Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PP DENGAN TINDAKAN

ORIF (OPEN REDUKSI INTERNAL FIKSASI) MINIPLATE


INDIKASI FR PARASIMFISIS MANDIBULA
DEXTRA et SINISTRA DI RUANG OK IGD
RSUP SANGLAH DENPASAR
TANGGAL 15 JUNI 2021

Oleh:

LUH PUTU WIDIAPSARI


NIP. 198004022010122003

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
TAHUN 2021
i
PERSETUJUAN PENGESAHAN

Laporan studi kasus dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN PP DENGAN ORIF (OPEN REDUKSI INTERNAL FIKSASI)
MINIPLATE DENGAN INDIKASI FR PARASIMFISIS MANDIBULA
DEXTRA et SINISTRA DI RUANG OK UGD RSUP SANGLAH
DENPASAR TANGGAL 15 JUNI 2021” telah mendapatkan pengesahan panitia
tim penilai angka kredit di RSUP Sanglah Denpasar

Denpasar, Juni 2021


Mengetahui
Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan
RSUP Sanglah Denpasar

(Komang Ayu Mustriwati, S.Kep., MPH)


NIP. 1966710261992032001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus
dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PP DENGAN ORIF
(OPEN REDUKSI INTERNAL FIKSASI) MINIPLATE DENGAN INDIKASI
FR PARASIMFISIS MANDIBULA DEXTRA et SINISTRA DI RUANG OK
UGD RSUP SANGLAH DENPASAR TANGGAL 15 JUNI 2021”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini:
1. Bapak dr. I Wayan Sudana, M.Kes selaku Direktur Utama RSUP Sanglah
Denpasar.
2. Ibu DR. dr. Ketut Ariawati, Sp.A(K) selaku Direktur Medik, Keperawatan
dan Penunjang RSUP Sanglah Denpasar.
3. Ibu Komang Ayu Mustriwati, S.Kp., MPH selaku Koordinator Pelayanan
Keperawatan RSUP Sanglah Denpasar.
4. Ibu Ns. Ni Nyoman Gunahariati, S.Kep., MM selaku Sub Koordinator
Pelayanan Keperawatan Rawat Jalan RSUP Sanglah Denpasar
5. Bapak dr. I Wayan Aryana Yudiasa, selaku Kepala Instalasi Bedah Sentral
RSUP Sanglah Denpasar
6. Ibu Ns. Ni Komang Widiari, S.Kep. sebagai Penanggung Jawab OK IGD
RSUP Sanglah Denpasar
7. Pasien PP dan keluarga yang telah bersedia memberikan data dalam
penyusunan laporan studi kasus ini
8. Teman sejawat dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu atas bantuannya dalam kelancaran penulisan laporan studi kasus ini.

iii
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan kritik
yang membangun. Akhir semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, Juni 2021


Penulis

Luh Putu Widiapsari

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
i
PERSETUJUAN PENGESAHAN
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
iii
DAFTAR ISI
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
v
DAFTAR TABEL
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Tujuan Penulisan
3
1.2.1 Tujuan umum

3
1.2.2 Tujuan khusus

3
1.3 Metodelogi Penulisan
3
1.4 Sistematika Penulisan
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

v
2.1 Konsep Teori Penyakit
4
2.1.1 Definisi Fraktur Mandibula

4
2.1.2 Anatomi Fisiologi Wajah

5
2.1.3 Etiologi

8
2.1.4 Patofisiologi

8
2.1.5 Klasifikasi Fraktur Mandibula

10
2.1.6 Manifestasi Klinis

10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

11
2.1.8 Komplikasi

11
2.1.9 Penatalaksanaan

12
2.2 Konsep Teoritis Askep
13
2.2.1 Pengkajian Keperawatan

13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

18
2.2.3 Intervensi Keperawatan

19
2.2.4 Implementasi Keperawatan

23
2.2.5 Evaluasi Keperawatan

23
vi
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
25
3.1.1 Pengumpulan Data (pre operasi)

25
3.1.2 Pemeriksaan Fisik (Head to toe)

31
3.1.3 Data Penunjang

35
3.1.4 Analisa Data

37
3.1.5 Rumusan Masalah Keperawatan

37
3.1.6 Diagnosa Keperawatan

37
3.2 Perencanaan
38
3.2.1 Prioritas Masalah

38

3.2.2 Rencana Keperawatan

39
3.2.3 Implementasi

42
3.2.4 Evaluasi

46

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Intervensi Keperawatan


..........................................................................................................
..........................................................................................................
19
Tabel 3.1 : Analisa Data Pada Pasien PP Dilakukan Tindakan Orif Miniplate
Dengan Diagnosa Fr Parasimfisis Mandibula D Et S Di Ruang
OK IGD RSUP Sanglah Tanggal 15 Juni 2021
viii
..........................................................................................................
..........................................................................................................
36
Tabel 3.2 : Rencana Keperawatan Pada Pasien PP Dengan Tindakan Orif
Miniplate Indikasi Fr Parasimfisis Mandibula Dextra et Sinistra
Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah Tanggal 15 Juni 2021
..........................................................................................................
..........................................................................................................
39
Tabel 3.3 : Implementasi Keperawatan Pada Pasien PP Dengan Tindakan
Orif Miniplate Indikasi Fr Parasimfisis Mandibula Dextra Et
Sinistra Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah Tanggal 15 Juni 2021
..........................................................................................................
..........................................................................................................
42
Tabel 3.4 : Evaluasi Keperawatan Pada Pasien PP Dengan Tindakan Orif
Miniplate Indikasi Fr Parasimfisis Mandibula Dextra et Sinistra
Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah Tanggal 15 Juni 2021
..........................................................................................................
..........................................................................................................
46

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Tulang wajah.................................................................................. 5


Gambar 2.2 : Daerah mandibular......................................................................... 7
Gambar 2.3 ..........................................................................................................:
Bagian mandibula saraf trigeminal (saraf cranial V)....................... 7
Gambar 2.4 : WOC Fraktur.................................................................................. 9
Gambar 2.5 : Klasifikasi BSI (2011)................................................................... 10

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2005). Menurut
Muttaqin dan Sari (2011) fraktur mandibula atau patah tulang rahang bawah
adalah terputusnya kontinuitas pada rahang bawah.
Menurut World Hearth Organization (WHO) tahun 2019 menyebutkan
bahwa kecelakaan lalu lintas mencapai 116.411 kali, dengan insiden fraktur
kurang lebih 15 juta orang dengan prevalensi 3,2%. Di Indonesia angka kejadian
patah tulang atau insiden fraktur cukup tinggi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan tahun 2018, di
Indonesia angka kejadian fraktur sebanyak 5,5%. Menurut Rikerdas (2018),
bagian tubuh yang terkena cidera terbanyak adalah extremitas bagian bawah
(67%), ekstremitas atas (32%), cedera kepala (11,9%).
Penonjolan, bentuk anatomis dan posisi mandibula yang terbuka
menyebabkannya lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengan tulang
wajah lainnya walaupun mandibula merupakan tulang wajah yang terpadat dan
terkuat. Penyebab fraktur mandibula selain kecelakaan lalu lintas dapat akibat
perkelahian, kecelakaan kerja, luka tembak, terjatuh, aktifitas fisik, trauma saat
pencabutan gigi ataupun akibat proses patologis. Fakta-fakta diatas menyebutkan
bahwa kecelakaan lalu lintas menjadi faktor penyebab tersering fraktur mandibula
dibandingkan faktor-faktor lainnya.
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang maksilofasial
mulai diperkenalkan oleh Hipocrates tahun 460-375 SM dengan menggunakan
panduan oklusi atau hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi rahang atas
sebagai dasar pemikiran dan diagnosis fraktur mandibula. Tujuan dari
penatalaksanaan fraktur mandibula adalah memperoleh reduksi anatomi dari garis
fraktur, mendapatkan kembali oklusi sebelum cedera, imobilisasi mandibula
dalam periode tertentu untuk penyembuhan, menjaga nutrisi yang adekuat,
1
mencegah infeksi, malunion dan nonunion. Manajemen dari teknik yang sering
digunakan adalah mengikat gigi-gigi dengan arch barsdan elastic band untuk
fiksasi intermaksila untuk fraktur yang stabil. Dapat juga digunakan dengan
kombinasi reduksi terbuka dan interosseus wireatau plate yang rigid pada
fraktur yang tidak stabil atau unfavorable. Pada perkembangan selanjutnya oleh
para klinisi menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur
mandibula dan tulang maksilo fasial terutama dalam diagnostik dan
penatalaksanaannya. Pada prinsipnya ada dua cara penatalaksanaan fraktur
Mandibula yaitu reposisi tertutup dan terbuka. Pada reposisi tertutup atau
konservatif, reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan
menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibula. Reposisi terbuka bagian
yang fraktur dibuka dengan pembedahan, segmen direduksi dan difiksasi secara
langsung dengan menggunakan kawat atau plat yang disebut wire atau plate
osteosynthesis. ORIF adalah operasi yang dilakukan untuk memperbaiki tulang
menggunakan pelat bedah, paku, sekrup, atau pin (Brunner & Suddarth, 2013).
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari bagian rekam medik Rumah
Sakit Umum Sanglah Denpasar pada bulan Januari sampai Desember 2020 jumlah
pasien yang mengalami fraktur mandibula dengan tindakan ORIF- miniplate yaitu
sebanyak 32 orang. Pada tahun 2021 bulan Januari sebanyak 2 orang, bulan
Februari sebanyak 4 orang, bulan Maret sebanyak 4 orang, April sebanyak 3
orang dan bulan Mei sebanyak 4 orang.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk membuat laporan
“Asuhan Keperawatan Pasien PP Dengan ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi)
Miniplate dengan indikasi Fr Parasimfisis Mandibula Dextra et Sinistra di Ruang
OK UGD RSUP Sanglah Denpasar tanggal 15 Juni 2021”

