Skripsi ini ditujuan kepada Fakultas Sains dan Teknologi untuk memenuhi gelar Sarjana Sains (S.Si)
11140970000013
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam terjadi di permukaan bumi
jatuhnya korban jiwa. Hal ini disebabkan karena penyebab gempa bumi tidak
mudah untuk diprediksi, baik waktu, lokasi, maupun seberapa kuatnya goncangan
energy dari dalam bumi yang menjalar ke segala arah berupa gelombang seismik
dapat merambat seperti pada rambatan gelombang bunyi saat pesawat melaju di
beragam, dimulai dari magnitudo kecil sampai magnitudo besar. Pada gempa yang
ber-magnitudo kecil, gejala yang ditimbulkan biasanya tidak terasa karena hanya
tercatat oleh alat-alat khusus seperti seismograf, atau bisa saja gempa yang
ditimbulkan dapat terasa oleh sebagian orang namun tidak dapat menyebabkan
dengan gempa yang ber-magnitudo besar, gempa bumi yang dihasilkan akan
1
Gempa bumi sendiri terdiri dari banyak jenis, selain yang berada di daratan
gempa bumi juga banyak terjadi di dasar laut. Perlu diwaspadai apabila pada daerah
laut mengalami gempa yang sifat magnitudo nya besar, maka bisa terjadi
kemungkinan bahwa pada daerah sekitar yang mengalami gempa terkena dampak
terjadi di beberapa daerah didunia, bisa diambil contoh pada gempa Aceh tahun
2004 dengan kekuatan 9.5 SR menyebabkan ratusan ribu jiwa meninggal dunia, dan
rumah rusak dari kategori ringan sampai rusak parah akibat tsunami dengan tinggi
mempunyai tatanan tektonik yang sangat beragam dan juga kompleks. Mengapa
demikian? karena pada Kepulauan Indonesia merupakan daerah yang berada pada
lintasan pertemuan tiga lempeng tektonik, baik lempeng besar maupun lempeng
kecil. Pada lempeng tektonik besar (macroplate), pertemuan lempeng tersebut yaitu
lempeng Eurasia yang relatif diam, lempeng Pasifik yang sifat pergerakannya ke
barat dan juga lempeng Indo-Australia yang sifat pergerakannya ke utara. Selain
lempeng tektonik yang bersifat convergen (saling mendekat) di mana salah satu
lempeng akan menujam kedalam lempeng lainnya disebabkan nilai densitas yang
dimilikinya lebih tinggi dari lempeng lainnya. Selain membentuk zona subduksi,
2
Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia
(Sumber: http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/tentang-gempa)
Bencana alam tektonik sebenarnya sudah lama terbentuk sejak benua terpisah
seperti sekarang ini, banyak factor yang menyebabkan bencana tektonik terbentuk.
Bencana alam selain bencana tektonik juga ada yang menyebabkan perubahan
struktur daerah tersebut, salah satunya adalah gunung api. Gunung api yang ada di
dunia mempunyai potensi yang sama besar nya dengan gempa tektonik. Salah satu
contoh nya adalah bagaimana letusan gunung Krakatau yang menyebabkan bencana
besar akibat gunung tersebut mengalami erupsi dan meletus, menyebabkan muncul
nya anak gunung baru yaitu Anak Gunung Krakatau. Bencana tektonik dan gunung
api sangat berkaitan erat dengan kondisi geografis Indonesia. Hal ini terjadi
dikarenakan Indonesia selain adanya pertemuan antara tiga lempeng besar dan
kecil, juga dilalui oleh cincin api (Ring of Fire). Ring of Fire terletak di sepanjang
Samudera Pasifik dan mempunyai bentuk cekungan dengan panjang wilayah nya
sekitar 40.000 km2, melewati rute yang membentang dari Sumatera, Jawa, Bali,
3
Nusa Tenggara, Filipina dan terus ke Himalaya, Mediterania dan berujung di
banyak terdapat gunung api yang masih aktif seperti di Sumatera Barat, gunung api
di Kepulauan Indonesia merupakan gunung api yang paling aktif pada jalur Ring of
Daerah Jawa Barat dan Banten khususnya wilayah selatan merupakan kawasan
yang rawan terjadinya gempa bumi. Secara geografis daerah Jawa Barat dan Banten
terletak pada -6o s/d -8o LS dan 105o s/d 108o BT. Daerah ini merupakan wilayah di
utara dan bertumbukan dengan lempeng Eurasia yang relatif diam. Selain adanya
aktivitas subduksi lempeng didaerah Selatan Jawa Barat, daerah ini juga rawan
bencana gempa bumi dikarenakan adanya aktivitas sesar local diwilayah tersebut,
seperti Sesar Lembang, Sesar Cimandiri dan Sesar Baribis. Hingga tahun 2018 ada
beberapa gempa bumi yang tercatat, di mana lebih dari 29 kali kejadian gempa bumi
yang bersifat merusak dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Kejadian gempa
bumi tersebut antara lain gempa bumi di Kuningan tahun 1875, gempa bumi
Tasikmalaya pada 1979, gempa bumi Majalengka tahun 1990, gempa bumi
Sukabumi tahun 2000, gempa bumi di Gunung Halu tahun 2005, gempa bumi dan
tsunami di Pangandaran tahun 2006, dan gempa bumi di Tasikmalaya tahun 2009
(Daryono, 2010; (Sunardi, et al., 2017)). Selain itu berdasarkan data dari situs
USGS ada beberapa gempabumi yang termasuk ke dalam gempa bumi yang
tercatat, salah satunya adalah daerah Tasikmalaya pada tahun 2017 dengan Mw 6.5.
4
Efek yang ditimbulkan dari gempa bumi baik gempa tektonik maupun gempa
api seperti pergerakan tanah, longsor, dan sebagainya seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya pada daerah yang terkena dampak dari gempa bumi. Dengan
mengetahui berbagai efek dari gempa tersebut dapat dilakukan berbagai upaya
adalah katalog gempa bumi yang memuat persebaran gempa bumi dan juga ukuran
untuk perbandingan aktivitas seismis antara satu daerah dengan daerah lain.
tertentu, sedangkan nilai b sendiri merupakan aktifitas gempa local dan struktur
suatu wilayah. Dengan mengetahui khususnya nilai a dan b maka kita dapat
menentukan daerah yang merupakan daerah yang termasuk rawan gempa karena
nilai a dan b ini akan menunjukan seberapa besar tingkat keaktifan seismisitas dan
kegempaan. Nilai a dan b ini juga dapat digunakan sebagai acuan kepada
pemerintah daerah dalam pembuatan sebuah bangunan yang tahan gempa sehingga
dalam hal ini mengurangi resiko baik kerusakan bangunan maupun jatuhnya korban
jiwa.
