Disusun Oleh :
KELOMPOK III
FAKULTAS TEKNIK
2022
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.....................................................................................................................Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat............................................................................................................................
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Umum
2.2. Penyebab Alami Gempa
2.3. Jenis-jenis Patahan Penyebab Gempa
2.4. Kelompok Gempa
2.5. Teori Lempeng Tektonik
2.6. Jenis-Jenis Lempeng
2.7. Penggerak Pergerakan Lempeng
BAB III
PEMBAHASAN
2.1. Penyebab Gempa Palu
2.2. Bencana Pengiring
2.3. Kerusakan Akibat Gempa
2.4. Dampak dan korban Akibat Gempa
2.5. Kejadian Sekitar Gempa
2.6. Kerugian Ekonomi
2.7. Penanganan Konstruksi Pasca Bencana
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Anggota Kelompok dan Pembagian Tugas
PENDAHULUAN
1.4. Manfaat
Manfaat dari makala ini adalah
a. Mampu menambah pengetahuan dan memberikan penjelasan tentang gempa bumi yang
terjadi di Palu.
b. Dapat dijadikan sebagai sumber referensi agar lebih dapat mendalami tentang gempa
yang terjadi di Palu
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Umum
Gempa bumi (earthquake) adalah getaran yang terasa dari permukaan bumi, cukup kuat
untuk menghancurkan bangunan utama dan membunuh ribuan orang. Tingkat kekuatan getaran
berkisar dari tidak dirasakan hingga cukup kuat untuk melemparkan orang di sekitar. Gempa
bumi merupakan hasil dari pelepasan tibatiba energi dalam kerak bumi yang menciptakan
gelombang seismik. Kegempaan, seismism atau aktivitas seismik pada suatu daerah mengacu
pada frekuensi, jenis dan ukuran gempa bumi yang terjadi selama periode waktu tertentu.
Ketika episentrum gempa besar terletak di lepas pantai, dasar laut akan tergerus dan cukup
untuk menimbulkan tsunami. Gempa bumi juga bisa memicu tanah longsor, dan aktivitas
vulkanik sesekali. Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat dari seismometer. Moment
magnitude adalah skala yang paling umum di mana gempa bumi dengan magnitude sekitar
(skala) 5 dilaporkan untuk seluruh dunia. Sedangkan banyaknya gempa bumi kecil kurang dari
5 magnitude dilaporkan oleh observatorium seismologi nasional diukur sebagian besar pada
skala magnitude lokal, atau disebut juga sebagai Skala Richter. Kedua ukuran itu sebenarnya
sama selama rentang pengukurannya valid. Besaran gempa dengan skala 3 magnitude atau
kurang kebanyakan sering tidak dapat dirasakan dipermukaan atau disebut lemah. Namun jika
besaran magnitude dengan skala 7 atau lebih besar akan berpotensi menyebabkan kerusakan
serius disebuah daerah, tergantung pada kedalaman mereka. Gempa bumi terbesar yang terjadi
pada dekade ini dengan skala lebih dari 9 magnitude atau lebih adalah terjadi di Jepang pada
tahun 2011 (semenjak tulisan ini dibuat), dan itu adalah gempa Jepang terbesar sejak
pencatatan dimulai. Intensitas getaran diukur pada skala Mercalli yang dimodifikasi. Karena
merupakan gempa dangkal sehingga gempa tersebut menyebabkan semua struktur bangunan
rata dengan tanah.
Likuefaksi
Akibat guncangan gempa bumi, beberapa saat setelah puncak gempa terjadi muncul
gejala likuefaksi (pencairan tanah) yang memakan banyak korban jiwa dan material. Dua
tempat yang paling nyata mengalami bencana ini adalah Kelurahan Petobo dan
Perumnas Balaroa di Kota Palu. Balaroa ini terletak di tengah-tengah sesar Palu-Koro.
