OLEH:
DAMAN
410012288
Diajukan sebagai salah satu syarat menyusun Tugas Akhir di
Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
1
LEMBAR PERSETUJUAN
Koordinat:
1070 56’ 30.5” BT - 1070 59’ 46.0” BT
70 30’ 28.9” LS - 70 35’ 21.6” LS
Oleh:
Daman
410012288
Telah Disetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui/Menyetujui
KetuaJurusanTeknikGeologi
i
LEMBAR PENGESAHAN
Koordinat:
1070 56’ 30.5” BT - 1070 59’ 46.0” BT
70 30’ 28.9” LS - 70 35’ 21.6” LS
Disahkan:
Hari/Tanggal : Senin / 17 September 2018
Waktu/Tempat : Ruang Sidang Lantai V, Gedung Rektorat STTNAS
Yogyakarta.
Dosen Penguji II
Dr. Ir. Ev. Budiadi, M.S. (.................................)
NIKK. 197000086
Mengetahui/Menyetujui
Ketua Jurusan Teknik Geologi
ii
Ign. Adi Prabowo, S.T.,M.Si
NIK. 1973 0251
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita haturkan kepada Allah SWT karena limpahan
tugas akhir I ini dengan baik. Usulan tugas akhir ini berjudul GEOLOGI
Usulan Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
1. Bapak Dr. Ir. Ircham M.T., selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Yogyakarta.
2. Bapak Ignatius Adi Prabowo, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik
3. Bapak Dr. Hill G. Hartono S.T., M.T., selaku dosen pembimbing I atas
4. Bapak Dr. Hita Pandita S.T., M.T., selaku dosen pembimbing II atas
5. Ayah dan Ibu yang penulis hormati, atas doa dan dukungannya baik material
iii
Besar harapan penulis semoga Usulan Tugas Akhir Tipe I ini dapat
bermanfaat bagi penulis, mahasiswa, dosen, dan kita semuanya. Akhir kata
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
v
2.2.3.2 Analisis Petrografi .................................................................. 27
vi
4.1.1.2 Dataran Bergelombang Lemah Denudasional (D5) ................ 51
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 7 Pergerakan relative blok-blok sesar (Twiss dan Moore, 1992) ... 25
viii
Gambar 3. 1 Rekontruksi perkembangan tektonik Pulau Jawa dimulai pada
Kapur Paleosen sampai dengan Oligosen Tengah (Prasetyadi,
2007) .................................................................................................33
Gambar 3. 5 Arah pola struktur Jawa bagian timur (Sribudiyani dkk., 2003). ..... 48
Gambar 4. 6 Bukti proses pelapukan yang intensif (foto diambil pada LP 01B
koordinat 80 19’ 29’’ LS 1120 32’ 17’’ BT, arah : N 3460 E) ...........56
Gambar 4. 7 Soil tebal hasil proses eksogenik (foto diambil dari LP 23B
koordinat 80 17’ 18’’ LS 1120 30’ 48’’ BT, arah : N 530 E) ............56
ix
Gambar 4. 9 Kenampakan singkapan batugamping Nampol.(Foto diambil
pada LP LP 01 koordinat 8019’54” LS 112032’24”, arah
foto : N2850E). Dijumpai adanya kekar dengan arah 610 ,N
490 E dan 270, N2140E....................................................................59
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi (van
Zuidam dan van Zuidam-Cancelado, 1979) ........................................12
Tabel 3.1 Stratigrafi regional daerah penelitian dalam Peta Geologi Lembar
Turen (Sujanto, dkk., 1992) ................................................................41
Tabel 4. 1 Modifikasi dari Stratigrafi Lembar Turen (Sujanto, dkk., 1992) ....... 58
xi
BAB I
PENDAHULUAN
tersendiri baik dari sisi keindahan morfologi maupun dari sisi keilmuan geologi
yang cukup kompleks. Daerah penelitian terletak pada zona pegunungan selatan
dimana terletak di dekat pantai selatan Jawa yang sangat erat kaitannya dengan
dengan satuan geomorfologi berupa karst. Dimana bentang alam karst menyimpan
banyak sekali potensi kaitannya dengan sumberdaya alam baik bahan galian juga
sebagai akuifer penyimpan cadangan air tanah yang baik dan bisa memenuhi
Dimana dari semua dinamika yang terjadi pada daerah penelitian penulis
keunikan dari bentuk morfologi juga menyimpan banyak potensi sumber daya
alam berupa bahan galian serta keberadaan aspek-aspek geologi tersebut sedapat
mungkin teramati dan terdata dengan baik kemudian pada akhirnya dapat
1
1.2 Maksud dan Tujuan
berdasarkan pada data permukaan, baik data primer maupun data sekunder pada
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kondisi geologi pada
daerah penelitian yang disajikan dalam bentuk peta lokasi pengamatan, peta
naskah laporan akhir yang memuat data geologi meliputi geomorfologi, strtigrafi,
1.3 Permasalahan
diantaranya :
rendah.
pada formasi wuni dan formasi mandalika yang tidak ditemukan jejaknya
dilapangan.
2
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini ialah :
daerah penelitian ?
geologi yang berkembang pada daerah penelitan, serta faktor – faktor yang
mengontrol bentukan geoorfologi pada daerah penelitian, dan juga proses geologi
apa saja yang berkembang pada daerah penelitian. Dengan menggunakan metode
yang terdapat pada jalur lintasan yang dilalui dengan melakukan pengamatan,
diatas, bahwa batasan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kondisi geologi yang
meliputi hubungan stratigrafi dan penyebaran satuan batuan, struktur geologi yang
3
1.6 Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian
Secara astronomi daerah penelitian terletak pada 8° 17' 14"- LS 8° 22' 8"
LS dan 112° 30' 34" BT - 112° 33' 49" BT dengan luas ± 54 km2 (9 km x 6 km).
Daerah penelitian termasuk dalam Peta Rupa Bumi Digital Indonesia masuk
dalam Lembar Bantur 1607 - 413, dengan skala 1 : 25.000 yang diterbitkan oleh
4
Daerah penelitian dapat dijangkau dari Yogyakarta dengan menggunakan
kendaraan bermotor, baik kendaraan roda dua, roda empat, maupun kereta api.
