Anda di halaman 1dari 59

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL ( FRAKTUR)

DAN KEGAWATAN OBSTETRIK ( EKLAMPSIA)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

Siska Sephtyandhini (204201416012)


Irma Tri Rahayu (204201416030)

PROGRAM STUDI STRATA SATU (S1) KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah yang telah memberikan kesehatan pada kami
sehingga dapat membuat makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR”. Sholawat
dan salam kami Panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta
sahabat nya.
Makalah ini kami susun berdasarkan informasi dari berbagai sumber.
Dikemas dengan rigkasan materi yang menarik untuk memudahkan
mahasiswa/i dalam proses kegiatan belajar. Harapan kami semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca untuk
ke depannya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu
dalam penulisan makalah dari awal hingga selesai. Terlepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasannya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata dari kami semoga makalah yang berjudul “ASUHAN


KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR” dapat
memberikan pengetahuan terhadap pembaca. Mohon maaf jika ada
kesalahan dan kekurangan semoga makalah ini bermanfaat.

Jakarta, 17 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

COVER ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 5-9
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 5
2.1 Tujuan Penulisan ........................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 11-33
2.1 Anatomi Fisiologi Fraktur ............................................................. 9
2.2 Pengertian Fraktur ......................................................................... 11
2.3 Etiologi Fraktur ............................................................................. 12
2.4 Manifestasi Klinik Fraktur ............................................................ 14
2.5 Patofisiologi/Patoflowdiagram Fraktur ......................................... 15-19
2.6 Pemeriksaan Penunjang Fraktur .................................................... 19
2.7 Komplikasi Fraktur ....................................................................... 20
2.8 Penatalaksanaan Medis Fraktur ..................................................... 21
2.9 Asuhan Keperawatan Fraktur (Diagnosa, intervensi (SDKI, SLKI
DAN SIKIPPNI )) ........................................................................ 22

2.10 Anatomi Fisiologi Eklampsia.................................................36

2.11 Pengertian Eklampsia.............................................................38

2.12 Etiologi Eklampsia.................................................................38

iii
2.13 Manifestasi klinis Eklampsia.............................................42

2.14 Patofisiologi/Pathoflogram................................................44

2.15 Pemeriksaan Penunjang Eklampsia...................................46

2.16 Komplikasi Eklampsia......................................................48

2.17 Penatalaksanaan Eklampsia..............................................49

2.18 Asuhan Keperawatan Eklampsia (Diagnosa, intervensi

(SDKI, SLKI DAN SIKI


PPNI))......................................................................................52

BAB III PENUTUP ..................................................................................64

3.0 Kesimpulan..........................................................................63

3.1 Saran....................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA................................................................................64

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

FRAKTUR
Gerak adalah suatu tanggapan terhadap rangsangan baik dari dalam maupun
dari luar. Gerak tidak terjadi begitu saja. Gerak terjadi melelui mekanisme
yang rumit dan melibatkan banyak bagian tubuh. Gerak pada manusia
disebabkan oleh kontraksi otot yang menggerakkan tulang. Jadi, gerak
merupakan kerjasama antara tulang dan otot. Maka dari itu, tubuh manusia
terdapat sistem muskuloskeletal yang berperan dalam situasi tersebut.
Muskuloskeletal terdiri dari otot dan tulang. Tulang sebagai alat gerak pasif
karena hanya mengikuti kendali otot, sedangkan otot disebut alat gerak aktif
karena mampu berkontraksi, sehingga mampu menggerakan tulang.
Pembelajaran pada topik yang kedua ini kita akan membahas tentang
anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal, sehingga para mahasiswa
mampu mengidentifikasi tentang konsep sistem muskuloskeletal, sistem
otot (muskular), sistem rangka (skeletal), serta mengenali kelainan dan
gangguan yang umum terjadi pada sistem muskuloskeletal.

Sistem muskuloskeletal terdiri dari kata muskulo yang berarti otot dan kata
skeletal yang berarti tulang. Muskulo atau muskular adalah jaringan otototot
tubuh. Ilmu yang mempelajari tentang muskulo atau jaringan otot-otottubuh
adalah myologi. Skeletal atau osteo adalah tulang kerangka tubuh, yang
terdiri dari tulang dan sendi. Ilmu yang mempelajari tentang skeletal atau
osteo tubuh adalah osteologi. Muskulus (muscle) otot merupakan organtubuh
yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi
mekanik atau gerak sehingga dapat berkontraksi untuk menggerakkan
rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan. Otot disebut
alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakkan tulang. semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu
untuk berkontraksi. otot membentuk 40-50% berat badan, kira-kira
sepertiganya merupakan protein tubuh dan setengahnya tempat terjadinya

5
aktivitas metabolik saat tubuh istirahat. Terdapat lebih dari 600 buah otot
pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada
tulang-tulang kerangka tubuh, dan sebagian kecil ada yang melekat di
bawah permukaan kulit. Gabungan otot berbentuk kumparan dan terdiri dari
1) Fascia, adalah jaringan yang membungkus dan mengikat jaringan lunak.
fungsi fascia yaitu mengelilingi otot, menyedikan tempat tambahan otot,
memungkinkan struktur bergerak satu sama lain dan menyediakan
tempat peredaran darah dan saraf;
2) Ventrikel (empal), merupakan bagian tengah yang mengembung; dan
3) Tendon (urat otot), yaitu kedua ujung yang mengecil, tersusun dari
jaringan ikat dan bersifat liat.
(Sumber: Heni Puji Wahyuningsih, S.SiT., M.Keb & DR Yuni Kusmiyati.,
MPH, 2017. Buku anatomi fisiologi. Kebayoran baru Jakarta selatan.)

Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga dibawah


penyakit jantung koroner dan tuberkulosis. Menurut data yang dihimpun
oleh Wrong Diagnosis (Ropyanto, et al, 2013), Indonesia merupakan negara
terbesar di Asia Tenggara yang mengalami kejadian fraktur terbanyak
sebesar 1,3 juta setiap tahunnya dari jumlah penduduknya yaitu berkisar 238
juta. Kasus fraktur di Indonesia mencapai prevalensi sebesar 5,5%
(Kemenkes RI, 2018). Fraktur pada ekstremitas bawah akibat dari
kecelakaan lalu lintas memiliki 2 prevalensi paling tinggi diantara fraktur
lainnya yaitu sekitar 46,2% dari 45.987 orang dengan kasus fraktur
ekstremitas bawah akibat kecelakaan lalu lintas (Purnomo & Asyita, 2017).

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas atau retak jaringan yang


disebabkan trauma yang ditentukan oleh luas dan jenis trauma. Sehingga
mengalami penurunan fungsi fisik yang merupakan salah satu ancaman
potensial pada integritas. Rusaknya integritas tulang menyebabkan nyeri,
trauma, kaku sendi, dan gangguan muskuloskeletal (Nanda International,
2015).