Saat terjadinya likuifaksi, terjadi kenaikan dan penurunan muka tanah. Beberapa bagian
amblas 5 meter, dan beberapa bagian naik sampai 2 meter. Di Petobo, ratusan rumah
tertimbun lumpur hitam dengan tinggi 3-5 meter. Terjadi setelah gempa, tanah di daerah
itu dengan lekas berubah jadi lumpur yang dengan segera menyeret bangunan-bangunan di
atasnya. Di Balaroa, rumah amblas, bagai terisap ke tanah.
Adrin Tohari, peneliti LIPI, ada menyebut bahwa di bagian tengah zona Sesar Palu-
Koro, tersusun endapan sedimen yang berumur muda, dan belum lagi
terkonsolidasi/mengalami pemadatan. Karenanya ia rentan mengalami likuefaksi jika ada
gempa besar. Laporan dan rekaman likuefaksi juga muncul dari perbatasan Kabupaten Sigi
dengan Kota Palu. Lumpur muncul dari bawah permukaan tanah dan menggeser tanah
hingga puluhan meter dan akhirnya menenggelamkan bangunan dan korban hidup-hidup.
Menurut data, likuefaksi yang terjadi di Perumnas Balaroa menenggelamkan sekitar 1.747
unit rumah; sementara di Kelurahan Petobo sekitar 744 unit rumah tenggelam. Jumlah
korban jiwa belum dapat dikumpulkan hingga 2 Oktober 2018.
Tsunami
Sebagai akibat dari likuefaksi ini, sampai 3 Oktober, tim SAR menemukan korban di
Perumnas Balaroa 48 orang meninggal dunia, dan di Petobo 36 orang, juga meninggal dunia.
Di Jono Oge, Kabupaten Sigi, mencapai 202 hektar, 36 bangunan rusak, dan 168 lain juga
kemungkinan rusak. Di Petobo, Palu, luasan mencapai 180 hektar, bangunan rusak 2.050, dan
bangunan mungkin rusak 168. Di Petobo, tujuh alat berat dikerahkan. Di wilayah Balaroa
luasan mencapai 47,8 hektar, menyebabkan 1.045 bangunan rusak, lima alat berat dikerahkan.
Di luar Petobo dan Balaroa, terjadi pula kerusakan parah di Desa Tosale, Desa Towale,
dan Desa Loli, Kabupaten Donggala. Adapun dalam bidang infrastruktur, daerah Kecamatan
Sigi Biromaru, Sigi, ada Jalur Palu-Napu yang jadi akses untuk ke Poso, terutama lembah
Napu. Terlihat, jalan aspal terbuka menganga, didapati kebun jagung dan kelapa terseret ke
kampung itu. Tanah retak, bergelombang. Aspal terperosok hingga kedalaman lebih dari 3
meter. Lahan juga terlihat bergelombang.
Pada awalnya, 1 orang tewas dan 10 orang luka-luka dikabarkan akibat gempa pertama
berkekuatan 6,0 Magnitudo pukul 15.00 WITA. Namun begitu, angka begitu cepat meningkat,
sampai diketahuilah jumlah korban telah sampai 420 orang meninggal. Pada Selasa 2 Oktober,
Sutopo mengabarkan bahwa, korban meninggal telah mencapai 1234 orang. Adapun jumlah
orang tertimbun yang dilaporkan masyarakat telah mencapai 152 orang. Orang yang terluka
dibawa ke rumah sakit untuk cepat mendapatkan perawatan. Korban yang tewas maupun yang
terluka, merupakan korban tertimpa bangunan yang roboh. BPBD Kabupaten Donggala juga
menyatakan bahwa puluhan rumah rusak karena adanya gempa ini.
Terakhir, setelah diumumkan oleh BNPB pada 10 Oktober bahwa korban meninggal
gfempa itu mencapai 2.045 orang, didapati paling banyak ada di Palu sebesar 1.636 orang dan
disusul Sigi kemudian Parigi. Sementara itu, korban yang mengungsi sebanyak 82.775 orang,
dan 8.731 orang pengungsi berad di luar Sulawesi.
