ALBERTHO RUHULESSIN
32.17.0004
ALBERTHO RUHULESSIN
32.17.0004
SKRIPSI
ANALISA PRASEISMIK GEMPABUMI PALU 28 SEPTEMBER 2018 (Mw
7.4) MENGGUNAKAN DATA RESIDU GELOMBANG P DAN NILAI-B
ALBERTHO RUHULESSIN
32.17.0004
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Albertho Ruhulessin
NPT. 32.17.0004
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Analisa
Praseismik Gempabumi Palu 28 September 2018 (Mw 7.4) Menggunakan
Data Residu Gelombang P Dan Nilai-b” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu. Untuk itu Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. I Nyoman Sukanta, S.Si, M.T selaku Ketua Sekolah Tinggi
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
2. Bapak Dr. Wandono, M.Si selaku Ketua Program Studi Geofisika Sekolah
Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
3. Bapak Dr. I Putu Pudja, MM selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan pengajaran tentang segala hal, mendukung, dan memberikan
banyak motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini
4. Bapak Dr. Wandono, M.Si dan Bapak Drs. Hendri Subakti, S.Si, M.Si selaku
dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dan koreksi yang
bermanfaat bagi penulisan skripsi ini
5. Ibu I Gusti Putu Putri Astiduari selaku bintal kelas Geofisika angkatan 50
6. Bapa, Mama, Ella, Otis serta keluarga besar Ruhulessin yang tercinta yang
selalu memberikan doa, dukungan serta semangat demi kelancaran penulisan
skripsi ini
7. Afryanti Veronika Simangunsong yang selalu sabar memberikan semangat,
doa dan cinta sehingga saya selalu termotivasi untuk menyelesaikan skripsi
ini
8. Rekan sebimbingan “Do-Fun” untuk semangat dan perjuangannya
9. Seluruh saudara-saudara Geofisika D4 angkatan 2014, yang selalu mengibur
dan selalu memberikan warna kehidupan selama saya menjalani pendidikan
di STMKG tercinta ini
10. Rekan yang menjadi teman diskusi penulis, Dika, Mahmudi dan Bayu
11. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu
iv
Skripsi ini tentu saja masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis
dengan senang hati mengharapkan kritikan yang membangun demi tujuan
perbaikan. Dan akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
INTISARI.................................................................................................... xi
vi
2.2.4 Residu waktu tempuh gelombang P .................................. 15
METODE PENELITIAN............................................................................ 21
LAMPIRAN ............................................................................................... 38
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Hasil penelitian hubungan b-value dengan frekuensi gempabumi ….7
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
INTISARI
Analisa Praseismik Gempabumi Palu 28 September 2018 (Mw 7,4)
Menggunakan Data Residu Gelombang P dan Nilai-b
Oleh :
Albertho Ruhulessin
32.17.0004
xi
ABSTRACT
By:
Albertho Ruhulessin
32.17.0004
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia merupakan wilayah dengan settingan tektonik yang sangat
kompleks karena dilalui oleh beberapa lempeng tektonik. Hal ini membuat
Indonesia merupakan wilayah yang rawan akan gempabumi. Terlebih khusus untuk
wilayah Sulawesi. Pulau Sulawesi ini sendiri terletak di zona pertemuan tiga
lempeng besar, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng
Pasifik. Lempeng tersebut memiliki arah gerak yang berbeda, yaitu lempeng
Eurasia yang bergerak relatif kearah tenggara, lempeng Indo-Australia yang
bergerak relatif ke arah utara, dan lempeng yang relatif bergerak ke arah barat.
1
2
Dampak nyata dari aktivitas sesar Palu koro ini yaitu kejadian gempabumi
yang terjadi di daerah Palu pada tanggal 28 September 2018. Gempabumi ini
memiliki Magnitudo 7.4 dengan kedalaman 10 Kilometer. Pusat gempa berada di
26 km utara Donggala dan 80 km barat laut kota Palu pada koordinat 0.22 LS dan
119.86 BT. Gempa ini menyebabkan guncangan kuat yang mengakibatkan
kehancuran infrastruktur, terjadi likuifaksi dan membangkitkan tsunami yang
menerjang pesisir pantai di wilayah Palu.