Menurut WHO (World health Organization) angka kecelakaan fraktur di


dunia akan semakin meningkat seiring bertambahnya kendaraan. Usia

6
produktif merupakan usia yang rentang mengalami cedera akibat
kecelakaan, begitu juga lanjut usia dapat terjadi fraktur akibat penurunan
masa tulang sehingga rentan terjadi fraktur. Penelitain menunjukkan bahwa
penyebab fraktur terbanyak yaitu akibat kecelakaan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Kairufan, Monoarfa dan Ngantung (2015) bahwa trauma
terbanyak adalah akibat kecelakaan. Sama halnya dengan penelitian lainnya
bahwa kasus terbanyak akibat kecelakaan akibat mekanisme cedera. Fraktur
terbanyak adalah fraktur pada ektermitas bawah (Walidatul & Halimuddin,
2016).

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas atau retak jaringan yang


disebabkan trauma yang ditentukan oleh luas dan jenis trauma. Sehingga
mengalami penurunan fungsi fisik yang merupakan salah satu ancaman
potensial pada integritas. Rusaknya integritas tulang menyebabkan nyeri,
trauma, kaku sendi, dan gangguan muskuloskeletal (Nanda International,
2015).

Fraktur disebabkan oleh trauma tunggal yang diberikan dengan kekuatan


yang berlebihan dan secara tiba tiba seperti benturan, plintiran, dan
penarikan. Selain itu trauma tunggal juga menyebabkan jaringan lunak
menjadi rusak (Zairi dkk, 2012). Untuk mengembalikan gerakan,
pencegahan disabilitas dan pengurangan nyeri karena adanya rusaknya
kontinuitas jaringan maka dilakukan penanganan pada daerah fraktur. Ada
tiga cara dalam melakukan penanganan fraktur yaitu reduksi, imobilisasi,
dan rehabilitasi. Imobilisasi merupakan salah satu upaya dalam menangani
fraktur dengan menahan kontinuitas yang terjadi patahan atau retakan.
Pembedahan merupakan hal yang terakhir jika pada penangan sebelumnya
belum bisa mengembalikan posisi tulang dengan membuka pada bagian
yang ditangani (Djamal, 2015). (Sumber : Zairi. 2012. Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletall. Jakarta : Salemba).

Asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yaitu suatu


metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi
kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis,

7
psikologis, sosial dan spiritual yang optimal melalui tahapan pengkajian
keperawatan, indentifikasi diagnosa keperawatan, penentuan perencanaan
keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasinya
(Suarli & Yahya, 2012).

EKLAMPSIA
Sistem reproduksi pada wanita adalah Alat reproduksi wanita terdiri atas
alat/organ eksternal dan internal, dan sebagian besar terletak dalam rongga
panggul. Eksternal (sampai vagina) memiliki fungsi kopulasi dan bagian
Internal memiliki fungsi ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst,
implantasi, pertumbuhan fetus, kelahiran.
Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-
hormo gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus – hipothalamus
– hipofisis – adrenal – ovarium. Selain itu terdapat organ/system
ekstragonad/ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh siklus reproduksi:
payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.

Kasus preeklampsia dialami lebih dari 10 juta wanita di seluruh dunia dan
berdampak pada lebih dari 2,5 juta persalinan preterm (persalinan sebelum
masanya). Preeklampsia adalah kondisi hipertensi atau meningkatnya
tekanan darah yang terjadi pada saat kehamilan. Kondisi ini juga kadang
dikenal dengan nama toxemia gravidarum atau keracunan kehamilan. Data
dari International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy dan
Preeclampsia Foundation mencatat bahwa preeklamsia mengakibatkan
kematian ibu hingga sekitar 76 ribu dan 500 ribu kematian bayi setiap
tahunnya. Baca juga: 22 Mei Hari Preeklampsia Sedunia, Ibu Hamil Kenali
Dampaknya Artinya, sekitar 10 persen, atau 1 dari 10 ibu hamil berisiko
mengalami preeklampsia. Dan 20 persen dari yang terdampak preeklampsia
akan berisiko mengalami persalinan preterm. Ketua Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Surabaya, Dr dr Agus Sulistiyoso SpOG(K) KFM
mengatakan, keseriusan menghadapi preeklampsia sangat diperlukan. Ia
menambahkan, hal ini dikarenakan banyaknya ibu hamil yang meninggal
karena preeklampsia secara disproporsional 99 persen terjadi di negara
8
dengan pendapatan perkapital yang rendah (low-middle income countries).
Angka Kematian Ibu (AKI) bukan hanya sebagai indikator kesehatan
melainkan indikator kesejahteraan suatu negara. Namun sayangnya, AKI di
Indonesia ini masih cukup tinggi atau sekitar 305 per 100 ribu kelahiran
hidup dimana jumlah ini menjadi terbanyak kedua di wilayah ASEAN. Di
ASEAN, negara dengan AKI tertinggi adalah Laos, yakni 357 per 100 ribu.
Sedangkan, negara dengan kasus AKI terendah adalah Singapore, yakni 7
per 100 ribu.

Data epidemiologi menunjukkan bahwa preeklampsia terjadi pada 2–8%


kehamilan di seluruh dunia. Preeklampsia merupakan salah satu penyebab
utama kematian maternal dan perinatal. Insidensi preeklampsia ditemukan
lebih tinggi pada wanita nullipara.

Global
Hipertensi pada kehamilan terjadi pada 10% ibu hamil di seluruh dunia.
Kondisi ini bisa meliputi preeklampsia, eklampsia, hipertensi gestasional, dan
hipertensi kronis. Preeklampsia merupakan kondisi yang paling banyak
terjadi, dengan angka kejadian 2–8% dari seluruh kehamilan di dunia.
Insidensi preeklampsia ditemukan lebih tinggi pada wanita nullipara (3–7%)
daripada wanita multipara (1–3%)
Angka kejadian preeklampsia sangat bervariasi pada masing-masing negara.
Estimasi WHO memperkirakan preeklampsia lebih banyak terjadi di negara-
negara berkembang. Prevalensi preeklampsia di negara berkembang berkisar
antara 1,8–16,7%

Indonesia
Preeklampsia adalah salah satu penyebab mortalitas maternal tertinggi di
Indonesia. Insidensi preeklampsia di Indonesia adalah 128.273 kasus per
tahun atau sekitar 5,3% dari seluruh ibu hamil. Dalam 2 dekade terakhir, tidak
ada penurunan yang signifikan pada insidensi preeklampsia di Indonesia.

Data epidemiologi preeklampsia di Indonesia juga banyak diketahui melalui


penelitian di rumah sakit besar di seluruh Indonesia. Suatu studi kohort
retrospektif pada tahun 2016 di tujuh rumah sakit rujukan di Medan,
9
Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, Bali, dan Manado mendapatkan 1.232
kasus preeklampsia dalam 1 tahun.

Dari seluruh kasus tersebut, ditemukan beberapa faktor risiko seperti anemia
(26%), obesitas (10%), dan hipertensi kronis (8%). Kematian maternal
dilaporkan terjadi pada 2,2% kasus, sementara angka kematian perinatal
mencapai 12%.[9]
Mortalitas
Preeklampsia menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan baik
dari segi maternal maupun neonatal. Preeklampsia menyebabkan >70.000
kematian maternal dan 500.000 kematian fetus di seluruh dunia setiap
tahunnya. Angka kematian tersebut bertanggungjawab terhadap 14% sebab
kematian ibu di dunia.[3,4]

Morbiditas dan mortalitas yang disebabkan preeklampsia berkaitan dengan


disfungsi endotel sistemik, trombosis mikrovaskular yang menyebabkan
iskemia, gangguan sistem saraf pusat seperti kejang atau stroke, nekrosis
tubular akut, koagulopati, dan abruptio plasenta.

Preeklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan


oleh kehamilan walaupun belum jelas bagaimana terjadi. Diindonesia
preeclampsia, eklampsia, disamping perdarahan dan infeksi masih
merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang
tinggi. (professor dotor dokter sarwono prawirhadjo, DSOG).
Angka kematian Ibu dan bayi saat ini masih sangat tinggi. Terutama untuk
ibu hamil yang tinggal di desa-desa, selain karena pengetahuan ibu hamil
yang kurang dan tidak begitu mengerti tentang kesehatan juga karena
perawatan dalam persalinan masih di tangani oleh petugas non medik dan
sistem rujukan yang belum sempurna. (Prof. dr.H. Muh.Dikman Angsar,
SpOG, tahun 2005).
Salah satu penyebab dari tingginya mortalitas dan morbiditas ibu bersalin
adalah hipertensi yang karena tidak di tangani dengan benar berujung pada
preeklsamsia dan eklamsia. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15
% penyulit kehamilan. Oleh karena itu, ditekankan bahwa pengetahuan

10
tentang pengelolaan sindroma preeklamsi ringan dengan hipertensi, odema
dan protein urine harus benar–benar dipahami dan ditangani dengan benar
oleh semua tenaga medis. (Prof. dr.H. Muh.Dikman Angsar, SpOG, tahun
2005).
Preeklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung
disebabkan oleh kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai
proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu
atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu
bila terjadi. Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada
multipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem
yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari
35 tahun.
Eklampsia merupakan kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan
atau nifas, yang ditandai dengan timbulnya kejang dan / atau koma.
Biasanya Sebelumnya wanita hamil itu menunjukkan gejala-gejala pre-
eklampsia (kejang-kejang dipastikan BUKAN timbul akibat kelainan
neurologik lain).

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa mampu memahami Anatomi Fisiologi Fraktur dan Eklampsia


2. Mahasiswa mampu memahami Definisi Fraktur dan Eklampsia
3. Mahasiswa mampu memahami Etiologi Fraktur dan Eklampsia
4. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi Klinis Fraktur dan Eklampsia
5. Mahasiswa mampu memahami Patofisiologi/ Patoflowdiagram Fraktur dan Eklampsia
6. Mahasiswa mampu memahami Pemeriksaan Penunjang Fraktur dan Eklampsia
7. Mahasiswa mampu memahami Komplikasi Fraktur dan Eklampsia
8. Mahasiswa mampu memahami Penatalaksanaan Medis Fraktur dan Eklampsia
9. Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan pada Pasien Fraktur dan
Eklampsia

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi


Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang
disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan
garam kalsium.

(Gambar 2.1 Anatomi Tulang)

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat diklasifikasikan


dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya :
a. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang
yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Disebelah
proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut
lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang
padat
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang

12
padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan
tulang pendek
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar
tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh
tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-
selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan
matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi
dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida, dan proteoglikan).
Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun.
Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan
dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang. Osteon
merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks
tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit,
yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam
kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh
darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm). Tulang diselimuti
dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh,
selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga


sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus.
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70
% endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih
dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein
plus sakarida).

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,

13
sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalami kristalisasi. Garam
nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan,
yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan
interstisium, dan darah. Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi,
terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan
tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas
adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-
monosit yang terdapat di tulang.

Fisiologi Tulang
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paruparu)
dan jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi
dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang
(hema topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral misalnya kalsium, fosfor.
Sumber : Irianto, Koes.2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa.
Bandung: Alfabeta.
2.2 Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali
terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera
tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek,
saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi
komplikasi pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas atau retak jaringan yang
disebabkan trauma yang ditentukan oleh luas dan jenis trauma. Sehingga
mengalami penurunan fungsi fisik yang merupakan salah satu ancaman
potensial pada integritas. Rusaknya integritas tulang menyebabkan nyeri,
trauma, kaku sendi, dan gangguan muskuloskeletal (Nanda International,
2015).

14
Fraktur didefinisikan sebagai gangguan pada kontinuitas tulang, tulang
rawan (sendi), dan lempengan Epifisi. (Dimas Priantono, Wahyu Widodo,
2014). (Sumber : Tanto Chris. 2014. KAPITAL SELEKTA
KEDOKTERAN. Jl. Salemba Raya 6 Jakarta : Media Aesculapius. 2014).

2.3 Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang
tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur
yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap
(Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
Klasifikasi fraktur: (Chairuddin,2003)
a. Klasifikasi etiologis :
1) Fraktur traumatic.
2) Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau
penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang
(infeksi,tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan
atau akibat trauma ringan.
3) Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan
berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan.
Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
b. Klasifikasi klinis :
1) Fraktur tertutup (simple fraktur) bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (compoun fraktur) bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan di
kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R.Gustino) yaitu:
a) Derajat I :
 Luka <1cm.

15
 Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka
remuk.
 Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan.
 Kontaminasi minimal.
b) Derajat II :
 Laserasi>1cm.
 Kerusakan jaringan lunak,tidak luas,flap/avulsi.
 Fraktur kominutif sedang.
 Kontaminasi sedang
c) Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur
kulit,otot,dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur dapat dikategorikan berdasarkan sebagai berikut:
1) Jumlah garis
 Simple fraktur : terdapat satu garis fraktur.
 Multiple fraktur : lebih dari satu garis fraktur.
 Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur dan
patah menjadi fragmen kecil.
2) Luas garis fraktur
 Fraktur inkomplit : tulang tidak terpotong secara total.
 Fraktur komplikasi : tulang terpotong total.
 Hair line fraktur : garis fraktur tidak tampak.
3) Bentuk fragmen
 Green stick : retak pada sebelah sisi dari tulang (sering
pada anak anak).
 Fraktur transversal : fraktur fragmen melintang.
 Fraktur obligue : fraktur fragmen miring.
 Fraktur spiral : fraktur fragmen melingkar
c. Fraktur dengan komplikasi, misal malunion, delayed, union,
nonunion, infeksi tulang.
1) Klasifikasi radiologis :
 Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan

16
dislokasi
 Konfigurasi : F.transfersal, F.oblik, F.spiral, F.Z,
F,segmental,F.komunitif (lebih dari deaf ragmen), F.baji biasa
pada vertebra karena trauma, F.avulse, F.depresi, F.pecah,
F.epifisis.
 Menurut ekstensi : F.total, F.tidak total, F.buckle atau torus,
F.garis rambut, F.greenstick.
 Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya:
tidak bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi,
distraksi, over-riding, impaksi).
Sumber : Tanto Chris. 2014. KAPITAL SELEKTA
KEDOKTERAN. Jl. Salemba Raya 6 Jakarta : Media Aesculapius.
2014.
2.4 Manifestasi Klinik
Menurut Wahyu widodo, 2014 Mekanisme terjadinya cedera harus selalu
ditanyakan kepada pasien secara rinci. Gejala yang dirasakan, seperti nyeri
dan bengkak harus diperhatikan. Perlu diingat bahwa daerah yang
mengalami trauma tidak selalu merupakan daerah fraktur. Selain itu,
jangan hanya terpaku pada satu cedera utama.Perlu diperhatikan apakah
ada trauma atau keluhan di daerah lainnya. Pada kasus-kasus fraktur,
penanganan selalu dimulai dari survei primer (ABC), yang dilanjutkan
dengan survei sekunder secara menyeluruh. Pemeriksaan fisik
muskuloskeletal yang lengkap harus mencakup inspeksi (look), palpasi
(feel), dan lingkup gerak (move). Selain itu, pemeriksaan arteri, vena,
nervus (AVN) juga penting untuk dilakukan.