Sebagai akibat dari guncangan gempa ini, Hotel Roa-Roa yang ada di Jalan Pattimura Palu,
juga Rumah Sakit Anuntapura di Jalan Kangkung, yang berlantai 4, juga roboh. Mal terbesar di
Palu, Mal Tatura, juga roboh. Ada puluhan sampai ratusan orang yang terjebak di dalamnya.
Tsunami di Palu sampai membuat KM Sabuk Nusantara terhempas puluhan meter dari
Pelabuhan Wani. Pelabuhan itu sendiri rusak pula dermaga dan bangunannya. Pelabuhan
Pantoloan rusak paling parah di sana. Quay crane atau keran peti kemas yang biasa digunakan
untuk bongkar muat peti kemas juga roboh. Dari sejumlah foto yang beredar, gempa Palu
tergolong dahsyat. Kios-kios di pesisir Teluk Palu atau Pantai Talise tersapu gelombang
besar. Jembatan Kuning yang merupakan ikon kota Palu turut ambruk. Terlihat di Teluk Talise,
reruntuhan jembatan yang memisah antara Palu Barat dan Palu Utara. Selain itu, terlihat
juga Masjid Arqam Bab Al Rahman atau Masjid Apung Palu yang roboh masuk ke dalam laut.
Terlihat pula reruntuhan menara ATC Bandara Mutiara Sis Al Jufri Palu serta kerusakan di
pelabuhan. Sebagai akibat daripada kerusakan pada Bandara Palu pula, bandara ini telah
ditutup pada hari Jumat pukul 07.26 malam sampai 7.20 malam.
Namun begitu, efek dari pernyataan di atas sudah dapat ditebak. Ada peritel yang turut
merugi karena pembolehan di atas. Aprindo atau Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia
menyayangkan aksi penjarahan oleh masyarakat ini. 40 gerai Alfamidi dan 1 gerai Hypermart
telah jadi sasaran di sana. Roy N. Mandey, Ketum Aprindo menyayangkan hal ini dan
menyebut bahwa keputusan ini cenderung tak mendidik masyarakat.[81] Aprindo mencatat,
bahwa kerugian yang telah ditanggung peritel di Poso, Palu, dan Donggala mencapai Rp 450
miliar. Sebagai akibat dari penjarahan ini, 45 orang telah ditangkap oleh kepolisian. Dari sejak
1 Oktober 2018, Setyo Wasisto juga mewanti-wanti masyarakat agar tak berbuat kriminal
selepas bencana gempa bumi dan tsunami ini.
Selain itu pula, hal yang disorot oleh banyak kalangan adalah mitigasi
bencana tsunami Indonesia yang masih lemah, dan hilangnya buoy akibat dicuri orang-orang
yang tak bertanggung jawab sejak 2012. Selain tiadanya buoy tsunami di Palu yang kelak
membuat tidak dapatnya verifikasi pasti tentang tsunami tide gauge di Palu juga diketahui mati.
Selain itu pula, gempa ini juga membawa dampak terhadap kampanye pemilihan presiden
2019. Mengingat gempa yang terjadi di Sulawesi Tengah itu, Jubir Jokowi-Ma'ruf Amin Ace
Hasan Syadzily menyarankan agar kampanye tetap berlanjut, meskipun tengah terjadi
penanganan bencana ini. Hal itu disampaikan Ace menanggapi imbauan SBY untuk
menghentikan sementara kampanye sebagai bentuk solidaritas atas tsunami serta bencana
gempa bermagnitudo 7,4 yang melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Peserta no urut
2, tim Prabowo Subianto menunda kampanye, dan fokus untuk penggalangan dana dan tak
ingin mengganggu jalannya penanganan pascabencana. Dia memberi ruang kepada pemerintah
agar lebih leluasa untuk mengerahkan bantuan secara maksimal.[86] Hal itu juga disampaikan
oleh Koordinator Juru Bicara Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak. Menurut Dahnil,
Sandi telah membatalkan kunjungan ke Gorontalo dan akan fokus menggalang relawan di
Jakarta untuk membantu proses penanganan tanggap bencana di Palu dan Donggala. Dahnil
juga mengajak semua pihak untuk bahu-membahu membantu para korban bencana di Palu dan
Donggala, lantaran dunia internasional juga turut ikut membantu para korban di daerah
tersebut.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebut total
kerugian itu mencapai Rp18,48 triliun. "Kerugian dan kerusakan akibat bencana di Sulawesi
Tengah sebesar Rp 18,48 triliun per 27 Oktober 2018. Jumlah ini lebih besar daripada
sebelumnya yakni sebesar Rp 13,82 triliun per 21 Oktober lalu," kata Sutopo melalui rilis yang
diterima. Sutopo mengatakan dampak ekonomi berupa kerugian dan kerusakan akibat bencana
di Sulawesi Tengah ini kemungkinan masih akan terus bertambah sebab kerusakan akibat
bencana itu belum selesai dilakukan.