Jarak tempuh dari Yogyakarta daerah penelitian ± 300 km dengan waktu tempuh
cakupan area lokasi penelitian sendiri tidak semuanya dapat dijangkau dengan
5
BAB II
METODE PENELITIAN
serta proses yang sistematis, adapun metode penelitian yang digunakan yaitu
Tidak Ujian
Lulus TA 1
Lulus
TAHAP TA-2
Tidak Ujian
Lulus TA 2 Lulus
6
Alur penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian telah
diatur dan ditetapkan oleh jurusan maupun pihak kampus yang kemudian
dirangkum secara sistematis oleh penulis. Secara umum alur penelitian ini dibagi
menjadi dua tahapan yaitu Tugas Akhir 1 dan Tugas Akhir 2. Tugas Akhir 1
pustaka, penyiapan peta dasar dan perijinan) dan reconnaissance (kegiatan yang
bertujuan untuk mengetahui keadaan singkapan dan kondisi medan) yang berguna
Kemudian melakukan studi pustaka, digitasi peta, dan survei awal. Dalam
awal daerah penelitian dan penyusunan laporan Tugas Akhir 1 yang hasilnya
berupa peta hasil survei lapangan, peta geomorfologi sementara, peta geologi
sementara, peta rencana lintasan dan draft laporan Tugas Akhir 1. Tahapan
permasalahan khusus pada daerah penelitian yang dikerjakan pada Tugas Akhir 2.
Pada tahapan ini terdiri dari input berupa pemetaan rinci (perapatan data
7
batuan), pekerjaan studio (identifikasi data geomorfologi, stratigrafi dan data
struktur geologi) dan pekerjaan laboratorium (sayatan tipis). Proses dari Tugas
Akhir 2 ini meliputi penelitian mengenai kondisi geologi rinci, sortasi lokasi
batuan, peta lokasi pengamatan, peta geomorfologi, peta geologi dan laporan
Tugas Akhir 2 yang disertai hasil dari masalah khusus yang diambil. Setelah
semua tahap terlaksana, selanjutnya akan dipresentasikan pada saat kolokium dan
penelitian. Secara lebih jelas diuraikan tahapan pengerjaan tugas akhir pada
Tahap Tugas Akhir 1 ini merupakan tahap awal yang mana terbagi menjadi
2.1.1 Pendahuluan
penelitian. Tahapan persiapan ini meliputi studi pustaka guna pengumpulan data-
daerah penelitian. Persiapan peta dasar, meliputi peta RBI, peta digitasi berupa
8
Topography Mission). Peta tersebut digunakan untuk melakukan interpretasi
pola kelurusan bukit dan lembah, maupun pola aliran sungai dan daerah aliran
sungai.
Adapun surat izin penelitian yang harus dilakukan yaitu perizinan dari pihak
2.1.2 Reconnaissance
termasuk dalam tahap ini adalah interpretasi peta topografi, melakukan cek
singkapan batuan, jejak struktur, dan hal lain yang bersifat penelitian awal.
awal kondisi geologi daerah penelitian baik dari kondisi geomorfologi, statigrafi,
struktur geologi yang disajikan dalam peta dan draf Proposal Tugas Akhir yang
9
2.2 Tahap Tugas Akhir 2
Tahap Tugas Akhir 2 ini meliputi tahap pemetaan rinci, analisis studio dan
terdiri dari :
rinci, yang lebih rinci, dilakukan dengan cara melewati lintasan yang
10
lapangan, dimana sampel maupun data yang didapat di lapangan dijauhkan dari
untuk menjaga kualitas data yang diperoleh supaya tetap representatif. Tahapan
analisis kelurusan dan bentuk khusus (pola circular, bentukan tapal kuda),
daerah penelitian mengacu pada konsep klasifikasi Bentuk Muka Bumi yang
mengacu pada proses geologi baik endogen maupun eksogen. Interpretasi dan
11
geomorfologi di daerah penelitian diawali dengan penyebutan relief yang
Tabel 2. 1 Klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi (van
Zuidam dan van Zuidam-Cancelado, 1979).
Kemiringan Lereng Beda Tinggi
No Relief
(%) (m)
1 Topografi datar atau hampir datar 0–2 <5
Bergelombang lemah – sedang /
2 3–7 5 – 25
Topografi landau
Bergelombang lemah – sedang /
3 8 – 13 25 – 50
Topografi miring (lereng)
Bergelombang sedang –
4 perbukitan / Topografi cukup 14 – 20 50 – 200
curam
Perbukitan – tersayat kuat /
5 21 – 55 200 – 500
Topografi curam
Tersayat kuat – pegunungan /
6 56 – 140 500 – 1000
Topografi sangat curam
Pegunungan / Topografi Hampir
7 > 140 > 1000
Tegak
2 Struktural S Ungu
3 Vulkanik V Merah
12
Tabel 2. 3 Klasifiksasi unit geomorfologi bentuklahan asal karst
(van Zuidam,1983)
13
Karst Border/Marginal Lereng hampir datar – landai,
K8 terajam dan jarang atau sangat
Plain (Tepian Kars)
jarang banjir.
Sering ditamukan depresi
K9 Major Uvala/Glades polygonal atau hasil pelarutan
dengan tepi lereng curam
menengah – curam, jarang banjir.
Bentuk depresi memanjang dan
luas, sering berkembang pada
K10 Poljes sesar dan kontak litologi, sering
banjir oleh air sungai, air hujan &
mata air karst.
Lembah dengan lereng landai
curam – menengah, sering
K11 Dry Valleys (Major) dijumpai sisi lembah yang curam
– sangat curam, depresi hasil
pelarutan (ponors) dapat muncul.
Lembah berlereng landai curam –
Karst Canyons/Collapsed menengah dengan sisi lembah
K12 sangat curam – teramat curam,
Valleys
dasar lembah tak teratur dan
jembatan dapat terbentuk.
14
memanjang, curam; bentuk tidak teratur
dengan atau tanpa block penutup, Tros =
timbunan dari batuan induk/asal
Hampir datar, topografi bergelombang
D5 Dataran (peneplains)
lemah – kuat perajangan lemah
Dataran yang terangakat Hampir datar, topografi bergelombang
D6 /dataran tinggi (upwarped lemah – kuat perajangan lemah -
peneplains/plateaus ) menengah
Lereng relatif pendek, mendekati
D7 Kakilereng ( footslopes ) horisontal – landai, hampir datar, topografi
bergelombang lemah, perajangan lemah
Lereng landai – menengah, topografi
bergelombang lemah – kuat pada kaki
D8 Piedmonts
perbukitan dan sone pegunungan yang
terangkat, terajam menengah
Lereng curam – sangat curam, terajam
D9 Gawir (scarps )
menengah - tajam
Rombakan lereng dan
Lereng landai – curam, terajam lemah –
D10 kipas (scree slopes and
tajam
fans)
Tidak beraturan, lereng menengah – curam,
topografi bergelombang lemah –
D11 Daerah gerakan massa
perbukitan, terajam menengah (slides,
slump and flows)
Daerah tandus dengan Topografi dengan lereng curam – sangat
D12 puncak runcing curam, terajam menengah (knife – edged,
(badlands) round crested and castellite types)
suatu pola dalam kesatuan ruang yang merupakan hasil penggabungan dari
beberapa individu sungai yang saling berhubungan suatu pola dalam kesatuan
dan pengaturan sungai pada suatu daerah yang menggambarkan jumlah faktor
yang mempengaruhi jumlah, ukuran dan frekwensi sungai pada daerah tersebut.