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Dapat mengetahui gambaran mengenai asuhan keperawatan pada pasien
dengan fraktur parasimfisis mandibula melalui pendekatan proses keperawatan
sesuai kebutuhan yang dilakukan secara komprehensif.

2
1.2.2 Tujuan khusus
1. Dapat memahami konsep dasar dari fraktur parasimfisis mandibula.
2. Dapat melakukan pengkajian dan mampu merumuskan diagnosa
keperawatan.
3. Dapat membuat dan menjalankan rencana tindakan keperawatan
sebagai aplikasi dari asuhan keperawatan.
4. Dapat melakukan implementasi keperawatan pada pasien dan
keluarga.
5. Dapat mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan.

1.3 Metodelogi Penulisan


Dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini penulis mengumpulkan data
dengan mengambil teori dari berbagai sumber seperti studi kepustakaan dengan
membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan penyakit fraktur
simphisis mandibula dan mengutip sumber yang dapat dijadikan acuan dalam
proses penyelesaian dan penulisan Asuhan Keperawatan.

1.4 Sistematika Penulisan


Dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini terdiri dari tiga BAB, BAB I
berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metodelogi
penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan teori yang terdiri dari
konsep dasar penyakit yang meliputi: Definisi, etiologi, anatomi fisiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan meliputi: pengkajian, analisa data, diagnosa,
intervensi, implementasi, evaluasi, perencanaan pulang dan dokumentasi
keperawatan. BAB III yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dan
juga dilengkapi dengan daftar pustaka.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Penyakit


2.1.1 Definisi Fraktur Mandibula
Menurut Price dan Wilkinson (2006) dikutip dalam Arif dan Kusuma
(2013) fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur itu lengkap ataupun tidak
lengkap.
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula,
hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan oleh
trauma wajah ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani
dengan benar. Sebagian besar diakibatkan perkelahian dan kecelakaan lalu lintas
(yang pertama tampaknya meningkat sedangkan yang terakhir berkurang dengan
di pakainya sabuk pengaman, dan lain-lain). Kadang-kadang fraktur itu
comminuted dengan kehilangan jaringan keras dan jaringan lunak, misalnya luka
tembak (Mitchell et al. 2014).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Fraktur
Mandibula ialah hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula)
diakibatkan perkelahian, dan kecelakaan lalu lintas.
2.1.2 Anatomi Fisiologi Wajah
Tengkorak terbentuk dari tulang wajah dan kranium. Kranium menutupi
otak, sementara tulang wajah merupakan tempat mata, hidung, dan mulut. Tulang
wajah bertindak sebagai “zona hancur”, struktur ini dapat mengalami fraktur
guna fraktur guna menyerap tekanan pada saat trauma.

4
Sumber : Oxford University Press, 2011
Gambar 2.1
Tulang wajah

1. Tulang frontal
Tulang ini adalah tulang pada dahi. Di bagian inferior tulang frontal
bersambung dengan tulang nasal pada nasion dan zigoma pada sutura
zigomatiko-frontal. Tulang ini juga membentuk atap orbit, tepi orbital superior
dan sebagian dindinng medial orbital. Di dalam tulang frontal tepat di atas
nasion terdapat sinus udara frontal, yang dapat hancur dan mengalami fraktur
saat terkena trauma.
2. Orbita
Orbita merupakan suatu rongga berbentuk kerucut atau piramida,
basisnya merupakan bagian anterior dan apeksnya merupaka bagian posterior.
Orbita melindungi bola mata, otot yang berhubungan, saraf, pembuluh darah,
dan apparatus lakrimalis. Obita memliki empat dinding dan satu apeks, dan
membentuk tulang-tulang wajah seperti di bawah ini:
1) Dinding superior (tebal) – frontal, sayap kecil sfenoid (dekat apeks).
2) Dinding medial (tipis) – ethmoid, frontal, lakrimal, sayap kecil sfenoid.
3) Dinding inferior (tipis) – maksila, zygomalitikus, palatina.
4) Dinding lateral (tebal) – prosesus frontal zygomatikus, sayap besar
sfenoid.
5) Apeks – kanal optik melalui sayap kecil sfenoid.
3. Kompleks naso-ethmoidal
Bagian dari hidung yang merupakan tulang adalah :
5
1) Tulang nasal
2) Prosesus frontal maksila
3) Bagian nasal dari tulang frontal
4) Lempeng tegak lurus ethmoid
5) Conchae dan vomer inferior
Bentuk hidung bagian eksternal bergantung pada perbedaan kartilago
nasal. Bentuknya dibagi menjadi 2 ruangan yakni sebagian tulang dan kartilago
septum nasal, dengan komponen utama berupa:
1)Lempeng tegak lurus ethmoid – superior (turun dari lempeng kribiform
ethmoid kemudian memisahkan rongga dari fosa kranial anterior; patahnya
hidung atau kompleks naso-ethmoidal dapat menyebabkan robeknya dural
dan kebocoran cairan serebrospinal (CSF).
2)Vomer – posteroinferior
3)Kartilago septal-anterior.
Pada bagian dalam massa lateral tulang ethmoid terdapat sel ethmoid
yang membentuk sinus ethmoid. Bila drainasenya terhambat, maka infeksi
dapat melewati sel tersebut melewati dinding medial orbita yang rapuh dan
menyebabkan (pasca-sepsis) selulitis periorbital, yang apabila tidak diobati
maka dapat menimbulkan kebutaan.
4. Kompleks zigomatikus
Tulang malar atau zigomatikus membentuk tonjolan tulang pipi dan
bagian lateral serta sebagian dinding inferior orbita. Tulang bilateral ini
memiliki badan pusat yang terdiri dari tiga prosesus-prosesus frontal, prosesus
temporal dan prosesus maksilaris.
5. Maksila
Rahang atas dibentuk oleh penyatuan maksila. Tonjolan alveolar ikut
menyokong gigi maksila. Penyatuan maksila ini berbentuk piramid, menyatu
secara bilateral dengan tulang zigomatik dan superior dengan tulang frontal dan
tulang nasal. Maksila juga ikut membentuk dasar orbita.
6. Mandibula
Mandibula adalah tulang yang dapat bergerak, sebagian besar berbentuk
6
U yang terdiri dari segmen horizontal dan vertikal, segmen horizontal terdiri
dari tubuh di setiap sisi dan area simfisis terpusat. Segmen vertikal terdiri dari
sudut dan rami, yang berartikulasi dengan tengkorak melalui kondilus dan sendi
temporomandibula. Mandibula melekat pada tulang wajah lainnya dengan
sistem otot dan ligament yang kompleks (Yadav & Rajesh 2012).
a. aspek lateral b. aspek medial

Sumber : Oxford UniversityPress, 2011


Gambar 2.2
Daerah mandibula

Sumber : Oxford University Press, 2011


Gambar 2.3
Bagian mandibula saraf trigeminal (saraf cranial V)

2.1.3 Etiologi
Penyebab dari fraktur mandibula adalah trauma langsung, dimana pasien
jatuh dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) dan
tulang mandibula tidak mampu menahan benturan sehingga mengalami fraktur
(Hoyt, 2008).

