Anda di halaman 1dari 13

GEMPA DAHSYAT DI PALU

Laporan Penelitian

Oleh :
Sheila Anggiani
Zahwa Ismah Rifa
Nyayu Nurhafizha Hamdani
Nabilah Quinsha
M. Rauf An-Nafi
Repal Arizki Pratama

X.8

SMA NEGERI 6 PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2023/2024
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................
A.Latar Belakang.................................................................................................
B.Rumusan Masalah............................................................................................
C.Tujuan Penelitian..............................................................................................
D.Manfaat Penelitian............................................................................................
E.Metodologi Penelitian.......................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN..............................................................................................
A.Kajian Teoritis................................................................................................
B.Pembahasan....................................................................................................

BAB III
PENUTUP.......................................................................................................
A.Kesimpulan....................................................................................................
B.Saran..............................................................................................................

DAFTARPUSTAKA.......................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di


permukaan bumi akibat pelepasan energi dari bawah
permukaan secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang.
Gempa bumi juga bisa diartikan sebagai suatu peristiwa
bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi
secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan
batuan pada kerak bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh
pergerakan kerak bumi atau letusan gunung api. Frekuensi
gempa bumi di suatu wilayah mengacu pada jenis dan ukuran
gempa bumi yang di alami selama periode waktu dan akibat
yang akan muncul setelahnya.

Gempa beberapa kali menyebabkan bencana alam lainnya,


yaitu tsunami. Gempa yang menyebabkan tsunami terjadi di
bawah laut atau menyebabkan material meluncur ke laut dan
menyebabkan guncangan kuat, yang setidaknya berkekuatan
6.5 Skala Richter. Gempa dengan kekuatan tersebut akan
menghancurkan permukaan bumi dan terjadi pada kedalaman
yang dangkal (kurang dari 70 km di bawah permukaan bumi)
dan akan menyebabkan pergerakan vertikal dasar laut
(beberapa meter).

Bencana alam berupa gempa dahsyat yang kemudian


mengakibatkan tsunami pernah terjadi di Indonesia, yang
salah satunya terjadi di Palu. Gempa ini terjadi pada 28
September 2018 pukul 17.02 WIT di Sulawesi Tengah. Gempa
tersebut berkekuatan 7.7 Skala Richter dan berpusat di Laut
Donggala. Hal ini mengakibatkan beberapa wilayah terdampak
dengan tidak sedikit korban jiwa serta masyarakat yang harus
mengungsi karena rumahnya yang hancur.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gempa di Palu dapat terjadi dan kemudian


mengakibatkan tsunami ?
2. Bagaimana dampak bencana alam tersebut di Palu
terhadap masyarakat ?

3. Apa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir


akibat dari gempa sehingga tidak ada korban jiwa yang
begitu besar jika terjadi bencana alam yang serupa ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya gempa di Palu yang


mengakibatkan tsunami.

2. Untuk mengetahui dampak bencana alam terhadap


masyarakat di Palu.

3. Untuk mengetahui upaya untuk meminimalisir akibat dari


gempa jika terjadi bencana alam yang serupa.

D. Manfaat Penelitian

- Manfaat Teoretis :

Secara teori, laporan ini dapat memberikan informasi lengkap


mengenai bencana alam, yaitu gempa bumi di Palu. Serta,
memberikan pengetahuan mengenai antisipasi bencana alam,
khususnya gempa bumi.

- Manfaat Praktis :

Dalam praktiknya, laporan ini bermanfaat sebagai bahan


evaluasi, dalam hal apa saja yang harus dilakukan saat
bencana alam gempa bumi yang bisa kapan saja terjadi.

E. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara daring melalui artikel berita


online untuk mengamati kejadian bencana alam gempa bumi
di Palu, pada tanggal 11 - 14 November 2023. Variabel pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Penyebab bencana alam gempa bumi di Palu

- Dampak dari bencana alam tersebut

- Upaya untuk meminimalisir akibat yang timbul dari suatu


bencana alam

- Data dikumpulkan melalui metode observasi, yang kemudian


dianalisis secara deskriptif.