15
Pola drainase perlu kita pelajari karena ia dapat digunakan sebagai kriteria
dalam pengenalan fenomena geologi, hidrologi dan geomorfologi. Hal ini tidak
lain disebabkan pola pengaliran tersebut merupakan hasil pengaruh banyak faktor
terhadap air (hujan) yang mengalir pada permukaan bumi. Foktor tersebut bisa
kombinasi dari sekian faktor tersebut. Oleh karena maka sangat penting untuk
Salah satu yang dipelajari dalam pola pengaliran ialah tekstur pola
pengaliran, dimana dalam tekstur pola pengaliran di bagi menjadi tiga tekstur
berdasarkan tingkat kerapatan sungai orde pertama (Gambar 2.2) pada skala foto
1. Tekstur halus jarak antar sungai kurang dari 2.54 cm (1/4 inch). Tekstur
3. Tekstur kasar dimana jarak antar sungai orde pertama lebih besar dari 2
inch dan mengandung air yang relative sedikit, tekstur ini menunjukan
batuan dasar yang lebih resisten atau tanah yang kasar dan permeable.
16
Gambar 2. 2 Tekstur pola pengaliran; a) Tekstur halus, b) Tekstur sedang,
dan c) Tekstur kasar (Endarto, 2007).
faktor antara lain adalah kemiringan lereng, perbedaan resisten batuan, struktur
geologi, proses vulkanik kuarter, sejarah, dan stadia geomorfologi dari cekungan
pola aliran (drainage basin). Penentuan pola pengaliran pada daerah penelitian
(Tabel 2.6).
17
Tabel 2. 5 Jenis-jenis pola aliran sungai menurut Howard ( 1967,
dalam Thornbury, 1969).
POLA POLA
PENGALIRAN KARAKTERISTIK PENGALIRAN KARAKTERISTIK
DASAR UBAHAN
18
Pola pengaliran yang
tidak sempurna kadang
nampak dipermukaan,
kadang tidak nampak.
Pola ini berkembang
pada kawasan karst atau
morfologi gurun.
mengetahui seberapa jauh tingkat kerusakan yang telah pada bentangalam saat ini.
Menurut Lobeck (1939), stadia daerah dibagi menjadi tiga dan mempunyai
ciri tersendiri:
1. Stadia Muda
banyak dijumpai air terjun, aliran air deras, erosi vertikal lebih dominan
2. Stadia Dewasa
Dicirikan oleh relief yang maksimal, dengan bentuk lembah sudah mulai
19
seimbang dengan erosi lateral, cabang-cabang sungai sudah
3. Stadia Tua
Dicirikan oleh lembah dan sungai meander yang lebar, erosi lateral lebih
Stadia daerah penelitian dikontrol oleh litologi, struktur geologi dan proses
20
2.2.2.2 Analisis Stratigrafi
batuan hasil pemetaan geologi di daerah penelitian yang berdasarkan ciri litologi
konsep litostratigrafi.
secara bersistem menjadi satuan – satuan bernama yang bersendi pada ciri litologi
penamaan satuan batuan tidak resmi tercantum dalam Sandi Stratigrafi Indonesia
pada Bab II pasal 14 (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996). Hal tersebut juga dengan
21
Tabel 2. 6 Ekspresi Hukum “V” yang menunjukkan hubungan kedudukan
lapisan ( modifikasi Ragan, 1973 dalam lisle, 2004).
GAMBAR KETERANGAN GAMBAR KETERANGAN
Lapisan dengan dip
berlawanan arah dengan
slope akan membentuk
Lapisan horisontal
pola singkapan
akan membentuk
berbentuk huruf "V"
pola singkapan yang
yang memotong lembah
mengikuti pola garis
dimana pola
kontur.
singkapannya
berlawanan dengan arah
kemiringan lembah
Lapisan dengan dip
Lapisan tegak akan searah dengan arah
membentuk pola slope dimana dip
singkapan berupa lapisan lebih besar dari
garis lurus, dimana pada slope, akan
pola singkapan ini membentuk pola
tidak dipengaruhi singkapan dengan huruf
oleh keadaan “V" mengarah sama
topografi. (searah) dengan arah
slope.
Lapisan dengan dip
Lapisan dengan dip yang searah dengan
searah dengan slope slope, dimana besar dip
dan besarnya dip lebih kecil dari slope,
sama dengan slope, maka pola
maka pola singkapannya akan
singkapannya membentuk Huruf "V"
terpisah oleh lembah. yang berlawanan dengan
arah slope
unsur struktur geologi dan hasil analisis dari data-data pengukuran di lapangan
struktur yang dikemukakan oleh Moody dan Hill (1976) (Gambar 2.3).
akibat adanya gaya kompresi yang disebabkan oleh tektonik. Analisis struktur
22
Gambar 2. 4 Model struktur geologi (Moody dan Hill, 1976).
pergeseran atau perpindahan tempat dari titik semula ke titik tertentu, merupakan
hal yang umum bila terdapat pada batuan dan bisa terbentuk pada setiap
waktu. Pada batuan sedimen, kekar bisa terbentuk mulai pada saat pengendapan
atau terbentuk setelah pengendapan, dalam batuan beku bisa terbentuk akibat
bisa terjadi pada saat mendekati proses akhir atau bersamaan dengan
terbentuknya struktur lain, seperti sesar atau lipatan. Pemodelan dan Analisis
yang menerangkan mengenai struktur geologi pada batuan sebagai akibat adanya
gaya kompresi yang disebabkan oleh tektonik. Dimana tektonik tersebut memiliki
peran yang sangat vital dalam terbentuknya struktur geologi (Gambar 2.4).
