Anda di halaman 1dari 18

GUNUNG API KRAKATAU

Disusun oleh :
Kelompok 6
Anggota : 1. Intan Malahayati
2. Putri Aida
3. Rahmatil Adha Phonna
4. Siti Maisarah
5. Siti Sara Rizkia

Dosen pembimbing : Dr. Didik Sugiyanto, M.T.


Mata Kuliah : Pengetahuan Kebencanaan dan Lingkungan

UPT. MATA KULIAH UMUM


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah pendidikan
agama dengan judul “Gunung Api Krakatau”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen pendidikan agama yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem saluran panas (batuan dalam wujud cair atau lava)
yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke
permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada
saat meletus. Gunung berapi di Bumi terbentuk dikarenakan keraknya terpecah
menjadi 17 lempeng tektonik utama yang kaku yang mengambang di atas lapisan
mantel yang lebih panas dan lunak. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki
banyak gunung api, yaitu 127 gunung api yang aktif.
Salah satu gunung api yang terdapat di Indonesia adalah gunung krakatau.
Krakatau (atau Rakata) adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada
di Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatra. Gunung krakatau merupakan sebuah
gunung api di perairan Selat Sunda yang menyebabkan bencana besar bagi dunia.
Meletusnya gunung api ini menyebabkan terjadinya tsunami dan abu dari letusan
tersebut sampai di daratan Eropa. Abu letusan menyebabkan berkurangnya intensitas
sinar dan cahaya matahari ke permukaan bumi.
Letusan Gunung krakatau berada di skala 6 dari 8 yang menunjukkan bahwa
letusannya tergolong dahsyat dengan materi vulkanik yang terlempar lebih dari 10
km2. Saat ini, pada lokasi bekas meletusnya gunung krakatau ini tumbuh gunung baru
yang diberi nama Gunung Anak Krakatau. Pemberian nama ini disebabkan karena
lokasinya berada di kaldera bekas gunung krakatau dan ukurannya yang lebih kecil.
Gunung ini akan tumbuh semakin besar setiap harinya.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari gunung api krakatau?
2. Bagaimana mekanisme meletusnya gunung api krakatau?
3. Bagaimana sejarah terbentuknya gunung api krakatau ?
4. Apakah faktor pemicu terbentuknya gunung api krakatau?
5. Apakah dampak yang ditimbulkan dari meletusnya gunung api krakatau?
6. Bagaimana cara penanggulangan bencana meletusnya gunung api krakatau?

1.3. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari gunung api krakatau
2. Untuk memahami mekanisme meletusnya gunung api krakatau
3. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya gunung api krakatau
4. Untuk mengetahui faktor pemicu terbentuknya gunung api krakatau
5. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari meletusnya gunung api krakatau
6. Untuk mengetahui cara penanggulangan bencana meletusnya gunung api krakatau
BAB II
PENGERTIAN DAN MEKANISME