BAB II PEMBAHASAN

A. Kajian Teoretis

Indonesia dilanda bencana alam berupa gempa dahsyat di


Palu beberapa tahun lalu. Gempa terjadi pada hari Jumat, 28
September 2018, pukul 17.02.44 WIT. Lokasi pusat gempa di
0.18 LS dan 119.85 BT serta berjarak 26 km dari Utara
Donggala Sulawesi Tengah, dengan kedalaman 10 km. Gempa
ini berkekuatan 7.7 Skala Richter yang juga menyebabkan
bencana alam yang lainnya, yaitu tsunami.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika


(BMKG), dengan memperhatikan lokasi episenter atau titik di
permukaan bumi yang berada tepat di atas lokasi pusat
gempa dan kedalaman hiposenter atau titik pusat terjadinya
gempa pada kedalaman puluhan hingga ratusan kilometer di
bawah tanah, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis
gempa bumi dangkal akibat aktifitas sesar atau patahan Palu
Koro,byang membelah Pulau Sulawesi dari Teluk Palu hingga
Lembah Bone. Dikatakan gempa bumi dangkal karena
kedalaman hiposentrumnya berada kurang dari 60 km di
bawah permukaan bumi, yaitu berkedalaman 10 km. Hasil
analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini,
dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan
dari struktur sesar mendatar (Slike-Slip), yang disebabkan
oleh gaya gesekan yang membuat lempeng-lempeng saling
bergerak mendatar berlawanan arah. Sesar ini ditandai
dengan arah pergerakan sejajar, baik ke kiri atau ke kanan.
Daerah dengan patahan yang masih aktif bergerak merupakan
daerah yang rawan akan gempa bumi.

Gempa bumi ini menghancurkan Palu lebih besar dikarenakan


tsunami yang terjadi setelahnya. Ilmuwan mengatakan
pemicunya adalah gempa, namun beberapa faktor lain
termasuk teluk yang panjang dan sempit juga memicu
menghasilkan gelombang raksasa. Dikatakan oleh Jane
Cunneen (salah satu peneliti dari Fakultas Teknik dan Sains,
Universitas Curtin di Bentley, Australia Barat) dalam VOA
Indonesia, gelombang tsunami mencapai setidaknya dua
sampai tiga meter dan ada kemungkinan lebih tinggi dari itu.
Namun, jika dilihat dari ukuran gempa, seharusnya tidak
menyebabkan tsunami sebesar itu. Menurut Anne Socquet
(pakar gempa bumi dari Institut Gempa Sains di Grenoble)
dalam VOA Indonesia, salah satu penyebabnya adalah saluran
air laut yang panjang dan dengan ujung yang buntu di daerah
dataran rendah kota Palu, karena bentuk teluk sangat
berperan penting dalam memperbesar ukuran gelombang,
teluk berfungsi seperti corong jalur masuk gelombang
tsunami. Ketika teluk menyempit dan makin dangkal, air
terdorong ke atas dari bawah dan tertekan dari berbagai arah
secara bersamaan. Dikatakan juga bahwa retakan bumi yang
sangat dekat dengan pantai, mengakibatkan gelombang tidak
memiliki cukup waktu atau jarak untuk menyurut.

Gempa ini setidaknya menyebabkan 2000 orang meninggal.


Gempa terjadi pada sore hari, saat mayoritas warga biasanya
sedang pergi shalat ke masjid, yang merobohkan beberapa
gedung di Palu dan daerah sekitarnya. Pertemuan kondisi
geofisika yang tidak lazim menyebabkan tsunami terlokalisir
yang mampu menghancurkan gedung-gedung dan tentu saja,
menimbulkan korban jiwa. Guncangan gempabumi ini
dirasakan di Donggala VII-VIII MMI, Palu, Mapaga VI-VII MMI,
Gorontalo dan Poso III-IV MMI, Majene dan Soroako III MMI,
Kendari, Kolaka, Konawe Utara, Bone, Sengkang, Kaltim dan
Kaltara II - III MMI, Makassar, Gowa, dan Toraja II MMI.
Berdasarkan data dari BPBD Kabupaten Donggala puluhan
rumah rusak dan tidak sedikit korban tertimpa oleh bangunan
yang roboh.

