan nyeri bila diistirahatkan, memakai O2 5
lt/menit dengan sungkup. Selanjutnya pasien direncanakan untuk
dilakukannya operasi dengan tindakan ORIF-miniplate di ruangan OK IGD
pada tanggal 15 Juni 2021 pukul 10.30 WITA
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes, asma
dan penyakit kardiovaskuler.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
seperti hipertensi, diabetes, asma dan penyakit kardiovaskuler.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. Data Pre Operasi (tanggal 15-06-2021 pk 10.00)
1) Keadaan Umum
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
2) Tanda-tanda Vital:
Tekanan darah 116/78 mmHg, Nadi 74 x/mnt, suhu 36,4 oC, respirasi 14
x/mnt, SaO2 99%
3) Body Sistem
(1) Pernafasan ( Breathing)
27
Nafas spontan, normal chest, pergerakan dada simetris, retraksi
cyanosis (-)
diistirahatkan
Bisisng usus (20x/menit), nyeri pada perut (-), kembung (-), asite (-),
00.00 wita.
28
(6) Tulang Otot-Integumen (B6: Bone)
29
3) Informed consent
4) IVFD RL 20 tetes permenit
5) Cefazolin 2 gram (profilaksis) 2 jam sebelum operasi
2. Terapi post operasi
1) IVFD RL : 28 tts/mnt
a. Keadaan umum
c. Body sistem
a) BI : breathing
b) B2 : Blood
hangat
c) B3 : Brain
30
Pasien terpasang dower kateter, produksi urine 600 cc selama
Mukosa mulut kering, nyeri telan, nyeri ulu hati, bising usus (+),
15 x/mnt, perut kembung (-), mual (-), muntah (-), pasien masih
puasa.
Tabel 3.1
Analisa Data Pada Pasien PP Dilakukan Tindakan Orif Miniplate
Dengan Diagnosa Fr Parasimfisis Mandibula D Et S
Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah
Tanggal 15 Juni 2021
Perioperatif Data Subyektif Data Obyektif Interpretasi
Pre Operasi - Pasien mengatakan cemas - Pasien tampak gelisah Ansietas
15 Juni 2021 dilakukan operasi karena belum dan sedikit pucat.
10.00 Wita pernah operasi sebelumnya. - Wajah pasien tampak
- Pasien bertanya-tanya tegang.
mengenai operasi yang akan
dilakukan.
10.05 Wita - P : Pasien mengatakan nyeri - Pasien tampak Nyeri akut
saat bergerak. meringis.
- Q : Pasien mengatakan kualitas - Pasien tampak gelisah.
nyeri tajam. - RR : 14 x/menit.
- R : Pasien mengatakan nyeri di
wajah, tidak menjalar.
- S : Skala nyeri pasien 2 dari (0
10) skala yang ditentukan.
- T : Pasien mengatakan nyeri
terjadi hilang timbul.
Intra Operasi - - Pasien terlihat Resiko
15 Juni 2021 dilakukan tindakan infeksi
11.10 Wita pembedahan pada area
tulang rahang bawah.
- Jenis anastesi yang
digunakan yaitu GA-
NTT (general anastesi
31
nasal tracheal tube).
- Pasien terpasang IVFD
Nacl 0,9% 20tpm.
Post Operasi P : Pasien mengatakan nyeri saat - Pasien tampak Nyeri akut
15 Juni 2021 bergerak meringis
13.30 Wita Q : Pasien mengatakan kualitas - Pasien tampak gelisah
nyeri tajam
R : Pasien mengatakan nyeri di
wajah, tidak menjalar
S : Skala nyeri pasien 3 dari (0-10)
skala yang ditentukan
T : Pasien mengatakan nyeri
terjadi hilang timbul.
32
Pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah, RR : 14 x/menit.
2. Intra Operasi
1) Risiko infeksi
Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif ditandai
dengan pasien dilakukan tindakan pembedahan ORIF-miniplate pada
parasimfisi mandibula dextra et sinistra, dengan GA-NTT (general
anastesi nasal tracheal tube), pasien terpasang IVFD Nacl 0,9% 20tpm.
3. Post Operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik prosedur operasi
ditandai dengan
P : Pasien mengatakan nyeri saat bergerak
Q : Pasien mengatakan kualitas nyeri tajam
R : Pasien mengatakan nyeri di wajah, tidak menjalar
S : Skala nyeri pasien 3 dari (0-10) skala yang ditentukan
T : Pasien mengatakan nyeri terjadi hilang timbul.
Pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah
3.2 Perencanaan
3.2.1 Prioritas Masalah
1. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik prosedur
operasi
2. Intra Operasi
1) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
3. Post Operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik prosedur
operasi
33
34
3.2.2 Rencana Keperawatan
Tabel 3.2
Rencana Keperawatan Pada Pasien PP Dengan Tindakan Orif Miniplate Indikasi Fr Parasimfisis
Mandibula Dextra et Sinistra Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah
Tanggal 15 Juni 2021
Hari/Tgl
No Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
/Jam
1 Selasa, 15 Pre Operasi Setelah dilakukan tindakan Observasi: 1. Untuk mengtahui tingkat ansietas yang
Juni 2021 keperawatan 1 x 5 menit Identifikasi saat tingkat ansietas dialami pasien.
(10.00 Wita) Ansietas diharapkan ansietas dapat berubah (mis.kondisi, waktu, stresor). 2. Mengalihkan perhatian pasien dan
teratasi dengan kriteria hasil : Terapeutik: menumbuhkan keyakinan bahwa
1. Verbalisasi kebingungan 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk tindakan akan berjalan dengan baik.
menurun menumbuhkan kepercayaan 3. Mendampingi pasien dapat membantu
2. Verbalisasi khawatir akibat 2. Temani pasien untuk mengurangi pasien untuk mengurangi
kondisi yang dihadapi kecemasan, jika memungkinkan. kecemasannya.
3. Perilaku gelisah menurun 3. Dengarkan dengan penuh perhatian. 4. Memberikan kesempatan pasien untuk
Edukasi: mengungkapkan kecemasan yang dia
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi rasakan.
yang mungkin dialami 5. Dengan pemberian penjelasan
2. Latih tekhnik relaksasi prosedur tindakan yang akan dialami
Kolaborasi: pasien akan membantu pasien untuk
- tidak memikirkan hal yang
membuatnya merasa cemas.
6. Dengan relaksasi nafas dalam dapat
membantu mengurangi rasa tegang
yang mungkin dirasakan
Selasa, 15 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Juni 2021 keperawatan 1 x 5 menit 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui perkembangan
(10.05 Wita) diharapkan nyeri akut dapat durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri yang dirasakan pasien dan
diatasi dengan kriteria hasil : nyeri (PQRST). mendapatkan data yang akurat tentang
35
Hari/Tgl
No Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
/Jam
1. Pasien mampu mengontrol 2. Identifikasi respons nyeri non verbal nyeri pasien untuk menentukan
nyeri, mampu menggunakan (ekspresi wajah). intervensi.
teknik nonfarmakologi 3. Pantau TTV pasien saat nyeri 2. Mengetahui tingkat ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri berlangsung. pasien secara nonverbal sehingga
2. Pasien mengatakan nyeri Terapeutik: membantu dalam pemberian intervensi
berkurang menjadi skala 0 Fasilitasi istirahat dan tidur. yang tepat.
dari (0-10) skala yang Edukasi: 3. Nyeri dapat menstimulasi perubahan
ditentukan dengan Ajarkan pasien teknik menejemen nyeri TTV seperti peningkatan TD, nadi,
menggunakan manajemen seperti distraksi atau relaksasi dengan RR.
nyeri (teknik relaksasi atau mengatur pola napas. 4. Untuk mengalihkan rasa nyeri.
distraksi) Kolaborasi: 5. Meningkatkan relaksasi, meningkatkan
3. Pasien mampu mengenali Kolaborasi dengan dokter dalam kemampuan koping pasien.
nyeri dari 0-10 skala nyeri pemberian analgetik. 6. Dengan pemberian obat analgetik
yang diberikan dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Pasien tidak meringis
5. Pasien tidak gelisah
2 Selasa, 15 Intra Operasi Setelah dilakukan tindakan 1. Terapkan tehnik aseptic pada proses 1. Teknik aseptic mencegah transmisi
Juni 2021 keperawatan 1 x 3 jam pembedahan meliputi: bakteri dari petugas ke pasien.