23
Gambar 2. 5 Jenis kekar (Billings,1972), A. Kekar gerus yang disebabkan oleh
gaya kompresi sederhana pada permodelan sebuah kubus akan
membentuk empat jenis kekar shear searah dengan bidang ABCD,
EFG, HIJ, KLMN, B. Kekar Extension yang terbentuk searah gaya,
dan C. Kekar Release yang terbentuk tegak lurus gaya.
jenis sesar di dapat dari hasil triangulasi data pitch of net slip (rake) dan dip of
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran melalui bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa Bidang Sesar
(Fault Plane) atau rekahan tunggal. Tetapi lebih sering berupa Jalur Sesar (Fault
Zone) yang terdiri dari lebih dari satu sesar. Dalam penelitian ini digunakan
klasifikasi sesar yang umumnya berdasarkan pergerakan blok sesar (Gambar 2.6)
dan dimana pergerakan blok sesar tersebut dapat dibagi menjadi beberapa kelas
24
Gambar 2. 6 Diagram klasifikasi sesar translasi (Rickard, 1972
dalam McClay, 2007).
25
1) Umum : Normal/turun, reverse/naik (termasuk “thrust” sesar
3) Sifat gerak terhadap bidang sesar : dip slip, strike slip, oblique slip.
ditunjukkan sebagai lengkungan dari lengkungan pada unsur garis atau bidang di
dalam bahan tersebut. Pada umumnya unsur lipatan adalah bidang perlipatan,
klasifikasi menurut Fluety, 1964 dan Rickard 1971 dalam McClay (2007).
26
2.2.3 Analisis Laboratorium
Pada tahap ini data serta sampel batuan yang didapat dari lapangan
makro dan mikro dalam batuan. Umumnya fosil yang dianalisis berupa fosil
mikro yang mempunyai umur tertentu sebagai fosil indek. Analisis ini dilakukan
untuk dapat mengetahui jenis, nama dan lingkungan pengendapan fosil tersebut.
Apabila fosil yang dianalisis termasuk sebagai fosil indek, maka umur relatif dari
batuan akan dapat diketahui. Untuk fosil makro dianalisis secara megaskopsis
contoh batuan yang didapat dari daerah penelitian yang kemudian disayat pada
seri CX-31. Metode yang dilakukan pada pengamatan ini ada 2, yaitu nikol sejajar
dan nikol silang, perbedaan dari kedua pengamatan ini adalah pada analisatornya.
27
cahaya yang bergetar pada arah tertentu saja yang dapat diteruskan. Untuk nikol
sejajar, arah getaran yang diteruskan searah dengan getaran polarisator, sedangkan
untuk nikol bersilang, arah getaran yang diteruskan tegak lurus dengan arah
getaran polarisator.
karbonat (Gambar 2.9) digunakan klasifikasi Dunham (1962) dan untuk penamaan
dengan cara menentukan komposisi batuan melihat dari komponen besar butir,
28
Gambar 2. 10 Diagram klasifikasi penamaan batupasir (Pettijohn,1975).
29
Diagram klasifikasi penamaan batupasir (Gambar 2.10) digunakan dengan
f) Larutan HCl
i) Kamera
j) Jas hujan
30
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Tinjauan pustaka dalam
kedudukan yang sangat penting. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
Jawa merupakan salah satu pulau di Busur Sunda yang mempunyai sejarah
beberapa fase tektonik dimulai dari Kapur Akhir hingga sekarang. Daerah
(2007), dikontrol oleh dua fase tektonik dari tua ke muda yaitu, Fase Tektonik
Secara lebih rinci perkembangan tektonik pada setiap periode tektonik Kapur
31
3.3.1 Periode Kapur Akhir
Fase tektonik ini ditandai dengan tidak aktifnya subduksi Kapur dan
Tumbukan tersebut menyebabkan adanya suture dan diikuti oleh fase regangan
dan graben (rendahan) pada Mikrokontinen Jawa Timur. Hal ini terjadi karena
adanya gaya dorong dari Lempeng Indo Australia terhadap Mikrokontinen Jawa
Timur dan gaya tahan yang relatif diam dari Lempeng Asia. Pada saat hal ini
terjadi, kompleks mélange Luk Ulo masih berada di posisi Laut, batuan Formasi
Nanggulan masih berada di daerah transisi hingga tepi mikrokontinen, dan batuan
utara India. Aktifitas pemekaran di sepanjang Wharton Ridge berhenti atau mati
mencolok gerak India ke utara dan matinya Wharton Ridge ini diinterpretasikan
sebagai pertanda kontak pertama Benua India dengan zona subduksi di selatan
32
Gambar 3. 1 Rekontruksi perkembangan tektonik Pulau Jawadimulai pada Kapur
Paleosen sampai dengan Oligosen Tengah (Prasetyadi, 2007).
dan Australia berkurang secara mencolok karena terjadinya benturan keras (hard
33
Akibatnya laju penunjaman Lempeng Samudera Hindia di Palung Sunda juga
Cekungan Jawa Timur fase kompresi ini menginversi graben RMKS menjadi zona
seperti Formasi Wonosari di Jawa Tengah dan Formasi Punung di Jawa Timur.
Periode ini ditandai dengan tidak aktifnya gunung api Oligosen sehingga
pengangkatan blok pegunungan selatan akibat adanya gaya dorong dari Lempeng
dkk., 1994 dalam Bronto, 2006) menyatakan bahwa di Jawa telah terjadi
perpindahan busur magma Tersier dan Kuarter sebagai akibat perubahan lokasi
jalur penunjaman kerak bumi. Menurut (Martodjojo, 2003 dalam Bronto, 2006)
pada umur Kapur - Awal Eosen jalur magma berada di utara Jawa Barat dan
busur depan. Dari Eosen Akhir - Oligosen tidak ada proses magmatisme dan
volkanisme di Jawa Barat. Selanjutnya pada Miosen Awal jalur gunung api berada
di selatan Jawa Barat. Sementara itu Soeria Atmadja dkk., (1994) melaporkan
34
adanya perubahan busur magma Tersier di sepanjang Pulau Jawa. Busur magma
dengan busur magma Kuarter. Namun demikian, dari penelitian fosil gunung api
Tersier di Jawa Barat dan umur radiometri (Bronto dkk, 2006) ditemukan adanya
batuan gunung api berumur Paleogen dan Neogen yang terletak di bawah sebaran
batuan gunung api Kuarter. Ini berarti telah terjadi tumpang-tindih kegiatan
gunung api di Jawa, paling tidak sejak Tersier Bawah hingga masa kini.
dalam Bronto, 2006). Selama ini banyak literatur yang menggambarkan busur
gunung api sebagai suatu garis lengkung yang tipis, sehingga hanya terisi kerucut
zona yang cukup lebar yang mana di dalamnya terdapat beberapa kerucut gunung
dalam busur gunung api Tersier pada waktu itu mungkin sebagian berupa laut.