Tanda dan gejala Fraktur :


1. Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatik dan cedera biasanya
menimbulkan nyeri. Pada fraktur stres, nyeri biasanya menyertai
aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Fraktur patologis
memungkinkan tidak disertai nyeri.
2. Posis tulang atau ekstremitas yang tidak alami mungkin tampak jelas
3. Pembengkakan di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses

17
inflamasi.
4. Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan
kerusakan saraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan
sama dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadi sebelah distal
dapat menandakan sindrom kompartemen walaupun adanya denyut
nadi tidak menyingkirkan gangguan ini.
5. Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakka
Karena ujung ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.

Sumber : Tanto Chris. 2014. KAPITAL SELEKTA KEDOKTERAN. Jl.


Salemba Raya 6 Jakarta : Media Aesculapius. 2014

2.5 Patofisiologi/ Patoflowdiagram


Menurut Brunner dan Suddarth (2002), trauma dan kondisi patologis yang
terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan
diskontinuitas jaringan tulang yang dapat membuat penderita mengalami
kerusakan mobilitas fisiknya. Diskontinuitas jaringan tulang dapat
mengenai 3 bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta
tulang itu sendiri. Jika mengenai jaringan lunak maka akan terjadi spasme
otot yang menekan ujung saraf dan pembuluh darah dapat mengakibatkan
nyeri, deformitas serta syndrome compartement. Fraktur adalah semua
kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur beragam dalam hal keparahan
berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun fraktur terjadi pada 15
semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang yang mengalami
trauma yang terus-menerus dan pada pasien lansia. Fraktur dapat terjadi
akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan, gerakan memutar tiba-tiba,
kontraksi otot berat, atau penyakit yang melemahkan tulang. Dua
mekanisme dasar yang fraktur: kekuatan langsung atau kekuatan tidak
langsung. Dengan kekuatan langsung, energi kinetik diberikan pada atau
dekat tempat fraktur. Tulang tidak dapat menahan kekuatan. Dengan
kekuatan tidak langsung, energi kinetik di transmisikan dari titik dampak
ke tempat tulang yang lemah. Fraktur terjadi pada titik yang lemah.
Sewaktu tulang patah, pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga

18
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorpsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah
atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang
tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pebekakan
akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Brunner
dan Suddarth, 2002). (Sumber : Tanto Chris. 2014. KAPITAL SELEKTA
KEDOKTERAN. Jl. Salemba Raya 6 Jakarta : Media Aesculapius. 2014).

Patoflowdiagram

Fraktur

Etiologi

Fraktur Patologis Fraktur Traumatik Fraktur Stres

Fraktur Terbuka Fraktur Tertutup

Fraktur terbuka ujung tulang Perubahan fegmen jaringan pada


menembus otot dan kulit tulang dan pembuluh darah

Kerusakan fegmen tulang Pergeseran tulang


cidera jaringan lunak

19
Kemerahan Derfomitas Edema
Tulang menusuk Konstipasi
kulit mickroorganisme
Penekanan
pembuluh darah
Ekstremitas tidak dapat Hambatan
berfungsi dengan baik mobilisasi

Cidera fisik
Dx : Gangguan Mobilitas
fisik

Dx : Nyeri Akut

T&G Fraktur disertai rasa :

Nyeri Pembengkakan Posisi tulang Gangguan sensasi atau


kesemutan

Kerusakan mobilitas fisik Fraktur menyebabkan diskontinuitas


jaringan tulang

Diskontinuitas jaringan tulang dapat


mengenai 3 bagian

Jaringan Lunak Pembuluh darah Saraf serta tulang itu sendiri

Spasme nyeri
otot
penderita mengalami kerusakan Kontiunitas
tulang

20
Faktor terjadi Fraktur

Pukulan tabrakan Gerakan Kontraksi otot Penyakit yang


langsung memutar berat melemahkan tulang

Dua mekanisme dasar


fraktur

Kekuatan Langsung Kekuatan tidak langsung

Energi kinetic diberikan Energy kinetic di transmisikan

Fraktur terjadi pada titik


yang lemah Tulang yang lemah
Pada tempat fraktur

Pendarahan

Kerusakan Integritas Proses masuknya


kulit kuman

DX : resiko Infeksi

PP Fraktur : X-Ray, Scan tulang, Kretinin,


Arteriogram, Hitungan darah lengkap, Profil
koagulasi

21
Komplikasi Fraktur

Kerusakan Arteri Kompartemen Infeksi Syok Aveskular


syndrome Nekrosis

Penatalaksanaan medis Fraktur : Penyambungan kembali tulang


(reduksi), Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi

Diagnosa keperawatan Fraktur :

1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik (latihan fisik berlebih)


2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang
3. Resiko Infeksi d.d kerusakan integritas kulit

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang menurut Rudi Haryono :

1. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luas-nya fraktur.


2. Scan tulang, tomogram, atau CT/ MRIscan untuk memperlihatkan
fraktur secara lebih jelas dan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
3. Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
4. Hitung darah lengkap. Hemokonsentrasi mungkin meningkat atau
menurun pada perdarahan. Selain itu, peningkatan lekosit mungkin
terjadi sebagai respons terhadap peradangan.
5. Kretinin. Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens
ginjal.
6. Profil koagulasi. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi, atau cedera organ hati,

22
Sumber : Rudi Haryono Ns.,M.kep &Maria Putri sari utami, M.Kep.
2019. buku keperawatan medikal Bedah II. PT pustaka baru Yogyakarta.

2.7 Komplikasi
Menurut Wahid (2013) komplikasi fraktur dibedakan menjadi komplikasi
awal dan lama yaitu :
a. Komplikasi awal
 Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan
emergency splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi dan pembedahan
 Kompartemen syndrom
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh odema atau peredaran
arah yang menekan otot, tulang, saraaf dan pembuluh darah.
Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
yang terlalu kuat.
 Fat embolism syndrom
Komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
takikardi, hipertensi, takipneu dan demam.
 Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena pengunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat .
 Avaskuler nekrosis

23
Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran daarah ke tulang
rusak atau terganngu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya volkman ischemia.
 Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebakan menurunnya
oksigenasi.
b. Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya
fraktur pada pasien yang telah menjalani proses pembedahan.
Menurut kutipan dari Smeltzer dan Bare (2013), komplikasi ini dapat
berupa:
 Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang menetap dan
penyakit degeneratif sendi pasca trauma.
 Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur yang tidak
normal (delayed union, mal union, non union).
 Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan rupture tendon lanjut.
 Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu saraf
menebal akibat adanya fibrosis intraneural. (Sumber : Estu, SNA.
2018. Fraktur)

2.8 Penatalaksanaan Medis


Menurut Dimas Priantono, 2014 Tujuan dari penatalaksanaan fraktur
adalah untuk menyatukan fragmen tulang yang terpisah. Secara umum.
prinsip dari tata laksana fraktur adalah reduksi, fiksasi, dan rehabilitasi.
Reduksi tidak perlu dilakukan apabila:
 Fraktur tidak disertai atau hanya terjadi sedikit displacement,
 Pergeseran yang terjadi tidak bermakna (misalnyapada klavikula),
atau
 Reduksi tidak dapat dilakukan (misalnya pada fraktur kompresi
vertebra).
Reduksi harus dilakukan dengan anestesi dan relaksasi otot. reduksi
tertutup dilakukan secara spesifik untuk masing-masing lokasi.