7
Trauma langsung ke mandibula pada kecelakaan bermotor merupakan
penyebab paling tinggi yang mengakibatkan fraktur mandibula yaitu 43% dari
kasus kejadian di Amerika Serikat, kemudian pukulan dari korban serangan orang
lain 34% , kecelakaan kerja 7%, terjatuh 7%, kecelakaan olahraga 4%, dan
penyebab lainnya 5% (Chang, 2008).
Fraktur mandibula biasa terjadi pada badan (29%), kondilus (26%), sudut
mandibula (25%), simfis (17%), ramus (4%), dan prosesus koronoideus (1%)
(Barera, 2008).
2.1.4 Patofisiologi
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan,
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom
pada kanal medul antara tepi tulang bawah periostrium dengan jaringan tulang
yang mengatasi fraktur (Suriya & Zuriati, 2019).
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai
dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi kerusakan tulang,
tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini
menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk biasa
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian
merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam
pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain (Suriya & Zuriati, 2019).
Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian
menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma
hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema
yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa
menyebabkan syndrom comportement (Suriya & Zuriati, 2019).

8
Fraktur Fisiologis: terjatuh, benturan, kecelakaan
Fraktur Patologis: kanker tulang, osteoporosis, tumor tulang

Fraktur trauma (direct/indirect)

Tekanan eksternal lebih besar daripada tekanan yang dapat diserap


tulang Komplikasi awal: infeksi,
tromboemboli, emboli paru, syok
Rusak/terputusnya kontinuitas jaringan hopivolemik.
Komplikasi lambat: nekrosis avascular,
Dekontinuitas pada os. Fibula penyatuan terhambat, reaksi terhadap
alat fiksasi internal
Fraktur
Akan dilakukan
tindakan Pre Op ORIF( Open Reduction Internal Fixation) Post Op
pembedahan
Dikontinuitas Adanya luka pada Resiko General Pasien bertanya-tanya
Intra Op Luka insisi pada
tulang otot dan kulit Perdarahan Anestesi tentang perawatan pasca
operasi daerah fibula
Kurang terpapar
Port the entry SAB Deeppresed
informasi terkait
mikrooorganismeke Resiko Infeksi SSP Defisit Resiko Port the
tindakan entry
dalam tubuh ↓ Motorik Pengetahauan Infeksi
pembedahan
↓ Kesadaran
Pergerakan Pembuluh daerah Kelemahan
Perubahan Efek anestesi
fragmen di daerah fibula anggota gerak Pemasangan
jaringan sekitar Struktur tubuh Saraf di daerah
Defisit tulang terputus Terpasang
fraktur endotracheal berubah
Pengetahauan fibula terputus gips/pen
Apses Pasien menggigil,
Saraf di daerah Deformitas Hematoma dalam akral pasien dingin
Gangguan Gangguan Impuls nyeri Fungsi
fibula terputus jaringan tulang
Ventilasi Citra Tubuh dikirim melalui tubuh
Gangguan Prosedur serabut perifer
fungsi Akral dingin, pemindahan Spontan terganggu Hipotermi
Pasien Impuls nyeri
dikirim melalui konjugtiva pucat,
tampak Pasien meringis, ADL tidak
serabut saraf Gangguan mukosa bibir kering Defisit
cemas Risiko Prosedur Resiko pasien mengeluh terpenuhi
Mobilitas Perawatan
Cedera pemindahan Perdarahan nyeri, terdapat nyeri Diri
Stimulus nyeri Fisik Hipovolemia
tekan, nadi↑
Ansietas mencapai Gangguan
Mobilitas
kosrteks serebral
Nyeri Akut Fisik
Pasien meringis, pasien mengeluh
Nyeri Akut
nyeri, terdapat nyeri tekan, nadi↑

Gambar 2.4 WOC Fraktur


9
2.1.5 Klasifikasi Fraktur Mandibula
Klasifikasi British Standards Institute (BSI) (2011)
1. Kelas I (ideal) : tepi insisal insisif bawah berkontak atau berada di bawah
singulum insisif depan atas (gambar 2.3a). Singulum adalah bentuk
cembung yang ditemukan padaa permukaan lingual gigi anterior. Singulum
dapat diidentifikasi sebagai tepian berbentuk V yang terbalik.
2. Kelas II : tepi insisal insisif bawah berada lebih posterior daripada
singulum insisif atas. Terdapat dua tipe yaitu :
1) Devisi I : insisif atas proklinasi atau berada pada inklinasi rata-rata dan
terdapat peningkatan overjet (gambar 2.3b).
2) Devisi II : insisif depan atas retroklinasi (gambar 2.3c).
3. Kelas III : tepi insisal insisif bawah berada lebih anterior dibandingkan
bidang singulum insisif atas (gambar 2.3d).
Oklusi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan hubungan antara gigi kaninus
serta molar atas dan bawah.

Sumber : Oxford University Press, 2011


Gambar 2.5
Klasifikasi BSI (2011)
2.1.6 Manifestasi Klinis
Cascarini et al. (2013) menyatakan kesukaran menelan atau bernafas
merupakan tanda penting. Nyeri bervariasi dan di perparah saat makan dan bicara.
Pembengkakan juga bervariasi dan dapat menghambat pemeriksaan. Pasien
menerangkan bahwa gigi geligi tidak bertemu satu dengan yang lainnya, hal ini
bukan indikator terpercaya terjadinya fraktur karena hal tersebut juga dapat terjadi
pada memar atau efusi sendi. Meskipun demikian, parestesi gigi geligi rahang
bawah dan bibir merupakan indikator baik untuk fraktur dan harus di

10
dokumentasikan dikemudian hari. Tanda-tanda klinisnya adalah sakit pada daerah
sendi rahang jika bagian dagu ditekan, pembengkakan pada daerah sendi rahang,
gigitan terbuka anterior, kontak prematur gigi posterior, sakit saat membuka
mulut, dan perdarahan dari telinga. Pada kasus dengan perdarahan dari telinga
atau meatus akustikus eksterna, perlu dilakukan kerjasama dengan dokter THT
untuk membedakannya dengan fraktur basis cranii.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada umumnya dilakukan DPT (Dental Panoramic Tomogram) dengan
PA mandibula tetapi radiografi oklusal rahang bawah juga memberikan gambaran
baik daerah anterior. Kombinasi radiografi oklusal maksila dan DPT. Bila gigi
kaninus posisinya tampak lebih vertikal dibandingkan dengan gambar hasil DPT,
maka posisi sebenarnya gigi kaninus tersebut lebih kearah palatal. Pemeriksaan
radiografi harus selalu dilakukan dalam 2 dimensi. Pemeriksaan radiografi
standar adalah OPG dan Mandibula CT-scan dan MRI. Pemeriksaan CT-scan
(potongan aksial dan koronal) biasanya diindikasikan pada kasus politrauma dan
pada kasus displacement (Mitchell et al. 2014).
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula
umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur
mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis yang nantinya dapat menyebabkan
berbagai komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling
sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur, baik itu malunion ataupun
nonunion. Keluhan yang diberikan dapat berupa rasa sakit dan tidak nyaman yang
berkepanjangan pada sendi rahang atau temporo mandibula, oleh karena
perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini
tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot- otot pengunyahan dan otot sekitar
wajah juga dapat memberikan respon nyeri (Saigal, 2014).
2.1.9 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah
termasuk penanganan syok (circulation), penaganan luka jaringan lunak dan
11
imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap
kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen
fraktur secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction),
fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah
dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan
tulang selesai (ACS, 2008). Teknik dari reduksi secara tertutup dan fiksasi dari
fraktur mandibula memiliki berbagai variasi. Penempatan Ivy loop menggunakan
kawat 24-gauge antara 2 gigi yang stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih
kecil untuk memberikan fiksasi maxillomandibula antara loop Ivy, telah berhasil.
Arch bar dengan kabel 24 – dan 26-gauge yang fleksibel dan sering digunakan
digunakan. Pada edentulos mandibula, gigi palsu dapat ditranfer ke rahang
dengan kabel circummandibula. Gigi tiruan rahang atas dapat ditempelkan
kelangit langit. Setiap screw dari maxillofacial set dapat digunakan sebagai lag
screw. Arch bar dapat ditempatkan dan intermaxillary fixation (IMF) dapat
tercapai. Gunning Splints juga telah digunakan pada kasus ini karena memberikan
fiksasi dan dapat diberikan asupan makanan. Pada kasus fraktur kominutif,
rekonstruksi mandibula mungkin diperlukan untuk mengembalikan posisi
anatomis dan fungsi.
Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah yaitu,
penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada
garis fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal
pin fixation. Reposisi terbuka (open reduction) tindakan operasi dengan ORIF
untuk melakukan koreksi deformitas maloklusi yang terjadi pada patah tulang
rahang bawah dengan melakukan fiksasi secara langsung dengan menggunakan
kawat (wire osteosynthesis) atau plat (plat osteosynthesis) (Muttaqin & Sari,
2011).
2.2 Konsep Teoritis Askep
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Setiadi, 2012).
12
Menurut Padila (2012), data yang perlu dikaji yaitu:
1. Anamnesa
1) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi golongan darah, nomor
register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri pasien, perawat
dapat menggunakan PQRST yaitu:
a. Provocating incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
pasien, apakah seperti terbakar,
berdenyut/menusuk.
c. Region, radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar/menyebar dandimana rasa
sakit terjadi.
d. Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala
nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
e. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan,
apakah bertambah buruk pada malam hari
atau siang hari.
3)Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan
degenerative dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan
jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan,
pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.