Adapun rincian dampak ekonomi dari total kerusakan Rp18,48 triliun ini, kerugian
mencapai angka Rp 2,89 triliun dan untuk kerusakan mencapai Rp15,58 triliun. "Pengertian
kerusakan adalah nilai kerusakan stock fisik asset, sedangkan kerugian adalah arus ekonomi
yang terganggu akibat bencana, yaitu pendapatan yang hilang dan atau biaya yang bertambah
akibat bencana pada lima sektor yaitu permukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas
sektor," jelas Sutopo.
Dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana sebesar Rp 18,48 triliun dijelaskan Sutopo
paling besar berasal dari sektor permukiman yang angkanya mencapai Rp 9,41 triliun, sektor
infrastruktur Rp 1,05 triliun, sektor ekonomi Rp 4,22 triliun, sektor sosial Rp 3,37 triliun, dan
lintas sektor mencapai Rp 0,44 triliun. "Dampak kerugian dan kerusakan di sektor permukiman
adalah paling besar karena luas dan masifnya dampak bencana. Hampir sepanjang pantai di
Teluk Palu bangunan rata tanah dan rusak berat," katanya.
Sedangkan jika dirunut berdasarkan sebaran wilayah kerugian dan kerusakan terbesar ada di
Kota Palu yang mencapai angka Rp 8,3 triliun. Sedangkan Kabupaten Sigi mencapai Rp 6,9
triliun, Donggala Rp 2,7 triliun dan Parigi Moutong mencapai Rp 640 milyar. "Tim Hitung
Cepat Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB dan UNDP, terus menghitung dampak dan
kebutuhan untuk pemulihan nantinya.
Gempa bumi 7,4 SR dengan kedalaman 10 km di utara Kota Palu, Provinsi Sulawesi
Tengah yang diikuti oleh tsunami dan likuefaksi luas di beberapa titik (Petobo, Balaroa, dan
Jono Oge) pada 28 September 2018 silam telah menyebabkan lebih dari 50.000 orang
mengungsi serta merusak infrastruktur utama dan ribuan fasilitas umum dan sosial termasuk
sekolah, ruamh sakit, dan Puskesmas di Kota Palu dan Kabupaten sekitarnya. Tingkat
keparahan deformasi tanah dekat patahan dan likuifaksi di lokasi-lokasi ini belum pernah
terjadi sebelumnya secara global. Hitung cepat yang dilakukan oleh BNPB dan UNDP
mengindikasikan total kerusakan dan kerugian mencapai 18,48 triliun rupiah. Angka ini
termasuk kerusakan dan kerugian di sektor permukiman, infrastruktur, sosial, dan ekonomi.
