Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT OSTEOMIELITES DENGAN

GANGGUAN MOBILITAS FISIK


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

DISUSUN OLEH :

1. ADILA HIDAYATI PO7220120 1631


2. ELIS TRIANA PO7220120 1639
3. NUR ANNISA PO7220120 1651
4. PRISKA SETIANI PO7220120 1653

KELAS 2A KEPERAWATAN

DOSEN PEMBIMBING :
MUTHIA DELIANA, S.Kep.Ners.,M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TANJUNG PINANG
PRODI D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya serta nikmat yang tidak terhingga seperti nikmat iman dan islam, nikmat sehat
wal’afiat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
pada pasien Kolelitiasis”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II. Tujuan makalah ini dibuat agar kita tahu apa itu penyakit
cholelithiasis dan bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien Kolelitiasis.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini terutama Ibu Muthia Deliana, S.Kep, Ners., M.Kep,
selaku pembimbing dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
Untuk penyempurnaan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Kami juga berharap semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
selaku penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Tanjung Pinang, 22 Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Makalah ............................................................................................................ 1
1.3 Manfaat Makalah .......................................................................................................... 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Osteomielitis................................................................................................... 3
1.1.1Definisi........................................................................................................................ 3
1.1.2 Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal............................................................................ 3
1.1.3 Klasifikasi .................................................................................................................. 5
1.1.4 Etiologi ...................................................................................................................... 5
1.1.5 Manifestasi Klinis ...................................................................................................... 6
1.1.6 Patofisiologi ............................................................................................................... 6
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................. 7
1.1.8 Penatalaksanaan Medis .............................................................................................. 8
1.1.9 Komplikasi ................................................................................................................. 9
1.1.10 WOC / Pathway........................................................................................................ 10
1.2 Evidence Base Nursing (EBN)...................................................................................... 11
1.3 Asuhan Keperawatan................................................................................................... 14
1.3.1 Identitas Klien ............................................................................................................ 14
1.3.2 Diagnosa Medis ......................................................................................................... 14
1.3.3 Keluhan Utama .......................................................................................................... 14
1.3.4 Riwayat Kesehatan .................................................................................................... 14
1.3.5 Riwayat Pola Pemeliharaan Kesehatan Klien ............................................................. 14
1.3.6 Riwayat Psikologi ...................................................................................................... 15
1.3.7 Riwayat Sosial ........................................................................................................... 15
1.3.8 Riwayat Spiritual ....................................................................................................... 15
1.3.9 Pemeriksaan Fisik ...................................................................................................... 15
1.3.10 Diagnosa Keperawatan ............................................................................................ 18
1.3.11 Intervensi Keperawatan .......................................................................................... 19
1.3.12 Implementasi Keperawatan ..................................................................................... 37

ii
1.3.13 Evaluasi Keperawatan ............................................................................................. 37
BAB III : PENUTUP
1.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 38
1.2 Saran ............................................................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 39
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi adalah salah satu penyakit yang masih sering terjadi di dunia. Salah satu
penyakit infeksi yang mengenai tulang adalah osteomielitis. Osteomielitis umumnya
disebabkan oleh bakteri, namun jamur dan virus juga bisa menjadi penyebabnya. Osteomielitis
dapat mengenai tulang-tulang panjang, vertebra,tulang pelvic, tulang tengkorak dan
mandibula.
Banyak mitos yang berkembang tentang penyakit ini, seperti diyakini bahwa infeksi
akan berlanjut menyebar pada tulang dan akhirnya seluruh tubuh, padahal hal yang sebenarnya
adalah osteomielitis tidak menyebar ke bagian lain tubuh karena jaringan lain tersebut punya
aliran darah yang baik dan terproteksi oleh sistem imun tubuh. Kecuali apabila terdapat sendi
buatan dibagian tubuh yang lain. Dalam keadaan ini, benda asing tersebut menjadi patogen.
Secara umum, terapi infeksi tulang bukanlah kasus yang emergensi. Tubuh memiliki
mekanisme pertahanan yang mempertahankan agar infeksi tetap terlokalisasi di daerah yang
terinfeksi.
Osteomielitis dapat terjadi pada semua usia tetapi sering terjadi pada anak-anak dan
orang tua, juga pada orang dewasa muda dengan kondisi kesehatan yang serius. Diagnosa
osteomielitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis penyakit dan juga gambaran radiologik.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk,
lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis
rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang,
menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan,
begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan
pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi
hematoma pasca operasi.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian atau definisi osteomielitis.
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem muskuloskeletal.
3. Untuk mengetahui klasifikasi osteomielitis.
4. Untuk mengetahui etiologi atau penyebab osteomyelitis.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis atau tanda dan gejala osteomielitis.
6. Untuk mengetahui patofisiologi atau perjalanan penyakit osteomielitis.

1
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang osteomielitis.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis terhadap penyakit osteomielitis.
9. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit osteomielitis.
10. Untuk mengetahui peognosisosteomielitis.
11. Untuk mengetahui web of caution (WOC) osteomielitis.
12. Untuk mengetahui dan menetukan rencana asuhan keperawatan terhadap pasien
osteomielitis.
13. Untuk memenuhi tugas KeperawatanMedikal Bedah.

1.3 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Teoritis
Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan dengan Osteomielitis.
2. Manfaat Praktis
a. Tenaga keperawatan :
Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada pasien dengan
Osteomielitis.
b. Mahasiswa :
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan Osteomielitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Osteomielitis
1.1.1 Definisi Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medulla tulang baik karena infeksi piogenik
atau non piogenik misalnya mikobakterium tuberkolosa (Chairuddin). Infeksi ini dapat bersifat
akut maupun kronis. Pada anak-anak infeksi tulang sering kali timbul sebagai komplikasi dari
infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis), telinga otitis media), dan kulit
(impetigo). (Sylvia)
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang mencangkup sumsum dan atau korteks tulang,
yang terjadi secara eksogen dan hematogen, akut atau kronis, dan biasanya menyerang metafis
tulang panjang(Lukman &NurmaNingsih. 2009).
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada
infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Brunner, suddarth.
2002).