Cekungan tersebut tidak hanya dikelilingi oleh gunung api pada masa itu, tetapi
tidak menutup kemungkinan terdapat tinggian batuan tua, apakah batuan gunung
api yang lebih tua, batuan sedimen, batuan beku intrusi atau bahkan batuan
35
metamorf. Batuan tersebut mengalami pengerjaan ulang sehingga sedimen
epiklastikanya masuk ke dalam cekungan. Di dalam cekungan itu sendiri bisa saja
terbentuk gunung api bawah laut atau pulau gunung api dan sedimen hasil proses
biologi dan kimia. Dengan demikian batuan yang terbentuk di dalam cekungan
dan dalam waktu yang bersamaan dapat berasal dari berbagai sumber, sehingga
Basins; Bronto 2003, dalam Bronto, 2006). Hal ini sangat mungkin pula terjadi di
Pegunungan Selatan mengingat bahwa pada lokasi yang relatif dekat, banyak
3.2 Fisiografi
Menurut van Bemmelen (1949) fisiografi Jawa Timur terdiri dari 6 zona
(Gambar 3.2) yaitu : Zona Pegunungan Selatan, Zona Solo, Zona Kendeng, Zona
Gambar 3. 2 Zonasi Fisiografi Pulau Jawa bagian tengah dan timur (modifikasi
dari van Bemmelen, 1949 dalam Hartono, 2010).
36
1. Zona Pegunungan Selatan
yang berada di sisi selatan Pulau Jawa di bagian timur dan memanjang relatif
menjadi dua tipe, yaitu relief halus akibat pengaruh penyesaran bongkah, sebagian
berelief halus, tipe kedua memiliki relief yang kasar karena dibentuk oleh batuan
vulkanik Tersier yang mengalami erosi dalam jangka waktu yang sangat lama,
2. Zona Solo
Jawa, terlampar dari Solo hingga Banyuwangi. Zona Solo dibagi lagi menjadi tiga
subzona (van Bemmelen, 1949), mulai dari paling utara hingga selatan menjadi :
ini umumnya dibentuk oleh endapan aluvial dan endapan gunung api.
b. Subzona Solo, dibentuk oleh deretan gunung api Kuarter dan dataran
antar gunung api. Gunung api tersebut adalah Gunung Lawu, Gunung
Gunung Raung dan Gunung Ijen di ujung timur Pulau Jawa. Sedangkan
37
dataran-dataran antar gunung apinya adalah Dataran Madiun, Dataran
endapan aluvial.
3. Zona Kendeng
Ngawi. Pegunungan ini tersusun oleh batuan sedimen laut yang terdeformasi
kecil yang tersusun secara paralel dan membentuk struktur antiklin lebih besar).
4. Zona Randublatung
yang berada di antara Perbukitan Kendeng dan Perbukitan Rembang. Zona ini
Tersier. Selain itu terdapatnya antiklin terisolir, seperti Dander, Pegat, Ngimbang,
Sekarkorong, dan Leidah yang masih mengikuti pola lipatan Zona Kendeng,
hanya proses isostasi negatif saja, tetapi terdapat pula faktor tektonik kompresif
38
Sebagai sebuah depresi tektonik, sedimentasi Zona Randublatung terus aktif
semenjak Akhir Tersier hingga sekarang, dengan menerima pasokan sedimen dari
sebagian besar terdiri atas sekuen dari volkanogenik dan sedimen pelagis.
5. Zona Rembang
memanjang dengan arah timur-barat di sisi utara Pulau Jawa. Zona ini
beberapa kilometer hingga mencapai 100 km. Zona Rembang terbagi menjadi
(van Bemmelen, 1949) yang dipisahkan oleh lembah aliran Sungai Lusi di bagian
barat, dan lembah aliran Sungai Kening (anak Sungai Bengawan Solo) di bagian
timur. Batuan pembentuknya terdiri atas endapan laut dangkal, sedimen klastik,
fisiografi yang unik, ditandai dengan kehadiran Gunung api Muria dan Lasem,
Dataran pesisir ini dibentuk terutama oleh sedimentasi Sungai Serang dan Sungai
Tuntang. Kedua sungai tersebut tercatat menutup selat laut yang besar, yang
dikenal sebagai Selat Muria. Selat Muria ini memisahkan Pulau Muria, sebagai
39
Berdasakan kajian fisiografi di atas lokasi penelitian terletak pada Desa
Jawa Timur yang mana menurut zonasi fisiografi Pulau Jawa bagian tengah dan
timur (modifikasi dari van Bemmelen, 1949 dalam Hartono, 2010) termasuk
pegunungan selatan.
3.3 Stratigrafi
Lembar Turen terdiri dari batuan vulkanik tua, batuan sedimen, batuan
gunung api muda, batuan terobosan dan aluvium yang berumur mulai Oligosen
akhir hingga Resen (Holosen). Satuan yang ada dilembar ini (Tabel 3.1) dari tua
terobosan, Batuan gunungapi muda dan Aluvium. Satuan tertua yang tersingkap di
daerah ini adalah Formasi Mandalika (Tomm) yang berumur Oligosen Akhir
hingga awal Miosen Tengah. Formasi tersebut terdiri lava andesit, basal trakit,
dasit dan breksi andesit serta mempunyai Anggota Tuf (Tomt) yang terdiri dari
Formasi Mandalika terdiri dari lava andesit, basal, dasit, breksi andesit dan
tuf. Lava andesit terdiri dari andesit piroksen, andesit hornblenda, yang disebagian
tempat mengalami ubahan hidrotermal berupa kaolin. Lava basal umumnya terdiri
dari basal piroksen berstruktur amigdaloidal yang rongga – rongganya diisi oleh
mineral – mineral sekunder kalsit dan zeolit. Lava dasit yang banyak dijumpai
40
mineral –mineral pirit serta leleran – leleran oksida besi. Breksi andesit
Formasi Wuni terdiri dari breksi, lava bersusun andesit basal, breksi tuf,
breksi lahar, dan tuf pasiran. Breksi berkomponen andesit dan basal, mengandung
cm dengan masa dasar batupasir tufan yang pejal. Setempat batupasir tersebut
41
dibeebrapa tempat bercampur dengan breksi tuf, aglomerat dan breksi batuapung.
