Anda di halaman 1dari 75

TSUNAMI NON TEKTONIK DI INDONESIA

1
KATA PENGANTAR

Memperhatikan kondisi geografis, geologis, serta tataan


tektoniknya, Indonesia adalah laboratorium terhadap beberapa
bencana seperti gempabumi, erupsi gunung berapi, dan tsunami.
Tahun 2018 menjadi catatan penting bencana tsunami di
Indonesia. Betapa tidak, Tsunami Palu 28 September 2018 dan
Tsunami Non Tektonik Selat Sunda 22 Desember 2018 dapat
dipastikan sebagai dua peristiwa tsunami yang unik. Peristiwa
tsunami yang tidak disebabkan oleh gempabumi dasar laut
sebagaimana lazimnya, diduga pernah terjadi juga di Indonesia
pada masa lampau. Membaca Katalog Tsunami Indonesia Tahun
416-2018, beberapa kejadian tsunami tidak diikuti dengan
informasi kejadian gempa. Bisa saja tsunami tersebut memang
diakibatkan oleh faktor non tektonik. Peluncuran Buku Tsunami
Non Tektonik di Indonesia diharapkan menjadi semangat baru
bagi para peneliti Tsunami Indonesia untuk lebih intensif
melakukan kajian mendalam terkait bencana tsunami yang tidak
hanya disebabkan oleh faktor tektonik, melainkan juga faktor non
tektonik.

Masih banyak belum diketahui kapan dan dimana wilayah


Indonesia pernah mengalami tsunami. Hal ini semata-mata
karena minimnya dokumentasi catatan kejadian tsunami di
Indonesia. Oleh karenanya peluncuran buku Tsunami Non-
Tektonik di Indonesia perlu diapresiasi sebagai langkah nyata
pendokumentasian sejarah kejadian tsunami yang akan sangat
berguna sebagai sumber referensi perencanaan mitigasi tsunami

2
untuk setiap wilayah. Para pembaca buku Tsunami Non Tektonik
di Indonesia diharapkan semakin menyadari pentingnya
melakukan kesiapsiagan terhadap kemungkinan terjadi tsunami
di wilayah Indonesia. Buku Tsunami Non Tektonik di Indonesia
perlu menjadi salah satu referensi Pemerintah Daerah dalam
menyusun rencana pembangunan wilayahnya yang berbasis
mitigasi bencana. Lebih dari itu, buku ini patut menjadi salah satu
bahan literasi tsunami yang perlu dibaca oleh seluruh kalangan,
baik pemerintah, akademisi, ataupun masyarakat luas.

Jakarta, 10 Maret 2023


Deputi Bidang Geofisika

Dr. Suko Prayitno Adi, S.Si., M.Si.


NIP. 196303151985031001

3
TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab:
Dr. Suko Prayitno Adi, S.Si., M.Si.
Pengarah:
Dr. Daryono, S.Si., M.Si.
Editor:
Suci Dewi Anugrah, S.Si., M.Si.
Hidayanti, S.Si., M.T.
Septa Anggraini, S.ST., M.Si.
Redaksi Pelaksana:
Admiral Musa Julius, S. Tr., M.Han.

Tribowo Kriswinarso, S.Sn.

Debi Safari Yogaswara, S.Si., M.Si.

Muhammad Harvan, S.T.

Dr. Pepen Supendi, S.T., M.Si.

Gloria Simangunsong, S.Si.

Tatok Yatimantoro, S.Si., MDM.

Sidiq Hargo Pandadaran, S.Tr., MDM.

Resty Herdiani Rahayu, S.ST., M.Han.

Purnomo Hawati, S.Si., M.Si.

Mila Apriani, S.Tr., M.Si.

Muhammad Hafizh Ghifari, S.Tr.

Oktavia Dameria Panjaitan, S.Si., M.Han.

Afra Kansa Maimuna, S.Tr. Geof.

4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2


TIM PENYUSUN............................................................................................ 4
DAFTAR ISI ................................................................................................... 5
PROLOG ........................................................................................................ 7
1. TSUNAMI GUNUNG KAPI (KRAKATAU) TAHUN 416 ............ 9
2. TSUNAMI GUNUNG GAMALAMA 18 JULI 1608 .................... 12
3. TSUNAMI GUNUNG SERAWERNA (TEON) 11 NOVEMBER
1659 .................................................................................................. 13
4. TSUNAMI GUNUNG GAMKONORA 12 AGUSTUS 1673 ...... 15
5. TSUNAMI GUNUNG GAMALAMA 9 MEI 1772........................ 16
6. TSUNAMI GUNUNG TAMBORA 10 APRIL 1815 .................... 18
7. TSUNAMI GUNUNG AWU 2 MARET 1856 ............................... 23
8. TSUNAMI GUNUNG RUANG 3 MARET 1871.......................... 26
9. TSUNAMI GUNUNG KRAKATAU 27 AGUSTUS 1883 .......... 29
10. TSUNAMI GUNUNG BANUA WUHU 18 JULLI 1918 .............. 34
11. TSUNAMI GUNUNG AWU 7 JUNI 1892..................................... 36
12. TSUNAMI GUNUNG ROKATENDA 4 AGUSTUS 1928 .......... 38
13. TSUNAMI GUNUNG HOBAL (ANAK ILE WERUNG) – 18
JULI 1979 ........................................................................................ 41
14. TSUNAMI GUNUNG ANAK KRAKATAU – 22 DESEMBER
2018 .................................................................................................. 46
SOSIALISASI PADA SEKTOR USAHA HOTEL DAN RESTORAN
PASCA BENCANA TSUNAMI DI BANTEN TAHUN 2018.................. 50
TSUNAMI SELAT SUNDA, SEBUAH PEMBELAJARAN UNTUK
MITIGASI BENCANA ................................................................................. 54
Kesiapsiagaan Menghadapi Tsunami .................................................. 57
Pelatihan dan Literasi Bencana ............................................................. 59
REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA
TSUNAMI SELAT SUNDA TAHUN 2018 ............................................... 61

5
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Fasilitas Fisik.................................... 65
Pemulihan dan Peningkatan Ekonomi, Sosial, Budaya, dan
Kesehatan.................................................................................................... 66
PENUTUP ..................................................................................................... 69
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 73

6
PROLOG

BMKG terus berinovasi dalam Sistem Peringatan Dini Tsunami


mengingat beberapa wilayah di Indonesia juga memiliki potensi
kejadian bencana tsunami Non-Tektonik. Sejumlah wilayah
Indonesia berpotensi mengalami tsunami non tektonik antara lain
Selat Sunda, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Utara. Tsunami yang dipicu
aktivitas Gunung Krakatau, Gunung Tambora, Gunung
Gamkonora, Gunung Rokatenda, Gunung Ile Werung, Gunung
Serawerna, Gunung Gamalama, Gunung Gamkonora, Gunung
Awu, Gunung Ruang, dan Gunung Banua Wuhu tercatat dalam
sejarah. Buku Sejarah Kerajaan-kerajaan Jawa, Katalog Kolonial
Belanda, dan Katalog Tsunami Global turut mencatat kejadian
tsunami destruktif. Misalnya, kitab Pustaka Radja menuliskan
bahwa tahun 416 terjadi letusan Gunung Kapi yang menyebabkan
gelombang tinggi dan banjir di daratan. Ditambahkan bahwa
letusan ini menimbulkan celah di antara dua daratan. Gunung
Kapi tersebut dipercaya sebagai Gunung Krakatau. Pada era
penjajahan Belanda, bencana akibat Gunung Krakatau terjadi
pada tahun 1883. Sejarah menuliskan bahwa erupsi tersebut
menyebabkan korban jiwa sebanyak 36000 orang dan 297 desa
mengalami kerusakan.

Sesuai amanat Undang-Undang No. 31 Tahun 2009, BMKG


adalah lembaga yang menjadi pilar Republik Indonesia dalam
penyelenggaraan kegiatan observasi, pengolahan, dan
penyebaran informasi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

7
Undang-undang ini menjadi landasan hukum bagi institusi BMKG
dalam menyediakan masyarakat Indonesia akan informasi
gempabumi dan peringatan dini tsunami, termasuk tsunami Non-
Tektonik. Peran ini menjadi penting dan strategis bagi BMKG
sebagai salah satu Institusi yang berperan aktif dalam
kebencanaan khususnya gempabumi dan tsunami. BMKG
menjadi lembaga yang terlibat dalam manajemen bencana pada
sektor hulu hingga hilir.

Tsunami Gunung Kapi sejak tahun 416 hingga Anak Krakatau


tahun 2018, merupakan pemicu tsunami dahsyat yang
mengakibatkan kerusakkan infrastruktur dan korban jiwa di
sepanjang pesisir. Sepatutnya ini menjadi pengingat kita
bersama, khususnya masyarakat pesisir, untuk selalu waspada
terhadap kemungkinan bencana tsunami Non-Tektonik yang
dapat terjadi secara tiba-tiba. Meskipun kita tidak pernah
mengharapkan bencana akan datang, tetapi dengan membangun
kesiapsiagaan, kita lebih merasa aman berada di wilayah yang
memiliki potensi gempabumi dan tsunami.

8
1. TSUNAMI GUNUNG KAPI (KRAKATAU) TAHUN 416

Lokasi : Selat Sunda


Koordinat : 6.10 LS; 105.42 BT

"Kitab raja-raja" Jawa ("Rustaka radja"), menceritakan tentang letusan


Gunung Kapi. Pada 338 Saka (atau tahun 416 dalam Masehi),
diceritakan terdengar suara gemuruh dari perut Gunung Ratuwara (juga
disebut Pulosari, Gunung Berapi yang sudah punah di wilayah Banten,
yang paling dekat dengan selat Sunda).
Suara dari perut Gunung Ratuwara dijawab oleh suara yang sama
dari perut Gunung Kapi, yang terletak di laut sebelah barat
Banten. Api besar yang menyilaukan, mencapai langit, meledak
dari Gunung Kapi. Seluruh dunia berguncang, guntur
menggelegar, badai melanda, dan hujan mulai turun. Letusan api
dari Gunung Kapi tidak berkurang meskipun turun hujan, justru
bahkan meningkat, dengan suara menakutkan. Pada akhirnya,
Gunung Kapi meletus berkeping-keping ke udara dengan suara
yang dahsyat dan turun ke bumi. Gelombang tsunami muncul dan
menggenangi daratan. Setelah tsunami surut, Gunung Kapi dan

9
wilayahnya tertinggal di dasar laut, sedangkan Pulau Jawa
terbelah menjadi dua bagian.