2.1. Pengertian
Gunung berapi atau gunung api secara umum merupakan suatu sistem saluran fluida
panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10
km di bawah perukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkan pada saat meletus. Gunung berapi di bumi terbentuk karena kerak bumi pecah
menjadi 17 lempeng tektonik besar dan kaku yang mengapung di lapisan mantel yang
lebih panas dan lebih lembut. Oleh karena itu, distruktur bumi, gunung berapi umumnya
ditemukan di mana lempeng tektonik menyimpang atau menyatu, dan sebagian besar
ditemukan di bawah air. Pada dasarnya, gunung api merupakan bentuk alam di
permukaan bumi yang berasal dari hasil keluarnya magma. Hasil erupsi itulah yang
akhirnya membentuk gunung api.
Namun ada beebrapa pernyataan tentang gunung api menurut para ahli, diantaranya
adalah : menurut Alzwar, mengatakan bahw gunung berapi merupakan sebuah timbunan
di permukaan bumi, timbunan ini terdapat rempah yang ada diatasnya dan lahar atau
aktivitas magma yang ada di dalam intinya, Timbunan ini menyebabkan tumbuhnya
tumbuhan di atasnya karena memang sangat subur. Di bagian bawahnya atau intinya
terdapat dapur magma yang terus beraktivitas. Bronto, mengatakan bahwa apapun yang
terjadi di alam ini merupakan bagian kegiatan dari gunung api. Kegiatan itu meliputi
bagaimana terbentuknya magma di dalam bumi hingga kemunculannya di permukaan
bumi. Jadi apapun fenomena yang ada di permukaan bumi merupakan hasil dari aktivitas
gunung api. Gunung api menghasilkan permukaan bumi atau kerak bumi. Sedangkan Mac
Donald, mengatakan bahwa gunung berapi merupakan lokasi tempat keluarnya batuan
magma dan juga gas. Magma itu berakumulasi hingga akhirnya membentuk sebuah bukit
atau dataran tinggi. Gunung api merupakan daerah gundukan tempat keluarnya magma
itu.
Gunung Krakatau merupakan gunung berapi yang berada kepulauan vulkanik yang
masih aktif dan berada di selat sunda, antara pulau jawa dan Sumatra. Letusan Krakatau
pada 1883 menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua
setengah hari akibat debu vulkanik yang menutupi atmosfer.
2.2. Mekanisme Gunung Berapi
Kerak bumi terdiri dari sebagian besar batuan yang disebut lempeng tektonik.
Lempeng tektonik menyerupai potongan puzzle yang terus bergerak berlawanan satu
sama lain. Gunung berapi sering terbentuk di daerah dimana lempeng tektonik melakukan
kontak. Gesekan yang dibuat antara dua lempeng oleh gerakan konstan melelehkan kerak
bumi, menyebabkan batuan di bawah kerak bumi berubah menjadi magma karena suhu
yang besar dibuat oleh gesekan. Batu panas atau magma yang telah cair menciptakan
tekanan besar dan seiring waktu, ia menemukan jalannya melalui retakan pada lempeng.
Begitu magma mencapai permukaan bumi, maka itu disebut sebagai lahar.
Batas lempeng yang paling berbeda berada di dasar samudra. Itulah sebabnya
aktivitas vulkanik kebanyakan terjadi di lautan. Gunung berapi bisa terbentuk di zona
subduksi. Zona subduksi adalah tempat dimana dua lempengan, satu lempeng samudera
dan satu lempeng benua saling bertabrakan. Di zona subduksi, lempeng samudera
tenggelam di bawah lempeng benua. Gesekan itu menciptakan magma. Saat magma
mencapai permukaan, kemudian terbentuk gunung api. Meskipun kebanyakan gunung
berapi terbentuk pada cincin Api di bawah air, ada beberapa yang terbentuk di darat.
Gunung berapi di darat, jauh dari batas lempeng tektonik dikenal sebagai titik api. Mereka
terbentuk dari gangguan magma yang meningkat yang disebut lapisan jambul. Titik panas
adalah daerah stasioner ruang magma di bawah kerak bumi. Ketika lapisan-lapisan
membentuk gunung berapi di atas hotspot, pergerakan lempeng benua memindahkan
gunung berapi yang baru terbentuk dan memperlihatkan bagian baru lempengan untuk
formasi gunung berapi lebih banyak, menciptakan apa yang dikenal sebagai rantai
vulkanik.
Sebelum terbentuknya gunung berapi, kekuatan alam bumi seperti tekanan dan
suhu, mendorong magma keluar dari ruang magma, yang merupakan kolam bawah tanah
batu cair yang besar, sampai meletus seperti lahar di permukaan bumi atau sebagai
didihan di bawah lautan. Ketika batuan atau magma meleleh sampai ke permukaan bumi,
baik di darat atau di dasar samudra, udara mendingin dan mengeras. Sebagian besar kerak
bumi terbuat dari lava basaltik, yang merupakan batuan beku yang paling umum dan
hampir semua dasar laut juga terbuat dari basal. Banjir lahar menyebar di atas tanah datar
dan saat menumpuk, ia membentuk dataran tinggi lava basal yang tebal, yang dikenal
sebagai basal banjir.
Retakan atau celah dimana magma dipaksa keluar dari ruang magma disebut
ventilasi vulkanik. Magma mendapat ejeksi sebagai lahar melalui bukaan ini. Ketika
panas internal dan tekanan di dalam bumi memaksa cairan lava keluar melalui lubang
tengah, semprotan jet pijar dari lava cair, batu dan gas bisa mencapai ratusan meter ke
langit. Mereka mungkin mengirimkan material vulkanik ke langit secara berkala atau tak
henti-hentinya untuk jangka waktu yang lama. Seiring waktu, fragmen vulkanik terbentuk
di sekitar ventilasi secara bertahap membentuk lapisan material vulkanik.
BAB III
SEJARAH DAN FAKTOR PEMICU MELETUSNYA GUNUNG
KRAKATAU