Kerusakan pada sektor permukiman (rumah) dan sosial seperti bangunan pendidikan,
kesehatan, dan kantor layanan publik mengakibatkan penurunan produktivitas masyarakat di
lokasi terdampak. Untuk itu, kebutuhan pembangunan kembali menjadi prioritas pemerintah
dan masyarakat terdampak. Saat ini, masyarakat yang kehilangan rumah karena gempa bumi,
tsunami, dan likuefaksi disediakan hunian sementara sampai hunian tetap dapat dibangun
kembali. Begitu juga dengan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan fasilitas dasar lainnya yang
mengalami kerusakan berat; aktivitas berlangsung di bangunan sementara hingga bangunan
permanen selesai dibangun kembali.
a. Tahap pra-konstruksi
Keterlibatan awal dengan instansi pemerintah daerah (misalnya Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan, Dinas Tata Ruang, BPBD,
Bappeda, dan sebagainya) akan dilaksanakan dalam rangka menyepakati pembagian
peran, tanggungjawab dan koordinasi selama persiapan dan pelaksanaan proyek serta
penetapan prioritas investasi berdasarkan penilaian kerusakan, pemanfaatan sarana serta
lokasi di zona merah atau tidak. Relokasi fasilitas dari zona merah mungkin akan
dilakukan pada tahap mendatang dalam pelaksanaan proyek setelah lokasi baru
ditetapkan. Penetapan lokasi baru berdasarkan uji tuntas kesiapan lahan yang disetujui
oleh Bank Dunia.
Bergantung kepada skala dan jarak lokasi konstruksi dengan penduduk sekitar;
pelibatan akan dilakukan di awal untuk memastikan komunitas-komunitas ini
memahami potensi risikonya, tindakan pengelolaan, serta jalur umpan balik dan
mekanisme penanganan keluhan (Feedback and Grievance Redress Mechanism/FGRM)
yang telah disediakan. Papan informasi publik dengan informasi narahubung akan
ditampilkan di titik-titik yang dapat diakses di dalam lokasi konstruksi.
Pekerja proyek, khususnya pekerja kontrak sebelumnya akan dibekali dengan tata tertib
termasuk aspek-aspek kesehatan seksual dan Kekerasan Berbasis Gender (Gender
Based Violence/GBV)/Ekploitasi dan Pelanggaran Seksual (Sexual Exploitation and
Abuse/SEA) serta prosedur darurat. FGRM untuk tempat kerja juga akan diperkenalkan.
Sebagai bagian dari inspeksi konstruksi, konsultan pengawas akan secara proaktif
mencari tahu pandangan administrator fasilitas, masyarakat lokal, dan pengguna
fasilitas, sehubungan dengan dampak dan sejauh mana kegiatan rutin telah terganggu
oleh aktivitas konstruksi. Tindakan remedial akan diupayakan dan perkembangan
pelaksanaannya akan dimonitor secara regular dan dibahas dengan pemangku
kepentingan yang terdampak.
Pekerja proyek, khususnya pekerja kontrak serta pekerja masyarakat akan menerima
pelatihan K3 secara rutin dan pelatihan tata tertib dari konsultan pengawas dan/atau
spesialis yang dikontrak oleh PMU. Pendekatan untuk pelatihan tersebut akan
dievaluasi berdasarkan umpan balik peserta dan kepatuhan akan dipantau sebagai
bagian dari aktivitas pengawasan rutin.
Potensi dampak selain jejak langsung proyek, seperti lokasi pembuangan limbah/
puingpuing juga akan dipantau dan pelibatan pemangku kepentingan terkait, termasuk
pemulung dan masyarakat sekitar akan dilakukan. Konsultan pengawas akan diminta
untuk memantau risiko terkait dengan bahan limbah berbahaya, seperti asbes dan
bagaimana praktik yang sedang berjalan dapat berdampak pada kesehatan masyarakat
yang lebih luas. Pelibatan profesional/ahli terkait dapat dilakukan jika terjadi risiko
seperti ini.