Gambar: Ilustrasi kedahsyatan tsunami yang dibangkitkan oleh


letusan Gunung Kapi
Dengan demikian Pulau Sumatera dan Jawa dipisahkan.
Kejadiannya sangat mirip dengan letusan Krakatau yang dahsyat
pada tahun 1883. Ada kemungkinan bahwa Gunung Kapi
sebenarnya adalah Gunung Krakatau. Menurut kitab suci Jepang
kuno, letusan super Krakatau pertama yang diketahui terjadi pada
tahun 416 M. Ada yang melaporkannya terjadi pada tahun 535 M.
Energi letusan ini diperkirakan sekitar 400 megaton TNT, atau
setara dengan 20.000 kali kekuatan bom Hiroshima. Letusan awal
yang dahsyat ini menghancurkan gunung berapi, yang runtuh dan
menciptakan kaldera bawah laut selebar 7 km.

10
Sisa-sisa ledakan vulkanik dahsyat sebelumnya adalah tiga Pulau
Krakatau, Verlaten dan Lang (Rakata, Panjang, dan Sertung).
Tidak diragukan lagi letusan tahun 416 M menghasilkan bencana
tsunami, jauh lebih besar daripada yang dihasilkan pada tahun
1883. Tsunami dengan ketinggian gelombang beberapa meter
juga melanda Tamilnadu di India. Namun tidak ada catatan lain
untuk mendokumentasikan ukuran ketinggian tsunami 416 atau
kerusakan yang ditimbulkannya. Setelah letusan tahun 416 M dan
sebelum tahun 1883, muncul tiga kerucut vulkanik Krakatau dan
setidaknya satu kaldera yang lebih tua telah menyatu lagi untuk
membentuk pulau Rakata.

11
2. TSUNAMI GUNUNG GAMALAMA 18 JULI 1608

Lokasi : Pulau Ternate


Koordinat : 0.80 LU; 127.33 BT

Gunung Gamalama adalah sebuah gunung stratovulkano kerucut


yang merupakan bagian dari Pulau Ternate, Maluku Utara. Pulau
ini ada di pesisir barat Pulau Halmahera yang ada di bagian utara
Kepulauan Maluku. Selama berabad-abad, Ternate adalah pusat
benteng Portugis dan VOC Belanda untuk perdagangan rempah-
rempah, yang telah mencatat aktivitas vulkanik Gunung
Gamalama. Gunung Gamalama mempunyai ketinggian 1.715
meter di atas permukaan laut. Gunung Gamalama ditutupi Hutan
Montane pada ketinggian 1.200 - 1.500 m dan Hutan Ericaceous
pada ketinggian di atas 1.500 m. Letusan 1608 menyebabkan
beberapa kerusakan dan tsunami yang dialami oleh Armada
Belanda pada Juli 1608. Pulau Ternate adalah pusat regional
utama dalam perdagangan rempah-rempah Portugis dan Belanda
selama beberapa abad, yang menjadi objek pada dokumentasi
menyeluruh dari aktivitas sejarah Gamalama.

12
3. TSUNAMI GUNUNG SERAWERNA (TEON) 11
NOVEMBER 1659

“Letusan kuat Gunung Teon (Serawerna) terjadi pada tanggal 11


November 1659. Gemuruh yang ditimbulkannya, seperti meriam,
terdengar di Ambon dan di Kepulauan Banda. Tsunami diamati di Teluk
Ambon dan mencapai ketinggian 1-1 1/2 m (3-4 kaki). Tsunami
memaksa warga setempat mengungsi ke Pulau Nila dan Damar”.
Laut Banda dan pulau-pulau di sekitarnya, khususnya Provinsi
Maluku merupakan wilayah yang berada di pertemuan 3 lempeng
yaitu Lempeng Eurasia, Pasifik dan Australia. Pertemuan
lempeng-lempeng tersebut menyebabkan intensitas kejadian
gempabumi sangat aktif dan sangat rawan. Ahli gempabumi dan
tsunami di dalam dan luar negeri telah melakukan berbagai
penelitian gempabumi dan tsunami di Laut Banda, Laut Seram
dan Laut Maluku Utara dan Kepulauan di Maluku. Gunung
Serawerna terletak di Pulau Teon, seluas 5 km. Terdapat pada

13
gugusan pulau-pulau, masuk kawasan Kabupaten Maluku
Tengah, Provinsi Maluku. Untuk mencapai puncak Gunung
Serawerna harus dari Pulau Ambon, dengan menggunakan kapal
laut ke Pulau Teon.

14
4. TSUNAMI GUNUNG GAMKONORA 12 AGUSTUS 1673

Lokasi : Pulau Halmahera


Koordinat : 1.38 LU; 127.53 BT

Tanggal 12 Agustus 1673, antara pukul 22:00 dan 22:30 waktu


setempat. Lereng selatan gunung terbelah dari atas ke bawah.
Longsoran dan jatuhan batu terjadi. Rumah Raja Ternate yang berdiri
di kaki gunung berapi, terbuat dari batu dan dilapisi ubin, runtuh total.
Hujan abu dilaporkan di Manado (1,5 N, 1 S) di Sulawesi (2 S, 121 E)
dan Mindanao Selatan (Filipina). Awan abu luar biasa besarnya, hingga
pada jarak +/- 350 km abu masih mengendap cukup tebal.
Tanggal 12 Agustus 1673, terjadi letusan yang banyak
mengeluarkan abu, hingga kota Ternate gelap gulita. Bersamaan
dengan letusan ini juga terasa gempabumi. Letusan ini
menyebabkan kerusakan hutan dan tanah, serta menimbulkan
korban jiwa. Pergeseran pusat erupsi di Gamkonora, pada
ketinggian 1635 m dari puncak tertinggi Halmahera, telah
menghasilkan rangkaian kawah puncak yang memanjang di
sepanjang celah berarah Utara-Selatan. Aliran lava yang tampak
muda berasal dari dekat kerucut Gunung Alon dan Popolojo, di
selatan Gamkonora. Sejak letusan pertamanya yang tercatat
pada abad ke-16, Gamkonora menghasilkan letusan eksplosif
kecil hingga sedang. Letusan sejarah terbesarnya, pada tahun
1673, disertai dengan tsunami yang menggenangi desa-desa.

15
5. TSUNAMI GUNUNG GAMALAMA 9 MEI 1772

Lokasi : Pulau Ternate


Koordinat : 0.80 LU; 127.33 BT

Tanggal 9 Mei 1772, sekitar 30-40 pekerja buruh yang bekerja di kaki
sebelah barat laut Gunung Gamalama terbunuh oleh abu dan batu yang
berapi., 87 kejadian erupsi Gunung Gamalama telah tercatat dalam
sejarah. Erupsi terjadi sejak abad ke-16.
Gunung Gamalama merupakan salah satu Gunung Berapi paling
aktif di Indonesia. Gunung Gamalama utamanya mengalami
erupsi yang keluar dari kawah puncak, walaupun erupsi lateral
pernah terjadi pada tahun 1763, 1770, 1775, dan 1962 hingga
1963.

Kedatangan Portugis di Hitu, Pulau Ambon pada tahun 1512,


disambut baik oleh penguasa setempat. Perlu diketahui, Ambon
masuk dalam persekutuan lima bersaudara (Ulilima) yang
dipimpin oleh Ternate, pada saat itu sedang bersaing dengan
persekutuan sembilan saudara (Ulisiwa) termasuk Tidore dan
pulau-pulau yang terletak di Kepulauan Halmahera sampai

16
Papua. Akibat persaingan itu, pada tahun 1522 Raja Ternate
bekerja sama dengan portugis dengan tujuan melawan Tidore.
Dari sanalah asal muasal sejarah pengamatan Gunung Api
Gamalama mulai tercatat.

17
6. TSUNAMI GUNUNG TAMBORA 10 APRIL 1815

Lokasi : Pulau Sumbawa


Koordinat : 8.25 LS; 118.00 BT

Di Sumbawa, 10.000 orang tewas dalam aliran piroklastik. Hujan Abu


terfokus di pantai barat Sumbawa, Lombok dan Bali, abunya sangat
tebal sehingga banyak orang tewas seketika banyak atap rumah runtuh
karena beratnya abu.
Letusan Gunung Tambora 1815 adalah salah satu letusan
Gunung Berapi yang paling kuat dalam sejarah. Gunung Tambora
terletak di Pulau Sumbawa di Indonesia. Letusan Tambora
dimulai pada 10 April 1815, diikuti oleh antara enam bulan sampai
tiga tahun meningkatnya hembusan dan letusan freatik kecil.
Bumbungan letusannya menurunkan suhu global, dan beberapa
ahli percaya hal ini menyebabkan pendinginan global dan

18
kegagalan panen di seluruh dunia pada tahun berikutnya, kadang
dikenal sebagai tahun tanpa musim panas.

Gunung Tambora mengalami ketidakaktifan selama beberapa


abad sebelum tahun 1815, dikenal dengan nama Gunung Berapi
"tidur", yang merupakan hasil dari pendinginan hidro-magma di
dalam dapur magma yang tertutup. Di dalam dapur magma
kedalaman 1,5 - 4,5 km, larutan padat dari cairan magma
bertekanan tinggi terbentuk pada saat pendinginan dan
kristalisasi magma. Tekanan di kantung magma sekitar 4-5 kilobar
muncul dan temperatur sebesar 700 °C - 850 °C. Pada tahun
1812, kaldera Gunung Tambora mulai bergemuruh dan
menghasilkan awan hitam. Pada tanggal 5 April 1815, letusan
terjadi, diikuti dengan suara guruh yang terdengar di Makassar,
Sulawesi (380 km dari Gunung Tambora), Batavia (kini Jakarta)
di Pulau Jawa (1.260 km dari Gunung Tambora), dan Ternate di
Maluku (1400 km dari Gunung Tambora). Suara gemuruh ini
terdengar sampai ke Pulau Sumatera pada tanggal 10-11 April
1815 (lebih dari 2.600 km dari gunung Tambora) yang awalnya
dianggap sebagai suara tembakan senapan. Pada pagi hari
tanggal 6 April 1815, abu vulkanik mulai jatuh di Jawa Timur
dengan suara gemuruh terdengar sampai tanggal 10 April 1815.

Selimut abu yang jatuh di Sumbawa menghancurkan semua


tanaman, mengakibatkan kelaparan segera setelah letusan. Efek
ini tidak terbatas pada Sumbawa karena kelaparan dan penyakit
yang disebabkan oleh letusan juga berdampak parah di pulau-
pulau yang jauh. Di Lombok, perkiraan jumlah korban tewas
berkisar antara 44.000 - 100.000 orang dan di Bali setidaknya

19
25.000 orang. Jumlah kematian yang konservatif dari letusan dan
kelaparan dan penyakit berikutnya adalah 117.000 orang.
Letusan tersebut memancarkan sejumlah besar belerang
dioksida ke atmosfer yang menyebabkan tahun 1816 disebut
sebagai "tahun tanpa musim panas". Karena suhu rata-rata turun
1 - 250 C di bawah normal di seluruh New England dan Eropa
Barat.

