(EDISI KELIMA)
OLEH :
SUPARTOYO
SURONO
EKA TOFANI PUTRANTO
2014
1
Penyusun :
Dr. Supartoyo
Dr. Surono
Ir. Eka Tofani Putranto, MT
Penyunting :
2
SAMBUTAN KEPALA PUSAT
VULKANOLOGI DAN MITIGASI BENCANA GEOLOGI
Saya menyambut gembira atas terbitnya buku Katalog Gempabumi Merusak di Indonesia
Tahun 1612 – 2014 edisi kelima ini yang merupakan pemutakhiran dari edisi sebelumnya.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa negara kita merupakan wilayah rawan bencana
gempabumi dan tsunami karena terletak pada tempat pertemuan empat lempeng aktif dunia,
yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, Laut Philiphina dan Pasifik. Lempeng Eurasia yang
relatif stabil dan kaku terdapat pulau-pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa bergerak relatif
ke arah tenggara.
Lempeng Indo-Australia yang relatif lentur bergerak relatif ke utara dan menyusup ke bawah
lempeng Eurasia di pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa, Selatan Bali – Nusa Tenggara
hingga ke sebelah Barat Daya Kepulauan Maluku. Lempeng Pasifik bergerak relatif ke arah
barat berinteraksi dan menyusup ke bawah lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia di
sebelah Utara Papua, sebelah Utara Kepulauan Maluku hingga ke Perairan Sulawesi
Tengah Bagian Timur.
Pertemuan antar lempeng tersebut membentuk zona penunjaman atau zona subduksi
sebagai sumber gempabumi. Oleh karena zona subduksi berada di bawah laut maka
gempabumi pada zona subduksi berpotensi membangkitkan tsunami. Akibat dari interaksi
empat lempeng tersebut terbentuk deretan gunungapi aktif (127 gunungapi di Indonesia) dan
membentuk morfologi pegunungan serta lembah juga sesar di busur kepulauan. Sesar yang
terbentuk di busur kepulauan ini dapat menjadi sumber gempabumi. Apabila sesar aktif
tersebut terletak dekat dengan permukiman dan aktivitas penduduk maka dapat berpotensi
menyebabkan bencana.
Meskipun hingga saat ini belum ada ilmu dan teknologi untuk meramalkan waktu kejadian
dan parameter gempabumi, namun melalui katalog ini dapat diketahui wilayah rawan
gempabumi dan tsunami yang berpotensi menimbulkan bencana. Sifat dinamika geologi
menunjukkan bahwa jika suatu wilayah pernah terjadi gempabumi, maka kejadian
gempabumi serupa akan berulang kembali di daerah yang sama, namun sulit untuk
menentukan waktu dan besarnya parameter gempabumi tersebut. Artinya, gempabumi dapat
3
terjadi setiap saat di wilayah yang pernah terjadi gempabumi di masa lalu. Oleh karena itu,
pendapat atau berita yang menyebutkan akan terjadi gempabumi pada waktu tertentu di
suatu wilayah dengan besaran parameter kegempaan tertentu, berita tersebut tidak perlu
diperhatikan dan ditanggapi. Hal penting bagi masyarakat yang bermukim di wilayah rawan
gempabumi adalah selalu waspada, mengetahui tata cara mengantisipasi dan
menyelamatkan diri jika terjadi gempabumi serta membangun bangunan tahan terhadap
goncangan gempabumi.
Bagi wilayah yang pernah terjadi gempabumi yang diikuti oleh gelombang tsunami agar
pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir harus memperhatikan bentuk, morfologi
dan lingkungan pantai terhadap permukiman dan aktivitas penduduk sebagai bagian dalam
perlindungan masyarakat terhadap ancaman bencana tsunami.
Mudah – mudahan buku ini dapat berguna sebagai salah satu rujukan data dasar
gempabumi merusak dan tsunami di Indonesia bagi pihak – pihak yang membutuhkannya.
4
SAMBUTAN PENYUSUN
Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa maka buku berjudul “Katalog Gempabumi Merusak di
Indonesia Tahun 1612 – 2014” dapat disajikan kepada para pembaca. Buku ini merupakan
edisi kelima, melanjutkan dari edisi pertama (tahun 2005), edisi kedua (tahun 2006), edisi
ketiga (tahun 2006) dan edisi keempat (tahun 2008). Buku ini berisi kejadian gempabumi
merusak dan gempabumi yang mengakibatkan terjadinya tsunami di Indonesia sejak tahun
1612 - 2014. Data sumber gempabumi dan tsunami dihimpun dan dimutakhirkan dari
berbagai literatur dan hasil-hasil penyelidikan para ahli kebumian di lingkungan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.
Hingga tahun 1960-an, lokasi kejadian gempabumi belum dapat diketahui secara pasti tetapi
wilayah yang mengalami kerusakan dapat diketahui dari laporan - laporan yang dikumpulkan
dari dalam negeri dan luar negeri. Sejak tahun 1964, informasi lokasi dan parameter
gempabumi diketahui dengan pasti, sejalan dengan berkembangnya pamasangan jaringan
pemantauan gempabumi di dunia.
Penyusun menyadari buku katalog ini masih jauh dari lengkap dan sempurna. Oleh karena
itu masukan untuk perbaikan buku ini sangat kami harapkan dari para pembaca. Semoga
buku katalog ini dapat berguna bagi kita semua.
Supartoyo dkk.
5
DAFTAR ISI
Halaman
6
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan membentang mulai dari Sabang hingga Merauke
sepanjang lebih dari 5.000 km, lebar dari utara ke selatan lebih dari 1.700 km dan memiliki
luas sekitar 1,92 juta km2. Secara geografis Indonesia terletak diantara dua benua yaitu
Benua Asia dan Australia serta dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Pasifik. Secara
geotektonik, Indonesia merupakan tempat pertemuan empat lempeng aktif dunia, yaitu :
Lempeng Benua Eurasia yang bergerak sangat lambat ke arah tenggara dengan kecepatan
sekitar 0,4 cm/ tahun, Lempeng Samudera Indo – Australia yang bergerak ke arah utara
dengan kecepatan sekitar 7 cm/ tahun, Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak ke arah
barat dengan kecepatan sekitar 11 cm/ tahun dan Lempeng Laut Philiphina yang bergerak
ke arah barat laut dengan kecepatan sekitar 8 cm/ tahun (Minster dan Jordan, 1978 dalam
Yeats, 1997). Pertemuan keempat lempeng tersebut merupakan salah satu tempat unik di
dunia ini.
Dampak dari pertemuan lempeng tersebut mengakibatkan terbentuknya tataan dan pola
struktur geologi tertentu di wilayah Indonesia yang memberikan konsekuensi berupa dampak
positif dan negatif. Dampak positif berupa terbentuknya cekungan hidrokarbon/ minyak dan
gas bumi, potensi energi panas bumi, jalur mineralisasi berpotensi terbentuknya mineral
logam dan non logam serta bahan tambang lainnya, tanah yang subur akibat endapan
batuan rombakan gunungapi muda serta jejak – jejak kejadian geologi masa lampau yang
memberikan pemandangan indah sebagai tujuan wisata. Semua itu merupakan karunia
Tuhan Yang Maha Esa yang patut kita syukuri. Disamping memberikan dampak positif,
pertemuan keempat lempeng tersebut mengakibatkan dampak negatif yaitu rawan bencana
geologi, yaitu : gempabumi, tsunami, letusan gunungapi, gerakan tanah atau longsor, erosi,
sedimentasi serta dinamika geologi destruktif lainnya. Kejadian bencana gempabumi dan
tsunami, di beberapa wilayah di Indonesia, dicirikan dengan waktu kejadian sangat singkat
dan tanda-tanda kejadiannya yang sangat singkat pula. Kedua jenis bencana geologi ini
lama kejadiannya pada umumnya kurang dari 30 menit, akan tetapi telah mengakibatkan
dampak bencana yang luar biasa berupa korban jiwa, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan dan keresahan di masyarakat. Kejadian gempabumi dan tsunami dapat
7
menghancurkan hasil pembangunan yang telah dibangun, mengganggu stabilitas ekonomi
dan sosial, serta mengakibatkan lumpuhnya Pemerintahan tingkat Provinsi seperti yang
terjadi di Banda Aceh pada akhir tahun 2004 hingga pertengahan tahun 2005 dan di tingkat
Kabupaten seperti terjadi di Pulau Nias pada bulan Maret tahun 2005.
Sayangnya, hingga saat ini belum ditemukan ilmu dan teknologi yang tepat untuk
“meramalkan” kapan dan berapa besar kekuatan yang dapat diakibatkan oleh kejadian
gempabumi dan tsunami. Pendapat beberapa orang dan “oknum” yang meramalkan waktu
akan terjadinya gempabumi dan tsunami hanya isapan jempol belaka. Disamping tidak
terbukti, ramalan tersebut telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Contohnya adalah
ramalan seorang Professor dari Brazil yang meramalkan di sebelah barat Pulau Sumatera
pada tanggal 24 Desember 2007 akan terjadi gempabumi dengan kekuatan besar dan diikuti
oleh tsunami. Isu tersebut sangat meresahkan masyarakat dan menjelang tanggal 24
Desember 2007 kota Padang dan Bengkulu sempat lengang selama beberapa hari karena
masyarakatnya berbondong – bondong mengungsi ke tempat yang lebih tinggi dan keluar
kota Padang dan Bengkulu. Meskipun isu tersebut tidak terbukti, namun sebagian besar
masyarakat sempat ”percaya” terhadap isu tersebut. Mereka seakan – akan telah tersihir
oleh isu tersebut dan tidak mempercayai penjelasan ilmiah yang dikemukakan oleh Badan
Geologi maupun instansi pemerintah lainnya.
Oleh karena itu, upaya yang tepat untuk mengurangi dampak bencana gempabumi adalah
meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gempabumi yang
merupakan bagian dari upaya mitigasi gempabumi. Salah satu upaya mitigasi tersebut
adalah menghimpun catatan sejarah kejadian bencana gempabumi sebelumnya, atau
disebut juga kejadian gempabumi merusak (destructive earthquake). Buku ini menghimpun
data kejadian gempabumi merusak di Indonesia dari tahun 1612 hingga 2014. Dengan
mengetahui sejarah kejadian gempabumi merusak sebelumnya akan dapat meningkatkan
kesadaran dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gempabumi.
Maksud dari penyusunan buku ini adalah untuk menghimpun sejarah kejadian gempabumi
merusak yang pernah terjadi di wilayah Indonesia dari berbagai sumber. Tujuan dari
penyusunan buku ini adalah untuk memberikan gambaran sejarah kejadian gempabumi
8
merusak yang pernah terjadi di Indonesia, yang berguna untuk mengidentifikasi wilayah
rawan gempabumi dan mempelajari karakteristik gempabumi merusak di suatu daerah. Hal
ini sangat berguna dalam mendukung program mitigasi bencana gempabumi. Sesuai
dengan amanah Undang – Undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
dan Undang – Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka buku ini
diharapkan dapat menyediakan data dasar sejarah kejadian gempabumi merusak yang
pernah terjadi di Indonesia. Penyusunan buku ini adalah untuk melengkapi dan melanjutkan
data katalog gempabumi merusak yang telah disusun sebelumnya oleh Kertapati dkk. (1991)
dan dilanjutkan oleh Supartoyo, Putranto dan Surono (2005) untuk edisi pertama. Kemudian
Supartoyo, Putranto dan Surono (2006) melanjutkan untuk edisi kedua dan ketiga.
Selanjutnya Supartoyo dan Surono (2008) menyempurnakan untuk edisi keempat. Oleh
karena buku ini mendapat respon yang luar biasa dari pembaca, maka Kepala Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (KESDM) menugaskan kepada penulis untuk mencetak ulang dengan
menambah data kejadian gempabumi merusak hingga tahun 2014.
I.3 Metodologi
Metodologi penyusunan buku ini adalah dengan menghimpun data kejadian gempabumi
merusak yang terjadi di wilayah Indonesia, berasal dari buku, referensi, perpustakaan Pusat
Survei Geologi (PSG), perpustakaan Pusat Lingkungan Geologi (PLG), perpustakaan Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVG), hasil kegiatan penyelidikan gempabumi
yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (sekarang PSG)
hingga tahun 2000 dan PVG mulai tahun 2000 hingga sekarang, BMG, USGS, Pemerintah
Daerah (Provinsi/ Kabupaten/ Kota), internet, media elektronik, media masa, tulisan populer
(di surat kabar, buletin, jurnal, dll), materi seminar, kolokium, sosialisasi. Beberapa data yang
dipergunakan untuk menyusun buku ini antara lain dari Kertapati dkk. (1991), Visser (1922),
catatan dari Wichman (tanpa tahun), Soetarjo dkk. (1985), Newcomb dan McCann (1987),
Tjokrosapoetro (1994) dan data lainnya. Data tersebut kemudian dikelompokkan sesuai
dengan wilayah Provinsi di Indonesia dalam bentuk tabel. Sementara itu data koordinat
pusat gempabumi merusak diplot sesuai dengan wilayah kejadian.
9
BAB II
TEKTONIK DAN KEGEMPAAN DI INDONESIA
Kepulauan Indonesia merupakan salah satu kawasan unik di dunia ini karena tempat
bertemunya empat lempeng dunia, yaitu Lempeng Indo – Australia, Lempeng Eurasia,
Lempeng Laut Philiphina dan Lempeng Pasifik, sehingga menghasilkan pola dan tataan
geologi yang rumit, terutama di kawasan Indonesia bagian timur. Pertemuan 3 lempeng ini
merupakan hal unik di dunia ini yang dikenal dengan sebutan “triple junction”. Beberapa ahli
kebumian menyatakan bahwa selain tiga lempeng tersebut, sebenarnya terdapat tambahan
satu lempeng lagi yang saling berinteraksi di wilayah Kepaulauan Indonesia, yaitu Lempeng
Philiphina (Hall, 2002; Simandjuntak dan Barber 1996 dalam Simandjuntak 2004; Kertapati,
2006). Berdasarkan pengaruh interaksi antara empat lempeng tersebut, secara umum
wilayah Kepulauan Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu kawasan Indonesia barat dan
kawasan Indonesia timur. Tektonik Indonesia bagian barat sangat dipengaruhi oleh interaksi
antara Lempeng Indo – Australia dan daratan Sunda (Sunda land). Wilayah Indonesia
bagian barat sebagian besar didominasi oleh kerak kontinen daratan Sunda hasil dari
amalgamasi fragmen kontinen – fragmen kontinen yang lebih kecil pada Mesozoikum
(Metcalfe, 1996 dalam Prasetiadi, 2007). Sedangkan tektonik di wilayah Indonesia bagian
timur sangat dipengaruhi oleh interaksi Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan
Lempeng Philiphina yang menghasilkan tataan struktur geologi yang sangat kompleks.
