Oleh
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah
memberikan kesempatan kepada kelompok kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas Rahmat
dan hidayahnya kelompok dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengelolaan Pasien
dengan Gangguan Kebutuhan aktivitas akibat patologis system musculoskeletal (oesteoporosis
dan oesteomyelitis)”
Kami mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada Bapak / ibu Dosen pada mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Tugas yang diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan bagi kita semua .Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempura . Oleh
karena itu , kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini
.
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................6
PENDAHULUAN...........................................................................................................................6
1.3 Tujuan...............................................................................................................................7
BAB II.............................................................................................................................................8
TINJAUAN TEORI.........................................................................................................................8
2.1 OSTEOMYELITIS...........................................................................................................8
2.1.1 Pengertian......................................................................................................................8
2.1.2 Etiologi..........................................................................................................................8
2.1.4 Pathofisiologi.................................................................................................................9
2.1.5 Pathway.......................................................................................................................11
2.2 OSTEOPOROSIS...........................................................................................................14
2.2.1 Pengertian....................................................................................................................14
2.2.2 Etiologi........................................................................................................................15
2.2.5 Pathway.......................................................................................................................19
BAB III..........................................................................................................................................24
3.1.1 Pengkajian.......................................................................................................................24
Anamnesis..............................................................................................................................24
Pemeriksaan fisik...................................................................................................................25
Keperawatan (SIKI)...................................................................................................................25
3.2.1 Pengkajian...................................................................................................................31
3.2.3 Evaluasi...........................................................................................................................38
BAB IV..........................................................................................................................................41
PENUTUP.....................................................................................................................................41
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................41
3.2 Saran..................................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan sistem musculoskeletal adalah kondisi di mana bagian dari sistem otot
dan tulang mengalami masalah (sakit). Penyakit ini terjadi akibat bagian tubuh meregang
terlalu jauh, mengalami tubrukan secara langsung, ataupun karena kegiatan lainnya yang
mengakibatkan kesalahan pada sistem otot dan tulang. Penyakit otot dan tulang atau lebih
dikenal dengan musculoskeletal disorders/MSDs merupakan penyakit akibat kerja.
Gejalanya berupa pegal atau sakit otot, tulang, dan sendi. Sebagian kecil hal ini
disebabkan oleh penyakit spesifik, namun sebagian besar sering disebabkan oleh
kesalahan sikap (posture) seperti sikap kerja, sikap duduk, sikap tidur, dan masalah
lainnya Penggunaan anggota tubuh berlebih atau menggunakannya dalam posisi atau
postur yang tidak sesuai dapat menyebabkan gangguan atau keluhan musculoskeletal.
Gagguan muskoloskeletal sendiri didefinisikan oleh WHO sebagai (Musculoskeletal
Disorders/MSD) yang merupakan gangguan otot, tendon, sendi, ruas tulang belakang,
saraf perifer, dan system vascular yang dapat terjadi tiba-tiba dan akut maupun secara
perlahan dan kronis.
1.3 Tujuan
TINJAUAN TEORI
2.1 OSTEOMYELITIS
2.1.1 Pengertian
Osteomyelitis adalah infeksi tulang. Osteomyelitis dapat terjadi akibat perluasan
infeksi pada jaringan lunak, kontaminasi langsung pada tulang (mis., pembedahan tulang,
luka tembakan senjata) atau hematogenesus (ditularkan melalui darah), yang menyebar
dari area infeksi yang lain. Staphylococcus aureus menyebabkan lebih dari 50% infeksi
tulang. Organisme patogenik lain yang sering kali ditemukan adalah orgasme Gram
negative yang mencakup spesies pseudomonas. Pasien yang beresiko adalah pasien
dengan gizi buruk, lansia, dan pasien yang obes; mereka yang mengalami gangguan
sistem imun dan penyakit kronis (mis.,diabetes); dan mereka yang mendapat terapi
kortikosteroid jangka panjang atau agens imunosupresif (Margareth, 2012). Osteomilitis
adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh
bakteri,virus,atau proses spesifik (Rendi, 2014).
2.1.2 Etiologi
Osteomielitis disebabkan karena adanya infeksi yang disebabkan oleh penyebaran
hematogen (melalui darah) biasanya terjadi ditempat dimana terdapat trauma atau dimana
terdapat resistensi rendah,kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas). Selain itu
dapat juga berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak,atau kontaminasi
langsung tulang. Infeksi ini dapat timbul akut atau kronik.