3.1. Sejarah

Letusan Gunung Krakatau yang menyebabkan terjadainya tsunami besar pada


tahun 1883 dan menelan puluhan ribu korban jiwa bukanlah peristiwa erupsi terbesar
gunung api yang tertanam di Selat Sunda ini. Jauh sebelumnya, Gunung Krakatau Purba
pernah meledak dengan amat hebat. Efeknya konon sampai membelah Pulau Jawa dan
melahirkan Pulau Sumatra (Sumatera).

Berdasarkan naskah Jawa kuno berjudul Pustaka Raja Parwa, diperkirakan ditulis
pada awal abad ke-5 M, tertulis: “Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari
Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir
dan kilat. Kemudian datang badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai
menggelapkan seluruh dunia.” “Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan
mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Ketika air menenggelamkannya, Pulau Jawa
terpisah menjadi dua, menciptakan Pulau Sumatra,” demikian catatan yang tecatat dalam
naskah itu.

Ahli geologi Belanda bernama Berend George Escher, menyimpulkan bahwa


Gunung Batuwara yang disebut dalam naskah kuno Pustaka Raja Parwa adalah Gunung
Krakatau Purba. Guru Besar Universitas Leiden yang wafat pada 11 Oktober 1967 ini
memang kerap meneliti gunung-gunung api di Nusantara, termasuk Krakatau, Kelud,
Galunggung, Merapi, dan lainnya.

Dampak letusan dahsyat Gunung Krakatau Purba dirasakan hingga ke berbagai


penjuru dunia. Bahkan, simpul David Keys dalam risetnya bertajuk Catastrophe: An
Investigation Into the Origins of the Modern World (2000), peristiwa vulkanik di Asia
Tenggara itu terkait dengan bencana alam yang menyebabkan perubahan besar di Eropa
selama abad ke-6 dan ke-7 M.

Gunung Krakatau Purba memiliki tinggi lebih dari 2.000 meter di atas permukaan
laut dan memiliki lingkaran pantai mencapai 11 kilometer. Letusan pada abad ke-5 itu
berlangsung sekitar 10 hari dan memuntahkan material erupsi mencapai 1 juta ton per
detik. Kala itu, Selat Sunda belum ada dan Gunung Krakatau Purba masih berdiri di Pulau
Jawa.

Peristiwa meletusnya Gunung Krakatau Purba diyakini bertanggungjawab atas


terjadinya berbagai peristiwa besar. Peradaban kuno macam Persia purba di Asia Barat,
Nazca di Amerika Selatan, juga Maya di Amerika Tengah, mengalami keruntuhan. Juga
melemahnya Kekaisaran Romawi yang kemudian digantikan Kerajaan Byzantium.