13
4)Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini atau pernah punya penyakit
yang menular/menurun sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita osteoporosis, arthritis, dan
tuberkolosis/penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
6) Riwayat psikososial spiritual
Kaji respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya, peran
pasien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat.
7) Pola fungsi kesehatan
Dalam tahap pengkajian perawat juga perlu mengetahui pola-pola fungsi
kesehatan dalam proses keperawatan pasien fraktur.
8) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien fraktur akan merasa takut terjadi kecacatan pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup pasien
seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengonsumsian alkohol yang dapat mengganggu keseimbangan
pasien dan apakah pasien melakukan olahraga atau tidak.
9) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun
menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan ketika
di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
10) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi.
11) Pola aktivitas dan latihan

14
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari fraktur
sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat/keluarga.
12) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada pasien fraktur adalah timbul ketakutan akan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah atau gangguan citra diri.
13) Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan,
selain itu timbul nyeri akibat fraktur.
14) Pola penanggulangan stres
Pada pasien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh pasien dapat tidak efektif.
15) Pola tata nilai dan keyakinan
Pasien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terutama
frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat disebabkan
oleh nyeri dan keterbatasan gerak pasien. Adanya kecemasan dan stress
sebagai pertahanan dan pasien meminta perlindungan/mendekatkan diri
dengan Tuhan.
2. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan pasien.
b) Tanda-tanda vital: Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan
dengan pembedahan: tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar
dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau
batuk dan merokok.
c) Pantau keseimbangan cairan

15
Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi, dan gelisah)
d) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya
timbul selama minggu kedua) dan tanda vital
e) Kaji komplikasi tromboembolik: kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan,
panas, kemerahan, dan edema pada betis
f) Kaji komplikasi emboli lemak: perubahan pola panas, tingkah laku,
dan tingkat kesadaran
g) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung: observasi perubahan
frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit
paru, dan jantung sebelumnya
h) Kaji pernafasan: infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.
2) Secara sistemik menurut Padila (2012) antara lain:
a) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
edema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
16
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
j) Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit pasien yang
berhubungan dengan paru
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fremitus raba sama
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya
Auskultasi :Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronkhi
k) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
l) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler
hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan
Auskultasi : Kaji bising usus
m) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air
besar.
n) Sistem muskuloskeletal
17
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah
merembes atau tidak.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Pre Op:
1. Ansietas
2. Defisit Pengetahuan
3. Risiko Infeksi
4. Risiko Perdarahan
5. Hipovolemia
6. Gangguan Mobilitas Fisik
7. Nyeri Akut
Intra Op:
1. Risiko Cedera
2. Gangguan Ventilasi Spontan
Post Op:
1. Defisit Pengetahuan
2. Nyeri Akut
3. Resiko Infeksi
4. Gangguan Mobilitas Fisik
5. Gangguan Citra Tubuh

18
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kecemasan pasien. 1. Mengetahui tingkat kecemasan pasien dan sebagai
perawatan selama 1x15 menit acuan untuk intervensi selanjutnya.
diharapkan pasien dan keluarga 2. Beri kesempatan kepada pasien 2. Dengan pasien mengungkapkan perasaannya dapat
memahami tentang prognosis, untuk mengungkapkan mengurangi kecemasannya.
kondisi, dan pengobatan, dengan perasaannya.
kriteria hasil: 3. Beri penjelasan kepada pasien dan 3. Dengan diberikan penjelasan kepada pasien dan
1. Mengetahui tentang penyakit keluarga tentang penyakit yang keluarga diharapkan pasien dan keluarga dapat
yang diderita. dialami pasien. memahami tentang penyakitnya sehingga akan mau
2. Mengetahui tentang tindakan bekerjasama terhadap tindakan yang akan
pencegahan terhadap dilakukan.
komplikasi. 4. Ciptakan lingkungan yang tenang. 4. Untuk mengurangi kecemasan yang ada.
2. Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kesiapan menerima 1. Dengan mengidentifikasi kesiapan pasien akan
Pengetahuan keperawatan selama 1x15 menit, informasi mempermudah dalam menentukan media dalam
diharapkan tingkat pengetahuan menyampaikan informasi.
meningkat dengan kriteria hasil: 2. Sediakan materi dan media 2. Untuk mempermudah pasien dalam menerima
1. Perilaku sesuai anjuran pendidikan kesehatan informasi.
meningkat 3. Jelaskan faktor risiko yang dapat 3. Untuk mencegah perilaku pasien yang dapat
2. Kemampuan menjelaskan mempengaruhi Kesehatan memperburuk kesehatannya.
suatu topik meningkat 4. Ajarkan perilaku hidup bersih dan 4. Untuk meningkatkan kualitas kesehatan seoptimal
3. Perilaku sesuai dengan sehat mungkin
pengetahuan 5. Berikan kesempatan pasien 5. Untuk mengetahui informasi yang kurang dipahami
bertanya oleh pasien.
3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan sistem kateter steril. 1. Untuk mengurangi risiko infeksi silang.
keperawatan selama 1x15 menit 2. Ambulasi dengan kantung drainase 2. Untuk mengindari refleks balik urine, yang dapat
diharapkan tidak terjadi infeksi, dependen. memasukkan bakteri ke dalam kantung kemih.
dengan kriteria hasil: 3. Awasi tanda vital, perhatikan 3. Pasien yang mengalami sistoskopi/TUR prostat
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi demam ringan, menggigil, nadi dan beresiko syok bedah atau septik sehubungan dengan
19
Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
seperti radang, dan pernapasan cepat, gelisah, manipulasi atau instrumentasi.
kemerahan disorientasi.
2. TTV dalam batas normal. 4. Observasi drainase dari luka, 4. Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan
sekitar kateter supra pubik. risiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan
eritema, drainase purulen.
5. Observasi terjadinya tanda-tanda 5. Infeksi pada luka post pembedahan dapat terjadi
infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor bila perawatan tidak stabil.
dan fungsio laesa).
6. Lakukan rawat luka dengan teknik 6. Meningkatkan penyembuhan dan menghindari
aseptik. infeksi pada luka operasi.
7. Kolaborasi dengan tim dokter 7. Mungkin diberikan secara profilaktik atau
dalam pemberian antibiotik. menurunkan jumlah mikroorganisme (pada infeksi
yang telah ada sebelumnya).
4. Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada pasien tentang 1. Menurunkan Kecemasan pasien dan mengetahui
Perdarahan keperawatan selama 1x15 menit, penyebab terjadi perdarahan tanda-tanda pendarahan.
diharapkan pada pasien tidak setelah pembedahan dan tanda-
terjadi perdarahan. tanda perdarahan.
Kriteria Hasil: 2. Anjurkan pada pasien untuk diet 2. Dengan peningkatan tekanan padafosa prostatik
1. Pasien memahami penyebab makanan tinggi serat dan rutin yang akan mengendapkan pendarahan.
dari perdarahan minum obat untuk memudahkan
2. Pasien melaporkan mau defekasi.
melakukan diet makanan 3. Instruksikan pasien untuk 3. Tidak terjadinya pendarahan karena aktivitas.
sesuai saran tenaga medis. membatasi aktivitas
3. Pasien mengikuti instruksi 4. Pantau traksi kateter: catat waktu 4. Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon
untuk membatasi aktivitas traksi dipasang dan kapan traksi kesisifosa prostatik, menurunkan pendarahan.
setelah pembedahan. akan dilepas. Umumnya dilepas 3-6 jam setelah pembedahan.
4. Tidak ada hematuria dan 5. Observasi TTV tiap 4 jam, 5. Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan
hematemesis. observasi masukan dan haluaran intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan
5. TTV dalam batas Normal serta warna urin. yang permanen.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk 6. Tubuh tidak kekurangan pasokan darah sehingga
pemberian produk darah (platelet/ terjadi penurunan trombosit.
fresh frozen plasma).
20
Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
5. Hipovolemia Setelah dilakukan asuhan 1. Periksa tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari dehidrasi
keperawatan selama 1x15 menit, hipovolemia dan mencegah syok hipovolemik.
diharapkan keseimbangan cairan 2. Monitor intake dan output cairan 2. Untuk mengumpulkan dan menganalisis data
meningkat dengan kriteria hasil: pasien untuk mengatur keseimbangan cairan.
1. Asupan cairan meningkat 3. Berikan posisi Trendelenburg 3. Untuk meningkatkan tekanan darah pada pasien.
2. Kelembaban membrane 4. Anjurkan menghindari perubahan 4. Untuk mencegah kesalahan posisi pada pasien
mukosa meningkat posisi mendadak dalam menjalani perencanaan keperawatan
3. Dehidrasi menurun 5. Pertahankan jalan nafas paten 5. Untuk membantu bernafas dan ekspansi dada serta
4. Tekanan darah membaik ventilasi lapangan paru.
5. Denyut nadi membaik 6. Berikan oksigen untuk 6. Untuk mempertahankan saturasi oksigen.
mempertahankan saturasi oksigen
7. Kolaborasi pemberian cairan IV 7. Untuk mencegah perburukan kehilangan cairan
berlebih.
6. Gangguan Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Membantu menentukan derajat kerusakan dan
Mobilitas Fisik keperawatan selama 1x15 menit, keluhan fisik lainnya kesulitan terhadap keadaan yang dialami.
diharapkan mobilitas fisik 2. Jelaskan tujuan dan prosedur 2. Memberikan pemahaman mengenai manfaat
membaik dengan kriteria hasil: mobilisasi tindakan yang didahulukan.
1. Pergerakan ekstremitas 3. Anjurkan melakukan mobilisasi 3. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
meningkat dini mencegah terjadinya kontraktur.
2. Kekuatan otot meningkat 4. Ajarkan mobilisasi sederhana yang 4. Membantu kembali aliran saraf, meningkatkan
3. Rentang gerak meninngkat harus dilakukan (Mis: duduk respon propioseptif dan motorik.
4. Nyeri menurun ditempat tidur, duduk disisi tempat
5. Kecemasan menurun tidur, pindah dari tempat tidur ke
6. Kaku sendi menurun kursi).
7. Kelemahan fisik menurun 5. Libatkan keluarga untuk membantu 5. Membantu pasien dalam mempercepat
pasien dalam meningkatkan penyembuhan.
pergerakan
7. Nyeri Akut Setelah diberikan tindakan 1. Observasi TTV 1. Tanda-tanda vital merupakan bagian yang penting
keperawatan selama 1x15 menit, dalam melakukan pemeriksaan atau tindakan pada
diharapkan nyeri dapat teratasi pasien
dengan kriteria hasil :