5
Penelitian ini juga tidak terlepas dari bantuan software dan metode yang
Rumusan masalah yang berkaitan dengan latar belakang diatas antara lain:
1) Bagaimana cara untuk mengetahui b-value untuk daerah selatan Jawa Barat dan
2) Bagaimana hasil dari seismisitas pada daerah selatan Jawa Barat dan Banten
3) Bagaimana persebaran periode ulang gempa bumi di daerah selatan Jawa Barat
Data gempa berdasarkan katalog gempa bumi dari USGS dan BMKG selama 60
tahun terakhir, dimulai dari tanggal 1 Januari 1958 sampai 1 Juni 2018 meliputi
wilayah selatan Jawa Barat dan Banten dengan ketentuan sebagai berikut:
kerusakan terparah.
6
3) Data diambil dengan ketentuan daerah koordinat yang terletak antara -6.948o
1) Mengetahui b-value untuk daerah selatan Jawa Barat dan Banten dengan
3) Mengetahui tingkat periode ulang gempa bumi pada daerah selatan Jawa Barat
khususnya gempa bumi di daerah selatan Jawa Barat dan Banten sehingga dapat
7
1.5.2 Bagi Mahasiswa
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
tempat melakukan penelitian dengan Program Studi sehingga dapat terjalin kerja
sama kedepannya. Selain itu juga sebagai saran dan masukan atas pelayanan untuk
Skripsi ini terdiri atas lima bab, antara lain sebagai berikut:
1) BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi gambaran umum mengenai masalah yang akan dibahas dalam
penelitian tersebut. Dalam bab ini berisi mengenai latar belakang penulisan,
Bab ini berisi tentang teori yang berkenaan dengan apa yang dibahas di dalam
penelitian ini. Pada bab ini juga berisi mengenai pengertian, proses, kondisi
8
3) BAB III Metode Penelitian
Bab ini berisikan waktu dan tempat pelaksanaan, data apa saja yang digunakan,
alat dan bahan yang dipakai selama penelitian, pengolahan data, teknik
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang telah dilakukan berikut analisis
Bab ini terdiri kesimpulan yang didapat dari penelitian ini serta saran kedepan
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gempa bumi merupakan sentakan asli dari bumi, yang sumbernya di dalam
bumi yang merambat melalui permukaan bumi (J. A. Katili dan Marks, 1963: 250;
(Ir. Soetoto, 2013)). Selain itu definisi lain dari gempa bumi adalah sebuah proses
secara tiba-tiba karena adanya patahan atau pecahnya massa batuan di lapisan kerak
mengemukakan tentang gempa bumi, sehingga adanya penjelasan yang lebih dalam
mengenai defisnisi gempa bumi. Defisini gempa bumi yang telah dirangkum dari
activity.
10
e. Earthquake is shaking of the Earth surface caused by rapid movement or rocky
menyatakan bahwa gempa bumi merupakan gejala alam yang disebabkan oleh
Deformasi batuan terjadi akibat adanya tekanan (stress) dan regangan (strain)
pada lapisan bumi. Tekanan atau tarikan yang terjadi secara terus-menerus akan
menyebabkan daya dukung pada batuan akan mencapai titik maksimum dan mulai
tersimpan akan dilepaskan dalam bentuk getaran yang dikenal sebagai gempa bumi.
batasnya antara dua lempeng akan mengalami tegangan. Salah satu lempeng akan
menyusup ke bawah lempeng lainnya, inilah yang disebut subduksi. Pada umumnya
lempeng samudera akan menyusup ke bawah lempeng benua, ini disebabkan karena
Apabila tegangan tersebut telah melewati titik maksimum nya maka akan terjadi
patahan pada kulit bumi di daerah yang lemah. Kulit bumi yang patah akan
melepaskan energy atau tegangan parsial atau seluruhnya untuk kembali ke keadaan
11
semula. Peristiwa pelepasan energy ini disebut gempa bumi (Pepen, 2008; (Lira,
2017)).
lempeng yang bersifat elastis dapat menimbulkan energy elastis. Jika pergerakan
lempeng terjadi terus menerus dalam waktu yang lama akan terjadi akumulasi
energy pada batas lempeng. Pada suatu kondisi tertentu di mana batuan tidak dapat
lagi menahan gaya yang ditimbulkan oleh gerak relative lempeng, energy elastis
yang terakumulasi akan dilepaskan secara tiba-tiba dalam bentuk gelombang elastis
yang menjalar ke segala arah. Gelombang ini sampai di permukaan bumi dalam
bentuk gelombang elastis yang menjalar ke segala arah. Gelombang ini sampai di
permukaan bumi dalam bentuk getaran tanah yang dapat dirasakan. Selanjutnya
gelombang elastis yang dipancarkan oleh gempa ini disebut gelombang seismik
(Fulki, 2011). Gelombang inilah yang diketahui sebagai penyebab adanya kejadian
gempa bumi.
Gempa bumi terjadi setiap menitnya baik gempa kecil maupun gempa besar.
Setiap gempa memiliki karakteristik yang berbeda baik energy yang dilepas
maupun goncangan yang dihasilkan, ini disebabkan karena adanya factor yang
disebut Epicenter, dan dicatat menggunakan alat yang dipasang pada setiap stasiun
pencatat daerah. Alat tersebut bernama seismogram yang merupakan alat untuk
mem-visualisai getaran tanah akibat gempa bumi dengan hasil catatan berupa
12
seismograf. Dari alat ini kita dapat mendapatkan berbagai informasi yaitu berupa
Dalam suatu kejadian gempa bumi, ada beberapa syarat yang diperlukan untuk
terjadinya gempa bumi akan dilepaskan sejumlah energy tertentu akibat patahan
yang terjadi secara tiba-tiba dan gelombang seismik yang dipancarkan dapat
dirasakan oleh alat seismogram, jadi dapat diketahui bahwa gempa bumi adalah
hasil pelepasan energy dari suatu patahan kerak bumi di mana patahan itu
terjadinya. Gempa tersebut dimulai dari gempa yang relative kecil sampai pada
gempa yang besar atau dapat merusak. Jenis gempa tersebut antara lain:
Gempa bumi runtuhan merupakan gempa bumi yang terjadi diakibatkan karena
adanya runtuhan di dalam bumi. Runtuhan didalam bumi biasanya berada pada
13
lapisan tanah baik runtuhan di dalam gua-gua atau daerah pertambangan, daerah
kapur dan mengakibatkan getaran dalam tanah dalam efek yang kecil. Runtuhan di
dalam gua dan daerah pertambangan diakibatkan karena adanya tegangan yang
melampaui batas maksimal akibat perubahan struktur penyusun batuan. Gempa ini
juga dapat terjadi karena tanah longsor, misalnya tanah longsor raksasa di Peru
tahun 1974 telah mengakibatkan getaran tanah yang bersifat kecil sampai
menengah.
ledakan yang bervariasi mulai dari ledakan kecil sampai besar. Namun getaran
tanah biasanya hanya berada dalam radius yang kecil karena hanya berada pada
sekitar kaki gunung, dan intensitasnya juga lebih kecil dari gempa tektonik.