Suhu udara yang terus-menerus mendingin pasca-erupsi Gunung Krakatau Purba


memicu mewabahnya penyakit sampar bubonic dan mengurangi jumlah penduduk di
berbagai tempat di dunia secara signifikan. Dari buku Disaster and Human History
(2009) karya Benjamin Reilly, iklim yang tidak menentu itu menyebabkan maraknya
wabah pes di sejumlah kawasan, terutama di Afrika bagian timur, dan menimbulkan
kerugian besar bagi manusia.

Seorang ahli, David Keys (2000) merumukan beberapa kesimpulan terkait letusan
Gunung Krakatau Purba. Salah satunya, ledakan tersebut berdaya sangat besar dan
mengguncang Jawa. Akibatnya, sebagian tanah ambles yang membentuk Selat Sunda
serta membelah sebagian Pulau Jawa yang melahirkan Pulau Sumatera. Gunung Krakatau
Purba hancur setelah erupsi dahsyat pada abad ke-5 itu dengan menyisakan kaldera atau
kawah besar di bawah laut. Tepi kawahnya membentuk tiga pulau, yakni Pulau Rakata,
Pulau Panjang (Pulau Rakata Kecil), dan Pulau Sertung. Setelah itu, mulai terbentuk
Gunung Krakatau baru yang kelak juga meledak hebat serta hancur pada 1883. Di lokasi
bekas berdirinya Gunung Krakatau Purba dan Gunung Krakatau lanjutannya di Selat
Sunda, lahirlah Gunung Anak Krakatau yang kini sedang meningkat aktivitasnya dan
sempat memicu tsunami pada 22 Desember 2018 lalu.
3.2. Faktor

1. Peningkatan Kegempaan Vulkanik

Gempa vulkanik adalah gempa bumi akibat aktivitas gunung api. Gempa bumi
vulkanik juga terjadi karena aktivitas magma di dalam gunung berapi. Jika aktivitas
kegempaan vulkanik semakin hari semakin banyak dan membesar, maka gunung berapi
bisa meletus dan masyarakat di sekitar akan dihimbau untuk waspada, hingga mengungsi.

2. Pergerakan Tektonik pada Lapisan Bumi

Pergerakan tektonik yang terjadi pada struktur lapisan bumi di bawah gunung,
misalnya gerakan lempeng dapat menyebabkan peningkatan suhu dan tekanan pada dapur
magma, pada akhirnya akan membuat magma tersebut terdorong ke atas hingga berada
tepat di bawah kawah. Selain itu, hal ini juga akan menyebabkan air tanah di sekitar
kawah menjadi kering, hewan-hewan yang ada di gunung akan panik bahkan mereka akan
turun gunung untuk menyelamatkan diri.

3. Terjadinya Deformasi Badan Gunung

Deformasi badan gunung adalah peningkatan gelombang magnet dan listrik sehingga
menyebabkan struktur lapisan batuan gunung yang dapat mempengaruhi bagian dalam
seperti dapur magma menjadi tersumbat akibat deformasi batuan penyusun gunung.
Deformasi badan gunung dapat diketahui dengan analisa geometrik yang dilakukan
menggunakan data hasil pengamatan yang terdiri dari pergeseran dan regangan.
Pergeseran menunjukan perubahan arah dan besar deformasi dengan menggunakan data
posisi dari dua waktu pengamatan yang berbeda. Sedangkan regangan menunjukan
gerakan tubuh gunung api dan tekanan magma yang diperoleh dari hasil regangan.

4. Lempeng-lempeng Bumi yang Saling Berdesakan

Lempeng bumi yang bergesekan ini akan menyebabkan tekanan yang besar dan juga
dorongan kepermukaan bumi sehingga menimbulkan berbagai macam gejala tektonik
lainnya. Selain itu hal ini juga menyebabkan gempa vulkanik serta meningkatkan
aktivitas geologi dari gunung berapi. Perlu diketahui, lempeng merupakan salah satu
bagian dari kerak bumi yang akan terus bergerak setiap saat. Wilayah pegunungan atau
gunung merupakan zona di mana kedua lempeng atau lempeng-lempeng tersebut saling
bertemu dan desakan yang diakibatkan pertemuan itu bisa menjadi penyebab dalam
perubahan struktur dalam gunung berapi.