Gempabumi yang terjadi diakibatkan lapisan batuan dibawah permukaan
sudah rapuh dan tidak kuat menahan akumulasi energi yang dihasilkan dari
pergerakan sesar Palu Koro. Lapisan batuan kemudian patah dan menimbulkan
gempabumi yang merusak dan juga mengakibatkan terjadinya tsunami di daerah
Palu dan sekitarnya. Kerapuhan dari suatu lapisan batuan dapat ditentukan dan
dapat diketahui dengan mencari nilai b (b-value). Nilai b merupakan salah satu
konstanta yang diambil dari persamaan hubungan antara magnitudo dan jumlah
gempa yang dirumuskan oleh Richter menggunakan persamaan linear berbasis
statistika.
Parameter nilai-b sendiri memiliki variasi terhadap waktu terjadinya
gempabumi. Gempa-gempa seringkali didahului dengan peningkatan nilai-b pada
jangka menengah diikuti dengan penurunan pada jangka waktu minggu hingga
bulan sebelum gempabumi (Sammonds, 1992). Dari hal tersebut maka dapat
dikatakan waktu terjadinya gempa dapat diketahui dengan melihat perilaku dari
perubahan nilai b. Penelitian variasi spasial b-value telah di lakukan oleh para ahli
di sejumlah daerah yang aktif terjadi gempabumi. Dan dari penelitian tersebut
didapat ditarik kesimpulan bahwa b-value tidak bervariasi secara sistematis
(konstan) dan diperkirakan nilainya berkisar sekitar 1.0, (Schorlemmer and
Winner, 2004) dan beberapa ahli lainnya menunjukkan bahwa b-value bervariasi
secara signifikan di beberapa zona sesar (Wesnousky, 1983) dan (Schorlemmer and
Winner, 2004) juga di beberapa tempat dan jangka waktu tertentu (Nuaninin et al,
2005), b-value juga bervariasi secara lateral terhadap kedalaman (Kulhanek, 2005).
3
5
6
pada gempa foreshock dan gempa utama lebih kecil dariapada gempa aftershock.
Hasil penelitian di laboratorium dan lapangan ditunjukkan pada gambar berikut :
ada. Dan semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti kondisi geologi
setempat, kualitas infrastruktur, kepadatan penduduk dan lainnya diabaikan. Dari
data yang didapat kemudian diolah dan didapat hasil perhitungan b value untuk 10
wilayah nilainya berkisar antara M≥5 berkisar antara 0,59 sampai dengan 1,12.
Untuk hasil perhitunga indeks seismisitas pertahun untuk 10 wilayah nilainya
berkisar antara dengan M≥5 berkisar antara 0,65 sampai dengan 1.93.
Penelitian lain tentang b-value juga dilakukan oleh Rachmawati yang
dituangkan dalam paper pada Jurnal Fisika Volume 3 tahun 2014. Penelitian ini
bertujuan untuk membandingkan b-value dengan frekuensi kejadian dan magnitudo
gempabumi dengan menggunakan metode Gutenberg-Richter. Daerah penelitian
yang diambil yaitu wilayah Sulawesi Tengah pada koordinat 2° LU - 3° LS dan
119° BB - 124° BT. Penelitian yang dilakukan menggunakan data kejadian gempa
selama 6 tahun yaitu dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 yang diambil dari
website online Harvard dengan magnitudo ≥7.0 dengan kedalaman 0-100 km. Hasil
penelitian dapat dilihat pada grafik berikut :
frekuensi gempabumi juga semakin tinggi. Dan sebaliknya jika b-value rendah,
maka magnitudo gempabumi semakin besar.