21
Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
2. Kaji skala nyeri, lokasi, serta 2. Untuk mengidentifikasi skala nyeri, lokasi,
1. Memperlihatkan pengendalian karakteristik nyeri karakteristik nyeri dan ketidaknyamanan pada pada
nyeri. pasien.
2. Tidak menunjukan adanya 3. Anjurkan penggunaan teknik 3. Teknik nafas dalam merupakan terapi
nyeri meningkat. (tidak ada manajemen nyeri (seperti relaksasi antifarmakologi yang bisa diterapkan pada pasien
ekspresi nyeri pada nafas dalam, massage) dengan kondisi apapun.
wajah,tidak gelisah atau 4. Kolaborasi dalam pemberian 4. Mengurangi nyeri dengan farmakologi.
ketegangan otot,tidak analgetik bila diperlukan.
merintih atau menangis.)
8. Risiko Cedera Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi area lingkungan yang 1. Untuk mengetahui agar tidak terjadi cedera pada
keperawatan selama 1x15 menit berpotensi menyebabkan cedera pasien.
diharapkan risiko cedera 2. Diskusikan mengenai alat mobilitas 2. Mendiskusikan alat bantu jalan sesuai kebutuhan
menurun dengan kriteria hasil: yang sesuai pasien.
1. Toleransi aktivitas meningkat 3. Diskusikan bersama anggota 3. Mendiskusikan bersama keluarga agar dapat selalu
2. Kejadian cedera menurun keluarga yang dapat mendampingi mendampingi pasien.
3. Ketegangan otot menurun pasien
4. Fraktur menurun 4. Gunakan pengaman tempat tidur 4. Menggunakan pengaman tempat tidur agar pasien
5. Gangguan mobilitas menurun sesuai kebijakan fasilitas pelayanan tetap terjaga.
6. Tekanan darah membaik kesehatan
7. Nadi membaik
9. Gangguan Citra Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi perubahan citra tubuh 1. Agar perawat tahu perubahan citra tubuh yang
Tubuh keperawatan selama 1x15 menit, yang mengakibatkan isolasi social mana yang dapat mengakibatkan pasien melakukan
diharapkan citra tubuh meningkat 2. Monitor frekuensi pernyataan kritik isolasi sosial.
dengan kriteria hasil: terhadap diri sendiri 2. Diharapkan pasien mampu mengetahui apa yang
1. Melihat bagian tubuh 3. Diskusikan perubahan tubuh dan menjadikan pasien merasa kurang akan dirinya.
meningkat fungsinya 3. Untuk mengetahui keadaan dan kondisi pasien
2. Verbalisasi kecacatan bagian 4. Latih fungsi tubuh yang dimiliki dalam meningkatkan rencana tindakan selanjutnya.
tubuh meningkat 5. Anjurkan menggunakan alat bantu 4. Untuk menghindari kekakuan pada sendi.
3. Verbalisasi perasaan negative 5. Membantu pasien untuk dapat beraktivitas kembali
tentang perubahan tubuh secara perlahan.
menurun

22
23
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Impementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan
1. Mandiri: aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan
bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan
2. Delegatif: tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas
kesehatan yang berwenang
3. Kolaboratif: tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana
didasarkan atas keputusan bersama
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keoperawatan dengan cara
melakukan identitas sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tidakan keperawatan dengan criteria hasil.
Menurut Nursalam (2008), pada tahapan evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan
yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasiselama proses perawatan
berlangsung (evaluasi proses) dan kegiatan melakukan evalusia dengan
targettujuan yang diharapkan (evaluasi hasil).
1. Evaluasi proses (evaluasi formatif)
Fokus padaevaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk
membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Metode pengumpulan
data evaluasi ini menggunakan analisis rencana sduhan keperawatan, open
chart audit, pertemuaan kelompok, wawancara, observasi, dan
menggunakan form evaluasi. Sistem penulisannya dapat menggunakan
system SOAP.

24
2. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)
Focus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada perubahan
perilaku atau status kesehatan pasien pada akhir asuhan keperawatan.
Evaluasi ini dilakukan pada akhirnya asuhan keperawatan secara paripurna.
Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel, dan efesien. Metode
pelaksanaannya terdiri dari close chart audit, wawancara pada pertemuan
terakhir asuhan, dan pertanyaan kepda pasien dan keluarga.

25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien dilakukan pada tanggal 15 Juni 2021 pukul 10.00
WITA di ruang OK IGD RSUP Sanglah dengan metode observasi, wawancara,
pemeriksaan fisik dan dokumentasi (rekam medis).
3.1.1 Pengumpulan Data (pre operasi)
1. Identitas Pasien dan Penanggung
Pasien Penanggung
(saudara perempuan)
Nama : Tn. PP Ny. S
Umur : 34 Tahun -
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Status
Perkawinan : Menikah Menikah
Suku /Bangsa : Bali / Indonesia Bali/Indonesia
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : SMA -
Pekerjaan : Pegawai Swasta Swasta
Alamat : Singaraja Kerobokan
Kaja
Nomor Telepon : 081936022xxx -
Nomor Register : 19046413 -
Tanggal MRS : 14 Juni 2021
Dx Medis : Fr parasimfisis mandibula dextra et sinistra
Jenis Operasi : ORIF Miniplate
2. Alasan Dirawat
1) Keluhan Utama

26
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh nyeri pada wajah.
b. Saat Pengkajian
Pasien mengeluh nyeri pada wajah dan mengatakan sedikit cemas
karena akan menjalani proses operasi.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP Sanglah tanggal 14 Juni 2021 pukul 22.35
WITA, pasien mengalami kecelakaan di daerah pamogan , keluhan utama
nyeri pada wajah dengan hasil pemeriksaan yang didapatkan GCS
E4V5M6 Compos mentis, Tekanan darah 110/70 mmHg, Respirasi 16
x/menit, Suhu 36,80C, nyeri skala 2 dari (0-10) skala yang ditentukan,
dengan lokasi nyeri di wajah, frekuensi nyeri hilang timbul, lama nyeri 2
detik, tidak menjalar, kualitas nyeri tumpul, faktor yang
mengurangi/menghilangkan nyeri bila diistirahatkan, memakai O2 5
lt/menit dengan sungkup. Selanjutnya pasien direncanakan untuk
dilakukannya operasi dengan tindakan ORIF-miniplate di ruangan OK IGD
pada tanggal 15 Juni 2021 pukul 10.30 WITA
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes, asma
dan penyakit kardiovaskuler.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
seperti hipertensi, diabetes, asma dan penyakit kardiovaskuler.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. Data Pre Operasi (tanggal 15-06-2021 pk 10.00)
1) Keadaan Umum
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
2) Tanda-tanda Vital:
Tekanan darah 116/78 mmHg, Nadi 74 x/mnt, suhu 36,4 oC, respirasi 14
x/mnt, SaO2 99%
3) Body Sistem
(1) Pernafasan ( Breathing)

27
Nafas spontan, normal chest, pergerakan dada simetris, retraksi

intercostae (-), pola pernafasan tidak mengalami gangguan, irama

teratur, R : 14x/menit, cuping hidung (-), cyanosis (-), batuk (-),

pilek (-), suara nafas : wheezing (-), Rhonchi (-)

(2) Cardiovaskular (B2: Blood)

HR : 74x/menit, irama teratur, BP: 116/78 mmHg, oedema (-),

cyanosis (-)

(3) Persyarafan (B3 : Brain)

Tingkat kesdaran (GCS) : membuka mata : spontan (4), Verbal:

orientasi baik (5), motorik : menurut perintah (6), kesadaran :

compos mentis, pasien sadar baik, pasien mengeluh nyeri pada

wajah, skala 2 dari (0-10) skala yang ditentukan, frekuensi nyeri

hilang timbul, lama nyeri 2 detik, tidak menjalar, kualitas nyeri

tumpul, faktor yang mengurangi/menghilangkan nyeri bila

diistirahatkan

(4) Perkemihan-eleminasi Urin (B: Bladder)

Pasien BAK spontan, distensi VU (-), DC (-), disuria (-)

(5) Pencernaan (B5: Bowel)

Bisisng usus (20x/menit), nyeri pada perut (-), kembung (-), asite (-),

mual (-), muntah (-), os tidak mengalami gangguan dalam

pencernaan, saat pengkajian pasien sedang puasa mulai dari jam

00.00 wita.

28
(6) Tulang Otot-Integumen (B6: Bone)

Kemampuan pergerakan aktremitas atas bawah (+), nyeri tekan (-),

akral dingin dan pucat.

3.1.3 Data Penunjang


Pemeriksaan Penunjang

Elektrolit : Faal hati:


Na : 138 Billirubin total : 0,48
K : 314 Billirubin indirek : 0,33
CL : 106 Billirubin direk : 0,14
Faal Hemostasis: Alkali phospatase : 65,78
PPT : 12,7 dt SGOT : 23,2
APTT : 28,60 dt SGPT : 15,3
INR : 0,94 Albumin : 4,196
Darah Lengkap: Protein : 6,993
Hb : 14,9 gr/dl Globulin : 2,796
RBC : 5,52 Faal ginjal :
HCT : 40,20 BUN : 12,90
MCV : 93,20 Creatinin : 0,77
MCH : 32,00 Ureum : 26
MCHC : 34,40 Asam urat : 2,147

1. Foto CT scan kepala di SIMARS : Hemato sinus maxilaris dan


ethmoidalis kanan kiri, fraktur pada parasimfisis mandibula dextra et
sinistra
2. Thorax foto: tidak ada kelainan
3. Cervical AP/Lat: paracervical muscle spasme
4. Swab Antigen Negatif tanggal 14/04/21
3.1.4 Terapi
1. Pre operasi
1) Persiapan operasi
2) Puasa

29
3) Informed consent
4) IVFD RL 20 tetes permenit
5) Cefazolin 2 gram (profilaksis) 2 jam sebelum operasi
2. Terapi post operasi

1) IVFD RL : 28 tts/mnt

2) Cefazolin 3x1 gram

3) Drip analgetik sesuai anastesia

3.1.5 Data Post Operasi (15-06-2021 pk 13.30)

a. Keadaan umum

Keadaan umum pasien lemah

b. Tanda-tanda vital sign

T : 110/70 mmHg, N : 80x/mnt, R : 20 x/mnt, S : 36˚c

c. Body sistem

a) BI : breathing

Irama nafas teratur, R : 22 x/mnt, sesak (-), cyanosis (-), cuping

hidung (-), retraksi dada (-)

b) B2 : Blood

N : 80 x/mnt, teratur, kuat, cyanosis (-), TD : 110/70 mmHg, akral

hangat

c) B3 : Brain

Kesadaran compos mentis, GCS : 4,5,6, pasien kadang-kadang

meringis karena nyeri wajah post ORIF-miniplate

d) B4 : Bladder (sistem perkemihan)

30
Pasien terpasang dower kateter, produksi urine 600 cc selama

operasi, warna urin kuning jernih

e) B5 : Bowel (sistem pencernaan)

Mukosa mulut kering, nyeri telan, nyeri ulu hati, bising usus (+),

15 x/mnt, perut kembung (-), mual (-), muntah (-), pasien masih

puasa.

f) B6 : Bone (sistem otot-integument)

Kondisi pasien lemah, belum mampu mobilisasi mandiri, pasien

mulai merasakan nyeri, pasien terpasang infus di tangan kiri

3.1.4 Analisa Data

Tabel 3.1
Analisa Data Pada Pasien PP Dilakukan Tindakan Orif Miniplate
Dengan Diagnosa Fr Parasimfisis Mandibula D Et S
Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah
Tanggal 15 Juni 2021
Perioperatif Data Subyektif Data Obyektif Interpretasi
Pre Operasi - Pasien mengatakan cemas - Pasien tampak gelisah Ansietas
15 Juni 2021 dilakukan operasi karena belum dan sedikit pucat.
10.00 Wita pernah operasi sebelumnya. - Wajah pasien tampak
- Pasien bertanya-tanya tegang.
mengenai operasi yang akan
dilakukan.
10.05 Wita - P : Pasien mengatakan nyeri - Pasien tampak Nyeri akut
saat bergerak. meringis.
- Q : Pasien mengatakan kualitas - Pasien tampak gelisah.
nyeri tajam. - RR : 14 x/menit.
- R : Pasien mengatakan nyeri di
wajah, tidak menjalar.
- S : Skala nyeri pasien 2 dari (0
10) skala yang ditentukan.
- T : Pasien mengatakan nyeri
terjadi hilang timbul.
Intra Operasi - - Pasien terlihat Resiko
15 Juni 2021 dilakukan tindakan infeksi
11.10 Wita pembedahan pada area
tulang rahang bawah.
- Jenis anastesi yang
digunakan yaitu GA-
NTT (general anastesi

31
nasal tracheal tube).
- Pasien terpasang IVFD
Nacl 0,9% 20tpm.
Post Operasi P : Pasien mengatakan nyeri saat - Pasien tampak Nyeri akut
15 Juni 2021 bergerak meringis
13.30 Wita Q : Pasien mengatakan kualitas - Pasien tampak gelisah
nyeri tajam
R : Pasien mengatakan nyeri di
wajah, tidak menjalar
S : Skala nyeri pasien 3 dari (0-10)
skala yang ditentukan
T : Pasien mengatakan nyeri
terjadi hilang timbul.

3.1.5 Rumusan Masalah Keperawatan


1. Pre Operasi
1) Ansietas
2) Nyeri akut
2. Intra Operasi
1) Risiko infeksi
3. Post Operasi
1) Nyeri Akut
3.1.6 Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
ditandai dengan pasien mengatakan cemas dilakukan operasi karena
belum pernah operasi sebelumnya, pasien bertanya-tanya mengenai
operasi yang akan dilakukan, pasien tampak gelisah dan sedikit
pucat, wajah pasien tampak tegang.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik prosedur
operasi ditandai dengan
P : Pasien mengatakan nyeri saat bergerak
Q : Pasien mengatakan kualitas nyeri tajam
R : Pasien mengatakan nyeri di wajah, tidak menjalar
S : Skala nyeri pasien 2 dari (0-10) skala yang ditentukan
T : Pasien mengatakan nyeri terjadi hilang timbul.

32
Pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah, RR : 14 x/menit.
2. Intra Operasi
1) Risiko infeksi
Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif ditandai
dengan pasien dilakukan tindakan pembedahan ORIF-miniplate pada
parasimfisi mandibula dextra et sinistra, dengan GA-NTT (general
anastesi nasal tracheal tube), pasien terpasang IVFD Nacl 0,9% 20tpm.
3. Post Operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik prosedur operasi
ditandai dengan
P : Pasien mengatakan nyeri saat bergerak
Q : Pasien mengatakan kualitas nyeri tajam
R : Pasien mengatakan nyeri di wajah, tidak menjalar
S : Skala nyeri pasien 3 dari (0-10) skala yang ditentukan
T : Pasien mengatakan nyeri terjadi hilang timbul.
Pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah
3.2 Perencanaan
3.2.1 Prioritas Masalah
1. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik prosedur
operasi
2. Intra Operasi
1) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
3. Post Operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik prosedur
operasi

33
34
3.2.2 Rencana Keperawatan

Tabel 3.2
Rencana Keperawatan Pada Pasien PP Dengan Tindakan Orif Miniplate Indikasi Fr Parasimfisis
Mandibula Dextra et Sinistra Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah
Tanggal 15 Juni 2021

Hari/Tgl
No Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
/Jam
1 Selasa, 15 Pre Operasi Setelah dilakukan tindakan Observasi: 1. Untuk mengtahui tingkat ansietas yang
Juni 2021 keperawatan 1 x 5 menit Identifikasi saat tingkat ansietas dialami pasien.
(10.00 Wita) Ansietas diharapkan ansietas dapat berubah (mis.kondisi, waktu, stresor). 2. Mengalihkan perhatian pasien dan
teratasi dengan kriteria hasil : Terapeutik: menumbuhkan keyakinan bahwa
1. Verbalisasi kebingungan 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk tindakan akan berjalan dengan baik.
menurun menumbuhkan kepercayaan 3. Mendampingi pasien dapat membantu
2. Verbalisasi khawatir akibat 2. Temani pasien untuk mengurangi pasien untuk mengurangi
kondisi yang dihadapi kecemasan, jika memungkinkan. kecemasannya.
3. Perilaku gelisah menurun 3. Dengarkan dengan penuh perhatian. 4. Memberikan kesempatan pasien untuk
Edukasi: mengungkapkan kecemasan yang dia
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi rasakan.
yang mungkin dialami 5. Dengan pemberian penjelasan
2. Latih tekhnik relaksasi prosedur tindakan yang akan dialami
Kolaborasi: pasien akan membantu pasien untuk
- tidak memikirkan hal yang
membuatnya merasa cemas.
6. Dengan relaksasi nafas dalam dapat
membantu mengurangi rasa tegang
yang mungkin dirasakan
Selasa, 15 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Juni 2021 keperawatan 1 x 5 menit 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui perkembangan
(10.05 Wita) diharapkan nyeri akut dapat durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri yang dirasakan pasien dan
diatasi dengan kriteria hasil : nyeri (PQRST). mendapatkan data yang akurat tentang

35
Hari/Tgl
No Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
/Jam
1. Pasien mampu mengontrol 2. Identifikasi respons nyeri non verbal nyeri pasien untuk menentukan
nyeri, mampu menggunakan (ekspresi wajah). intervensi.
teknik nonfarmakologi 3. Pantau TTV pasien saat nyeri 2. Mengetahui tingkat ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri berlangsung. pasien secara nonverbal sehingga
2. Pasien mengatakan nyeri Terapeutik: membantu dalam pemberian intervensi
berkurang menjadi skala 0 Fasilitasi istirahat dan tidur. yang tepat.
dari (0-10) skala yang Edukasi: 3. Nyeri dapat menstimulasi perubahan
ditentukan dengan Ajarkan pasien teknik menejemen nyeri TTV seperti peningkatan TD, nadi,
menggunakan manajemen seperti distraksi atau relaksasi dengan RR.
nyeri (teknik relaksasi atau mengatur pola napas. 4. Untuk mengalihkan rasa nyeri.
distraksi) Kolaborasi: 5. Meningkatkan relaksasi, meningkatkan
3. Pasien mampu mengenali Kolaborasi dengan dokter dalam kemampuan koping pasien.
nyeri dari 0-10 skala nyeri pemberian analgetik. 6. Dengan pemberian obat analgetik
yang diberikan dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Pasien tidak meringis
5. Pasien tidak gelisah
2 Selasa, 15 Intra Operasi Setelah dilakukan tindakan 1. Terapkan tehnik aseptic pada proses 1. Teknik aseptic mencegah transmisi
Juni 2021 keperawatan 1 x 3 jam pembedahan meliputi: bakteri dari petugas ke pasien.
(11.10 Wita) Resiko infeksi diharapkan infeksi dapat- Cuci tangan steril sebelum 2. Petugas kamar operasi yang
diatasi dengan kriteria hasil : pembedahan. berlebihan dapat menjadi sumber
1. Bebas dari tanda-tanda - Gunakan sarung tangan steril kontaminasi dalam ruangan.
infeksi (tidak ada sebelum pembedahan. 3. Obat antibiotic digunakan untuk
kemerahan, pus, darah, - Gunakan gown steril sebelum membunuh ataupun menghambat
bengkak, nyeri). pembedahan. pertumbuhan bakteri penyebab
- Gunakan instrument steril sebelum infeksi.
pembedahan.
2. Batasi petugas di kamar operasi.
3. Kolaborasi pemberian antibiotic
(Cefazoline 2 gram).
3 Selasa, 15 Post Operasi Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Juni 2021 keperawatan 1 x 45 menit 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui perkembangan
(13.30) Nyeri akut diharapkan gangguan nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri yang dirasakan pasien dan

36
Hari/Tgl
No Diagnosa Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
/Jam
Wita) akut dapat diatasi dengan nyeri (PQRST). mendapatkan data yang akurat tentang
kriteria hasil : 2. Identifikasi respons nyeri non verbal nyeri pasien untuk menentukan
1. Pasien mampu mengontrol (ekspresi wajah). intervensi.
nyeri, mampu menggunakan 3. Pantau TTV pasien saat nyeri 2. Mengetahui tingkat ketidaknyamanan
teknik nonfarmakologi berlangsung. pasien secara nonverbal sehingga
untuk mengurangi nyeri. Terapeutik: membantu dalam pemberian intervensi
2. Pasien mengatakan nyeri Fasilitasi istirahat dan tidur. yang tepat.
berkurang menjadi skala 1 Edukasi: 3. Nyeri dapat menstimulasi perubahan
dari (0-10) skala yang Ajarkan pasien teknik menejemen TTV seperti peningkatan TD, nadi,
ditentukan dengan nyeri seperti distraksi atau relaksasi RR.
menggunakan manajemen dengan mengatur pola napas 4. Untuk mengalihkan rasa nyeri.
nyeri (teknik relaksasi atau Kolaborasi: 5. Meningkatkan relaksasi, meningkatkan
distraksi) Kolaborasi dengan dokter dalam kemampuan koping pasien.
3. Pasien mampu mengenali pemberian analgetik 6. Dengan pemberian obat analgetik
nyeri dari 0-10 skala nyeri dapat mengurangi rasa nyeri
yang diberikan.
4. Pasien tidak meringis.
5. Pasien tidak gelisah.

37
3.2.3 Implementasi

Tabel 3.3
Implementasi Keperawatan Pada Pasien PP Dengan Tindakan Orif Miniplate Indikasi
Fr Parasimfisis Mandibula Dextra Et Sinistra Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah
Tanggal 15 Juni 2021

Hari/Tgl/Jam No DK Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf


Selasa, 15 Juni Pre Operasi 1. Identifikasi saat tingkat ansietas DS:
2021 (10.00 Dx 1 berubah. - Pasien mengatakan cemas saat hendak akan dioperasi
Wita) - Pasien mengatakan belum pernah di operasi sebelumnya
DO:
- Pasien terlihat cemas
- Pasien tampak bertanya-tanya terkait prosedur operasi
yang akan dilakukan
2. Temani pasien untuk mengurangi DS:
kecemasan - Pasien mengatakan sedikit lebih tenang ketika ada teman
disebelahnya
DO:
- Pasien terlihat lebih tenang
3. Dengarkan dengan penuh perhatian. DS:
- Pasien mengatakan sedikit cemas karena akan di lakukan
operasi
DO:
- Pasien tampak menceritakan kecemasannya karena akan
dilakukan operasi
4. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi DS:
yang mungkin dialami - Pasien menanyakan prosedur yang akan dilaluinya
DO:
- Pasien tampak kooperatif mendengarkan dengan baik

