KARANGSAMBUNG
TA-3211 PEMETAAN EKSPLORASI
OLEH KELOMPOK 1
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya Laporan Kuliah Lapangan Pemetaan Eksplorasi (TA-3211 ) yang dilaksanakan
pada tanggal 25-28 April 2018 dapat selesai dengan lancar dan tepat waktu. Tujuan dari laporan
ini ialah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemetaan Eksplorasi (TA-3211) serta menambah
wawasan bagi pembuat khususnya dan pembaca umumnya.
Tersusunnya laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, Kami
selaku penulis laporan mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Dr.Eng.,Syafrizal,ST.,M.T selaku dosen mata kuliah Pemataan Eksplorasi
(TA-3211)
2. Bapak Irwan Iskandar, S.T., M.T., Ph.D. dan Bapak Andy Yahya Al Hakim, S.T.,M.T
selaku dosen yang turut mendampingi selama kegiatan kuliah lapangan
3. Bang Mirza Dian Rifaldy selaku asisten akademik prodi teknik pertambangan
khususnya kelompok keahlian eksplorasi
4. Asisten-asisten mata kuliah pemetaan dan eksplorasi yang turut membimbing selama
pelaksanaan kegiatan
5. Orang tua dan teman-teman yang selalu memberikan dukungan baik moral dan
materil
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari kata sempurna
sehingga Kami sangat berharap kritik dan saran yang membangun guna mencapai
kesempurnaan penulisan laporan ini. Semoga laporan ini dapat membawa manfaat bagi semua
pihak.
Akhir kata, semoga Tuhan selalu memberikan perlindungan dan petunjuknya kepada kita
semua, aamiin.
Penulis
Tabel 1 Formasi, umur dan satuan batuan pada daerah Karangsambung ............................... 11
Tabel 2 Hasil Pengukuran Azimuth untuk Menentukan Tititk Pengamatan dengan 3 titik.... 18
Tabel 3 Titik Pengamatan Formasi Waturanda ....................................................................... 22
Tabel 4 rekapitulasi Hasil Pengolahan Geolistrik dengan Aplikasi IPI2Win ......................... 51
Tabel 5 Data Hasil Pengukuran dengan Double Ring ............................................................ 54
Tabel 6 Data serta perhitungan hasil pengukuran current meter............................................. 57
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari kuliah lapangan ini ialah:
Beberapa tinggian yang dapat dijadikan sebagai acuan di daerah ini ialah Gunung
Waturanda, Bukit Sipako, Gunung Paras, Gunung Brujul, dan Bukit Jatibungkus. Tinggian-
tinggian tersebut membentuk morfologi menyerupai tapal kuda atau amphitheatre yang
dikontrol oleh lipatan. Bentuk tapal kuda ini membuka ke arah barat, yang membentuk lembah
alluvial hingga ke Sungai Luk Ulo. Morfologi tapal kuda tersebut mulanya berupa bukit
Dari peta rupabumi yang diberikan juga dapat diamati bahwa daerah Karangsambung
memiliki kerapatan kontur yang beragam. Pada bagian bukit antiklinal, kemiringannya cukup terjal
sehingga memiliki kontur yang cukup rapat, misalnya di daerah Dakah di utara. Sementara bagian
lembah alluvial dan dataran dekat Sungai Luk Ulo, sebagian besarnya terdiri dari formasi
Batulempung yang kurang resisten, sehingga menghasilkan lereng yang landai dan kontur yang
renggang.
Litologi formasi ini meliputi graywacke, lempung hitam, lava bantal yang berasosiasi
dengan rijang dan gamping merah, turbidit klastik, dan ofiolit yang tersisipkan di antara
batuan metamorfik berfasies sekis. Batu-batuan tersebut merupakan hasil dari percampuran
Kompleks ini dibagi menjadi 2 satuan berdasarkan dominasi fragmen pada masa
dasarnya, yaitu satuan Jatisamit di sebelah barat dan satuan Seboro di sebelah utara. Satuan
Jatisamit merupakan batuan yang berumur paling tua. Satuan ini terdiri bongkah asing di
dalam masa dasar lempung hitam. Bongkah yang ada adalah batuan beku basa, batupasir
graywacke, serpentinit, rijang, batugamping merah dan sekis mika. Batuan tersebut
membentuk morfologi yang tinggi seperti Gunung Sipako dan Gunung Bako.