Evolusi tektonik di wilayah Kepulauan Indonesia setidaknya telah dimulai pada akhir Jaman
Perm hingga Awal Trias sebagaimana telah dijelaskan oleh Simandjuntak (2004) dalam
bukunya yang berjudul Tektonika. Secara ringkas Simandjuntak (2004) menjelaskan evolusi
tersebut sebagai berikut. Pada akhir Jaman Perm hingga Awal Trias anak benua Siam,
Burma, Malaysia dan Sumatera terpisah dari benua besar Pangea dan pada Trias Tengah
bertumbukan dengan anak benua lainnya yaitu China selatan dan Indochina (termasuk
mintakat Bangka – Belitung) yang telah terpisah lebih dulu dari benua besar Pangea. Pada
akhir Trias gabungan anak benua Siam, Burma, Malaysia, Sumatera dan China selatan,
Indochina bergerak ke utara khatulistiwa dan bertumbukan dengan anak benua daratan
10
Cathaysia. Mekanisme ini bersamaan dengan dengan menunjamnya kerak samudera Meso
– Tetis di bawah pinggiran sebelah selatan gabungan anak benua Siam, Burma, Malaysia,
Sumatera dan China selatan, Indochina. Mekanisme tunjaman tersebut menghasilkan
terbentuknya jalur timah di wilayah Asia Tenggara, termasuk di wilayah Indonesia. Pada
waktu itu wilayah lain di Indonesia masih belum terbentuk.
Pada awal Jura penggalan dari benua Woyla bertumbukan dengan anak benua Siam,
Burma, Malaysia, Sumatera, kemudian bergabung dan menjadi cikal bakal anak benua Asia
Tenggara. Pada Kapur tengah hingga akhir anak benua Asia Tenggara mengalami
tumbukan tektonik ganda dengan Lempeng Samudera Pasifik dan Kerak samudera Ceno
Tetis (yang merupakan cikal bakal Lempeng Indo – Australia). Selanjutnya pada akhir Kapur
jalur orogenesa kedua tunjaman tektonik tersebut membentuk anak benua daratan Sunda
(Sunda land). Sementara itu di selatan Khatulistiwa Benua Australia mulai memisah yang
menghasilkan benua-benua mikro dan pada Jaman Neogen akan berpindah ke arah barat –
barat laut menuju wilayah Laut Banda terbawa oleh Sesar Sorong yang bergerak
transtensional mengiri. Disamping itu pada wilayah ini terjadi tumbukan antara Kerak
Samudera Ceno Tetis dengan Lempeng Samudera Pasifik dan membentuk rangkaian busur
kepulauan (island arc) yang kini menjadi Laut Carolina dan Laut Philiphina.
Pada awal Tersier terjadi perpindahan lajur penunjaman di wilayah Indonesia bagian barat
semakin ke arah laut antara Lempeng Samudera Indo – Australia dan daratan Sunda. Pada
wilayah Indonesia timur Benua Australia bertumbukan dengan busur kepulauan Paleosen
Laut Carolina dan Laut Philiphina. Tumbukan ini mengakibatkan sebagian busur kepulauan
tersebut tersesarkan dan terakrasi di wilayah utara Papua New Guinea. Pada Jaman
Neogen terjadi orogenesa di seluruh wilayah Indonesia akibat interaksi empat lempeng
tektonik yang menghasilkan tujuh jalur orogenesa (orogenic belts) yaitu orogenesa Barisan,
Sunda, Talaud, Sulawesi, Banda, Melanesia dan Dayak (Simandjuntak 2004). Mekanisme
tektonik lajur penunjaman ini masih aktif atau teraktifkan kembali hingga sekarang, salah
satunya dicirikan tingginya frekuensi kegempaan di wilayah Indonesia. Gambar 1
menampilkan tataan tektonik dan struktur geologi yang terbentuk pada kondisi sekarang.
11
Gambar 1. Tataan tektonik di Kepulauan Indonesia (Hall, 2002).
Gempabumi merupakan goncangan pada permukaan bumi yang dihasilkan dari gelombang
seismik akibat pelepasan energi secara tiba-tiba dari dalam bumi (Hunt, 1984). Dinamika
bumi memungkinkan terjadinya gempabumi. Setiap hari tidak kurang dari 8.000 kejadian
gempabumi di dunia, dengan skala kecil kurang dari 2 pada Skala Richter, sampai skala
besar dengan kekuatan mencapai 9 pada Skala Richter yang secara statistik hanya terjadi
satu kali dalam 20 tahun di dunia. Kurang lebih 10% kejadian gempabumi dunia terjadi di
Indonesia, sehingga Indonesia termasuk wilayah rawan gempabumi. Berdasarkan penyebab
yang dapat mengakibatkan terjadinya gempabumi, maka gempabumi dapat diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu gempabumi vulkanik, tektonik dan akibat proses lain.
a. Gempabumi Vulkanik
Gempabumi vulkanik disebabkan oleh naiknya fluida gunungapi (gas, uap dan magma) dari
bawah menuju ke permukaan (kawah) mengakibatkan retakan yang menimbulkan getaran di
12
sekitar rekahan dan merambat ke segala arah. Gempabumi ini bersumber dalam tubuh
gunungapi aktif pada umumnya berkekuatan kecil (maksimum 2 Skala Richter), tidak terasa
dan hanya tercatat oleh peralatan seismograf.
b. Gempabumi Tektonik
Gempabumi ini disebabkan aktifitas tektonik pada zona batas antar lempeng dan patahan
yang mengakibatkan getaran yang menyebar ke segala arah. Kekuatan gempabumi tektonik
dapat mencapai 9 pada Skala Richter seperti yang pernah terjadi di Aceh pada tanggal 26
Desember 2004. Pada buku ini istilah gempabumi tektonik selanjutnya akan disebut
gempabumi.
Selain akibat aktivitas naiknya fluida gunungapi dan aktivitas tektonik, kejadian gempabumi
dapat diakibatkan oleh beberapa proses antara lain runtuhan batuan di daerah kapur,
runtuhnya terowongan tambang dan longsoran bawah tanah. Kejadian gempabumi dapat
juga diakibatkan oleh injeksi fluida, pengisian waduk dan percobaan nuklir (Hunt, 1984 dan
Keller dan Pinter, 1996). Kejadian-kejadian tersebut dapat menimbulkan getaran tanah dan
kekuatan gempabumi ini tergantung dari volume dan jenis material runtuhan apabila
disebabkan oleh longsoran.
Salah satu teori yang hingga kini dapat diterima oleh para ahli kebumian untuk menjelaskan
mekanisme dan sebaran kejadian gempabumi adalah teori tektonik lempeng (theory of plate
tectonic). Gempabumi akan terjadi apabila terjadi penumpukan energi pada batas lempeng
(bersifat konvergen/ bertumbukan, divergen/ saling menjauh dan transform/ berpapasan)
atau pada sesar/ patahan dan blok batuan tersebut tidak mampu lagi menahan batas
elastisitasnya, sehingga akan dilepaskan sejumlah energi dalam bentuk rangkaian
gelombang seismik yang dikenal sebagai gempabumi. Sebaran kegempaan di Indonesia
terdapat pada batas pertemuan lempeng dan berkaitan dengan aktivitas sesar aktif pada
kerak bumi (Gambar 2). Adapun jenis sesar/ patahan aktif penyebab gempabumi dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu sesar naik (thrust/ reverse fault), sesar turun (normal fault) dan
sesar mendatar (strike slip fault).
13
Gambar 2. Kegempaan wilayah Indonesia (Irsyam dkk., 2010).
Zone penunjaman dan patahan-patahan berdasarkan data geologi, geofisika, geodesi dan
kegempaan dikenal sebagai zona sumber gempabumi (seismic source zone) (Algermisen
dkk 1982, Crouse 1992, Adam dan Basham 1994 dalam Kertapati 2006). Berdasarkan data
geologi, geofisika, sejarah kegempaan dan geodesi, maka di wilayah Indonesia dapat dibagi
menjadi tiga zona sumber gempabumi (Kertapati, Firmansyah & Irsyam 1999 dalam
Kertapati 2006), yaitu :
Zona penunjaman/ subduksi.
Zona patahan kerak bumi dangkal (shallow crustal fault zone).
Zona menyebar (diffuse).
14
Zona patahan kerak bumi dangkal merupakan tempat terjadinya gempabumi di dalam kerak
bumi dangkal dan berkaitan dengan aktivitas sesar/ patahan yang dikenal sebagai sesar aktif
(active fault). Beberapa pendapat dari para ahli tentang batasan waktu sesar aktif berbeda-
beda. Menurut Keller dan Pinter (1996) sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada
kurun waktu 10.000 tahun yang lalu. Sesar berpotensi aktif (potential active) adalah sesar
yang pernah bergerak pada kurun waktu 2 juta tahun yang lalu. Sedangkan sesar tidak aktif
(inactive fault) adalah sesar yang belum/ tidak pernah dalam kurun waktu 2 juta tahun yang
lalu. Menurut komisi pengaturan Nuklir USA (USA Nuclear Regulatory Commision, dalam
Hunt, 1984 dan Keller dan Pinter, 1996) sesar aktif adalah suatu sesar yang minimal pernah
bergerak dalam kurun waktu 50.000 tahun yang lalu atau pernah bergerak lebih dari sekali
selama kurun waktu 500.000 tahun yang lalu. Kriteria ini dibuat dengan tujuan untuk faktor
keselamatan yang lebih besar. Hal ini merefleksikan tingkat kepedulian resiko pembangkit
tenaga nuklir. Menurut Yeats, dkk (1997) banyak masalah sehubungan dengan definisi sesar
aktif yang berbeda dari beberapa lembaga di USA. Perbedaan tersebut menyangkut batasan
waktu. Beberapa batasan waktu dari lembaga – lembaga tersebut menyangkut definisi sesar
aktif adalah : pernah bergerak 10.000 tahun yang lalu, pernah bergerak 35.000 tahun yang
lalu, pernah bergerak 150.000 tahun yang lalu, pernah bergerak 2 kali selama kurun waktu
500.000 tahun yang lalu. Menurut Huzita dkk., 1992 sesar aktif adalah sesar yang bergerak
pada jaman Kuarter dan berpotensi untuk bergerak kembali pada masa yang akan datang.
Sesar aktif dicirikan apabila sesar tersebut memotong permukaan geomorfologi berumur
Kuarter, memotong perlapisan Kuarter, sesar pada daerah gunungapi yang bergerak pada
periode pendek (selama masa letusan gunungapi) dan sesar normal yang diamati pada
pegunungan tinggi seperti Pegunungan Alp di Jepang akibat pengaruh gaya gravitasi.
Dari beberapa pendapat di atas, meskipun beberapa tentang batasan waktu sesar aktif,
namun terdapat persamaan waktu tentang sesar aktif yaitu yang pernah bergerak pada
Jaman Kuarter dan kemudian teraktifkan kembali pada saat ini. Beberapa sesar aktif pada
kerak bumi dangkal yang merupakan sumber gempabumi antara lain : Sesar Sumatera di
Pulau Sumatera, Cimandiri, Baribis, Bumi Ayu, Lasem (di Pulau Jawa), Walanea, Palu –
Koro, Poso, Batui (di Pulau Sulawesi), Tarera – Aiduna, Sorong, Ransiki, Membrano (di
Pulau Papua), Sesar naik busur belakang Flores (di Nusa Tenggara) (Kertapati, 2006).
Selain sesar aktif yang disebut di atas di Pulau Jawa terdapat sesar aktif lain, yaitu sesar
Opak (Natawidjaja, 2007), Sesar Walat yang membentang dari kota Cibadak hingga selatan
15
Sukabumi. Sesar aktif di Pulau Sumatera dikenal dengan sebutan Sesar Besar Sumatera
(Katili, 1980) atau Sesar Sumatera (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Di Pulau Sulawesi dikenal
Sesar Palu Koro berarah barat laut-tenggara. Menurut Bellier dkk. (2001) Sesar Palu Koro
terbagi menjadi 7 segmen dan panjang keseluruhan sekitar 218 km. Di Pulau Papua
membentang sesar mendatar berarah barat timur mulai dari Kepala Burung Provinsi Papua
Barat, Kepulauan Maluku hingga lengan timur Sulawesi yang dikenal dengan sebutan Sesar
Sorong. Kejadian gempabumi merusak di Kepulauan Maluku tahun 1998 dengan magnituda
8,3 Mw berkaitan dengan aktivitas Sesar Sorong. Zona menyebar (diffuse) merupakan zona
sumber gempabumi yang diasumsikan sebagai daerah yang mempeunyai potensi
kegempaan (Kertapati, 2006). Beberapa kejadian yang berhubungan dengan aktivitas
tektonik di busur belakang, cekungan busur belakang, fragmen kontinen/ benua seperti di
daerah Banggai Sula serta cekungan seperti di cekungan Banda.
Gambar 3. Zona sumber gempabumi di Indonesia (Kertapati dan Mawardi, 2000 dalam
Kertapati, 2006).
16
BAB III
GEMPABUMI MERUSAK DI INDONESIA
Wilayah Negara Republik Indonesia merupakan wilayah rawan bencana geologi, khususnya
bencana gempabumi dan tsunami, karena merupakan tempat pertemuan empat lempeng, yaitu
: Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Samudera Indo – Australia, Lempeng Samudera Pasifik
dan Lempeng Laut Philiphina. Zona pertemuan antar lempeng tersebut membentuk palung
(trench) yang disebut zona subduksi dan merupakan zona sumber gempabumi di laut. Akibat
tumbukan antar lempeng tersebut, terbentuk sesar aktif baik yang terdapat di darat maupun di
laut. Pada lempeng benua diantara zona subduksi dan rangkaian Busur Vulkanik terbentuk zona
prismatik akresi dimana banyak terdapat sistem sesar aktif, pada umumnya merupakan sesar
naik dan banyak dijumpai sebaran pusat gempabumi. Sesar aktif tersebut baik yang terdapat di
darat maupun di laut juga merupakan zona sumber gempabumi. Oleh karena itu wilayah yang
berdekatan dengan sumber gempabumi dapat digolongkan sebagai wilayah rawan bencana
gempabumi. Gambar berikut ini menampilkan peta sebaran sesar aktif dan pusat gempabumi
merusak, peta wilayah rawan bencana gempabumi dan peta wilayah rawan tsunami di
Indonesia.
Gambar 4. Peta sebaran sesar aktif dan pusat gempabumi merusak di Indonesia
(Supartoyo dan Surono, 2008).
11
Gambar 5. Peta wilayah rawan gempabumi di Indonesia (Supartoyo dan Surono, 2008).
12
Berdasarkan data dari berbagai sumber, antara lain : BMKG, USGS, Pemerintah Daerah, media
elektronik, media massa dan lain – lain yang dihimpun oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVG) mulai dari tahun 2000 hingga 2014 tercatat kejadian gempabumi
merusak berkisar antara 4 hingga 12 kejadian (tabel 1). Kejadian gempabumi merusak tersebut
telah mengakibatkan bencana meliputi korban jiwa, kerusakan bangunan, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan maupun kecemasan di masyarakat akibat beredarnya isu – isu seputar
gempabumi dan tsunami.