Dari penelitian-penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa b-value
digunakan untuk menentukan kerentanan dari suatu lapisan. Yang dimana pada
skripsi ini akan dicari korelasinya dengan kecepatan dari gelombang P.
Tabel 2.1 Sesar-sesar di Sulawesi dan sekitarnya (Sumber : Tim Revisi Peta
Gempa Indonesia, 2010)
Fault Slip Rate Sense L
Dip Top Bottom Mmax
Nomor Name mm/yr Weight Mechanism (km)
30 0.25
37 0.5
3 Matano Strike-slip 90 3 18 541 7.9
44 0.5
Sula Reverse-
10 1 45 3 18 72 7.19
10 Thrust slip
dan beberapa anak patahan baik yang berada di darat maupun di laut. (Hamilton,
1979).
Hal tersebut dapat dilihat dari sejarah gempabumi dan tsunami yang terjadi
pada daerah Sulawesi. Berlangsung dari tahun 1927 yaitu gempabumi dan tsunami
di daerah Palu, tahun 1938 yaitu gempabumi dan tsunami di daerah Parigi
Muotong, tahun 1968 yaitu gempabumi dan tsunami Tambu, serta pada tahun 2018
gempabumi dan tsunami pada daerah Palu dan Donggala.
Keterangan :
ρb = densitas bulks batuan
ρf = densitas fluida
Sw = saturasi Air
ρhc = densitas hidrokarbon
ρm = densitas matriks
ф = porositas batuan
ρw = densitas air
15
Densitas Bulk adalah berat di udara dari sebuah satuan volum dari material
permeable termasuk permeable kosong dan impermeable. Pada teori AVO, ada dua
cara untuk menurunkan percepatan gelombang P dari densitas. Persamaan ini sering
disebut dengan persamaan Gardner’s dan Lindseth’s. Persamaan tersebut dapat
dituliskan :
Persamaan Gardner : ρ = 0.23Vp0.25 (3.11) (2.2)
Persamaan Lindseth : V = a (ρV) + b (3.12) (2.3)
Keterangan:
a = 0,308
b = 3400 ft/detik
Metode iteratif Geiger diperkenalkan oleh L. Geiger pada tahun 1910 dan
tahun 1912 dalam penentuan lokasi hiposenter. Metode ini berdasarkan pada iterasi
least-squares dan sangat bergantung pada konfigurasi stasiun dan posisi hiposenter
terhadap jaringan stasiun. Diawali dari perkiraan awal hiposenter dan origin time (
). Jika hiposenter berada dalam jaringan, maka untuk perkiraan awal
digunakan stasiun pencatat yang pertama kali merekam gelombang P (Purwana,
2013).
Keterangan :
N : Frekuensi Gempa
M : Magnitudo
a, b : Konstanta
Parameter a merupakan konstanta dari persamaan linier yang
menunjukkan aktivitas seismik dan bergantung pada periode pengamatan, luas
daerah pengamatan, serta tingkat aktifitas seismik suatu wilayah. Keaktifan
seismik suatu daerah juga dipengaruhi oleh tingkat kerapuhan batuan suat derah
tersebut. Makin besar nilai a di suatu daerah, maka daerah tersebut memiliki
aktivitas seismik yang tinggi, sebaliknya untuk nilai a yang kecil berarti aktivitas
seismiknya rendah.
Parameter b merupakan parameter tektonik yang menunujukkan jumlah
relatif dari getaran yang kecil hingga besar dan secara teoritis tidak bergantung pada
periode pengamatan tetapi hanya bergantung pada sifat tektonik dan sifat batuan
dari daerah yang sedang diamati dimana terjadi gempabumi. Nilai b dapat
merepresentasikan tingkat kerapuhan batuan. Makin besar nilai b berarti semakin
besar tingkat kerapuhan batuannya.. (Rusdin, 2009). Nilai b sangat bergantung
pada karakter tektonik dan tingkat stress atau struktur material suatu wilayah
(Scholz, 1986; Hatzidimitriou, 1985, Tsapanos, 1990).