Lava andesit – basal terdiri dari andesit piroksen sampai basal. Breksi lahar
Miosen Tengah, formasi ini menindih tidak selaras dari formasi mandalika, dan
konglomerat berukuran kerakal dan lignit tipis, selain mengandung sisipan lignit,
dijumpai pula kristal – kristal pirit kuning mengkilat. Batulempung dan napal
struktur perlapisan yang baik. Batulempung hitam terdapat berupa lapisan tipis
dan dibeberapa tempat bercampur dengan lapisan lignit. Dibagian atas Formasi
42
batugamping kristalin dan batugamping pasiran, sebagian pejal sebagian berlapis.
karst. Fosil – fosil yang dikenali dalam formasi ini adalah Lepidocyclina
Operculina sp, menunjukan umur dari Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.
dari lava andesit piroksen, porfir, fenokris plagioklas umumnya telah melapuk
berwana coklat. Mineral piroksen kehitaman telah melapuk menjadi oksida besi.
lembah Kali Bambang dan Kali Aranaran sebaran batuannya berupa lava basal
olivin abu-abu dan vesikuler, struktur aliran terlihat jelas menyerupai lava
43
3.3.6 Endapan Gunungapi Tengger (Qvt)
Terdiri dari leleran lava basal olivin, andesit piroksen dan jatuhan
kemerahan. Ke arah atas ditutupi oleh jatuhan piroklastika yang terdiri dari tuf, tuf
pasiran, pasir dan lapili. Jatuhan piroklastika sebarannya sangat luas terdapat di
dalam kaldera Jembangan sebelah utara G. Mahameru, tersusun dari leleran lava
basal olivin piroksen, kompak, abu-abu berbintik hitam, porfiri dan berongga.
prismatik halus yang tidak terarah. Sedangkan kaca merupakan masadasar dalam
jumlah sedikit, bening amorf, dan isotrop, umumnya telah melapuk. Singkapan
baik terdapat pada lembah sempit di kaki barat gunung tersebut yang bersentuhan
dengan lava Jembangan. Bagian atas dari lava Kepolo ditutupi oleh endapan
dan dijumpai lava basal piroksen berwarna keabuan. Ke arah selatan atau
lereng rendah dijumpai breksi, tuf breksi, tuf pasiran dari kasar sampai halus.
44
3.3.9 Endapan Gunungapi Semeru (Qvs)
Terdiri dari lava dan breksi, lava bersusun andesit basal, jatuhan atau
aliran piroklastika, dan lahar. Lahar berwarna abu-abu kehitaman, coklat dan
augit, andesit horenblenda, basal olivin piroksen, bervesikuler yang tak merata,
Terdiri dari lava basal dan tuf pasiran. Lava berwarna abu-abu kehitaman
sebarannya sampai kebagian selatan, banyak mengisi lembah dan sepanjang dasar
feldspar, kaca, batuapung, mineral hitam dan pecahan batuan berbutir pasir-lapili
Terdiri dari tuf kasar berbatuapung, dan fragmen andesit. Tuf berbutir
berasal dari proses lahar. Endapan tuf gunung api ini dihasilkan oleh kelompok
45
3.4 Struktur Geologi
dibagi menjadi 3 (Gambar 3.4), yaitu pola Meratus, pola Jawa dan pola Sunda.
Arah pertama dengan arah timur laut – barat daya dinamakan Pola Meratus yang
berumur Kapur Akhir – Paleosen (80 – 52 juta tahun lalu), arah kedua dengan
arah utara – selatan dinamakan Pola Sunda berumur Eosen – Oligosen Akhir (32
juta tahun lalu). Arah ketiga dengan arah barat – timur dinamakan Pola Jawa yang
berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal (32 juta tahun yang lalu). Untuk daerah
Jawa Timur pola struktur yang berkembang adalah pola Jawa dan pola
Lokasi Penelitian
Pola ini diwakili oleh Sesar Cimandiri di Jawa Barat, yang dapat diikuti
46
b. Pola Sunda berarah utara–selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta
yang lalu. Pola Jawa ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti Sesar
perkembangan pada dua periode utama yakni untuk jaman Paleogen (Eosen –
Oligosen) berorientasi timurlaut -baradaya (searah dengan pola Meratus). Pola ini
Pulau Jawa dan sekitarnya, khususnya Cekungan Jawa Timur bagian Utara
47
Gambar 3. 4 Arah pola struktur Jawa bagian timur (Sribudiyani dkk., 2003).
48
BAB IV
bersifat primer (morfologi, litologi, dan struktur geologi) yang diambil langsung
sehingga menjadi suatu cerita ilmiah mengenai kondisi awal geologi daerah yang
atas geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi dan sejarah geologi dari daerah
penelitian. Dalam bab ini akan dibahas secara khusus hasil interpetasi yang telah
4.1 Geomorfologi
baik endogen maupun eksogen. Proses endogen merupakan proses yang bersifat
(1979), dan van Zuidam (1983), yakni pembagian satuan geomorfologi yang
49
Morfogenesa adalah pembagian satuan geomorfologi berdasarkan proses
yang mengontrol pembentukan lahan (van Zuidam, 1983). Aspek - aspek yang
dikaji dalam bahasan geomorfologi pada daerah penelitian terdiri atas satuan
geomorfologi, pola pengaliran, stadia sungai, dan stadia daerah dan proses
analisis pada peta topografi dengan melihat pola kontur, kemudian melakukan
dan relief (van Zuidam dan van Zuindam-Cancelado, 1979) diikuti dengan
Srigonco. Satuan ini mempunyai sudut lereng rata-rata 24, 23 % dan beda tinggi
rata-rata 33, 11 meter. Satuan geomorfologi ini tersusun didominasi oleh litologi
berupa batugamping terumbu dengan struktur yang khas berupa lapies. Satuan
50
Perbukitan
penelitian yaitu di daerah Desa Sumberkerto, Desa Bantur dan Desa Pringgodani.
Satuan ini mempunyai sudut lereng rata-rata 8, 51 % dan beda tinggi rata-rata 30,
Kakilereng
51
4.1.1.3 Lereng dan Perbukitan Bergelombang Lemah Denudasional (D1)
penelitian yaitu di Desa Pandanrejo. Satuan ini mempunyai sudut lereng rata-rata
10, 53 % dan beda tinggi rata-rata 28,3 meter. Satuan geomorfologi ini didominasi
oleh litologi berupa batulempung dengan ciri berwarna putih dan struktur berlapis.