Gempa bumi buatan terjadi akibat adanya aktivitas manusia yang menyebabkan
ledakan yang sangat besar di dalam tanah maupun di permukaan tanah. Misalnya
terbengkalai. Selain itu juga adanya ledakan untuk ekplorasi pertambangan juga
turut mempengaruhi terjadinya gempa ini. Ledakan nuklir dibawah tanah dapat
menyebabkan adanya getaran tanah yang setara dengan gempa bumi magnitude 7
SR. Jika ledakan tersebut dilakukan di udara maka akan mengakibatkan lepasnya
14
energy yang sangat besar disertai dengan tekanan dan suhu yang sangat besar
Gempa bumi ini merupakan gempa yang biasanya paling besar diantara ketiga
gempa tadi. Ini disebabkan oleh aktivitas lempeng tektonik baik dalam rentang
dan juga saling tarik mensarik (tension). Dalam waktu lama gerakan lempeng
tektonik tersebut dalam waktu geologi akan mengakibatkan perubahan dan bentuk
Daerah yang paling rawan gempa biasanya berada pada pertemuan lempeng-
yang lain.
15
Sedangkan berdasarkan kedalaman sumber (h), gempa bumi dibedakan atas 3
jenis, yaitu:
1. Gempa bumi dalam, di mana pada kejadian ini kedalaman gempa biasanya lebih
2. Gempa bumi menengah, di mana pada kejadian ini kedalaman gempa berkisar
antara 80 sampai dengan 300 km. Jenis gempa bumi ini berada diantara gempa
3. Gempa bumi dangkal, merupakan gempa bumi yang paling berpotensi merusak
ini pertama kali diperkenalkan oleh C. F. Ritchter pada tahun 1935, yang
Ritcher. Pengukuran kekuatan gempa bumi ini menggunakan skala Ritcher yang
merupakan ukuran mutlak yang dikeluarkan oleh pusat gempa. Gempa terbesar
yang tercatat adalah sebesar 8.9 SR terjadi di daerah Columbia pada tahun 1906.
Merupakan kekuatan gempa yang bersifat kualitatif (Zera, 2007), yaitu dengan
bumi. Skala ini dikembangkan oleh Guisseppe Mercally pada tahun 1902, beliau
16
merupakan seorang ahli seismologi dari Italia yang namanya diabadikan menjadi
nama skala intensitas kegempaan. Dengan kata lain, skala MMI (Modified Mercally
gempa bumi. Selain skala MMI, ada skala lain yaitu skala Rossi-Forrel (1874-1878)
dan Skala Intensitas Gempa (SIG) BMKG. Dalam skala ini ada beberapa tingkatan
zona bahaya yang bertujuan untuk mempermudah penggunaan peta dalam melihat
tingkat bahaya gempa bumi dalam suatu daerah yang mengalami gempa. Semakin
tinggi skala nya maka semakin tinggi pula tingkat kerusakannya. Secara lebih rinci
A. Skala Ricther
Mempunyai skala 1-8.8 dalam skala logaritma. Prinsip kerja dari skala ini
adalah pengukuran amplitude maksimum seismik pada jarak 161 km, dengan
1 1 1 0,17 kg
2 2 10 6 kg
3 3 100 179 kg
17
B. Skala Rossi-Forrel
2. Dapat dirasakan dalam keadaan diam oleh sejumlah kecil manusia dan hewan;
3. Merasakan guncangan yang cukup kuat oleh beberapa orang dalam keadaan
diam;
lonceng berbunyi;
keras;
bangunan;
Merupakan skala yang dibuat oleh institusi pemerintah yang memiliki tujuan
untuk memahami seberapa besar dampak gempa secara makroseismik yang terjadi
18
Tabel 2.2 Skala Intensitas Gempa Bumi Menurut BMKG (sumber:bmkg.go.id)
D. Skala Mercalli
Penentuan nilai skala Mercally bersifat subjektif dikarenakan hal berikut, yaitu:
Contohnya adalah gempa yang terjadi di kota Agadir, Maroko yang hancur oleh
gempa bumi tahun 1960 dan menyebabkan 12.000 korban jiwa, padahal magnitude
19
gempa hanya sekitar 5.75 SR, tetapi letak hypocenter gempa ada di dalam
Ada 3 jenis pergerakan lempeng yang memiliki perbedaan dari cara lempeng
1. Gerakan Divergen
Gerakan yang terajadi ketika dua lempeng tektonik saling menjauh, diakibatkan
karena adanya gaya dorong peristiwa konveksi, gaya sentrifugal berotasinya bumi,
dan lainnya. Mid Ocean Ridge dan zona retakan merupakan salah satu dari contoh
gerakan divergen.
2. Gerakan Konvergen
Gerakan konvergen terjadi ketika salah satu ujung lempeng tektonik menjauh,
maka ujung yang lain tektonik akan bergerak mendekat karena bentuk bumi yang
bulat, sehingga membentuk zona subduksi atau tabrakan benua jika kedua lempeng
downgoing plate sedangkan lempeng yang diatas disebut juga overriding plate.
Contoh yang ada di zona subduksi yaitu palung laut, di mana lempeng yang
menujam mengandung air sehingga saat menujam kebawah kandungan air akan
20
3. Gerakan Transform
Gerakan ini terjadi ketika antara dua lempeng yang saling bergerak menggeser
kanan yang akan mengakibatkan terjadinya sesar geser. Contohnya adalah patahan
geser San Andreas yang terjadi karena bergesernya lempeng pasifik dengan
lempeng_22.html)
21
ini digunakan untuk menemukan sebuah penduga yang dapat diterapkan pada
berbagai kejadian (Pertiwi, 2010). Metode ini digunakan untuk menaksir suatu nilai
penafsiran nilai parameter pada metode ini lebih mudah, akan tetapi teknik ini
hanya dapat digunakan jika distribusi populasi telah diketahui. Kelemahan dari
metode ini sendiri yaitu metode ini sangat sensitive terhadap data ekstrem, sehingga
0.4343
𝑏= ̅ − 𝑀𝑜
………..………………………………………………….….(2.1)
𝑀
Keterangan:
Mo : Magnitude Minimum
̅
𝑀 : Magnitude Rata-Rata
Log e : 0.4343
yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode least square, terlebih lagi dengan
data di mana jumlah data gempa bumi itu kecil (Pertiwi, 2010). Selain itu dalam
hasil dari metode ini memberikan hasil yang lebih stabil karena memodelkan
kemiringan garis bukan dari hasil pencocokan least square pada tiap interval
22
Apabila diberikan probabilitas 95% dan Wz=1.960, batas atas dan batas bawah
1.96 1.96
[𝑏 (1 − ) ≤ 𝑃𝑟 ≤ 𝑏 (1 + )] ……………………………………..(2.3)
√𝑁 √𝑁
Metode Least Square adalah metode yang digunakan untuk mencari nilai-nilai
parameter penduga dalam model regresi. Dalam metode ini kita dapat menganalisa
hubungan antara variable bebas dengan variable terikat (Mutiarani, et al., 2013).