c. Pasca konstruksi
Pelatihan tentang prosedur darurat dan latihan evakuasi akan diberikan kepada
administrator fasilitas, staf dan pengguna, khususnya siswa. Ini termasuk pengenalan
rambu-rambu darurat dan penggunaan peralatan darurat;
Belajar dari kegiatan penyediaan hunian pasca-bencana sebelumnya yang dilaksanakan oleh
Kementerian PUPR untuk masyarakat terdampak erupsi Gunung Merapi dan Gunung
Sinabung, berikut diusulkan proses pelibatan masyarakat:
1. Tahap Perencanaan
d. Proses relokasi dan rencana aksi yang dihasilkan akan dibahas oleh masyarakat sasaran
setelah pilihan relokasi tersedia. Hal ini meliputi: a) relokasi ke lahan yang ditunjuk; b)
relokasi satelit ‘skala kecil (antara 50 - 70 keluarga) ke lahan yang dipilih oleh
masyarakat sasaran; serta c) pilihan lain seperti dukungan bantuan tunai untuk relokasi
perorangan.
f. Pada tahap perencanaan, ketersediaan pekerja masyarakat dan jenis keterampilan yang
tersedia akan dinilai. Perkiraan kebutuhan pekerja ini, syarat dan ketentuan dan durasi
masa kerja akan dibahas dengan masyarakat sasaran tersebut. Hal ini meliputi kuota yang
disepakati untuk pekerjaan perempuan dan para difabel (ditetapkan 30 persen). Informasi
tentang kriteria seleksi dan syarat serta ketentuan akan tersedia di ruang publik yang
dapat diakses oleh komunitas lokal. Penjangkauan sasaran 1 tentang peluang kerja
rekonstruksi khususnya untuk perempuan dan masyarakat berkebutuhan khusus akan
disediakan melalui fasilitator masyarakat dan pemimpin/jawara desa. Berbagai syarat dan
ketentuan, jenis pekerjaan konstruksi dan jam kerja akan diberlakukan untuk menjamin
inklusi perempuan dan masyarakat dengan kebutuhan khusus agar lebih luas.
g. Persiapan selanjutnya oleh fasilitator masyarakat, yang akan menghasilkan Rencana Aksi
Relokasi yang dapat diterima di antara masyarakat sasaran, akan lebih mendalami rincian
tentang aspek berikut:
• Penilaian dampak lingkungan dan sosial yang spesifik untuk setiap lahan, yang
mungkin tidak sepenuhnya direkam dalam proses perizinan lingkungan awal yang
ada saat ini;
• Preferensi dan kemauan masyarakat untuk pindah ke lokasi baru dan pilihan
alternatif yang diajukan oleh masyarakat.
• Adanya kelompok rentan dan sifat kerentanan tersebut. Ini meliputi janda,
masyarakat berkebutuhan khusus, keluarga miskin, yatim piatu, dsb.
• Verifikasi status 'bersih dan jelas' dari lahan relokasi yang diusulkan dan kelayakan
teknisnya juga mencakup penilaian risiko dan bahaya dari lokasi yang diusulkan
akan dilakukan secara paralel oleh fasilitator masyarakat dalam koordinasi dengan
instansi Kabupaten/Kota terkait dan dengan dukungan teknis dari spesialis yang
relevan di PMU.
• Sebagai bagian dari proses verifikasi di atas, akses ke layanan dasar yang ada di
lokasi relokasi yang diusulkan dan penerimaan sosial yang lebih luas di antara
masyarakat lokal juga akan dinilai oleh fasilitator masyarakat dalam koordinasi
1
dengan instansi Kabupaten/Kota terkait dan dengan dukungan teknis dari spesialis
terkait di PMU. Keterlibatan dengan penyedia layanan dasar setempat, seperti
administrator sekolah dan Puskesmas juga akan dilakukan untuk memperoleh
pandangan, pemahaman, dan kendala untuk mengatasi peningkatan permintaan
layanan.
h. Konsep Rencana Aksi Relokasi dengan perkiraan biayanya akan dihasilkan dari proses di
atas dan akan terus diperbarui. Penyesuaian dalam rencana lokasi dan DED perlu
mencerminkan rencana untuk memastikan bahwa kesepakatan masyarakat, umpan balik
serta keluhan sejauh mungkin diakomodir. Tim konsultan DED perlu bekerja secara
kolaboratif dengan fasilitator masyarakat untuk memastikan bahwa masukan dan masalah
tersebut dapat ditangani sedini mungkin untuk meminimalisir perubahan dan penundaan.