1.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


Sistem Muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon dan bursa. Masalah
yang berhubungan dengan stuktur ini sangat sering terjadi dan mengenai semua kelompok usia.
Masalah sistem muskuloskeletal biasanya tidak mengancam jiwa, namun mempunyai dampak
yang bermakna terhadap aktivitas dan produktivitas penderita.
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengukur pergerakan.
Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk
memperoleh sistem muskuloskeletal yang yang optimum.
Anatomi :
Ada sekitar 206 tulang dalam tubuh manusia, yang terbagi dalam 4 kategori :
1. Tulang Panjang
2. Tulang Pendek
3. Tulang Pipih
4. Tulang Tak Teratur

3
Bentuk dan konstruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan daya yang bekerja
padanya.
Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (Trabekular atau Spongius) atau koltikal
(kompak). Tulang panjang berbentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang
membulat, misalnya femur. Batang atau diafisis terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung
tulang panjang dinamakan epifisis dan terutama tersusun oleh tulang kanselus. Tulang panjang
disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan. Tulang pendek terdiri dari tulang kanselus
ditutupi selapis tulang kompak. Tulang pipih merupakan tempat penting untuk hematopoiesis
dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang pipih tersusun dari tulang
konselus diantara kedua tulang kompak. Tulang tak teratur mempunyai bentuk yang unik sesuai
dengan fungsinya.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga
jenis dasar osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang
dengan mensekresikan matriks tulang.Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi
dasar glukosaminoglikosan (asam polosakarida) dan proteoglikan}.Matriks merupakan
kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.Osteosit adalah sel dewasa yang
berfungsi dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang).Osteoklast adalah sel multinuklear (berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, resorbsi dan remodelling tulang.
Tulang diselimuti dibagian luar oleh membran fibrus padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkan tumbuh, selain sebagai tempat
pelekatan tendon dan ligamen.
Sum – sum tulang merupakan jaringan vaskular dalam rongga sum – sum (batang) tulang
panjang dan tulang pipih.Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik.Tulang
kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak melalui pembuluh darah metafisis dan
epifisis.Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal volkman
yang sangat kecil.Selain itu ada arteri nutrien yang menembus periosteum dan memasuki
rongga medular melalui foramina (lubang-lubang kecil).Arteri nutrien memasok darah ke
sumsum dan tulang.Sistem vena ada yang mengikuti arteri dan ada yang keluar sendiri.
Tulang mulai terbentuk lama sebelum kelahiran.Osifikasi adalah proses dimana matriks
tulang (disini serabut kolagen dan substansi dasar) terbentuk dan pergeseran mineral (disini
garam kalsium) ditimbun diserabut kolagen dalam suatu lingkungan elektro negatif. Serabut
kolagen memberi kekuatan terhadap tekanan kepada tulang.

4
1.1.3 Klasifikasi Osteomielitis
Klasifikasi osteomielitis dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Osteomielitis primer penyebarannya secara hematogendimana mikroorganisme berasal
dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
2. Osteomielitis sekunder (osteomielitispercontiniutatum), terjadi akibat penyebaran kuman
dan sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya
(Lukman & NurmaNingsih, 2009).

1.1.4 Etiologi
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi
di tempat lain (misal tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran atas).
Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat
trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis.
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misal
ulkusdekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang
(misalfraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang). (Lukman
&NurmaNingsih. 2009).
Staphylocuccus merupakan penyebab 70%-80% infeksi tulang. Organisme lain
meliputi proteus, pseudomonas, dan Escherichia coli. Pada anak-anak infeksi tulang sering
kali timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring
(faringitis), telinga (otitis media) dan kulit (impetigo). Bakterinya (staphylocuccusaureus,
Streptococcus, haemophylusinfluenzae) berpindah melalui aliran darah menuju metafisis
tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid. (Lukman
&NurmaNingsih. 2009).

5
Osteomielitis akut/kronik :
1. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi
lokal yang berjalan dengan cepat.
2. Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani
dengan baik dan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan
ekstremitas.
1.1.5 Manifestasi Klinis
1. Osteomyelitis kronik
a. Infeksi dibawa oleh darah
- Biasanya awitannya mendadak.
- Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
tinggi, denyut nadi cepat dan malaise,, pembesaran kelenjar limfe regional).
b. Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang Bagian yang terinfeksi
menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.
c. Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung
- Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
- Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka.
- Lab = anemia, leukositosis
2. Osteomyelitis kronik
Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode
berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus, Lab LED meningkat.
(Lukman &NurmaNingsih. 2009).
1.1.6 Patofisiologi
Staphylococcusaureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi
penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
AwitanOsteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
(akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau
infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan
setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran
hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.

6
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada
tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan
peningkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke
kavitasmedularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi
di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk
abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar.
Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak
lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi
meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestruminfeksius kronis yang ada
tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup penderita. Dinamakan
osteomielitis tipe kronik (Brunner, suddarth. 2002).
1.1.7 Pemeriksaan penunjang
a. Osteomielitis akut
- Pemeriksaan sinar-X awalnya menunjukan pembengkakan jaringan lunak, dan
setelah dua minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang,
pengangkatan periosteum, dan pembentukan tulang baru.
- Pemeriksaan MRI
- Pemeriksaan darah: leukosit meningkat dan peningkatan laju endap darah. Kultur
darah dan kultur abses untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
b. Osteomielitis kronik
- Pemeriksaan sinar-X, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra,
atau pembentukan tulang padat.
- Anemia biasnya dikaitkan dengan infeksi kronik. Pemeriksaan laju sedimentasi dan
jumlah sel darah putih (biasanya normal).
c. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan
uji sensitivitas
d. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri salmonella

7
e. Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes.
f. Pemeriksaan ultra sound
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
g. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik.
Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan kerusakan
tulang dan pembentukan tulang yang baru (Brunner, suddarth. 2002).
1.1.8 Penatalaksanaan
Osteomyelitis kronik lebih sukar diterapi, terapi umum meliputi pemberian antibiotik
dan debridemen. Tergantung tipe osteomyelitis kronik, pasien mungkin diterapi dengan
antibiotik parenteral selama 2 sampai 6 minggu. Meskipun, tanpa debridemen yang adekuat,
osteomyelitis kronik tidak berespon terhadap kebanyakan regimen antibiotik, berapa lama
pun terapi dilakukan.
Pada osteomyelitis kronik dilakukan sekuestrasi dan debridemen serta pemberian
antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur dan tes resistensi. Debridemen berupa
pengeluaran jaringan nekrotik di dinding ruang sekuester dan penyaliran. Debridemen pada
pasien dengan osteomyelitis kronik membutuhkan teknik. Kualitas debridemen merupakan
faktor penting dalam kesuksesan penanganan. Sesudah debridemen dengan eksisi tulang,
perlu menutup dead-space yang dibentuk oleh jaringan yang diangkat. Managemen dead-
space meliputi mioplasti lokal, transfer jaringan bebas dan penggunaan antibiotik yang dapat
meresap.
Pada fase pascaakut, subakut, atau kronik dini biasanya involukrum belum cukup kuat
untuk menggantikan tulang asli yang menjadi sekuester. Karena itu ekstremitas yang terkena
harus dilindungi dengan gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridemen serta
sekuestrektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat. Selama menunggu pembedahan
dilakukan penyaliran nanah dan pembilasan.
1. Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri. Sesuai kepekaan
penderita dan reaksi alergi penderita.
2. Penicillin cair 500.000 milion unit IV setiap 4 jam.
3. Erithromisin 1-2gr IV setiap 6 jam.
4. Cephazolin 2 gr IV setiap 6 jam
5. Gentamicin 5 mg/kg BB IV selama 1 bulan.

8
6. Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
7. Drainase bedah apabila tidak ada perubahan setelah 24 jam pengobatan antibiotik tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, mengeluarkan jaringan nekrotik, mengeluarkan
nanah, dan menstabilkan tulang serta ruang kosong yang ditinggalkan dengan cara
mengisinya menggunakan tulang, otot, atau kulit sehat.
8. Istirahat di tempat tidur untuk menghemat energi dan mengurangi hambatan aliran
pembuluh balik.
9. Asupan nutrisi tinggi protein, vit. A, B,C,D dan K (Brunner, suddarth. 2002).
1.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah berlangsungnya infeksi dengan eksaserbasi akut.
Infeksi yang terus menerus akan menyebabkan amioloidiosis, anemia, penurunan berat
badan,kelemahan. Selain itu juga dapat terjadi abses tulang, meregangnya
implantprosthetic, selolitis pada jaringan lunak sekitar, abses otak pada osteomilitis di
daerah cranium, dan Kematian.
a. Komplikasi tahap Dini :
1) Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi).
2) Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya
sembuh.
3) Atritisseptik.
b. Komplikasi tahap Lanjut :
1) Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi
tubuh yang terkena
2) Fraktur patologis
3) Kontraktur sendi
4) Gangguan pertumbuhan

9
1.1.10 WOC Faktor predisposisi : usia, virulensi kuman, riwayat trauma, nutrisi, dan lokasi infeksi

Invasi mikroorganisme dari tempat lain yang beredar melalaui sirkulasi darah Fraktur terbuka

Masuk ke juksta epifisis tulang panjang Kerusakan pembuluh darah dan adanya port de entree

Invasi kuman ke tulang dan sendi

Osteomielitis

Fagositosis

Proses inflamasi : hiperemia, pembengkakan, gangguan fungsi, pembentukan pus, dan kerusakan
itegritas jaringan

Proses inflamasi secara umum Keterbatasan pergerakan Peningkatan tekanan jaringan tulang dan medula

Demam, malaise, penurunan nafsu makan, Penurunan kemampuan


Iskemia dan nekrosis tulang
penurunan kemampuan tonus otot pergerakan

MK : Ketidak seimbangan nutrisi MK : Resiko tinggi trauma Pembentukan abses


Kelemahan fisik
kurang dari kebutuhan tubuh tulang

MK : Hambatan mobilitas fisik


Tirah baring lama, MK : Nyeri
MK : Gangguan thermoregulasi
penekanan lokal
MK : Defisit perawatan diri

MK : Kerusakan integritas kulit

10
10
1.2 Evidence Base Nursing(EBN)
EVIDENCE BASED NURSING PERAWATAN LUKA PADA PASIEN OSTEOMYELITIS
DENGAN MENGGUNAKAN TERAPI MANGGOT/LARVA DAN VACUUM ASSISTED
CLOSURE (VAC)
OUTCOME MAJOR
AUTHOR SAMPLE SIZE DESIGN
VARIABEL FINDINGS
(Doss et al., 42 pasien dengan Studi Waktu Berdasarkan pada
2002) poststernotomy retrospektif penyembuhan hasil penelitian
osteomyelitis luka dan lama retrospektif tersebut
antara tahun 1998 perawatan di terhadap 42 pasien
sampai dengan rumah sakit dengan
2000. 20 pasien (LOS) poststernotomy
yang osteomyelitis
menggunakan didapatkan hasil
VASD dan 22 bahwa
pasien dengan menggunakan
pengobatan VASD waktu
konvensional. penyembuhannya
lebih cepat dan lama
perawatan lebih
singkat
dibandingkan
dengan pengobatan
konvensional
(Scholl, 13 pasien yang Penelitian Penyembuhan Dari hasil penelitian
Chang, menjalani periode dengan atau penutupan tersebut didapatkan
Reitz, & debridement dan retrospektif. luka hasilnya yaitu VAC
Chang, rekonstruksi luka dapat mempercepat
2004) sternal lebih dari penutupan luka dan
34 bulan meminimalkan
terjadinya reinfeksi
pada luka. VAC
dapat digunakan
pada kasus sternal
osteomyelitis dalam
tiga konteks antara
lain: sebagai tehnik
perawatan luka
sementara
preoperative untuk
mengurangi
pergantian dressing
yang sering dan
mencegah terjadi

11
pergeseran pada
sternum yang
terbuka. Sebagai
satu-satunya metode
penutupan luka pada
kasus yang spesifik
dan sebagai tehnik
dalam memfasilitasi
penyembuhan
postoperative flap
reconstruction pada
kasus komplikasi
oleh infeksi
berulang.
(Kumar et Perempuan umur Case study Percepatan Pada kasus ini
al., 2008) 58 tahun dengan report penyembuhan pasien dilakukan
riwayat cervical luka debridemen terlebih
carcinoma, dahulu kemudian
adanya nekrotik pada hari ke
facia pada Sembilan setelah
perineum dan debridemen baru
paha atas yang diaplikasikan VAC.
dikaitkan dengan VAC diaplikasikan
osteomyelitis 3 kali seminggu dan
pada tulang kemudian dikurangi
pubis. 2 kali seminggu.
Penggunaan VAC
ini meningkatkan
pembentukan
jaringan,
mengurangi jumlah
bakteri, dan dapat
menyerap eksudat
pada luka dan
mengurangi edema.

Kesimpulan :
Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang yang disebabkan oleh bakteri, namun dapat juga
oleh jamur, parasit atau virus juga dapat menyebabkan infeksi. Perawatan luka pada pasien
yang juga mengalami osteomyelitis memerlukan perhatian khusus. Penanganan yang tidak
tepat akan dapat mengakibatkan terjadi perlambatan, penyebaran infeksi atau bahkan terjadinya
infeksi berulang (recurrent). Terdapat beberapa evidence based terkait dengan penatalaksaan
perawatan luka disertai dengan osteomyelitis diantaranya perawatan luka yang menggunakan
manggot dan negative pressure wound therapy (NPWT).

11
Perawatan luka yang menggunakan vacuum assisted closure (VAC) telah banyak
digunakan di tatanan pelayanan kesehatan. Penggunaan VAC pada kasus osteomyelitis telah
digunakan dan terbukti banyak keuntungan yang didapatkan diantaranya mempercepat
pembentukan jaringan granulasi, menyerap eksudat, mengurangi jumlah bakteri. Prinsip kerja
dari VAC yaitu dengan menyerap melalui tekanan tertentu biasanya sekitar 120 MmHg.
Namun terdapat kontraindikasi yang harus menjadi perhatian terkati penggunaan VAC ini yaitu
pada kasus-kasus seperti fistula yang mencapai organ, jaringan nekrotik/scar, osteomyelitis
yang tidak di obati dan kanker. Melihat dari prinsip kerjanya yaitu dengan menyerap dengan
adanya tekanan tertentu maka bagi kasus osteomyelitis dengan tulang yang terbuka maka ini
tidak dapat digunakan karena akan mengakibatkan tulang akan menjadi kering dan rusak
namun apabila masih ditutupi jaringan maka VAC masih dapat di aplikasikan.
Manggot yang merupakan salah satu terapi pada perawatan luka telah banyak digunakan
diantaranya untuk perawatan pada kasus osteomyelitis. Manggot dapat dijadikan terapi karena
terdapat proses yang ada pada manggot itu sendiri. Memakan jaringan mati dan mengeluarkan
zat seperti asam amino yang merangsang proses angiogenesis atau terbentuknya pembuluh
darah baru serta proses biokimia yang lainnya. Namun penggunaan manggot dalam perawatan
luka lebih diutamakan manggot yang steril dari pada yang tidak steril karena mencegah adanya
kuman yang akan masuk pada luka.
Berdasarkan pada kedua terapi yang digunakan pada perawatan luka dengan kasus
osteomyelitis tersebut, maka penulis lebih merekomendasikan menggunakan terapi manggot.
Hal ini dikarenakan menggunakan terapi manggot terbukti lebih aman bila diaplikasikan pada
luka dan memiliki manfaat pada percepatan penyembuhan luka.

11
1.3 Asuhan Keperawatan
1.3.1. Identitas Klien
Berisi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan dan
identitas keluarga penanggung jawab.
1.3.2 Diagnosa Medis
Berisi tanggal masuk, no. MR, ruang rawat, diagnosa medik dan yang
mengirim/merujuk.
1.3.3 Keluhan Utama
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus osteomielitis adalah nyeri hebat.
1.3.4 Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien datang kerumah sakit dengan keluhan awitan gejala akut
(misalnya : nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya
pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka atau infeksi lainnya
(bakteri pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi gigi dan infeksi saluran kemih) pada
masa lalu. Tanyakan mengenai riwayat pembedahan tulang.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah dalam keluarga yang menderita penyakit keturunan. (misalnya
diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi atau bedah ortopedi
sebelumnya).
4. Riwayat Psikososial
Adakah ditemukan depresi, marah ataupun stress.
1.3.5 Riwayat Pola Pemeliharaan Kesehatan Klien
1. Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Klien biasanya tidak mengerti bahwa penyakit yang ia diderita adalah penyakit
yang berbahaya. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien memandang penyakit
yang dideritanya, apakah klien tau apa penyebab penyakitnya sekarang.
2. Nutrisi – Metabolik
Biasanya pada pasien mengalami penurunan nafsu makan karena demam yang ia
diderita.
3. Eliminasi

14
Biasanya pasien mengalami gangguan dalam eliminasi karena pasien mengalami
penurunan nafsu makan akibat demam.
4. Aktivitas – Latihan
Biasaya pada pasien Osteomielitis mengalami penurunan aktivitas karena rasa
nyeri yang ia rasakan
5. Istirahat – Tidur
Pasien biasanya diduga akan mengalami susah tidur karena rasa nyeri yang ia
rasakan pada tulangnya.
6. Seksual – Reproduksi
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam masalah seksual.
1.3.6 Riwayat Psikologi
1. Kognitif – Persepsi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dengan kognitif dan persepsinya.
2. Koping – Toleransi Stress
Biasanya pasien mengalami stressysng berat karena kondisinya saat itu.
1.3.7 Riwayat Sosial
1. Persepsi Diri – Konsep Diri
Biasanya pasien memiliki perilaku menarik diri, mengingkari, depresi,
ekspresi takut, perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata
kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
2. Peran – Hubungan
Biasanya pasien mengalami depresi dikarenakan penyakit yang dialaminya.
Serta adanya tekanan yang datang dari lingkungannya. Dan klien juga tidak dapat
melakukan perannya dengan baik.
1.3.8 Riwayat Spiritual
1. Nilai Kepercayaan
Pola keyakinan perlu dikaji oleh perawat terhadap klien agar kebutuhan spiritual
klien data dipenuhi selama proses perawatan klien di RS. Kaji apakah ada
pantangan agama dalam proses pengobatan klien. Klien biasanya mengalami
gangguan dalam beribadah karena nyeri yang ia rasakan.
1.3.9 Pemeriksaan Fisik
1) Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam dan keluarnya
pus dari sinus disertai nyeri.

15
2) Kaji adanya faktor resiko (misalnya lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka
panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
3) Identifikasi adanya kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. (pada
osteomielitis akut)
4) Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan adanya cairan
purulen.
5) Identisikasi peningkatan suhu tubuh
6) Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila di
palpasi.
(Lukman &NurmaNingsih, 2009).

Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum untuk


mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokal).
Keadaan umum meliputi:
o Tingkat kesadaran (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis yang bergantung
pada keadaan klien).
o Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan pada kasus
osteomielitis biasanya akut).

o Tanda-tanda vital tidak normal terutama pada osteomielitis dengan komplikasi


septikimia.

 B1 (Breathing). Pada inspeksi, didapat bahwa klien osteomielitis tidak mengalami


kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, ditemukan taktil fremitus seimbang
kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapat suara napas tambahan.

 B2 (Blood). Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi menunjukan nadi
meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi, didapatkan S1 dan S2 tunggal, tidak
ada mundur.
 B3 (Brain)
 Kepala : Tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak ada
penonjolan tidak ada sakit kepala).
 Leher : Tidak ada gangguan (simetris, tidak ada penonjolan,

16
reflex menelan ada).
 Wajah : Terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi atau
bentuk.
 Mata : Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis
(pada klien patah tulang tertutup karena tidak terjadi
perdarahan). Klien osteomielitis yang desrtai adanya
malnutrisi lama biasanya mengalami konjungtivaanemis.
 Telinga : Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
 Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping
hidung.
 Mulut dan faring : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
 Status mental : Observasi penampilan dan tingkah laku klien. Biasanya
status mental tidak mengalami perubahan.