Gempa bumi dapat terjadi kapan saja, kekuatan gempa yang


terjadi juga tidak menentu. Maka, akibat yang akan terjadi
sebisa mungkin untuk diminimalisir. Beberapa cara dapat
dilakukan, seperti dalam situs Badan Penanggulangan
Bencana Daerah, dituliskan beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi, yaitu
menyusun rencana penyelamatan jika sewaktu-waktu gempa
bumi terjadi, lakukan latihan sederhana untuk menghadapi
reruntuhan benda saat gempa terjadi, seperti melindungi
kepala atau bersembunyi di bawah meja, selalu menyiapkan
obat-obatan dan alat keselamatan standar, dan yang paling
penting membangun konstruksi rumah tahan gempa dengan
pondasi yang kuat dengan memperhatikan zona rawan gempa
dan aturan penggunaan lahan yang dikeluarkan pemerintah.

B. Pembahasan

Gempa bumi bermagnitudo cukup besar telah terjadi pada


tanggal 28 September 2018 pada pukul 18:42 WITA di
Semenanjung Minahasa, Sulawesi. Gempa bumi tersebut
berkekuatan 7,6 skala magnitudo, yang kemudian setelah
gempa bumi itu, tsunami datang dan menghancurkan
beberapa kawasan pantai di sekitar Teluk Palu, Sulawesi
Tengah. Berakhirnya gempa bumi dan tsunami ini pada waktu
itu, kemudian menimbulkan akibat lain, dimana juga
dilaporkan terjadi likuifaksi (pencairan tanah) yang masif,
misalnya di wilayah Petobo dan Balaroa. Korban jiwa yang
dilaporkan atas bencana alam ini mencapai lebih dari 2.000
orang (data Badan Nasional Penanggulangan Bencana-BNPB).
Kerusakan yang masif terjadi di wilayah Kabupaten Donggala,
Kota Palu, dan Kabupaten Sigi, dengan kerugian ekonomi yang
sangat besar.

Menurut International Seismological Centre (ISC) Online Event


Bibliography, ada 121 artikel pada jurnal ilmiah internasional
bereputasi yang membahas mengenai gempa dan tsunami
Palu 2018. Hal ini menunjukkan betapa bencana alam yang
terjadi di Indonesia ini mendapat atensi yang sangat besar
dari komunitas ilmiah internasional.

Gempa bumi ini memiliki tipe sesar geser mendatar mengiri


(left-lateral strike-slip fault). Gempa Palu 2018 ini diawali
dengan klaster rangkaian gempa bumi pendahuluan
(foreshocks) yang terjadi tujuh bulan dan tiga jam sebelum
gempa utama yang berkaitan dengan proses nukleasi gempa
besar. Gempa foreshocks ini terjadi di sekitar titik inisial
(hiposenter) gempa utamanya di sekitar Kabupaten Donggala.
Foreshocks ini menunjukkan adanya penumpukan tekanan
(stress) tektonik di Zona Sesar Palu-Koro bagian utara
sebelum terjadinya gempa utama.

Gempa utamanya sendiri yang berkekuatan 7,6 skala


magnitudo dan "robekan" gempa menjalar dari Kabupaten
Donggala di bagian utaranya ke Teluk Palu, dan menerus ke
selatan hingga ke wilayah Kabupaten Sigi. "Robekan"
(rupture) gempa ini memanjang sejauh sekitar 150 km dalam
waktu hanya 40 detik. Karenanya, gempa ini terkenal di
kalangan para ahli sebagai gempa supershear yang laju
"robekan"-nya lebih cepat dari tipikal gempa pada umumnya.