24
Penatalaksanaan medis secara umum Fraktur :
1) Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar
terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian
besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi
tertutup) Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi
terbuka), pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan
sambungan. Traksi dapat diperlukan untuk mempertahankan reduksi
dan menstimulasi penyembuhan.
2) Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar
teriadi pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka
panjang biasanya dilakukan dengan pemasangan gips ataupenggunaan
bidai.

(Sumber : Tanto Chris. 2014. KAPITAL SELEKTA KEDOKTERAN. Jl.


Salemba Raya 6 Jakarta : Media Aesculapius. 2014).

2.9 Asuhan Keperawatan (Diagnosa, Intervensi, (SDKI, SLKI dan SIKI


PPNI 2016)
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1) Pengumpulan Data
a. Anamnesa
b. Identitas Klien
Meliputi nama, inisial, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
golongan, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
c. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap

25
tentang rasa nyeri klien digunakan:
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,atau
menusuk-nusuk.
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung.Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan
luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang.

26
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetic
g. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
h. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain
itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang.

Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu


menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
musculoskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga

27
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

 Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhanklien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu
dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaanklien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
2) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien
Penampilan klien, ekspresi wajah, bicara, mood, berpakaian dan
kebersihan umum, tinggi badan, BB, gaya berjalan.
b. Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan pada tanda-tanda vital mencakup : suhu, nadi,
pernapasan dan tekanan darah.
c. Pemeriksaan Lokal
Pemeriksaan fisik pada pasien fraktur biasanya seperti
pemeriksaan fisik pada umumnya, tetapi pada saat pemeriksaan
fraktur dilakukan hal – hal sebagai berikut :
1) Keadaan Lokal
Harus di perhitungkan keadakan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status
neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:
a) Look (inspeksi)
 Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-

28
hal yang tidak biasa (abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas(deformitas) Posisi
jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah,baik pemeriksa maupun klien.
d. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang
penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-
ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 33 proyeksi
yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya
superposisi.
 MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
 Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik (latihan fisik berlebih).
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang.

29
3. Resiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit

INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1 Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Agen pencedera tindakan Keperawatan Observasi
fisik (latihan fisik 1 x 24 jam diharapkan 1. lokasi,
berlebih) nyeri menurun karakteristik,
Kriteria Hasil : durasi, frekuensi,
Tingkat Nyeri kualitas, intensitas
Menurun nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
menurun nyeri
2. Gelisah 3. Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
3. Meringis 4. Identifikasi faktor
menurun yang memperberat
4. Kesulitan tidur dan memperingan
menurun nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup

30
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
9. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik,
biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)

31
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika diperlukan

2. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi


Fisik b.d kerusakan tindakan keperawatan Observasi :
integritas struktur selama 3 x 24 jam 1. Identivikasi
tulang maka mobilitas fisik adanya nyeri atau
meningkat. keluhan fisik
Kriteria Hasil : lainnya
Mobilitas Fisik 2. Identivikasi
Meningkat toleransi fisik
1. Pergerakan melakukan

32
eksremitas pergerakan
meningkat 3. Monitor kondisi
2. Nyeri menurun umum selama
3. Kecemasan melakukan
menurun mobilisasi
4. Gerakan terbatas
menurun Terapeutik :
1. Fasilitas aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu
2. Fasilitas
melakukan
pergerakan jika
perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis duduk
ditempat tidur)

33
3. Resiko Infeksi d.d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
kerusaka integritas tintdakan keperawatan Observasi
kulit selama 2 x 24 jam 1. Monitor tanda dan
derajat infeksi gejala infeksi local
menurun dan sistematik
Kriteria Hasil : Terapetik
Tingkat Infeksi 1. Batasi jumlah
Menurun pengunjung
1. Kemerahan 2. Berikan perawatan
Menurun kulit pada area
2. Bengkak edema
Menurun 3. Cuci tangan
3. Nyeri Menurun sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan
teknik aseptic
pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi
1. Jelaskan tanda dn
gejala infeksi
2. Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
4. Anjurkan

34
menikatkan nutrisi

IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi
(Wartonah, 2015). Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensikeperawatan.
Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi,
terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategiimplementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).

EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Dinarti &Muryanti, 2017).
Dalam perumusan evaluasi keperawatan menggunakan empat komponen
yang dikenal dengan SOAP, yaitu S (subjektive) merupakan data informasi
berupa ungkapan pernyataan keluhan pasien, O (objective) merupakan data
hasil pengamatan, penilaian, dan pemeriksaan, A (Assesment) merupakan
perbandingan antara data subjective dan data objective dengan tujuan dan
kriteria hasil, kemudian akan diambil sebuah kesimpulan bahwa masalah

35
teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, dan P (Planning)
merupakan rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari
rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany,
2013). Evaluasi diharapkan sesuai dengan masalah yang
dihadapi pasien danperencanaan tujuan serta kriteria hasil yang
telah dibuat.

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATAN OBSTETRIK

2.10 Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi

Alat reproduksi wanita berada di bagian tubuh seorang wanita


yang disebut panggul. Secara anatomi nilai reproduksi wanita dibagi
menjadi dua bagian, yaitu : bagian yang terlihat dari luar ( genitalia
eksterna ) dan bagian yang berada di dalam panggul ( genitalia interna
). Genitalia eksterna meliputi bagian yang disebut kemaluan ( vulva )
dan liang sanggama ( vagina ).Genetika interna terdiri dari rahim (
uterus ), saluran telur ( tuba ), dan indung telur ( avarium ). Pada vulva
terdapat bagian yang menonjol yang di dalamnya terdiri dari tulang
kemaluan yang ditutupi jaringan lemak yang tebal.
Pada saat pubertas bagian kulitnya akan ditumbuhi rambut.
Lubang kemaluan ditutupi oleh selaput tipis yang biasanya berlubang
sebesar ujung jari yang disebut selaput dara ( hymen ). Di belakang
bibir vulva terdapat kelenjar-kelenjar yang mengeluarkan cairan. Di
ujung atas bibir terdapat bagian yang disebut clitoris, merupakan
bagian yang mengandung banyak urat-urat syaraf. Di bawah clitoris
agak kedalam terdapat lubang kecil yang merupakan lubang saluran
air seni ( urethra ). Agak ke bawah lagi terdapat vagina yang
merupakan saluran dengan dindi ng elastis, tidak kaku seper ti dinding
pipa. Saluran ini menghubungkan vulva dengan mulut rahim. Mulut
rahim terdapat pada bagian yang disebut leher rahim ( cervrz ), yaitu
1
bagian ujung rahim yang menyempit. Rahim berbentuk seperti buah
pir gepeng, berukuran panjang B-9 cm. Letaknya terdapat di belakang
kandung k encing dan di depan saluran pelepasan. Dindi ngnya terdiri
dari dua lapisan Mot yang teranyam saing metintang. Lapisan dinding
rah im yang terdalam disebut endometrium, merupakan lapisan setaput
kndir. tvtutai dari ujung atas kanan kiri rahim terdapat saluran telur
yang ujungnya berdekatan dengan indung telur kiri dan kanan. lndung
tekur berukuran 2,5×1,5×0,6 cm, mengandung sel-sel telur ( ovum )
yang jumtahnya lebih kurang 200.000-400.000 butir. Otot-otot
panggul dan jaringan ikat disekitarnya menyangga alat-alat
reproduksi, kandung kencing dan saluran peiepasan sehingga alat-alat
itu tetap berada pada tempatnya.