Beberapa ahli juga mengatakan bahwa nilai b ini konstan dan bernilai
sekitar -1 sampai 1. Meskipun demikian, nilai b ini bervariasi terhadap daerah dan
kedalaman fokus gempa, serta bergantung pada keheterogenan dan distribusi ruang
stress dari volume batuan yang menjadi sumber gempa. Nilai b dapat diperkirakan
dengan cara statistik.
Keterangan :
variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain, dalam hal ini variabel terikat
atau disebut juga variabel respon disimpulkan dengan huruf Y.
Untuk mengetahui seberapah jauh hubungan antar variabel dalam suatu data
maka digunakan variabel bebas dan satu variabel terikat. Metode ini digunakan
untu data-data yang mempunyai hubungan korelasi linier. Rumusnya adalah
sebagai berikut :
𝑛 ∑(𝑋𝑖. 𝑌𝑖 ) − (∑ 𝑋𝑖). (∑ 𝑌𝑖) (2.11)
𝑏=
𝑛 ∑ 𝑋𝑖 2 − (𝑋𝑖)2
∑ 𝑌𝑖 − 𝑏 ∑ 𝑋𝐼 (2.12)
𝑎=
𝑛
Diperlukan nilai dari koefisien korelasi untuk mengetahui sejauh mana
hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat. Koefisien korelasi itu kemudian
dianalisa untuk mengetahui kuat hubungan antara variabel bebas X dan variabel
terikat Y. Kuat hubungan kedua variabel tersebut diukur dengan koefisien korelasi
yang disimbolkan dengan (r), dimana nilainya antara -1 sampai +1 (-1 < r < +1).
Untuk mencari koefisien korelasi, digunakan rumus:
(2.13)
Keterangan :
n : Banyaknya kelas magnitudo
Xi : Titik tengah dari kelas magnitudo
Yi : Logaritma dari frekuensi gempa untuk suatu kelas magnitudo
Jika hasil yang didapat, r bernilai -1 atau mendekati -1 maka diartikan
adanya hubungan linear yang kuat antara magnitudo dengan logaritma frekuensi
dan bernilai negatif . Sedangkan bila r bernilai 1 atau mendekati 1 maka dinyatakan
ada hubungan linear yang kuat antara magnitudo dengan logaritma frekuensi dan
bernilai positif. Dan apabila r bernilai 0 atau mendekati 0 maka tidak hubungan
linear antara magnitudo dengan frekuensi.
20
(2.14)
Jika standar deviasi yang didapat bernilai 0 atau mendekati 0, maka tingkat
keakurasian dari dari data yang diolah semakin akurat.
BAB III
METODE PENELITIAN
21
22
adalah magnitudo dan intensitas gempa yang terjadi dalam cakupan wilayah
penelitian.
Untuk data residual kecepatan gelombang P didapat dari website
http://repogempa.bmkg.go.id/. Data yang tersedia pada website ini yaitu berupa
parameter serta residual kecepatan gelombang dari tiap event gempa. Data dapat
diunduh langsung dari website dengan memilih output arrival format. Data yang
diunduh berdasarkan historis gempabumi daerah Sulawesi dari bulan Agustus 2018
hingga Oktober 2018. Dari data tiap event yang didapat, ditentukan stasiun pencatat
untuk menegtahui arrival time tiap event. Data parameter dari tiap event yang
didapat, langsung disalin pada lembar kerja Ms.Excel untuk dapat diolah lebih
lanjut.
Dalam penelitian ini, ada lima stasiun pencatat yang digunakan untuk
melihat arrival time. Data stasiun yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :
Dalam penelitian ini, digunakan data gempabumi yang terjadi pada wilayah
Palu dan sekitarnya dengan batasan wilayah 1° LU − 2° LS dan 119° BT −
123° BT dalam rentang waktu selama 10 tahun yaitu tahun 2009 sampai tahun
2019. Kriteria gempa yang dipakai yaitu gempa dengan kedalaman pada zona kerak
bumi atau <70 Km. Jumlah gempa yang terjadi pada rentang waktu 10 tahun
tersebut yaitu sebanyak 5626 gempa. Gempabumi terbanyak terjadi pada tahun
2018, dimana pada tahun tersebut terjadi gempabumi signifikan yaitu pada tanggal
28 September 2018 dengan magnitudo 7.4. Berikut merupakan histogram yang
menunjukkan frekuensi gempabumi pada wilayah penelitian dalam rentang waktu
2009 sampai 2019.
27
28
M 7,4
b-value= 0.782
Untuk pemetaan b-value per tahun dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil yang
didapat menunjukkan adanya peningkatan b-value di sekitar daerah sesar Palu-
Koro dua tahun sebelum terjadinya gempabumi Utama. Dilihat pada gambar 4.5,
warna merah menunjukkan b-value pada daerah sekitar sesar Palu Koro yang
bernilai 1. Daerah yang berwarna merah tersebut mengindikasikan zona lemah atau
daerah dengan tingkat kerapuhan batuan yang tinggi. Dengan kata lain, lapisan
batuan di wilayah sekitar sesar Palu-Koro mengalami penurunan daya tahan
terhadap stress yang diberikan. Zona lemah batuan tersebut mulai terfokus pada
daerah sesar Palu Koro mulai pada tahun 2016, dimana pada tahun 2016 intensitas
gempabumi meningkat di wilayah sekitar sesar Palu Koro yang mengindikasikan
bahwa daerah tersebut mulai melemah dan melepaskan energi secara perlahan
sebelum gempabumi utama pada tahun 2018.
Beradasarkan 106 event gempabumi yang diolah, dapat dilihat variasi pola
residual waktu tempuh gelombang P. Selain menunjukkan konsistensi pola
residual, diagram diatas juga menjelaskan adanya peningkatan dan penurunan pola
residual waktu tempuh gelombang P. Terlihat bahwa sebelum terjadiya gempabumi
tanggal 28 September 2018, dicatat oleh 2 sensor pencatat yaitu MPSI dan TOLI2
(Lampiran 3) nilai residual mengalami peningkatan dan saat terjadi gempabumi
utama, nilai residual mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum
terjadi gempabumi utama, terjadi pelemahan kekompakan batuan di daerah
penjalaran gelombang P sehingga batuan menjadi rapuh. Saat terjadi pelemahan
batuan, perambatan gelombang P akan lebih lambat di daerah tersebut. Kemudian
saat terjadi gempabumi utama, kekompakkan batuan di daerah yang dilalui
gelombang P meningkat sehingga gelombang P tiba lebih cepat di stasiun-stasiun
pencatat. Hal ini dijelaskan dari residual waktu tempuh gelombang dari semua
stasiun pencatat yang bernilai negatif. Peningkatan ini dapat dilihat pada gambar
4.7. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh (Lubis, 2005) bahwa besarnya
cepat rambat gelombang seismik dalam lapisan batuan dipengaruhi oleh elastisitas
dan densitas batuan, sehingga dengan mengetahui cepat rambat gelombang seismik
pada lapisan batuan maka akan diketahui tingkat denistas batuan tersebut.
Dengan demikian berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, diketahui
bahwa b-value mengalami penurunan sebelum gempabumi Palu 28 September
2018. Sehingga dapat dikatakan bahwa, b-value dapat dijadikan sebagai prekursor
gempabumi signifikan jangka waktu panjang. Dan untuk residual waktu tempuh
gelombang P mengalami peningkatan sebelum terjadinya gempabumi utama,
dimana hal ini berarti adanya pelemahan batuan di daerah penjalaran gelombang.