Batupasir graywacke sampai tanah liat hitam menunjukkan struktur yang bersisik
(scaly) dengan irisan ke segala arah dan hampir merata di permukaan. Struktur tersebut
diperkirakan sebagai hasil mekanisme pengendapan yang terjadi di bawah permukaan air
dengan volume besar. Estimasi ini didukung oleh gejala merosot yang dilihat pada inset
batupasir.
Struktur di daerah Karangsambung tempat batuan pratersier dan tersier tersingkap, dapat
dibedakan menjadi dua pola struktur utama, yaitu arah timur laut-barat daya dan barat-timur. Pola
yang berarah timur laut – barat daya merupakan batuan pratersier yang terdiri dari kompleks
mélange yang berumur Kapur Atas–Paleosen (Sukendar Asikin, 1974). Hubungan antara satu
batuan dengan yang lainnya memiliki lingkungan dan genesa pembentukan berbeda yang terdapat di
mélange, umumnya berupa sesar yang berarah timur laut-barat daya atau ke arah Meratus. Pola yang
berarah barat-timur terdiri dari perlipatan dan sesar, dan umumnya melibatkan batuan berumur
tersier.
Subduksi yang terjadi pada daerah Karangsambung terjadi pada dua tahap, yakni:
2. Zaman Tersier
Proses subduksi yang terjadi di zaman ini mempunyai arah barat – timur. Proses yang
terjadi di zaman ini merupakan zona subduksi yang baru atau bisa dibilang masih berlangsung
hingga sekarang. Proses subduksi terjadi setelah proses subduksi yang pertama (pada
Zaman Kapur Akhir – Pliosen) ini telah berhenti (tidak ada lagi kegiatan tektonik) yang
lebih dikenal dengan sebutan Pola Jawa. Pembentukan struktur geologi ini terbentuk di
bagian selatan dari zona subduksi yang pertama.
LAPORAN KARANG SAMGBUNG 2018
KELOMPOK 1| 15
Pada zaman Eosen-Oligosen tumbukan terus terjadi sembari bergeser ke arah Selatan. Pada
zaman ini Kompleks Melange menjadi dasar cekungan dan kemudian terjadi pengendapan secara
olisostrom dan turbidit. Pada zaman Oligosen atas terjadi pengangkatan yang membentuk antiklin
dan sinklin. Pada zaman Miosen, jalur tumbukan menyebabkan pergeseran busur magma dan
menyebabkan intrusi-intrusi batuan beku yang disertai struktur lainnya seperti sesar mendatar di
daerah Karangsambung. Pada zaman Plio-Pleistosen pergerakan lempeng terus berjalan kemudian
sekarang terhenti dan diendapkan alluvial.
Struktur Geologi yang berkembang di Karangsambung ada yang berupa deformasi ductile
yang menghasilkan struktur lipatan (Contoh: Antiklin Karangsambung), dan deformasi brittle yang
menghasilkan sesar dan kekar.
Secara umum, aliran sungai pada daerah Karangsambung memiliki pola dendritik. Pola
sungai ini mengikuti morfologi lembah antiklin, mengalir menuju sumbu lipatan dan bermuara di
Sungai Luk Ulo.
KEGIATAN EKSKURSI
Gambar dibawah ini menampilkan track perjalanan hari kedua yang dibagi menjadi 2 bagian, yakni
track dari persawahan di pinggir jalan menuju Bukit Jatibungkus hingga warung tempat istirahat dan
track sepanjang jalan Jatibungkus - Waturanda - Kaligending.