Dari proses pengamatan peta topografi tekstur pola pengaliran pada daerah
penelitian (Gambar 4.4) dijumpai tekstur kasar, sedang dan halus. Tekstur kasar
52
mengandung sedikit air permukaan yaitu terdapat pada bagian selatan daerah
kasar maupun tidak halus yang berarti mengandung material campuran. Tekstur
halus menunjukkan aliran permukaan besar dan memiliki batuan dasar yang kedap
air, terdapat pada bagian utara daerah penelitian dengan litologi batu lempung dan
hampir sama dengan pola dendritik tetapi sedikit terubahkan terdapat pada batuan
53
4.1.3 Stadia Daerah
Untuk menentukan stadia daerah pada daerah melihat akan kondisi litologi,
kondisi fisik sungai, dan tingkat erosi terhadap suatu daerah. Stadia sungai di
dewasa-tua dicirikan oleh relief yang maksimal, dengan bentuk lembah sudah
mulai cenderung berbentuk “U” dimana erosi vertikal sudah seimbang dengan
Holmes (1965), maka dapat disimpulkan secara umum stadia daerah penelitian
termasuk dalam stadia dewasa-tua (Gambar 4.6). Penggolongan stadia daerah ini
lebih jauh terhadap aspek-aspek geologi yang ada di daerah penelitian, hal ini di
proses geologi, litologi, struktur geologi yang beragam. Dengan mengetahui stadia
54
4.1.4 Proses Geomorfologi
bentang alam yang ada pada suatu daerah serta proses – proses geologi (proses
proses endogenik (asal dalam) tersebut meliputi aktivitas vulkanisme dan tektonik
serta proses eksogenik (asal luar) seperti pelapukan, erosi dan sedimentasi.
Proses geomorfologi adalah semua proses fisika, kimia dan biologi yang
mengakibatkan perubahan pada bentuk bumi. Proses fisika ada yang berasal dari
dalam bumi (seperti penerobosan batuan beku, dan deformasi tektonik pada kerak
bumi) dan yang berasal dari luar bumi (seperti penyinaran oleh matahari, hujan,
salju dan juga jatuhan meteorit ke permukaan bumi). Proses kimia seperti proses
mengangkut material lepas di permukaan bumi. Jika media berasal dari luar bumi,
tetapi masih dalam lingkungan atmosfir, disebut proses eksogen. Jika media
berasal dari dalam bumi, disebut proses endogen. Media yang datang dari luar
55
Proses - proses geomorfologi yang berada pada daerah penelitian yaitu
proses eksogen, yaitu proses yang berasal luar yang dicirikan oleh proses
pelapukan dan erosi yang cukup intensif pada daerah penelitian (Gambar 4.6)
Gambar 4. 6 Bukti proses pelapukan yang intensif (foto diambil pada LP 01B
koordinat 8O19’29” LS 112O32’17” BT, arah : N 346 O E).
Gambar 4. 7 Soil tebal hasil proses eksogenik (foto diambil dari LP 23B
Koordinat 8O17’18” LS 112O30’48” BT, arah : N 53O E)
56
Gambar 4. 8 Proses geomorfologi bentukan lahan karst berupa pelarutan yang
membentuk gua dan sungai bawah tanah (arah foto: N 331 O E).
4.2 Stratigrafi
Sujanto, dkk 1992 masuk dalam Formasi Nampol dan Formasi Wonosari yang
berumur Tersier yaitu pada kala Miosen Tengah sampai Miosen Akhir. Untuk
lapangan.
Penamaan satuan batuan didasarkan pada litologi yang dominan pada setiap
penyusun satuan dan diikuti dengan nama formasinya. Penamaan satuan batuan
didasarkan pada litologi yang dominan pada setiap penyusun satuan dan diikuti
57
dengan nama formasinya. Penentuan umur relatif menggunakan kesebandingan
dari peneliti terdahulu (Sujanto, dkk., 1992). Mengacu pada Sandi Stratigrafi
58
4.2.1 Satuan Batugamping Nampol
dari daerah penelitian dengan morfologi berupa karst tersayat tajam dan pola
pengaliran multibasinal. Berdasarkan pada stratigrafi regional dan juga data yang
59
a)
b)
warna segar abu-abu keputihan, warna lapuk coklat kehitaman, tekstur non-
klastik, struktur masif, terdapat lapies, komposisi mineral karbonat seperti kalsit
dan dolomit dan banyak mengandung fosil seperti koral, moluska, maupun fosil
bercangkang.
warna segar abu-abu keputihan, warna lapuk coklat kekuningan, tekstur kristalin,
60
4.2.2 Satuan Batupasir Nampol
pelamparannya berada disebelah timur laut dari daerah penelitian dengan wilayah
meliputi Desa Bantur, Desa Sumberkerto dan Desa Pringgondani. Satuan ini
stratigrafi regional dan juga data yang didapat di lapangan, peneliti berkesimpulan
lapuk coklat kehitaman, tekstur klastik, ukuran butir 1/16 mm – 2 mm, sortasi
sedang, struktur laminasi (-/+) 8 mm dan berlapis 10-40 cm, komposisi mineral
61
4.2.3 Satuan batulempung Nampol
meliputi Desa Pandanrejo, Desa Bandungrejo dan Desa Sumberbening. Satuan ini
coklat kehitaman, tekstur klastik, ukuran butir < 1/256 mm, struktur laminasi +/- 6
62
4.3 Struktur Geologi
geologi regional, peta topografi dan data hasil pemetaan awal sebagai langkah
awal dalam melakukan interpretasi struktur geologi yang ada pada daerah
penelitian, namun tidak dapat digunakan sebagai patokan pasti kebenaran data
yang ada dengan kondisi dilapangan. Dalam analisis maupun pengkajian data
tersebut, peneliti merasa terdapat beberapa kesamaan dari data peta SRTM, peta
geologi regional dan peta topografi serta hasil pemetaan awal, yang menghasilkan
pola struktur geologi pada daerah penelitian. Dalam pemberian nama struktur
didasarkan pada nama geografis, baik berupa nama desa maupun nama sungai
Berdasarkan dari hasil analisis yang dilakukan pada peta SRTM (Gambar
4.11) Terdapat beberapa pola kelurusan yang memanjang tetapi yang dominan
yaitu pola kelurusan dengan pola pendek dan putus-putus tetapi banyak memiliki
arah relatif barat laut – timur tenggara, pola tersebut bukanlah menandakan
bentang alam karst yang memang memiliki ciri adanya susunan bukit-bukit yang
banyak, sehingga terkesan dari Citra SRTM memperlihatkan kesan pola kelurusan
yang pendek dan putus-putus dalam jumlah yang relatif banyak. Apa bila
dikaitkan dengan peta topografi maka memang terdapat korelasi antara pola
63
Gambar 4. 8 Analisis pola kelurusan menggunakan Citra SRTM.
tidak ada struktur geologi yang berkembang. Begitu pula pada saat survei
struktur geologi yang berarti, hanya sebatas kekar-kekar dengan jumlah yang
geologi karena tidak dijumpai indikasi adanya struktur geologi yang berarti.