5. Adanya Tekanan yang Sangat Tinggi

Apabila di sepanjang perjalanan magma dalam menyusuri saluran kawah tersebut


mengalami sumbatan, maka bisa menimbulkan ledakan yang besar yaitu gunung meletus.
Semakin besar tekanan dan juga volume magmanya, maka semakin kuat ledakan yang
mungkin akan terjadi.
BAB IV
DAMPAK ERUPSI GUNUNG API

Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau yang memicu terjadinya tsunami di


Selat Sunda menyebabkan setidaknya 430 korban tewas di kawasan pantai Banten dan
Lampung pada 22 Desember 2018. Indikasi aktivitas Anak Krakatau sebagai penyebab
gelombang pasang dahsyat tersebut ditunjukkan oleh perubahan tubuh Anak Krakatau
akibat erupsi ini. Sebelum tsunami tinggi Anak Krakatau mencapai 338 meter, setelah
tsunami tinggal 110 m. Volume Anak Krakatau berkurang sekitar 70-80%.

Di luar urusan bencana tersebut, gunung Anak Krakatau, yang terletak di tengah
lautan, merupakan lokasi penelitian yang sangat menarik bagi para peneliti internasional.
Area Anak Krakatau menjadi laboratorium hidup dan saksi dimulainya proses kehidupan.
Pertumbuhan gunung baru dan dimulainya siklus flora dan fauna di sana menarik minat
para peneliti botani, biologi, zoologi, geologi, ekologi, dan pedologi (geologi tanah). Di
balik dahsyatnya erupsi gunung, material yang dikeluarkannya merupakan bahan induk
dari tanah. Dari material vulkanis ini seiring dengan waktu akan berkembang menjadi
tanah yang subur.

Aktivitas vulkanik Krakatau Purba dapat ditelusuri hingga pada 416 Masehi yang
dipercaya memicu gempa vulkanik dan tsunami. Erupsi Krakatau yang begitu dahsyat
pada 1883 telah memusnahkan seluruh biodiversitas di Pulau Rakata, Panjang, Sertung,
bahkan Pulau Sibesi, Lampung, yang berada 19 kilometer di utara. Saat itu permukaan
tanah di pulau-pulau tersebut tertutup abu vulkanis dan mencapai 3 meter di Sibesi. Abu
vulkanis Krakatau melapisi pesisir barat laut dan selatan Lampung. Kala itu, volume
material vulkanis yang dikeluarkan mencapai 25 kilometer kubik yang menutupi kawasan
seluas 1,1 juta kilometer persegi. Ini termasuk material vulkanis yang menumpuk setinggi
40 meter di dasar laut. Terlempar dan jatuhnya kembali material vulkanis ini
menyebabkan tsunami di Selat Sunda pada masa itu. Walau erupsi kala itu terjadi di
kawasan tropis, dampaknya dirasakan seluruh dunia, berupa turunnya suhu
global dan kegelapan melanda hingga Eropa. Beberapa tahun berikutnya, terjadi anomali
cuaca seperti turunnya salju di Cina pada musim panas. Redupnya sinar matahari
menyebabkan laju foto sintesis tanaman pertanian terhambat yang berakibat gagal panen
di Eropa.
1. Kondisi tanah

Kepulauan Krakatau di Selat Sunda merupakan puncak-puncak dari gunung api


yang kakinya menapak di dasar laut. Ada Pulau Rakata, Sertung, dan Panjang yang dulu
dipercaya merupakan satu kesatuan di sana. Kemudian Gunung Anak Krakatau lahir pada
1930. Gunung tersebut mengalami siklus lahir, tumbuh, hancur, tumbuh dan begitu
seterusnya.