1 variabel terikat (Y) dan 1 variabel bebas (X), di mana dalam hal ini metode ini
𝑛 ∑ 𝑌𝑖 .−𝑏 ∑ 𝑋𝑖
𝑎= ………………………………………………………....(2.5)
𝑛
Di mana dalam metode least square untuk melihat hubungan antara variable
terikat dengan variable bebas, digunakan nilai yang di dapat dari koefisien relasi.
Koefisien relasi adalah sebuah ukuran linear antara variable terikat dan variable
bebas, di mana nilai ini yang menunjukan seberapa kuat antara 2 variabel tersebut.
23
Di mana
Nilai r ini berkisar antara -1 sampai 1. Apabila nilai r adalah 1, maka adanya
hubungan antara M dengan N ada koefisien relasi positif yang tinggi. Sedangkan
apabila nilai r adalah -1 maka hubungan M dengan N ada koefisien relasi negatif
yang tinggi, nilai r adalah 0 maka tidak ada hubungan antara M dengan N (Walpole,
2006).
Dalam kejadian gempa bumi, peneliti memprediksi kejadian gempa bumi secara
makro yang dapat dilihat pada kejadian masa lalu. Hubungan antara frekuensi dan
untuk mengetahui aktivitas kegempaan disuatu wilayah (Rohadi dkk, 2008; (Priadi
& Arifin, 2017)). Secara umum b-value mendekati 1, yang berarti penurunan
aktivitas sebesar 10 kali terkait dengan kenaikan dalam tiap unit magnitude.
Frekuensi dan kekuatan gempa bumi yang didapatkan sangatlah tidak pasti
sehingga prediksi kejadian gempa bumi pada masa sekarang dilakukan dengan
inginkan. Ini merupakan komponen yang cukup penting dikarenakan hasil dari
24
hazard analysis dapat dijadikan sebagai standar desain pembangunan bangunan
1 >8 1
2 7-7.9 18
3 6-6.9 108
4 5-5.9 800
5 4-4.9 6200
6 3-3.9 49000
7 2-2.9 300000
Dari hasil data yang ditampilkan dalam Tabel 2.2 dapat ditarik kesimpulan
bahwa kejadian gempa bumi berbanding terbalik kepada frekuensi yang dihasilkan.
Itu artinya gempa dengan magnitude yang kecil sangat besar terjadi kemungkinan
gempa bumi dan sebaliknya bahwa semakin besar frekuensi gempa maka kejadian
satunya adalah frekuensi kejadian gempa untuk setiap magnitude gempa yang
pernah terjadi dalam periode tertentu dalam suatu daerah yang mengalami kejadian
gempa. Dari data gempa bumi juga dapat dibuat hubungan antara frekuensi dan
25
kekuatan gempa untuk suatu daerah yang menjadi sangat penting. Hubungan itu
Di mana n (M) adalah jumlah gempa bumi dengan magnitude M dan N (M)
adalah jumlah kumulatif dengan a’= a - log (b ln 10). Dari rumus tersebut dapat
magnitude gempa yang terjadi. Rumusan ini merupakan rumusan yang dikenal
Nilai a merupakan parameter seismik yang dipengaruhi oleh banyak data dan
luas daerah penelitian, dan nilai b merupakan parameter tektonik yang meliputi
tinggi, dan nilai b yang rendah berhubungan dengan kondisi batuan yang lunak dan
lurus dengan peningkatan tingkat stress sebelum terjadinya gempa bumi yang besar.
jumlah total kejadian gempa bumi yang berlangsung dalam periode satu tahun
dengan magnitude lebih besar dari magnitude terkecil gempa bumi pada suatu
wilayah penelitian. Dari hubungan antara frekuensi dengan magnitude gempa kita
dapat memperkirakan jumlah gempa bumi rata-rata dalam satu tahun yang memiliki
tingkat magnitude M dalam setiap tahunnya. Dimisalkan total jumlah gempa bumi
26
dengan magnitude M≥4 SR di dalam data gempa sebagai indeks seismisitas untuk
satu wilayah. Di mana hal ini sejalan dengan pendapat Peter (1965) bahwa indeks
(Suwandi, et al., 2017). Harga indeks seismisitas dapat dijabarkan dalam rumus
sebagai berikut:
N1 (M ≥ Mo) = 10(a1’-bM)…………………………………………………...(2.9)
N1 (M ≥ 0) = 10a1’………….……………………………………………...(2.10)
N1 (M ≥ 4) = 10(a1’-4b)……………………………………………………...(2.11)
a1 = a/log T
a1’ = a’/log T
Di mana
indeks seismisitas
gempa bumi yang merusak disuatu daerah dalam waktu tertentu. Nilai dari
27
Terjadinya kemungkinan gempa bumi dengan magnitude lebih besar daripada M
P (M, T) = 1-e-N(M).T…………………………………………..…………...(2.12)
N1(M)=N1(M≥4).102b…………………………………………..…………......(2.13)
Dengan didapatkannya nilai N1(M) dapat dihitung periode ulang rata-rata gempa
terjadinya periode pengulangan periode gempa bumi pada daerah penelitian adalah:
1
𝜃= (𝑀) ……..…………………………………………………….(2.14)
𝑁1
Di mana
Jawa Barat dan Banten merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berada
di bagian barat Pulau Jawa. Jawa Barat dan Banten sendiri berbatasan dengan Laut
Jawa di bagian utara, Selat Sunda di bagian barat, Provinsi Jawa Tengah di timur,
dan Samudera Hindia di wilayah selatan. Daerah ini terbagi menjadi beberapa
Pandeglang dan Lebak. Di mana pada wilayah Jawa Barat bagian selatan
28
didominasi oleh topografi pegunungan dan lembah curam, terlebih wilayah Garut
dan Cianjur.