64
BAB V
atau persiapan hingga tahap akhir, dimana semua kegiatan telah disusun dengan
rapi dan sesuai urutan. Jadwal pelaksanaan disusun dengan tujuan mempermudah
sistematis dan tepat pada waktunya. Jadwal kegiatan penelitian tugas akhir ini
65
5.2 Rencana Lintasan
berdasarkan hasil dari interpretasi peta geomorfologi, peta geologi dan hasil
reconnaissance yang sengaja diplotkan pada peta topografi oleh peneliti dengan
penggambaran peta geologi (Gambar 5.1). Selain itu, peta rencana lintasan
(lampiran 4), mengacu kepada metode penelitian untuk mengetahui jalur mana
saja yang akan dilalui oleh peneliti untuk melakukan kerja lapangan (Tabel 5.1),
teliti dan detail. Pemilihan arah lintasan harus melalui pertimbangan tertentu
antara lain :
geologi lainnya.
suatu jalur menjadi rencana lintasan. Berikut faktor dan tujuan dari 7 rencana
lintasan.
66
Gambar 5. 1 Peta rencana lintasan daerah penelitian.
67
1. Lintasan 1 merupakan lintasan terbuka, dimaksud untuk mendapatkan
selama 1 hari.
setengah hari.
68
7. Lintasan 7 merupakan lintasan terbuka, dimaksudkan untuk mendapatkan
dengan menggunakan sepeda motor dan jalan kaki selama setengah hari.
69
BAB VI
PERSONALIA PENELITI
6.1 Peneliti
d. NIM : 410014035s
f. No. Hp : 082331139006
g. E-mail : muhammaddanangp4@gmail.com
70
BAB VII
Akhir. Pendanaan ini sendiri berasal dari dana pribadi peneliti yang rinciannya
Peralatan Lapangan
No Keterangan Jumlah Harga Biaya
1 Sewa palu + kompas + lup 14 Hari @ Rp 6.000 Rp 84.000
2 Sewa GPS 14 Hari @ Rp 25.000 Rp 350.000
3 Larutan HCl 2 L @ Rp 50.000 Rp 100.000
4 Plastik sample Rp 25.000
Total Biaya Rp 599.000
71
Total Biaya Rp 6.350.000
Analisis Laboratorium
No Keterangan Jumlah Satuan Biaya
1 Preparasi petrografi 3 Sayatan @ Rp 125.000 Rp 375.000
2 Preparasi paleontologi 3 Sampel Rp. 90.000
Total Biaya Rp 465000
Ujian TA 1 dan TA 2
No Keterangan Jumlah Satuan Biaya
Ujian TA 1
Pendaftaran Ujian TA 1 @ Rp 150.000 Rp 150.000
1 Print Peta LP, Geomorfologi,
Geologi, Rencana Lintasan 16 buah @ Rp 25.000 Rp 400.000
Konsumsi Ujian TA 1 3 buah @ Rp 450.000 Rp 450.000
Ujian TA 2
Pendaftaran Ujian
Pendadaran @ Rp 150.000 Rp 150.000
2 Ujian Kolokium @ Rp 300.000 Rp 300.000
Ujian Pendadaran @ Rp 300.000 Rp 300.000
Print Peta LP, Geomorfologi,
Geologi 28 buah @ Rp 25.000 Rp 700.000
Total Biaya Rp 2.450.000
Lain-lain
No Keterangan Jumlah Satuan Biaya
1 Pembuatan Dokumentasi 5 buah @ Rp 10.000 Rp 50.000
2 Jilid Rp 100.000
Total Biaya Rp 150.000
Biaya Penelitian
1 Bahan habis pakai Rp 1.720.000
2 Peralatan lapangan Rp 599.000
3 Kegiatan penelitian lapangan Rp 6.350.000
4 Analisis laboratorium Rp 930.000
5 Ujian TA 1 dan TA 2 Rp 2.450.000
6 Lain-lain Rp 450.000
7 Biaya tak terduga Rp 500.000
Total Biaya Penelitian Rp 12.524.000
72
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2001, Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Bantur : Bakosurtanal 1607 –
413 skala 1:25.000. Edisi I.
Asikin, S., 1974. Evolusi geologi Jawa Tengah dan sekitarnya ditinjau dari segi
tektonik dunia yang baru. Laporan tidak dipublikasikan, disertasi,
doktor, Dept. Teknik Geologi ITB.
Brahmantyo, B., dan Bandono, 2006. Klasifikasi Bentuk Muka Bumi Untuk
Pemetaan Geomorfologi Pada Skala 1:25.000 dan Aplikasinya Untuk
Penataan Ruang, Jurnal Geoaplika, Vol. 1 No. 2, hal 71-78.
Hartono, G., 1991. Geologi dan Studi Arus Purba Berdasarkan Struktur Sedimen
di Daerah Geyer, Kecamatan Geyer, Kabupaten Purwodadi, Provinsi
Jawa Tengah. Yogyakarta: Skripsi STTNAS (Tidak Terbit).
Hartono, G., 2010. Petrologi Batuan Beku dan Gunung Api. Unpad Press,
Bandung.
Katili, J.A., 1975. Volcanism and Plate Tectonics in the Indonesian Island Arcs.
Tectonophysics, 26, hal.165-188.
Le Maitre, R. W., Streckeisen, A., Zanettin, B., Le Bas, M. J., Bonin, B., &
Bateman, P. 2002. Igneous rocks: a classification and glossary of
terms: Recommendations of the International Union of Geological
73
Sciences Subcommission on the Systematics of Igneous Rocks.
Cambridge University Press.
Martodjojo, S., & Djuhaeni, 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Jakarta: Ikatan
Ahli Geologi Indonesia.
McClay K.R .2007. The Mapping Of Geological Structures : John Wiley & Sons,
Ltd, West Sussex
Pettijohn F. J, 1975, Sedimentary Rock, Third Edition, Hoper and Row Publisher,
New York
Sujanto, dkk. 1992. Peta Geologi Lembar Turen, Jawa Timur. Skala 1: 100.000.
Puslitbang Geologi, Bandung.
Van Bemmelen, R. W., 1979. The Geology of Indonesia. Vol 1A. General
Geology, The Hague, Martinus Nijhoff, Netherlands.
74
LAMPIRAN TERIKAT
75
1. Surat Izin Penelitian
76
77
78
79
80
2. Peta Sayatan Lereng
81
3. Perhitungan Sayatan Lereng
82
35 0.44 3 2 250 12,5 25 22.61
36 0.3 3 2 250 12,5 12.5 33.04
37 0.52 3 2 250 12,5 37.5 19.06
Rata-rata 33.11 24.23
83
LAMPIRAN LEPAS
84