Pada April 2015, saya memimpin para peneliti ilmu tanah dari Universitas
Andalas mengadakan survei di Pulau Rakata, Panjang, Anak Krakatau, dan Sibesi. Di tiap
lokasi, kami mengambil tanah sampai kedalaman tertentu dan dianalisis tanahnya di
laboratorium. Ternyata kadar SiO2 (silika) dari sampel yang diambil berkisar antara 52-
75% dan kadar SiO2 tertinggi ditemukan pada sampel Rakata dan Sibesi. Silika termasuk
unsur hara mikro dan dibutuhkan untuk membantu metabolisme tanaman dan membantu
tanaman mengatasi keadaan kekeringan.

Kadar belerang tertinggi didapatkan pada sampel Anak Krakatau diikuti oleh
sampel dari Panjang, Rakata dan Sibesi. Belerang diperlukan tanaman untuk
pembentukan enzim dan protein. Kadar unsur hara makro yang diperlukan tananaman
untuk tumbuh antara lain kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K) dan fosfor (P).
Kalsium dari sampel Anak Krakatau lebih tinggi dibandingkan sampel lainnya mencapai
6,4%, Mg 5%, K 2% dan P 1%. Hal ini memberikan indikasi material Anak Krakatau
lebih baru dibandingkan dengan yang lainnya. Tingginya kadar unsur hara makro esensial
ini berarti kebutuhan tanaman tersedia secara alami dan tidak diperlukan penambahan
dengan pupuk anorganik.

Kalsium dibutuhkan tanaman untk memicu reaksi pada titik-titik tumbuh tanaman
seperti pada pucuk daun dan ujung akar. Jika tanaman kekurangan kalsium maka
pertumbuhannya terhambat. Magnesium berperan dalam pembentukan zat hijau daun
atau khlorofil dan sebagai aktivator beberapa enzim tanaman,

Sampel Anak Krakatau juga memiliki indeks pelapukan yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan sampel dari Panjang, Rakata, dan Sibesi. Indeks pelapukan yang
masih rendah memberikan indikasi proses pelapukan mineral primer masih pada tahap
awal dan masih banyak cadangan unsur hara makro tersimpan pada tanah. Kadar karbon
organik tertinggi didapatkan pada tanah dari Sibesi yang mencapai 4,28% diikuti sampel
dari Rakata, Panjang dan Anak Krakatau yang paling sedikit hanya 0,14%. Tanah Sibesi
yang mempunyai bahan organik tanah yang lebih tinggi berarti ketersediaan nutrisi untuk
pertumbuhan tanaman lebih banyak dibandingkan tanah di 3 pulau lainnya.

Kadar karbon organik ini berasal dari hasil pelapukan bahan organik seperti dari
akar, dedaunan dan mikroorganisme yang ada di tanah. Kadar bahan organik akan
bertambah seiring waktu dan meningkatnya proses suksesi tanaman. Interaksi dari
organisme yang ada di tanah akan meningkatkan kesuburan tanah. Material hasil erupsi
merupakan material anorganik. Jika telah terjadi revegetasi (tumbuhnya tanaman lagi) di
lapisan abu vulkanis, maka bertambah material organik pada material anorganik abu
vulkanis yang dibutuhkan tanaman. Proses pengayakan unsur hara ini berlangsung secara
bertahap.

Tanah di Kepuluauan Krakatau masih tergolong muda dan termasuk ordo Entisols
jika menggunakan sistem Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff-USDA). Entisols
merupakan tanah yang baru terbentuk dan hanya memiliki lapisan tanah atas berhumus
yang tipis. Tekstur tanah masih kasar, didominasi butiran pasir, mempunyai kandungan
glas vulkan yang tinggi (>30%). Ini berarti tanah mempunyai cadangan mineral primer
yang tinggi dan ketika mineral primer melapuk akan dikeluarkan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman.

