Anda di halaman 1dari 25

1

MAKALAH OSEANOGRAFI
GELOMBANG TSUNAMI













Kelompok :
Carissa Paresky Arisagy (12981)
Harits Muhammad Silalahi (12829)
Yusni Zaqiah Maruf (12853)
Lilik Puspitasari (12713)

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya atas selesainya penulisan makalah kami yang berjudul Gelombang Tsunami.
Makalah ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas ujian tengah semester IV dari mata
kuliah Oseanografi.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang turut serta membantu dalam penyusunan makalah ini baik secara langsung
maupun tidak langsung. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Dalam penulisan makalah ini, kami merasa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan baik dari teknis penulisan maupun materinya, untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan makalah ini.


Yogyakarta, 17 April 2014
Penulis








3

ABSTRAK
Tujuan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan tsunami, penyebab terjadinya tsunami,
proses terjadinya tsunami, akibat dari tsunami, serta mendeskripsikan kawasan yang pernah
dilanda bencana tsunami. Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode kepustakaan.
Indonesia merupakan kawasan rawan gelombang tsunami, yang mana sepanjang palung
pantai barat Pulau Sumatera hingga selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang rawan
gempa yang dapat menimbulkan tsunami. Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang. Tsu
berarti "pelabuhan", dan nami berarti "gelombang", sehingga tsunami dapat diartikan sebagai
"gelombang pelabuhan". Proses terjadinya Tsunami diawali dengan adanya gerakan vertikal
pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang
mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada di atasnya, sehingga mengakibatkan
terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang
mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kata kunci : dampak, gelombang, Indonesia, pesisir, tsunami












4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
ABSTRAK ..................................................................................................... 3
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5
Latar Belakang .......................................................................................... 5
Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
Tujuan ...................................................................................................... 6
Studi Area ..................................................................................................... 6
Sistematika Penulisan ................................................................................ 7
BAB II MATERI PEMBAHASAN ............................................................... 8
Pengertian Tsunami .................................................................................. 8
Penyebab Tsunami .................................................................................... 9
Gejala sebelum Terjadinya Tsunami ............................................................ 12
Proses terjadinya Tsunami .......................................................................... 13
Dampak Tsunami ...................................................................................... 15
Upaya Pencegahan serta Penanggulangan Tsunami ......................................... 17
Kawasan Rawan Bencana Tsunami ............................................................. 18
BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 21
Kesimpulan .............................................................................................. 21
Saran ....................................................................................................... 21
Penutup .................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 23
5

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu dari beberapa negara yang terletak di zona Seismic Asia Tenggara,
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki aktifitas seismic teraktif di dunia.
Negara dengan lima pulau besar ini dikelilingi oleh lempeng Indo-Australia dan Pelat
Laut Filipina yang meretas di bawah lempeng Eurasia. Dalam rentang empat ratus tahun
terakhir, Indonesia telah mengalami ribuan gempa bumi dan ratusan tsunami (Aydan,
2008).
Tsunami (bahasa Jepang: ; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah
berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh
perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba (Prasetya, Tiar dkk, 2006).
Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di
bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman
meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Di laut dalam,
gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam.
Menurut Hartoko dan Helmi (2005), sepanjang palung di pantai barat Pulau Sumatera
hingga selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang rawan gempa yang dapat
menimbulkan tsunami, karena merupakan wilayah yang berpotensi terjadinya proses
pergeseran lempeng benua di dasar laut. Menurut Diposaptono dan Budiman (2007),
selama periode tahun 1600 sampai 2007 terjadi kurang lebih 109 tsunami. Dari jumlah
itu, 90 % di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 % karena letusan gunung
berapi, dan hanya 1 persen dipicu oleh longsoran (land-slide).
Indonesia merupakan negara dengan tingkat kegempaan sangat tinggi. Tingkat
kegempaan di Indonesia sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan tingkat kegempaan di
Amerika Serikat. Gempa-gempa tersebut sebagian besar berpusat di dasar Samudera
Hindia yang dapat memicu terjadinya gelombang tsunami. Dampak negatif yang
diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya seperti bangunan, tumbuh-
tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan,
pencemaran air asin, lahan pertanian, tanah, dan air bersih. Oleh karenanya pengetahuan
6

mengenai ilmu geologi dan oceanografis tentang samudera dan laut terutama mengenai
gelombang tsunami dianggap sangat vital guna kelangsungan hidup penghuninya
termasuk manusia.