(Gambar 3.0 Anatomi kehamilan)

2
2.11 Pengertian Ekslamsia

Eklampsia merupakan serangan konvulsi yang mendadak atau suatu


kondisi yang dirumuskan penyakit hipertensi yang terjadi oleh
kehamilan, menyebabkan kejang dan koma, (kamus istilah medis :
163,2001)
Eklampsia adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita
hamil dan wanita dalam nifas, diserta dengan hipertensi, odema,
proteinurio (obstetric patologi : 99. 1984)

2.12 Etiologi

Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui,


tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit
ini, antara lain:

1. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.

2. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik
dapat diterima dan ditolak oleh ibu.Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila
janin dianggap bukan benda asing,. dan rahim tidak dipengaruhi oleh
sistem imunologi normal sehingga terjadimodifikasi respon imunologi dan
terjadilah adaptasi.Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam
adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap
berjalan.

3. Teori Iskhemia Regio Utero Placental


Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero
placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai
sirkulasi, menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini
3
mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan
aldosteron.Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general,
termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan
anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin
vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan
peningkatan permeabilitas

4
pada membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem
lebih jauh.

4. Teori Radikal Bebas


Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas.
Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang
sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai
dengan adanya satuatau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan
timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak
berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan
menimbulkan kerusakan sel.Pada eklamsia sumber radikal bebas yang
utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami
iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang
banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel
Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan
produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan
juga menurun.

5. Teori Kerusakan Endotel


Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan
menghindari pengaruh vasokonstriktor.
Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas
yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh
yang
menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh.
Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya
peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah.Kerusakan endotel
ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu berupa “
glumerulus endotheliosis “. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang
sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.

5
6. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari
asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi
regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang
menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan
ishkemi regio utero placenta yang terjadi

6
menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan
prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran
tromboksan sehingga berbanding 7 :
1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan
terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.

7. Teori Diet Ibu Hamil


Kebutuhan kalsium ibu 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan-
kekurangan kalsium,hamil kalsium ibu hamil akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama
menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan
sebagai berikut : dengan dikeluarkannya kalsium dari otot dalam waktu
yang lama, maka akan menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung
yang mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah
menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan
menyebabkan konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan
meningkatkan tekanan darah.

2.13 Manifestasi klinis Ekslamsia

Gejala utama eklamsia adalah kejang yang terjadi sebelum, selama, atau
setelah persalinan. Eklamsia selalu terjadi setelah preeklamsia.
Sementara preeklamsia sendiri dapat timbul sejak kehamilan mencapai
usia 20 minggu.

Preeklamsia ditandai dengan tekanan darah yang lebih dari 140/90 mm


Hg, adanya protein dalam urine, dan dapat disertai dengan
pembengkakan di tungkai. Jika tidak mendapatkan penanganan,
preeklamsia bisa menyebabkan eklamsia.

Pada beberapa kasus, bisa terjadi impending eclampsia yang ditandai


dengan:

 Tekanan darah makin tinggi

7
 Sakit kepala yang parah
 Mual dan muntah
 Sakit perut terutama di bagian kanan atas
 Bengkak di tangan dan kaki
 Gangguan penglihatan
 Frekuensi dan jumlah urine berkurang (oligouria)
 Peningkatan kadar protein dalam urine

Jika terus berlanjut, penderitanya dapat mengalami kejang. Kejang ini


bisa terjadi sebelum, selama, atau setelah persalinan.

Kejang eklamsia dapat terjadi satu kali atau berulang kali. Namun, ada
dua fase kejang yang bisa terjadi saat mengalami eklamsia, yaitu:

 Fase pertama
Pada fase ini, kejang berlangsung selama 15–20 detik, yang disertai
dengan kedutan di wajah, kemudian terjadi kontraksi otot di seluruh
tubuh.
 Fase kedua
Kejang fase kedua berlangsung selama 60 detik, yang dimulai dari
rahang, kemudian menjalar ke otot muka, kelopak mata, dan akhirnya
menyebar ke seluruh tubuh. Pada fase ini, kejang eklamsia
menyebabkan otot berkontraksi dan rileks secara berulang-ulang dalam
waktu yang cepat.

2.14 Patofisiologi / Patoflowdiagram

Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga berhubungan


denganberbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra
mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian
tegangan miometrium yangditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara,
anak kembar atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang
bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini
8
mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron.
Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin
memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air
dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar
dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi
aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan
karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang
berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan
perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin.

9
2.15 Pemeriksaan Penunjang 10
Ekslampsia maupun preeklamsia adalah kondisi yang sebaiknya dihindari
wanita hamil. Cara terbaik untuk menghindari kedua kondisi ini adalah
dengan rutin melakukan pemeriksaan kandungan, sehingga risiko
preeklamsia bisa terdeteksi pada masa-masa awal kehamilan. Dengan
begitu, kemungkinan preeklampsia berkembang menjadi kejang atau
eklampsia pun bisa diminimalisir.

Sebelumnya perlu diketahui, preeklampsia adalah gangguan


kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi alias hipertensi dan
tanda-tanda kerusakan organ lain. Kondisi ini sering menyebabkan
gangguan pada organ seperti kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh
tingginya kadar protein pada urine. Kondisi ini rentan menyerang pada
trimester ketiga atau masa-masa akhir kehamilan, dan bisa memicu kejang
alias eklampsia saat semakin mendekati proses persalinan.

Eklampsia yang tidak ditangani segera bisa memicu terjadinya komplikasi,


baik bagi ibu hamil maupun janin yang dikandung. Kondisi ini bisa
menyebabkan ibu hamil dan bayi mengalami kerusakan saraf otak
permanen, kerusakan organ ginjal dan hati, hingga yang paling parah bisa
menyebabkan kematian akibat kejang yang terjadi. Saat ibu hamil
mengalami kejang, dokter akan melakukan beberapa jenis pemeriksaan
untuk memastikan kondisi tersebut merupakan gejala eklampsia atau
bukan. Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah:

 Tes Darah

Preeklampsia dan eklampsia sangat berkaitan dengan tekanan darah. Maka


dari itu, pemeriksaan darah menjadi salah satu tes yang bisa dilakukan
untuk mendiagnosis kondisi ini. Pemeriksaan ini mencakup perhitungan
sel darah lengkap yang bisa membantu menunjukkan wanita hamil
mengalami preeklamsia atau gangguan lain. Penghitungan sel darah
lengkap juga dapat digunakan untuk melihat kadar bilirubin dan serum
haptoglobin dalam darah. Selain itu, akan diamati juga jumlah sel darah
merah per volume darah. Sel darah merah bertugas mengangkut oksigen

11
agar asupan oksigen bagi ibu hamil dan janin yang dikandung tetap terjaga
serta terpenuhi.