Rencana-rencana ini akan dikomunikasikan kepada masyarakat sasaran dan pemangku
kepentingan yang lebih luas, yang mencerminkan kesepakatan kunci serta memberikan
alasan yang jelas untuk tidak memenuhi harapan tertentu. Pengesahan rencana-rencana
ini dari kepala desa dan RT/RW akan diupayakan untuk mendorong rasa kepemilikan
dan legitimasi dari keseluruhan proses.
i. Transfer lahan dan persyaratan perizinan lainnya seperti Izin Mendirikan Bangunan akan
dimulai setelah DED difinalisasi. Namun demikian, keterlibatan dengan pihak berwenang
terkait akan diupayakan sedini mungkin untuk mencegah penundaan.
2. Tahap Konstruksi
d. Spesialis yang relevan yang direkrut oleh PMU untuk menilai permasalahan spesifik,
seperti GBV/SEA, akan membina kontak dengan fasilitator masyarakat dan pihak
berwenang dan/atau instansi terkait (termasuk masyarakat sipil dan organisasi
nonpemerintah) untuk memahami risiko yang muncul dan mengidentifikasi tindakan
perbaikan bilamana kasus tersebut diidentifikasi dan/atau dilaporkan.
e. Fasilitator masyarakat akan memastikan bahwa saluran FGRM yang tersedia bersifat
operasional dan kredibel bagi masyarakat untuk melaporkan dan/atau mengajukan
keluhan dengan cara yang aman dan mudah diakses. Fasilitator ini akan secara proaktif
mencari pandangan dari sasaran dan masyarakat lokal demi memahami keprihatinan
mereka, masalah dan persepsi tentang pelaksanaan proyek secara keseluruhan.
Penjangkauan sasaran khusus akan dilaksanakan untuk kelompok rentan. Setiap keluhan
akan didokumentasikan dan ditangani dan/atau disampaikan ke tingkat lebih tinggi jika
terjadi masalah yang kompleks.
3. Tahap Pasca-Konstruksi
c. Tim pemantau independen yang kompeten untuk implementasi Rencana Aksi Relokasi
akan ditugaskan untuk menilai keseluruhan proses relokasi, termasuk persepsi dan
kepuasan masyarakat target.
d. Pemantauan gabungan dengan penerima manfaat sasaran pada tahap pasca konstruksi
akan diupayakan dan ini mencakup aspek-aspek berikut seperti tetapi tidak terbatas pada:
akses ke mata pencaharian dan layanan dasar, keselamatan masyarakat, dan kesejahteraan
keseluruhan di daerah pemukiman baru serta kesatuan sosial dengan masyarakat lokal.
Evaluasi pasca-relokasi dan umpan balik penerima manfaat jangka panjang (yaitu 2-3
tahun setelah relokasi) saat ini sedang dipertimbangkan dan pengaturan kelembagaan
termasuk pembiayaan jika evaluasi tersebut terjadi setelah penutupan proyek perlu
disepakati.
Saluran FGRM yang ada untuk masyarakat sasaran akan dipertahankan setelah relokasi
hingga penutupan proyek. Masyarakat akan didorong untuk menggunakan saluran-
saluran ini untuk memastikan dokumentasi sistematis dan proses penyelesaian
pengaduan.
5. Rencana Pembiayaan
Implementasi SEP akan didanai oleh Kementerian PUPR di bawah kendali dan
koordinasi Unit Pengelola Proyek (PMU) yang akan dibentuk untuk melaksanakan
manajemen proyek harian dan koordinasi proyek. Implementasi SEP akan menjadi
wewenang setiap Unit Implementasi Proyek (Project Implementation Unit/PIU), yang
terdiri dari Ditjen Cipta Karya untuk Komponen 1 dan Ditjen Cipta Karya dan Ditjen
Penyediaan Perumahan untuk Komponen 27.