1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan tsunami?
b. Apa penyebab dari bencana tsunami?
c. Gejala apa saja yang muncul sebelum tsunami terjadi?
d. Bagaimana poses terjadinya tsunami?
e. Apa akibat dari bencana tsunami?
f. Bagaimana upaya untuk pencegahan serta penanggulangan tsunami?
g. Dimana saja kawasan yang rawan bencana tsunami?

1.3 Tujuan
a. Mendeskripsikan mengenai pengertian tsunami
b. Mendeskripsikan penyebab dari bencana tsunami
c. Mendeskripsikan gejala-gejala yang muncul sebelum terjadinya tsunami
d. Mendeskripsikan proses terjadinya tsunami
e. Mendeskripsikan akibat dari bencana tsunami
f. Mendeskripsikan upaya pencegahan serta penanggulangan tsunami
g. Mendeskripsikan kawasan yang pernah dilanda bencana tsunami

1.4 Studi Area
Indonesia berada pada wilayah jalur gempa aktif yang dapat menyebabkan terjadinya
tsunami. Bencana yang terjadi karena aktifitas seismik di Indonesia adalah yang terbesar
di Asia Tenggara. Salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terjadi tsunami adalah
pesisir selatan pantai Jawa. Secara geologis pesisir selatan pantai Jawa berada di jalur
subduksiatau pertemuan dua lempeng besar yang saling bertumbukan, yaitu lempeng
Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Pergerakan lempeng tektonik di kawasan ini,
7

sering kali menyebabkan terjadinya gempa besar yang dapat memicu terjadinya
tsunami. Dalam kurun waktu 17 tahun telah terjadi dua kali tsunami yang cukup besar
di Selatan Jawa, yaitu tsunami Banyuwangi, Jawa Timur tahun 1994 dan Pangandaran,
Jawa Barat tahun 2006.
Peristiwa tsunami yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004 merupakan gempa
tektonik yang terjadi di laut dengan kekuatan 9.0 skala richter dengan kedalaman
kurang lebih 70 km, menyebabkan terjadinya patahan vertikal memanjang sehingga air
laut terhisap masuk ke dalam patahan dan kemudian secara hukum fisika air laut
terlempar kembali setelah patahan tadi mencapai keseimbangan kembali. Terjadinya
gempa dan tsunami terdapat jeda waktu yang dapat digunakan untuk memberikan
peringatan dini pada masyarakat, tetapi ini tidak dilakukan karena kurangnya
pengetahuan bencana tsunami dan belum adanya alat peringatan dini tsunami (Hadi,
1997).

1.5 Sistematika Penulisan
Dalam pembahasan materi Gelombang Tsunami ini, penulis menggunakan metode
kepustakaan untuk mendapatkan bahan materi yang menyeluruh. Kepustakaan yang
penulis gunakan tak hanya memakai beberapa buku untuk menjadi sumber acuan. Akan
tetapi, penulis juga mencari bahan dari internet baik berupa materi maupun gambar
yang dapat melengkapi pembahasan materi.
Kami membagi laporan ini menjadi beberapa bagian, antara lain pendahuluan, hasil dan
pembahasan, penutup serta daftar pustaka. Bagian pendahuluan berisi latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, studi area dan sistematika penulisan. Kemudian
hasil dan pembahasan berisi materi bahasan terkait gelombang tsunami seperti
pengertian gelombang tsunami, penyebab terjadinya gelombang tsunami, gejala yang
muncul sebelum terjadinya gelombang tsunami, proses terjadinya gelombang tsunami,
akibat yang ditimbulkan serta upaya pencegahan dan penanggulangan. Sementara
bagian penutup berisi kesimpulan dan saran. Bagian terakhir yakni daftar pustaka berisi
referensi yang digunakan dalm penyususnan makalah ini.

8

II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tsunami
Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang. Tsu berarti "pelabuhan", dan nami berarti
"gelombang", sehingga tsunami dapat diartikan sebagai "gelombang pelabuhan". Istilah
ini pertama kali muncul di kalangan nelayan Jepang. Karena panjang gelombang
tsunami sangat besar, pada saat berada di tengah laut, para nelayan tidak merasakan
adanya gelombang ini. Namun setibanya kembali ke pelabuhan, mereka mendapati
wilayah di sekitar pelabuhan tersebut rusak parah. Karena itulah mereka menyimpulkan
bahwa gelombang tsunami hanya timbul di wilayah sekitar pelabuhan, dan tidak di
tengah lautan yang dalam.






Gambar 1: Terminologi Tsunami
Bencana alam tsunami adalah bencana yang ditimbulkan oleh gelombang tsunami di
suatu kawasan pantai atau pelabuhan yang mempunyai kondisi rentan terhadap tsunami
(Hadi, 1997). Sedangkan yang dimaksud dengan kawasan rentan bencana tsunami
adalah kawasan dengan kondisi saat itu yang sering atau berpotensi mengalami bencana
tsunami dan telah teridentifikasi pernah dan atau berpotensi mengalami bencana
tsunami (Choirul, 1998). Gelombang tsunami yang dihasilkan menyebar ke segala arah
dengan kecepatan yang menakjubkan sekitar 800 km/jam. Sama seperti gelombang
lainnya, ketika gelombang tsunami memasuki air dangkal, maka kecepatannya akan
9

menurun tetapi ketinggiannya bertambah tinggi karena terjadi penumpukan massa air
(Ramya dan Palaniappan, 2011).
Tsunami juga sering dianggap sebagai gelombang air pasang. Hal ini terjadi karena
pada saat mencapai daratan, gelombang tsunami lebih menyerupai air pasang yang
tinggi daripada menyerupai ombak biasa yang mencapai pantai secara alami oleh tiupan
angin. Namun, sebenarnya gelombang tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan
peristiwa pasang surut air laut. Karena itu untuk menghindari pemahaman yang salah,
para ahli oseanografi sering menggunakan istilah gelombang laut seismik (seismic sea
wave) untuk menyebut tsunami, yang secara ilmiah lebih akurat (Sugito, 2008).
Perbedaan gelombang tsunami dengan gelombang yang dibangkitkan oleh angin adalah
terletak pada gerakan airnya. Gelombang yang dibangkitkan oleh angin hanya
menggerakkan air laut di bagian atas, sedangkan gelombang tsunami menggerakkan
seluruh kolom air dan permukaan sampai ke dasar laut (Diposaptono dan Budiman,
2007). Periode gelombang angin beberapa detik (kurang dari 20 detik), sementara itu
periode pasang surut antara 12 jam sampai sekitar 24 jam. Sedangkan, periode
gelombang tsunami berkisar antara 10-60 menit (Diposaptono dan Budiman, 2007). Di
lokasi pembentukan dari tsunami (daerah episentrum gempa) tinggi gelombang tsunami
diperkirakan sekitar 0,5 m sampai 3,0 m dan panjang gelombangnya lebih dari puluhan
kilometer. Artinya, kapal yang melewati di atasnya tidak mengalami goncangan yang
berarti dan tidak menimbulkan bahaya. Penjalaran tsunami dapat mencapai ribuan
kilometer dengan kecepatan yang sangat tergantung pada kedalaman laut.

2.2 Penyebab Tsunami
Tsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam gangguan (disturbance) berskala
besar terhadap air laut, misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng, meletusnya
gunung berapi di bawah laut, atau tumbukan benda langit. Namun, 90% tsunami adalah
akibat gempa bumi bawah laut (Sugito, 2008).
Nur (2010) mengungkapkan bahwa tsunami yang merupakan salah satu bencana akibat
gempa bumi akan terjadi apabila :
a. Pusat gempa dibawah dasar laut.
10

b. Kedalaman <60 Km (dangkal).
c. Kekuatan e6 skala Richter (ada juga yang mengatakan e6.5 SR).
d. Dasar laut mengalami penyesaran vertical (sesar naik atau sesar turun).
e. Kolom air laut di atas episentrum tebal.
f. Terjadi ledakan dahsyat gunungapi dibawah permukaan air laut (contoh;
Gunungapi Krakatau, 1883).
g. Terjadi longsoran besar didasar laut.
Beberapa penyebab terjadinya tsunami menurut Sugito (2008) adalah sebagai berikut :
2.2.1 Longsoran Lempeng Bawah Laut (Undersea landslides)
Gerakan yang besar pada kerak bumi biasanya terjadi di perbatasan antar
lempeng tektonik. Celah retakan antara kedua lempeng tektonik ini disebut
dengan sesar (fault). Sebagai contoh, di sekeliling tepian Samudera Pasifik
yang biasa disebut dengan Lingkaran Api (Ring of Fire), lempeng samudera
yang lebih padat menunjam masuk ke bawah lempeng benua. Proses ini
dinamakan dengan penunjaman (subduction). Gempa subduksi sangat efektif
membangkitkan gelombang tsunami.

2.2.2 Gempa Bumi Bawah Laut (Undersea Earthquake)
Gempa tektonik merupakan salah satu gempa yang diakibatkan oleh
pergerakan lempeng bumi. Jika gempa semacam ini terjadi di bawah laut, air di
atas wilayah lempeng yang bergerak tersebut berpindah dari posisi
ekuilibriumnya. Gelombang muncul ketika air ini bergerak oleh pengaruh
gravitasi kembali ke posisi ekuilibriumnya. Apabila wilayah yang luas pada
dasar laut bergerak naik ataupun turun, tsunami dapat terjadi.

Berikut ini adalah beberapa persyaratan terjadinya tsunami yang diakibatkan
oleh gempa bumi (Sugito, 2008):
a. Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal(0 30 km)
b. Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
c. Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun
Tidak semua gempa menghasilkan tsunami, hal ini tergantung beberapa faktor
utama seperti tipe sesaran (fault type), kemiringan sudut antar lempeng
11

(dip angle), dan kedalaman pusat gempa (hypocenter). Gempa dengan
karakteristik tertentu akan menghasilkan tsunami yang sangat berbahaya dan
mematikan, yaitu:
1. Tipe sesaran naik (thrust/ reverse fault), seperti terlihat pada Gambar 1.
Tipe ini sangat efektif memindahkan volume air yang berada diatas
lempeng untuk bergerak sebagai awal lahirnya tsunami.
2. Kemiringan sudut tegak antar lempeng yang bertemu.
Semakin tinggi sudut antar lempeng yang bertemu. (mendekati 90
o
), maka
semakin efektif tsunami yang terbentuk.
3. Kedalaman pusat gempa yang dangkal (<70 km).
Semakin dangkal kedalaman pusat gempa, maka semakin efektif tsunami
yang ditimbulkan. Sebagai ilustrasi, meski kekuatangempa relative kecil
(6.0-7.0R), tetapi dengan terpenuhinya ketiga syarat diatas, kemungkinan
besar tsunami akan terbentuk. Sebaliknya, meski kekuatan gempa
cukup besar (>7.0R) dan dangkal, tetapi kalau tipe sesarnya bukan naik,
namun normal (normal fault) atau sejajar (strike slip fault), bisa
dipastikan tsunami akan sulit terbentuk. Gempa dengan kekuatan7.0R,
dengan tipe sesaran naik dan dangkal, bisa membentuk tsunami dengan
ketinggian mencapai 3-5 meter.






Gambar 2: Jenis Jenis Sesaran Lempeng





12

2.2.3 Aktivitas Vulkanik (Volcanic Activities)
Pergeseran lempeng di dasar laut, selain dapat mengakibatkan gempa juga
seringkali menyebabkan peningkatan aktivitas vulkanik pada gunung berapi.
Kedua hal ini dapat menggoncangkan air laut di atas lempeng tersebut.
Demikian pula, meletusnya gunung berapi yang terletak di dasar samudera juga
dapat menaikkan air dan membangkitkan gelombang tsunami.

2.2.4 Tumbukan Benda Luar Angkasa (Cosmic-body Impacts)
Tumbukan dari benda luar angkasa seperti meteor merupakan gangguan
terhadap air laut yang datang dari arah permukaan. Tsunami yang timbul karena
sebab ini umumnya terjadi sangat cepat dan jarang mempengaruhi wilayah
pesisir yang jauh dari sumber gelombang. Sekalipun begitu, apabila pergerakan
lempeng dan tabrakan benda luar angkasa cukup dahsyat, kedua peristiwa ini
dapat menciptakan megatsunami.

2.3 Gejala sebelum Terjadinya Tsunami
Tsunami biasanya terjadi karena adanya gempa bumi yang terjadi di bawah atau di
dekat laut. Bahkan gempa ribuan kilometer jauhnya dapat menyebabkan gelombang
tsunami. Untuk menghindari hal tersebut, kita dapat membaca gejala alam yang terjadi
sesaat sebelum terjadinya tsunami. Adapun gejala alam yang tampak pada daerah pesisir
pantai adalah terjadinya penyurutan muka air laut secara tiba-tiba dengan sangat cepat
yang kemudian akan kembali dengan kekuatan yang sangat besar. Penyurutan ini bisa
mencapai puluhan hingga ratusan meter. Kemudian gejala alam lain yang muncul
sebelum gelombang tsunami menerjang diantaranya adalah timbulnya gerakan angin
yang tidak biasa, munculnya tekanan udara atau cuaca yang ekstrem serta adanya
perilaku hewan yang berubah, contohnya pada beberapa kelelawar yang seharusnya
aktif di malam hari dan biasanya tidur di siang hari, menjadi sangat aktif setengah jam
sebelum gelombang tsunami datang. Di samping itu saat gelombang tsunami menerjang
pemukiman penduduk akan terdengan suara gemuruh yang keras menyerupai suara
kereta barang, hal tersebut merupakan indikasi datangnya gelombang tsunami.

13

2.4 Proses Terjadinya Tsunami
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun
secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada di
atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di
pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami. Tsunami
tidak terlihat saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai wilayah
dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin membesar. Tenaga
setiap tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Apabila
gelombang menghampiri pantai, ketinggiannya meningkat sementara kelajuannya
menurun. Gelombang tersebut bergerak pada kelajuan tinggi, hampir tidak dapat
dirasakan efeknya oleh kapal laut (misalnya) saat melintasi di laut dalam, tetapi
meningkat ketinggian hingga mencapai 30 meter atau lebih di daerah pantai.
Tsunami bisa menyebabkan kerusakan erosi dan korban jiwa pada kawasan pesisir
pantai dan kepulauan (Sugito, 2008).





Gambar 3: Skema Terjadinya Tsunami
Tsunami, di sisi lain, dapat disebabkan oleh beberapa cara yang berbeda: 1) drop down
atau upthurst dari kerak bumi yang mengakibatkan gempa bumi; 2) bawah tanah
longsor besar-besaran; 3) letusan gunung berapi bawah laut dari tingkat tertentu; atau
berpotensi, 4) dampak meteor besar di laut. Sebagian besar tsunami terjadi akibat gempa
bumi.
2.4.1 Gempa Bumi
Gambar di bawah menunjukkan gempa subduksi (di mana satu lempeng padat
bergeser ke bawah lempeng lainnya, di sebelah kiri). Energi ditransfer dan air
14

yang dipindahkan membentuk gelombang. Sebagai gelombang yang bergerak
dan memasuki daerah air dangkal di daerah pesisir, gelombang ini mulai
meningkat dalam amplitude.

Gambar 4: Amplitude Grlombang Tsunami

2.4.2 Letusan Gunung Berapi
Ada dua cara berbeda dimana gunung berapi dapat menyebabkan gelombang
seismik. Salah satu kemungkinannya adalah gunung api land-based untuk
meletus dan runtuh, sehingga memaksa sejumlah besar abu dan puing-puing
jatuh ke dalam air. Perubahan mendadak dan perpindahan transfer kolom air
membuat energi kinetik yang menghasilkan gelombang. Lebih lagi puing-puing
dapat membuat peningkatan yang lebih besar dalam amplitudo gelombang.

Gambar 5: Letusan Gunung Berapi Penyebab Tsunami

Tsunami juga bisa disebabkan oleh gunung berapi bawah laut. Gunung berapi
bawah laut dapat meletus dan memuntahkan lavanya sehingga memanaskan air
sekitarnya dengan cepat.


15

2.5 Dampak Tsunami
Menurut Nur (2010), dampak tsunami sangat dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya adalah besarnya kekuatan gempa, jarak episentrum dengan kawasan rawan
bencana, kedalaman hiposentrum, letak hiposentrum didarat atau dilaut, kepadatan
penduduk, kualitas dan kuantitas bangunan, kesiapan masyarakat (seluruh komponen
system) untuk melaksanakan mitigasi bencana. Sementara menurut Sugito (2008),
bentuk pantai, bentuk dasar laut wilayah pantai, sudut kedatangan gelombang, dan
bentuk depan gelombang tsunami yang datang ke pantai akan sangat berpengaruh
terhadap kerusakan yang ditimbulkan. Karena beberapa alasan ini, sebagian pantai akan
dilanda tsunami dengan tingkat kerusakan dan ketinggian arus yang berbeda dibanding
pantai yang lain, meski letaknya tidak terlalu berjauhan. Daerah teluk akan menderita
tsunami lebih parah akibat konsentrasi energi tsunami.







Gambar 6: Kerusakan Akibat Tsunami

Menurut Idris (2005), tsunami dapat menyebabkan korban jiwa serta kerusakan
bangunan, infrastruktur pembangunan dan budidaya, tumbuh-tumbuhan, menimbulkan
genangan, kontaminasi air asin pada tanah, lahan pertanian dan air bersih.
Korban meninggal akibat tsunami terjadi biasanya karena tenggelam, terseret arus,
terkubur pasir, terhantam serpihan atau puing, dan lain lain. Kerusakan lain akan
meliputi kerusakan rumah tinggal, bangunan pantai, prasarana lalu lintas (jalan
kereta, jalan raya, dan pelabuhan), suplai air, listrik, dan telpon. Gelombang
16

tsunami juga akan merusak sektor perikanan, pertanian, kehutanan, industri
minyak berupa pencemaran dan kebakaran.







Gambar 7: Gelombang Tsunami
Menurut Diposaptono dan Budiman (2007), kecepatan tsunami akan menurun secara
signifikan bila mencapai pantai hingga 50 km/jam, tetapi energinya sangat merusak
karena tinggi gelombangnya bertambah. Tinggi gelombang tsunami yang meningkat di
perairan dangkal disebabkan oleh kecepatan gelombang di bagian depan (wafe front)
menurun sedangkan kecepatan gelombang di bagian belakang (wafe tait) konstan,
sehingga memberikan efek dorong yang besar.
Jarak suatu kawasan pantai dari lokasi pusat terbentuknya gelombang tsunami akan
sangat berpengaruh pada besarnnya run up gelombang tsunami karena, waktu tempuh
yang panjang akan mengurangi kekuatan gelombang tsunami yang mencapai daratan.
Menurut Diposaptono dan Budiman (2007), ancaman tsunami dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu jarak dekat (local field atau near field tsunami) dan jarak
jauh (far field tsunami). Kejadian tsunami di Indonesia umumnya berupa tsunami jarak
dekat dengan lama waktu antara 10 s/d 20 menit setelah kejadian gempa.



17

2.6 Upaya Pencegahan serta Penanggulangan Tsunami
Kebanyakan kota di sekitar Samudera Pasifik, terutama di Jepang juga di Hawaii,
mempunyai sistem peringatan dan prosedur pengungsian sekiranya tsunami
diramalkan akan terjadi. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi
seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat
dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atu permukaan laut yang
terknoneksi dengan satelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama dengan perangkat yang mengapung di laut
buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh
pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan
untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai
pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi
setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika
serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan
menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965.
Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi
gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di
pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin
terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas
topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik
tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan
jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat (Sugito, 2008).
Upaya memperkecil risiko bencana tsunami yang mungkin terjadi di masa datang
adalah melakukan penelitian faktor-faktor yang berperan terhadap risiko bencana
tsunami. Menurut Davis (2004) faktor-faktor tersebut adalah bahaya (hazard),
kerentanan (vulnerability), ketahanan (capacity), dan estimasi kerugian (loss
estimation).
2.6.1 Tahap pencegahan
Tsunami merupakan fenomena alam yang biasa terjadi namun hampir sedikit
sekali dapat diprediksi terjadinya tsunami. Oleh karena itu ketika tsunami terjadi
18

akan banyak menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Namun demikian untuk
menghindari bahaya tsunami dapat dilakukan dengan memberikan peringatan
sedini mungkin pada orang-orang yang tinggal dan berada di sekitar pantai. Di
beberapa pantai yang kerap terjadinya tsunami seperti di pantai-pantai Jepang
dan Amerika telah dipasangi papan peringatan tentang terjadinya potensi
tsunami. Awas Tsunami!. Di beberapa tempat malah dipasang system alarm
yang menghubungkan peralatan deteksi tsunami dari instansi berwenang
memberikan peringatan. Di beberapa pantai di Jepang malah telah dibuat
dinding beton penghalau agar dapat mengurangi laju tsunami, juga dibangun
tempat tempat pengungsian. Dengan cara-cara ini potensi kerusakan yang akan
ditimbulkan oleh tsunami dapat dikurangi. Cara lain adalah dengan menjaga
kelestarian dan keutuhan pepohonan yang ada sekitar pantai. Bila lahan sekitar
pantai sudah gundul atau berkurangnya pepohonan maka perlu adanya upaya
reboisasi. Reboisasi dilakukan sepanjang garis pantai. Makin banyak pohon yang
ada dan ditanam di sekitar pantai membuat laju tsunami makin berkurang dan
terhambat sehingga mengurangi kerusakan yang ditimbulkan tsunami

2.6.2 Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi disusun untuk memulihkan dan
membangun kembali kehidupan masyarakat pasca bencana menjadi lebih baik.
Untuk itu, pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana dilakukan dengan
menggunakan Kombinasi Penilaian Perkiraan Kerusakan dan Kerugian (Damage
and Loss Assesment-DALA) dan Pengkajian Kebutuhan Pemulihan
Pembangunan Manusia / Human Development Needs Assessment (HRNA).Tahap
Rekonstruksi lebih bersifat jangka panjang untuk memulihkan sistem secara
keseluruhan serta mengintegrasikan berbagai program pembangunan ke dalam
pendekatan pembangunan daerah.

2.7 Kawasan Rawan Bencana Tsunami
Bencana alam tsunami adalah bencana yang ditimbulkan oleh gelombang tsunami di
suatu kawasan pantai atau pelabuhan yang mempunyai kondisi rentan terhadap tsunami
(Hadi, 1997). Sedangkan yang dimaksud dengan kawasan rentan bencana tsunami
19

adalah kawasan dengan kondisi saat itu yang sering atau berpotensi mengalami bencana
tsunami dan telah teridentifikasi pernah dan atau berpotensi mengalami bencana
tsunami (Choirul, 1998).
Benua maritim Indonesia merupakan daerah yang secara tektonik sangat labil di dunia.
Kawasan itu juga terkenal sebagai salah satu pinggiran benua yang sangat aktif di muka
bumi. Indonesia juga punya gunung berapi yang sangat kaya. Setidaknya ada 240
gunung api yang tersebar di berbagai daerah. Sekitar 70 di antaranya masih aktif dan
bisa meletus, menyemburkan lava panas. Rangkaian busur api itu merupakan bagian
dari The Pacific Ring of Fire. Untaian itu bermula di Kamchatka Alaska, Jepang,
Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Flores, Sulawesi, dan berakhir hingga Filipina
(Diposaptono dan Budiman, 2007).
Indonesia merupakan negara dengan tingkat kegempaan sangat tinggi. Menurut Idris
(2005), Tingkat kegempaan di Indonesia sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan tingkat
kegempaan di Amerika Serikat. Gempa-gempa tersebut sebagian besar berpusat di dasar
Samudera Hindia yang dapat memicu terjadinya gelombang tsunami. Ingmanson dan
Wallacea (1973) mendiskripsikan tsunami sebagai gelombang laut dengan periode
panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif pada medium laut, seperti gempa dan
erupsi gunung api.
Gempa tektonik yang berupa gerakan dan ratakan dapat menyebabkan pergerakan
vertikal massa batuan. Energi elastik dan aktivitas tektonik di atas, pada kondisi tertentu
energi yang terakumulasi tidak tertahan oleh batuan dan dilepaskan secara tiba-tiba
dalam bentuk gelombang elastik yang menjalar ke segala arah akan menimbulkan
gempa. Gempa-gempa semacam ini umumnya terdapat di zona subduksi, zona bukaan
dan zona sesar. Gempa-gempa tersebut dapat menyebabkan tsunami bila terjadi di dasar
laut, berada pada kedalaman kurang dari 60 km dan magnitude Iebih besar dari 6 Skala
Richter (SR). Menurut Hartoko dan Helmi (2005), sepanjang palung di pantai barat
Pulau Sumatera hingga selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang rawan gempa yang
dapat menimbulkan tsunami, karena merupakan wilayah yang berpotensi terjadinya
proses pergeseran lempeng benua di dasar laut. Menurut Diposaptono dan Budiman
(2007), selama periode tahun 1600 sampai 2007 terjadi kurang lebih 109 tsunami. Dari
jumlah itu, 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen karena
letusan gunung berapi, dan hanya 1 persen dipicu oleh longsoran (land-slide).
20

Sumatera dan Jawa adalah dua pulau yang paling rentan dampak tsunami karena terletak
langsung di depan Lempeng Indo-Australia. Papua dan Sulawesi juga pernah
mengalami beberapa tsunami, walaupun tidak sesering Sumatera dan Jawa. Tapi
belakangan ini, Sulawesi dengan beberapa daerah rawan subduksi-nya telah menjadi
lebih lebih aktif yang mengakibatkan banyaknya aktivitas kegempaan, terutama dengan
episenter di laut (Baeda dan Firman, 2012).












21

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian makalah di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang. Tsu berarti "pelabuhan", dan nami
berarti "gelombang", sehingga
2. Tsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam gangguan (disturbance)
berskala besar terhadap air laut, misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng,
meletusnya tsunami dapat diartikan sebagai "gelombang pelabuhan".gunung
berapi di bawah laut, atau tumbukan benda langit.
3. Gejala yang muncul ketika akan terjadi tsunami yang sering terlihat di daerah
pantai adalah terjadinya penyurutan muka air laut, timbulnya gerakan angin yang
tidak biasa, serta adanya perubahan prilaku hewan.
4. Proses terjadinya Tsunami diawali dengan adanya gerakan vertikal pada kerak
bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang
mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada di atasnya, sehingga
mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai
menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
5. Gelombang Tsunami dapat mengakibatkan kerusakan rumah tinggal, bangunan
pantai, prasarana lalu lintas (jalan kereta, jalan raya, dan pelabuhan), suplai
air, listrik, dan telpon, sehingga dapat mengganggu stabilitas sektor perikanan,
pertanian, kehutanan, industri minyak dan lain sebagainya.
6. Upaya memperkecil risiko bencana tsunami adalah dengan melakukan penelitian
faktor-faktor yang berperan terhadap risiko bencana tsunami.
7. Indonesia merupakan kawasan rawan gelombang tsunami, yang mana sepanjang
palung pantai barat Pulau Sumatera hingga selatan Pulau Jawa merupakan
wilayah yang rawan gempa yang dapat menimbulkan tsunami.