 Tes Kreatinin

Kerusakan ginjal bisa menjadi salah satu tanda wanita hamil mengalami
eklampsia. Untuk memastikan kerusakan terjadi karena gangguan ini, perlu
dilakukan tes fungsi ginjal, salah satunya tes serum kreatinin. Zat ini
merupakan hasil buangan dari otot yang dialirkan melalui darah serta
dikeluarkan melalui ginjal. Namun, saat ginjal mengalami kerusakan
karena eklampsia, proses ini jadi terganggu kemudian menyebabkan kadar
kreatinin bertambah dan tak dapat disaring.

 Tes Urine

Kemungkinan preeklampsia dan eklampsia juga bisa dilihat melalui tes


urine. Pada pemeriksaan ini, akan dilihat ada atau tidak keberadaan protein
dalam urine yang merupakan salah satu tanda penting terjadinya
preeklamsia dan eklamsia pada ibu hamil.

2.16 Komplikasi

Tanpa penanganan yang baik, eklamsia dapat menimbulkan komplikasi


serius, termasuk kematian ibu hamil dan janin. Eklamsia yang tidak
tertangani juga bisa menyebabkan sejumlah komplikasi kesehatan, seperti:

 Efek samping kejang, seperti lidah tergigit, patah tulang, cedera


kepala, dan pneumonia aspirasi akibat masuknya isi lambung ke saluran
pernapasan
 Kerusakan sistem saraf pusat, perdarahan di otak, gangguan
penglihatan, bahkan kebutaan, akibat kejang yang berulang
 Kerusakan organ, seperti gagal ginjal dan gagal hati
 Sindrom HELLP dan gangguan sistem peredaran darah, seperti
koagulasi intravena terdiseminasi atau disseminated intravascular
coagulation (DIC)

12
 Gangguan kehamilan, misalnya pertumbuhan janin terhambat, solusio
plasenta, oligohidramnion, atau bayi terlahir secara prematur
 Penyakit jantung koroner dan stroke
 Risiko mengalami preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan
berikutnya

2.17 Penatalaksanaan
A. Preeklampsia berat (Hidayati et al., 2020)

1. Pemeriksaan tekanan darah menggunakan sphygmomanometry


mercury masih merupakan standar baku pengukuran tekanan
darah. Pengukuran menggunakan alat otomatis memiliki akurasi
lebih rendah dibandingkan merkuri (ISSHP, 2014).
2. Proteinuria, standar baku (gold standard) untuk mendiagnosis
proteinuria abnormal pada kehamilan adalah dengan pemeriksaan
protein urin 24 jam 2 300 mg/hari. Dalam praktik sehari-hari
pemeriksaan ini membutuhkan waktu lebih lama, sehingga sering
digantikan dengan pemeriksaan rasio protein/kreatinin urin 30
mg/mmol menunjukkan proteinuria abnormal. Jika tidak dapat
melakukan pemeriksaan ini, maka dipstick test masih dapat
digunakan dengan nilai minimal +2 (RCOG, 2010; ISSHP, 2014).

13
3. Pemeriksaan laboratorium lengkap harus dikerjakan untuk menilai
gangguan multi organ, termasuk menilai adanya komplikasi
sindroma HELLP (ISSHP, 2014).
4. Pemeriksaan kesejahteraan janin: USG, NST perlu dilakukan
mengingat gangguan pertumbuhan janin dapat merupakan
komplikasi preeklampsia (ISSHP, 2014).
B. Eklamsia

Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menstabilisasi fungsi vital


penderita dengan terapi suportif Airway, Breathing, Circulation (ABC),
mengendalikan kejang, mengendalikan tekanan darah khususnya jika
terjadi krisis hipertensi sehingga penderita mampu melahirkan janin
dengan selamat pada kondisi optimal. Pengendalian kejang dapat
diterapi dengan pemberian magnesium sulfat pada dosis muatan
(loading dose) 4-6 gr diikuti 1,5-2 g/jam dalam 100 ml infus rumatan
IV. Hal ini dilakukan untuk mencapai efek terapeutik 4,8-8,4 mg/dl
sehingga kadar magnesium dapat dipertahankan dari efek toksik.

14
Kejang pada eklampsia merupakan kondisi gawat darurat yang
mengancam nyawa ibu dan bayi. Oleh karena itu, persalinan adalah
pengobatan utama yang dapat dilakukan untuk mengobati eklampsia.

Sementara itu, pertolongan pertama pada gejala eklampsia adalah memutus


kejang menggunakan obat-obatan. Berikut adalah penjabaran mengenai
obat-obatan yang digunakan sebagai pertolongan pertama pada eklampsia,
yaitu:

 Obat-obatan Antikonvulsan (anti kejang): Magnesium sulfat suntikan


pelan dalam intravena. Magnesium sulfat dapat merelaksasi otot-otot yang
kejang. Pemberian magnesium sulfat dilakukan dengan suntikan intravena
pelan untuk memutus kejang, kemudian dilakukan terapi pemeliharaan
dengan magnesium sulfat infus selama 24 jam walaupun sudah tidak
kejang untuk menghindari kejang berulang.

 Lorazepam atau Diazepam dapat diberikan apabila terdapat


kontraindikasi dari magnesium sulfat

 Phenitoin dapat diberikan jika mengalami kejang berulang walaupun


sudah diberikan magnesium sulfat.

 Obat-obatan anti hipertensi harus sesegera mungkin setelah


magnesium sulfat diberikan jika tensi diatas 160/110 mmHg. Target
tekanan darah adalah 140–160/90–110 mmHg. Obat-obatan hipertensi
yang dapat digunakan adalah labetalol atau nifedipin.

 Obat-obatan diuretik seperti furosemid dapat diberikan apabila


terdapat cairan pada paru (edema pulmo)

Setelah kejang tertangani, maka langkah selanjutnya adalah melahirkan


bayi. Proses melahirkan dapat melalui persalinan normal pervaginam atau
operasi caesar, tergantung kondisi ibu dan usia kehamilan. Jika usia
kehamilan sudah cukup bulan, kondisi ibu memungkinkan untuk

15
melahirkan normal, dan tidak ada kondisi gawat janin maka persalinan
normal melalui vagina akan diusahakan.

Pasien juga bisa diberikan induksi persalinan dengan suntikan atau infus
oksitosin untuk merangsang kontraksi rahim apabila belum terdapat
kontraksi yang cukup untuk melahirkan normal. Jika terdapat gawat janin
dan kondisi ibu tidak memungkinkan untuk persalinan normal, maka
persalinan caesar segera dilakukan. Jika usia kehamilan belum cukup bulan
atau kurang dari 34 minggu, maka dapat diberikan injeksi kortikosteroid
untuk merangsang pematangan paru pada bayi.