Terjadinya tsunami dikatakan karena dipicu oleh pergerakan


batuan saat gempa bumi. Namun, masih menjadi perdebatan,
karena tsunami sulit terjadi oleh pergeseran sesar mendatar
(strike-slip faulting). Penyebab lain, yaitu tsunami dipicu oleh
adanya longsoran bawah laut di sekitar Teluk Palu. Beberapa
hal juga bisa melalui kombinasi dari kedua penyebab tersebut
atau kompleksitas alam lainnya, seperti efek dari batimetri
atau topografi di sekitar Teluk Palu.

Dampak dari bencana gempa bumi dan tsunami ini, tewasnya


kurang lebih 2000 orang serta lebih dari 3000 bangunan
hancur bersama dengan jembatan dan jalan, beberapa
diantaranya hancurnya Palu Grand Mall, jembatan runtuh,
taman tepi pantai hancur serta sekitar 1700 rumah tertelan,
dimana hal ini yang menyebabkan tanah mencair di Balaroa.

Beberapa waktu setelah bencana dahsyat ini, terjadi


peningkatan riset yang ditujukan untuk meningkatkan
pemahaman terhadap kejadian gempa bumi tektonik dan
aspek-aspek fisisnya, serta untuk mitigasi bencana gempa
bumi. Pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG), dilakukan peningkatan jumlah stasiun seismik
pemantau gempa sejak 2019 termasuk di Sulawesi. Saat ini,
BMKG memiliki sebanyak 521 stasiun seismik, jumlah yang
cukup signifikan dibanding sebanyak 178 stasiun pada 2018,
saat kejadian gempa Palu. Dari sisi monitoring, BMKG juga
melakukan peningkatan dalam akurasi observasi dan kualitas
diseminasi informasi gempa bumi, serta dalam pemodelan
atau simulasi tsunami. Untuk mengantisipasi kejadian tsunami
yang disertai longsoran atau sejenisnya (non-typical tsunami),
BMKG berusaha membangun sistem Indonesia Tsunami Non
Tektonik (Ina-TNT). BMKG juga membentuk Konsorsium
Gempa Bumi dan Tsunami Indonesia (KTGI) untuk menjadi
wadah bagi para pakar gempa bumi dan tsunami bertukar
pikiran dan berinovasi dalam mengidentifikasi bahaya seismik
dan usaha mitigasi bencana.

Gempa bumi sampai saat ini belum bisa diprediksi secara


tepat, kapan, di mana, dan seberapa besarnya. Gempa bumi
juga tidak membunuh atau yang mematikan adalah bangunan
yang hancur dan tidak tahan gempa sehingga meningkatkan
kerentanan seismik. Usaha-usaha dalam mengidentifikasi
bahaya gempa bumi (seismic hazard) harus terus ditingkatkan.
Karena itu, riset mengenai identifikasi zona sumber gempa
bumi, bahaya gempa bumi, dan ikutannya harus banyak
digalakkan di berbagai kesempatan, terutama di perguruan
tinggi. Pengelolaan kerentanan masyarakat Indonesia
terhadap bahaya gempa bumi juga harus dilakukan. Termasuk,
dengan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai
gempa bumi dan tsunami melalui sosialisasi, komunikasi
intensif, pelatihan, atau simulasi gempa (earthquake drill).
Selain itu, penguatan sistem peringatan dini (early warning
system) juga sangat penting. Penguasaan ilmu dan teknologi
kebumian (Earth science) juga pasti sangat membantu usaha-
usaha mitigasi bencana ini. Belajar dari masifnya bencana
alam gempa bumi dan tsunami Palu 2018, kita harus
melakukan usaha-usaha dalam pengurangan risiko bencana
gempa bumi dengan sistematis dan berkelanjutan. Indonesia
harus menjadi negara yang tangguh dalam hidup
berdampingan dengan potensi bencana alam.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