1. Bakteri
2. Menurut Joyce & Hawks (2005) penyebab osteomeylitis adalah staphy lococcus
aureus (70% - 80%), selain itu juga bisa disebabkan oleh escherichia coli,
pseudomonas, klebsiela, salmonella dan proteus.
3. Virus,jamur,dan mikroorganisme lain
Osteomielitis akut/kronik:
1. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun maifestasi
lokal yang berjalan dengan cepat
2. Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis alut yang tidak ditangani
dengan baik.dan akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas.
a) Ketika infeksi ditularkan melalui darah, awitan infeksi bersifat mendadak terjadi
disertai dengan manifestasi klinis berupa sepsis (mis., menggigil, demam tinggi, nadi
cepat dan kelemahan umum).
b) Ekstremitas menjadi nyeri, bengkak hangat, dan kenyal
c) Pasien mungkin mendeskripsikan yang kosntan yang semakin berat dengan
pergerakan (karena terjadi tekanan pada nanah yang terkumpul)
d) Apabila osteomielitis disebabkan oleh infeksi yang berada di dekatnya atau karena
kontaminasi langsung, tidak ada gejala sepsis; area menjadi bengkak, hangat, nyeri
dan kenyal saat disentuh.
e) Osteomielitis kronis dimanifestasikan dengan ulkus yang tidak sembuh yang terdapat
di atas tulang yang terinfeksi, terdapat sinus penghubung yang akan sesekali akan
mengalirkan nanah secara spontan.
2.1.4 Pathofisiologi
Staphylococcus merupakan penyebab 70-80% infeksi tulang. Organisme patologis
lainnya yang sering dijumpai pada osteomielitis meliputi proteus,pseudomanas,dan
escerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten pensilin, nosokomial, gram
negatif dan anaerobic. Staphylococcus aureus adalah organisme patogen yang paling
sering ditemukan dari tulang, diikuti oleh Pseudomonas dan Enterobacteriaceae.
Sebagian besar kasus osteomielitis yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus masuk
melalui aliran darah, cedera, atau kontaminasi langsung yang bisa terjadi selama operasi.
Pada perjalanan alamiahnya,abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering
harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk oleh daerah jaringan mati,namun seperti dalam rongga abses pada
umumnya,jaringan tulang mati tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak
dapat mengepis dan sembuh sepertiyang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi
pertumbuhan tulang dan mengelilingi sequestum. Jadi meskipun tampak terjadi proses
penyembuhan,sequestum infeksi kronis yang tetap ada,tetap rentan mengeluarkan abses
kambuhan sepanjang hidup pasien (osteomielitis kronik) (Rendi, 2014)
2.1.5 Pathway
1. Edukasi Pasien
Edukasi yang perlu diberikan kepada pasien osteomyelitis adalah:
a) Edukasi jenis penyakit, perjalanan penyakit, dan tata laksana
b) Edukasi penyulit-penyulit yang mungkin timbul dari osteomyelitis
c) Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
d) Edukasi terapi medikamentosa dan pembedahan yang diperlukan
2.2.1 Pengertian
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Osteoporosis adalah suatu kondisi di mana tulang
rusak lebih cepat daripada saat terbentuk kembali. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.
2.2.2 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil.
Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang
lebih kuat/ berat daripada bangsa Kaukasia. Jadi seseorang yang mempunyai
tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena
osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya
beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi
baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya,
sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien
yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih
(misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan,
disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan
pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya
a. Faktor genetik
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur daripada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini
tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya
serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang
yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis)
sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi penting antara faktor mekanis
dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisik akan menurun
dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya
usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama
pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat
penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan
kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause
ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan
kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan
kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta
eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium
yang negatif, sejumlah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara
tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang
negatif.
e. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena
menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium
rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
2.2.4 Pathofisiologi
Proses pembentukan dan reabsorbsi tulang seharusnya terjadi seimbang. Pada
pasien osteoporosis terjadi kehilangan substansi tulang melebihi pada proses
pembentukannya. Massa tulang dan kepadatan tulang berkurang akan menyebabkan
keropos dan kerapuhan yang progresif. Proses penuaan berkontribusi pada kehilangan
massa tulang dengan cara sebagai berikut: (Timby & Smith, 2010)
3.1.1 Pengkajian
1) Kaji faktor risiko seperti usia lanjut, diabetes, terapi steroid jangka panjang dan
kaji cedera, infeksi atau pembedahan orthopedic yang pernah dilakukan
sebelumnya.