2.18 Asuhan Keperawatan (Diagnosa, Intervensi,


(SDKI, SLKI dan SIKI PPNI)

A. Anamnesa

Pengkajian pada pasien dengan kasus preeklamsia dalam kehamilan


meliputi:
1) Identitas umum ibu meliputi nama, tempat tanggal lahir/umur,
pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, dan alamat rumah
2) Data riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang ibu mengalami sakit kepala


didaerah frontal, terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrium
penglihatan kabur, mual muntah, anoreksia.
b. Riwayat kesehatan dahulu kemungkinan ibu menderita
penyakit hipertensi pada kehamilan sebelumnya, kemungkinan
ibu mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia pada
kehamilan terdahulu, biasanya mudah terjadi pada ibu dengan
obesitas, DM.
c. Riwayat kesehatan keluarga kemungkinan mempunyai riwayat
kehamilan dengan hipertensi dalam keluarga
d. Riwayat obstetric biasanya peeklamsia pada kehamilan paling

16
sering terjadi pada ibu hamil primigravida, kehamilan ganh,
hidramnion kelebihan cairan ketuban), dan molalidatidosa
(hamil anggur) dan semakin tuanya usia kehamilan

17
e. Pola nutrisi jenis makanan yang dikonsumsi baik mkaran
pokom maupun selingan
f. Psiko social spiritual ensi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk
menghadapi resikonya.
B. Pemeriksaan fisik

1) keadaan umum

a. keadaan umum biasanya ibu hamil dengan peeklamsia akan


mengalami kelelahan
b. TD: ibu hamil ditemukan dengan darah sistol diatas 140 mmHg
dan diastole diatas 90 mmHg.
c. Nadi ibu hamil dengan preeklamsia ditemukan nadi yang
meningkat.
d. Nafas: ibu hamil dengan preeklamsia akan ditemukan nafas
pendek, terdengar nafas berisik dan ngorok
e. Suhu: ibu hamil dengan preeklamsia dalam kehamilan biasanya
tidak ada gangguan pada suhu
f. BB: akan terjadi peningkatan berat badan lebih dari 0,5
kg/minggu atau sebanyak 3 kg dalam 1 bulan
g. Kepala ditemukan kepala yang berketombe dan kurang bersih
dan pada ibu hamil dengan preeklamsia akan mengalami sakit
kepala
h. Wajah ibu hamil yang mengalami preeklamsia wajah tampak
eder

18
i. Mata ibu hamil dengan preeklamsia akan ditemukankonjungtiva
anemis, dan penglihatan kabur
j. Bibir mukosa bibir lembab

k. Mulut Terjadi pembengkakan vaskuler pada gusi menjadi


hiperemik dan lunak, sehingga gusi bisa mengalami
pembengkakan dan pendarahan
l. Leher biasanya akan ditemukan pembesaran pada kelenjar tiroid
2) Thorax

a. Paru-paru akan terjadi peningkatan respirasi, edem paru dan


nafas pendek
b. Jantung terjadi adanya dekompensasi jantung

c. Payudara: biasanya akan ditemukan payudara membesar, lebih


padat dan lebih keras, putting menonjol, areola merghitam dan
membesar dari 3 cmmerjadi 5 cm sampai 6 cm permukaan
pembuluh darah menjadi terlihat
d. Abdomen: ditemukan nyeri pada epigastrium dan terjadi mual
muntah
e. Pemeriksaan janin bunyi jantung tidak teratur dan gerakan janin
melemah
f. Ektremitas: adunya edema pada kaki dan juga pada jari janin

g. System persyarafan: ditemukan hiperfleksia klonus pada kaki

h. Genitourinaria biasanya didapatkan oliguria dan proteinuria

19
- DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. Gangguan pertukaran gas

B. Perfusi perifer tidak efektif

C. Gangguan rasa nyaman

INTERVENSI KEPERAWATAN

20
NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI(SIKI)
KEPERAWATAN HASIL
(SDKI) (SLKI)
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
pertukaran gas
Keperawatan 1 x 24 jam Observasi
diharapkan 1. Monitor frekuensi nafas, irama,
Pertukaran gas kembali normal upaya, dan kedalaman nafas
Kriteria Hasil : Terapeutik
1. Pola nafas membaik 1. Atur interval pemantauan respirasi
2. Pusing menurun
3. Penglihatan kabur menurun sesuai kebutuhan pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bantuan O2

2. Perfusi perifer Perawatan sirkulasi


Setelah dilakukan tindakan
tidak efektif Observasi
Keperawatan 1 x 24 jam
1. Periksa sirkulasi perifer ( nadi
diharapkan
perifer,pengisian kapiler,
Perfusi perifer meningkat
warna,suhu )
Kriteria Hasil :
2. Monitor panas, kemerahan,nyeri/
1. Edema perifer menurun
bengkak
2. Kram otot menurun
Terapeutik
3. Nekrosis menurun
1. Lakukan perawatan kaki dan kuku
4. Kelemahan otot menurun
untuk memperbaiki perfusi perifer
5. Tekanan darah menurun
2. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan konsumsi obat penurun

21
tekanan darah
2. Anjurkan mengonsumsi diet untuk
memperbaiki sirkulasi

Manajemen nyeri
3. Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan
Observasi
nyaman Keperawatan 1 x 24 jam
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan
durasi, frekuensi, kualitas,
Rasa nyaman meningkat dengan
intensitas nyeri
Kriteria Hasil :
2. Identifikasi skala nyeri
1. Gelisah menurun
3. Identifikasi respon nyeri non
2. Merintih menurun
verbal
3. Hasil Tekanan darah
Terapeutik
membaik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan
ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu
pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Eklamsia adalah kejang yang dialami oleh ibu hamil pada usia kehamilan 8-
9 bulan. Eklamsia disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya keracunan
pada saat mengkonsumsi obat-obatan dan penyakit darah tinggi yang diderita
oleh ibu hamil. Selain faktor medisa tersebut, eklamsia bisa disebabkan juga
oleh faktor psikis dari sang ibu yaitu, faktor trauma atau ketakutan saat
kehamilan sebelumnya.

3.2 Saran

Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi penulis


mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Pembahasan dalam
makalah ini (Fraktur dan Eklampsia ) merupakan masalah yang sering
terjadi di kehidupanmasyarakat, oleh karena itu penulis menyarankan agar
para pembaca memahami tentang isi makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Zairi. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletall. Jakarta : Salemba

Irianto, Koes.2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa. Bandung:


Alfabeta.

Tanto Chris.2014. KAPITAL SELEKTA KEDOKTERAN. Jl Selemba Raya 6


Jakarta: Media Aesculapius,2014.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan KeperawatanPraktis


Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus.
Jogjakarta: Mediaction.

Estu, SNA. 2018. FrakturRudi Haryono Ns.M.kep & Maria Putri sari utami,
M.Kep. 2019.
Bukukeperawatan medikal Bedah II. PT pustaka baru Yogyakarta.
Heni Puji Wahyuningsih, S.SiT., M.Keb & DR Yuni Kusmiyati., MPH,
2017. Buku anatomi fisiologi. Kebayoran baru Jakarta selatan.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

24

Anda mungkin juga menyukai