Dinamika tektonik pada Pulau Jawa banyak didominasi oleh adanya pergerakan
Eurasia yang relative diam (Mutiarani, et al., 2013). Adanya aktivitas tersebut
pembentukan palung, busur luar non-vulkanik, cekungan depan busur, dan Paparan
Sunda (Katili, 1973; (Haryanto, 2006)) Para peneliti sendiri telah banyak
penelitian. Menurut pendapat Pulunggono dan Martodjojo (1995) bahwa ada tiga
struktur geologi di Jawa yang dominan, yaitu Pola Meratus, Pola Jawa dan Pola
Sunda.
salah satu contohnya adalah sesar Cimandiri (Pulunggono dan Martodjojo, 1995;
(Haryanto, 2006)) yang memanjang dari arah Sukabumi menuju ke arah Bandung
pola Jawa diwakili oleh sesar naik yang bergerak kearah utara yang melibatkan
Barat, salah satunya adalah Segmen Banten dari Bogor dan Pegunungan Selatan.
Menurut Van Bemmelen (1949) struktur fisiografis Jawa Barat secara garis
besar dibagi menjadi empat zona, yaitu Zona Bandung, Zona Bogor, Zona
29
tektonik, wilayah Jawa Barat dan Banten terbagi menjadi 4 mandala sedimentasi,
yaitu blok Banten, blok Bogor, blok Pegunungan Jawa Barat Selatan dan blok
Jakarta Cirebon. Dari daerah penelitian ini dapat dilihat bahwa pada struktur
Daerah
Penelitian
memanjang dari barat-timur, di mulai dari Lembah Cimandiri sampai Pantai Selatan
Jawa Tengah dengan lebar berkisar antara 20-40 km. Batas Zona Bandung yaitu
Zona Pegunungan Selatan dan Zona Pegunungan Bayah. Zona Bandung sendiri
merupakan daerah gunung api yang mempunyai bentuk depresi dibanding Zona
Bogor dan Pegunungan Selatan, di mana sebagian besar terisi oleh endapan alluvial
dan vulkanik muda hasil dari gunung api di dataran rendah daerah perbatasan
30
sampai membentuk barisan. Adanya campuran antara endapan kuarter dan tersier
di zona ini, dengan endapan tersier tersebut antara lain Pegunungan Bayah (umur
timur (Bemmelen. V., 1949; (Firmansyah, et al., 2017)). Zona ini mempunyai lebar
sekitar kurang lebih 50 km dengan lebar yang semakin menyempit kearah timur.
Daerah ini mempunyai batuan tertua yang termasuk kelompok Melange, di mana
pada kelompok Melange ini terdiri dari kerabat ofiolit (gabro dan basal), selain itu
juga ada batuan sedimen seperti gamping, rijang dan serpih hitam. Batuan ini
Kelompok batuan berumut diatas mélange yaitu Formasi Ciletuh (umur Eosen)
yang tersusun dari batuan konglomerat, batupasir dan lempung didaerah Sungai
Ciletuh, Pelabuhan Ratu (Sukamto, 1975; (Sarmili & Setiady, 2015)). Di mana dari
hasil identifikasi ditemukan bahwa pada batas formasi Ciletuh bagian bawah
batupasir kuarsa. Pada batas atas formasi Ciletuh ditutupi oleh formasi Bayah yang
berumut Eosen Tengah. Pada umur Miosen Tengah adanya perubahan daerah lautan
menjadi daratan pada wilayah Pegunungan Selatan, diikuti adanya genang laut pada
31
akhir Miosen Tengah terjadi pengendapan batuan Formasi Beser, di mana
Nyalindung. Batupasir tufaan yang berupa endapan vulkanik dari Formasi Benteng
terjadi pada umur Pliosen, sedangkan pada umur Miosen terjadi polaritas
sedimentasi arah selatan-utara. Pada sedimen tua berumut Paleogen arah utara-
Berdasarkan hasil penilitian geologi yang telah dilakukan oleh para geologist
yang telah dipetakan oleh Pusat Survei Geologi (PSG) dalam peta Geologi Regional
kawasan Selatan Jawa Barat (Sudradjat M.Sc, et al., 2009). Di mana pada daerah
Dari hasil distribusi spasial pada gambar 2.3 batuan penyusun daerah penelitian
didominasi oleh batuan sedimen Mio-Pliosen (Tns) dan batu gunungapi Plio-
Pliosen (Tqv).
32
Daerah Penelitian
Gambar 2.3 Distribusi Spasial Litologi Daerah Penelitian (Sudradjat M.Sc, et al., 2009)
digunakan untuk melakukan input data gempa secara otomatis dan menghasilkan
output yaitu nilai dan b beserta pemetaanya. Nilai a dan b tersebut dapat digunakan
untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari gempa bumi dan dianalisis dengan
33
Gambar 2.4 Tampilan Awal Software Z-MAP Versi 6
(Sumber: http://www.geociencias.unam.mx/~ramon/cookbook.pdf)
Software Z-Map hanya dapat berjalan apabila sudah terinstal MATLAB dan
bersifat open source. Beberapa fitur yang ada dalam Z-Map antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan tingkat seismisitas dapat dikerjakan sebagai fungsi ruang dan waktu
secara berkelanjutan;
2. Analisis yang terperinci dan detail dapat dilakukan pada beberapa wilayah
tertentu;
3. Tampilan yang berbeda dari peta, profil dan statistik yang sangat berguna
dengan mudah;
34
4. Analisis yang lebih mendalam dan kompleks dapat dengan mudah dilakukan
Segala sesuatu yang terjadi didunia ini sedikit banyak telah terdapat di dalam
al-Qur’an, termasuk kejadian gempa bumi sendiri. Kejadian gempa bumi telah
lalu ditemukan pada ayat QS al-‘Ankabuut:29,37 (Gofar, 2008), lalu juga dapat
Artinya: “Lalu datanglah gempa menimpa mereka, dan merekapun mati bergelimpangan
Adapun maksud dari ayat tersebut adalah terdapat pada kisah Nabi Syuaib ini,
di mana sifat mereka yang ingkar kepada Allah dan menghalagi umat manusia
untuk menganut agama Allah, di mana itu merupakan suatu kejahatan besar. Maka
Allah menimpalkan kepada orang-orang itu azab yang berat, di mana terjadinya
gempa bumi dan petir yang mampu membinasakan mereka. Gempa bumi yang
dan dan rata dengan tanah. Sehingga mereka yang memiliki sifat ingat seolah-olah
35
Artinya: “Mereka mendustakannya (Syuaib), maka mereka ditimpa gempa yang dahsyat,
(Qur'an.com, 2018)
Adapun maksud dari ayat di atas adalah sama seperti pada QS al-A’raf ayat
91 yaitu mengenai Nabi Syuaib. Di mana pada ayat ini sama seperti kaum Nabi
Luth, umat Nabi Syuaib durhaka kepada Allah dan acuh kepada nasihat Nabi
Syuaib. Sehingga berlaku nya sunah Allah, karena mereka (umat Nabi Syuaib) terus
menerus berbuat ingkar kepada Nabi Syuaib secara terang-terangan setelah diberi
Mereka dijungkir balikan dan ditelan bumi membuat mereka mati, tanpa bergerak
Menurut pendapat al-Biqa’i bahwa maksud dari ayat ini adalah mengenai
binasanya para pendurhaka, dan juga salah satu cobaan bagi orang saleh yang tidak
mempunyai pendamping dan penolong di dunia, baik itu merasa terasingkan disuatu
tempat (setelah hijrah) di mana waktu itu hanya sedikit umat yang mengikuti ajaran
Artinya: “Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat. Dan bumi telah
36
Maksud ayat ini adalah di mana bumi diguncangkan dengan guncangan dari
Tuhanmu, sungguh guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat
ayat ini menceritakan awal terjadinya hari itu (hari kiamat) (Lira, 2017). Ayat ini
memikirkan, seolah-olah berkata kepada mereka bahwa bumi sebagai benda padat
dapat terguncang dengan dahsyat pada hari itu. Kenapa orang-orang kafir tidak mau
37
BAB III
METODE PENELITIAN
Kampung Utan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Penelitian ini dimulai dari bulan
Mei hingga November 2018. Penelitian ini mengambil data gabungan yang
bersumber dari USGS dan BMKG, dengan ketentuan magnitudo minimum yaitu
gabungan gempa bumi dari USGS dan repository BMKG, di mana data yang
diperoleh berupa besar magnitudo, kedalaman dan periode gempa sesuai dengan
batasan masalah penelitian. Periode gempa bumi yang diambil pada penelitian ini
selama 60 tahun dimulai dari 1 Januari 1958 hingga 1 Juni 2018 di mana data gempa
yang diperoleh yaitu sebanyak 719 event gempa. Data tersebut diolah menggunakan
software Microsoft Excel dengan mensortir data sesuai dengan batasan penelitian,
MAP.