Pembiayaan keseluruhan SEP akan menjadi bagian dari manajemen proyek secara
keseluruhan (Komponen 3) dan pengeluaran anggaran khusus, seperti fasilitator
masyarakat akan dibiayai sebagai bagian dari aktivitas proyek. Penghitungan biaya lebih
lanjut untuk SEP akan disertakan dalam biaya proyek secara keseluruhan.
6. Publikasi (Pengungkapan Informasi)
Dokumentasi dan informasi mengenai pembaruan kegiatan proyek dan hasil konsultasi
dengan para pemangku kepentingan akan dipublikasikan oleh PMU dalam dua media
sebagai berikut.
a. Situs Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan → https://www.pu.go.id. Halaman
web khusus akan dibuat pada awal proyek.
b. Kantor proyek, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan 12110. T: (021) 7228497; informasi@pu.go.id.
7. Mekanisme Umpan Balik Dan Penanganan Keluhan – Feedback And Grievance Redress
Mechanism (Fgrm)
Sebagai bagian dari SEP, suatu Mekanisme Umpan Balik dan Penanganan Keluhan
(Feedback and Grievance Redress Mechanism/FGRM) akan dipersiapkan untuk aktivitas
Komponen 1 dan 2. Tujuan FGRM secara umum adalah (1) untuk memperkuat
akuntabilitas kepada penerima manfaat, dan (2) untuk memberikan jalan bagi pemangku
kepentingan proyek untuk memberikan umpan balik dan/atau mengungkapkan keluhan
terkait kegiatan proyek. FGRM berfungsi sebagai mekanisme untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan proyek, memastikan mekanisme dapat
diakses dan handal, sehingga permasalahan dapat diselesaikan secara sistemik,
terkoordinasi, dan tepat waktu. Dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas,
FGRM dapat mengurangi risiko ketika proyek secara tidak sengaja berdampak keapda
warga/penerima manfaat dan berfungsi sebagai umpan balik yang penting dan mekanisme
pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan dampak positif proyek.
Mekanisme ini tidak hanya untuk menerima dan mencatat keluhan/pengaduan tetapi juga
untuk menyelesaikan dan mengkomunikasikan status penyelesaian keluhan dalam rangka
memastikan transparansi dan akuntabilitas. Meskipun umpan balik harus diberikan
secepatnya sejak adanya pengaduan, semua pengaduan harus tercatat dan mengikuti
prosedur dasar sebagaimana disyaratkan dalam SEP. FGRM termasuk proses menerima,
mengevaluasi, dan menangani keluhan atau pengaduan dari masyarakat sasaran serta
pemangku kepentingan yang lebih luas yang mungkin terdampak atau berkepentingan
dengan proyek.
4.1. Kesimpulan
a. Gempa bumi merupakan salah satu fenomena geologi ketika dua atau lebih lempeng bumi
saling bertemu dan mengalami tubrukan hingga melepaskan energi dalam jumlah besar dan
menciptakan getaran hingga terasa di permukaan bumi.
b. Kota Palu yang merupakan pusat pemerintahan dan jantung prekonomian provinsi Sulawesi
Tengah, yang ikut terkena dampak bencana gempa yang mengakibatkan Tsunami pada
tanggal 28 September 2018 lalu.
4.2. Saran
Penelitian untuk analisis anomali temperatur permukaan tanah dan awan gempa sebaiknya
dilakukan untuk lebih banyak kasus dengan resolusi waktu yang lebih baik lagi. Hal ini
ditujukan agar hasil yang diperoleh pada pengamatan dapat dijadikan sebagai acuan faktor apa
saja yang menjadi penyebab terjadinya anomali temperatur dan awan gempa.
DAFTAR PUSTAKA
https://bpbd.bandaacehkota.go.id/2018/08/05/pengertian-gempa-bumi-jenis-jenis-penyebab-akibat-
dan-cara-menghadapi-gempa-bumi/
https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_dan_tsunami_Sulawesi_2018