2. Kolonisasi dan suksesi biota

Lalu, bagaimana corak vegetasi di kawasan gunung tersebut setelah berkali-kali


disapu oleh lava dan awan panas yang membawa abu vulkanis? Terdapat perbedaan yang
signifikan antara vegetasi yang dijumpai di Pulau Rakata, Sertung, dan Panjang dari
penelitian Tagawa dkk pada 1982. Neonauclea calycina (Bengkal Batu) mendominasi di
Rakata. Di Pulau Rakata ditemukan Timonius compressicaulis (pohon Binasi)
dan Dysoxylum caulostachyum (pohon Kedoya) yang tidak ditemukan sebelumnya.
Hasil penelitian para ahli zoologi dan botani E.R. Schmidt dan rekan-rekannya pada 1993
menunjukkan ada pertambahan satu sampai tiga spesies tanaman dari tahun 1982 yaitu 7
spesies di Rakata, di Sertung ada 3, di Panjang 4 (bertambah 3) dan di Anak Krakatau 4
(bertambah 3).

Kecuali Anak Krakatau, tiga pulau lainnya sudah didominasi oleh vegetasi hutan
sekunder sedangkan Anak Krakatau masih berupa rerumputan dan Casuarina atau cemara
laut.

Bila letusan Krakatau pada 1883 menghanguskan seluruh keanekaragaman hayati


di pulau tersebut, dari manakah datangnya pepohonan itu? Pepohonan di Rakata, Panjang
dan Sertung dipercaya berasal dari benih tanaman yang ada di bawah tanah yang
tertimbun abu vulkanis. Ketika tebal abu vulkanis berkurang akibat tercuci air hujan,
seiring waktu muncul tunas-tunas baru dari beberapa tanaman yang sebelumnya dorman
di bawah lapisan abu vulkanis.

Siklus vegetasi Anak Krakatau diyakini bermula dari awal yaitu tanaman satu sel
seperti alga biru-hijau, lumut kerak, rerumputan seperti yang kami temukan dalam
riset pada percobaan dengan abu vulkanis dari Gunung Talang Sumatra Barat. Sedangkan
untuk cemara laut, bibitnya bisa berasal dari pulau lain yang terbawa ombak sampai ke
pantai anak Krakatau.

Anggrek Cymbidium finlaysonianum, Spathoglottis plicata dan Arundina


graminifolia ditemukan tumbuh di dinding jurang terjal Pulau Panjang pada 1896 atau 13
tahun setelah erupsi 1883. Setahun setelah itu ditemukan juga di Rakata. Sebuah
penelitian menyimpulkan sampai 1998 tercatat ada 40 spesies anggrek yang ditemukan
di Kepulauan Krakatau.

Fauna yang ditemukan di Rakata, Sertung, dan Panjang pada awal 1980 mencapai
109 spesies yang terdiri dari 47 jenis burung, 17 reptil, 19 jenis kelelawar dan 6 non-
volant mammals (mamalia daratan). Adapun fauna yang ditemukan para peneliti itu di
Anak Krakatau berupa burung dan kupu-kupu. Adapun aktivitas pertanian di Pulau
Sibesi dimulai 1890 oleh keluarga Djamaluddin dengan menanam pohon kelapa yang
bibitnya dibawa dari Lampung. Setelah itu Sibesi menjadi salah satu sentra produksi
kelapa dan kopra di Provinsi Lampung.
Pada awal 2008 kakao ditanam juga di sini dan produktivitasnya tergolong tinggi.
Ketika kami survei ke Sibesi pada April 2015, pohon pisang banyak ditanam penduduk.
Hampir setengah dari kapal yang akan berangkat ke Kalianda Lampung berisi buah
pisang. Sedangkan fauna di Kepulauan Krakatau diawali dengan datangnya burung dan
kelelawar. Mereka akan datang setelah tumbuhnya vegetasi. Fauna yang lain datang
dengan cara berenang dari pulau terdekat, terbawa arus laut atau dari kapal-kapal yang
singgah ke sana.