38
3.3 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain Software Z-MAP untuk
pemetaan nilai a dan b, ArcGIS 10.2 digunakan untuk melakukan pemetaan sebaran
seismisitas gempa bumi, alat tulis digunakan mencatat baik koordinat maupun
daerah penelitian, Microsoft Excel yang berguna untuk perhitungan nilai indeks
Sedangkan bahan yang digunakan adalah data gempa dengan periode 1958-
2018 selama kurun waktu 60 tahun dan berdasarkan kriteria magnitudo ≥4 SR,
kedalaman 0-300 km berada pada koordinat lokasi penelitian yang ditentukan pada
daerah selatan Jawa Barat dan Banten. Sumber data gempa bumi diambil dari data
Dalam pengolahan data gempa ini, untuk mencari nilai b ada beberapa
sesuai dengan batasan lingkup penelitian seperti garis koordinat, besar kekuatan
secara manual ini, yaitu dengan melakukan penyeragaman skala magnitude dan
39
Langkah-langkah dalam mengolah data gempa antara lain:
2. Pengambilan data sekunder daerah Selatan Jawa Barat dan Banten dengan batas
wilayah -6.948o s/d -8.135o LS dan 104.996o s/d 108.721o, meliputi waktu
kejadian, kedalaman dan magnitude gempa bumi. Data tersebut diambil dari
situs United States Geological Survey (USGS) dan repository BMKG dengan
3. Pengolahan data gempa berupa konversi skala magnitude menjadi Mw. Adapun
Keterangan:
𝑀𝑤 : Magnitude Momen
𝑀𝑆 : Magnitude Surface
𝑀𝐵 : Magnitude Body
𝑀𝐸 : Magnitude Energy
𝑀𝐿 : Magnitude Local
40
5. Membuat pemetaan seismisitas ke dalam software ArcGIS 10.2 untuk
dan hasil perhitungan dibuat dalam bentuk table. Di mana rumus masing-
masing yaitu:
N1 (M) = 10(a1’-bM)……………………………………………………...(4.3)
P(M,T) = 1-e-N(M).T……..……………………………………………………(4.4)
1
𝜃= (𝑀) ………..………………………………………………(4.5)
𝑁1
Dibawah ini merupakan hasil diagram alur dalam proses pengolahan data
analisis seismisitas.
41
MULAI
MENYIAPKAN
PERANGKAT
YANG DIGUNAKAN
KONVERSI MAGNITUDE KE
DALAM MAGNITUDE
MOMEN (Mw)
MENGITUNG DAN
MEMBUAT PEMETAAN NILAI
A DAN B DENGAN Z-MAP
ANALISIS SELESAI
42
BAB IV
Daerah Jawa Barat dan Banten khususnya di wilayah Selatan merupakan salah
satu daerah yang mempunyai tingkat keaktifan gempa bumi yang tinggi karena
dilalui oleh jalur cincin api dan adanya patahan yang aktif sehingga menjadikan
daerah ini rawan terjadinya gempa bumi. Banyaknya data gabungan yang
didapatkan dari situs USGS dan BMKG yaitu sekitar 719 event gempa dengan
besaran magnitude M≥4 SR. Data tersebut kemudian diinput ke dalam software
ArcGIS sehingga didapatkan hasil yaitu peta persebaran seismisitas gempa bumi.
43
Pada katalog gempa bumi daerah Selatan Jawa Barat ini, daerah tersebut
memiliki intensitas gempa bumi yang cukup tinggi dilihat dari titik-titik yang
terdapat dalam peta gempa bumi. Nilai persebaran gempa bumi cukup beragam di
mana pada daerah Selatan Jawa Barat dan Banten ini didominasi oleh gempa
dengan magnitude 5.2-6 SR apabila dilihat dari titik-titik gempa berwarna kuning,
sementara distribusi gempa bumi terhadap kedalaman dominan oleh gempa bumi
maka dilakukan peng-input-an data ke dalam software MatLab dan Z-map V6 maka
akan didapatkan peta persebaran dan grafik hubungan antara magnitude dan
frekuensi kejadian gempa, didalam grafik terdapat b-value dan a-value. Distribusi
magnitude gempa bumi untuk wilayah Jawa Barat dan Banten ditunjukan oleh
b-value sebesar 1.1, untuk hasil perhitungan a-value sebesar 7.47, Magnitudo of
44
(a)
(b) (c)
Gambar 4.2. (a) Hubungan Frekuensi-Magnitudo Wilayah Selatan Jawa Barat dan Banten
; (b) Histogram Magnitude Wilayah Selatan Jawa Barat dan Banten. ; (c) Histogram
45
(a)
(b)
Gambar 4.3 (a) Variasi Spasial a-value; (b) Variasi Spasial b-value;
Gambar 4.3. Variasi spasial b-value dalam penelitian ini berkisar diantara 0.95
sampai 1.45, di mana b-value secara teori merupakan suatu parameter keadaan
tektonik dalam suatu daerah penelitian di mana tergantung dari sifat batuan
46
setempat maupun berdasarkan hasil penelitian para ahli-ahli yang meneliti daerah
nilainya rendah berhubungan dengan tingkat stress yang tinggi, sedangkan apabila
suatu wilayah maka akan menyatakan tingkat kerapuhan batuan wilayah tersebut.