38
Hari/Tgl/Jam No DK Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf

5. Latih tekhnik relaksasi. DS:


- Pasien mengatakan merasa lebih tenang
DO:
- Pasien terlihat lebih tenang
Selasa, 15 juni Dx 2 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, DS :
2021 (10.05 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas - P : Pasien mengatakan nyeri saat bergerak.
Wita) nyeri (PQRST). - Q : Pasien mengatakan kualitas nyeri tajam.
- R : Pasien mengatakan nyeri di wajah, tidak menjalar.
- S : Skala nyeri pasien 1 dari (0-10) skala yang ditentukan.
- T : Pasien mengatakan nyeri terjadi hilang timbul.
DO :
- Pasien tampak meringis.
- Pasien tampak gelisah.
- RR : 14 x/menit.
2. Identifikasi respons nyeri non DS:
verbal (ekspresi wajah). - Pasien mengatakan nyeri di wajah.
DO:
- Pasien tampak meringis.
3. Memantau tanda-tanda vital pasien DS :
saat nyeri berlangsung -
DO:
- Tanda-tanda vital:
TD : 116/78 mmhg
N : 74 x/mnt
S : 36,4oC
RR: 14 x/mnt
Sa O2 : 99%
4. Fasilitasi istirahat dan tidur. DS:
- Pasien mengatakan menginginkan posisi tidur dengan kepala
berada lebih tinggi daripada kaki.
DO:
- Pasien tampak meringis dan gelisah

39
Hari/Tgl/Jam No DK Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf

5. Mengajarkan pasien teknik DS:


menejemen nyeri seperti distraksi - Pasien mengatakan sudah mengerti
atau relaksasi dengan mengatur pola apa yang dijelaskan oleh perawat
napas DO:
- Pasien tampak melakukan teknik yang diajarkan dengan baik
6. Mengkolaborasi pemberian DS :
analgetik -
DO:
- Pasien tampak lebih tenang.
Selasa, 15 Juni Intra operasi 1. Terapkan tehnik aseptic pada proses DS :
2021 (11.10 Dx 3 pembedahan meliputi: -
Wita) - Cuci tangan steril sebelum DO :
pembedahan. - Dokter dan perawat melakukan tehnik aseptic.
- Gunakan sarung tangan steril - Di kamar operasi hanya petugas operasi saja.
sebelum pembedahan. - Injeksi Cefazoline 2 gram rute IV melalui infus.
- Gunakan gown steril sebelum
pembedahan.
- Gunakan instrument steril
sebelum pembedahan.
2. Batasi petugas di kamar operasi.
3. Kolaborasi pemberian antibiotic
Cefazoline 2 gram rute IV melalui
infus
Selasa, 15 Juni Post operasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, DS :
2021 (13.30 Dx 4 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas - P : Pasien mengatakan nyeri saat bergerak
Wita) nyeri (PQRST). - Q : Pasien mengatakan kualitas nyeri tajam
- R : Pasien mengatakan nyeri di wajah, tidak menjalar
- S : Skala nyeri pasien 3 dari (0-10) skala yang ditentukan
- T : Pasien mengatakan nyeri terjadi hilang timbul.
DO:
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah

40
Hari/Tgl/Jam No DK Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf

2. Identifikasi respons nyeri non verbal DS :


(ekspresi wajah). - Pasien mengatakan nyeri di wajah.
DO:
- Wajah pasien tampak meringis

3. Memantau tanda-tanda vital pasien DS :


saat nyeri berlangsung -
DO:
- TD : 114/79 mmHg
- Nadi : 70 x/menit
- Suhu : 36°C
- RR : 18 x/menit

4. Fasilitasi istirahat dan tidur. DS:


- Pasien mengatakan ingin menggunakan selimut.
DO:
- Pasien tampak meringis dan gelisah.

5. Mengajarkan pasien teknik DS:


menejemen nyeri seperti distraksi - Pasien mengatakan sudah mengerti apa yang diajarkan
atau relaksasi dengan mengatur pola perawat
napas DO:
- Pasien tampak melakukan teknik yang diajarkan.
6. Mengkolaborasi pemberian analgetik DS :
-
DO:
- Pasien tampak sedikit lebih tenang.

41
3.2.4 Evaluasi

Tabel 3.4
Evaluasi Keperawatan Pada Pasien PP Dengan Tindakan Orif Miniplate Indikasi
Fr Parasimfisis Mandibula Dextra et Sinistra Di Ruang OK IGD RSUP Sanglah
Tanggal 15 Juni 2021

Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)


Selasa, 15 Juni 2021 (14.30 Pre Operasi S:
Wita) Ansietas - Pasien mengatakan cemasnya berkurang mengenai akibat kondisi yang dihadapi.
- Pasien mengatakan kebingungan menurun karena sudah paham terkait prosedur
yang akan dilaluinya.
O:
- Pasien terlihat lebih tenang.
A:
- Masalah teratasi
P:
- Pertahankan kondisi pasien
Selasa, 15 Juni 2021 (14.30 Nyeri Akut S:
Wita) - Pasien mampu mengontrol nyeri, dan mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri karena pasien sudah paham apa yang
dijelaskan oleh perawat.
- Pasien mengatakan nyeri berkurang menjadi skala 0 dari (0-10) skala yang
ditentukan.
- Pasien mampu mengenali nyeri dari 0-10 skala nyeri yang diberikan.
O:
- Pasien tampak melakukan teknik yang diajarkan dengan baik.
- Pasien tampak lebih tenang.
A:
- Masalah teratasi.
P:
- Pertahankan kondisi pasien.
42
Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)

Rabu, 15 Juni 2021 (10.45 Intra Operasi S:


Wita) Resiko Infeksi -
O:
- Dokter dan perawat sudah melakukan tehnik aseptic. Cuci tangan steril sebelum
pembedahan, menggunakan sarung tangan steril sebelum pembedahan,
mengggunakan gown steril sebelum pembedahan, menggunakan instrument steril
sebelum pembedahan.
- Dokter dan perawat melakukan tehnik aseptic, injeksi Cefazoline 2 gram rute IV
melalui infus
A:
- Resiko infeksi teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan dengan membatasi petugas di kamar operasi.
Selasa, 15 Juni 2021 (14.55 Post Operasi S:
Wita) Nyeri Akut - P : Pasien mengatakan nyeri saat bergerak
- Q : Pasien mengatakan kualitas nyeri tajam
- R : Pasien mengatakan nyeri di wajah, tidak menjalar
- S : Skala nyeri pasien 3 dari (0-10) skala yang ditentukan
- T : Pasien mengatakan nyeri terjadi hilang timbul.
- Pasien mengatakan sudah mengerti apa yang diajarkan perawat.
O:
- Pasien tampak meringis.
- Pasien tampak sedikit lebih tenang.
- Pasien tampak melakukan teknik yang diajarkan

A:
- Tujuan no 1, 3, dan 5 teratasi sebagian.
P:
- Lanjutkan dengan tujuan yang ke 2 dan 4.

43
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Keperawatan perioperatif merupakan tahapan awal dari keperawatan bedah,
kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase
ini. Hal ini dsebakan fase ini merupakan awal yang menjadi landasan untuk
kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi
pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk
keberhasilan suatu operasi.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya
perawat dan dokter meliputi: manajemen farmakologi, non farmakologis dan
pendidikan kesehatan. Masalah-masalah yang muncul pada pasien fraktur
mandibula meliputi nyeri akut, ansietas, risiko infeksi yang terjadi pada saat pre,
intra, dan post operasi. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien sudah
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun sebelumnya.

4.2 Saran
Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur
mandibula, diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep dan teori
penyakit bagi seorang perawat. Informasi yang adekuat dan pendidikan kesehatan
sangat bermanfaat bagi pasien agar mampu mengatasi masalah secara mandiri
setelah diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif
DAFTAR PUSTAKA

Black, J dan Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis


Untuk Hasil Yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.

Digiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh. (2014). Keperawatan Medikal bedah,
Ed. I, Yogyakarta: Rapha publishing.

Ghassani, Z. (2016). Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Dan Teknik


Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi
Fraktur Ekstremitas Di RS Muhammadiyah Gamping,
Skripsi. Naskah_Publikasi_ZerlindaGhassani. pdf, 3.

Helmi, Zairin N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba


medika.

Istianah, Umi. (2017). Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Kneale, J., dan Davis, dan. P. (2011). Keperawatan Ortopedik dan Trauma.
Jakarta: EGC.

Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st


ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Setiadi. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Proses Keperawatan Teori


dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., & Ners, M. K. (2019). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal
Aplikasi Nanda Nic & Noc. Pustaka Galeri Mandiri.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Wiarto, G. (2017). Nyeri Tulang dan Sendi. Gosyen Publisihing.

Anda mungkin juga menyukai