Dan dapat juga dikatakan bahwa, analaisa residual waktu tempuh gelombang P
dapat dijadikan sebagai tanda awal terjadinya suatu gempabumi signifikan dalam
jangka waktu pendek.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan analisa terhadap hasil yang sudah didapat, maka penulis
menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Adanya perubahan b-value sebelum terjadinya gempabumi signifikan.
Dalam penelitian ini b-value mengalami penurunan sebelum terjadi
gempabumi signifikan.
2. Adanya perubahan residual waktu tempuh gelombang P, sebelum terjadinya
gempabumi utama. Hal ini menandakan bahwa, adanya pelemahan batuan
sebelum terjadi suatu gempabumi signifikan.
3. Sebelum terjadinya patahan, suatu batuan akan berada pada fase elastis.
Dimana batuan akan menerima stress yang diberikan dan mengalami
deformasi sehingga mempengaruhi tingkat kerapuhan batuan tersebut. Dari
hasil analisa yang sudah dilakukan, diketahui tingkat kerapuhan dapat
dianalisa dengan menggunakan data b-value dan residual waktu tempuh
gelombang P.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut :
1. Perlu metode geofisika lainnya untuk mendukung keberhasilan penelitian
ini dalam penentuan tanda-tanda awal terjadinya suatu gempabumi
signifikan
2. Perlu adanya penambahan sensor seismik di daerah-daerah yang aktif
3. Perlu adanya peningkatan kelengkapan data pada database gempabumi
BMKG
34
DAFTAR PUSTAKA
35
36
Rusdin Andi Ashar, 2009, Analisa Statistik Seismisitas Sulawesi Selatan dan
Sekitarnya, Tugas Akhir. Akademi Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika, Jakarta
Sammonds RR, 1992, Role of Pore Fluids in the Generation of Seismik Precursors
to Shear Fracture, Nature, 228-230
Scholz C, 1968, The Frequency Magnitude Relation of Micro Fracturing in Rock
and its Relation to Earthquake, Bulletin of the Seismological Society of
America, 58
Schorlemmer D, 2004, Earthquake Statistic at Parkfield: Stationary of bValues,
Journal of Geophysical Research, Vol 109
Suyehiro J, 1964, Foreshocks and Aftershocks Accom a Earthquake in Central
Japan, Paper Meterology Gephysicis, 13
Tsapanos, T., 1990. b-value of two tectonic parts in the circum-Pacific belt,
Pageoph, 143, 229-242.
USGS, 2019, Search Earth Catalog
https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/ (diakses tangal 30 Juni
2019)
Utsu, T. (1965), A Method in Determining the value of b in ɑ formula log N= ɑ -ƅ
M Showing the magnitude frequency for earthquakes. Geophys Bull.
Hokkaido Univ. 13 : 99-103
Wesnousky S G, 1983. Earthquake Frequency Distribution and the Mechanis of
Faulting. Journal of Geophysical Research: Solid Earth, Volume 88-
88
http://repogempa.bmkg.go.id/repo_new/2019022543.php?opr=xWsyw201mqjwS9
8snTys201976sk8S07s9jshskW23lsoSospq022543i263mJW k910mskS.
diakses tanggal 01 Juli 2019
https://web.ics.purdue.edu/~braile/edumod/waves/WaveDemo.html
diakses tanggal 28 Juni 2019
LAMPIRAN
Lampiran 1
Pengolahan b-value menggunakan software z-map
Tahun 2009
38
39
Tahun 2010
40
2011
41
2012
42
2013
43
2014
44
2015
45
2016
46
2017
47
2018
48
2019
49
Lampiran 2
Pemetaan spasial b-value tahun 2009 sampai dengan tahun 2019
Pemetaan spasial b-value tahun 2009
Lampiran 3
Grafik residual waktu tempuh gelombang P tiap stasiun pengamatan:
Stasiun MPSI
Stasiun TOLI2
56
Stasiun MRSI
Stasiun LUWI
57
Stasiun SMSI