Gempa dahsyat yang terjadi di Palu berkekuatan 7,6 skala


magnitudo berupa "robekan" gempa menjalar dari Kabupaten
Donggala di bagian utaranya ke Teluk Palu, dan menerus ke
selatan hingga ke wilayah Kabupaten Sigi. Terjadinya tsunami
dikatakan karena dipicu oleh pergerakan batuan saat gempa
bumi atau adanya longsoran bawah laut di sekitar Teluk Palu.
Banyak dampak yang timbul selain korban jiwa, bangunan,
juga akibat yang muncul setelahnya berupa pencairan tanah.
Untuk meminimalisir akibat, terdapat beberapa cara, yaitu
menyusun rencana penyelamatan jika sewaktu-waktu gempa
bumi terjadi, lakukan latihan sederhana untuk menghadapi
reruntuhan benda saat gempa terjadi, seperti melindungi
kepala atau bersembunyi di bawah meja, selalu menyiapkan
obat-obatan dan alat keselamatan standar, dan yang paling
penting membangun konstruksi rumah tahan gempa dengan
pondasi yang kuat dengan memperhatikan zona rawan gempa
dan aturan penggunaan lahan yang dikeluarkan pemerintah.

Pengelolaan kerentanan masyarakat Indonesia terhadap


bahaya gempa bumi juga harus dilakukan. Termasuk, dengan
meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai gempa bumi
dan tsunami melalui sosialisasi, komunikasi intensif,
pelatihan, atau simulasi gempa (earthquake drill). Selain itu,
penguatan sistem peringatan dini (early warning system) juga
sangat penting. Penguasaan ilmu dan teknologi kebumian
(Earth science) juga pasti sangat membantu usaha-usaha
mitigasi bencana ini. Belajar dari masifnya bencana alam
gempa bumi dan tsunami Palu 2018, kita harus melakukan
usaha-usaha dalam pengurangan risiko bencana gempa bumi
dengan sistematis dan berkelanjutan. Indonesia harus menjadi
negara yang tangguh dalam hidup berdampingan dengan
potensi bencana alam.

B. Saran

Gempa bumi yang sampai saat ini belum bisa diprediksi


secara tepat, kapan, di mana, dan seberapa besarnya,
berkemungkinan akan terus terjadi secara tidak menentu.
Pengelolaan kerentanan masyarakat Indonesia terhadap
bahaya gempa bumi harus dilakukan, termasuk dengan
meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai gempa bumi
dan tsunami melalui sosialisasi, komunikasi intensif,
pelatihan, atau simulasi gempa (earthquake drill). Selain itu,
penguatan sistem peringatan dini (early warning system) juga
sangat penting. Penguasaan ilmu dan teknologi kebumian
(Earth science) juga pasti sangat membantu usaha-usaha
mitigasi bencana ini.

DAFTAR PUSTAKA

https://bpbd.bandaacehkota.go.id/2018/08/05/pengertian-
gempa-bumi-jenis-jenis-penyebab-akibat-dan-cara-menghadapi-
gempa-bumi/

https://www.detik.com/sumut/berita/d-6690748/bagaimana-gempa-bumi-
menyebabkan-tsunami/

https://nasional.tempo.co/read/1777905/tsunami-dan-gempa-palu-donggala-2018-
dalam-angka-korban-daya-rusak-dan-lainnya/

https://www.bmkg.go.id/berita/?p=gempabumi-tektonik-m7-7-kabupaten-donggala-
sulawesi-tengah-pada-hari-jumat-28-september-2018-berpotensi-tsunami/

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6464499/3-jenis-sesar-penjelasan-dan-
contohnya/

https://priangan.tribunnews.com/2022/11/22/menggenal-jenis-jenis-sesar-yang-
diduga-penyebab-gempa-bumi-di-indonesia

https://www.voaindonesia.com/a/tiga-faktor-penyebab-tsunami-
mematikan-di-palu/

https://www.kompas.com/skola/read/2023/08/11/090000169/upaya-yang-dapat-
dilakukan-untuk-mengurangi-risiko-gempa-bumi
https://news.detik.com/kolom/d-6953033/refleksi-lima-tahun-gempa-tsunami-palu

https://www.cnbcindonesia.com/news/20181007174227-16-36362/begini-dampak-
gempa-di-palu-donggala

Anda mungkin juga menyukai