 Pemeriksaan saraf cranial :


 Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman.
 Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal.
 Saraf III,IV,dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata, pupil isokor.
 Saraf V. Klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada otot wajah
dan reflex kornea tidak ada kelainan.
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
 Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
 Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
 Saraf XII. Lidah simetris, tidak da deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
 Pemeriksaan reflex : Biasanya tidak terdapat reflex patologis.

 B4 (Bladder). Pengkajian keadaan urine meliputi warna, jumlah, karakteristik dan


berat jenis. Biasanya klien osteomielitis tidak mengalami kelainan pada system ini.

17
 B5 (Bowel). Inspeksi abdomen; Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
Turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi: Suara timpani, ada pantulan gelombang
cairan. Auskultasi: Peristaltik usus normal (20 kali/menit). Inguinal-genitalia-anus:
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe,tidak ada kesulitan defekasi.Pola
nutrisi dan metabolisme.:Klien osteomielitis harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari,seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan infeksi tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah muskuloskletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terauma kalsium atau
protein. Masalah nyeri pada osteomielitismenebabkan klien kadang mual atau
muntah sehingga pemenuhan nutrisi berkurang. Pola eliminasi: Tidak ada
gangguan pola eliminasi, tetapi tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna,
serta bau feces. Pada pola berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan
jumlah urine.

 B6 (Bone). Adanya oteomielitis kronis dengan proses supurasi di tulang dan


osteomielitis yang menginfeksi sendi akan mengganggu fungsi motorik klien.
Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena adanya luka disertai dengan
pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas.

1.3.10 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri yang b.d abses tulang, pertumbuhan tulang baru dan pengeluaran pus
2. Kerusakan integritas jaringan kulit b.d proses pembentukan tulang baru,
pengeluaran pus tirah baring lama dan penekanan lokal.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan, penurunan
kemampuan tonus otot, demam dan malaise.
4. Resiko tinggi trauma b.d penurunan kemampuan pergerakan.
5. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kemampuan pergerakan.
6. Defisit perawatan diri b.d penurunan kemampuan pergerakan.

18
1.3.11 Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil

1. Nyeri b/d Tujuan : 1. Kaji nyeri dengan 1. Nyeri


abses tulang, Nyeri berkurang, skala 0-4 merupakan
pertumbuhan hilang, atau 2. Atur posisi respons
tulang baru teratasi : imobillisasi pada subjektif yang
dan Nyeri berkurang, daerah nyeri sendi dapat dikaji
pengeluaran hilang , atau atau nyeri ditulang dengan
pus. teratasi. yang mengalami menggunakan
Kriteria Hasil : infeksi skala nyeri.
Secara subjektif, 3. Bantu klien dalam Klien
klien melaporkan mengidentifikasi melaporkan
nyeri factor pencetus. nyeri biasanya
berkurang 4. Jelaskan dan Bantu di atas tingkat
klien terkait dengan cidera.
: Secara subjektif, tindakan pada nyeri 2. Mobilisasi yang
klien melaporkan nonfarmakologi dan adekuat dapat
nyeri berkuran noninvasif. mengurangi
5. Ajarkan relaksasi : nyeri pada
teknik mengurangi daerah nyeri
ketegangan otot sendi atau nyeri
rangka yang dapat ditulang yang
mengurangi intensitas mengalami
nyeri dan infeksi.
meningkatkan 3. Nyeri
ralaksasi masase. dipengaruhi
6. Ajarkan metode oleh
distraksi selama nyeri kecemasan,
akut. pergerakan
7. Beri kesempatan waktu sendi.
istirahat bila terasa 4. Pendekatan
nyeri dan beri posisi dengan

19
yang nyaman ( mis; menggunakan
ketika tidur, punggung relaksasi dan
klien diberi bantal kecil tingkatan
). nonfarmakologi
8. Tingkatkan lain
pengetahuan tentang menunjukkan
penyebab nyeri keefektifan
hubungkan dengan dalam
beberapa lama nyeri mengurangi
akan berlangsung. nyeri.
9. Kolaborasi pemberian 5. Teknik ini
analgetik melancarkan
peredaran darah
sehingga
kebutuhan 02
pada jaringan
terpenuhi dan
nyeri
berkurang.
6. Mengalihkan
perhatian klien
terhadap nyeri
ke hal-hal yang
menyenangkan.
7. Istirahat
merelaksasikan
semua jaringan
sehingga
meningkatkan
kenyamanan.
8. Pengetahuan
tersebut
membantu

19
mengurangi
dan dapat
membantu
meningkatkan
kepatuhan klien
terhadap
rencana
terapeutik
9. Analgesic
memblok
lintasan nyeri
sehingga nyeri
akan
berkurang.

2. Kerusakan Tujuan : 1. Kaji kerusakan 1. Menjadi data


integritas Integritas jaringan jaringan lunak dasar untuk
jaringan membaik secara 2. Lakukan perawatan memberi
b/d proses optimal. luka : informasi tentag
pembentuk Kriteria Hasil : Lakukan perawatan intervensi
an tulang Pertumbuhan luka dengan teknik perawatan luka,
baru, jaringan steril. alat, dan jenis
pengeluara meningkat, 3. Kaji keadaan luka larutan apa yang
n pus tirah keadaan luka dengan teknik akan digunakan.
baring membaik, membuka balutan 2. Perawat luka
lama dan pengeluaran pus dan mengurangi dengan teknik
penekanan pada luka tidak ada stimulus nyeri, bila steril dapat
lokal. lagi, luka menutup. perban melekat kuat, mengurangi
peran diguyur kontaminasi
dengan NaCl. kuman langsung
4. Lakukan pembilasan kearel luka.
luka dari arah dalam

19
keluar dengan caira 3. Menejemen
NaCl. membuka luka
5. Tutup luka dengan dengan
kasa steril atau mengguyur
kompres dengan larutan NaCl
NaCl yang dicampur keperban dapat
dengan antibiotic. mengurangi
6. Lakukan nekrotomi stimulus nyeri
pada jaringan yang dan dapat
sudah mati. menghindari
7. Rawat luka setiap terjadinya
hari atau setiap kali pendarahan pada
bila pembalut basah luka
atau kotor. osteomielitis
8. Hindari pemakaian konis akibat
peralatan perawatan perban yang
luka yang sudah kering oleh pus.
kontak dengan klien 4. Teknik
osteomielitis, jangan menbuang
digunakan lagi untuk jaringan dan
melakukan kuman diareal
perawatan luka pada luka sehingga
klien lain. keluar dari areal
9. Gunakan perban luka.
elastis dan gips pada 5. NaCl merupakan
luka yang disertai larutan fisiologis
kerusakan tulang yang lebih
atau pembengkakan mudah
sendi diabsorpsi oleh
10. Evaluasi perban jaringan daripada
elastis terhadap larutan
resolusi edema antiseptic. NaCl
yang dicampur

19
11. Evaluasi kerusakan dengan antibiotic
jaringan dan dapat
perkembangan mempercepat
pertumbuhan penyembuhan
jaringan dan lakukan luka akibat
perubahan intervensi infeksi
bila pada waktu yang osteomielitis.
ditetapkan tidak ada 6. Jaringan nekrotik
perkembangan dapat
pertumbuhan menghambat
jaringan yang menyembuhan
optimal. luka.
12. Kolaborasi dengan 7. Memberi rasa
tim bedah untuk nyaman pada
bedah perbaikan klien dan dapat
pada kerusakan membantu
jaringan agar tingkat meningkatkan
kesembuhan dapat pertumbuhan
dipercepat. jaringan luka.
13. Pemeriksaan kulur 8. Pengendalian
cairan ( pus ) yang infeksi
keluar dari luka nosokomial
14. Pemberian dengan
antibiotik/antimikro menghindari
ba kontaminasi
langsung dari
perawatan luka
yang tidak steril.
9. Pada klien
osteomielitis
dengan
kerusakan
tulang, stabilitas

19
formasi tulang
sangat stabil.
Gips dan perban
elastis dapat
membantu
memfiksasi dan
mengimobilisasi
sehingga dapat
mengurangi
nyeri.
10. Pemasangan
perban elastis
yang terlalu kuat
dapat
menyebabkan
edema pada
daerah distal dan
juga menambah
nyeri pada klien.
11. Adanya batasan
waktu selama
7X24 jam dalam
melakukan
perawatan luka
klien
osteomielitis
menjadi tolak
ukur
keberhasilan
intervensi yang
diberikan.
Apabila masih
belum mencapai

19
criteria hasil,
sebaikya
mengkaji ulang
factor-faktor
yang menghmbat
pertumbuhan
jaringan luka.
12. Bedah perbaikan
terutama pada
klien fraktur
terbuka luas
sehingga
menjadi pintu
masuk kuman
yang ideal.
Bedah perbaikan
biasanya
dilakukan setelah
masalah infeksi
osteomielitis
teratasi.
13. Manajemen
untuk
menentukan
antimikroba
yang sesuai
dengan kuman
yang sensitive
atau resisten
terhadap
beberapa jenis
antibiotic.

19
14. Antimikroba
yang sesuai
dengan hasil
kultur ( reaksi
sensitive ) dapat
membunuh atau
mematikan
kuman yang
menginvasi
jaringan tulang.
3. Nutrisi Tujuan : 1. Pantau persentase 1. Mengidentifikasi
kurang dari Keseimbangan jumlah makanan yang kemajuan atau
kebutuhan nutrisi terpenuhi dikonsumsi setiap kali penyimpangan
tubuh b/d Kriteria Hasil : makan, timbang BB dari sasaran yang
penurunan Klien tiap hari, catat hasil diharapkan
nafsu mendemonstrasika pemerikasaan protein 2. Bau yang tidak
makan, n asupan makanan total, albumin, menyenangkan
penurunan yang adekuat untuk osmomalitas. dapat
kemampua memenuhi 2. Berikan perawatan mempengaruhi
n tonus kebutuhan dan mulut setiap 6 jam. nafsu makan.
otot, metabolisme tubuh, Pertahan kan 3. Ahli diet adalah
demam peningkatan kesegaran ruangan. spesialisasi dalam
dan asupan makanan, 3. Rujuk kepada ahli diet hal nutrisi yang
malaise. tidak ada untuk membantu dapat membantu
penurunan BB makanan yang dapat klien yang dapat
lebih lanjut, memenuhi kebutuhan memenuhi
menyatakan nutrisi selama sakit. kebutuhan kalori
perasaan sejahtera. 4. Dorong klien dan kebutuhan
mengkonsumsi nutrisi sesuai
makanan lunak tinggi dengan keadaan
kalori tinggi protein sakitnya, usia,
5. Berikan makanan tinggi, dan BB-
lunak dengan porsi nya.

19
sedikit tapi sering 4. Peningkatan suhu
yang mudah dicerna tubuh
jika ada sesak nafas meningkatkan
berat. metabolisme,
asupan protein
yang adekuat,
vitamin, mineral
dan kalori untuk
aktivitas anabolic
dan sintesis
antibody.
5. Makanan lunak
dengan porsi
sedikit tetapi
sering akan
mengurangi
sensasi nyeri
sehingga
mempermudah
proses menelan.

19
4. Resiko Tujuan: 1. Pertahankan tirah 1. Meningkatkan
tinggi Resiko tinggi baring/ekstremitas. stabilitas,
trauma b/d trauma Berikan sokongan menurunkan
penurunan berhubungan sendi di atas dan di kemungkinan
kemampua dengan penurunan bawah fraktur bila gangguan posisi
n kemampuan bergerak/membaik. atau
pergerakan pergerakan 2. Letakkan papan di penyembuhan.
bawah tempat tidur 2. Tempat tidur
Kriteria Hasil : atau tempatkan lembut atau lentur
Pasien dapat pasien pada tempat dapat membuat
menunjukan tidur ortopedik. deformasi gips
mekanika tubuh yang masih basah,
yang meningkatkan Pasien Dengan mematahkan gips
stabilitas pada sisi Gips/bebat yang sudah kering,
fraktur. 3. Sokong fraktur atau
dengan bantal atau mempengaruhi
gulungan selimut. dengan penarikan
Pertahankan posisi traksi.
netral pada bagian 3. Mencegah gerakan
yang sakit dengan yang tidak perlu
bantal pasir, dan perubahan
pembebat, gulungan posisi. Posisi yang
trokanter, papan tepat dari bantal
kaki. juga dapat
4. Tugaskan petugas mencegah tekanan
yang cukup untuk deformitas pada
membalik pasien. gips yang kering.
Hindari 4. Gips
menggunakan papan panggul/tubuh
abduksi untuk atau multipel dapat
mebalik pasien membuat berat dan
dengan gips spika. tidak praktis secara
ekstrem.

19
5. Evaluasi pembebat Kegagalan untuk
ekstremitas terhadap menyokong
resolusi edema. ekstremitas yang
digips dapat
Pasien Dengan Traksi menyebabkan gips
patah.
6. Pertahankan 5. Pembebat koaptasi
posisi/intregitas (contoh jepitan
traksi (contoh: Buck, Jones-Sugar)
Dunlop, Pearson, mungkin
Russel) dugunakan untuk
7. Yakinkan bahwa memberikan
semua klem imobilisasi fraktur
berfungsi. Minyaki dimana
katrol dan periksa pembengkakan
tali tehadap jaringan
tegangan. Amankan berlebihan. Seiring
dan tutup ikatkan dengan
dengan plester berkurangnya
perekat. edema, penilaian
8. Pertahankan katrol kembali pembebat
tidak terhambat atau penggunaan
dengtan beban bebas gips plester
menggantung; mungkin
hindari diperlukan untuk
mengangkat/menghi mempertahankan
langkan berat. kesejajaran
9. Bantu meletakkan fraktur.
beban di bawah roda 6. Traksi
tempat tidur bila memungkinkan
diindikasikan. penarikan pada
10. Kaji ulang tahanan aksis panjang
yang mungkin fraktur tulang dan

19
timbul karena terapi, mengatasi
contoh pergelangan tegangan
tidak otot/pemendekan
menekuk/duduk untuk
dengan traksi Bruck memudahkan
atau tidak memutar posisi/penyatuan.
di bawah Traksi tulang (pen,
pergelangan dengan kawat, jepitan)
traksi Russel memungkinkan
11. Kaji intregritas alat penggunaan berat
fiksasi eksternal lebih besar untuk
12. Kolaborasi untuk penarikan traksi
mengkaji ulang daripada
foto/evaluasi. digunakan untuk
jaringan kulit.
Kolaborasi dalam 7. Yakinkan bahwa
pemberian/ pertahankan susunan traksi
stimulasi listrik bila berfungsi dengan
digunakan. tepat untuk
menghindari
interupsi
penyambungan
fraktur.
8. Jumlah beban
traksi optimal
dipertahankan.
Catatan:
Memastikan
gerakan bebas
beban selama
mengganti posisi
pasien
menghindari

19
penarikan beban
berlebihan tiba-
tiba pada fraktur
yang
menimbulkan
nyeri dan spasme
otot.
9. Membantu posisi
tepat pasien dan
fungsi traksi
dengan
memberikan
keseimbangan
timabal balik.
10. Mempertahankan
intregritas tarikan
traksi.
11. Traksi Hoffman
memberikan
stabilisasi dan
sokongan kaku
untuk tulang
fraktur tanpa
menggunakan
katrol, tali, atau
beban,
memungkinkan
mobilitas/kenyam
anan pasien lebih
besar dan
memudahkan
perawatan luka.
Kurang atau

19
berlebihannya
keketatan
klem/ikatan dapat
mengubah tekanan
kerangka,
menyebabkan
kesalahan posisi.
12. Memberikan bukti
visual mulainya
pembentukan
kalus/proses
penyembuhan
untuk menentukan
tingkat aktivitas
dan kebutuhan
perubahan/tambah
an terapi.
13. Mungkin
diindikasikan
untuk
meninngkatkan
pertumbuhan
tulang pada
keterlambatan
penyembuhan/tida
k menyatu.

19
5. Hambatan Tujuan : 1. Kaji kemampuan dan 1. Membantu dalam
mobilitas Klien dapat tingkat penurunan mengantisipasi
fisik b/d menunjukkan cara dalam melakukan dan merencanakan
penurunan melakukan mobilisasi. pertemuan untuk
kemampua mobilisasi secara 2. Hindari apa yang tidak kebutuhan
n optimal. dapat dilakukan klien individual.
pergerakan dan bantu bila perlu. 2. Klien dalam
. Kriteria Hasil : Atur posisi fisiologis keadaan cemas dan
Klien mampu meliputi: tergantung
melakukan 3. Kaji kesejajaran dan sehingga hal ini
aktivitas perawatan tingkat kenyamanan dilakukan untuk
diri sesuai dengan selama klien mencegah frustasi
tingkat berbaring sesuai dan menjaga harga
kemampuan, dengan daerah diri klien.
mengidentifikasi spondilitis. 3. Memberikan data
individu/masyaraka 4. Atur posisi terlentang dasar tentang
t yang dapat dan letakkan gulungan kesejajaran tubuh
membantu, klien handuk/bantal di area dan kenyamanan
terhindar dari bagian bawah klien untuk
cedera. punggung yang sakit perencanaan
dengan menjaga selanjutnya.
kondisi curvature 4. Mengurangi
tulang belakan g kemungkinan
dalam kondisi stimulus nyeri,
optimal. kontraktur sendi
5. Sokong kaki bawah dan
yang mengalami memungkinkan
paraplegia dengan untuk pergerakan
bantal dengan posisi optimal pada
jari-jari menghadap ekstremitas atas.
langit.
6. Lakukan latihan ROM 5. Posisi optimal
untuk mencegah

19
7. Ajak klien untuk footdrop yang
berfikir positif sering terjadi
terhadap kelemahan akibat kondisi kaki
yang dimilikinya. yang jatuh.(posisi
Berikan klien motivasi ekstensi) terlalu
dan izinkan klien lama di tempat
melakukan tugas, tidur. Adanya
memberi umpan balik bantala kan
positif atas usahanya. mencegah
terjadinya rotasi
luar kaki dan
mengurangi
tekanan pada jari-
jari kaki.
6. Latihan yang
efektif dan
berkesinambungan
akan mencegah
terjadinya
kontraktur sendi
dan atropi otot.
7. Klien memerlukan
empati. Tetapi
perlu juga
mengetahui bahwa
dirinya harus
menjalani
perawatan yang
konsisten. Hal
tersebut dapat
meningkatkan
harga diri,
memandirikan

19
klien, dan
menganjurkan
klien untuk terus.

6. Defisit Tujuan : 1. Kaji kemampuan dan 1. Mebantu


perawatan Perawatan diri tingkat penurunan mengantisipasi
diri b/d klien dapat dalam skala 0-4 untuk dan merencanakan
penurunan terpenuhi melakukan aktivitas pertemuan untuk
kemampua hidup sehari-hari. kebutuhan
n Kriteria Hasil : 2. Hindari apa yang tidak individual.
pergerakan Klien dapat dapat dilakukan klien 2. Klien dalam
menunjukkan dan bantu bila perlu. keadaan cemas dan
perubahan gaya 3. Ajak klien untuk tergantung. Ini
hidup untuk berpikir positif dilakukan untuk
kebutuhan merawat tentang kelemahan mencegah frustasi
diri, klien mampu yang dimilikinya. dan menjaga harga
melakukan Berikan klien diri klien.
aktivitas perawatan motivasi dan izinkan 3. Klien memerlukan
diri, klien mampu klien melakukan empati. Tetapi
melakukan tugas, beri umpan perlu juga
aktivitas perawatan balik positif. mengetahui bahwa
diri sesuai dengan dirinya harus

19
tingkat 4. Rencanakan tindakan menjalani
kemampuan, untuk penurunan perawatan yang
mengidentifikasi gerakan pada sisi yang konsisten. Hal
individu sakit, seperti tersebut dapat
masyarakat yang tempatkan makanan meningkatkan
dapat membantu dan alat di dekat klien. harga diri,
5. Identifikasi kebiasaan memandirikan
defekasi. Anjurkan klien, dan
klien untuk minum menganjurkan
dan meningkatkan klien untuk terus
latihan. mencoba.
4. Klien akan lebih
mudah mengambil
peralatan yang
diperlukan karena
levih ekat dengan
sisi yang sakit.
5. Meningkatkan
latihan dapat
membantu
mencegah
konstipasi.

19
1.3.12 Implementasi Keperawatan
Sasaran pasien meliputi peredaan nyeri, perbaikan mobilitas fisik dalam batas-
batas terapeutik, kontrol dan eradikasi infeksi, dan pemahaman mengenai program
pengobatan.
(Brunner, suddarth. 2001)

1.3.13 Evaluasi Keperawatan


Hasil yang diharapkan
1. Mengalamiperedaan nyeri
a. Melaporkan berkurangnya nyeri
b. Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
c. Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak
2. Peningkatan mobilitas fisik
a. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan-diri
b. Mempertahankan fungsi penuh ekstrimitas yang sehat
c. Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
3. Tiadanya infeksi
a. Memakai antibiotika sesuai resep
b. Suhu badan normal
c. Tiadanya pembengkakan
d. Tiadanya pus
e. Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal
f. Biakan darah negatif
4. Mematuhi rencana terapeutik
a. Memakai antibiotika sesuai resep
b. Melindungi tulang yang lemah
c. Memperlihatkan perawatan luka yang benar
d. Melaporkan bila ada masalah segera
e. Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D
f. Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
g. Melaporkan peningkatan kekuatan
h. Tidak melaporkan peningkatan suhu badan atau kambuhan nyeri,
pembengkakan, atau gejala lain di tempat tersebut
(Brunner, suddarth. 2001)

37
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengukur
pergerakan. Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai
bentuk untuk memperoleh sistem muskuloskeletal yang yang optimum.
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi
dari darah (osteomielitishematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur
terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen).
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang biasanya disebabkan oleh bakteri, tetapi
kadang-kadang disebabkan oleh jamur.

4.2 Saran

Dengan adanya makalah ini pembaca diharapkan mampu memahami pembahasan teoritis
tentang penyakit Osteomielitis. Dan bagi perawat sendiri diharapkan mampu
memberikan asuhan keperawatan yang baik dan sesuai dengan kondisi klien yang di
rawat. Sehingga tidak ada lagi citra buruk perawat yang tidak memberikan pelayanan
yang baik bagi klien.

38
DAFTAR ISI

Brunner dan Suddarth. 2002. KeperawatanMedikal Bedah. Penerbit Buku Kedokteran. EGC;
Jakarta

Kusuma, Hardi dan Amin Huda Nurarif. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi. Yogyakarta. Media Hardy

Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Penerbit Salemba Medika; Jakarta

Andayani, Nitti. “Laporan Pendahuluan pada Pasien Osteomielitis”. 23 September 2011


adnyani.blogspot.com/2011/09/laporan-pendahuluan-pada-pasien-dengan_4945.html

Paramita, Dian. “Asuhan KeperawatanOsteomielitis”. 19 September 2013


http://iamdian.blogspot.com/2013/09/asuhan-keperawatan-osteomielitis.html

Wibawa, Raras. “Laporan Pendahuluan dan Asuhan KeperawatanOsteomielitis”. 17 Maret


2014
http://raraswibawanta.blogspot.com/

Smeltzer, Suzanna C,2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart edisi
8 volume 1,2,3. EGC, Jakarta

Baer, W. S. (2011). The classic: The treatment of chronic osteomyelitis with the maggot (larva
of the blow fly). 1931. Clinical Orthopaedics and Related Research, 469(4), 920–44.
doi:10.1007/s11999-010-1416-3

Bexfield, a, Bond, a E., Morgan, C., Wagstaff, J., Newton, R. P., Ratcliffe, N. a, … Nigam, Y.
(2010). Amino acid derivatives from Lucilia sericata excretions/secretions may contribute
to the beneficial effects of maggot therapy via increased angiogenesis. The British Journal
of Dermatology, 162(3), 554–62. doi:10.1111/j.1365-2133.2009.09530.x

Doss, M., Martens, S., Wood, J. P., Wolff, J. D., Baier, C., & Moritz, A. (2002). Vacuum-
assisted suction drainage versus conventional treatment in the management of
poststernotomy osteomyelitis. European Journal of Cardio-Thoracic Surgery : Official
Journal of the European Association for Cardio-Thoracic Surgery, 22(6), 934–8.
Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12467816

Horobin, A. J., Shakesheff, K. M., & Pritchard, D. I. (2005). Maggots and wound healing: an
investigation of the effects of secretions from Lucilia sericata larvae upon the migration
of human dermal fibroblasts over a fibronectin-coated surface. Wound Repair and
Regeneration : Official Publication of the Wound Healing Society [and] the European
Tissue Repair Society, 13(4), 422–33. doi:10.1111/j.1067-1927.2005.130410.x

39
McKeever, D. C. (2008). The classic: maggots in treatment of osteomyelitis: a simple
inexpensive method. 1933. Clinical Orthopaedics and Related Research, 466(6), 1329–
35. doi:10.1007/s11999-008-0240-5

Scholl, L., Chang, E., Reitz, B., & Chang, J. (2004). Sternal osteomyelitis: use of vacuum-
assisted closure device as an adjunct to definitive closure with sternectomy and muscle
flap reconstruction. Journal of Cardiac Surgery, 19(5), 453–61. doi:10.1111/j.0886-
0440.2004.05002.x

Tan, Y., Wang, X., Li, H., Zheng, Q., Li, J., Feng, G., & Pan, Z. (2011). The clinical efficacy
of the vacuum-assisted closure therapy in the management of adult osteomyelitis.
Archives of Orthopaedic and Trauma Surgery, 131(2), 255–9. doi:10.1007/s00402-010-
1197-x

40
40
40
40
40
40

Anda mungkin juga menyukai