TITIK KETERANGAN
25 BASE Titik awal pemberangkatan hari pertama dari kampus LIPI karang sambung
25 STOP 1 persawahan dipinggir jalan menuju Bukit Jatibungkus
25 STOP 2 Bukit Jatibungkus
Aliran air tersebut keluar dari bidang kontak antara batugamping dan batuan dasarnya yang berupa
lempung terjadi karena adanya perbedaan kelulusan (permeabilitas) air pada batuan. Perbedaan
permeabilitas dapat mengindikasikan adanya kontak formasi. Dimana, air hujan yang jatuh akan
tertampung sementara di dalam rongga-rongga batugamping di Bukit Jatibungkus. Air tersebut
kemudian akibat gaya gravitasi akan mengalir ke bawah dan tidak dapat masuk ke dalam batu
Setelah melakukan pengamatan dikaki bukit jatibungkus, perjalanan dilanjutkan menuju goa karst.
Sebelum mencapai goa karst, terdapat bongkahan batu yang merupakan batu bioklastik. Pada batu
ini terdapat penampakan fosil dari karang-karang seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini,
selain ada penampakan fosil, batu ini juga mengalami reaksi setelah dilakukan penetesan HCL.
Pada stop 3 ini mengalir sungai yang dialiri air sepanjang tahun. Sungai yang berada pada daerah ini
tergolong sungai muda (jika creek, maka hanya mengalir saat hujan saja atau disebut sungai
musiman). Pada peta topografi, daerah ini akan digambarkan dengan kontur V dengan topografi
tertinggi akan menjadi batas DAS ataupun sub-DAS. Sungai ini digolongkan sungai muda karena
sayatan vertical lebih besar daripada sayatan horizontal, banyak terdapat bongkah, boulder batuan
beku yang runcing/menyudut (tidak insitu) menandakan sumbernya tak jauh dari titik tersebut
sehingga batuan sumber dapat diketahui.
Di sekitar lereng sungai, dapat diamati adanya singkapan batulempung bersisik. Adanya batu
lempung bersisik tersebut dapat mencerminkan Formasi Totogan. Untuk memastikan formasi pada
lokasi tersebut, maka koordinat yang telah diperoleh menggunakan GPS di plot pada peta geologi.
Pada stop 4 ini, dilakukan tracking GPS yang dimulai dari warung tempat peristirahatan. Kemudian
dilakukan pengambilan sampel pada setiap perubahan siklus batuan seperti yag telah dijelaskan
diatas.
Namun, pada pengukuran kali ini dengan waktu yang terbatas, hanya dapat diukur kedudukan dari
kekar sekunder saja. Hasil pengukuran (…0, N…E) dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Berikut ditampilkan diagram rosset dari kekar hasil pengukuran di gunung parang
Gambar 25 Strike Kekar Kolom (kiri) dan dip kekar kolom (kanan)
Rute perjalanan pada hari ke-3 dapat dilihat pada hasil plotting GPS dibawah ini
Gambar 30 strike kekar breksiasi (kiri) dan dip kekar breksiasi (kanan)
Gambar 31 strike sesar breksiasi (kiri) dan dip sesar breksiasi (kanan)
SIMULASI PEMETAAN
4.1 Lintasan Pemetaan
4.1.1 Perencanaan Lintasan
Tujuan dari lintasan pemetaan ini adalah mencari atau menemukan batas litologi antara Formasi
Waturanda dengan Formasi Panasogan. Menurut informasi yang didapat dari Peta Geologi
Karangsambung, Formasi Waturanda terdiri dari batupasir vulkanik dan breksi vulkanik. Sedangkan
Formasi Panasogan terdiri dari perselingan batu pasir, batu lempung, tufa napal dan kalkarenit.
Titik start lintasan dimulai dari Bendungan Kali Gending dan berakhir di Kali Kudu. Jalur
perencanaan lintasan yang dibuat sebagian besar merupakan jalur sungai dengan sungai utama adalah
kali gending. Alasan jalur sungai sebagai jalur utama lintasan yang dibuat ialah karena sungai
merupakan salah satu dari empat tempat yang paling banyak ditemukannya singkapan. Penelusuran
sungai berakhir pada titik S7 yang kemudial dilanjut jalur yang melintasi daerah perumahan, alasan
jalur ini diambil karena pada daerah ini akan banyak dijumpai persawahan yang juga memungkinkan
banyak tersingpaknya batuan akibat aktivitas manusia.