3.2 Saran
Mengingat besarnya potensi tsunami di Indonesia serta dampak negatif yang
ditimbulkan dari gelombang tsunami yang dapat melumpuhkan sektor perekonomian,
22

sehingga dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka kami berharap di
kemudian waktu akan banyak penelitian serta kajian khususnya yang berkaitan dengan
pencegahan dan penanggulangan gelombang tsunami agar dampak-dampak negatif yang
ditimbulkan dapat dikurangi.


3.3 Penutup
Demikianlah makalah ini kami buat dengan yang sebenar-benarnya. Ucapan terima
kasih tertuju kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kemudahan kepada
kami sehingga terlaksananya pembuatan makalah ini. Serta kepada teman-teman yang
ikut membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami selaku anggota kelompok
memohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kessalahan serta kekurangan dalam
makalah ini. Selain untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Oseanografi, Semoga makalah
ini dapat menjadi acuan, pertimbangan, serta motivasi dan koreksi bagi kegiatan
selanjutnya.













23

DAFTAR PUSTAKA

Aydan, O. 2008. Seismic and Tsunami Hazard Potential in Indonesia with a special emphasis
on Sumatra Island. Journal of The School of Marine Science and Technology. Tokai
Univer- sity. 6 (3): 19-38.
Baeda, A. Y. 2012. Kajian Potensi Tsunami Akibat Gempa Bumi Bawah Laut di Perairan
Pulau Sulawesi. Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil. Universitas
Hasanuddin. 19 (1):75-82
Choirul, M.H. 1998. Analisis Resiko Bencana Tsunami Banyuwangi 1994 dengan Pemodelan
Sistem Informasi Geografis. [Skripsi]. Institut Teknologi Bandung. Bandung, 50hlm.
Davis, I., Haghebaert, B., dan Peppiatt, 2004. Social Vulnerability, Sustainable &
Capacity Analysis. Workshop. Geneva, 25-26 Mei 2004. Geneva: Pro Vention
Consortium, h. 1-9.
Diposaptono, S dan Budiman. 2007. Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami. PT Sarana
Komunikasi Utama. Bogor.
Hadi, A.R. 1997. Mikrozoning Untuk Pengkajian Resiko dan Mitigasi Bencana. BPPT,
Jakarta.
Hartoko, A. dan Helmi M. 2005. Saatnya Pemda Memiliki Peta Rawan Bencana Untuk
Wilayah Pesisir. Editor: Cahanar: Bencana Gempa dan Tsunami. Penerbit Buku
Kompas. Jakarta. Hal:104107.
Idris, I. 2005, Pelatihan Mitigasi, Kesiapsiagaan, dan Tanggap Darurat Bencana Tsunami di
Wilayah Pesisir. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Pemberdayaan
Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta.
Ingmanson, D.E. and Wallace, W.J. 1973. Oceanography: An Introduction. Wadsworth
Publishing Company Inc. California.
Nur, A. M. 2010. Gempabumi, Tsunami Dan Mitigasinya. Balai Informasi dan Konservasi
Kebumian Karangsambung LIPI, Kebumen
24

Prasetya, Tiar, dkk. 2006. Gempa Bumi Ciri dan Cara Menanggulanginya. Gita Nagari.
Yogyakarta.
Ramya, V. dan Palaniappan, B. 2011. An Automated Tsunmai Alert System. International
Journal of Embedded System Applications (IJESA). New York. 1 (2)..
Sugito, N. T. 2008. Tsunami. Jurusan Pendidikan Geografi, Universitas Pendidikan Indonesia.

















25

Pembagian Tugas
Ketua : Carissa Paresky Arisagy
(BAB Penutup, Abstrak, sebagian Pembahasan, dan Finishing)
Anggota :
1. Yusni Zaqiah Maruf (mencari bahan materi, sebagian Pembahasan, sebagian
Pendahuluan)
2. Lilik Puspitasari (BAB Pendahuluan)
3. Muhammad Harits Silalahi (BAB Pembahasan)

Anda mungkin juga menyukai