bahwa pada daerah tersebut memiliki tingkat kerapuhan batuan yang rendah dan
daya tahan batuan terhadap tekanan yang besar. Sedangkan b-value yang tinggi
tinggi dan daya tahan batuan terhadap tekanan yang kecil (Mogi, 1962). Beberapa
ahli mengatakan bahwa nilai parameter seismoteknik konstan dan memiliki nilai
perbedaan nilai data maupun metode perhitungan yang dipakai dalam penelitian
tersebut.
pada Gambar 4.3 dapat dilihat pada daerah Tasikmalaya dengan nilai b berkisar
antara 0.95-1.05 (biru sampai biru muda), sedangkan nilai parameter seismoteknik
tertinggi dapat dilihat pada wilayah di daerah wilayah Laut pada Selatan Kabupaten
Pandeglang (merah sampai merah tua), nilai b di daerah tersebut berkisar antara
1.35-1.45. Secara keseluruhan dari pemetaan dapat dilihat bahwa pada bagian
kanan peta didominasi oleh warna biru tua sampai warna kuning, ini berarti bahwa
47
daerah tersebut kemungkinan yang lebih tinggi untuk terjadinya dominasi gempa
bumi dengan magnitude yang besar dari pada gempa bumi di bagian kiri peta, ini
disebabkan karena tingkat stress di daerah ini yang terhitung cukup tinggi.
merupakan nilai yang menunjukan tingkat keaktifan seismik dalam suatu daerah
persebaran nilai a dengan nilai b, dengan variasi spasial nilai a direntang angka 6.5-
nilai a berkisar antara 6.5-7, sedangkan nilai parameter seismoteknik tertinggi dapat
tersebut berkisar antara 8.5-9 sehingga daerah ini memiliki aktivitas kegempaan
daerah yang relative lebih tinggi dibandingkan daerah yang lain, namun potensi
besaran gempa besar relative lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang
Dalam analisis ini berarti bahwa pada data gempa bumi periode 1958-2018
semakin tinggi kerapuhan batuan maka semakin tinggi pula keaktifan seismik
daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena pada daerah tersebut terdapat patahan
Cimandiri yang bergeser ke kiri dengan pergerakan antara 4-6 mm per tahun dan
bahwa sesar Cimandiri berperan besar atas gempa bumi di Pelabuhan Ratu (1900),
et al., Juli 2007) (Rohadi, et al., Juli 2007). Selain itu tingkat seismisitas suatu
daerah biasanya dipengaruhi oleh umur batuan yang ada pada wilayah tersebut,
48
apakah batuan tersebut termasuk batuan muka ataupun tua. Apabila umur batuan
semakin tua maka aktifitas seismik yang terjadi akan semakin besar. Untuk daerah
Pulau Jawa, batuan dasar/ basement disusun oleh batuan malihan/ metamorfik dan
juga batuan beku. Batuan dasar pada daerah Jawa Barat khususnya berumur lebih
tua jika dibandingkan dengan batuan yang berada di Jawa Tengah dan Timur,
karena batuan dasar di Jawa Timur terbentuk pada tahap akhir (yang bisa dimaksud
bahwa batuan dasar di Jawa Barat terbentuk pada tahap awal) setelah ditumbuk oleh
Timur (Juanita, 2011; Mutiarani, 2013). Sedangkan nilai a berbanding lurus dengan
batuan. Namun pada hasil seismisitas maupun variasi spasial terdapat perbedaan
terhadap parameter a dan b, dikarenakan hasil a dan b ini hanya melihat dari data
gempa bumi saja tidak melihat dari kondisi keaktifan seismik, kondisi geologi,
Tabel 4.1 Nilai Indeks Seismisitas, Probabilitas dan Periode Ulang Wilayah Penelitian
49
Indeks seismisitas sendiri adalah normalisasi dari banyaknya gempa bumi
dalam periode satu tahun. Pada daerah dengan indeks seismisitas tinggi atau periode
ulang yang rendah dapat dikatakan sebagai daerah paling rawan untuk terjadinya
bencana alam. Hasil perhitungan data penelitian indeks seismisitas dalam satu tahun
untuk daerah Selatan dan Jawa Barat dengan M ≥ 4 SR sebesar 0.632 dan indeks
berarti daerah Selatan Jawa Barat dan Banten merupakan daerah yang termasuk
seismisitas gempa merusak hasil yang didapatkan nilainya sangat kecil, probabilitas
kejadian gempa bumi akan semakin kecil dan periode ulang akan semakin lama. Di
mana probabilitas kejadian gempa bumi yang merusak di wilayah penelitian dibagi
dalam rentang 20 tahun, yaitu 20, 40 dan 60. Dengan hasil probabilitas pada P (7,
20)= 8%, P (7, 40)= 15%, P (7, 60)= 21%, sedangkan periode ulang gempa yang
merusak pada gempa maksimum yaitu 7 SR sekitar 250 tahun. Adapun parameter
peneliti untuk mengetahui adanya kemungkinan terjadi berapa kali gempa besar
yang merusak disuatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Pendeknya periode
ulang yang terjadi biasanya berhubungan dengan aktivitas gempa bumi yang
variasi magnitudo gempa bumi yaitu 5 SR, 6 SR dan 7 SR. Hal ini bertujuan agar
50
gempa bumi dengan magnitude 5 SR, 6 SR sampai 7 SR ditunjukan pada gambar
(a)
(b)
51
(c)
Gambar 4.4 (a) Periode Ulang Gempa 5 SR; (b) Periode Ulang Gempa 6 SR; (c) Periode
magnitude yang terjadi dalam suatu daerah. Pada gempa bumi dengan magnitude 5
SR terjadi periode ulang berkisar antara 1 sampai 4 tahun pada gambar 4.4 (a). Di
mana daerah yang memiliki waktu periode ulang lebih cepat yaitu sepanjang daerah
berkisar 1-2 tahun, sedangkan daerah Laut di Selatan Ujung Kulon memiliki waktu
55 tahun pada gambar 4.4 (b). Daerah yang memiliki waktu periode ulang lebih
cepat yaitu sepanjang daerah Kabupaten Tasikmalaya dengan waktu periode ulang
52
memiliki waktu periode ulang sekitar 50-55 tahun. Periode ulang gempa bumi
dengan magnitude terbesar yaitu 7 SR berkisar antara 150 sampai 550 tahun pada
gambar 4.4 (c). Daerah yang memiliki waktu periode ulang lebih cepat yaitu
Tinjil memiliki waktu periode ulang sekitar 500-550 tahun. Nilai periode ulang