Berikut hasil dari perancangan atau pembuatan lintasan pemetaan pada Google Earth:
Sesuai dengan lintasan pemetaan yang telah dirancang, kegiatan simulasi pemetaan dimulai dari
Bendungan Kali Gending (Peta Rupa Bumi) atau titik 28S0 (GPS) . Sepanjang perjalanan kami selalu
didampingi oleh Pak Andy Yahya Al Hakim, S.T., M.T. (dosen penguji) dan M. Syukri Nasution
(asisten pemetaan). Titik 28S0 sampai titik 28S1 didominasi oleh perselingan batu pasir dengan batu
lempung yang merupakan ciri dari Formasi Waturanda. Kedudukan lapisan
Gambar 41 Perselingan Batu Pasir dengan Batu Lempung pada Lintasan 28S0 – 28S1
Titik 28S1 menuju titik 28S2, berdasarkan Peta Geologi Karangsambung, lintasan yang direncanakan
menjauhi batas kontak waturanda panosogan. Selain itu, dengan pertimbangan kontur yang semakin
rapat dan kemungkinana menemukan batas kontak sangan sedikit, maka realita lintasan memotong
lintasan menuju 28S4 (28S3 masih berada dalam Formasi Waturanda).
Dari titik 28S1 menuju 28S4 wilayah yang dilalui berupa hutan rimbun, kemudian masuk ke hutan
pinus dan melewati turunan terjal disepanjang creek dengan boulder batu pasir. Takjauh dari creek
tersebut ada daerah seperti ladang hasil bakaran hutan yang disana ditemukan singkapan batu
lempung merah.
Gambar 46 Perselingan Batu Pasir dengan Batu Lempung yang Berada di Bukit
Diperjalanan menuju titik 28S10, kami menemukan singkapan yang menjadi indikasi bahwa kami
telah berada pada Formasi Panasogan yaitu singkapan batu Napal. Kemudian kami mengamati
lingkungan maupun morfologi sekitar singkapan. Hasilnya, kami menduga bahwa bukit yang kami
Menurut Bisri (1991) Ada beberapa macam aturan pendugaan lapisan bawah permukaan tanah
dengan geolistrik ini, antara lain : aturan Wenner, aturan Schlumberger, aturan ½ Wenner, aturan ½
Schlumberger, dipole-dipole dan lain sebagainya. Prosedur pengukuran untuk masing-masing
konfigurasi bergantung pada variasi resistivitas terhadap kedalaman yaitu pada arah vertikal
(sounding) atau arah lateral (mapping) (Derana, 1981). Metode resistivitas dengan konfigurasi
Schlumberger dilakukan dengan cara mengkondisikan spasi antar elektrode potensial adalah tetap
sedangkan spasi antar elektrode arus berubah secara bertahap (Sheriff, 2002).
5.1.4 Hasil
Data hasil pengukuran geolistrik lapangan dan kurva pengeplotan VES Poin. Dengan jumlah data
dibatasi sampai pengukuran AB/2 40 meter.
Hasil akhir pengolahan ini didapatlah data ketebalan, kedalaman dan resistivitas batuan bawah
permuakaan daerah pengukuran.
Setelah didapatkan data diatas, nilai rho yang didapatkan dicocokkan dengan data resistivitas
material bumi dengan tabel dibawah ini. Maka didapaatkan hasil bahwa, material bawah permukaan
daerah pengukuran terdiri dari tanah alluvium pada bagian atas, kemudian kerikil dan terakhir,
ground water.
5.2 Infiltrometer
5.2.1 Dasar Teori
Infiltrasi adalah laju aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Pergerakan air dalam tanah
dibagi menjadi dua. Pertama air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju
mata air, danau, dan sungai, kedua air mengalir secara vertikal, yang dikenal dengan perkolasi
(percolation) menuju air tanah. Gerakan dari air ini pun dikontrol oleh dua gaya yaitu gaya gravitasi
yang menyebabkan air mengalir dari tempat tinggi ke tampat yang randah dan gaya kapiler yang
menyebabkan air bergerak ke segala arah serta bergerak dari tempat basah menuju tempat yang
relative kering. Dalam infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi, yang
dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis
tanah tertentu; sedang laju infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang nilainya tergantung pada kondisi
tanah dan intensitas hujan. Pada grafik dibawah ini menunjukkan kurva kapasitas infiltrasi (fp), yang
merupakan fungsi waktu.