Kegiatan tektonik di kawasan Pulau Sumatera dan sekitarnya tergolong aktif sejak Paleozoikum
– Mesozoikum – Tersier hingga sekarang ini yang diikuti oleh pembentukan jalur orogenesa di
wilayah ini. Pulau Sumatera merupakan salah satu kawasan yang terletak pada pinggiran
lempeng aktif (active plate margin), yang dicerminkan oleh tingkat kegempaan tinggi dan
aktivitas vulkanisme di wilayah ini. Pulau Sumatera merupakan bagian dari Lempeng Eurasia
yang bergerak sangat lambat relatif ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm/ tahun,
berinteraksi dengan Lempeng Hindia – Australia yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatera
yang bergerak relatif ke arah utara dengan kecepatan sekitar 7 cm/ tahun (Minster dan Jordan,
1978 dalam Yeats, 1997). Zona pertemuan antara kedua lempeng tersebut membentuk palung
dengan kedalaman berkisar 4.500 meter hingga 7.000 meter, yang dikenal dengan nama zona
tumbukan atau zona subduksi. Penunjaman di Pulau Sumatera bersifat oblique, membentuk
13
sudut sekitar 50o - 65o (Simanjuntak dan Barber, 1996). Zona subduksi merupakan sumber
gempabumi di laut yang berpotensi membangkitkan tsunami apabila gempabumi tersebut
magnitudonya besar (umumnya lebih dari 6,5 Skala Richter), kedalaman dangkal (umumnya
kurang dari 40 km), mekanismenya patahan naik atau turun serta terjadi perubahan morfologi
secara vertikal (dislokasi) di bawah laut.
Akibat benturan tersebut terbentuk sejumlah sesar di Pulau Sumatera baik yang terdapat pada
zona prismatik akresi yang terletak diantara zona subduksi dan pantai Pulau Sumatera maupun
di daratan Pulau Sumatera. Sesar utama di Pulau Sumatera adalah Sesar Sumatera dan Sesar
Mentawai. Sesar Sumatera memanjang sepanjang Pulau Sumatera mulai dari Aceh hingga teluk
Semangko Provinsi Lampung. Katili (1980) menyebut sesar ini Sesar Besar Sumatera (The
Great Sumatera Fault), sedangkan Sieh dan Natawidjaja (2000) menyebutnya sebagai Sesar
Sumatera. Sesar Sumatera tersebut dapat dibagi menjadi 19 segmen (Sieh dan Natawidjaja,
2000), yaitu segmen Seulimeum, Aceh, Batee, Tripa, Renun, Toru, Angkola, Barumun, Sumpur,
Sianok, Sumani, Suliti, Siulak, Dikit, Ketahun, Musi, Manna, Komering dan Semangko (Sieh dan
Natawidjaja, 2000). Sementara itu Tjia (1977) membagi menjadi 18 segmen, yaitu segmen
Semangko, Mekakau, Musi Keruh, Ketahun-Seblat-Dikit-Siulak, Batang Saliti (Batang Hari),
Solok Singkarak, Sianok Masang, Sumpur, Asik, Ulu Aer, Batang Toru, Lae Renum, Wae
Nigumpang, Krueng Aceh, Batang Gadis, Batang Angkola Selatan, Batang Angkola Utara dan
Padang Ratu. Sesar Mentawai terletak di laut yaitu diantara cekungan muka dan zona prismatik
akresi di sebelah barat Pulau Sumatera (De Corte, 1974 dan Harding, 1983 dalam Lumbanbatu,
2005). Sesar Mentawai diusulkan oleh Diament dkk. (1992 dalam Sieh dan Natawidjaja, 2000).
Beberapa tulisan telah menjelaskan kejadian gempabumi merusak di Pulau Sumatera Visser
(1922), catatan dari Wichman (tanpa tahun), Newcomb dan McCann (1987). Sebanyak dua
kejadian gempabumi dengan magnitudo di atas 8 terjadi di sebelah barat Pulau Sumatera pada
tahun 1833 dengan magnitudo 8,8 Mw dan 1861 dengan magnitudo 8,4 Mw Newcomb dan
McCann (1987). Kedua kejadian gempabumi tersebut menimbulkan terjadinya tsunami.
14
Gambar 7. Segmentasi Sesar Sumatera dan hubungannya dengan gunungapi aktif, graben dan
danau (Sieh dan Natawidjaja, 2000).
15
Gambar 8. Sebaran Sesar Sumatera terbagi menjadi 18 segmen
(Tjia, 1977 dalam Lumbanbatu, 2005).
Sesar Sumatera tergolong sebagai sesar aktif, dibuktikan sering terjadinya gempabumi
bersumber di darat akibat pergerakannya. Gempabumi yang bersumber di darat akibat
pergerakan sesar aktif, meskipun magnitudonya tidak besar, namun berpotensi terjadinya
bencana, karena sumbernya dangkal dan dekat dengan pemukiman dan aktivitas penduduk.
Disamping itu terdapat juga sesar aktif lainnya dalam segmentasi lebih kecil yang pernah
16
mengakibatkan terjadinya gempabumi. Tabel berikut ini menyajikan wilayah rawan gempabumi
dan tsunami di Pulau Sumatera.
17
3. Provinsi Jambi
5. Provinsi Bengkulu
7. Provinsi Lampung
18
2. Kabupaten Tanggamus *)
3. Kabupaten Lampung Selatan *)
4. Kota Bandar Lampung *)
*) Kabupaten/ Kota rawan gempabumi dan tsunami.
Gambar berikut ini menampilkan sebaran pusat gempabumi merusak Pulau Sumatera yang
diplot dari Katalog gempabumi merusak Pulau Sumatera. Tidak semua pusat gempabumi di plot.
Meskipun magnitudonya kecil, tetapi apabila gempabumi tersebut mengakibatkan bencana
(menimbulkan korban jiwa dan kerusakan bangunan) digolongkan sebagai gempabumi merusak
dan pusat gempabuminya diplot pada peta.
Tabel berikutnya menampilkan parameter kejadian gempabumi merusak yang pernah terjadi di
Pulau Sumatera yang dihimpun dari literatur yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri serta
hasil-hasil penyelidikan para ahli di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
hingga tahun 2014. Parameter gempabumi merusak yang ditampilkan meliputi : nama
gempabumi (diambil nama lokasi yang mengalami bencana), tanggal kejadian, koordinat pusat
gempabumi, kedalaman, magnitudo, skala MMI dan keterangan kerusakan. Selanjutnya
ditampilkan foto – foto kerusakan yang terjadi akibat kejadian gempabumi di Pulau Sumatera
yang dikumpulkan dari berbagai literatur yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri. Sebagian
foto – foto ini merupakan hasil-hasil penyelidikan para ahli di lingkungan Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral.
19
Gambar 9. Pusat gempabumi merusak di Pulau Sumatera.
20
Tabel 3. Katalog gempabumi merusak Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
2. Banda Aceh 23/8/1936 6,1º LU- 33 7,3 Ms VII-VIII 9 org meninggal, 20 org
94,8ºBT luka parah. Kerusakan
sejumlah bangunan di
Banda Aceh, Lhok
Sukon dan Lhok
Seumawe.
21
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
22
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
23
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
24
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
o
18. Simeulue 11/04/2012 2,40 LU – 10 8,5 SR V Retakan dinding kantor
o
(Tsunami) 92,99 BT kepala Desa
Karyabakti, Kec.
Salang. Longsor di
Desa Ujung Tinggi,
Luan Balu, Kuala Balu.
Tsunami di desa Lhok
Sito, Kec. Alafan, tinggi
run up ± 60 cm.
25
Tabel 4. Katalog gempabumi merusak Provinsi Sumatera Utara
10. Pulau Batu 28/12/1935 0,3ºLS– - 8,1 Ms VII-VIII Pulau Bola dan Sigata
97,9ºBT terguncang hebat.
Beberapa rumah roboh di
Sibolga. Di Padang
terjadi retakan dinding
rumah penduduk.
26
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
17. Sarulla 27/8/1984 1,5ºLU– 33 6,4 VIII 123 orang luka-luka, 350
98,94ºBT rumah dan 65 kantor
rusak. Beberapa sekolah
roboh di Sarulla.
Kerusakan bangunan di
Sarulla, Silangkitang,
Perdamaian. Peningkatan
fumarola di Sarulla.
Longsoran tanah di
Tarutung.
27
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
19. Nias 28/03/2005 2,07ºLU– 30 8,7 Mw VIII Bencana di Pulau Nias &
(Tsunami) 97,01ºBT Simeuleu. Kerusakan
melanda daerah Singkil,
Meulaboh & Sibolga.
Lebih dari 1.000 org
meninggal & lebih dari
2.391 org luka-luka di
Pulau Nias, 18 org
meninggal di Pulau
Simeuleu. Terjadi retakan
tanah, likuifaksi & sekitar
65% bangunan roboh di
Gunung Sitoli. Terjadi
tsunami di pantai
Lagundri, Sirombu &
Lahewa runup ± 170 cm.
28
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
22. Tapanuli Utara 19/05/2008 1,68ºLU- 10 6,1 SR V-VI 3 orang luka-luka, 279
21:26:47 99,19º bangunan rusak,
WIB BT longsoran di Sipirok.
Bencana terparah di desa
Sipetang & Simajambu,
Kec. Simangumban, Kab.
Tapanuli Utara.
29
Tabel 5. Katalog gempabumi merusak Provinsi Jambi
30
Tabel 6. Katalog gempabumi merusak Provinsi Sumatera Barat.
31
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
13. Tanah Datar 16/2/2004 0,55ºLS– 33 5,6 Mw V-VI 6 org meninggal, 10 org
21:44:36 100,3ºBT luka-luka, 70 rumah
WIB rusak, listrik mati sekitar
30 menit di Kab. Tanah
Datar. Kerusakan di desa
Pitalak, Gunung Rajo,
Nagari Pitala,
Paninggahan, Kec.
Batipuh, Kab. Tanah
Datar. Terjadi longsoran
di Gunung Rajo dan
Paninjauan. Terjadi
retakan jalan antara
Gunung Rajo - Padang.
32
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
15. Pesisir Selatan 9/4/2004 1,55ºLS– 42,6 5,5 Mw IV-V Beberapa rumah pendu-
8:55:48 100,5ºBT duk retak dinding di
WIB perbatasan Kota Padang
& Kab. Pesisir Selatan.
17. Solok 7/3/2007 0,536ºLS– 30 6,3 Mw VII 72 org meninggal & 803
12:49:29 100,498º org luka-luka di Sumbar,
WIB BT sebagian besar di Solok.
Ratusan bangunan roboh
& ribuan bangunan rusak.
Terjadi retakan tanah,
likuifaksi dan longsoran.
33
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
18. Pesisir Selatan 13/9/2007 2,525ºLS– 10 7,9 Mw VII 10 org meninggal, 30 org
06:49:01 100,964º luka berat, 24 org luka
WIB BT ringan, 26.369 bangunan
(fasilitas umum, rumah
ibadah, kantor pemerin-
tah, sekolah, ruko dan
rumah penduduk) rusak
di Kab. Pesisir Selatan.
Terjadi likuifaksi, longso-
ran dan retakan tanah.
o
19. Mentawai 16/08/2009 1.64 LS - 33 6,9 SR V 1 rumah rusak di
o
99.12 BT Pecinan, Kota Padang
34
Tabel 7. Katalog gempabumi merusak Provinsi Bengkulu.
35
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
36
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
37
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
38
Tabel 8. Katalog gempabumi merusak Provinsi Sumatera Selatan.
39
Tabel 9. Katalog gempabumi merusak Provinsi Lampung.
40
Gambar 10. Kapal tongkang terdampar di depan Hotel Medan daerah Penayung kota Banda
Aceh, akibat tsunami tanggal 26-12-2004 (Supartoyo dkk., 2005).
Gambar 11. Kolom struktur utama gedung Takaful di kota Banda Aceh, patah akibat gempabumi
tanggal 26-12-2004 dengan magnitudo 9 Mw (Supartoyo dkk., 2005).
41
Gambar 12. Retakan dinding SMA Fajar Harapan di Banda Aceh, akibat gempabumi tanggal
5-10-2005 dengan magnitudo 5,7 Mw (Supartoyo dkk., 2005).
Gambar 13. Retakan tanah sepanjang 200 m di desa Neubok Badeuh, Kabupaten Pidie, akibat
gempabumi tanggal 5-10-2005 dengan magnitudo 5,6 SR (Indra, B. dkk., 2013).
42
Gambar 14. Longsoran yang terjadi di daerah Ketol, Aceh Tengah akibat kejadian gempabumi
tanggal 2-7-2013 dengan magnitudo 6,1 Mw (Supartoyo dkk., 2013).
Gambar 15. Kerusakan dermaga Lahewa Pulau Nias akibat gempabumi tanggal 28-3-2005
dengan magnitudo 8,7 Mw (Putranto E.T. dkk., 2005).
43
Gambar 16. Likuifaksi di Pulau Nias akibat gempabumi tanggal 28-3-2005
(Putranto E.T. dkk., 2005).
Gambar 17. Kerusakan bangunan di Desa Lumpo, Painan, Provinsi Sumatera Barat, akibat
gempabumi tgl 10-4-2005, magnitudo 6,8 Mw (Putranto E.T. dkk., 2005).
44
Gambar 18. Kerusakan pemukiman penduduk di desa Hyang, Kabupaten Kerinci akibat
gempabumi tanggal 7 Oktober 1995, magnitudo 7 SR, (Koleksi Armien Paimin).
Gambar 19. Longsoran di desa Daspetah, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu akibat
gempabumi tanggal 15 Desember 1979, magnitudo 6,2 SR (Koleksi Armien Paimin).
45
Gambar 20. Kerusakan bangunan di daerah Tanah Patah, Kota Bengkulu akibat gempabumi
tanggal 4 Juni 2000, magnitudo 7,9 Ms (Artono dkk., 2000).
Gambar 21. Retakan jalan di Komplek Dolog, Kota Bengkulu akibat gempabumi tanggal
4 Juni 2000 (Supartoyo dkk., 2000).
46
Gambar 22. Rumah penduduk roboh di Desa Lubuk Gedang, Kab. Muko-Muko, akibat
gempabumi tanggal 12 September 2007 dengan magnitudo 8,4 Mw
(Supartoyo, 2007).
Gambar 23. Jejak landaan tsunami setinggi ± 60 cm di pantai Pasar Bawah Manna, Kab.
Bengkulu Selatan akibat gempabumi tanggal 12 September 2007 dengan magnitudo 8,4 Mw
(Supartoyo, 2007).
47
Gambar 24. Gerakan tanah dipicu oleh gempabumi tanggal 30 September 2009 di daerah Bukit
Tigo, Sumatera Barat (Irawan, 2009).
Gambar 25. Longsoran yang menimpa rumah penduduk mengakibatkan 4 orang penghuninya
meninggal, akibat gempabumi tanggal 18-12-2006 di Kecamatan Muara Sipongi, Kabupaten
Mandailing Natal, Sumatera Utara (Djadja dkk., 2006).
48
III.2 Gempabumi Merusak Di Pulau Jawa
Pulau Jawa merupakan bagian dari Lempeng Eurasia yang relatif bergerak lambat ke arah
tenggara berinteraksi dengan Lempeng Hindia – Australia yang terletak di sebelah selatan Pulau
Jawa. Pulau Jawa juga merupakan salah satu kawasan yang terletak pada pinggiran lempeng
aktif, sehingga sering terjadi kegiatan tektonik yang dicirikan kejadian gempabumi. Kegiatan
tektonik di wilayah ini tidak terlepas dengan Orogenesa Sunda (Simanjuntak, 2004). Orogenesa
ini mengakibatkan terbentuknya cekungan (cekungan muka, antar busur dan belakang),
pegunungan lipatan, pensesaran dan aktivitas vulkanik yang mengakibatkan terbentuknya
gunungapi aktif di Pulau Jawa. Orogenesa ini juga mengakibatkan terangkatnya batuan pada
zona melange yang terdapat pada pada lajur penunjaman dan tersingkap di beberapa tempat di
Pulau Jawa, yaitu : Ciletuh (Jawa Barat), Karang Sambung dan Bayat (keduanya terdapat di
Jawa Tengah).
Zona pertemuan antara kedua lempeng terletak di sebelah selatan Pulau Jawa, membentuk
palung yang mempunyai kedalaman berkisar 4.500 – 7.000 meter, yang dikenal dengan nama
zona tumbukan atau zona subduksi. Zona subduksi merupakan sumber gempabumi di laut yang
berpotensi membangkitkan tsunami apabila gempabumi tersebut magnitudonya besar
(umumnya lebih dari 6,5 Skala Richter), kedalaman dangkal (umumnya kurang dari 40 km),
mekanismenya patahan naik atau turun serta terjadi perubahan morfologi secara vertikal
(dislokasi) di bawah laut. Contohnya kejadian tsunami Banyuwangi tahun 1994 dan tsunami
tanggal 17-7-2006 yang melanda kawasan pantai selatan Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Yogyakarta.
Sumber gempabumi di Pulau Jawa disamping berasal dari zona subduksi juga sesar aktif yang
terletak di darat. Menurut Newcomb dan McCann (1987) Pulau Jawa pernah terjadi gempabumi
dengan magnitudo lebih dari 7 dengan pusat gempabumi terletak di Samudera Hindia dan
berasosiasi dengan zona subduksi yaitu tahun 1903 dengan magnitudo 7,9, tahun 1921 dengan
magnitudo 7,5, dan tahun 1937 dengan magnitudo 7,2. Kejadian tsunami di pantai selatan Jawa
dikemukakan oleh Budiono dkk. (2003) terjadi pada tahun 1818, 1840, 1859, 1904, 1921, 1925,
1957, dan 1994.
Dampak tumbukan antar lempeng mengakibatkan terbentuknya sesar - sesar di Pulau Jawa,
umumnya berarah barat – timur, barat laut – tenggara dan utara – selatan. Pulunggono dan
49
Martodjojo (1994) membagi menjadi tiga arah kelurusan struktur yang dominan di Pulau Jawa,
yaitu Pola Meratus berarah timur laut – barat daya, Pola Sunda berarah utara – selatan dan Pola
Jawa berarah barat – timur.
Gambar 26. Pola struktur Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994).
Sesar yang berasosiasi dengan sumber gempabumi merupakan sesar aktif. Gempabumi yang
bersumber di darat akibat pergerakan sesar aktif, meskipun magnitudonya tidak terlalu besar,
namun berpotensi terjadinya bencana, karena sumbernya dangkal dan dekat dengan
pemukiman dan aktivitas penduduk. Karakteristik gempabumi yang terjadi di Provinsi Jawa
Barat yang menimbulkan bencana umumnya akibat pergerakan sesar aktif dengan magnitudo
tidak besar, namun kedalamannya dangkal. Hingga saat ini para ahli telah mengidentifikasi
beberapa sesar aktif yang terdapat di Pulau Jawa, antara lain : Sesar Baribis, Sesar Cimandiri,
Sesar Lembang, sistem sesar aktif di wilayah Banten, Garut, Kuningan, Kabupaten Bandung,
Bantar Kawung, Lasem, Malang, selatan kota Semarang, Sesar Opak, dan lain – lain.
Disamping itu terdapat beberapa sesar aktif lainnya yang pernah mengakibatkan terjadinya
gempabumi yang belum teridentifikasi oleh para ahli, antara lain sesar aktif di Kabupaten
Bandung, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Garut, Kabupaten Temanggung, dan lain – lain.
Tabel berikut ini menyajikan wilayah rawan gempabumi dan tsunami di Pulau Jawa.
50
Tabel 10. Wilayah rawan gempabumi dan tsunami di Pulau Jawa.
1. Provinsi Banten
51
4. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Gambar berikut ini menampilkan sebaran pusat gempabumi merusak Pulau Jawa yang diplot
dari Katalog gempabumi merusak Pulau Jawa. Tidak semua pusat gempabumi yang terjadi di
plot. Kejadian gempabumi dengan magnitudonya kecil, tetapi apabila menimbulkan korban jiwa
dan kerusakan bangunan digolongkan sebagai gempabumi merusak dan pusat gempabuminya
diplot pada peta. Dari peta tersebut terlihat bahwa wilayah Jawa Barat sebagian besar pusat
gempabumi merusak bersumber di darat akibat sesar aktif.
Tabel berikutnya menampilkan parameter kejadian gempabumi merusak yang pernah terjadi di
Pulau Jawa, dihimpun dari literatur yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri serta hasil-hasil
penyelidikan para ahli di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hingga tahun
2014. Parameter gempabumi merusak yang ditampilkan meliputi : nama gempabumi (diambil
nama lokasi yang mengalami bencana), tanggal kejadian, koordinat pusat gempabumi,
kedalaman, magnitudo, skala MMI serta keterangan korban dan kerusakan bangunan.
52
Selanjutnya ditampilkan foto – foto kerusakan yang terjadi akibat kejadian gempabumi di Pulau
Jawa yang dikumpulkan dari berbagai literatur yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri.
Sebagian foto – foto ini merupakan hasil-hasil penyelidikan para ahli di lingkungan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.
53
Tabel 11. Katalog gempabumi merusak Provinsi Banten.
54
Tabel 12. Katalog gempabumi merusak Provinsi Jawa Barat.
55
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
56
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
27. Kuningan 21/3/2003 6,52ºLS- kurang 4,8 SR IV-V Kerusakan bangunan di Desa
18:38:09,4 108º 29’ dari 10 Cilimus, Caracas, Sampora,
WIB 23” BT Kaliaren dan Cibeureum Kec.
Cilimus, serta di Desa
Pangembangan, Trijaya &
Randobawagirang di Kec.
Mandirancan, berupa retakan
dinding pada bangunan tua.
Satu bangunan tua ambruk di
Caracas.
57
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
o
28. Lembang – 11/7/2003 6,76 LS – 10 4,2 SR III-IV Kerusakan sebuah bangunan
o
Bandung 07:19’: 107,62 BT tua di Desa Cihideung,
23,24” Lembang. Getaran terasa di
WIB daerah Bandung terutama di
timur laut kota Bandung, yaitu
di Cigadung, Bojong Koneng
serta di sekitar jalan Surapati,
jalan Suci hingga Cicaheum.
58
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
34. Pantura Jawa 9/8/2007 6,17 LS – 286 7,1 SR V 1 org meninggal di Kec.
Barat 00:04:58 107,66 BT Bogor Utara, Bogor.
WIB Indramayu : 3 steam turbin
generator di kilang UP VI
Pertamina Balongan,berhenti.
Tasikmalaya : 10 rumah
rusak di Bojonggambir & SD
Giri Atikan dindingnya roboh.
Ciamis : 2 rumah rusak di
Kec. Purwadadi.
Sukabumi : 4 rumah & 1
masjid rusak ringan di Kec.
Lengkong, 1 rumah roboh
dinding di Kec. Simpenan & 1
rumah dapurnya ambruk di
Kec. Pelabuhan Ratu.
Getaran gempa terasa di
Bengkulu, Jakarta, Banten,
Jabar dan Jateng.
35. Jawa Barat 2/9/2009 8,24 LS – 30 7,3 SR VII 82 org meninggal, 21 org
Selatan 14:55:00 107,32 BT hilang, 1.252 org luka-luka,
(Tsunami) WIB 210.292 org mengungsi di
Jawa Barat. 64.413 rumah
rusak berat, 134.294 rumah
rusak ringan, 490 sekolah
roboh. Longsoran besar di
Desa Cikangkareng, Kec.
Cibinong, Cianjur menimbun
30 org. Bencana terjadi di
Kabupaten Sukabumi,
Bandung, Cianjur, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis,
Kuningan & Cilacap. Bencana
terparah di pantai selatan
Jabar. Tsunami dengan tinggi
run up ± 1 – 2 meter di pantai
Pameungpeuk.
59
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
o
37. Bandung Barat 28/8/2011 6.92 LS - 10 3,3 SR IV-V 103 rumah rusak di Kp Muril,
o
16:10 WIB 107.52 BT Desa Jambudipa, Kec.
Cisarua.
o
38. Bandung Barat 4/9/2011 6.88 LS - 10 4,5 SR IV-V 104 rumah rusak di Desa
o
05:15 WIB 107.4 BT Jambu Dipa, Pasir halang,
Tugu Mukti, Kec. Cisarua.
o
39. Cidolog, 4/6/2012 7,99 LS – 24 6,1 SR V 2 org luka-luka. Kec. Cidolog
o
Sukabumi 18:18 WIB 106,19 BT 146 rumah rusak dengan 7
rumah rusak berat. Kec.
Pabuaran 27 rumah rusak
sedang dan 67 rumah rusak
ringan. Kec. Sagaranten 2
rumah rusak berat. Kec.
Ciemas 1 rumah rusak berat
dan 5 rumah rusak ringan.
o
40. Bogor - 9/9/2012 6,7 LS – 10 4,8 SR V 343 rumah rusak di Kec.
o
Sukabumi 01:27:15 106,67 BT Pamijahan (Desa Cibunian &
WIB Purwabakti), Bogor. 219
rumah rusak di Kec.
Kabandungan (Desa
Kabandungan, Cipeuteuy,
Tugu Bandung), Sukabumi.
60
Tabel 13. Katalog gempabumi merusak Provinsi Jawa Tengah.
61
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
21. Bantar Kawung 16/06/1971 7,2°LS - 35 5,2 VII-VIII 1 org meninggal, 6 org
109,1° BT luka-luka, 1.377 bangunan
& rumah penduduk rusak.
Getaran terasa di Buaran,
Bumiayu, Bantar Kawung &
Jipang.
62
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
24. Bantar Kawung 4/02/1992 7,138°LS - 58,3 5,2 VII 1 orang luka – luka, 800
109,067 rumah rusak berat, 700
°BT rumah rusak ringan, 1.500
orang mengungsi.
27. Banjarnegara 19/4/2013 7,29ºLS - 10 4,8 SR IV-V 108 bangunan rusak berat,
18:58:00 109,88ºBT 64 rusak ringan di Kec.
WIB Batur dan Kejajar,
Banjarnegara. Terjadi
gerakan tanah dan retakan
tanah.
28. Jawa Tengah 25/1/2014 8,48ºLS - 48 6,5 SR V-VI Beberapa rumah roboh,
Selatan 12:14:40 109,17ºBT puluhan rusak di Cilacap,
WIB Purworejo, Banyumas,
Kebumen, Magelang,
Bantul. Kawah gunung
Merapi longsor.
63
Tabel 14. Katalog gempabumi merusak Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
5. Bantul 27/05/2006 7,898ºLS - 17,1 6,2 Mw VIII Lebih dari 5.700 orang
110,379º meninggal, ribuan orang luka-
BT luka. Bencana terjadi di Kab.
Bantul (kec. Bambang Lipuro,
Jetis, Imogiri, Piyungan), Kab.
Sleman (Kec. Prambanan)
dan Kab. Klaten (Kec.
Prambanan - Klaten, Wedi,
Bayat, dan Gantiwarno).
Terjadi retakan tanah,
longsoran, likuifaksi, di Kab.
Bantul, Prambanan dan
Klaten. Ribuan bangunan dan
rumah penduduk roboh dan
mengalami kerusakan.
Gempa bersumber di darat
akibat pergerakan sesar aktif.
64
Tabel 15. Katalog gempabumi merusak Provinsi Jawa Timur.
12. Jawa Timur 11/08/1939 6,5°LS- - - VII Gempa terasa di Rembang &
112°BT Surabaya. Sebuah rumah
roboh di Brondong.
65
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
Di Trenggalek 33 rumah
bambu retak. Gempa terasa
sampai Banyumas dan
Cilacap.
20. Banyuwangi 03/06/1994 10,477°LS 18 7,2 VIII 250 orang meninggal, 127
(Tsunami) 112,835° orang hilang, 423 luka, 1.500
BT rumah rusak, 278 perahu
rusak dan hilang. Inundation
berjarak ± 500 meter.
Ketinggian runup mencapai
± 1,3 – 13,9 meter.
Bencana di Rajegwesi,
Gerangan, Lampon, Pancer,
Pulau Sempu,.Grajagan,
Pulau Merah, Teluk Hijau,
Sukamade,Watu Ulo, Teluk
Sipelori dan Teluk Tambakan.
Efek tsunami mencapai
pantai Banyuwangi, Jember,
Malang, Blitar, Tulung Agung,
Trenggalek & Pacitan.
66
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
22. Situbondo 10/09/2007 7,88 °LS 10 4,5 SR V 1 org meninggal, 7 org luka
06:31:55 114,2°BT berat, 17 org luka ringan, 234
WIB rumah penduduk rusak di
Situbondo. Bencana terparah
di desa Bantal & Kedunglo,
Kec. Asembagus, wilayah
lainnya yang mengalami
kerusakan Kec. Banyuputih &
jangkar, Kab. Situbondo.
Sejumlah bangunan juga
rusak di Kab. Banyuwangi.
67
Gambar 28. Longsoran di Desa Sindangmanggu, Kabupaten Majalengka akibat gempabumi
tanggal 6-7-1990 dengan magnitudo 5,8 SR (Soehaimi dan Effendi, 1990).
Gambar 29. Retakan dinding pada rumah penduduk di desa Cijengkol, Kecamatan Caringin,
akibat gempabumi tanggal 12-7-2000 dengan magnitudo 5,1 SR (Supartoyo dkk., 2003).
68
Gambar 30. Kerusakan bangunan di SD Narawita, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung,
akibat gempabumi tanggal 18 Agustus 2000 (Putranto E.T., 2000).
69
Gambar 32. Kerusakan SD Padawas I, Kecamatan Pasir Wangi, Kabupaten Garut, Provinsi
Jawa Barat, akibat kejadian gempabumi tanggal 2-2-2005 dengan magnitudo 4,2 SR (Putranto
E.T., 2005).
70
Gambar 34. Rumah penduduk yang roboh pada zona sesar akibat gempabumi tanggal
17-5-2006 magnitudo 6,2 Mw, di dusun Guyangan, desa Wonolelo, Plered, Bantul
(Supartoyo, 2006).
Gambar 35. Retakan tanah sepanjang ± 2.900 meter akibat gempabumi tanggal 17-5-2006
dengan magnitudo 6,2 Mw di Kecamatan Gantiwarno, Klaten, Bantul
(Supartoyo, 2006).
71
Gambar 36. Jejak tinggi landaan tsunami (run up) tanggal 28-7-2006, setinggi ± 180 cm di pantai
barat Pangandaran (Supartoyo dkk., 2006).
Gambar 37. Kerusakan rumah penduduk akibat tsunami di Pangandaran tanggal 28-7-2006
(Supartoyo dkk., 2006).
72
Gambar 38. Gerakan tanah dipicu kejadian gempabumi tanggal 2-9-2009 dengan magnitudo 7,3
SR di daerah Cikangkareng, Cianjur (Irawan, 2013).
Gambar 39. Robohnya Masjid Jami At Taqwa di Banyumas, Jawa Tengah akibat gempabumi
tanggal 25-1-2014 dengan magnitudo 6,5 SR (Praja N.K. dkk., 2014).
73
III.3 Gempabumi Merusak Di Wilayah Bali Dan Nusa Tenggara
Wilayah pulau Bali dan pulau – pulau di Nusa Tenggara merupakan busur kepulauan yang
berinteraksi dengan Lempeng Indo – Australia yang terletak di sebelah selatan Bali dan Nusa
Tenggara yang bergerak relatif ke arah utara dengan kecepatan sekitar 7 cm/ tahun. Sering
terjadinya gempabumi mencirikan bahwa kegiatan tektonik masih aktif, karena wilayah ini
terletak pada pinggiran lempeng aktif (active plate margin). Kegiatan tektonik di wilayah ini
dipengaruhi oleh Orogenesa Sunda dan Orogenesa Banda yang diperkirakan terjadi pada
periode Neogen (Simanjuntak, 2004). Di kawasan ini Orogenesa Sunda diakibatkan
penunjaman antara Lempeng Indo-Australia dengan Busur Kepulauan, mengakibatkan
terbentuknya pensesaran di sebelah utara Nusa Tenggara yang dikenal sebagai sesar naik
busur belakang Flores (Flores back arc thrusting). Sesar ini merupakan sesar aktif, dibuktikan
dengan beberapa kejadian gempabumi, bahkan gempabumi tahun 1992 memicu terjadinya
tsunami. Orogenesa Banda diakibatkan oleh tumbukan antara busur kepulauan Banda luar
(outer Banda arc) dengan pinggiran utara lempeng benua Australia yang membentuk Palung
Timor, perbukitan rendah di kepulauan Tanimbar dan Kai (Simanjuntak, 2004). Pasca
Orogenesa Banda di kawasan ini terpotong oleh beberapa sesar mendatar berarah timur laut –
barat daya. Data kegempaan menunjukkan bahwa sepanjang palung Timor kegiatan kegempaan
kurang begitu aktif.
Zona pertemuan interaksi antar lempeng tersebut membentuk palung dengan kedalaman
berkisar 4.500 – 7.000 meter pada bagian selatan Bali dan Nusa Tenggara, yang merupakan
zona subduksi. Zona subduksi merupakan sumber gempabumi di laut yang berpotensi
membangkitkan tsunami. Kejadian gempabumi Sumbawa tanggal 19-8-1977 telah
membangkitkan tsunami yang melanda sebagian wilayah pulau Bali, Lombok, Sumbawa dan
Sumba, dan mengakibatkan korban jiwa lebih dari 100 orang.
74
Tabel berikut ini menyajikan wilayah rawan gempabumi dan tsunami di wilayah Bali dan Nusa
Tenggara.
Tabel 16. Wilayah rawan gempabumi dan tsunami di Bali dan Nusa Tenggara.
1. Provinsi Bali
75
14. Kabupaten Timor Tengah Selatan *)
15. Kabupaten Timor Tengah Utara
16. Kabupaten Belu *)
17. Kabupaten Lembata *)
18 Kota Kupang *)
19. Kabupaten Kupang *)
Gambar berikut ini menampilkan sebaran pusat gempabumi merusak wilayah Bali dan Nusa
Tenggara yang diplot dari Katalog gempabumi merusak. Tidak semua pusat gempabumi yang
terjadi di plot. Meskipun magnitudonya kecil, tetapi apabila gempabumi tersebut menimbulkan
korban jiwa dan kerusakan bangunan digolongkan sebagai gempabumi merusak dan pusat
gempabuminya diplot pada peta.
Tabel berikutnya menampilkan parameter kejadian gempabumi merusak yang pernah terjadi di
wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang dihimpun dari literatur yang diterbitkan di dalam dan di
luar negeri serta hasil-hasil penyelidikan dan tanggap darurat para ahli di lingkungan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hingga tahun 2014. Parameter gempabumi
merusak yang ditampilkan meliputi : nama gempabumi (diambil nama lokasi yang mengalami
bencana), tanggal kejadian, pusat gempabumi (epicenter), kedalaman, magnitudo, skala MMI,
keterangan kerusakan. Selanjutnya ditampilkan foto – foto kerusakan yang terjadi akibat
kejadian gempabumi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang dikumpulkan dari berbagai
literatur yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri. Sebagian foto – foto ini merupakan hasil-
hasil penyelidikan para ahli di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
76
Gambar 40. Pusat gempabumi merusak wilayah Bali dan Nusa Tenggara.
77
Tabel 17. Katalog gempabumi merusak Provinsi Bali.
78
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
79
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
80
Tabel 18. Katalog gempabumi merusak Provinsi Nusa Tenggara Barat.
81
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
82
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
o
10. Dompu 26/11/2007 8,11 LS & 45 6,8 SR VII 2 org meninggal, 7 org
o
3:53’10” 118,52 BT luka berat, 70 org luka
WITA ringan, kerusakan
bangunan dan terjadi
longsoran. Bencana
terparah di Kec. Kilo &
Woja, Kab. Dompu.
o
11. Dompu 7/8/2008 8,16 LS & 10 6,6 SR VI 386 bangunan rusak
o
06:41’01” 117,74 BT berat, 203 bangunan
WITA rusak sedang, 809
bangunan rusak ringan.
Longsoran di desa
Nangamiro, retakan
tanah di desa Calabai
dan Kadindi Barat,
likuifaksi di desa
Nangamiro dan dusun
Arung Santek Pulau
Moyo. Bencana terparah
di Kec. Pekat, Kab.
Dompu.
83
Tabel 19. Katalog gempabumi merusak Provinsi Nusa Tenggara Timur.
8. Laut Sawu 20/10/1938 9,2ºLS & - 6,75 VII Retakan pada dinding
123,1ºBT bangunan, terjadi tanah
longsor di Larantuka.
12. Kupang 30/07/1975 9,9ºLS & 30-50 7 VII Dinding bangunan roboh
123,9ºBT dan beberapa bangunan
rusak.
84
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
17. Flores Timur 26/11/1987 8,4ºLS & 28 5,8 VII-VIII 237 rumah roboh, 44 org
124ºBT meninggal, 65 org luka
berat, 42 org luka ringan
akibat longsoran tanah.
Di Dilli terasa III MMI.
85
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
21. Flores, 12/12/1992 8,36° LS 36 6,8 VIII-IX 2.080 org meninggal dan
(Tsunami) 122,34° BT SR hilang, 1.742 org luka-
luka, 31.000 bangunan
rusak dan roboh.
Terjadi tsunami
sepanjang pantai utara
Flores dan Pulau Babi.
Runup berkisar dari 1
hingga 5 meter. Likuifaksi
di pantai utara Flores.
86
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
87
Gambar 41. Retakan tanah di desa Basarani, Pulau Adonara, Provinsi NTT akibat gempabumi
tanggal 25 Desember 1982 dengan magnitudo 5,1 SR
(Soehaimi dan Effendi, 1982).
Gambar 42. Rumah penduduk roboh di Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu, Provinsi NTB,
akibat gempabumi tanggal 23-1-2003, magnitudo 5 SR (Surono dkk., 2003).
88
Gambar 43. Kerusakan sarana peribadatan di desa Tenganan Dauh Tukad, Kecamatan
Manggis, Kabupaten Karang Asem, Provinsi Bali akibat gempabumi tanggal 2-1-2004,
magnitudo 6,2 SR (Supartoyo dan Surono, 2004).
Gambar 44. Kerusakan rumah penduduk di desa Telaga Lebur, Kabupaten Lombok Barat,
Provinsi NTB akibat gempabumi tanggal 2 Januari 2004, magnitudo 6,2 SR
(Supartoyo dan Surono, 2004).
89
Gambar 45. Kerusakan kolom struktur pada masjid di desa Malaka, Kecamatan Pemenang,
Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB akibat gempabumi tanggal 2-1-2004 dengan magnitudo
6,2 SR (Supartoyo dan Surono, 2004).
Gambar 46. Longsoran tanah akibat gempabumi Alor tanggal 12 Nopember 2004, magnitudo
7,5 Mw di Daerah Bukapiting, Pulau Alor (Pamungkas dkk., 2004).
90
Gambar 47. Kerusakan gedung SD di Kota Bima akibat gempabumi tanggal 1 Desember 2006,
magnitudo 6,3 Mw (Suantika dan Robiana, 2006).
Gambar 48. Longsoran akibat gempabumi tanggal 7-8-2008 di desa Nangamiro, Kabupaten
Dompu, Provinsi NTB (Tjipta, A. dkk., 2008).
91
Gambar 49. Pagar tembok rumah penduduk roboh akibat kejadian gempabumi tanggal 22-6-
2013 dengan magnitudo 5,4 SR di Desa Bentek, Kec. Gangga, NTB (Praja dkk., 2013).
Gambar 50. Rumah penduduk roboh akibat kejadian gempabumi tanggal 22-6-2013 dengan
magnitudo 5,4 SR di Desa Teniga, Kec. Tanjung, NTB (Praja dkk., 2013).
92
III.4 Gempabumi Merusak Di Pulau Kalimantan
Pulau Kalimantan merupakan bagian dari Lempeng Eurasia yang berinteraksi dengan Lempeng
Indo – Australia yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatera, selatan Pulau Jawa, selatan Bali
dan Nusa Tenggara. Kegiatan tektonik di Pulau Kalimantan sangat berbeda dengan daerah
lainnya di Indonesia. Kegiatan tektonik di wilayah ini berkaitan dengan pemekaran (divergen)
pada periode Neogen yang disebut Orogenesa Dayak (Simanjuntak, 2004) yang mengakibatkan
terbentuknya pusat panas (hot spot) diakibatkan oleh pembubungan kerucut panas mantel bumi
di bawah kerak bumi. Hal ini diduga membawa batuan ultra basa tersingkap di permukaan dan
mengandung intan yang terdapat di Pulau Kalimantan. Pulau Kalimantan cukup jauh posisinya
dengan pinggiran lempeng aktif yang berfungsi sebagai sumber gempabumi, sehingga wilayah
ini terletak cukup jauh dari zona subduksi. Kegiatan Orogenesa Dayak mengakibatkan
terjadinya pengangkatan, perlipatan dan pensesaran di Pulau Kalimantan.
Hingga kini para ahli belum mengidentifikasi karakteristik sesar aktif yang terdapat di Pulau
Kalimantan, meskipun telah dikenal adanya Sesar Sangkulirang dan Adang di Pulau
Kalimantan. Meskipun demikian beberapa literatur mencatat bahwa di Pulau Kalimantan pernah
terjadi gempabumi merusak dan tsunami. Menurut catatan dari Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika (BMKG) selama tahun 2008 hingga 2013 tercatat 42 kejadian gempabumi di Pulau
Kalimantan. Hal ini sangat kontras dengan yang terjadi di Pulau Sumatera pada periode yang
sama sebanyak 8.550 kali.
Gempabumi merusak terakhir yang tercatat adalah gempabumi Tarakan, Kalimantan Utara
tanggal 14-2-1925 dan kejadian gempabumi 1957 diduga mengakibatkan terjadinya tsunami di
pantai Balikpapan, Kalimantan Timur (Kertapati dkk., 1991). Berdasarkan catatan BMKG
kejadian gempabumi terakhir yang terasa di Pulau Kalimantan terjadi di daerah Tarakan,
Kalimantan Utara pada tanggal 8-11-2014 dengan magnitudo 4,6 SR, kedalaman 10 km,
episenter pada koordinat 117,69o BT dan 3,52o LS. Tabel berikut ini menyajikan wilayah rawan
gempabumi dan tsunami di Pulau Kalimantan yang dilanjutkan oleh tabel kejadian gempabumi
merusak. Peta pusat gempabumi merusak tidak ditampilkan, karena parameter gempabumi
merusak di Pulau Kalimantan terakhir terjadi pada tahun 1957, dan datanya tidak begitu lengkap.
93
Tabel 20. Wilayah rawan gempabumi di Pulau Kalimantan.
94
Tabel 21. Katalog gempabumi merusak Provinsi Kalimantan Utara.
95
III.5 Gempabumi Merusak Di Pulau Sulawesi
Pembentukan Pulau Sulawesi melalui proses tektonik yang rumit, sehingga memberikan bentuk
kenampakan mirip huruf K seperti sekarang. Beberapa peneliti telah mengemukakan
pendapatnya tentang pembentukan Pulau Sulawesi antara lain Soekamto (1975), Hamilton
(1979), Hall dan Wilson (2000). Hall dan Wilson (2000) menggunakan istilah suture untuk
menggambarkan rumitnya tektonik yang terjadi di wilayah Indonesia, termasuk di Pulau
Sulawesi. Menurut Hall dan Wilson (2000) terdapat lima suture di Indonesia akibat tumbukan
antara Lempeng Eurasia, Indo–Australian, Pasific dan Laut Philippina, yaitu Suture Sulawesi,
Maluku, Sorong, Banda dan Kalimantan. Lebih lanjut Hall dan Wilson (2000) mengemukakan
bahwa suture Sulawesi terbentuk akibat proses tumbukan antara kontinen dan kontinen
(Paparan Sunda dan Australia) yang merupakan daerah akresi yang sangat kompleks, tersusun
oleh fragmen ofiolit, busur kepulauan dan kontinen. Pembentukan suture Sulawesi diperkirakan
terjadi pada Kala Oligosen Akhir dan berlanjut hingga Miosen Awal. Hingga saat ini diperkirakan
deformasi tersebut masih berlangsung. Hamilton (1979) berdasarkan perbedaan litologi
membagi Pulau Sulawesi menjadi empat mandala (province) tektonik yaitu Lengan Utara (North
Arm), Lengan Selatan (South Arm), Lengan Timur (East Arm), dan Lengan Tenggara (Southeast
Arm) (Gambar 51).
Kegiatan tektonik tersebut telah menghasilkan pola struktur geologi di Pulau Sulawesi dan
reaktivasi sesar – sesar yang ada. Aktivitas tektonik tersebut juga mengakibatkan terangkatnya
batuan ofiolit di timur Sulawesi, batuan berumur Pra Tersier di Sulawesi bagian barat dan jalur
batuan metamorf di Sulawesi bagian tengah. Sementara itu kegiatan tektonik di wilayah
Sulawesi Utara lebih banyak dipengaruhi tumbukan ganda antar busur kepulauan yang
mengakibatkan terbentuknya Punggungan Mayu di bagian timur Sulawesi utara dan timur Pulau
Sangihe – Talaud. Secara umum pola struktur geologi di Pulau Sulawesi berarah barat laut –
tenggara, utara – selatan dan barat daya – timur laut. Struktur utama di Pulau Sulawesi adalah
Sesar Palu Koro. Sementara itu terdapat beberapa sesar lainnya di wilayah ini, antara lain Sesar
Matano, Gorontalo, Manado, Poso, Walanae, sesar naik Batui di lengan timur Sulawesi Tengah
dan sesar – sesar lainnya. Sesar Palu Koro berarah barat laut – tenggara, membentang dari
Teluk Palu melewati lembah Palu, Koro hingga Teluk Bone. Sesar Palu Koro merupakan sesar
mendatar mengiri (sinistral strike slip fault) dan tergolong sebagai sesar aktif dicirikan terjadinya
gempabumi dengan kedalaman dangkal sepanjang zona sesar ini. Menurut Bellier, dkk (2001)
Sesar Palu Koro terbagi menjadi 7 segmen, segmen tersebut mulai dari selatan ke utara adalah :
96
S0 sepanjang 15 km, S1 sepanjang 59 km, S2 sepanjang 43 km, S3 sepanjang 29 km, S4
sepanjang 40 km, S5 sepanjang 20 km dan S6 sepanjang 12 km. Dengan demikian panjang
Sesar Palu – Koro berdasarkan penjumlahan segmen tersebut adalah sekitar 218 km. Pada
bagian ujung tenggara Sesar Palu Koro, terdapat Sesar Matano berarah barat – barat laut
hingga timur – tenggara. Sesar Matano melewati Danau Matano dan merupakan sesar mendatar
mengiri (Soekamto, 1975).
Gambar 51. Gambar kiri merupakan tataan tektonik Pulau Sulawesi (Hamilton, 1979).
Gambar kanan merupakan pembagian segmentasi Sesar Palu Koro
(Bellier dkk., 2001).
97
Sebagian besar kejadian gempabumi merusak di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah bersumber
dari pergerakan sesar ini. Disamping itu terdapat juga sesar aktif lainnya yang pernah
mengakibatkan terjadinya gempabumi yang belum teridentifikasi dengan baik oleh para ahli,
yaitu di Sulawesi Barat, Gorontalo, Poso, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan lain – lain.
Gempabumi yang sering terjadi di wilayah Sulawesi Utara dan Kepulauan Sangir – Talaud, pada
umumnya berasal dari aktivitas Punggungan Mayu, interaksi ganda antar busur kepulauan serta
tunjaman palung Philiphina, seperti gempabumi yang terjadi pada tahun 1936, 1974 dan 1983
yang mengakibatkan bencana di Kepulauan Sangihe – Talaud.
Segmen sesar aktif yang terdapat di laut, berpotensi membangkitkan tsunami apabila
gempabumi tersebut magnitudonya besar (umumnya lebih dari 6,5 Skala Richter), kedalaman
dangkal (umumnya kurang dari 40 km), mekanismenya patahan naik - turun serta terjadi
perubahan morfologi secara vertikal atau dislokasi di bawah laut.
Tabel berikut ini menyajikan wilayah rawan gempabumi dan tsunami di Pulau Sulawesi.
2. Provinsi Gorontalo
98
5. Kabupaten Gorontalo *)
6. Kota Gorontalo *)
99
Gambar berikut ini menampilkan sebaran pusat gempabumi merusak Pulau Sulawesi. Tidak
semua pusat gempabumi yang terjadi di plot. Kejadian gempabumi dengan magnitudonya kecil,
tetapi apabila gempabumi tersebut menimbulkan korban jiwa dan kerusakan bangunan
digolongkan sebagai gempabumi merusak dan pusat gempabuminya diplot pada peta.
Tabel berikutnya menampilkan parameter kejadian gempabumi merusak yang pernah terjadi di
Pulau Sulawesi yang dihimpun dari literatur - literatur yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri
serta hasil-hasil penyelidikan para ahli di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral hingga tahun 2014. Parameter gempabumi merusak yang ditampilkan meliputi : nama
gempabumi (diambil nama lokasi yang mengalami bencana terparah), tanggal kejadian,
koordinat pusat gempabumi, kedalaman, magnitudo, skala MMI, keterangan korban jiwa dan
kerusakan bangunan.
Selanjutnya ditampilkan foto – foto kerusakan yang terjadi akibat kejadian gempabumi dan
tsunami di Pulau Sulawesi yang dikumpulkan dari berbagai literatur yang diterbitkan di dalam
dan di luar negeri. Sebagian foto – foto ini merupakan hasil-hasil penyelidikan para ahli di
lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
100
Gambar 52. Pusat gempabumi merusak di Pulau Sulawesi.
101
Tabel 24. Katalog gempabumi merusak Provinsi Sulawesi Utara.
102
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
11. Manado 21/01/2007 1,207 °LU 10 7,3 Mw VII 6 org meninggal di Sulut,
126,29° BT sejumlah pusat perbelan-
jaan dan hotel serta 15
gedung sekolah rusak
ringan di Manado.
Gedung Walikota Bitung
retak. Di Pulau Batang
Dua (Prov. Maluku Utara)
dermaga, rumah pendu-
duk & sarana peribadatan
mengalami kerusakan.
13. Manado 15/11/2014 1,95 °LU 48 7,3 SR V-VI Tembok atas Hotel Lion
09:31:44 126,46° BT runtuh. Dinding Hotel
WIB Grand Puri retak. 9
rumah rusak di Kab.
Kepulauan Sitaro, 1
rumah rusak di Bitung.
103
Tabel 25. Katalog gempabumi merusak Provinsi Gorontalo.
104
Tabel 26. Katalog gempabumi merusak Provinsi Sulawesi Barat.
105
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
106
Tabel 27. Katalog gempabumi merusak Provinsi Sulawesi Tengah.
107
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
10. Lawe 1/3/1985 2,082ºLS & 17 5,7 SR V-VI Tidak ada korban jiwa.
119,67ºBT Kerusakan ringan pada
bangunan. Penduduk
panik & berhamburan
keluar rumah. Getaran
terasa kuat di Palu.
Gempa terjadi tanggal
1 hingga 2 Maret 1985.
11. Parigi 20/5/1995 1,06 °LS - 33 5,8 VII Retakan tanah di Sausu-
o
120,25° BT Trans, arah N 330 E, N
o
190 E, panjang ± 8 m,
lebar 6 cm, turun/ amblas
5 cm.
Likuifaksi di Sausu-trans,
Mekarsari, Balingi, Tolai,
dan Torue.
108
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
13. Donggala 11/10/1998 0,4 °LS - 33 6,1 VI Retakan dan roboh pada
119,5° BT dinding bangunan tua di
Kelurahan Kabonga
Besar, Kabonga Kecil,
Boya, G. Bale, Labuan
Bajo, Maleni, Ganti, Kola
Kola dan Lumbudolo
seluruhnya di Kecamatan
Banawa, Kab. Donggala.
14. Luwuk - 04/05/2000 0,9 °LS - 33 6,7 mb VI-VII 50 orang meninggal, 258
Banggai 123,4° BT 7,3 ms orang luka-luka,
(Tsunami) 23.000 rumah penduduk
& bangunan rusak di
Pulau Peleng, menara
bandara Luwuk rusak,
tercatat lebih dari 17.000
penduduk Kabupaten
Banggai mengungsi,
kerugian ditaksir
Rp. 350 miliar.
Terjadi retakan tanah.
Terjadi tsunami di Pulau
Peleng, Banggai
Kepulauan.
15. Tojo 15/08/2002 1,6 °LS - 60 5,9 V-VI Bencana terjadi di desa
(Tsunami) 121,08° BT Tojo (tepi pantai Teluk
Tomini arah Timur Laut
Poso), 32 org luka ringan,
57 bangunan rusak
ringan, 240 rusak berat, 2
masjid rusak, 1 masjid
rusak, 1 SD rusak, 1
SLTP rusak, 1 madrasah
& 1 Kantor Desa Tojo
rusak. Terjadi retakan
tanah. Diperkirakan
terjadi tsunami. Getaran
gempa terasa di Luwuk II-
III MMI, Palu II-III MMI,
Soroako III-IV MMI, Poso
IV-V MMI.
109
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
16. Palolo 24/01/2005 1,03 °LS - 30 6,2 SR VII 1 org meninggal, 4 org
04:10:08,8 119,99° BT luka-luka, kerusakan
WITA terparah di Kec. Palolo,
Kab. Donggala. Beberapa
rumah penduduk roboh,
kerusakan rumah
penduduk, pertokoan,
sekolah, sarana ibadah di
kota Palu, Kec. Sigi
Biromaru & Kec. Palolo
Kab. Donggala. Retakan
tanah di desa Kaleke
sepanjang ± 150 m, sesar
gempa di desa Sintuwu
o
arah N 310 E sepanjang
± 150 m, likuifaksi di desa
Sintuwu, longsoran besar
di desa Sigimpuu.
110
Tabel 28. Katalog gempabumi merusak Provinsi Sulawesi Selatan.
111
Gambar 53. Jejak tsunami di pantai Tonggolobibi, Sulawesi Tengah yang dipicu kejadian
gempabumi tanggal 1-1-1996 (Kertapati, 2006).
Gambar 54. Kerusakan SDN Baku Bakulu di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah
akibat Gempabumi Palolo tanggal 24-1-2005 dengan magnitudo 6,2 SR
(Supartoyo dkk., 2005).
112
Gambar 55. Kerusakan rumah penduduk akibat gempabumi tanggal 17-11-2008 di Desa
Tolinggula Ulu, Kabupaten Gorontalo Utara (Tjipta, A. Dkk., 2008).
Gambar 56. Kerusakan bangunan akibat kejadian gempabumi tanggal 18-8-2012 dengan
magnitudo 6,2 SR di daerah Kulawi, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah
(Tjipta dan Hidayati, 2012).
113
Gambar 57. Retakan dinding Gedung Walikota Bitung akibat gempabumi tanggal 21-1-2007
dengan magnitudo 7,3 Mw (Supartoyo dkk., 2007).
Gambar 58. Runtuhan tembok lantai atas Hotel Lion di Kota Manado akibat gempabumi tanggal
15-11-2014 dengan magnitudo 7,3 SR (Supartoyo dkk., 2014).
114
III.6 Gempabumi Merusak Di Kepulauan Maluku
Aktivitas tektonik wilayah Kepulauan Maluku dicirikan dengan interaksi antara Lempeng
Australia, Lempeng Pasifik, Lempeng Laut Philiphina dan tumbukan ganda busur kepulauan
(double arc collision), sehingga mengakibatkan terbentuknya tatanan struktur geologi yang rumit
di wilayah ini. Kegiatan tektonik di wilayah ini telah mengakibatkan terjadinya pengangkatan,
reaktivasi sesar baik di laut maupun di darat, palung serta terangkatnya batuan – batuan
berumur Pra Tersier di wilayah ini. Salah satu Pulau terbesar di Kepulauan Maluku adalah Pulau
Halmahera. Pulau Halmahera bentuknya unik karena menyerupai huruf K dan merupakan busur
vulkanik yang terbentuk pada Pra Kuarter dan Neogen pada bagian barat, sedangkan bagian
timur merupakan ofiolit (Hakim dan Hall, 1991). Sementara itu Suture Laut Maluku terbentuk
akibat tumbukan ganda antara lempeng Laut Maluku dengan busur Halmahera dan Sangihe,
dan tumbukan tersebut diperkirakan terjadi pada Kala Pliosen (Hall dan Wilson, 2000).
Gambar 59. Kenampakan tiga dimensi Suture Laut Maluku dan Sorong. Suture Laut Maluku
terbentuk akibat tumbukan ganda antara lempeng Laut Maluku dengan busur Halmahera dan
Sangihe (Hall dan Wilson, 2000).
in
Philippine Sea Plate.
Di wilayah ini terbentuk beberapa palungyaitu di bagian barat Pulau Halmahera dan utara Pulau
Buru dan Seram akibat aktivitas tektonik yang berlangsung. Palung yang terbentuk cukup dalam
115
berkisar 4.500 – 7.000 meter, merupakan zona tektonik aktif yang berpotensi membangkitkan
tsunami apabila gempabumi tersebut magnitudonya besar (umumnya lebih dari 6,5 Skala
Richter), kedalaman dangkal (umumnya kurang dari 40 km), mekanismenya patahan naik –
turun serta terjadi perubahan morfologi secara vertikal (dislokasi) di bawah laut.
Kegiatan tektonik tersebut juga mengakibatkan terbentuknya sesar - sesar di Kepulauan Maluku,
umumnya berarah barat – timur, barat laut – tenggara, utara – selatan dan barat daya – timur
laut. Sesar yang berasosiasi dengan sumber gempabumi merupakan sesar aktif. Gempabumi
yang bersumber di darat akibat pergerakan sesar aktif, meskipun magnitudonya tidak terlalu
besar, namun berpotensi terjadinya bencana, karena sumbernya dangkal dan dekat dengan
pemukiman dan aktivitas penduduk. Di wilayah ini terdapat sesar aktif yang berada di laut
membentang mulai dari sebelah utara Sorong (Provinsi Papua), menerus ke Laut Seram dan
berakhir di bagian timur Pulau Sulawesi yang dikenal dengan nama Sesar Sorong (Hamilton,
1979) berarah barat - timur. Sesar ini pernah mengakibatkan gempabumi kuat dengan
magnitudo 8,3 Skala Richter pada tanggal 29-11-1998. Disamping itu terdapat juga sesar –
sesar aktif kecil lainnya yang pernah mengakibatkan terjadinya gempabumi. Selain Sesar
Sorong, para ahli kebumian telah mengidentifikasi beberapa sesar aktif yang terdapat di
Kepulauan Maluku, antara lain: sistem sesar aktif di Pulau Buru, Seram, Halmahera, Morotai dan
lain – lain.
Berdasarkan catatan yang bersumber dari Arthur Wichmann (tanpa tahun) memperlihatkan
bahwa kejadian gempabumi tertua pada buku ini terjadi di daerah Ambon pada tahun 1612.
Kejadian gempabumi tersebut terasa tiga kali dalam sehari, getaran kuat, jam berbunyi, dan
diperkirakan terdapat kerusakan bangunan di daerah Ambon.
Gempabumi yang terjadi di Kepulauan Maluku Utara dan Maluku yang bersumber di laut
berpotensi diikuti tsunami. Disamping dibangkitkan oleh magnitudonya besar (umumnya lebih
dari 6,5 SR), kondisi topografi bawah laut wilayah Kepulauan Maluku curam, yang dapat memicu
terjadinya longsoran bawah laut. Hal ini dapat mengganggu volume air laut dan berpotensi
membangkitkan tsunami, seperti gempabumi tanggal 14-3-2006 dengan magnitudo 6,7 Mw
bersumber di darat, diduga memicu terjadinya longsoran bawah laut dan mengakibatkan
terjadinya tsunami. Tsunami yang terjadi hanya melanda desa Pela, Pulau Buru dengan
ketinggian runup sekitar 40 cm dan jarak inundasi sekitar 80 m dari garis pantai. Tabel berikut ini
menyajikan wilayah rawan gempabumi dan tsunami di Kepulauan Maluku
116
Tabel 30. Wilayah rawan gempabumi dan tsunami di kepulauan Maluku.
2. Provinsi Maluku
Gambar berikut ini menampilkan sebaran pusat gempabumi merusak Kepulauan Maluku. Tidak
semua pusat gempabumi yang terjadi di plot. Meskipun magnitudonya kecil, tetapi apabila
gempabumi tersebut menimbulkan korban jiwa dan kerusakan bangunan digolongkan sebagai
gempabumi merusak dan pusat gempabuminya diplot pada peta.
Tabel berikutnya menampilkan parameter kejadian gempabumi merusak yang pernah terjadi di
Kepulauan Maluku yang dihimpun dari literatur - literatur yang diterbitkan di dalam dan di luar
negeri serta hasil-hasil penyelidikan para ahli di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, sejak tahun 1612 hingga 2014. Parameter gempabumi merusak yang ditampilkan
meliputi : nama gempabumi (diambil nama lokasi yang mengalami bencana), tanggal kejadian,
koordinat pusat gempabumi (episenter), kedalaman, magnitudo, skala MMI, keterangan korban
117
jiwa dan kerusakan geologi (pelulukan/ liquefaction, longsoran, retakan tanah) dan kerusakan
bangunan.
Selanjutnya ditampilkan foto – foto kerusakan yang terjadi akibat kejadian gempabumi di
Kepulauan yang dikumpulkan dari berbagai literatur yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri.
Sebagian foto – foto ini merupakan hasil-hasil penyelidikan para ahli di lingkungan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.
118
Gambar 60. Pusat gempabumi merusak di Kepulauan Maluku.
119
Tabel 31. Katalog gempabumi merusak Provinsi Maluku Utara.
120
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
o
12. Malifut-Kao 21/01/1994 1,015 LU 20 6,8 mb VIII 2 org meninggal, 40 org
& 7,2 ms luka-luka, dan 550 rumah
o
127,73 BT rusak di daerah Kao.
o
13. Obi 8/10/1994 1,222 LS 31 6,3 VI Retakan tanah di Sambiki
& arah N 320º E, sepanjang
o
127,922 100 m, penurunan 30
BT cm. Likuifaksi di Sambiki.
Bencana di Kecamatan
Laiwui, Madopolo,
Sambiki, Anggai. 1 org
meninggal, 14 org luka-
luka berat & 118 org luka
ringan.
o
14. Morotai 27/5/2003 2,44 LU & 33 7 Mw VI 1 org meninggal di desa
o
4:40:28 128,76 BT Bare-Bare, 2 sekolah
WIT rusak di Morotai Utara.
2 tiang listrik roboh, 1
gardu listrik rusak di
Morotai Selatan. 20
rumah rusak berat, 28
rumah rusak ringan.
o
15. Wasile, 11/8/2003 1,12 LU & 10 6 Mw VI-VII 91 bangunan & rumah
o
Halmahera 09:19:08 128,15 BT rusak berat, 54 rumah
WIT rusak sedang & 52 rumah
Gempa rusak ringan di
susulan Kecamatan Wasile,
07:22:26 Kabupaten Halmahera.
5,6 SR, Episenter gempa di darat
22:39;53 berhubungan dengan
4,8 SR sesar aktif. Terjadi gempa
susulan dengan
magnituda 5,6 SR dan
4,8 SR.
o
16. Morotai 29/11/2006 2,549 LU 50,3 6,2 Mw VI 45 bangunan dan rumah
10:32:22 & 128,28 penduduk mengalami
o
WIT BT kerusakan di Pulau
Morotai & 27 bangunan
di Halmahera Utara.
Penduduk berhamburan
keluar rumah takut
tsunami.
121
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
o
17. Obi 14/03/2010 1.58 LS - 56 7 SR VII 7 rumah rusak
o
128.20 BT berat, puluhan rumah
rusak ringan, likuifaksi di
Desa Kelo.
o
18. Morotai 19/11/2013 2,62 LU & 11 6,2 Mw V 5 rumah rusak di Desa
o
20:32:53 128,42 BT Losuo, Kec. Morotai
WIB Utara.
122
Tabel 32. Katalog gempabumi merusak Provinsi Maluku.
123
NO NAMA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA GEMPA (KM) MMI
124
NO NAMA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA GEMPA (KM) MMI
o
24. Pulau Buru 29/1/2004 3,15 LS & 33 6,7 Mw V Terjadi tsunami di P.
o
(Tsunami) 8:15:32 WIT 127,411 Buru. Getaran terasa
BT kuat di Ambon &
Namlea, P. Buru.
o
25. Pulau Buru 2/11/2005 3,61 LS & 13 5,7 Mw V 30 rumah penduduk di
o
06:13:32 WIT 127,30 BT pantai Namlea rusak.
Retakan tanah panjang
± 200 m, lebar ± 60 cm.
o
26. Pulau Seram 13/11/2005 3,083 LS & 6,4 5,9 Mw V 20 rumah penduduk
o
07:24:47 WIT 128,939 rusak di desa Sawai.
BT
o
27. Pulau Seram 28/01/2006 5,448 LS 341,5 7,4 Mw V 15 rumah rusak, 12
o
01:58:48 WIT & 128,099 rumpon rusak,
BT subsidence ± 500 m
pantai di kec. Tehoru.
Subsidence ± 200 m di
Elpaputy & ± 7 m & 10
rumah rusak di Kai
Besar.
o
28. Pulau Buru 14/03/2006 3,596 LS 30,6 6,7 Mw VI 3 org meninggal, 1 org
o
(Tsunami) 03:57:33 WIT & 127,211 luka-luka di desa
BT Batujungku. Likuifaksi
di Desa Pela &
Waimorat. Retakan
tanah di desa Pela &
Batujungku. Tsunami di
desa Pela, runup ± 40
cm & inundation ± 90
cm.
125
Gambar 61. Bekas longsoran (tampak pohon miring) akibat gempabumi tanggal 28-1-2006 di
Desa Mahu, kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah. Di lokasi ini 2 rumah penduduk
amblas ke laut Tengah (Supartoyo dkk., 2006).
Gambar 62. Jejak ketinggian genangan air laut (runup) setinggi 40 cm dan jarak inundasi 100
m, akibat tsunami tanggal 14-3-2006 di desa Pela, Pulau Buru (Supartoyo dkk., 2006).
126
Gambar 63. Kerusakan rumah penduduk akibat goncangan gempabumi tanggal 14-3-2006
dengan magnitudo 6,7 Mw, di desa Pela, Pulau Buru (Supartoyo dkk., 2006).
Gambar 64. Kerusakan rumah penduduk di Desa Hapo, Pulau Morotai, akibat gempabumi
tanggal 29-11-2006 dengan magnitudo 6,1 Mw (Pamungkas H. Dkk., 2006).
127
Gambar 65. Kerusakan rumah penduduk akibat gempabumi tanggal 7-12-2013 dengan
magnitudo 4,8 SR di daerah Jailolo, Halmahera (Omang dan Sulaiman 2013).
Gambar 66. Sebagian dinding rumah penduduk roboh akibat gempabumi tanggal 7-12-2013 di
daerah Jailolo, Halmahera (Omang dan Sulaiman 2013).
128
III.7 Gempabumi Merusak Di Pulau Papua
Wilayah Pulau Papua diperkirakan merupakan bagian utara dari Lempeng Australia yang
bergerak relatif ke arah utara dengan kecepatan sekitar 7 cm/ tahun berinteraksi dengan
Lempeng Pasifik yang bergerak relatif ke arah barat dengan kecepatan sekitar 11 cm/ tahun.
Tumbukan tersebut diperkirakan sudah terjadi sejak kala Eosen yang mengakibatkan
terbentuknya Orogenesa Melanesia (Simanjuntak, 2004). Hasilnya adalah terbentuknya palung
di utara Papua, reaktivasi Sesar Sorong yang bergerak relatif mengiri, pembentukan
pegunungan dengan ketinggian lebih dari 6.000 meter di atas permukaan laut, pensesaran di
Pulau Papua, cekungan, serta kegiatan intrusi plutonik yang mengakibatkan terbentuknya jalur
mineralisasi di wilayah Papua. Palung yang terdapat pada bagian utara Papua merupakan sesar
naik dan sumber pembangkit tsunami. Kejadian gempabumi tanggal 17-2-1996 yang diikuti
tsunami diakibatkan oleh pergerakan sesar naik di bagian utara Papua. Tsunami tersebut
melanda pantai Biak, Yapen, Sarmi, Manokwari, dan Jayapura.
Sesar yang terbentuk akibat Orogenesa Melanesia di Pulau Papua umumnya berarah barat –
timur, barat laut – tenggara, utara – selatan dan barat daya – timur laut. Sesar utama di wilayah
Papua terdiri – dari Sesar Sorong, Ransiki, Yapen, Tarera Aiduna, sesar naik di bagian tengah
Pulau Papua/ Pegunungan Jayawijaya dan sesar naik di daerah Lengguru. Sesar Sorong
merupakan sesar mendatar mengiri sebagai hasil interaksi antara Lempeng Australia dengan
Lempeng Pasifik (Hamilton, 1979; Dow dan Sukamto, 1984; Simandjuntak, 2004). Dimensi
Sesar Sorong sebarannya sangat panjang, mulai dari daerah Sorong, Laut Seram, hingga
sebelah timur Sulawesi Tengah. Sesar ini pernah bergerak yang mengakibatkan kejadian
gempabumi pada tahun 1998 dengan magnitudo 8,3 Mw dan mengakibatkan bencana di daerah
Mangole dan Taliabu, Provinsi Maluku.
Sebagian besar kejadian gempabumi merusak di Pulau Papua bersumber di darat akibat dari
pergerakan sesar aktif, baik dalam segmen panjang maupun kecil dengan magnitudo mencapai
7 SR maupun lebih kecil. Kejadian gempabumi bersumber di darat berpotensi menimbulkan
bencana dan sering diikuti oleh longsoran. Tabel berikut ini menyajikan wilayah rawan
gempabumi dan tsunami di Pulau Papua.
129
Tabel 33. Wilayah rawan gempabumi dan tsunami di Pulau Papua.
2. Provinsi Papua
Gambar berikut ini menampilkan sebaran pusat gempabumi merusak dan struktur geologi di
Pulau Papua. Tidak semua pusat gempabumi yang terjadi di plot. Meskipun magnitudonya kecil,
tetapi apabila gempabumi tersebut menimbulkan korban jiwa dan kerusakan bangunan
digolongkan sebagai gempabumi merusak dan pusat gempabuminya diplot pada peta.
130
Tabel berikutnya menampilkan parameter kejadian gempabumi merusak yang pernah terjadi di
Pulau Papua, dihimpun dari literatur - literatur yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri serta
hasil-hasil penyelidikan para ahli di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
hingga tahun 2014. Parameter gempabumi merusak yang ditampilkan meliputi : nama
gempabumi (diambil nama lokasi yang mengalami bencana), tanggal kejadian, koordinat pusat
gempabumi, kedalaman, magnitudo, skala MMI, keterangan kerusakan.
Selanjutnya ditampilkan foto – foto kerusakan yang terjadi akibat kejadian gempabumi di Pulau
Papua yang dikumpulkan dari berbagai literatur yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri.
Sebagian foto – foto ini merupakan hasil-hasil penyelidikan para ahli di lingkungan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.
131
Gambar 67. Pusat gempabumi merusak di Pulau Papua.
132
Tabel 34. Katalog gempabumi merusak Provinsi Papua Barat.
133
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
o
4. Manokwari 4/1/2009 0.42 LS - 10 7.2 VII Terjadi dua kali
o
132.93 BT (BMKG) (BMKG) gempabumi secara
05:43:54 (BMKG) 35 7.6 Mw berurutan. 4 org
o (USGS) (USGS)
WIT 0.51 LS - meninggal, 99 org luka-
o
132.78 BT luka, 315 bangunan rusak
(USGS) berat, 1091 rusak ringan.
Retakan tanah terjadi di
o
0.88 LS - 10 7.6 Mala Peret, Kordakel,
o
133.38 BT (BMKG) (BMKG) dan Pangerang. Likuifaksi
(BMKG) 35 7.3 Mw terjadi di Kordakel.
o
0.69 LS - (USGS) (USGS) Longsoran terjadi di
o
133.28 BT Bulude.
(USGS)
134
Tabel 35. Katalog gempabumi merusak Provinsi Papua.
135
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
o
13. Biak 20/11/1994 135,88 BT 29 6,3 VII 28 orang luka-luka
o
1,88 LS
o
14. Biak 17/02/1996 136,225 31,9 8,2 VIII 108 org meninggal, 423
( Tsunami) BT org luka-luka, 58 org
o
0,917 LS hilang. Tsunami di
wilayah Biak & Supiori,
runup mencapai ± 7 m.
Kerusakan melanda
pantai Biak, Sarmi di
Jayapura, Manokwari &
P. Yapen. Likuifaksi di
desa Bosnik, Warsa,
Aman, Sawai & Wasari.
Longsoran di desa Parai,
Opuri & Sopen.
o
15. Wamena 16/07/2000 138,062 37,8 5,2 V-VI 1 bangunan gudang
BT Dolog cabang Wamena
o
4,009 LS rusak berat.
136
NO NAMA GEMPA TANGGAL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN
GEMPA (KM) MMI
o
18. Nabire 06/11/2004 135,30 BT 10 7,1 Mw VIII 31 orang meninggal,
o
3,579 LS puluhan orang luka-luka,
17 bangunan pemerintah
rusak berat, 34 bangunan
pemerintah rusak, 23
sarana ibadah rusak
berat, 42 sarana ibadah
rusak, 41 sekolah rusak
berat, 86 rusak, 348
rumah penduduk roboh,
1724 rumah penduduk
rusak berat, 848 rumah
penduduk rusak, 178
rumah penduduk terba-
kar. Landasan bandara
retak ± 7 m, dermaga
roboh, kantor PLN roboh,
pipa BBM terputus,
likuifaksi di Kimi, longsor
di Wanggar.
o
19. Serui 16/06/2010 2.17 LS - 10 7,1 SR VIII Belasan org meninggal
o
136.59 BT dan luka – luka, 3
jembatan rusak,
kebakaran terjadi di 9
titik, longsor di Kota
Serui. Ratusan bangunan
rusak di Kab. Yapen dan
Kab. Waropen. Likuifaksi
di Aitiri, Distrik
Angkaisera, Kab. Yapen.
o
20. Waropen 26/06/2011 2.37 LS - 12 6,3 SR VII 1 org meninggal, puluhan
o
136.60 BT org luka-luka, 26
bangunan mengalami
kerusakan di Waropen.
137
Gambar 68. Longsoran akibat kejadian gempabumi tanggal 12-8-1989 di Lembah Sungai
Baliem, Pegunungan Jaya Wijaya (Kertapati, 2006).
Gambar 69. Retakan jalan di wilayah Ransiki akibat gempabumi tanggal 10-10-2002 dengan
magnitudo 7,6 SR (Putranto dkk., 2002).
138
Gambar 70. Kerusakan gedung DPRD Kabupaten Nabire akibat gempabumi tanggal
6-2-2004 dengan magnitudo 7 Mw (Palgunadi dkk., 2004).
Gambar 71. Rumah dinas Bupati Nabire mengalami kerusakan akibat gempabumi tanggal
6-11-2004 dengan magnitudo 7,1 Mw (Pamungkas dkk., 2004).
139
BAB IV
PENUTUP
Indonesia merupakan wilayah rawan bencana gempabumi dan tsunami akibat evolusi tektonik
yang terjadi di wilayah ini berupa tempat pertemuan empat Lempeng, yaitu Lempeng Benua
Eurasia, Lempeng Samudera Indo – Australia, Lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng
Samudera Philiphina. Sumber gempabumi di Indonesia berasal dari zona penunjaman di laut
dan sesar aktif yang tersebar di darat dan di laut. Beberapa kejadian gempabumi bersumber di
laut telah mengakibatkan terjadinya bencana tsunami. Kejadian gempabumi bersumber di darat
akibat pergerakan sesar aktif, efek goncangannya sangat kuat, sehingga menimbulkan bencana.
Bencana gempabumi dan tsunami telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, kerusakan
bangunan, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan kecemasan penduduk di wilayah
bencana akibat isu tentang gempabumi dan tsunami. Hingga saat ini kejadian gempabumi dan
tsunami belum dapat ditentukan kapan dan berapa besar kekuatan yang akan terjadi, namun
dengan mempelajari sejarah kejadian gempabumi merusak pada masa lalu dikombinasikan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diidentifikasi wilayah rawan bencana gempabumi
dan tsunami. Oleh karena itu buku sederhana ini yang menguraikan kejadian gempabumi
merusak masa lalu di wilayah Indonesia ini dapat dipakai sebagai salah satu data dasar untuk
mendukung program mitigasi bencana gempabumi dan tsunami. Dengan tersedianya data dasar
kejadian gempabumi merusak dan tsunami ini diharapkan akan mempermudah untuk
mengidentifikasi wilayah rawan bencana gempabumi dan tsunami di Indonesia. Saat ini di
Indonesia setidaknya telah ditetapkan dua Undang – Undang (UU) yang berkaitan dengan
kebencanaan dan penataan ruang, yaitu UU nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana dan UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pada UU nomor 24 tahun
2007 tersirat bahwa data dasar kebencanaan sangat diperlukan untuk melakukan program
mitigasi kebencanaan. UU nomor 26 tahun 2007 menyatakan bahwa penyusunan penataan
ruang harus berbasiskan parameter kebencanaan. Dengan demikian diharapkan buku
sederhana ini dapat mendukung pelaksanaan kedua Undang – Undang tersebut. Program
mitigasi bencana gempabumi dan tsunami harus dilakukan secara terus – menerus yang
bertujuan untuk mengurangi dampak dan resiko kejadian bencana gempabumi dan tsunami.
140
DAFTAR PUSTAKA
1. Artono P., Ketaren L .,dan Supartoyo, 2000, Laporan Peninjauan Lapangan Gempabumi
Tanggal 4-6-2000 di Provinsi Bengkulu, Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan
Energi Provinsi Bengkulu.
2. Bellier O., Sebrier M., Beaudouin T., Villeneuve M., Braucher R., Bourles D., Siame L.,
Putranto E.T., dan Pratomo I., 2001, High Slip Rate for a Low Seismicity along the Palu
Koro Active Fault In Central Sulawesi, Indonesia, Terra Nova, Volume 13, no. 6, page 463
– 470.
3. Budiono, K., Suprapto, T.A., Kristianto, N.A., Raharjo, P., dan Noviadi, Y., 2003, Peta
Wilayah Rawan Bencana Tsunami Indonesia skala 1 : 5.000.000, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi Sumber
daya Mineral, Departemen Energi Sumber daya Mineral.
4. Djaja, Yunara dan Supartoyo, 2006 Laporan Singkat Gempabumi Muara Sipongi, Sumatera
Utara Tanggal 18-12-2006, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
5. Dow, D.B., dan Sukamto, R., 1984, Western Irian Jaya : The end Product of Oblique Plate
Convergence in the Late Tertiary, Tectonophysics no. 106, p. 109-139.
6. Hakim, A.S., dan Hall, R., 1991, Tertiary Volcanic Rock from the Halmahera Arc, Eastern
Indonesia, Journal of Southeast Asian Earth Sciences, Vol 6, No 3/4, 1991, Pergamon
Press, Ltd, pp : 271 – 287.
7. Hall, R., 2002, Cenozoic geological and plate tectonic evolution of SE Asia and the SW
Pacific : computer based reconstructions, model and animations, Journal of Asian Earth
Sciences 20 (2002), pp : 353 – 431.
8. Hall, R. dan Wilson, M.E.J. (2000): Neogene sutures in eastern Indonesia, Journal of Asian
Earth Sciences, Vol. 18, hal. 781-808.
9. Hamilton, W., 1979, Tectonic of Indonesia Region, Geological Survey Professional Paper,
United States Government Printing Office, Washington.
10. Hunt, R.E., 1984, Geotecnical engineering analysis and evaluation, Mc Graw – Hill Book
Company: 983 pp.
11. Huzita, K., Imaizumi, T., Kaizuka, S., Matsuda, T., Nakada, T., Okada, A., Ota, Y., Utsu, T.,
Yonekura, N., dan Yoshii, K., 1992, Maps of Active Faults in Japan, University of Tokyo
Press: 73 pp.
12. Indra, B., Suparan, R., dan Turjono, G., 2013, Laporan Tanggap Darurat Kejadian
Gempabumi Pidie Tanggal 22-10-2013, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
13. Irawan, W., 2013, Landslide in Indonesia, Case Study : Malausma Landslide, Majalengka
Region, West Java, Proceeding of the Thematic Session “Geohazard : Impacts and
141
Challenges for Society Development in Asian Countries “, 49th CCOP Annual Session, 22-
23 October 2013, Sendai, Japan, CCOP, p: 205-209.
14. Irsyam, M., Sengara, W., Aldiamar, F., Widiyantoro, S., Triyoso, W., Natawidjaja, D.H.,
Kertapati, E.K., Meilano, I., Suhardjono, Asrurifak, M., dan Ridwan, M., 2010, Ringkasan
Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, Kementerian Pekerjaaan Umum.
15. Katili, J.A., 1980, Geotectonics of Indonesia, A Modern View, Direktorat Jenderal
Pertambangan, Departemen Pertambangan dan Energi.
16. Keller, E.A., dan Pinter, N., 1996, Active tectonic earthquake, uplift and landscape, Prentice
hall, Upper saddle river, New Jersey 07458: 338 pp.
17. Kertapati, E.K., Putranto, E.T., dan Bahar, I., 1991, Katalog Gempabumi Merusak di
Indonesia 1821 – 1991, Kelompok Kerja Seismotektonik, Bidang Geologi, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung (Tidak diterbitkan).
18. Kertapati, E.K., 2006, Aktivitas Gempabumi di Indonesia (Perspektif Regional Pada
Karakteristik Gempabumi Merusak), ISBN 979-010-X, Pusat Survei Geologi, Badan
Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
19. Lumbanbatu, U.M., 2005, Kajian Regional Mekanisme Kejadian Gempabumi Pulau
Sumatera, Jurnal Sumber Daya Geologi, Volume XV, Nomor 1, April, 2005, hal. 214-226.
20. Natawidjaya, D.H., 2007, Wilayah Indonesia Yang Rentan Gempabumi dan tsunami,
Makalah Seminar Sehari Mitigasi Bencana Geologi di Indonesia tanggal 23-5-2007 di
Bandung, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
21. Newcomb, K.R., dan McCann, W.R., 1987, Seismic History and Seismotectonics of the
Sunda Arc, Journal of Geophysical Research, Vol. 92, No. B1, January 10, 1987,
p. 421 - 439
22. Omang, A., dan Sulaiman, C., 2013, Laporan Tanggap Darurat Gempabumi Halmahera
Tanggal 7-12-2013, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
23. Palgunadi, S., Praja, N.K., dan Juanda, 2004, Laporan Pemeriksaan Gempabumi Daerah
Nabire, Papua Tanggal 6-2-2004, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
24. Palgunadi S., Putranto, E.T., dan Turjono, G., 2005 Laporan Tanggap Darurat Gempabumi
Gunung Halu Tanggal 15-4-2005, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
25. Pamungkas H., Turjono, G., dan Juanda, 2004, Laporan Pemeriksaan Gempabumi Pulau
Alor Tanggal 12-11-2004, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
26. Pamungkas H., Indra, B., dan Suparan, R., 2004, Laporan Pemeriksaan Gempabumi
Nabire, Papua Tanggal 6-11-2004, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
27. Pamungkas, H., Indra, B., dan Supartoyo, 2006, Laporan Singkat Gempabumi Morotai
Tanggal 29-11-2006, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
142
28. Praja, N.K., Sugiarto, Sudarsana, Junaidin, Haris, A., Maryani, dan Syastradin, 2013,
Laporan Tanggap Darurat Bencana Gempabumi Pulau Lombok Tanggal 22-6-2013, Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
29. Praja, N.K., Suparan, R., dan Juanda, 2014, Laporan Tanggap Darurat Bencana
Gempabumi daerah Jawa Tengah Tanggal 25-1-2014, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi.
30. Prasetyadi, C., 2007, Evolusi Tektonik Paleogen Jawa Bagian Timur, Disertasi Doktor
Program Studi Teknik Geologi (tidak dipublikasikan), Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.
31. Pulunggono dan Martodjojo S., 1994, Perubahan Tektonik Paleogen-Neogen merupakan
Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa, Proceedings Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa
Sejak Akhir Mesozoik Hingga Kuarter, ISBN: 979 – 8611 – 00 – 4, hal. 37 – 50.
32. Putranto E.T., 2000 Laporan Tanggap Darurat Gempabumi Cicalengka Tanggal
18-8-2000, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
33. Putranto, E.T., Suparan, R., dan Turjono, G., 2002, Laporan Pemeriksaan Gempabumi
Daerah Ransiki, Papua Tanggal 10-10-2002, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi.
34. Putranto E.T., Surono, dan Praja, N.K., 2003, Laporan Tanggap Darurat Gempabumi
Kuningan Tanggal 21-3-2003, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
35. Putranto E.T., Suparan, R., Juanda, dan Rohmana, H.I., 2005, Laporan Tanggap Darurat
Gempabumi Garut Tanggal 2-2-2005, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi.
36. Putranto, E.T., Indra, B., Suparan, R., dan Turjono, G., dkk, 2005 Laporan Tanggap
Darurat Gempabumi Pulau Nias, Tanggal 28-3-2005, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi.
37. Putranto E.T., Supartoyo, Indra, B., dan Juanda, 2005 Laporan Tanggap Darurat
Gempabumi Padang Tanggal 10-4-2005, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi.
38. Sieh, K., dan Natawidjaja, D., 2000, Neotectonics of the Sumatran Fault, Indonesia, Journal
of Geophysical Research, Volume 105, no. B12, December 10, 2000, pp. 28295 – 28326.
39. Simanjuntak T.O., 2004, Tektonika (Publikasi Khusus), Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
40. Soetarjo, Untung, M., Arnold, E.P., Soetadi, R., Sulaeman, Ismail, dan Kertapati E.K., 1985,
SEASEE Magazine, Bangkok.
41. Soehaimi, A., dan Effendi, I., 1982, Laporan gempabumi Pulau Solor dan Adonara, Flores
Timur, 25 Desember 1982, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
143
42. Soehaimi, A., dan Effendi, I., 1983, Laporan Gempabumi Majalengka Tanggal 6-7-1990,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
43. Soekamto, RAB., 1975, Peta Geologi Indonesia Lembar Ujung Pandang, Skala
1 : 1.000.000, Direktorat Geologi, Bandung.
44. Suantika G., dan Robiana R., 2006, Laporan Singkat Gempabumi Bima Tanggal
1-12-2006, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
45. Supartoyo, Artono P., dan Ketaren L., 2000, Laporan Pemeriksaan Lapangan Gempabumi
Tanggal 4-6-2000 di Kota Bengkulu, Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan
Energi Provinsi Bengkulu.
46. Supartoyo, Tofani, E., Indra, B., Suparan R., dan Rohmana, H.I., 2003, Penyelidikan
Daerah Rawan Gempabumi Daerah Sukabumi, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi.
47. Supartoyo dan Surono, 2004, Laporan Pemeriksaan Gempabumi Daerah Karangasem
(Bali) dan Lombok Barat, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
48. Supartoyo, Surono, Januar, Kertapati, E., dan Soehaimi, A., 2005, Laporan Tanggap
Darurat Gempabumi dan Tsunami Aceh 26-12-2004, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi.
49. Supartoyo, Soehaimi, A., Effendi, I., dan Kristiawan, J., 2005, Laporan Tanggap Darurat
Gempabumi Palolo, Tanggal 24-1-2005, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi.
50. Supartoyo, Putranto, E.T., Junaedi, D., dan Juanda, 2005, Laporan Tanggap Darurat
Gempabumi Cot Glie, Aceh Besar tanggal 5-10-2005, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi.
51. Supartoyo, Putranto E.T., dan Surono, 2005, Katalog Gempabumi Merusak di Indonesia
Tahun 1629 – 2005 (Edisi Pertama), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
52. Supartoyo, Yudhicara, dan Turjono G., 2006, Laporan Tanggap Darurat Gempabumi Pulau
Seram, Tanggal 28-1-2006, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
53. Supartoyo, Yudhicara, dan Turjono G., 2006, Laporan Tanggap Darurat Gempabumi Pulau
Buru, Tanggal 14-3-2006, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
54. Supartoyo, Suantika, G., dan Yudhicara, 2006, Laporan Tanggap Darurat Bencana
Tsunami Pangandaran Tanggal 17-7-2006, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi.
55. Supartoyo, 2006, Gempabumi Yogyakarta Tanggal 27 Mei 2006, Buletin Berkala Merapi,
Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55.
56. Supartoyo, Putranto E.T., dan Surono, 2006, Katalog Gempabumi Merusak di Indonesia
Tahun 1629 – Juli 2006 (Edisi Kedua), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
144
57. Supartoyo, Putranto E.T., dan Surono, 2006, Katalog Gempabumi Merusak di Indonesia
Tahun 1629 – 2006 (Edisi Ketiga), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
58. Supartoyo, 2007, Kegempaan di Wilayah Bengkulu, Warta Geologi Volume 2 nomor 3
Bulan September 2007, hal 24 - 33.
59. Supartoyo, Hidayati, S., Priambodo, I.C., dan Juanda, 2013, Penyelidikan Pasca Kejadian
Gempabumi Aceh Tengah, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
60. Supartoyo dan Surono, 2008, Katalog Gempabumi Merusak di Indonesia Tahun 1629 –
2007 (Edisi Keempat), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
61. Surono, Palgunadi, S., Putranto, E.T., dan Rachmat, H., 2003, Laporan Tanggap Darurat
Gempabumi Dompu Tanggal 23-1-2003, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi.
62. Tjia, H.D., 1977, Tectonic depression along the trenscurrent Sumatera fault zone, Geologi
Indonesia Vol. IV, p. 13-27.
63. Tjipta, A., Suantika, G., dan Robiana, R., 2008, Laporan Tanggap Darurat Bencana
Gempabumi Dompu Tanggal 7-8-2008, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
64. Tjipta, A., Robiana, R., Syahbana, D.K., 2008, Laporan Tanggap Darurat Bencana
Gempabumi Gorontalo Tanggal 17-11-2008, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi.
65. Tjipta, A., dan Hidayati, S., 2012, Laporan Tanggap Darurat Bencana Gempabumi Sigi,
Sulawesi Tengah Tanggal 18-8-2012, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
66. Tjokrosapoetro, S., 1994, Bahaya Gempabumi serta Dampaknya Dalam Pengembangan
Wilayah (Makalah pada Kursus Geologi Lingkungan Untuk Pengembangan Wilayah
Angkatan I, 19-28 Oktober 1994), Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan, Bandung.
67. Visser, S.W., 1922, Inland and Submarine Epicentra of Sumatra and Java Earthquakes,
Verhandelingen no. 9 (Complement to Ver Verhandelingen no. 7), Javasche Boekhandel
En Drukkerij.
68. Wichman, A., (tanpa tahun), The Earthquakes of The Indonesian Archipelago up to year of
1857, In Utrecht.
69. Yeats, R.S., Sieh, K., dan Allen, C.R., 1997, The geology of earthquakes, Oxford university
press: 567 pp.
145