3. Efek abu vulkanis ke laut

Abu vulkanis Anak Krakatau yang jatuh di laut mempunyai dampak terhadap
ekosistem laut. Sayangnya belum ditemukan laporan penelitian yang membahas tentang
ini. Flaathen dan Gislason, peneliti Islandia, melaporkan terjadi penambahan unsur hara
untuk pertumbuhan plankton yaitu besi (Fe) dan flour (F) pada air laut di sekitar Gunung
Hekla Islandia ketika erupsi pada 1991 dan 2000. Peneliti Jerman Svend Duggen dan
koleganya melaporkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas biota laut setelah partikel
abu vulkanis jatuh ke laut.

Unsur hara esensial seperti P (fosfor), Fe (besi), Zn (seng), Ni (nikel) dan tembaga
(Cu) meningkat setelah abu vulkanis berada di laut 1-2 jam. Unsur-unsur tersebut
dibutuhkan oleh fitoplankton. Fitoplankton merupakan makanan utama ikan yang ada di
laut. Dalam konteks Anak Krakatau, dibutuhkan riset tentang dampak abu vulkanis
terhadap biota laut.

Cara Penanggulangan Bencana Alam Gunung Api

1. Tidak panik dan tetap tenang, selalu waspada dalam beraktivitas.


2. Gunakan masker dan kaca mata untuk antisipasi jika beraktivitas di luar ruangan
3. Pantau perkembangan aktivitas gunung berapi melalui sumber informasi
terpercaya.
4. Bagi para pendaki gunung, seluruh kegiatan pendakian ditutup.
5. Jangan mudah percaya dan menyebarluaskan berita hoax yang dapat meresahkan
warga sekitar.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. gunung api secara umum merupakan suatu sistem saluran fluida panas (batuan
dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km
di bawah perukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkan pada saat meletus.
2. Gunung Krakatau merupakan gunung berapi yang berada kepulauan vulkanik
yang masih aktif dan berada di selat sunda, antara pulau jawa dan Sumatra.
3. Faktor pemicu meletusnya gunung Krakatau yaitu :
a. Peningkatan Kegempaan Vulkanik
b. Pergerakan Tektonik pada Lapisan Bumi
c. Terjadinya Deformasi Badan Gunung
d. Lempeng-lempeng Bumi yang Saling Berdesakan
e. Adanya Tekanan yang Sangat Tinggi
4. Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau yang memicu terjadinya tsunami
di Selat Sunda menyebabkan setidaknya 430 korban tewas di kawasan pantai
Banten dan Lampung pada 22 Desember 2018. Indikasi aktivitas Anak
Krakatau sebagai penyebab gelombang pasang dahsyat tersebut ditunjukkan
oleh perubahan tubuh Anak Krakatau akibat erupsi ini. Sebelum
tsunami tinggi Anak Krakatau mencapai 338 meter, setelah tsunami tinggal
110 m. Volume Anak Krakatau berkurang sekitar 70-80%.
5. Cara Penanggulangan Bencana Alam Gunung Api
a. Tidak panik dan tetap tenang, selalu waspada dalam beraktivitas.
b. Gunakan masker dan kaca mata untuk antisipasi jika beraktivitas di luar
ruangan
c. Pantau perkembangan aktivitas gunung berapi melalui sumber informasi
terpercaya.
d. Bagi para pendaki gunung, seluruh kegiatan pendakian ditutup.
e. Jangan mudah percaya dan menyebarluaskan berita hoax yang dapat
meresahkan warga sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Suwardi, Harson. 1993. Geografi : Ilmu Bumi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Rizzaq Aynur Nugroho. 2019. 5 Penyebab Gunung Meletus Secara Umum dan Perlu
Kamu Ketahui di https://m.liputan6.com (di akses 23 Maret 2020)

Dian Fiantis. 2019. Dampak erupsi Gunung Anak Krakatau pada biodiversitas dan tanah
di https://theconversation.com (diakses 23 Maret 2020)

Bobby Agung Prasetyo. 2020. Siaga Bencana, Ini 8 Cara Menanggulangi Gunung
Meletus Di Rumah! di https://www.99.co (diakses 24 Maret 2020)

Anda mungkin juga menyukai