Perhitungan infiltrasi dapat menggunakan rumus dengan model Kostiakof. Model ini menggunakan
pendekatan fungsi power dengan tidak mamasukkan kadar air awal dan kadar air akhir (saat laju
infiltrasi tetap) sebagai komponen fungsi. Fungsi metodel Kostiakof adalah sebagai berikut
𝑓 = 𝐵𝑡 −𝑛
Dengan
f = laju Infiltrasi (cm/s)
t = waktu (s)
n = Konstanta
Laju infiltrasi dihitung menggunakan rumus diatas dan diperoleh nilai laju infiltrasi seperti pada
tabel data “infiltrasi”
Perhitungan laju resapan akhir menggunakan metode perhitungan menurut Kostiakof dengan
persamaan 𝑓 = 𝐵𝑡 −𝑛
Dengan
f = laju Infiltrasi (cm/s)
t = waktu (s)
n = Konstanta
B = Konstanta (cm.sn-1)
Persamaan tersebut didapatkan dari persamaan trendline dari grafik hubungan antara laju infiltrasi
terhadap waktu seperti gambar dibawah ini
0.003
0.0025
laju infiltrasi
0.002
y = 0.0063x-0.184
0.0015
0.001
0.0005
0
0 100 200 300 400 500 600 700
waktu (detik)
𝑓 = 𝐵𝑡 −𝑛
y = 0.0063x-0.184
jadi nilai teoritis infiltrasi akhir dengan menggunakan metode Kostiakof ,daerah dekat sungai
LokUlo memiliki kapaasitas infiltrasi sebesar 0.00190785 cm/s
Penentuan bagian penampang sungai tempat pengambilan sampel dapat digunakan dengan metode
Equal Discharge Increment (EDI) dan Equal Width Increment (EWI). Metode Equal Discharge
Increment dilakukan dengan cara membagi debit pengukuran menjadi bagian yang sama sejumlah
sampel yang akan diambil. Metode Equal Width Increment dilakukan dengan cara membagi lebar
penampang sungai menjadi beberapa bagian yang sama tergantung dari jumlah sampel yang akan
diambil. Vertikal pengambilan sampel terletak pada tengah - tengah dari bagian penampang tempat
pengambilan sampel.
Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut
Jadi, debit rata-rata sungai LokUlo saat pengukuran berlangsung sebesar 1.612 m3/s
Suhu : 28,3 0
Salinitas : 0.01%
Turbidity : 73 NTU
pH : 7.8
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Daerah Karangsambung merupakan daerah dengan kekayaan kenampakan geologi yang sangat
bagus dan sangat kompleks. Wilayah ini sangat bagus menjadi wilayah konservasi untuk
pembelajaran mengenai ilmu geologi.
6.2 Saran
Saran untuk Laporan Kuliah Lapangan ini antara lain
1. Dalam pembuatan laporan seharusnya tidak dikerjakan lama setelaah kuliah lapangan
berlaangsung karena beberapa hal pasti akan lupa.
2. Pengerjaan analisis untuk tugas beberapa sampel tidak dapat terkejar dikarenakan preparasi
dan uji dilakukan tidak sejak jauh-jauh hari,
3. Pendokumentasian beberapa arsip dari lapangan kurang baik sehingga ada kertas-kertas yang
sudah tidak terlihat jelas lagi
4. Dalam melakukan uji infiltrasi dilapangan seharusnya tidak dekat dengan sungai agar didapat
hasil yang bagus.
5. Masalah penamaan sampel dilapangan seharusnya diseragamkan untuk semua pihak yang
terlibat dalam penamaan sampel agar tidak membingungkan.
6. Dalam perencanaan lintasan seharusnya lebih melihat pada tujuan untuk apa pemetaan itu
dilakukan, jika tujuannya untuk mencari batas formasi maka pembuatan jalur harus
memotong batas formasi pada peta geologi
7. Sebelum melaksanakan kegiatan pemetaan seharusnya semua peralatan dipersiapkan dengan
baik, sehingga tidak ada barang yang terlewat seperti meteran.
DAFTAR PUSTAKA