(11.10 Wita) Resiko infeksi diharapkan infeksi dapat- Cuci tangan steril sebelum 2. Petugas kamar operasi yang
diatasi dengan kriteria hasil : pembedahan. berlebihan dapat menjadi sumber
1. Bebas dari tanda-tanda - Gunakan sarung tangan steril kontaminasi dalam ruangan.
infeksi (tidak ada sebelum pembedahan. 3. Obat antibiotic digunakan untuk
kemerahan, pus, darah, - Gunakan gown steril sebelum membunuh ataupun menghambat
bengkak, nyeri). pembedahan. pertumbuhan bakteri penyebab
- Gunakan instrument steril sebelum infeksi.
pembedahan.
2. Batasi petugas di kamar operasi.
3. Kolaborasi pemberian antibiotic
(Cefazoline 2 gram).
3 Selasa, 15 Post Operasi Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Juni 2021 keperawatan 1 x 45 menit 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui perkembangan
(13.30) Nyeri akut diharapkan gangguan nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri yang dirasakan pasien dan
36
Hari/Tgl
No Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
/Jam
Wita) akut dapat diatasi dengan nyeri (PQRST). mendapatkan data yang akurat tentang
kriteria hasil : 2. Identifikasi respons nyeri non verbal nyeri pasien untuk menentukan
1. Pasien mampu mengontrol (ekspresi wajah). intervensi.
nyeri, mampu menggunakan 3. Pantau TTV pasien saat nyeri 2. Mengetahui tingkat ketidaknyamanan
teknik nonfarmakologi berlangsung. pasien secara nonverbal sehingga
untuk mengurangi nyeri. Terapeutik: membantu dalam pemberian intervensi
2. Pasien mengatakan nyeri Fasilitasi istirahat dan tidur. yang tepat.
berkurang menjadi skala 1 Edukasi: 3. Nyeri dapat menstimulasi perubahan
dari (0-10) skala yang Ajarkan pasien teknik menejemen TTV seperti peningkatan TD, nadi,
ditentukan dengan nyeri seperti distraksi atau relaksasi RR.
menggunakan manajemen dengan mengatur pola napas 4. Untuk mengalihkan rasa nyeri.
nyeri (teknik relaksasi atau Kolaborasi: 5. Meningkatkan relaksasi, meningkatkan
distraksi) Kolaborasi dengan dokter dalam kemampuan koping pasien.
3. Pasien mampu mengenali pemberian analgetik 6. Dengan pemberian obat analgetik
nyeri dari 0-10 skala nyeri dapat mengurangi rasa nyeri
yang diberikan.
4. Pasien tidak meringis.
5. Pasien tidak gelisah.
37
3.2.3 Implementasi
Tabel 3.3
Implementasi Keperawatan Pada Pasien PP Dengan Tindakan Orif Miniplate Indikasi
Fr Parasimfisis Mandibula Dextra Et Sinistra Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah
Tanggal 15 Juni 2021
38
Hari/Tgl/Jam No DK Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf
39
Hari/Tgl/Jam No DK Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf
40
Hari/Tgl/Jam No DK Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf
41
3.2.4 Evaluasi
Tabel 3.4
Evaluasi Keperawatan Pada Pasien PP Dengan Tindakan Orif Miniplate Indikasi
Fr Parasimfisis Mandibula Dextra et Sinistra Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah
Tanggal 15 Juni 2021
A:
- Tujuan no 1, 3, dan 5 teratasi sebagian.
P:
- Lanjutkan dengan tujuan yang ke 2 dan 4.
43
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keperawatan perioperatif merupakan tahapan awal dari keperawatan bedah,
kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase
ini. Hal ini dsebakan fase ini merupakan awal yang menjadi landasan untuk
kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi
pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk
keberhasilan suatu operasi.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya
perawat dan dokter meliputi: manajemen farmakologi, non farmakologis dan
pendidikan kesehatan. Masalah-masalah yang muncul pada pasien fraktur
mandibula meliputi nyeri akut, ansietas, risiko infeksi yang terjadi pada saat pre,
intra, dan post operasi. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien sudah
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun sebelumnya.
4.2 Saran
Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur
mandibula, diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep dan teori
penyakit bagi seorang perawat. Informasi yang adekuat dan pendidikan kesehatan
sangat bermanfaat bagi pasien agar mampu mengatasi masalah secara mandiri
setelah diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif
DAFTAR PUSTAKA
Digiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh. (2014). Keperawatan Medikal bedah,
Ed. I, Yogyakarta: Rapha publishing.
Kneale, J., dan Davis, dan. P. (2011). Keperawatan Ortopedik dan Trauma.
Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., & Ners, M. K. (2019). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal
Aplikasi Nanda Nic & Noc. Pustaka Galeri Mandiri.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.