2) Pantau adanya gerakan yang hati-hati pada area yang terinfeksi dan pantau adanya
kelemahan umum karena infeksi sistemik.
3) Pantau adanya bengkak dan sensasi hangat di area yang terganggu, drainage
purulen, dan peningkatan suhu tubuh.
4) Perhatikan bahwa pasien osteomyelitis kronis mungkin mengalami peningkatan
suhu tubuh minimal yang terjadi di sore atau malam hari.
5) Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Sinar-X menunjukkan pembengkakan jaringan lunak
b. Pemeriksaan MRI,
c. Pemeriksaan darah , peningkatan leukosit dan Laju endap darah
d. Kultur darah dan kultur abses, mengidentifikasi jenis MO sebagai dasar
pemilihan antibiotic
Anamnesis
Area disekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila
dipalpasi. Bisa juga terjadi eritema atau kemerahan, dan panas. Efek sistemik
menunjukkan adanya demam biasanya suhu di atas 38°c, takhikardi, iritable, lemah,
bengkak, maupun eritema. Pada pemeriksaan fisik, bekas luka atau gangguan lokal
penyembuhan luka dapat dicatat bersama dengan tanda-tanda utama peradangan. Rentang
gerak, deformitas, dan tanda-tanda lokal dari gangguan vaskularisasi juga terjadi di
ekstremitas yang terlibat. Jika jaringan periosteal terlibat, nyeri tekan pada area tersebut
mungkin ada.
Keperawatan (SIKI)
Diagnosis keperawatan pada pasien dengan osteomielitis dijabarkan sebagai berikut:
No Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi
Dx
1. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
Berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
terputus nya jaringan selama …. x 24 jam maka 1. Identifikasi lokasi,
tulang, gerakan fragmen tingkat nyeri (L.08066) karakteristik,durasi,
tulang, edema dan cidera menurun frekuensi,
pada jaringan, alattraksi, dengan kriteria hasil: kualitas,intensitas
stress dan ansietas. 1. Keluhan Nyeri nyeri
Ditandai dengan: menurun 2. Identifikasi skala nyeri
Gejala dan tanda 2. Meringis menurun 3. Identifikasi respon
mayor: 3. Gelisah menurun nyeri non verbal
DS: - Mengeluh Nyeri 4. Kesulitan tidur 4. Identifikasi faktor
DO: menurun yang memperberat dan
- Tampak meringis 5. Frekuensi nadi memperingan nyeri
- Gelisah membaik 5. Identifikasi pengaruh
- Frekuensi nadi 6. Diaforeis menurun budaya terhadap
meningkat 7. Nafsu makan respon nyeri
- Sulit tidur membaik 6. Identifikasi pengaruh
Gejala dan tanda 8. Tekanan darah nyeri pada kualitas
Minor: membaik hidup
DS:( tidak tersedia) 9. Pola napas membaik 7. Monitor keberhasilan
DO: terapi komplementer
- Tekanan Darah yang sudah diberikan
meningkat 8. Monitor efek samping
- Pola napas penggunaan analgetik
berubah Terapeutik
- Nafsu makan 1. Berikan tehnik
berubah nonfarmakologis
- Proses berpikir untuk mengurangi rasa
terganggu nyeri,misalnya TENS,
- Diaphoresis terapi music,terapi
pijat, aromaterapi,
danlain-lain
Edukasi
1. Jelaskan penyebab
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakanan
algetik secara tepat
5. Ajarkan tehnik
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik,jika perlu
2. Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan luka (I.14564)
kulit/jaringan (D.0192) tindakan keperawatan Observasi
berhubungan dengan selama…. x24 jam maka 1. Monitor karakteristik
tekanan, perubahan status integritas kulit dan luka ( mis: drainase,
metabolik, kerusakan jaringan (L.14125) meningkat warna, ukuran, bau)
sirkulasi dan penurunan dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda tanda
sensasi ditandai dengan 1. Elastisitas Meningkat infeksi
oleh terdapat luka / 2. Hidrasi meningkat Terapeutik
ulserasi, kelemahan, 3. Perfusi jaringan 1. Lepaskan balutan dan
penurunan berat badan, menigkat plester secara perlahan
turgor kulit buruk, 4. Kerusakan jaringan 2. Cukur rambut di
terdapat jaringan nekrotik. menurun sekitar daerah luka,
Ditandai dengan : 5. Kerusakan lapisan kulit jika perlu
Gejala dan Tanda menurun 3. Bersihkan luka dengan
Mayor: 6. Nyeri menurun cairan NaCl atau
Subjektif: (tidak 7. Perdarahan menurun pembersih
tersedia) 8. Kemerahan menurun nontoksik,sesuai
Objektif : Kerusakan 9. Hematoma menurun kebutuhan
jaringan dan/atau lapisan 10. Pigmentasi abnormal 4. Bersihkan jaringan