gempa bumi dapat ditentukan yaitu nilai yang besar maka gempa bumi yang terjadi
sedikit atau bisa dikatakan daerah ini merupakan wilayah yang lebih aman
Dari hasil penelitian dari data gempa periode 1958-2018 di daerah Selatan
Jawa Barat dan Banten diperoleh hasil b-value sebesar 1.1 dan a-value sebesar 7.47
metode lainnya yaitu least square didapatkan nilai a 7.8887 dan b 1.0839, dengan
3.5
3
2.5
2
1.5
1 y = -1.0839x + 7.8887
0.5 r = -0.9276; R² = 0.8604
0
0 2 4 6 8
Magnitude
53
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tati Zera dengan
nilai b-value yang bervariasi, namun pada wilayah penelitian yang sama didapat
nilai b sebesar 1.19 dan 1.18, dan nilai a yaitu 7.22 dan 7.86 pada wilayah 4 dan 5
(Zera, Mei 2014). Hal ini karena pada penelitian Tati Zera menggunakan waktu
yang lebih lama dan juga adanya pembagian cluster, selain itu ketentuan magnitudo
yang digunakan juga berbeda. Tetapi antara penelitian ini dengan hasil periode
ulang didapati adanya kesamaan yaitu 250 tahun (pada penelitian Tati Zera di
wilayah 4 dan 5). Dalam hasil analisis adanya kesamaan lain bahwa semakin tinggi
nilai b maka nilai a akan semakin tinggi juga pada daerah tersebut. Dari hasil
perhitungan b-value didapatkan juga beberapa hasil dari peneliti lain dengan
lingkup daerah yang hampir sama yaitu pada daerah Jawa Barat didapatkan hasil
sebagai berikut:
No Hasil Metode a b
54
43
BAB V
5.1 Kesimpulan
berikut:
antara 0.95-1.45 dengan nilai tertinggi pada daerah laut pada Selatan
nilai tertinggi pada daerah laut pada Selatan Kabupaten Pandeglang yaitu
8.5-9 dan nilai terendah pada daerah Tasikmalaya yaitu 6.5-7. Sedangkan
b. Dalam waktu 60 tahun telah adanya gempa bumi sebanyak 719 kejadian
antara 4-7 SR. Pada katalog gempa bumi wilayah Selatan Jawa Barat dan
57
sementara distribusi gempa bumi terhadap kedalaman didominasi oleh
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya adanya metode lain yang
metode ini. Saran lainnya adalah digunakan pengambilan wilayah yang lebih luas
58
DAFTAR PUSTAKA
59
Tangerang Selatan: Skripsi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Mogi, K., 1962. Magnitude-Frequency Relationship for Elastic Shocks
Accompanying Fractures of Various Materials and Some Related Problems in
Earthquakes. Bull. Earthquake Res. Inst..
Mutiarani, A., M. & Prastowo, T., 2013. Jurnal Fisika Vol. 2 No. 2. Studi b-Value
untuk Pengamatan Seismisitas Wilayah Pulau Jawa Periode 1964-2012, p. 1.
Pawirodikromo, W., 2012. Seismologi Teknik dan Rekayasa Kegempaan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pertiwi, C. P., 2010. Analisis Peluang Terjadinya Gempa Bumi Menggunakan
Metode Maximum Likelihood untuk Daerah Papua dan Sekitarnya. Skripsi
Program Studi Fisika ed. Tangerang Selatan: Fakultas Sains dan Teknologi.
Priadi, R. & Arifin, J., 2017. Penentuan Nilai b-Value untuk Identifikasi Kerentanan
Batuan dengan Mempertimbangkan Nilai Slowness pada Wilayah Pidie Jaya.
Jurnal Fisika Universitas Negeri Semarang Vol. 7, No. 1, pp. 1-6.
Qur'an.com, 2018. Qur'an.com. [Online]
Available at: https://quran.com/99; https://quran.com/7; https://quran.com/29
Ririn, 2013. SlideShare. [Online]
Available at: https://www.slideshare.net/ririn12/metode-maximum-likelihood
[Accessed 30 12 2018].
Rohadi, S., Grandis, H. & Ratag, M. A., Juli 2007. Studi Variasi Spasial Seismisitas
Zona Subduksi Jawa. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Vol.8 No. 1, pp. 42-47.
Sarmili, L. & Setiady, D., 2015. Pembentukan Prisma Akresi di Teluk Ciletuh
Kaitannya dengan Sesar Cimandiri, Jawa Barat. Jurnal Geologi Kelautan, 3(3), p.
1.
Scholz, C. H., 1968. Bull. Seismol. Soc. Am.. The Frequency Magnitude Relation
of Microfactoring in Rock and it's Relation to Earthquakes, p. 58.
Sudradjat M.Sc, P. D. I. A., Syafri, DEA, D. I. I., Sulaksana, MSP, I. N. & Sukiyah,
MT, D. I. E., 2009. Karakteristik Sumberdaya Geologi di Kawasan Jawa Barat
Bagian Selatan sebagai Referensi Pengembangan Sumber Energi Alternatif,
Kabupaten Sumedang: Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjajaran.
Sulaiman, I., 1989. Pendahuluan Seismologi Jilid IA. Jakarta: Departemen
Perhubungan.
Sunardi, B., Istikomah, M. U. & S., 2017. Jurnal Riset Geofisika Indonesia. Analisis
Seismoteknik dan Periode Ulang Gempabumi Wilayah Nusa Tenggara Barat,
Tahun 1973-2015, pp. 23-28.
60
Suwandi, E. A., Sari, I. L. & W., 2017. Wahana Fisika, 2(2). Analisis Percepatan
Tanah Maksimum, Intensitas Maksimum dan Periode Ulang Gempa untuk
Menentukan Tingkat Kerentanan Seismik di Jawa Barat (Periode Data Gempa
Tahun 1974-2016), pp. 12-30.
Syafriani, S., 2018. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering 335.
An Investigation of Seismicity for the West Sumatera Region Indonesia, p. 2.
Walpole, e. R., 2006. Pengantar Statistika. 3 ed. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Yonathan, T., 2018. BAB II: Geologi Regional. [Online]
Available at: http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-togiyonath-
22636-3-2009ta-2.pdf
Zera, T., 2007. Geologi: Langkah Awal Mengenal Bumi. Jakarta: Program Studi
Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Zera, T., Mei 2014. Menentukan Peluang dan Periode Ulang Gempa dengan
Magnitude Tertentu Berdasarkan Model Guttenberg-Ritcher. Spektra: Jurnal
Fisika dan Aplikasinya, Vol. 15 No. 1, pp. 44-48.
61
40