Gambar: Ilustrasi Erupsi Gunung Tambora tanggal 10 April 1815,


memicu Bencana Alam dan memporak porandakan peradaban di
sekitar Gunung Tambora
Berita tentang letusan jauh di Indonesia ini tidak sampai ke dunia
Barat untuk beberapa waktu, tetapi fenomena atmosfer yang tidak
biasa dan penurunan iklim terjadi selama tahun 1816 "tahun tanpa
musim panas" letusan Gunung Berapi eksplosif memancarkan
sejumlah besar gas belerang dioksida ke stratosfer, dimana ia
diubah menjadi selubung debu aerosol asam sulfat yang
mengelilingi Bumi. Aerosol memiliki efek mengurangi panas
matahari yang mencapai permukaan planet, yang menyebabkan

20
pendinginan global. Fenomena atmosfer yang aneh telah diamati
di Eropa sebelum musim panas tahun 1816. Pada bulan Mei
1815, matahari terbenam di Inggris sangat berwarna-warni, dan
pada bulan September langit tampak terbakar setiap malam.
Tetapi langit yang spektakuler membawa cuaca buruk pada tahun
berikutnya, dan tahun 1816 adalah yang terburuk dalam catatan
di Eropa, dengan suhu rata-rata sekitar 30 C di bawah rata-rata di
seluruh benua dari Inggris di utara hingga Tunisia di selatan. Di
Inggris musim panas sangat buruk, dengan suhu rata-rata untuk
Juni terendah dalam catatan, atau 12,90 C.

Di Perancis sangat dingin sehingga panen anggur lebih lambat


dari waktu sejak pencatatan dimulai, kemudian tertunda hingga
November di negara-negara tersebut. lokasi di mana buah anggur
belum dibekukan pada pokok anggur. Di Jerman gagal panen,
situasi diperburuk oleh perang dengan Napoleon, dan kelaparan
dan inflasi harga meluas. Kondisi di Jerman menjadi sangat tidak
dapat ditoleransi sehingga orang-orang di banyak distrik
melakukan kerusuhan dan berangkat mencari kondisi kehidupan
yang lebih baik, memulai migrasi besar-besaran dari Eropa utara
ke timur ke Rusia dan barat ke Amerika. Cuaca buruk sebenarnya
menyebabkan gagal panen semua tanaman utama di Eropa dan
menggandakan harga gandum dari tahun 1815 hingga 1817.
Ketika kita mempertimbangkan daripada di bagian awal abad ke-
19 pertanian adalah andalan masyarakat, jelas bahwa perubahan
iklim memiliki dampak yang kuat pada perekonomian dunia barat.

Sekitar 11.000 kematian langsung akibat dampak letusan, jatuhan


abu vulkanik, dan tsunami; temuan terbaru menunjukkan aliran

21
piroklastik mencapai seluruh Sumbawa kecuali pantai Barat dan
mungkin menyebabkan kematian paling langsung di Sumbawa.
Efek tidak langsung: diperkirakan 49.000 orang meninggal karena
kelaparan dan penyakit di pulau Sumbawa dan Lombok setelah
letusan. Hingga hari ini, letusan Tambora masih tercatat sebagai
salah satu musibah terbesar yang pernah mengguncang dunia.
Namun, sebelum Tambora meletus, ada beberapa mitos dan hal
yang mungkin tak banyak diceritakan oleh orang-orang.

22
7. TSUNAMI GUNUNG AWU 2 MARET 1856

Lokasi : Pulau Sangihe


Koordinat : 3.68 LU; 125.44 BT

Tanggal 2 Maret 1856 letusan Gunung Awu telah memicu


terjadinya 2806 kematian dan 8 desa porak-poranda, letusan
terjadi pukul 19:00 hingga 20:00 waktu setempat. Di Pulau
Sangihe, setelah suara keras menggelegar tiba-tiba, Gunung Api
Awu mulai meletus. Lava pijar mengalir menuruni lereng gunung
dengan kekuatan yang tak tertahankan, menghancurkan semua
yang ada di jalurnya. Dimana lava mencapai pantai, air laut mulai
mendidih. Mata air panas yang kuat menyembur ke atas dan air
mendidih yang meluap-luap menghancurkan dan membawa
semua yang telah dilumat oleh api.
Laut melonjak ke tebing pantai seperti saat gempabumi bawah
laut, dan dengan suara yang menakutkan, menggenangi pantai
dan "menarik korban dari api." Satu jam kemudian, hantaman
keras terdengar, mengguncang bumi. Kolom hitam abu dan batu
dikeluarkan dari puncak gunung. Kolom naik ke "langit" dan jatuh
dalam hujan api di lereng Gunung Berapi, yang diterangi oleh
lahar panas merah. Kegelapan total turun, di mana orang tidak
bisa melihat objek terdekat; itu terganggu dari waktu ke waktu

23
oleh polusi cahaya. Bom besar jatuh ke bumi. Pemukiman dan
ladang yang tidak hancur oleh lahar terkubur di bawah lapisan abu
dan bebatuan.

Pada tanggal 17 Maret terjadi letusan baru, dimana ladang dan


pepohonan di pesisir Pantai Tabukan hancur. Setelahnya,
Gunung Awu menjadi tenang, kecuali uap yang terus naik dari
banyak retakan dan patahan. Namun, aliran lava masih sangat
panas sehingga orang tidak bisa mendekatinya. Menurut warga
setempat, puncak Gunung Berapi itu tidak berubah secara nyata
penampakannya.

Di desa utama pulau itu, Tahuna, beberapa orang terluka dan


rumah-rumah hancur akibat jatuhnya abu dan batu. Hambatan
berupa perbukitan membuat aliran lahar menyimpang dari desa
dan berbelok ke laut di tempat lain. Di sepanjang lereng datar
antara Tahuna dan Kandhar, tujuh aliran lava besar turun ke laut,
menghancurkan kawasan pertanian. Salah satu aliran melewati
Desa Kalongan; hanya beberapa tiang yang terbakar yang
tersisa. Di antara Kalongan dan Kandhar, sebagian besar pantai
tenggelam di bawah permukaan laut. Sisi gunung sebelumnya
miring dengan lembut ke garis air; setelah letusan, itu pecah
sebagai dinding curam setinggi sekitar 60 m (200 kaki).

Pemukiman Kandhar tidak banyak terdampak: hanya dipengaruhi


oleh jatuhnya abu dan batu serta aliran air panas. Selain itu,
sebelum erupsi, warga yang takut akan bajak laut bersembunyi
dengan barang-barang mereka di semak-semak di atas
pemukiman, dan tidak menderita banjir. Kehancuran bahkan lebih

24
besar di pantai dari Kandhar ke ujung utara pulau. Dua lidah lava
mendorong jauh ke laut ke tanda dasar sebelumnya beberapa
meter (depa). Jumlah korban cukup banyak: di Tahuna 722, di
Kandhar 22, di Tabukan 2.039; jumlah 2.806. Sebagian besar,
orang-orang meninggal di taman di mana mereka terkena panas.
Mereka yang berusaha lari, disusul oleh aliran lahar dan air, tewas
di bawah pohon yang tumbang, mati lemas atau terbakar dalam
abu dan api. Di Kalongan dan Tariang, warga yang mengungsi di
rumahnya tewas tertimbun reruntuhan. Akhirnya, mereka yang
turun ke pantai "terjerumus ke gelombang ganas".

25
8. TSUNAMI GUNUNG RUANG 3 MARET 1871

Lokasi : Pulau Sitaro


Koordinat : 2.30 LU; 125.37 BT

Tanggal 3 Maret 1871, sekitar 300-400 orang tewas, 1 desa hancur


total, 75 rumah hancur di Bahhuas, Pulau Tagulandang oleh tsunami
yang disebabkan runtuhnya sebagian kubah lava. Semua perkebunan
dan secara umum semua vegetasi di lereng Gunung Ruang juga
hancur.
Sejak tanggal 9 Maret 1871 pukul 20:00 hingga tanggal 10 Maret
1871 pukul 14:00, terjadi letusan Gunung Berapi yang berulang;
pasir dan batu dimuntahkan. Kemudian erupsi kembali terjadi
pada 14 Maret 1871 dan berlanjut hingga pukul 03.00. Sekitar
pertengahan bulan Februari, penduduk pulau itu mulai merasakan
guncangan bawah tanah. Pada tanggal 2 Maret 1871, bongkahan
batu mulai berguling turun dari puncak Gunung Api Ruang, yang
berjarak 300 m dari pesisir. Pada tanggal 3 Maret terjadi gempa
sekitar pukul 20:00, secara tiba-tiba, dan pada saat yang sama
gemuruh berasal dari letusan Gunung Berapi. Beberapa detik

26
kemudian, gelombang tsunami menerjang pesisir Pulau
Tahulandang.

Gelombang menembus 180 m ke pedalaman, dan


menghancurkan semua gubuk dan perkebunan di jalurnya. Dua
gelombang lagi mengikuti gelombang pertama dengan interval
yang sangat pendek. Di tengah Pemukiman Tahulandang
(Buhias), gelombang naik 25 m di atas permukaan laut, seperti
yang diamati oleh seorang pengamat yang menyelidiki Gunung
Ruang pada 30-31 Maret 1871, dengan mengamati benda-benda
yang tersangkut di beberapa pohon setelah diterjang gelombang.

Dari pemukiman yang


berkembang pesat, yang
terdiri dari 75 rumah,
hanya tersisa tiga gubuk
di tepi utaranya. Namun,
mereka semua rusak
berat, dan hanya satu
yang masih layak huni; selain itu, semua bangunan luar dan
peralatan yang disimpan di bawah gubuk tersapu bersih. Semua
rumah lainnya terbalik dan hancur atau hanyut, termasuk sebuah
gereja yang dibangun dengan kokoh menggunakan dinding batu
setebal 0,5 m. Potongan-potongan batu berserakan hingga jarak
100 m, sehingga hanya halaman beraspal yang tersisa,
menunjukkan lokasi gereja sebelumnya. Bumi beralur dengan
parit, diukir oleh air yang surut. Pohon-pohon tumbang dan
berserakan porak-poranda dengan puing-puing rumah dan
berbagai peralatan. Sebuah kapal kecil terlempar ke kaki gunung.

27
Perkebunan yang terletak di sisi gunung tetap utuh. Dari 500
penduduk pemukiman, 277 meninggal. Permukiman lain di pantai
barat dan barat daya pulau juga mengalami kerusakan (Bohoi,
Tulusan, Haasi). Secara keseluruhan, sekitar 400 orang
meninggal di pulau itu.

28
9. TSUNAMI GUNUNG KRAKATAU 27 AGUSTUS 1883

Lokasi : Selat Sunda


Koordinat : 6.10 LS; 105.42 BT

Krakatau, sebuah Pulau Gunung Berapi yang terletak di Selat Sunda


antara Jawa dan Sumatera pada 60 LS, meletus dengan hebat pada
tanggal 26 dan 27 Agustus 1883. Terjadi erupsi sangat dahsyat dari
Gunung Api Krakatau yang diikuti oleh gelombang tsunami. Ketinggian
tsunami maksimum teramati di Selat Sunda hingga 30 meter di atas
permukaan laut, 4 meter di pantai selatan Sumatera, 2-2,5 meter di
pantai utara dan selatan Jawa, 1,5-1 meter di Samudera Pasifik hingga
ke Amerika Selatan. Di Indonesia sebanyak 36.000 orang meninggal
dunia.
Magma yang berisi komposisi 65% sampai 68% Si02 terkandung
dalam volume endapan Krakatau dekat sumber (sebagian besar
endapan aliran piroklastik). Diperkirakan sekitar 12 km 3 aliran
piroklastik yang sangat besar memasuki laut hingga
menghasilkan tsunami, dan ikut menghasilkan ledakan sekunder.
Kolom letusan dilaporkan setinggi 80 km. Tanggal 26 Agustus
1883 ditemukan 36.417 kematian dan ribuan rumah rusak.
Meskipun semua kematian yang tercatat umumnya dikaitkan
dengan tsunami yang destruktif, diperkirakan 2.000 orang tewas

29
di Sumatera bagian selatan oleh "abu panas" dan ada bukti jelas
aliran piroklastik mencapai sejauh itu.

Sebanyak 3.150 orang yang berada di selat dan di pulau-pulau


antara Krakatau dan Sumatera tewas; juga sebagian besar oleh
tsunami. Sangat banyak korban dari letusan pada 27 Agustus
1883. Tidak diketahui jumlah yang terluka, namun diketahui 165
desa hancur total dan 132 desa hancur sebagian.

Gambar: Situasi Letusan Gunung Krakatau Tahun 1883


Letusan ini merupakan letusan gunung terkuat sepanjang sejarah,
membentuk kaldera selebar 7 km. Begitu dahsatnya, letusan
Gunung Krakatau bahkan terdengar hingga Australia Tengah
yang berjarak 3.300 kilometer dari titik ledakan dan Pulau
Rodriguez, kepulauan di Samudera Hindia yang berjarak 4.500
kilometer. Dalam buku Krakatoa, the Day the World Exploded
August 27, 1883 (2003), disebutkan, pada 250 tahun terakhir
tercatat tak kurang dari 90 kali tsunami akibat letusan gunung.
Namun, tsunami yang disebabkan oleh Krakatau menjadi tsunami

30
vulkanik terbesar yang pernah tercatat oleh sejarah. Letusan
Krakatau juga memicu terjadinya tsunami besar setinggi 120 kaki.
Gelombang raksasa yang diakibatkan oleh letusan itu bahkan
menelan korban jiwa sekitar 35.500 orang. Gunung Krakatau
tercatat berada di sebuah pulau vulkanik kecil tak berpenghuni
yang ada di sebelah selatan Pulau Sumatera. Dikutip dari History,
Krakatau telah menunjukkan peningkatan aktivitas pertamanya
setelah lebih dari 200 tahun pada 20 Mei 1883. Sebuah Kapal
Perang Jerman yang melintasi wilayah Krakatau melaporkan
adanya awan dan debu setinggi 7 mil di atas Krakatau. Dua bulan
setelah laporan itu, letusan serupa juga disaksikan oleh kapal
komersial serta penduduk Jawa dan Sumatera yang berada tak
jauh dari Gunung Krakatau. Namun, aktivitas vulkanik itu justru
disambut dengan gembira oleh penduduk setempat. Hal ini
disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat waktu itu
terkait kebencanaan.

Ledakan dahsyat pada sore hari, 26 Agustus 1883,


menghancurkan dua pertiga bagian utara pulau itu dan
menyebabkan tsunami besar yang melanda garis pantai di
dekatnya. Empat letusan susulan yang terjadi pada pagi hari, 27
Agustus 1883, juga berskala besar. Krakatau memuntahkan abu
vulkanik setinggi 50 mil dan menyebabkan langit menjadi gelap
yang berlangsung dari pagi hingga malam.

31
Gambar: Ilustrasi gelombang tinggi yang dipicu Gunung
Krakatau melanda Pantai Banten dan Lampung
Tak hanya itu, letusan Krakatau bahkan menutupi atmosfer dan
berakibat pada turunnya suhu di seluruh dunia. Letusan itu
memicu serangkaian bencana alam yang dirasakan hingga ke
seluruh dunia. Dari 35.500 korban meninggal dunia, 31.000 di
antaranya karena tsunami yang terjadi setelah materi letusan
gunung mengalir deras ke laut. Sebanyak 4.500 orang hangus
akibat aliran piroklastik yang menerjang permukiman setelah
berguling di atas permukaan laut. Kompleks Krakatau terdiri dari
empat pulau, yaitu Rakata, Setung, Panjang, dan Anak Krakatau.
Tiga yang pertama membentuk formasi kaldera, sedangkan Anak
Krakatau mulai aktif kembali sejak 20 Januari 1930 hingga
sekarang.

32
Aktivitas Anak
Krakatau terakhir
terjadi pada 22
Desember 2018.
Saat itu, erupsi
Anak Krakatau
mengakibatkan
tsunami di Selat Sunda yang menghantam Banten dan Lampung.
Letusan Krakatau 1883, yang terbesar ke-2 di Indonesia selama
masa sejarah, menyebabkan lebih dari 36.000 kematian,
sebagian besar akibat tsunami dahsyat yang menyapu garis
pantai yang berdekatan di Sumatera dan Jawa. Gelombang
piroklastik menempuh jarak 40 km melintasi Selat Sunda dan
mencapai pantai Sumatera. Setelah diam kurang dari setengah
abad, kerucut pasca-runtuh Anak Krakatau (Anak Krakatau)
dibangun di dalam kaldera tahun 1883 di titik antara bekas kerucut
Danan dan Perbuwatan. Sejak tahun 1927 Gunung Anak
Krakatau sering erupsi.

33
10. TSUNAMI GUNUNG BANUA WUHU 18 JULLI 1918

Lokasi : Laut Mangahetang


Koordinat : 3.13 LS; 125.49 BT

Pada tanggal 18 Juli 1918 pukul 10.30 [waktu setempat] terjadi letusan
Gunung Berapi bawah laut di dekat Pulau Mahangetang (di sebelah
selatan Pulau Sangihe). Airnya terlempar tinggi, dan seperti banjir
besar. Sejauh mata memandang, laut tertutup batu apung yang
mengapung. Raungan keras terdengar pada pukul 1:30 dan terdengar
lagi sekitar pukul 4:00.
Gunung Berapi bawah laut Banua Wuhu berlokasi di sebelah
barat daya Pulau Mangahetang, Kepulauan Sangihe, Sulawesi
Utara. Gunung Banua Wuhu mengalami beberapa kali perubahan
ketinggian. Pada 1835, gunung ini memiliki ketinggian 90 meter di
atas permukaan laut, dan pada November 1919 ketinggiannya
menurun hingga menjadi 12 meter di atas permukaan laut.
Kemudian pada Mei 1935, puncak gunung ini telah berpindah ke
bawah laut. Data terkini menunjukkan Banua Wuhu memiliki
ketinggian 400 meter dari dasar laut.

34
Banua Wuhu pernah mengalami erupsi yang menyebabkan
tsunami pada 1918. Selain dua gunung tersebut, Indonesia juga
memiliki empat Gunung Berapi bawah laut lain, yakni Gunung Api
Sangir yang terletak di Perairan Sangir. Kemudian gunung
Emperor of China dan Nieuwekerk di perairan Maluku. Terakhir
gunung Yersey di perairan Nusa Tenggara Timur (NTT).

35
11. TSUNAMI GUNUNG AWU 7 JUNI 1892

Lokasi : Pulau Sangihe


Koordinat : 3.13 LS; 125.49 BT

Kematian di pantai utara pulau dikaitkan dengan aliran piroklastik dan


lahar, dimana 10-12 desa hancur total. Sapper menuliskan angka
kematian 1.000-1.500 jiwa. Akibat letusan, 1.532 orang meninggal di
pulau itu, atau 2% dari populasinya, karena banyak rumah runtuh,
sementara yang lain hanyut terbawa tsunami.
Awu adalah salah satu Gunung Berapi paling mematikan di
Indonesia; letusan eksplosif yang kuat pada tahun 1711, 1812,
1856, 1892, dan 1966 menghasilkan aliran piroklastik dan lahar
yang menghancurkan yang menyebabkan lebih dari 8000
kematian kumulatif. Pasca letusan tahun 1922 di puncak Gunung
Awu pernah terdapat sebuah danau vulkanik dengan lebar sekitar
1 km dan dalamnya sekitar 172 meter. Danau ini terlempar ketika
gunung Awu meletus hebat pada tahun 1966, letusannya
mengirimkan aliran lahar yang massif dan menewaskan sekitar
8.000 penduduk disekitar Gunung Awu.

36
Pasca letusan 1966 Gunung Awu kembali tenang dan meletus
tahun 2004. lalu pada 2004 Gunung Awu melahirkan kubah lava
yang pertumbuhannya lambat. Kubah lava ini memiliki diameter
sekitar 370 meter dan tingginya sekitar 30 meter.

37
12. TSUNAMI GUNUNG ROKATENDA 4 AGUSTUS 1928

Lokasi : Pulau Palue


Koordinat : 8.32 LS; 121.70 BT

Tsunami Gunung Rokatenda ditimbulkan oleh tanah longsor besar di


dua tempat di pantai Selatan dan Timur pulau selama letusan eksplosif
pada malam tanggal 4-5 Agustus 1928, menewaskan 128 dari total 226
korban jiwa. Disebutkan belakangan tsunami, yang terdiri dari 3
gelombang setinggi 5-10 m, menewaskan sedikitnya 160 orang, 200
terluka dan 5 desa hancur total. Sebagian besar warga tewas
terhempas oleh gelombang pasang laut yang dipicu aktivitas vulkanik.
Letusan eksplosif Gunung Rokatenda pada 93 tahun lalu
menyebabkan dampak sangat hebat. Erupsi mengakibatkan
jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda. Gunung
Rokatenda yang terletak di Pulau Palue di utara Pulau Flores ini
berada di wilayah administrasi Kecamatan Awa, Kabupaten
Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Fenomena letusan
dahsyat itu berlangsung selama beberapa hari, tepatnya pada 4
Agustus hingga 25 September 1928.

Kekuatan erupsi menghasilkan perubahan lava dome dan bekas


letusan hingga empat buah kawah terbentuk. Catatan sejarah
menyebutkan letusan selama beberapa hari telah menyebabkan
266 warga mengalami malapetaka besar, karena letusan tak
hanya menyemburkan material vulkanik tetapi juga gelombang

38
pasang atau tsunami serta guncangan gempa. Sementara itu, dari
penelusuran media massa, pada 10 Agustus 1928 New York
Times memberitakan bahwa estimasi ribuan orang meninggal dan
500 warga mengalami luka-luka oleh letusan hebat Gunung
Rokatenda. Artikel dengan judul ‘Volcano Kills 1.000 in Dutch East
Indies; Wipes Out Six
Villages on Paloeweh
Island’ juga
menyebutkan bahwa
sisi selatan Pulau
Palue tempat enam
desa dihancurkan oleh
material vulkanik.
Selanjutnya, gelombang pasang setinggi 4-6 meter yang dipicu
aktivitas vulkanik menenggelamkan para warga yang tengah
berada di laut saat evakuasi. Gunung Rokatenda yang memiliki
ketinggian 875 meter di atas pemukaan laut diperkiraan pernah
mengalami erupsi hebat sebelum tahun 1928. Berdasarkan
catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(PVMBG), keterangan penduduk menyebutkan bahwa letusan itu
terjadi 200 tahun lalu atau sekitar delapan generasi sebelum
letusan 1928. Erupsi Gunung Rokatenda yang pernah terekam
berlangsung pada tahun 1928, 1972, 1973, 1985, 2012 dan 2013.
Dilihat dari sisi periode letusan, hal tersebut terjadi antara tahun
1972 dan 1973 atau periode letusan terpendek. Kedua peristiwa
pada tahun tersebut berupa letusan abu. Sedangkan periode
letusan terpanjang, tercatat 35 tahun yaitu terjadi antara tahun
1928 dan 1963. Kawasan berpotensi terlanda yaitu mengarah ke

39
bagian barat daya dan timur dengan jarak luncur maksimum
hingga jarak 1,5 sampai dengan 1,75 km dari pusat erupsi.

Potensi adanya aliran dan guguran lava yang mengarah ke sekitar


puncak atau di dalam kawah Rokatenda. Apabila erupsinya
membesar, maka kemungkinan lava akan mengalir lebih jauh dari
pusat erupsi dan cenderung akan mengalir ke sektor barat daya
dan timur dengan jarak jangkau maksimum 1 sampai dengan 1,5
km dari pusat erupsi. Gunung Rokatenda atau Gunung Paluweh
ini merupakan salah satu Gunung Api dari total 127 gunung aktif
yang berada di wilayah Indonesia.

Gambar: Ilustrasi Erupsi Gunung Rokatenda

Aktivitas vulkaniknya berada pada tingkat II atau ‘Waspada.’


Secara umum, definisi tingkat ‘Waspada’ berarti suatu Gunung
Api memiliki potensi peningkatan kapasitas aktivitas dan ancaman
bahaya erupsi di sekitar kawah.

40
13. TSUNAMI GUNUNG HOBAL (ANAK ILE WERUNG) – 18
JULI 1979

Lokasi : Pulau Lembata


Koordinat : 8.53 LS; 123.57 BT

Tahun 1979 adalah tahun tak terlupakan bagi warga Pulau Lembata,
Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya di pesisir selatan.18 Juli 1979,
Tsunami dahsyat terjadi di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Menurut
data awal, tsunami dengan ketinggian 7-9 m diamati di pulau Lomblen
(8 S., Lat, 123,5 W. Long). Di empat desa 539 orang kehilangan nyawa
dan 700 orang dinyatakan hilang. Tsunami didahului longsornya tanah
dari atas lereng bukit dan menimbun empat desa.
Pada 18 Juli 1979, pukul 00.20 waktu setempat, gelombang
tsunami tiba-tiba datang menghantam pesisir Teluk Waiteba.
Mengutip pernyataan Gubernur Nusa Tenggara Timur (Ben
Mboi), International Herald Tribune pada 24 Juli 1979
menyebutkan Tsunami telah menewaskan 539 orang, sebagian
terkubur akibat tertimbun material longsoran di empat desa.
Menurut laporan penelitian geolog Raphael Paris dkk, jumlah
korban berkisar 550 sampai 1.200 jiwa. Salah satu catatan awal
mengenai bencana tersebut pernah ditulis oleh Joedo D. Elifas
berjudul “Laporan Hasil Peninjauan Bencana Alam di Selatan

41
Pulau Lomblen, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur"
(1979).

Tsunami menghantam
pesisir selatan Lembata
sepanjang lebih kurang
50 km dari Teluk Labala
di bagian barat hingga
Teluk Waiteba ke timur.
Elifas menemukan jejak
sampah di ketinggian
tujuh meter yang tersangkut di pohon lontar. Gelombang tinggi
juga dilaporkan mencapai Lamakera. Garis pesisir selatan Pulau
Lembata berupa teluk dan semenanjung. Menurut Elifas, Tsunami
Lembata muncul setelah ada gerakan massa tanah di antara
Kampung Atalojo dan Bauraja. Daerah longsor terletak di kawah
tua kompleks Ilewerung. Dimensi massa longsoran adalah 3000m
panjang x 300m lebar x 50m tebal dan sepertiganya jatuh ke laut.
Longsoran juga menimbun empat desa di pesisir Teluk
Waiteba.Terdapat banyak pemukim di Pesisir Selatan Lembata
yang terdampak tsunami dan tanah longsor awalnya tidak tinggal
di daerah tersebut. Perpindahan mereka didorong oleh kebijakan
pemerintah. Sebagian berasal dari Desa Lerek, misalnya.
Sebagaimana dicatat dalam laporan berjudul "Bencana Yang
Terlupakan? Mengingat Kembali Bencana Larantuka dan
Lembata 1979-2009", peneliti Manajemen Risiko Bencana
Jonatan Lassa menyebut Lerek sebagai daerah yang terletak di
bagian pedalaman tepat di belakang Gunung Adowajo dan

42
Ilewerung. Pada 1960-an, pemerintah Orde Baru memindahkan
warga Lerek ke Teluk Waiteba. Alasan pemerintah, warga akan
lebih aman dari bahaya gunung api. Namun, alih-alih selamat,
tsunami justru menerjang lebih cepat ketimbang letusan gunung
api. Peristiwa tersebut kemudian dikenal sebagai Tsunami
Lembata 1979 atau Tsunami Lombren. Lombren adalah nama lain
dari Lembata.

Laporan Raphael Paris dkk berjudul "Volcanic tsunami: a review


of source mechanisms, past events and hazards in Southeast
Asia (Indonesia, Philippines, Papua New Guinea)" menyatakan
bahwa longsoran material dari dinding Gunung Ilewerung sebelah
tenggara (flank collapse) ke lautan mendorong tsunami
menerjang pesisir selatan Lembata dengan ketinggian tujuh
sampai sembilan meter. Tsunami bahkan diperkirakan mencapai
Pante Makasar di Timor Timur (kini Timor Leste). Laporan
tersebut mengutip aktivitas vulkanik Gunung Hobal yang meletup-
letup sejak 1973. Gunung Hobal sendiri terletak di bawah laut
(submarine volcano). Di semenanjung Atadei, bercokol deretan

43
Pegunungan Api termasuk Adowajo, Ilewerung, hingga Gunung
Hobal yang berada di air laut. Secara morfologis, sebagian
struktur semenanjung Atadei yang berbukit dan bergunung
memperlihatkan lereng yang curam hingga ke dasar laut. Sebelah
kiri dan kanan Semenanjung Atadei adalah Teluk Labala dan
Waiteba. Situs informasi Gunung Hobal yang disediakan Badan
Geologi menyebutkan puncak Gunung Hobal pernah tampak
menyembul ke permukaan saat air surut sebelum meletus pada
1970-an. Namun sejak tsunami 1979, Puncak Hobal tak terlihat
lagi. Diduga karena ambrol dihantam gelombang tsunami.

Belum ada catatan erupsi Gunung Hobal di tahun 1979. Merujuk


data Volcano Discovery, catatan terbaru saat itu tentang Gunung
Hobal adalah erupsi pada 1973-74 dan 1976. Dua hari sebelum
longsor juga tidak dilaporkan adanya aktivitas Gunung Berapi
menurut tim Vulkanologi dari Bandung. Gempabumi sebelum
peristiwa tanah longsor memang terjadi pada 1977. Namun,
kekuatannya kurang dari lima magnitudo. Yudhicara dkk dalam
penelitiannya berjudul "Geothermal System as the Cause of the
1979 Landslide Tsunami in Lembata Island, Indonesia" (2015)
memberikan perspektif lain ketika mengurai penyebab Tsunami
Lembata 1979. Mereka meninjau longsoran yang terjadi di sekitar
komplek Gunung Api Ilewerung dengan menggunakan
pendekatan studi geotermal. Penelitian lapangan Yudhicara dkk
pada 2013 menunjukkan titik sumber air panas di sekitar lokasi
longsoran yang membuat tanah menjadi asam karena proses
magmatisme di bawah.

44
Ini juga merupakan alasan mengapa tanah di sekitar gunung
bersifat rapuh, kendur, tidak terkonsolidasi, dan mudah
berpindah. Hasil analisis Mineralogi Difraksi Sinar-X (XRD) juga
menunjukkan bahwa tanah asli terdiri dari mineral kristobalit,
kuarsa, dan albite. Sedangkan material tanah longsor terdiri dari
mineral lempung seperti kuarsa, saponit, chabazite, silikon
oksida, dan coesite yang adalah mineral khas di lingkungan
hidrotermal. Berdasarkan studi lapangan tersebut, Yudhicara dkk
menyimpulkan bahwa longsoran dipengaruhi oleh sistem panas
bumi aktif di daerah tersebut. Bahkan, pada tahun 2013 saat studi
lapangan dilakukan, bekas alur longsoran masih terlihat gundul
gersang dan kontras dengan daerah sekitarnya yang hijau lebat.
Kandungan sulfat yang tinggi mencapai 3458,61 ppm menjadi
alasan mengapa tak ada vegetasi yang tumbuh di material tanah
longsor, meski peristiwa sudah puluhan tahun berlalu. Beberapa
faktor lain boleh jadi juga turut menyebabkan longsornya tanah
yang menimbulkan tsunami, misalnya sudut kemiringan yang
curam, goncangan gempabumi, curah hujan yang
berkepanjangan, dan letusan gunung berapi. Semua faktor itu ada
di wilayah tersebut.

45
14. TSUNAMI GUNUNG ANAK KRAKATAU – 22
DESEMBER 2018

Lokasi : Selat Sunda


Koordinat : 6.10 LS; 105.42 BT

Pada tanggal 22 Desember 2018 terjadi tsunami dahsyat di Selat


Sunda. Bencana tsunami menerjang Provinsi Banten dan Provinsi
Lampung. Kejadiannya berlangsung pada Sabtu (22/12/2018) malam.
Dampak parah dirasakan di Pesisir Barat Banten dan Selatan Lampung.
Ketiadaan peringatan dini membuat masyarakat tidak memiliki waktu
untuk menyelamatkan diri dan harta benda ke lokasi yang aman.
Gunung Anak Krakatau terletak di Selat Sunda, di antara Pulau
Jawa dan Sumatera, dan di sepanjang Cincin Api Samudra
Pasifik, yang dikenal dengan aktivitas seismik dan vulkaniknya
yang teratur. Mengutip dari disasterphilanthrophy.org, letusan
tersebut memindahkan material vulkanik dan geologis yang cukup
sehingga ketinggian Anak Krakatau naik dari 1.109 kaki (338 m)
menjadi 361 kaki (110 m). BMKG mengeluarkan peringatan air
pasang sebelum tsunami melanda wilayah tersebut. Namun
peringatan dini tsunami tidak dikeluarkan karena penyebab
tsunami ini bukanlah gempabumi.

46
Peristiwa gelombang tinggi tercatat terjadi sebanyak empat kali di
empat lokasi berbeda dengan gelombang pasang mencapai
ketinggian 0,3 hingga 0,9 meter. Mengutip dari reliefweb.int,
gelombang tertinggi melanda Kecamatan Serang dengan
ketinggian 0,9 m. Ketinggian gelombang berkisar antara 12 kaki
(3,75 m) hingga 21 kaki (6,6 m) dan tsunami melanda Pulau
Sumatera di sisi utara selat dan Pulau Jawa di sisi selatan.
Peristiwa ini disebabkan oleh Anak Krakatau di Selat Sunda yang
meletus dan menghantam daerah pesisir Banten dan Lampung,
Indonesia. Setidaknya terdapat 426 orang tewas dan 7.202
terluka serta 23
orang hilang akibat
peristiwa ini. Orang
yang tewas dalam
peristiwa ini
merupakan remaja,
keluarga, dan orang
dewasa yang menghadiri konser tepi pantai oleh band pop
“Seventeen” yang tidak mendapatkan peringatan sebelum
tsunami melanda tenda tempat konser diadakan. "Sekitar pukul
21.30 WIB, petugas BMKG mendapat laporan kepanikan
masyarakat di wilayah Banten dan Lampung, karena air laut
pasang yang tidak normal. Saat itu juga petugas melakukan
pengecekan perangkat monitoring pasang surut air laut (tide
gauge) yang dioperasionalkan oleh Badan Informasi Geospasial
(BIG)," kata Kepala BMKG Stasiun Geofisika Klas I Tangerang,
Suwardi, dalam keterangan resminya, Senin (21/12/2020). Kala

47
itu, data yang terkumpul, ketinggian air di Kecamatan Cinangka,
Kabupaten Serang, mencapai 90 sentimeter pukul 21.27 WIB.

Ketinggian air di Pelabuhan Ciwandan, Kota Cilegon mencapai 35


cm pukul 21.33 WIB. Di Kecamatan Kota Agung, Lampung,
ketinggiannya 36 cm pukul 21.35 WIB, dan di Kecamatan
Panjang, Lampung, ketinggiannya 28 cm.

Gambar: Presiden RI Joko Widodo Mengunjungi Pantai Banten


Terdampak Tsunami 22 Desember 2018

Berdasarkan data yang terkumpul, pada 23 Desember 2018,


BMKG akhirnya menyatakan tsunami Selat Sunda telah
menerjang Banten dan Lampung, yang disebabkan bukan karena
gempa tektonik. Kemudian survei pasca tsunami Selat Sunda
dilakukan, tepatnya empat hari setelah kejadian memilukan itu.
Hasilnya, tsunami di sepanjang pantai Sumatera dan Jawa,
ketinggian gelombang datang atau run-up mencapai 13,5 meter

48
dan menerjang daratan sejauh 330 m. "BMKG melakukan press
conference dan menyatakan bahwa benar telah terjadi tsunami
bukan disebabkan oleh gempabumi tektonik. Menurut laporan dan
data citra satelit, tsunami hampir pasti disebabkan oleh runtuhnya
sisi Gunung Berapi Anak Krakatau di Selat Sunda. Citra satelit
dari otoritas informasi geospasial Jepang membandingkan Anak
Krakatau sebelum tsunami, menunjukkan bahwa lereng Barat
Daya jelas runtuh," dia menerangkan. Hingga kini para ilmuwan
masih menyimpulkan bahwa tsunami tersebut dikategorikan
sebagai tsunami vulkanik atau dalam kata lain tsunami yang
dipicu oleh aktivitas erupsi gunung Anak Krakatau di selat Sunda.

49
SOSIALISASI PADA SEKTOR USAHA HOTEL DAN
RESTORAN PASCA BENCANA TSUNAMI DI
BANTEN TAHUN 2018

Tim Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Jakarta melakukan


sosialisasi kepada Perhimpunan Hotel dan Restoran seluruh
Provinsi Banten yang ditempatkan di suatu hotel di kabupaten
Serang pada tanggal 23 Desember 2018 selama kurang lebih 3
jam. Tim membawa perlengkapan sosialisasi berupa bahan
tayang materi kesiapsiagaan gempabumi dan tsunami; Leaflet
“Apa yang perlu dilakukan Sebelum, Saat dan Sesudah
Gempabumi?”, Leaflet “3 Langkah Tanggap Tsunami”; Katalog
Gempabumi Merusak dan Signifikan tahun 1821-2017 di
Indonesia; dan Katalog Tsunami tahun 416-2017 di Indonesia.
Poin-poin yang disampaikan dalam Sosialisasi diantaranya

50
kesiapsiagaan gempabumi, tiga langkah tanggap tsunami, dan
himbauan untuk mengabaikan berita bohong (hoax).

Gambar: Pengukuran Tinggi Tsunami di Pantai Mutiara Carita


oleh Tim Survei BMKG

Pada sosialisasi bencana penting disampaikan ancaman yang


mengintai wilayah tempat kita berdiri seperti halnya kabupaten
Serang. Kesiapsiagaan menghadapi Tsunami Vulkanik juga
disosialisasikan. Bila sebelumnya kita menjadikan guncangan
gempabumi sebagai tanda awal bahaya tsunami saat berada di
pantai, maka kini kita perlu juga mengawasi informasi Gunung
Berapi bilamana berada di pantai yang menghadap dekat dengan
gunung berapi. Informasi resmi status Gunung Berapi dapat
dilihat pada media Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG).

51
Pada sosialisasi bencana juga disampaikan mitigasi tsunami
merupakan upaya pendekatan yang perlu segera dilakukan.
Wilayah pantai umumnya ditempati oleh penginapan, restoran,
anjungan wisata, dan juga rumah warga. Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) diharapkan dapat memberi sosialisasi
kepada wilayah pantai demi pencegahan bahaya dan
peningkatan kesiapsiagaan. Dengan sosialisasi, warga akan
memiliki kewaspadaan yang membuat dirinya sadar berada pada
lokasi yang berpotensi bahaya tsunami dan memahami apa yang
perlu dilakukan saat bahaya tersebut berpotensi akan timbul.

Gambar: Rumah Rusak Akibat Hantaman Gelombang Tsunami


di Pantai Cinangka, Banten

Disampaikan juga bahwa mitigasi memerlukan infrastruktur. Pada


wilayah yang rawan tsunami perlu dibangun rambu-rambu
keselamatan, peta, perencanaan dan prosedur evakuasi tsunami.

52
Infrastruktur tersebut penting dapat terlihat jelas oleh warga
ataupun pengunjung.

Infrastruktur tersebut tentunya akan lebih lengkap bilamana


sarana peringatan juga tersedia. Tidak hanya sirine tsunami,
wilayah pantai juga dapat memadukan pengeras suara lain
seperti speaker masjid dan kentongan sebagai alat pendukung
dalam menyebarluaskan informasi. Dengan tanggap informasi,
tanggap peringatan, dan tanggap evakuasi, maka risiko tsunami
dapat dikurangi. Bencana seringkali terlupakan bilamana sudah
berlalu. Kejadian tsunami tidak sering terjadi, sehingga sangat
mungkin bila generasi baru kurang menyadari kerawanan tsunami
di wilayahnya. Untuk merekam kejadian tersebut, literasi
kebencanaan dapat ditingkatkan dengan menempatkan bahaya,
dampak dan mitigasi bencana dalam bacaan publik.

Pemerintah Daerah perlu mendokumentasikan sejarah kejadian


bencana di wilayahnya sebagai pelestarian informasi bencana di
masa lalu untuk kesiapsiagaan di masa mendatang. Mungkin saja
warga lokal mulai lupa bahwa pernah terjadi tsunami tahun 1992
di Flores, 1994 di Jawa Timur, tahun 1996 di Tolitoli, 1996 di
Papua, dan 1998 di Maluku Utara. Padahal gempabumi
merupakan siklus yang akan terulang di masa mendatang dan
perlu merawat ingatan agar kesiapsiagaan tetap terjaga. Dalam
kegiatan sosialisasi, tim juga menekankan bahwa untuk
memperkuat kapasitas masyarakat siapsiaga menghadapi
gempabumi dan tsunami, kita harus menerapkan banyak latihan.

53
TSUNAMI SELAT SUNDA, SEBUAH
PEMBELAJARAN UNTUK MITIGASI BENCANA

Gambar: Presiden RI Joko Widodo memberi keterangan di


lokasi terdampak tsunami di Banten tahun 2018

Hingga kini para ilmuwan masih menyimpulkan bahwa tsunami


Selat Sunda tahun 2018 dikategorikan sebagai tsunami vulkanik
atau dalam kata lain tsunami yang dipicu oleh aktivitas erupsi
gunung Anak Krakatau di Selat Sunda. Secara keilmuan,
penyebab tersebut memang logis terjadi karena erupsi Gunung
Berapi mampu menyebabkan badan gunung tersebut longsor ke
perairan hingga menyebabkan ketidakstabilan kolom laut.
Ketidakstabilan kolom laut membangkitkan gelombang panjang
yang menjalar ke segala arah, termasuk ke kawasan pantai
terdekat yakni pantai barat Banten dan selatan Lampung.

54
Gelombang panjang yang dibangkitkan oleh aktivitas geologis
tersebut yang dikenal dengan tsunami. Tsunami Selat Sunda
tentu mengejutkan karena melanda Pantai Barat Banten dan
Selatan Lampung pada malam hari. Kejadian tsunami akibat
aktivitas vulkanik memang sangat jarang terjadi. Sejarah
menuliskan bahwa tsunami yang diakibatkan erupsi Gunung
Berapi sebelumnya terjadi pada tahun 1883, yakni tsunami akibat
aktivitas Gunung Krakatau. Tsunami tahun 1883 tersebut diyakini
lebih dahsyat
karena
menimbulkan
korban jauh lebih
banyak daripada
tsunami yang
baru saja terjadi.
Lokasi Indonesia
yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia
menyebabkan wilayah Indonesia rawan dengan kejadian tsunami
dari berbagai akibat. Namun kejadian tsunami akibat selain
gempabumi jarang terjadi karena tsunami lebih dominan timbul
dari gempabumi berpusat di laut, berkekuatan magnitudo besar,
dan berkedalaman dangkal.

Dalam kajian ilmu kebumian, kejadian tsunami tidak hanya


dibangkitkan oleh gempabumi, namun juga dapat dibangkitkan
oleh fenomena lainnya yang mengganggu kestabilan kolom laut
seperti aktivitas Gunung Berapi yang berada di laut, longsoran
yang menuju ke laut dan jatuhnya benda-benda langit yang

55
mengarah ke laut. Pelajaran yang dapat kita petik yakni perlu
mengkaji lebih giat lagi tsunami yang diakibatkan oleh bukan
gempabumi dan perlu memetakan lokasi yang rawan. Bahaya
gempabumi dan tsunami akibat aktivitas tektonik sudah mulai
dipetakan, namun selat Sunda mengajarkan kita perlu juga
memetakan bahaya tsunami akibat aktivitas vulkanik. Tidak hanya
akibat Gunung Anak Krakatau, namun juga Gunung Berapi
lainnya yang juga berada di laut wilayah Indonesia.

56
Kesiapsiagaan Menghadapi Tsunami

Gambar: Masyarakat berjalan di tengah pemukiman terdampak


Tsunami Selat Sunda tahun 2018

Kesiapsiagaan menghadapi tsunami vulkanik juga perlu


disosialisasikan. Bila sebelumnya kita menjadikan guncangan
gempabumi sebagai tanda awal bahaya tsunami saat berada di
pantai, maka kini kita perlu juga mengawasi informasi Gunung
Berapi seandainya kita berada di pantai yang menghadap dekat
dengan gunung berapi. Informasi resmi status Gunung Berapi
dapat dilihat pada media Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG) – Badan Geologi. Mitigasi tsunami merupakan
upaya pendekatan yang perlu segera dilakukan. Wilayah pantai
yang merupakan kawasan wisata umumnya ditempati oleh
penginapan, restoran, anjungan wisata, dan juga rumah warga.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diharapkan

57
dapat memberi sosialisasi kepada wilayah pantai demi
pencegahan bahaya dan peningkatan kesiapsiagaan.

Dengan sosialisasi, warga akan memiliki kewaspadaan yang


membuat dirinya sadar berada pada lokasi yang berpotensi
bahaya tsunami dan memahami apa yang perlu dilakukan saat
bahaya tersebut berpotensi akan timbul. Mitigasi juga
memerlukan infrastruktur. Pada wilayah yang rawan tsunami perlu
dibangun rambu-rambu keselamatan, peta, perencanaan dan
prosedur evakuasi tsunami. Infrastruktur tersebut penting dapat
terlihat jelas oleh warga ataupun pengunjung. Infrastruktur
tersebut tentunya
akan lebih lengkap
jika sarana peringatan
juga tersedia. Tidak
hanya sirine tsunami,
wilayah pantai juga
dapat memadukan pengeras suara lain seperti speaker masjid
dan kentongan sebagai alat pendukung dalam menyebarluaskan
informasi. Dengan tanggap informasi, tanggap peringatan, dan
tanggap evakuasi, maka risiko tsunami dapat dikurangi.

58
Pelatihan dan Literasi Bencana

Bencana alam seringkali terlupakan jika sudah berlalu. Kejadian


tsunami tidak sering terjadi, sehingga sangat mungkin bila
generasi baru kurang menyadari kerawanan tsunami di
wilayahnya. Untuk merekam kejadian tersebut, literasi
kebencanaan dapat ditingkatkan dengan menempatkan bahaya,
dampak dan mitigasi bencana dalam bacaan publik. Pemerintah
daerah perlu mendokumentasikan sejarah kejadian bencana di
wilayahnya sebagai pelestarian informasi bencana di masa lalu
untuk kesiapsiagaan di masa mendatang. Mungkin saja warga
lokal mulai lupa bahwa pernah terjadi tsunami tahun 1992 di
Flores, tahun 1994 di Jawa Timur, tahun 1996 di Tolitoli dan
Papua, dan tahun 1998 di Taliabu.

Padahal gempabumi merupakan siklus yang akan terulang di


masa mendatang dan perlu merawat ingatan agar kesiapsiagaan
tetap terjaga. Selat Sunda mengingatkan kita juga bahwa negara
kita rawan bencana yang amat kompleks. Untuk itu pelatihan
kesiapsiagaan juga sangat penting dilakukan agar tetap diingat
dan terampil. Tanggal 26 April diperingati sebagai Hari
Kesiapsiagaan Bencana Nasional. Kita dapat manfaatkan momen
tersebut sebagai waktu untuk melakukan pelatihan bencana yang
berpotensi terjadi di masing-masing wilayah.

Informasi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika turut berperan


dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Informasi Meteorologi menyajikan prakiraan cuaca
publik, cuaca bandara, cuaca maritim, cuaca jalur mudik, juga

59
cuaca event tertentu. Prakiraan cuaca menyajikan prakiraan
cuaca dalam 3 harian di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Cuaca maritim menyajikan informasi ketinggian gelombang laut di
wilayah perairan Indonesia.

Cuaca Bandara menyajikan


informasi cuaca aktual dan 4
jam ke depan bandara di
Indonesia. Selain itu BMKG
juga menyediakan peringatan
dini cuaca di beberapa
provinsi. Informasi Klimatologi
menyajikan peta iklim di wilayah Indonesia di antaranya Peta Hari
Tanpa Hujan, peta Prakiraan Hujan Bulanan, dan Peta Analisis
Hujan Bulanan. Selain itu juga menyajikan informasi kualitas
udara Partikulat Matter (PM10) di beberapa kota terutama di
Sumatera dan Kalimantan serta informasi Titik Panas
(GeoHotspot) untuk potensi kebakaran hutan dan lahan. Informasi
Geofisika menyajikan informasi gempabumi terkini dengan
kekuatan lebih dari magnitudo 5, gempabumi dirasakan. dan
peringatan dini tsunami.

60
REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA
BENCANA TSUNAMI SELAT SUNDA TAHUN 2018

Gambar: Situasi Sesaat Setelah Bencana di SD Negeri


Tamanjaya 2, Sumur, Banten
Dengan kejadian tsunami Selat Sunda tahun 2018, Pemerintah
Daerah Kabupaten Lampung Selatan menetapkan masa tanggap
darurat selama 28 (dua puluh delapan) hari sejak tanggal 22
Desember 2018 s/d 19 Januari 2019. Menanggapi dampak
bencana tersebut Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan
bersama TNI/POLRI, BASARNAS, dan para relawan terus
melakukan penanganan darurat, dengan identifikasi korban
meninggal dunia 122 orang, luka berat 483 orang, luka ringan
9.108 dan tercatat 6.541 pengungsi.

61
Evakuasi terhadap korban dilakukan ke tempat yang aman seperti
lapangan tennis indoor, sekolah, balai desa, dan sekitar Gunung
Rajabasa. Untuk penanganan korban yang mengalami luka (baik
ringan hingga berat) dirujuk ke RSUD dr. Bob Bazaar, Kalianda,
untuk penanganan lebih lanjut. Selain itu, proses penanganan
darurat juga dilakukan dengan membuat tenda – tenda darurat
dibantu oleh masyarakat, masyarakat terdampak bencana tidak
berani tinggal di dalam rumah sehingga mereka membuat tenda–
tenda darurat di tempat yang dirasa aman serta ditampung pada
lokasi pengungsian yang sudah ditentukan oleh aparat setempat.

Nilai Kerusakan dan Pembiayaan

Bencana tsunami Selat


Sunda telah mengganggu
kegiatan ekonomi masyarakat
di beberapa Kecamatan,
khususnya di Kecamatan
Rajabasa dan Kecamatan
Kalianda. Sektor ekonomi
produktif merupakan salah satu sektor yang mengalami
kerusakan dan berpotensi mengakibatkan kerugian yang cukup
besar dalam aktivitas ekonomi seperti sub sektor perikanan, sub
sektor pariwisata, sub sektor perdagangan, sub sektor koperasi
dan UKM dan sub sektor peternakan. Nilai perkiraan kerusakan
untuk sub sektor perdagangan sebesar Rp. 690.000.000,- dengan
perkiraan nilai kerugian sebesar Rp. 374.000.000,-, kerusakan
pada sub sektor pariwisata dengan perkiraan nilai sebesar Rp.
5.470.450.000,-, dan perkiraan kerugian sebesar

62
Rp.974.173.200,-, sub sektor perikanan dengan perkiraan
kerusakan sebesar Rp. 76.489.201.500,-, dan perkiraankerugian
sebesar Rp. 115.125.200.000,-sub sektor peternakan dengan
perkiraan nilai kerusakan sebesar Rp. 148.650.000,- sehingga
total perkiraan kerusakan dan kerugian untuk sektor ekonomi
produktif sebesar Rp. 219.677.174.700,-.

Total kebutuhan untuk sektor ekonomi produktif sebesar


Rp.143.754.664.000,- yang terdiri dari sub sektor perdagangan,
pariwisata, perikanan, pertanian, dan koperasi/UKM. Adapun
yang menjadi kewenangan Kabupaten sebesar Rp.
2.162.274.000,-, kewenangan Provinsi sebesar Rp.
600.000.000,-, kewenangan Kementerian/Lembaga sebesar Rp.
56.723.590.000,-, dan kewenangan lainnya yaitu Hibah RR
sebesar Rp. 84.268.000.000,-. Terkait dengan sub sektor
perdagangan dengan nilai kebutuhan sebesar Rp.
4.200.000.000,-, yang menjadi kewenangan lainnya (Hibah RR).

63
Sub sektor pariwisata dengan nilai kebutuhan sebesar Rp.
6.893.800.000,- menjadi kewenangan kabupaten
Rp.20.000.000,- kewenangan Kementerian/ Lembaga sebesar
Rp.960.000.000 dan kewenangan masyarakat/dunia uisaha
sebesar Rp.5.913.800.000,- Sub sektor perikanan dengan nilai
kebutuhan sebesar Rp. 115.800.000.000,-, sebesr
Rp.1.675.000.000 menjadi kewenangan kabupaten, Rp
40.470.000.000 menjadi kewenangan Kementerian dan Rp.
73.655.000 menjadi kewenangan lainnya (Hibah RR). Sub sektor
perkebunan dengan nilai kebutuhan sebesar Rp.167.274.000,-,
yang menjadi kewenangan Kabupaten. Sub sektor peternakan
dengan nilai kebutuhan sebesar Rp. 148.650.000,-, yang menjadi
kewenangan kewenangan kementerian/lembaga.

64
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Fasilitas Fisik

Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tanggung


jawab bersama antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi,
dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga terkait.
Terkait tanggung jawab tersebut, dalam rangka
menyelenggarakan rehabilitasi dan rekonstruksi, agar melakukan
penilaian terhadap kerusakan, kerugian dan kebutuhan
pascabencana Tsunami Selat Sunda di Kabupaten. Berdasarkan
hasil penilaian terhadap kerusakan, kerugian dan kebutuhan
pascabencana Tsunami Selat Sunda di Kabupaten Lampung
Selatan, berikut ini diuraikan strategi pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana untuk masing-masing sektor.

65
Pemulihan dan Peningkatan Ekonomi, Sosial,
Budaya, dan Kesehatan

Pemulihan dan peningkatan yang juga penting antara lain terdiri


dari pemulihan sosial ekonomi dan budaya. Peningkatan kondisi
sosial ekonomi dan budaya mendorong peningkatan ekonomi
lokal seperti pertanian, perdagangan, industri pariwisata dan
perbankan, perikanan, pertanian dan koperasi/UKM; Aspek sosial
antara lain terdiri dari pemulihan konstruksi sosial dan budaya,
pemulihan kearifan dan tradisi masyarakat, pemulihan hubungan
antar budaya dan keagamaan dan pembangkitan kembali
kehidupan sosial budaya masyarakat. Pembangunan seni dan
budaya yang merupakan cerminan peradaban manusia di
Kabupaten Lampung Selatan ditujukan untuk melestarikan dan
mengembangkan seni dan kebudayaan daerah serta
mempertahankan jati diri dan nilai-nilai budaya daerah di tengah-
tengah semakin derasnya arus informasi dan pengaruh negatif
budaya global.

Gambar: Situasi Sesaat Setelah Tsunami di Villa Tamaro, Carita


Banten

66
Di sisi lain, pengembangan seni budaya di Kabupaten Lampung
Selatan diselenggarakan secara terintegrasi dengan
pembangunan kepariwisataan, yang sekaligus berperan sebagai
salah satu sektor yang memberikan kontribusi terhadap
perkembangan perekonomian Kabupaten Lampung Selatan.
Integralitas pembangunan seni budaya dan pariwisata
merupakan sesuatu yang lazim berlaku di Indonesia dan
perkembangannya ke masa depan, berhubungan erat dengan
kualitas kondisi alam dan lingkungan, politik dan keamanan, serta
sarana dan prasarana. Pembangunan seni dan budaya sudah
mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya
apresiasi masyarakat terhadap pengembangan kesenian dan
kebudayaan daerah. Untuk itu keberadaan seni tradisional dan
upacara. Secara umum perencanaan dalam penanggulangan
bencana dilakukan pada setiap tahapan dalam penyelenggaran
penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam setiap
tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu
rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan
penanggulangan pasca bencana.

Pasa aspek kesehatan Data kesehatan yang disajikan terdiri dari:


jumlah fasilitas kesehatan, tenaga kerja di bidang kesehatan,
jumlah bayi dan ibu hamil serta jumlah penderita dari 10 penyakit
terbanyak yang terjadi di Kabupaten Lampung Selatan. Fasilitas
kesehatan di Kabupaten Lampung Selatan relatif lengkap, hal
initerlihat dari jumlah puskemas induk dan puskesmas pembantu
yang semakin banyak dan tersebar di seluruh kecamatan. Begitu
juga dengan posyandu dan balai pengobatan.

67
Secara umum, gambaran indikator kinerja di bidang kesehatan
dapat dilihat dari ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Fasilitas
Kesehatan. Rumah sakit juga menjadi salah satu poin penting
dalam upaya rekontruksi pasca tsunami. Rumah Sakit merupakan
salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan rujukan, asuhan
keperawatan secara berkesinambungan, diagnosis serta
pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Semakin banyak
jumlah ketersediaan rumah sakit, akan semakin mudah bagi
masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan.

68
PENUTUP

Peristiwa Tsunami Non-Tektonik memberi pelajaran penting


kepada operasional Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia
(InaTEWS) perihal perlunya mewujudkan sistem peringatan dini
tsunami non tektonik. Wilayah Selat Sunda, Laut Utara Sumbawa-
Flores, Busur Banda, Palung Halmahera, dan Palung Sangihe
perlu mendapat perhatian serius dalam perencanaan dan
pembangunan monitoring tsunami Non-Tektonik, diantaranya
Ocean Monitoring Equipment. Informasi Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika dari BMKG dan informasi Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi dari Kementerian ESDM sebaiknya didengar,
dipahami, dan dijadikan pedoman dalam kebijakan pengurangan
risiko bencana di setiap daerah.

Pasca terjadinya bencana tsunami di Selat Sunda, BMKG


bertekad melakukan inovasi sistem peringatan dini tsunami pada
kedua aspek tersebut. Hasil inovasi yang dilakukan BMKG telah
menghasilkan banyak kemajuan dalam operasional peringatan
dini tsunami seperti meningkatnya kecepatan pengolahan data
gempa, hingga BMKG mampu menyebarluaskan informasi
gempa dalam waktu 2 hingga 3 menit secara realtime dan mampu
menyebarluaskan peringatan dini tsunami dalam waktu kurang
dari 4 menit. Dalam hal inovasi teknologi moda diseminasi
peringatan dini tsunami, telah dikembangkan dan
dioperasionalkan Warning Receiver System New Generation,
Telegram Bot Platform, Radio Broadcaster, dan aplikasi SIRITA.
Sementara itu, untuk memberikan peringatan dini tsunami non

69
tektonik, BMKG sudah membangun prototipe dan merancang
operasional Indonesia Tsunami Non-Tektonik (InaTNT). Selain
inovasi teknologi, program Tata ruang berbasis aman bencana
dapat menjadi pilihan kebijakan. Catatan kejadian Tsunami Non-
Tektonik bukan untuk menakut-nakuti; tapi dengan menjadikan
sejarah bencana sebagai bahan pembelajaran kepada
masyarakat bahwa kita tinggal di negeri yang rawan tsunami.

70
DAFTAR ISTILAH

Intrusi:

Keluarnya magma menuju permukaan bumi tidak sampai ke


permukaan

Ekstrusi:

Keluarnya magma menuju permukaan bumi sampai ke


permukaan

Lava:

Cairan magma yang keluar dari perut bumi.

Dapur magma:

Rumah bagi magma yang ada di perut bumi.

Tremor:

Berjalannya magma ke permukaan sebelum terjadinya erupsi


menyebabkan getaran.

Erupsi: Letusan gunung berapi.

Percepatan tanah:

Nilai percepatan yang dikeluarkan akselerograf.

Tsunami:

Gelombang panjang yang dipicu oleh gempabumi, tanah longsor


atau erupsi.

71
Sesar:

Patahan sumber gempabumi dan tsunami.

Shakemap:

Peta episenter gempabumi dan tsunami beserta sebaran


intensitasnya.

VEI: Volcanic explosity index (indeks letusan gunung api).

Magnitudo:

Satuan kekuatan gempabumi berdasarkan kekuatan/energi


gempabumi dan tsunami.

Origin time:

Waktu terjadinya gempabumi, erupsi gunung api, atau tsunami.

Frekuensi:

Jumlah gempabumi, erupsi gunung api, atau tsunami.

72
DAFTAR PUSTAKA

Latief, H., Kodijat, A.M., Ismoyo, D.O., Bustamam, Adyasari, D.,


Nurbandika, N., dan Rahayu., H.P. (2016). Air Turun Naik di
Tiga Negeri. Indian Ocean Tsunami Information Center IOC
UNESCO.

Pemerintah Kabupaten Pesawaran. 2019. Proposal Rencana


Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Tsunami
Legundi Tahun Anggaran 2019. BPBD Kabupaten
Pesawaran.
Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. 2019. Dokumen
Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
Tsunami Selat Sunda di Kabupaten Lampung Selatan Tahun
2019-2020. BPBD Kabupaten Lampung Selatan.
Pemerintah Kabupaten Tanggamus. Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana Tsunami Selat Sunda di
Kabupaten Tanggamus 2019-2020. BPBD Kabupaten
Tanggamus.
Taro Arikawa. Lecture Series: Tsunami Force and Experiment.
Port and Airport Research Institute. Japan: International
Institute of Seismology and Earthquake Engineering,
Tsukuba-Ibaraki.
NCEI/WDS, “Global historical tsunami database,” World Data
Service, NOAA, 2020. Retrieved February 9, 2020.
Dutch East India Company, The Isle of Amboina 1744-6. 1744.
J. Nugraha, M. Mawaleda, M. Farida, Muzli, S. Rohadi, M. Sadly,
and D. Karnawati, “Pulau Seram dan sekitarnya menyimpan
potensi gempabumi tektonik dalam skala besar,” BMKG,
2019.
R. Hall, A. Patria, R. Adhitama, J. Pownall, and L. White, “Seram,
The Seram Trough, The Aru Trough, The Tanimbar Trough
and The Weber Deep: A new look at major structures in the
Eastern Banda Arc,” 05 2017.
Y. A. Krisdamarjati, “Ingatan sejarah sumber mitigasi tsunami
Indonesia,” Kompas, 2020.

73
Zorn dkk. 2022. Identification and ranking of subaerial volcanic
tsunami hazard sources in Southeast Asia.
Harris and Major. 2016. Waves of destruction in the East Indies:
the Wichmann catalogue of earthquakes and tsunami in the
Indonesian region from 1538 to 1877
Satyana, A.H. 2021. Maluku: Tektonik dan Kebencanaan - Awang
Satyana.

74
75

Anda mungkin juga menyukai