kulit menurun nekrotik
Gejala dan Tanda 11. Jaringan parut menurun 5. Berikan salep yang
Minor: 12. Nekrosis menurun sesuai kekulit/lesi, jika
Subyektif : (tidak 13. Suhu kulit membaik perlu
tersedia) 14. Sensasi membaik 6. Pasang balutan sesuai
Objektif : Nyeri, jenis luka
Perdarahan, Kemerahan, 7. Pertahankan tekhnik
Hematoma steril saat melakukan
perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai
eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan
posisisetiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
10. Berikan diet dengan
kalori 30-35 kkal/kg
BB/ hari dan
protein1,225- 1,5 g/Kg
BB/hari
11. Berikan suplemen
vitamin danmineral
( mis vit A, C, Zinc,
asamamino) sesuai
indikasi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
danprotein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement (mis
enzimatik,biologis,
mekanis, autolitik),
jikaperlu
2. Kolaborasi
pemberianan
antibiotik, jika perlu
1) Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit intravena,
jika perlu
3.2.1 Pengkajian
Riwayat:
a) Riwayat keluarga,
b) Fraktur sebelumnya
c) Konsumsi diet kalsium
d) Pola aktivitas dan olahraga
e) Kebiasaan merokok, asupan kafein dan konsumsi alcohol
f) Awitan menopause
g) Rasa nyeri sakit tulang punggung (bagian bawah) nyeri leher.
h) Merasakan berat badan menurun.
i) Umur dan jenis kelamin biasanya diatas usia 50
tahun dan sering pada wanita.
j) Kurang aktivitas atau imobilisasi.
k) Keadaan nutrisi misal kurang Vitamin D dan C, dan kalsium.
l) Mengkonsumsi alkohol dan kafein.
m) Adanya penyakit endokrin: diabetus militus, hiperteoridsm, hiperparateoridms,
cushing's syndrome, acromegali, hypogonadism.
n) Anoreksia nervosa.
Pemeriksaan Fisik:
a) Lakukan penekanan pada tulang punggung apakah terdapat nyeri tekan, nyeri
pergerakan.
b) Periksa mobilitas: Amati posisi pasien yang nampak membungkuk.
c) Pantau adanya fraktur
d) Kifosis tulang belakang toraks
e) Pemendekan postur tubuh
f) Pasien sering mengeluhkan nyeri pada lumbosakral, nyeri thorakal, nyeri atau
ketidaknyaman ini berasal dari belakang/pinggung atau keduanya fraktur kompresi
pada vertebra.
g) Riwayat Psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada usia tua dan lebih banyak pada wanita. Biasanya
sering timbul kecemasan, takut melakukan aktifitas, dan perubahan konsep diri.
Perawat perlu mengkaji masalah- masalah psikologis yang timbul akibat proses
ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.
Temuan Diagnostik:
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Osteomyelitis adalah infeksi tulang. Osteomyelitis dapat terjadi akibat perluasan infeksi
pada jaringan lunak, kontaminasi langsung pada tulang (mis., pembedahan tulang, luka tembakan
senjata) atau hematogenesus (ditularkan melalui darah), yang menyebar dari area infeksi yang
lain. Osteomilitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh
bakteri,virus,atau proses spesifik (Rendi, 2014).
Osteoporosis adalah suatu kondisi di mana tulang rusak lebih cepat daripada saat
terbentuk kembali. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang
mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-
arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang.
3.2 Saran
Penulisan makalah ini memuat saran-saran yang ditujukan ke berbagai pilihan antara lain:
Bagi pembaca terutama mahasiswa keperawatan diharapkan dapat menggunakan makalah ini
sebagai referensi untuk menambah pengetahuan tentang osteomyelitis dan osteoporosis yang
menyababkan gangguan aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Ashar Prima, Amzal Mortin (2019). Keperawatan Medikal Bedah II Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Dengan Gangguan Kebutuhan Aktivitas Dan Latihan Akibat Patologis Sistem,
Penerbit Stikes Bani Saleh, Bekasi
Wahyuni Tavip Dwi (2021). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal, PT. Nasya
Expanding Management, Jawa Tengah
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI. PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP
PPNI. PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP