Diawali pada tahun adanya pertemuan para Kepala Museum di Jambi, Kepala
Museum Geologi, Kementerian ESDM memaparkan adanya keanekaragaman
geologi (Geodiversity) berupa fosil daun dan kayu (Silisified Wood) yang langka
keberadaannya di dunia, dan tersebar di sebagian wilayah di Provinsi Jambi ,
khususnya di Kabupaten Merangin. Dari sinilah awal munculnya keinginan
geodiversity tersebut untuk dikembangkan dalam konsep Geopark , yang di
sebagian belahan dunia sudah dikembangkan dan membawa manfaat yang
besar, terutama hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan,
pendidikan/penelitian dan pembangunan dan pengembangan masyarakat di
sekitar keberadaan geopark.
b) Komisi ini memiliki struktur dan kelompok kerja yang mengacu kepada
UNESCO ditambah kelompok kerja pemberdayaan kepada UNESCO
ditambah kelompok kerja pemberdayaan masyarakat.
c) Nama Komisi ini perlu dikonsultasikan kepada Komisi Nasional
Nama geopark yang diusulkan di Provinsi Jambi, Indonesia adalah Geopark Merangin Jambi.
Secara administratif, Geopark Merangin Jambi meliputi dan terletak pada kawasan 4 (empat)
Kabupaten dengan segmen yaitu, Kabupaten Merangin (Segmen Paleobotani Park Merangin),
Kabupaten Kerinci (Segmen Highland Park Kerinci), Kabupaten Sarolangun (Segmen Geological
and Cultural Park Sarolangun), dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Segmen Gondwana Park
Bukit Tigapuluh).
Nama tersebut didasarkan pada sejarah penemuan para ahli geologi sejak awal abad ke-20,
salah satu temuan yang fenomenal yaitu fosil Jambi Flora(Zwierzycki dan Posthumus, 1926;
Jongmans dan Gothan, 1935; Li dan Yao, 1982; Li, 1995; Rigby, 1998) di sungai Merangin dan
beberapa sungai lainnya di Kabupaten Merangin.
Jambi Flora mengandung komponen flora Cathaysian dan flora Euramerican (Chaloner dan
Creber, 1988; van Weveren et al. In prep.) dan hasil penelitian akhir-akhir ini ada kemungkinan
mengandung elemen-elemen Gondwana yang ditemukan di kawasan tersebut (Van Waveren en
Van Konijnburg-van Cittiered, in prep.). Hasil penemuan-penemuan ini sangat penting untuk
mengetahui evolusi benua-benua renik yang berasal dari Gondwana pada era Paleozoikum
Akhir dan Mesozoikum (IGCP 516 Project).
Aspiring Geopark Merangin Jambi ini mengangkat tema fosil dan proses geologi yang mengiringinya
sebagai suatu kesatuan bentang alam yang membentuk kawasan Geopark Merangin Jambi tersebut,
termasuk hubungan antar komponen di dalamnya (geologi, biologi, budaya). Geopark Merangin
Jambi digunakan sebagai instrumen pembangunan daerah yang berkelanjutan di Jambi bagian barat
- selatan dengan konsep pengembangannya berdasarkan pada aspek konservasi, aspek pendidikan,
aspek pertumbuhan ekonomi lokal yang mandiri (salah satunya melalui konsep pariwisata
berkelanjutan) dengan secara aktif melibatkan masyarakat setempat sebagai subjek dalam proses
pengembangannya.
Pada dataran rendah didominasi oleh tanah-tanah yang penuh air dan rentan terhadap banjir
pasang surut serta banyaknya sungai besar dan kecil yang melewati wilayah ini. Wilayah ini
didominasi jenis tanah clay humus rendah dan andosol yang bergambut. Daya dukung lahan
terhadap pengembangan wilayah sangat rendah sehingga membutuhkan input teknologi dalam
pengembangannya. Di bagian tengah didominasi jenis tanah podsolik merah kuning yang
kesuburannya relatif rendah. Daya dukung lahan cukup baik terutama pada lahan kering dan
sangat potensial untuk pengembangan tanaman keras dan perkebunan. Pada bagian barat
didominasi dataran tinggi lahan kering yang berbukit - bukit. Wilayah ini didominasi oleh jenis
tanah latosol dan andosol. Pada bagian tengah Kabupaten Kerinci, banyak ditemui jenis tanah
aluvial yang subur yang dimanfaatkan sebagai lahan persawahan irigasi yang cukup luas.
Dilihat dari pola aliran sungai, Kawasan Geopark Merangin Jambi merupakan bagian dari
Wilayah Sungai Batanghari (Permen PU No. 11A tahun 2006) yang berasal dari Pegunungan
Bukit Barisan dengan 2 hulu sungai yaitu Danau Kerinci (Jambi) dari arah selatan menuju ke
utara-timur menjadi Sungai Batang Merangin, Batang Asai, dan Batang Tembesi. Dari Danau
Kembar dari arah utara (Sumbar) menuju selatan-timur yang menjadi Sungai Batanghari Hulu
dan menghilir bergabung dengan Batang Tembesi. Daerah-daerah tersebut masuk dalam DAS
Batanghari, yang panjangnya mencapai 1.700 km. Selain itu, Sungai Pengabuan di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat berhulu ke kawasan Bukit Tigapuluh. Di daerah hulu, pola aliran
sungainya berbentuk radial terutama di Kabupaten Kerinci, Merangin dan Kabupaten
Sarolangun, sedangkan di daerah pesisir berbentuk paralel. Sungai - sungai di Provinsi Jambi
terutama Sungai Batanghari sangat berpengaruh pada musim hujan dan kemarau. Pada musim
hujan kecenderungan air sungai menjadi banjir, sebaliknya pada musim kemarau
kecenderungan air sungai menjadi dangkal.
Kawasan Geopark Merangin Jambi beriklim tropis yang memiliki kerentanan perubahan iklim
yang cukup tinggi. Gejala perubahan iklim seperti kenaikan temperatur, perubahan intensitas dan
periode hujan, pergeseran musim hujan/kemarau, dan kenaikan muka air laut, akan mengancam
daya dukung lingkungan dan kegiatan seluruh sektor pembangunan. Sepanjang tahun 2011,
kawasan ini memiliki karakteristik curah hujan sedang dan lembab dengan rata-rata curah hujan
mencapai 3.030 mm, sedangkan jumlah penyinaran matahari 4,2 jam/hari dengan kelembaban
udara rata-rata sebesar 97%. Suhu udara rata-rata mencapai 27 0C, sedangkan di dataran tinggi
mencapai 220C.
Batuan yang menyusun kawasan Geopark Merangin Jambi sangat beranekaragam mulai dari
jenis pembentukannya dan umur batuan mulai pada Permo-Carbon hingga Kuarter. Keberadaan
Jambi Flora sebagai inti dari kawasan Geopark Merangin ini, bentang alam kars di Kabupaten
Sarolangun dan Merangin, Kompleks Gunung Api Kerinci, dan keterdapatan batuan dropstone
yang merupakan pecahan lempeng gondwana serta terdapatnya amalgamasi di Kabupaten
Sarolangun, Merangin, dan Tanjung Jabung Barat merupakan jejak pembentukan bumi dengan
segala proses geologi yang menyertainya membuat Kawasan Geopark Merangin Jambi secara
geologi memiliki makna ilmu pengetahuan yang bernilai sangat tinggi.
Kawasan Geopark Merangin Jambi yang terbagi ke dalam 4 segmen, yaitu segmen Highland
Park Kerinci di Kabupaten Kerinci, segmen Paleobotani Park Merangin di Kabupaten Merangin,
segmen Geological and Cultural Park Sarolangun di Kabupaten Sarolangun, dan segmen
Gondwana Park Pegunungan Tigapuluh di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Segmen-segmen
tersebut terhubung oleh jalan aspal dengan status jalan negara, provinsi, dan kabupaten serta
mempunyai akses secara langsung dengan jalan lintas tengah Sumatera dan timur Sumatera
sebagai fasilitas penunjang utama penggerak ekonomi kawasan. Selain itu, jaringan
penghubung pada kawasan Geopark Merangin Jambi terdapat tiga bandara udara, yaitu:
Bandara Sultan Thaha di kota Jambi, Bandara Depati Parbo di Kerinci, dan Bandara Bungo di
Muara Bungo. Dari ketiga bandar udara tersebut yang full operasionalnya adalah bandara Sultan
Thaha dengan sembilan penerbangan Jambi-Jakarta (PP) serta Jambi-Batam dengan sekali
penerbangan setiap harinya. Saat ini, Bandara Sultan Thaha ini akan dinaikan statusnya menjadi
bandara internasional yang dapat menampung pesawat berbadan lebar. Bandara Bungo
memiliki jadwal penerbangan tiga kali seminggu dengan tujuan Muara Bungo-Jakarta PP.
Sedangkan bandara Depati Parbo karena cuaca dan letak bandara yang berada di cerukan
kaldera Gunung Kerinci purba maka frekuensi penerbangan baru dapat dilakukan 2 kali
seminggu dengan menggunakan jenis pesawat foker kecil.
Kawasan Geopark Merangin Jambi memiliki jumlah penduduk 1.114.966 (lihat tabel) dengan
kepadatan penduduk 52 jiwa/km2dengan pola penyebaran yang tidak merata dan terkonsentrasi
di ibu kota kabupaten seperti Bangko, Sarolangun, Sungai Penuh, dan Merlung. Hal tersebut
dapatmenunjukan bahwa di sekitar kawasan Geopark Merangin Jambi masih berupa ruang
terbuka hijau dan hutan sehingga kegiatan konservasi sangat memungkinkan untuk
dikembangkan di kawasan tersebut. Hal ini pun mendukung oleh predikat yang disandang pada
daerah di sekitar kawasan Geopark Merangin Jambi yang merupakan paru-paru dunia.
Pada 10 ribu tahun sebelum Masehi, para pakar mengindikasikan Provinsi Jambi merupakan
kawasan persebaran pemukiman ras Melayu Tua yang umumnya berada di kawasan hamparan
Bukit Barisan. Pada hamparan dataran sedang dan rendah, merupakan persebaran dari ras
Melayu Muda yang bermigrasi dari kawasan Asia Tengah pada sekitar 5 ribu tahun sebelum
Masehi. Ras Melayu Tua dan Muda tersebut berhibridasi dengan orang-orang asli yang
kemudian menjadikan orang-orang Jambi yang dipengaruhi oleh berbagai budaya, baik itu dari
India, Timur Tengah, Cina, dan orang-orang Eropa terutama Inggris dan Belanda yang telah
menjajah Nusantara pada waktu itu. Berdasarkan etnis, masyarakat Jambi terdiri dari Suku-suku
Kerinci, Penghulu, Batin, Melayu, Bajau, Minang, Bugis, Banjar, Batak, Palembang, Jawa,
Flores, etnis Cina, India, dan lainnya.
Masyarakat Jambi merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari masyarakat asli Jambi,
yakni Suku Melayu yang menjadi mayoritas di Provinsi Jambi. Selain itu juga ada Suku Kerinci di
daerah Kerinci dan sekitarnya yang berbahasa dan berbudaya mirip Minangkabau dan suku asli
pedalaman yang masih primitif yakni Suku Kubu dan Suku Anak Dalam. Adat dan budaya
mereka dekat dengan budaya Minangkabau. Selain itu juga ada pendatang yang berasal dari
Minangkabau, Batak, Jawa, Sunda, Cina, India dan lain-lain. Suku bangsa Jambi yang
mendominasi pada Kawasan Geopark Merangin Jambi, adalah sebagai berikut :
Suku Anak Dalam ini dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu yang masih berpindah-
pindah dan yang sudah menetap. Kehidupan mereka masih sederhana. Bagi yang berpindah-
pindah alasan dasar mereka adalah meneruskan adat melangun yaitu meninggalkan tempat
apabila ada sanak saudara yang meninggal.
Suku Kerinci mendiami Kabupaten Kerinci dan sebagian kecil dari beberapa kabupaten di Jambi
juga merupakan keturunan Kerinci. Mereka diperkirakan berasal dari Hindia Belakang yang
datang dari semenanjung Malaka, Kepulauan Riau dan terus menyusuri Sungai Batang Hari
untuk mencari daerah yang subur hingga tiba di Kerinci. Kebudayaan Kerinci banyak dipengaruhi
oleh kebudayaan Minangkabau, antara lain dapat dilihat dari ungkapan tradisional Kerinci yang
banyak persamaannya dengan ungkapan minangkabau disamping itu kebudayaan Islam dan
Melayu Jawa juga mempengaruhi kebudayaan Kerinci.
Orang Batin dimana pemukimannya banyak tersebar di Kabupaten Merangin dan Kabupaten
Sarolangun. Diperkirakan orang Batin berasal dari daerah pegunungan sebelah barat dimana
perpindahan tersebut sekitar abad 1 Masehi. Pada masa kekuasaan Kesultanan Jambi, Orang
Batin dianggap sebagai orang dalam (keluarga) sehingga mereka memiliki pemerintahan sendiri
dan tidak dikenakan biaya wajib kerja untuk kesultanan.
Orang Penghulu mendiami Kabupaten Merangin dan terutama di Kabupaten Sarolangun, mereka
merupakan transmigrasi dari Minangkabau ke Jambi untuk mencari emas. Menurut sejarah, pada
awal kedatangan mereka ke Jambi, mereka menggabungkan diri bersama Orang Batin.
Tingkat kesejahteraan penduduk yang tercermin melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
tercatat sebesar 73,3 (data BPS tahun 2011). Sedangkan angka pengangguran Provinsi Jambi
sebesar 4.02% dari penduduk Provinsi Jambi (data SAKERNAS bulan Februari). Provinsi Jambi
termasuk dalam kawasan segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapore (IMS-GT).
Namun, disamping kelemahan tersebut terdapat kekuatan dalam masyarakat yang merupakan
embrio dalam penerapan metoda bottom up di Kawasan Geopark Merangin, diantaranya :
1. Masih kuatnya masyarakat Jambi dalam memegang adat istiadat. Adat istiadat tersebut
berbasis konservasi yang merupakan buah pemikiran nenek moyang masyarakat Jambi.
2. Masih kentalnya persaudaraan di sekitar masyarakat yang terjalin dengan budaya gotong
royong diantara masyarakatnya.
3. Besarnya keinginan dari masyarakat untuk merubah kehidupan yang lebih baik tanpa harus
melanggar adat yang sangat mereka hormati.
Pengelolaan geopark berbasis masyarakat sebagai pengelolaan bottom-up, terpadu,
desentralistik dan partisipatif dilakukan untuk menangani isu-isu yang mempengaruhi lingkungan
sumber daya (geo-diversity, bio-diversity dan cultural-diversity) melalui partisipasi aktif dan nyata
dari masyarakat sehingga rasa kepemilikan dan tanggung jawab mereka terhadap sumber daya
mereka sendiri semakin berkembang dan mengakar kuat. Dalam menjalankan pengelolaan
sumber daya berbasis masyarakat ini dilakukan juga pengelolaan bersama antara pemerintah,
masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Sehingga menjadi proses dinamis dan
berkelanjutan yang menyatukan pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
pengelolaan, serta kepentingan sektoral dan masyarakat umum dalam menyiapkan dan
melaksanakan suatu rencana terpadu untuk perlindungan dan pengembangan sumber daya
Geopark Merangin-Jambi.
Dalam praktiknya, Kelembagaan Geopark Merangin- Jambi diawali dengan pembentukan Tim
Percepatan Geopark Merangin-Jambi di tingkat propinsi dan Tingkat Kabupaten (SK Bupati
Merangin No. 146/Disbudparpora/2012). Tim percepatan tersebut dibentuk sebagai taskforce
dalam perencanaan dan persiapan Geopark Merangin Jambi. Selanjutnya di masing-masing
desa dilakukan pembangunan kelembagaan Geopark berbasis masyarakat atau memperkuat
lembaga yang sudah ada. Hingga saat ini setidaknya terdapat empat kelembagaan tingkat desa
yang telah berkembang dan selanjutnya akan dikelola/dikoordinasikan bersama di tingkat
Pengelola Geopark Merangin-Jambi. Secara keseluruhan, kelembagaan yang terbentuk di
Geopark Merangin Jambi adalah sebagai berikut :
1. Pengelola Geopark Merangin Jambi
2. Pengelola Geopark Merangin Jambi di Segmen Paleobotani Park Merangin
3. Pengelola Geopark Merangin Jambi di Segmen Highland Park Kerinci
4. Pengelola Geopark Merangin Jambi di Segmen Geological dan Cultural Park Sarolangun
5. Pengelola Geopark Merangin Jambi di Segmen Gondwana Park Bukit Tigapuluh
Secara sistematika keorganisasian antar kelembagaan tersebut, dapat dilihat pada skema di
bawah ini;
Lembaga Pengelola
Geopark Merangin Jambi
Lembaga Hutan Adat Lembaga Hutan Adat Lembaga Hutan Adat Lembaga Hutan Adat
Pengawal Geopark Tingkat DesaPengawal Geopark Tingkat DesaPengawal Geopark Tingkat Desa Pengawal Geopark Tingkat Desa
Dewan Penasehat terdiri dari orang-orang yang mempunyai keterampilan atau pengetahuan
yang berkaitan dengan warisan geologi dan atau pengembangan ekonomi berkelanjutan. Tugas
Dewan Penasehat adalah memberi masukan dan usulan tentang pemecahan masalah yang
timbul pada penyelenggaraan Geopark.
Komite Koordinasi dibantu oleh Kelompok Kerja Tenaga Ahli. Kelompok Kerja ini terdiri dari
orang- orang yang dinilai memiliki kemampuan di dalam melaksanakan tugas karena wawasan
regionalnya yang luas dan keahliannya di bidang geologi, biologi, budaya, dan pemberdayaan
masyarakat.Tugas Kelompok Kerja Tenaga Ahli adalah memperkuat pengembangan Geopark,
dalam bentuk memberi masukan dan penilaian. Semua anggota Komite Koordinasi dihimbau
untuk ikut berperan secara aktif pada kegiatan Kelompok Kerja.
Geopark Merangin Jambi mempunyai Kantor Geopark, yang berfungsi sebagai Sekretariat
Geopark dan official-contact. Kantor Geopark dikepalai oleh Kepala Sekretariat, yang bertugas
mengkoordinasikan penyebaran informasi tentang penyelenggaraan Geopark.
A. WARISAN GEOLOGI
B.1. Lokasi Geopark Yang Diusulkan
Secara administratif, kawasan Geopark Merangin Jambi berada di wilayah Provinsi Jambi yang
tersebar dalam wilayah 4 (empat) Kabupaten yaitu, Merangin, Kerinci, Sarolangun, dan Tanjung
Jabung Barat. Geopark Merangin Jambi memiliki luas 20.360 km2 yang terbagi dalam 4 Segmen,
yaitu :
Secara keseluruhan kawasan geopark merangin Jambi berikut keletakan formasi cakupan sub
dan elemen masing-masingnya terlihat pada peta wilayah yang tertera dibawah ini:
Peta Kawasan Geopark Merangin Jambi
B.2.2. Stratigrafi
Gambar B.1 memperlihatkan bahwa satuan batuan tertua di kawasan ini adalah Formasi
Mengkarang (Pm) yang menjemari dengan dan ditindih secara selaras oleh Formasi Telukwang
(Pt) yang berumur Perem Awal-Tengah. Ke arah barat dari wilayah kajian, Formasi Mengkarang
dan Telukwang ini menjemari dengan Formasi Palepat. Formasi Mengkarang tersusun oleh
batuan sedimen klastika halus-kasar bersisipan batuan klastika gunungapi dan batuan karbonat,
sedangkan Formasi Telukwang berupa batuan sedimen klastika kasar dengan anggota
batugamping. Sementara itu, Formasi Palepat terdiri atas batuan gunungapi dengan sisipan
batuan sedimen klastika halus-kasar dan batugamping.
Batuan berumur Perem tersebut yang diterobos oleh granit horenblenda berumur Trias Akhir
awal Jura, memperlihatan kontak tektonik dengan Formasi Asai (Ja) berumur Jura Tengah yang
berupa batuan sedimen-meta dengan sisipan batugamping dan Formasi Peneta (KJp) berumur
Jura Akhir - Kapur Awal, yang tersusun oleh runtunan batuan sedimen klastika halus-kasar dan
sisipan batugamping, umumnya termalihkan derajat rendah.
Runtunan batuan sedimen Pratersier tersebut telah mengalami proses ubahan dan pemalihan
tingkat rendah. Meskipun demikian, struktur sedimen masih terlihat jelas; dan juga kandungan
fosil fauna dan flora yang dapat dipakai sebagai penentu umur. Lingkungan pengendapannya
berkisar dari lingkungan darat sampai laut dangkal.
Selanjutnya batuan berumur Tersier yang tersingkap adalah Formasi Muaraenim berumur Mio-
Pliosen (Tmpm) hadir secara setempat, dan Formasi Kasai QTk) berumur Plio-Plistosen yang
penyebarannya cukup luas (Gambar B.1).
Gambar B.1. Peta geologi kawasan Mengkarang-Merangin (menurut Suwarna drr. 1998)
Batulanau, kelabu gelap, tufan, agak pasiran, mengandung fosil tumbuhan, tebal lapisan antara
0,2 3,0 m, berlapis kurang baik baik. Batulempung, kelabu kecoklatan kehijauan. Serpih,
kelabu gelap kehitaman, berlapis baik, mengandung fosil brakhiopoda dan tumbuhan; tebal
setiap lapisan 1 15 m, setempat mengandung lapisan batubara tipis-tipis. Tuf, kelabu gelap,
bersusunan basa asam; klastika, setempat berselingan dengan batugamping dan sisipan
batubara setebal 15 cm; berlapis baik; terdapat juga kepingan kayu tekersikkan dan Stigmaria;
tebal lapisan tuf ini berkisar dari 0,5 1,5 m. Konglomerat, anekabahan, kelabu kehijuan dan
kecoklatan; komponen yang berukuran 0,5- 20 cm dominan terdiri atas batuan gunungapi (basal
dan trakhit), serpih, batupasir halus, dan granit; setempat berselingan dengan tuf bersusunan
dasit; tebal runtunan 0,15 10 m.
Batugamping, jenis wackestone, kelabu gelap kehitaman, sebagai sisipan dalam serpih,
setempat dolomitan, termalihkan lemah, terlipat kuat, berselingan dengan tuf basa. Fosil yang
terkandung adalah Fusulina, Fusulinella, Bellerophon, Pseudoschwagerina meranginensis
Thompson, Schwagerina rutschi Thompson, dan Bivalvia. Selain itu ditemukan pula fosil
ganggang, ganggang-pseudo, foraminifera kecil, fusulinoid, dan koral yang menunjukkan umur
Asselian (Perem Awal) (Beauvais drr., 1984). Dapat disimpulkan bahwa umur kumpulan fosil
tersebut berkisar dari Sakmarian Artinskian (awal Perem akhir Perem Awal.
Formasi Mengkarang ini secara keseluruhan diduga terendapkan di lingkungan darat laut
dangkal, berlumpur, dalam kondisi rezim energi rendah, berdekatan dengan suatu busur
kepulauan bergunung api. Sebarannya terletak di Sungai Mengkarang, Karing, Merangin,
Ketiduran, dan Titi Meranti.
Batulanau, kelabu gelap, keras, berlapis tebal. Batugamping berupa kalsilutit dan kalkarenit
(mudstone grainstone), berlapis baik, tebal 10 30 cm; mengandung fosil foraminifera,
moluska, dan ganggang; struktur stylolite. Setempat ditemukan sisipan tuf pasiran bersusunan
dasitis. Tuf terlas-kan yang mengandung kepingan andesit dan kaca gunungapi, serta struktur
perarian terputus-putus, terdapat di bagian bawah dan tengah satuan.
Formasi ini yang tebalnya bisa mencapai 200 m, dan diduga terendapkan di lingkungan darat
laut dangkal, telah terubah dan termalihkan lemah. Sebarannya di Sungai Merangin ke arah hulu
dan hilir Telukwang, Sungai Mengkarang bagian hilir, dan Sungai Salamuku.
Batulanau, secara setempat, mengandung lensa-lensa batupasir yang tercenangga kuat dan
kaya akan pirit. Seringkali ditemukan batuan yang tergerus dan tekersikkan. Pirit juga tersebar di
dalam batusabak, batupasir-meta, dan serpih. Struktur perlapisan sejajar dan bersusun,
slumping, serta perdaunan umum ditemukan.
Kumpulan fosil moluska dalam satuan batuan menunjukkan umur Kapur Awal (Tobler, 1919).
Sementara itu, Beauvais drr. (1984), berdasarkan kandungan fosil calcarae, ganggang, dan koral
di dalam sisipan batugamping meta, berpendapat bahwa umur batuan adalah Jura Akhir. Fosil
amonit yang ditemukan oleh Baumberger (1925) menunjukkan umur Kapur Awal, sedangkan
kepingan amonit yang ditemukan oleh Tobler (1919) menurut Geyssant (dalam Beauvais drr.,
1984) berumur Jura Akhir. Beberapa spesies fosil nanno menunjukkan umur Aptian Santonian
(Kapur Awal; Puslitbang Geologi, 1995). Berdasarkan temuan fosil-fosil tersebut, disimpulkan
umur formasi berkisar dari Jura Akhir Kapur Awal.
Lingkungan pengendapannya ditafsirkan sebagai laut dangkal yang terletak di busur belakang,
sedangkan secara tektonik termasuk ke dalam daur orogen dan daur kuarsa. Tebal satuan
sekitar 400 m. Formasi ini tersebar di wilayah hulu aliran Sungai Mengkarang.
Batupasir terdiri atas kuarsa, glokonit, mineral hitam, dan kepingan batuan; mengandung damar
dan sisipan lignit. Setempat, bagian paling atas runtunan mengandung sisipan tipis bahan
karbonan dan oksida besi. Fosil foraminifera kecil, moluska, dan fosil daun yang terkandung
dalam batulempung, terutama menempati bagian bawah formasi.
Satuan batuan ini berlapis baik dan mengalasi secara tidak selaras Formasi Kasai; terendapkan
di lingkungan laut dangkal yang ke arah atas secara cepat berubah menjadi peralihan dan darat.
Ketebalan formasi ini umumnya mencapai 200 m. Umurnya diduga akhir Miosen Akhir awal
Pliosen Akhir. Satuan batuan ini tersingkap secara setempat di hulu Sungai Mengkenan, kea rah
timur Desa Bedengrejo.
Tuf umumnya bersusunan asam (riolitan) dan seringkali terkaolinkan serta mengandung pumis
berukuran antara 0,5 5 cm; umumnya berasosiasi dengan fosil kayu tekersikkan berdiameter
sampai 1 meteran.
Satuan berlapis baik pejal, struktur silang-siur pada batuan berbutir kasar sangat umum.
Lingkungan pengendapan darat, bahan yang terendapkan adalah hasil kikisan dan erosi dari
Geantiklin Barisan. Formasi ini dapat mencapai ketebalan 450 m, dan umurnya adalah Plio-
Plistosen. Singkapannya cukup luas dikawasan sebelah barat dan utara Sungai Merangin,
sebelah timur Sungai Mengkarang, serta wilayah antara Sungai Merangin dan Mengkarang.
Granodiorit biotit-horenblenda, terubah, sebagian horenblenda terubah menjadi biotit dan klorit;
serisit berupa ubahan dari plagioklas dan ortoklas, sedangkan kaolin berasal dari ortoklas;
mengandung senolit diorit-kuarsa.
Aplit, aplogranit biotit, terubah, epidot ubahan dari mineral mafik. Tonalit (diorit kuarsa), terubah,
piroksen dan horenblenda sebagian terubah menjadi epidot, klorit, dan serisit.
Satuan batuan umumnya tergerus dan tersesarkan, serta terlapuk kuat; menerobos Formasi
Mengkarang dan Telukwang, dan bersentuhan tektonik dengan Formasi Peneta. Umur mutlak
satuan batuan adalah 171,50 + 1,30 jtl. dan 200 + 10,0 jtl. atau Trias Akhir Jura Awal.
Singkapannya terdapat di kiri dan kanan Sungai Merangin sekitar Dusun Airbatu.
Perem Awal ditandai oleh pengendapan sedimen klastika dan batugamping terumbu Formasi
Mengkarang dengan sisipan-sisipan batuan klastika gunungapi, kemudian batuan sedimen
klastika Formasi Telukwang dan Anggota Batuimpi Formasi Telukwang. Lingkungan
pengendapan satuan-satuan batuan tersebut berada di tepi benua sampai laut dangkal,
bersamaan dengan kegiatan gunung api andesit basal Formasi Palepat, yang selain
menghasilkan lava juga batuan klastika gunung api. Kegiatan ini ditafsirkan terjadi di busur
kepulauan bergunungapi dengan rangkaian terumbu, yang erat kaitannya dengan lajur
penunjaman. Berdasarkan analisis kemagnetan purba, Formasi Mengkarang terendapkan pada
posisi 30o LU (Wahyono drr., 1996), dan telah mengalami rotasi searah jarum jam sejak Perem.
Pada akhir Trias - awal Jura, terjadi penerobosan Granit Tantan terhadap batuan berumur
Perem, yang disertai dengan pencenanggaan pemalihan regional berderajat rendah. Kegiatan
penurunan yang berlangsung dari Jura Tengah sampai Kapur Awal, pada kala Jura Akhir-awal
Kapur ditandai dengan terendapkannya batuan sedimen klastika halus Formasi Peneta.
Penerobosan oleh Granit Arai, pada Kapur Tengah, terhadap Formasi Peneta, diikuti oleh
pencenanggaan, pengangkatan, dan pemalihan berderajat rendah pada batuan formasi tersebut.
Kegiatan tektonika ini, diikuti oleh penggabungan (amalgamasi) antara Blok Mengkarang-Palepat
dan Blok Peneta dalam bentuk kontak tektonik/sesar naik, yang diduga berlangsung pada Kapur
Akhir.
Tektonika Miosen Tengah awal Pliosen ditandai oleh pengangkatan Lajur Barisan. Di kawasan
busur-belakang terendapkan batuan sedimen klastika Formasi Muaraenim dalam kondisi
susutlaut, lingkungan peralihan. Pada kegiatan tektonika selanjutnya, yakni Plio-Plistosen,
seluruh daerah terangkat, diikuti oleh proses pengerosian, dan terbentuknya sesar mendatar
menganan berarah barat laut tenggara, dan pelipatan. Pada saat kegiatan tektonika ini,
pengendapan batuan sedimen klastika gunung api Formasi Kasai berlangsung.
Jambi merupakan bagian dari batuan dasar Sumatera yang berumur Paleozoikum diperkirakan
merupakan suatu mozaik yang terdiri dari lempeng-lempeng mikro atau terane, termasuk di
dalamnya pecahan-pecahan Cathaysian dan Gondwana. Hamilton (1979) dan Tjia (1989)
menduga bahwa Garis Raub-Bentong (RBL), yang memisahkan kedua pecahan tersebut
menerus hingga ke Sumatera yaitu sampai wilayah Pegunungan Tigapuluh. Walaupun demikian,
penyelidik lainnya, khususnya Plunggono dan Cameron (1984), memperpanjang jejak RBL
sampai keluar dari P. Sumatera melalui kepulauan timah.
Metcalfe (1988), mengusulkan agar Sumatera Baratlaut dan Sumatera Tengah bersama dengan
bagian dari Semenanjung Malaysia dan Muangthai yang disebut Terrane Subimasu, dipisahkan
dari daratan Gondwana Australia pada akhir dari Perem Awal dan bertumbukan dengan
Sumatera bagian tenggara bersama-sama dengan Indocina dan Semenanjung Malaya bagian
Timur yang terletak lebih ke Utara di seberang laut (? Paleo- Tethys) pada Trias Akhir sepanjang
RBL. Sebagai akibat langsung tumbukan tersebut adalah terbentuknya rangkaian utama sabuk
granit-timah Semenanjung Malaysia yang secara setempat tersingkap di Pegunungan Tigapuluh
di Sumatera. Cobbing dkk. (1986), menyatakan umur Rangkaian Granit Utama adalah 220-200
juta tahun dan ini mendukung model Metcalfe sebelumnya mengenai tumbukan Sibumasa dan
Indocina serta Malaya bagian Timur pada Trias Akhir.
Peristiwa selanjutnya yang terekam di Lembar Sorolangun adalah penerobosan plutonik
granitoid terhadap batuan Perem pada Jura Awal, yaitu Granit Tantan. Peristiwa magma Jura
Awal ini, yang diperkirakan berkaitan dengan penunjaman, kemungkinan disertai pecenanggaan
(deformasi) dan peristirwa pemalihan regional berderajat rendah (Simandjuntak dkk., 1991).
Pada akhir dari Kapur Awal penunjaman terhenti dan batuan samudra Terrane Woyla terakrasi
ke pinggiran daratan Sumatera.
Penunjaman pada Tersier sampai Resen di bawah Sumatera mengakibatkan terbentuknya busur
magmatik yang luas dan berupa Pegunungan Barisan. Namun demikian penunjaman di bawah
Sumatera mungkin telah terjadi sejak Perem Akhir (Cameron et al., 1980) atau lebih awal lagi
(Katili, 1969, 1972) walaupun secara tidak menerus. Meskipun tidak menerus, kedudukan busur
dan palung yang sekarang kemungkinan besar telah ada sejak Miosen. Timbunan tegangan
akibat penunjaman miring ini secara berkala dilepaskan melalui sesar menganan ke arah tepi
lempeng (Fitch, 1972) dan menghasilkan Sistem Sesar Utama Sumatera, yang menjajar
memanjang pulau dan memotong busur magmatik/gunungapi. Dengan demikian geologi lembar
ini meliputi batuan alas pra-Tersier, lapisan sedimen dan gunungapi Tersier dan Kuarter yang
menutupinya.
Flora Jambi pada waktu itu merupakan daratan berhutan tropis. Fosil tumbuhan berupa batang
pohon yang sudah membatu dan fosil daun Macralethopteris sp., Cordaites sp., Calamites sp, ,
Pecopteris sp., Lepidodendron, fosil pohon Araucarioxylon yang in-situdll. berumur Perem Awal
( 300 juta tahun).Jambi Flora ini merupakan fosil flora yang angat penting di bagian ujung paling
selatan dari flora Cathaysia dan sangat penting dalam bidang palaeophytogeographic. Jambi
Rlora ini menjadi sangat menarik, karena ditemukannya tiga jenis gigantopterid yang belum
pernah ditemukan di daerah lain di bagian timur Asia. Hal ini mungkin disebabkan karena
pemercontohan yang kurang baik, atau ada kemungkinan besar, bahwa Flora Jambi ini lebih tua
dari yang lainnya.
Flora Jambi adalah salah satu keragaman geologi di Pulau Sumatra, Indonesia yang sangat
penting. Hal ini disebabkan karena fosil flora yang dikandungnya merupakan flora yang tertua
dan mempunyai lingkungan yang berbeda dengan daerah lainnya di Asia bagian timur pada
zaman Perem dan merupakan fauna penghubung antara provinsi flora Cathaysian dan
Euramerican. Seperti diketahui, fosil flora di Cina Utara sedikit lebih muda daripada Jambi
Flora, sehingga dapat disimpulkan, bahwa Jambi Flora merupakan inti titik penyebaran flora
(botanical nucleus) ke berbagai arah.
Penelitian menunjukkan, bahwa Mintakat Sumatra Barat (West Sumatra Block) dihuni oleh fauna
air hangat dan flora Jambi tropis pada zaman Paleozoikum yang berhubungan dengan flora
Cathaysian.
Penelitian Flora Jambi ini dilanjutkan dengan kerjasama Badan Geologi, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral dengan para ahli dari Belanda (Biodiversity Centre, Naturalis Museum
Leiden, The Netherlands) yang didasarkan pada koleksi fosil flora yang ada di Museum Geologi,
Badan Geologi. Dalam penelitian tersebut pengamatan dilakukan terhadap sebagian koleksi
yang ada di Bandung yang merupakan tipe jenis (holotype), Belanda disertai dengan penelitian
lapangan.
Cordaites sp.
Sphenophyllum sp.
PPM-04. Fosil tunggul pohon in situ (Formasi Mengkarang)
Pada masa tumbuhnya, fosil ini tumbuh di rawa yang kemudian terawetkan oleh proses
pengersikkan tersingkap di pinggir Sungai Merangin pada muara Sungai Karing. Fosil
tunggul ini ditemukan sejumlah lima buah. Beberapa fosil tunggul dapat dikenali sebagai
fosil pohon Calamites yang sangat rentan terhadap erosi pada Sungai Merangin.
PPM-14. Gua Bujang, Gua Senggiring, Air Terjun Perentak, dan Bukit Gamping Muara
Panco
Di dalam gua batugamping Bujang dan Senggiring ditemukan stalaktit dan stalagmite serta
sungai bawah tanah. Air Terjun Perentak berketinggian lebih kurang 20 m, dan
dimanfaatkan untuk PDAM. Batuan di daerah ini membentuk topografi yang khas terutama
gua kars, air terjun, dan perbukitan gamping yang sangat menarik.
HPK-08. Danau Lingkat, Danau Kaco, Air Terjun Bersisik Emas, Air Terjun Ksen, Grao
Rasau
Danau-danau tersebut merupakan danau vulkanik, berupa danau kawah dan di samping itu
daerah vulkanik ini menghasilkan air terjun dan mata air panas. Fenomena alam ini sangat
indah dan menarik bagi wisatawan. Keindahannya tercermin dari penamaan danau-danau
tersebut.
Perkebunan Teh Kayu Aro seluas 3.020 hektar berada pada ketinggian 1.400-1.600 meter
dpl adalah salah satu hamparan perkebunan teh terluas dan tertinggi kedua di Dunia,
setelah perkebunan teh Darjeling di kaki Gunung Himalaya (4.000 m dpl). Ditengah
perkebunan terdapat Aroma Pecco yang merupakan sebuah taman dengan sebuah kolam
yang pada zaman penjajahan Belanda dulu kolam ini merupakan tempat penampungan
air bagi perkebunan teh.Taman ini berjarak 50 m dari jalan utama dan terletak di Desa
Bedeng Delapan, dan dapat dicapai dari Kota Sungai penuh setelah menempuh
perjalanan sejauh 32 km.
GPT-N.01. Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Suku Anak Dalam serta Talang Mamak.
Taman Nasional Bukit Tiga Puluhadalah taman nasional yang terletak di Sumatera,
Indonesia. Taman Nasional ini terletak di provinsi Jambi. Taman seluas 143.143 hektare
ini terdiri dari hutan hujan tropis dan terkenal sebagai tempat terakhir spesies terancam
seperti orangutan sumatera, harimau Sumatera, gajah sumatera, badak sumatera, tapir
Asia, beruang madu dan berbagai spesies burung yang terancam. Taman Nasional Bukit
Tiga Puluh juga merupakan tempat tinggal bagi Orang Rimba dan Talang Mamak. Di
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh juga terdapat tempat penangkaran dan pelatihan
orangutan.
B.4. Makna Situs
B.4.1. Makna Ilmiah Secara Internasional
Flora Jambi yang terletak di Provinsi Jambi di sebelah barat mempunyai lebih dari 90 jenis fosil
tumbuhan yang berumur Perem. Fosil flora ini merupakan hal yang sangat menonjol di Asia
Tenggara karena lokasi fosil flora yang sangat menonjol dan telah mendapat perhatian banyak
para ahli dunia. Jongmans dan Gothan (1935) dan Jongmans (1937) tidak menemukan satu
jenispun fosil flora yang berasal dari Benua Gondwana dari 27 jenis yang dipelajarinya. Padahal,
Flora Jambi ini merupakan lokasi paling selatan dari flora Cathaysia atau Indo-China, sehingga
flora ini sangat bermakna di dalam ilmu palaeophytogeographic.
Dengan berkembangnya ilmu kebumian, maka keberadaan Jambi Flora di Sumatera menjadi
sangat penting dalam penelitian pergerakan lempeng dunia. Yang sangat menarik adalah bahwa
Jambi Flora berada di antara 2 pecahan lempeng yang berasal dari Benua Gondwana dan
membentuk Pulau Sumatera.
Tanaman dan pepohonan tersebut bukanlah yang tertua di Sumatra (terdapat di daerah
Kuantan), tapi tanaman dan pepohonan tersebut yang paling dikenal karena dedaunan dan
kayunya sangat terawetkan dengan baik lewat proses fosilisasi di dalam material gunung api
seperti abu vulkanik dan sedimen sungai serta danau tempat mereka terkubur. Batuan tersebut
tersingkap di tepian Sungai Merangin, Mengkarang, Sungai Karing dan dan anak-anak sungai
lainnya yang menyingkapkan lereng bagian bawah gunung api sebelumnya. Sisa gunung api ini
ditandai oleh adanya abu dan aliran piroklastika yang seringkali mengandung pecahan kayu
yang terbakar seperti aliran lava basal, dan semua batuan vulkanik ini menjemari dengan
sedimen pada bagian kaki gunung api tersebut. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa paling
tidak dua kali kaki gunung api ini pernah tenggelam karena naiknya permukaan laut dan
kemudian terkubur oleh sedimen laut.
Paku-pakuan berbiji tumbuh pada sisi-sisi gunung api, sementara pepohonan yang lebih besar
dan tanaman tumbuh pada bagian kaki gunung api tersebut. Kadang-kadang daun tanaman dan
reruntuhan kayu terkumpul dan membentuk lapisan tipis batubara. Pepohonan,akar dan cabang
yang tersilisifikasikan terawetkan lebih baik, sedangkan dedaunan dan cabang-cabang kecil
tanaman terfosilisasikan pada lapisan tipis sedimen. Batuan alas yang mengandung tanaman
dan fosil kayu yang terawetkan dengan baik sampai saat ini hanya ditemukan pada beberapa
tempat (penelitian masih berlanjut).
Pentingnya Flora Jambi, dinamakan demikian di dalam literatur ilmiah karena ditemukan di
Provinsi Jambi. Menuruti para ahli geologi , tanaman dan pepohonan tersebut sangat mirip
dengan yang hidup pada saat yang sama dengan sekitar 300 juta tahun yang lalu, yaitu pada
zaman Karbon ataupa akhir Paleozoikum di China. Flora China dikenal sebagai Mendala Flora
Cathaysia yang hidup pada garis lintang tropis kala itu. Persamaan ini sangat mengejutkan para
ahli geologi karena Sumatra saat ini sangat jauh dari Cina.
Gunung api tempat tanaman dan pepohonan flora Jambi tumbuh hanyalah berupa satu pusat
gunung api pada Cincin Api Perem sama dengan busur vulkanik saat ini. Kejutan geologi
lainnya adalah bahwa pecahan Australia telah disisipkan di antara busur vulkanik tropis Perem
dengan flora Cathaysia di Sumatra bagian barat, seperti Mendala Flora Cathaysia di China,
Thailand bagian utara, dan Semenanjung Malaysia bagian timur, sebagai akibat dari penyusunan
lautan pada saat itu. Pecahan benua ini pada awal Perem adalah bagian dari tepian super benua
Gondwana yang menduduki garis lintang di selatan dan ter-eskan saat flora Jambi tumbuh.
Busur gunung api pulau tropis tempat Flora Jambi tumbuh bertubrukan dengan pecahan benua
Gondwana ini pada zaman Trias sekitar 200 juta tahun yang lalu. Sekitar zaman ini batolit granit
menerobos ke akar gunung api Flora Jambi dan tersingkap di daerah Air Batu dan Dusun baru.
Secara global, Flora Jambi tropis terdapat pada celah geografi antara flora Cathaysia tropis dan
flora Gondwana beriklim dingin yang tumbuh pada zaman yang sama. Jadi, demi kepentingan
nasional maupun internasional bagi para ahli geologi dan khususnya para ahli botani purba
untuk mendeskripsikan taksonomi, evolusi, lingkungan dan pemahaman sifat iklim pada flora
yang langka ini.
Flora Jambi yang unik ini adalah bagian dari warisan geologi nasional dan keterdapatannya di
Sungai Mengkarang, Merangin, dan Karing merupakan situs bagi ilmu khusus konservasi yang
akan memacu penelitian ilmiah pada masa yang akan datang dan bagi kepentingan pendidikan
yang dapat dipicu oleh fosil flora yang unik ini.
Formasi yang ekivalen dengan Formasi Mengkarang ditemukan juga di Cina, tetapi umurnya
sedikit lebih muda. Dengan demikian beberapa ahli memperkirakan, bahwa Flora Jambi
merupakan pusa penyebaran flora-flora di Asia. Di Cina, formasi yang mengandung fosil flora
sudah tidak dapat ditemukan lagi karena telah tertutup oleh sampah domestik, sehingga tidak
tersingkap lagi. Dengan demikian Flora Jambi dan geologinya merupakan referensi stratigrafi
yang penting di daerah sekitar Asia.
B. GEOKONSERVASI
C 1 . Tekanan yang sedang terjadi atau peluangnya di kawasan Geopark yang
diusulkan
Kawasan Geopark Merangin Jambi selain memiliki warisan geologi bertaraf regional dan
internasional, secara umum kawasan tersebut memiliki pula potensi panas bumi (geothermal)
dan kandungan mineral logam dan non logam, seperti : emas, perak, batubara, batu bangunan,
batu apung, tanah liat, tanah urug, sirtu, batu gamping, dan termasuk pengambilan fosil kayu
yang marak diperjual belikan oleh sebagian masyarakat sekitar. Penggalian mineral serta
pengambilan fosil kayu dalam skala kecil dilakukan oleh masyarakat setempat yang tidak
memiliki izin dari pemerintah setempat. Pendapatan yang diperoleh digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari. Penggalian mineral skala menengah dilakukan oleh beberapa
perusahaan tambang yang memiliki izin usaha. Mereka menambang batubara untuk keperluan
energi tingkat nasional dan sebagian diekspor sebagai komoditi tambang yang menjanjikan
dalam penumbuhan ekonomi regional.
Hampir 80% wilayah yang diusulkan menjadi Geopark Merangin Jambi berada di Taman
Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Nasional Pegunungan Tigapuluh (TNPT), dan Taman
Nasional Bukit Duabelas (TNBD), merupakan kawasan hutan alami yang tersisa di Pulau
Sumatera. Namun dengan tingkat pertumbuhan penduduk serta kemajuan teknologi yang pesat
menyebabkan terjadinya tekanan yang begitu hebat terhadap kawasan. Deforestasi juga terjadi
akibat dari rendahnya kesadaran masyarakat akan arti penting hutan sebagai salah satu sistem
penyangga kehidupan. Perubahan lahan dan konflik lahan yang terjadi di kawasan geopark
Merangin Jambi sebagian besar terjadi pada perubahan fungsi lindung (hutan) menjadi lahan
perkebunan dan pertanian. Sedangkan perubahan fungsi lahan menjadi lahan pertambangan
hanya terjadi di sebagian kecil kawasan saja. Pembukaan lahan perkebunan dan pertanian baru
belum menjadi ancaman kerusakan yang signifikan, karena aktivitas tersebut tidak merubah
bentangalam, namun perubahan fungsi lahan yang tidak terkendali di masa mendatang akan
berpotensi mengganggu ekosistem dan mengurangi kelestarian dan kualitas lingkungan sekitar.
Sejalan dengan konsep dasar budaya yang dimiliki oleh masyarakat sekitar di Kawasan Geopark
Merangin Jambi yaitu menjaga kelestarian alam sekitar (konservasi), maka penerapan konsep
geopark yang berlandaskan pada konservasi, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan
peningkatan ekonomi kerakyatan dapat dengan mudah dipahami dan diaplikasikan dalam
kehidupan masyarakat sekitar serta menjadi sebuah harapan baru dalam meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, kegiatan usaha
kepariwisataan yang dikembangkan di kawasan Geopark Merangin Jambi sebagai salah satu
sektor yang dapat menggerakan roda perekonomian lokal dan regional, dipastikan tidak akan
mengganggu fungsi lingkungan. Konsep Geowisata dan Ekowisata yang dikembangkan
berazaskan green-tourism dengan memegang teguh konsep wisata keberkelanjutan dimana
komponen abiotic, biotic, culture yang menjadi objek dan daya tarik wisata, senantiasa
dikembangkan dengan berlandaskan pada aspek perlindungan dan kelestarian lingkungan.
Kawasan Geopark Merangin Jambi yang berada di Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin,
sebagian besar berada di Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang memiliki luas
1.375.349.867 ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan
Nomor 901/Kpts-ll/1999. Sedangkan kawasan Geopark Merangin Jambi yang berada di
Kabupaten Sarolangun termasuk Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) yang ditetapkan
melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.258/Kpts-II/2000 tanggal 23
Agustus 2000 yang memiliki luas 60.500 ha. Kawasan ini ditetapkan sebagai cagar biosfer dan
merupakan kawasan pengembaraan Suku Anak Dalam (Orang Rimbo) yang hidup berpindah-
pindah di dalam hutan rimba, populasinya diperkirakan 900-1.000 jiwa dan kawasan Geopark
Merangin Jambi yang berada di KabupatenTanjung Jabung Barat seluas 10.000 ha termasuk
Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No.539/Kpts-II/1995 dengan luas 144.233 ha, merupakan ekosistem hutan hujan tropika dataran
rendah (lowland tropical rain forest) dan peralihan antara hutan rawa dan hutan pegunungan
dengan ekosistem yang unik dan berbeda dibandingkan dengan kawasan taman nasional
lainnya di Indonesia. Oleh karena itu, kawasan-kawasan tersebut merupakan aset nasional dan
bahkan internasional yang memiliki nilai sangat strategis untuk kelangsungan pelestarian
keanekaragaman hayati serta dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu,
perlindungan situs-situs non geologi di kawasan tersebut ditetapkan melalui SK Bupati mengenai
Hutan Adat baik di Kabupaten Kerinci, Kabupaten Merangin, kabupaten Sarolangun, dan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Selain itu, status perlindungan di tingkat desa untuksitus-situs geologi yang berada di sepanjang
Sungai Merangin antara Desa Airbatu dan Teluk Wangsakti telah mendapat perlindungan melalui
Keputusan Kepala Desa, Kecamatan Renah Pembarap dan Berita Acara Kesepakan Bersama
Desa Biuku Tanjung, Kecamatan Bangko Barat. Kemudian pada Tahun 2012 oleh Pemerintah
Daerah diakomodir menjadi Kawasan Cagar Alam Geologi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Merangin.
Masterplan Geopark Merangin Jambi yang sedang disusun, dan akan selesai tahun 2014
mendatang, mencakup rencana aksi yang berkaitan dengan upaya perlindungan terhadap situs-
situs geologi yang ada. Masterplan pengembangan Geopark ini akan ditetapkan menjadi
Peraturan Daerah, sehingga sanksi terhadap pelanggaran dapat diberlakukan. Masterplan yang
direncanakan mencakup komponen-komponen utama seperti:
1. Geologi dan bentangalam
2. Struktur dan pola ruang, serta zonasi kawasan
3. Informasi dan pendidikan lingkungan
4. Struktur Manajemen
5. Pemanfaatan ruang kawasan (geowisata)
6. Ekonomi regional berkelanjutan
7. Indikasi program pengembangan kawasan (Skala Prioritas)
Setiap situs geologi dilengkapi dengan interpretation panel. Panel-panel tersebut dipersiapkan
dan dipelihara oleh pengelola Geopark baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat provinsi.
Pengembangan geo-education dan geowisata di sekitar situs geologi dilaksanakan oleh
pengelola geopark tingkat desa dibawah koordinasi pengelola geopark tingkat kabupaten
dengan melakukan beberapa program seperti pemanduan wisata oleh masyarakat sekitar,
program geopark to school dan school to geopark, dengan dilengkapi oleh fasilitas Geopark
seperti bahan-bahan informasi terbit (leaflet, booklet, peta, web site, dan buku informasi
kawasan), yang tersedia di pusat informasi dan kios-kios informasi yang tersebar di dekat situs
geologi.
Kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan situs geologi antara lain dilakukan dengan:
Menerapkan fungsi lindung di sekitar situs geologi dalam perencanaan tata ruang, di mana
seluruh kawasan Geopark telah terlindungi oleh peraturan nasional yang bersifat mengikat.
Menyusun program kerja bagi pengelola kawasan yang terpadu dan terintegrasi dengan
program pemerintah setempat dalam hal pengawasan, pemeliharaan, dan upaya
pengembangan kawasan yang berkesinambungan.
Mempertahankan keberadaangeo-diversity di kawasan Geopark sebagai kekayaan hakiki yang
dimiliki oleh daerah yang didukung oleh regulasi baik di tingkat nasional maupu daerah.
Melarang perusakan dan pemindahan bagian-bagian yang menjadi warisan geologi dengan
merencanakan dan menetapkan peraturan yang berkaitan dengan perusakan dan misused di
setiap situs geologi
Merencanakan dan mengembangkan pusat informasi kawasan di setiap segmen/kawasan situs
geologi yang memiliki fungsi pendidikan bagi masyarakat sekitar maupun bagi pengunjung,
selain itu pusat informasi pun berfungsi sebagai pos penjagaan dan pengawasan kawasan
dalam upaya pelestarian lingkungan sekitar situs geologi.
Merencanakan ketentuan penegakan peraturan yang berkaitan dengan izin penggalian atau
pengkoleksian fosil dan artefak secara perorangan.
Mengatur pengkoleksian percontoh batuan pada situs geologi tertentu di bawah pengawasan
yang ketat.
Melakukan perawatan situs geologi dan pembersihan kawasan sekitarnya secara teratur.
Mendeliniasi daerah lindung situs geologi guna menghindari penurunan kualitas lingkungan di
sekitar situs geologi.
Melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat serta melibatkan mereka secara aktif
dalam pemeliharaan dan pengawasan akan keberadaan situs geologi dari ancaman kerusakan
baik secara alamiah maupun dari tangan jahil
Mengembangkan program pendidikan di sekitar kawasan Geopark Merangin Jambi
Mendeliniasi batas-batas kawasan Geopark serta melakukan zonasi kawasan secara tepat,
sehingga jelas batas kawasan yang menjadi tanggung jawab pengelola Geopark Merangin
Jambi.
Melakukan kerjasama dengan instansi terkait, perguruan tinggi, pihak swasta untuk
meningkatkan upaya pengawasan, perlindungan,serta pengembangan dan pembangunan
kawasan secara berkelanjutan.
Mengembangkan kegiatan geoproduct dan geotoursm maupun ecotourism yang berlandaskan
pada wisata yang berkelanjutan sebagai salah satu upaya dalam peningkatan ekonomi kreatif
di sekitar kawasan.
Lokasi Kawasan Geopark Merangin Jambi sebagian besar berada di tiga Taman Nasional yang
ada di Propinsi Jambi, yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Nasional Bukit
Tigapuluh (TNBT), dan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Masing-masing Taman
Nasional tersebut ditentukan salah satunya berdasarkan ketinggian tipe hutan, yaitu tipe hutan
berkisar antara 1400-2700 m termasuk dalam campuran beberapa tipe hutan yaitu, Hutan
Pegunungan Bawah (1400-1900 m), Hutan Pegunungan (1900-2400 m) dan Sub Alpin (>2400
m) (Laumonier, 1997). Karakteristik vegetasi berdasarkan ketinggian yang ada di kawasan
Geopark Merangin Jambi dan sekitarnya yaitu pada hutan dataran tinggi, pepohonan memiliki
tajuk rapat dan tinggi. Ketinggian pohon lapisan tajuk bawah berkisar antara 20-30 m. Jenis khas
yang masih bisa ditemukan dengan tinggi pohon mencapai 50 m, khususnya Shorea platyclados
dan liana.
Berdasarkan tipe hutannya, TNKS memiliki tiga tipe hutan, yaitu tipe hutan pegunungan bawah
yang berada pada ketinggian 1400-1900 mdpl, ruang terbuka lebihbanyak dibandingkan hutan
dataran tinggi, sebaliknya lumut dan jenis-jenis epifitmeningkat berkorelasi dengan naiknya
kelembaban udara. Jenis-jenisnya antaralain Lithocarphus pallidis, Euginea sp., Quercus sp.,
menempati tajuk bagian atas.Sedangkan semak-semaknya didominasi famili Myrsinaceae,
Rubiaceae, danEuphorbiaceae. Pada tipe hutan pegunungan yang berada pada
ketinggian1900-2400 mdpl, proporsitumbuhan microphylous meningkat dan kerapatan hutan
berkurang. Padaketinggian ini masih dijumpai Podocarpus dengan tinggi 25 m, sedangkan
lumut-lumuttampak semakin tebal dan epifit semakin banyak. Pada tipe hutanpegunungan atas
yang berada di ketinggian lebih besar dari 2400 mdpl, umumnya sangat lembab dan berkabut,
sehinggalumut semakin melimpah. Di atas lumut ini sering ditumbuhi tanaman
kantungsemar(Nepenthes), yang merupakan jenis endemik Taman Nasional Kerinci Seblat.Jenis
tumbuhan penting lainnya yaitu Kayu Embun (Taxus sumatrana)dan berbagai jenis anggrek
(Famili Orchidaceae).
Secara keseluruhan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat memiliki 4000 jenis tanaman, yang
didominasi oleh keluarga Dipterocarpaceae. Termasuk juga terdapat flora yang langka dan
endemik yaitu pinus kerinci (Pinus merkusii strain Kerinci), kayu pacat (Harpulia arborea). Ada
juga jenis terancam bahaya, yaitu bunga bangkai (Amorphophallus titanium dan A. decussilvae)
dan Rafflesia Arnoldii dan R. hasseltii).
Beberapa jenis tanaman dominan yang dijumpai d hutan dataran rendah adalah
Dipterocarpacus sp., Shorea atrinervosa, Shorea multiflora, Koilodepas longifolium, Parashorea
lucida, Shorea cf. conica, Shorea platyclados, Hopea cf. Beccarianan, Sterculia sp., Aglaia
odoratissima, Sidoricum koejape, Rafflesia arnoldi, Rhizanthes zippelii, Celtis rigescens,
Casuarina nobilis, Mallotus oblongifolius, M. rufidulus, M. cf. Miquelianus, dan Rafflesia haseltii.
Beberapa jenis dominan yang dijumpai di hutan dataran tinggi adalah Agathis boornensis,
Diospyros celebica, Dendrocalamus asper, Gigantochloa sp., dan Schizostachyum sp.;
sedangkan di hutan pegunungan bawah dan tengah dapat dijumpai jenis-jenis dari suku
Fagaceae, Myrsinaceae, Lauraceae, Podocarpus sp., Ficus hirta, Faeocarpus gordonia,
Lithocarpus dll.
Beberapa jenis anggrek antara lain Spathoglotis plicata, Pholodita articulata, Calanthe triplicata,
C. plava, Coelogyne pandura, C. suiphorea, Dendrobium crumenatum, Dianela ensifolia,
Diplocaulobium, Phaleonopsis sp dan renanthera sp.
Sedangkan beberapa jenis tumbuhan obat yang biasa digunakan masyarakat sekitar taman
nasional, antara lain paku gajah, akar tik ulat, akar kepuh, pinang, kunyit, akar sepakis, ubi itam
dan lain-lain.
http://caintaplantnursery.com/our-
products/philippine-indigenous-
plants/taxus/taxus-sumatrana-32/
Biodiversitas di dalam taman nasional sangat luar biasa, mencakup sedikitnya 306 jenis burung,
42 jenis binatang menyusui, 10 jenis binatang melata, 6 jenis binatang amphibi dan 8 jenis
primata. Sebagian dari jenis binatang dipertimbangkan sangat terancam, terutama Badak
Sumatra (Dicerorhinus sumatraensis), kambing hutan liar (Capricornis sumatraensis), Harimau
Sumatra (Panthera tigris sumatraensis) dan Gajah Sumatra (Elephas maximus). Jenis mamalia
dan primate lainnya adalah Simpai(Presbytis melalobates), Ungko (Hylobates agilis), Siamang
(Sympalagus syndactylus), Rusa sambar (Axis kuhli), Babi hutan (Sus scrofa), Tapir (Tapirus
indicus), Beruang (Helarctos malayanus), Kucing hutan (Prionailurus bengalensis sumatrana),
Kucing emas (Cartopuma temminckii).
Burung:antara lain elang alap besar (Accipiter virgatus), elang kelelawar (Macheiramphus
alcinus), elang gunung (Spitazatus alboniger), cekakak batu (Lacedo pulchella), belibis kembang
(Dendrocygna arcuata), walet (Collocalia spp), enggang jambul (Aceros comatus), kangkareng
hitam (Anthracoceros malayanus), rangkong papan (Buceros bicornis), pergam gunung (Ducula
bargia), poksai mantel (Garrulax palliatus), tiong emas (Gracula religiosa), rangkong badak
(Buceros rhinoceros), dan julang emas (Aceros undulatus ). Di tempat tertentu sering terdengar
suara tawa histeri burung gading (Buceros vigil). Salah satu spesies burung yang dilindungi yaitu
Rangkong badak (Buceros rhinoceros).
Satwa penting yang terdapat di TNKS antara lain, Satwa mamalia besar penting yang terdapat di
Gunung Tujuh antara lain, Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Beruang (Helarctos
malayanus), Macan dahan (Neofelis nebulosa), Tapir (Tapirus indicus), Kambing hutan
(Capricornis sumatraensis), Babi hutan (Sus scrofa), Rusa Sambar (Cervus unicolor), Kijang
(Muntiacus muntjak ), Landak (Hystrix brachyura), Kancil (Tragulus javanicus), sedangkan jenis-
jenis primata seperti Simpai (Presbytis malalophos), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis),
dan Siamang (Hylobates syndactylus).
Penduduk asli Jambi terdiri atas Suku Anak Dalam, Kerinci, Bajau, Batin, Orang Penghulu, Suku
Pindah, dan Orang Melayu. Sedangkan masyarakat pendatang berasal dari Palembang,
Minangkabau, jawa, Bugis, Banjar, Batak, Flores, Arab, India, dan Tionghoa. Suku Anak Dalam
dianggap sebagai suku tertua di Jambi, karena telah menetap terlebih dahulu sebelum
kedatangan suku-suku yang lain. Ada informasi yang menyatakan bahwa suku ini merupakan
keturunan dari percampuran suku Wedda dengan suku Negrito, yang kemudian disebut sebagai
suku Weddoid.Suku bangsa Jambi yang mendominasi pada Kawasan Geopark Merangin Jambi,
adalah Suku Anak Dalam, Suku Kerinci, Orang Batin,Orang Penghulu. Suku-suku bangsa di
Jambi pada umumnya bermukim di daerah pedesaan dengan pola yang mengelompok. Adat
kebudayaan Jambi mengenai pola permukiman yaitu menetap di pinggir sungai, dikarenakan
Jambi merupakan penghasil cengkeh dan perdagangan merica pada abad ke-13, yang mana
para musafir atau pedagang datang dari berbagai daerah dan negara untuk membeli rempah-
rempah melalui jalur laut dan sungai. Bahasa daerah di Provinsi Jambi, yaitu bahasa melayu,
tetapi terdapat beberapa dialeg lokal seperti Kerinci, Bungo-Tebo, Sarolangun, Bangko, Jambi
Seberang, Anak Dalam, serta campuran. Khusus untuk daerah kerinci, terdapat aksara tersendiri
yang dikenal dengan Aksara Encong.
Sejalan dengan pesatnya arus globalisasi danhilangnya media berkesenian menyebabkan mulai
ditinggalkannya beberapa kesenian tradisional. Namun sejak diterapkannya konsep geopark,
kesenian asli tradisional mulai dikembangkan kembali. Pengakuan ini disampaikan oleh
beberapa narasumber di Desa Air Batu dan Biuku Tanjung.Jenis tarian dan kesenian yang
berada di kawasan tersebut diantaranya adalah Adu Lesung,Lukah Gilo, dan Ketalang Petang.
Tiga jenis kesenian ini sangat erat terkait dengan aktivitas berladang padi. Lesung dan lukah
adalah peralatan yang biasa digunakan untuk menumbuk padi. Ketalang Petang adalah
kesenian yang dilakukan sebelum melakukan tanam padi di ladang yang menjadi ajang pemuda
dan pemudi dalam mencari jodoh. Selain itu, terdapat juga Tari Pandan yang biasanya dilakukan
dalam rangka menyambut tamu agung dan upacara khusus dan festival rakyat desa yaitu
kegiatan bersukaria dan saling memaafkan saat hari raya Idul Fitri. Kegiatan komunal lainnya
adalah Gotong RoyongPengante, dimana setiap tetangga akan memberikan sumbangan beras
kepada keluarga pengantin sejumlah canting tertentu sesuai dengan jumlah anggota keluarga.
Imbalannya, para pemberi sumbangan berhak mendapatkan daging hajatan. Kegiatan
pembagian dan saling berebut daging hajatan inilah yang ditunggu-tunggu dan menjadi kegiatan
bersukaria bersama dalam momen merayakan pernikahan. Momen lainnya adalah menjelang
memasuki bulan ramadhan dengan Upacara Bantai, yaitu penyembelihan kerbau sebelum
memasuki bulan Ramadhan. Penduduk desa biasanya mengumpulkan uang secara bersama-
sama untuk membeli beberapa ekor kerbau untuk disembelih dan dimasak bersama-sama
menyambut bulan Ramadhan. Beberapa benda dan budaya peninggalan yang merupakan bukti
dari beragamnya kebudayaan yang dimiliki oleh kawasan geopark merangin jambi adalah
sebagai berikut :
a. Bangunan Tua
Salah satu keunikan ragam budaya di Kawasan Geopark Merangin Jambi adalah keberadaan
bangunan-bangunan yang telah berusia tua (> 100 tahun) yang secara otomatis berdasarkan
peraturan yang ada di Indonesia, bangunan tersebut merupakan benda cagar budaya yang
dilindungi. Keberadaan bangunan tersebut menyebar di beberapa kabupaten, diantaranya
Kabupaten Merangin (Desa Air Batu dan Desa Biuku Tanjung), Kabupaten Kerinci (Desa Koto
Tuo Pulau Tengah - Kec. Keliling Danau dan Desa Lempur Tengah Kec. Gunung Raya).
Bangunan tua yang berada di Kabupaten Merangin (Desa Air Batu dan Desa Biuku Tanjung)
berupa rumah panggung kayu tua yang diperkirakan berusia puluhan hingga ratusan tahun. Ciri
khas pada bangunan tua tersebut adalah ornamen ukiran dan lukisan hias di dinding kayu rumah-
rumah tersebut. Di rumah yang lainnya didapati hiasan-hiasan di ujung-ujung atap, atau di papan
penutup tampias air (lisplank). Ditemukan pula rumah tua yang tidak menggunakan paku,dimana
sambungan rumah dibuat saling pasak dan pada beberapa bagian diikat dengan tali ijuk. Dinding
bagian dalam dan lantai rumah panggung dibuat dari pelupuh bambu. Selain bangunan tua
rumah panggung kayu, bangunan unik lain di Desa Air Batu adalah masjid tua Baitul Ikhsan.
Menurut keterangan beberapa narasumber, tiang-tiang utama masjid terbuat kayu jenis kulim
berukuran panjang 12 meter dengan diatemeter 20 cm. Dinding masjid terbuat dari papan kayu
dengan beberapa ukiran hiasan. Di beberapa bagian tampak perbaikan yang disesuaikan dengan
perkembangan jaman, namun secara keseluruhan nilai keunikan bangunan tua masih tampak
dengan kuat. Nilai budaya dan kesejarahan masjid tua Baitul Ikhsan, tercermin dari keyakinan
masyarakat bahwa doa lebih mustajab bila dilakukan di masjid tersebut. Hikayat lisan Si Bujang
Penidur semakin memperkuat pengakuan penduduk Desa Air Batu terhadap masjid. Dalam
hikayat tersebut digambarkan seorang pemuda yang kerjanya hanya tidur dan bermalas-malasan
hingga dijuluki si tukang tidur namun memiliki kekuatannya yang luar biasa. Kekuatanitulah yang
membantu pembangunan Masjid Baitul Ikhsan. Penduduk desa yakin bahwa bahan empat kayu
kulim tiang utama masjid diambil dari hutan ke desa secara bersamaan dalam satu waktu dan
dilakukan hanya oleh satu orang dengan kekuatan luar biasa yaitu oleh Si Bujang Penidur.
Foto salah satuRumah Panggung Kayu Tua yang berusia lebih dari 100 tahun di Desa Air Batu, Kecamatan Renah
Pembarap, Kabupaten Merangin
Di Kabupaten Kerinci pun terdapat 2 buah bangunan mesjid kuno yang oleh penduduk sekitar
disebut mesjid keramat. Mesjid tersebut dibangun pada tahun 1785 dengan bahan bangunan
utama dari kayu pilihan dan konstruksi tanpa menggunakan paku besi. Masjid keramat yang
pertama berada di Desa Koto Tuo Pulau Tengah, Kecamatan Keliling Danau. Konon, pemberian
nama Keramat alias Sakti berlatar belakang sejarah perjuangan rakyat Pulau Tengah pada
awal masuknya pasukan kolonial Belanda ke Kerinci pada tahun 1900. Bangunan masjid yang
berdiri di atas lahan seluas 59,2 m x 44,3 m dijadikan tempat berlindung oleh masyarakat dalam
pertempuran melawan Belanda. Masjid Keramat Koto Tuo ini adalah saksi bisu bagaimana
semangat masyarakat Pulau Tengah menentang penjajahan Belanda. Masjid Keramat yang
kedua berada di Desa Lempur Tengah Kecamatan Gunung Raya. Masjid ini didirikan sekitar abad
ke-15 dan 16 Masehi. Berdasarkant surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen
Sejarah dan Purbakala, kedua masjid keramat ini telah masuk sebagai Benda Sejarah dan Cagar
Budaya Nasional. Ketika Kerinci diguncang gempa dahsyat dengan kekuatan 9,5 skala Richter
tahun 1995, kedua masjid tersebut tetap berdiri kokoh. Begitu pula saat gempa tahun 2009 lalu,
tak sedikit pun bangunannya yang mengalami kerusakan. Bangunan masjid tua dijadikan sebagai
obyek wisata religi bagi masyarakat setempat maupun pendatang.
b. Benda Pusaka
Salah satu rumah tua di Dusun Baru Air Batumenyimpan beberapa benda peninggalan masa lalu
seperti : Tombak, Gong, Strabuk (Naskah Kuno), dan Rambut Panjang. Benda-benda
peninggalan tersebut disimpan di atap rumah dan ditutup kain. Untuk melihat benda-benda
tersebut harus dilakukan upacara adat dengan memotong seekor kambing. Benda peninggalan
tersebut biasanya disimpan di rumah Depati (pemimpin di desa, setingkat kades). Sebagian besar
masyarakat Desa Air Batu meyakini benda-benda peninggalan tersebut memiliki kekuatan
memberi pertanda. Apabila akan terjadi bencana di Desa Air Batu maka gong peninggalan akan
berbunyi. Anehnya, suara bunyi gong tersebut tidak akan terdengar oleh masyarakat yang tinggal
di sekitar rumah penyimpanan gong. Suara gong akan terdengar oleh masyarakat yang tinggal
jauh dari rumah penyimpanan gong tersebut. Menurut pengakuan masyarakat gong peninggalan
tersebut berbunyi terakhir kali pada tahun 1995-an dan setelah itu terjadi peristiwa gempa besar.
Pola yang sama terdapat juga di Desa Biuku Tanjung. Di Rumah Tua milik Kepala Lembaga Adat
tersimpan benda-benda peninggalan yaitu: sepucuk senapan, tiga buah piring keramik, satu buah
tombak dan sebilah keris. Masyarakat Biuku Tanjung juga meyakini bahwa benda-benda
peninggalan tersebut memiliki kekuatan memberi pertanda dengan bunyi kokangan senapan.
Terdapat peraturan bahwa benda-benda tersebut tidak boleh dilihat oleh orang-perorang. Apabila
peraturan tersebut dilanggar maka terjadi Utang adat negeri/dusun. Si pelanggar dikenakan
hukuman memotong satu ekor kambing karena benda-benda peninggalan tersebut sampai turun
ke tanah diluar kegiatan upacaranurun.Konon, benda-benda peninggalan tersebut berasal dari
Teluk Wang Sakti sehinggasetiap tahun setelah hari raya Idul Fitri diadakan upacara mencuci
benda-benda peninggalan tersebut yang disebut dengan Upacara Nurun.
c. Folkloor
- Cerita Si Rambut Panjang
Si Rambut Panjang adalah kisah seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang berasal dari
Riau merantau ke Desa Air Batu Kabupaten Merangin. Kedua orang tersebut bertamu ke rumah
salah seorang penduduk dan mereka diberi air minum dan pisang, ternyata pada saat kedua
orang tersebut akan minumwadah untuk minum tidak ada. Konon katanya, wanita si rambut
panjang dengan bijak mengorek isi pisang dan menjadikan kulit pisang sebagai wadah untuk
minum. Sikap yang sedemikian rupanya menjadikan wanita si rambut panjang tersebut dipilih
menjadi pemimpin yang diharapkan bisa memimpin masyarakat Desa Air Batu dengan baik.
d. Masakan tradisonal
Ragam kuliner lokal, terutama jenis-jenis makanan yang dikembangkan sesuai dengan
ketersediaan bahan-bahan alami setempat juga turut mewarnai ragam budaya Desa Air Batu
dan Biuku Tanjung. Beberapa diantaranya adalah Lemang Asam, masakan IkanKepayang,
masakan Rebung Ikan Batu,Bumbu Nangau (asam durian), minyak kepayang, dan Gulai Asam
Durian (tempoyak). Terdapat pula Asam Rebung (fermentasi rebung bambu) yang digunakan
untuk mencampur masakan-masakan sehingga memiliki rasa khas. Menarik bahwa dalam
proses pembuatan asam rebung ini harus juga dimasukkan cabe rawit dan sedikit pakai sembilu
bambu dengan keyakinan supaya tidak terjadi kejadian kesurupan. Salah satu masakan khas
yang dicampur asam rebung adalah Cangkuk. Masakan ini berbahan dasar kaki kerbau yang
dicincang kecil dan direndam air rebung selama 3 hari. Cangkuk hasil rendaman biasanya
digulai dengan campuran asam rebung sehingga rasanya gurih, segar dan empuk. Kuliner khas
lainnya adalah Minyak Kepayang, yaitu minyak nabati yang berasal dari buah kepayang. Biasa
digunakan untuk menggoreng atau mencampur masakan gulai, bahkan dimakanlangsung
dicampur nasi hangat sehingga menjadi gurih berminyak. Minyak ini juga biasa dimanfaatkan
untuk cairan pelicin jika melakukan pemijatan tradisional.
Beberapa makanan khas yang terdapat di kawasan Geopark Merangin Jambi beserta
penjelasannya, adalah sebagai berikut;
1. Tempoyak merupakan makanan yang berasal dari buah durian yang difermentasikan, dan bisa
juga dibuat Gulai Tempoyak.
2. Gulai Tepe Ikan terbuat dari ikan gabus yang dihaluskan dan dicampur tepung dan telur.
3. Malbi adalah masakan gulai daging, namun memiliki citarasa manis karena dimasak dengan
kecap dan sedikit gula merah.
4. Gulai Ikan Patin bisa dimasak dengan Tempoyak tetapi sebagia orang mengganti Tempoyak
dengan santan kelapa untuk menghindari baud an rasa Tempoyak yang cukup menyengat.
5. Padamaran terbuat dari tepung beras, santan dan gula merah sebagai pemanis. Bahan-bahan ini
kemudian ditempatkan di sebuah cup yang terbuat dari daun pisang lalu dikukus hingga matang.
6. Dendeng Batokok adalah irisan daging sapi yang direbus dalam air kelapa yang telah dibumbui
bawang putih dan jahe.
7. Nasi Minyak adalah beras yang dimasak dengan susu, saus tomat, minyak samin dan rempah-
rempah, Nasi Minyak biasanya disajikan pada saat acara-acara khusus.
Sebagai masyarakat yang harmonis dengan lingkunganya, penduduk Desa Air Batu dan Biuku
Tanjung juga mengembangkan obat-obatan tradisional dan memiliki beberapa orang ahli
pembuat obat tradisional tersebut. Walaupun sudah mulai ditinggalkan, para pembuat obat
tersebut ini memiliki keahlian khusus dan beberapa diantaranya masih menggunakan cara-cara
magis. Di tingkat rumah tangga juga sering dilakukan pengobatan dengan penggunaan
tanaman obat. Beberapa potensi tanaman obat yang terdapat di Desa Air Batu dan Biuku
Tanjung diantaranya adalah sarang semut, pasak bumi, akar ginseng, akar kuning dan daun
sigau. Diduga masih banyak ragam penggunaan tanaman obat oleh penduduk setempat atau
pengobat tradisional.
Pemukiman-pemukiman prasejarah masa Mesolitik ternyata tidak hanya terdapat pada gua-gua
di Kabupaten Merangin, tetapi juga di tepi danau di Kabupaten Kerinci. Pada tahun 1939 Van der
Hoop mengumpulkan temuan permukaan berupa alat serpih obsidian di sekitar Danau Gadang
Estate, dekat Danau Kerinci. Menurut van Heekeren, alat serpih dari tepi danau tersebut lebih
besar daripada alat serpih bilah dari gua-gua di Merangin (1972:139). Alat serpih tersebut
termasuk mikrolit, tetapi bentuknya tidak geometris seperti alat mikrolit pada umumnya
(Soejono,1993:182). Pengaruh kebudayaan Hindu-Buda pun hampir tidak terlihat di Kerinci dan
Merangin. Hingga kini belum ditemukan situs-situs Hindu-Buda di kedua wilayah tersebut, tetapi
di Kerinci ditemukan arca lepas berupa dua buah arca Boddhisattwa perunggu berukuran kecil
(tinggi 16 cm) (Schnitger,1937:13). Dalam kerangka sejarah kebudayaan Indonesia,
kebudayaan megalitik dianggap berkembang sebelum bangsa Indonesia memasuki zaman
sejarah. Kendati sebelum memasuki zaman sejarah bangsa Indonesia telah melakukan kontak
dengan bangsa lain, kebudayaan megalitik dianggap kebudayaan Indonesia asli. Demikian pula
tinggalan megalit di dataran tinggi Jambi merupakan kebudayaan asli sebelum munculnya
kerajaan Malayu-Budha di dataran rendah Jambi. Penelitian tinggalan budaya megalitik di
dataran tinggi Jambi penting artinya dalam kerangka mengetahui kesinambungan budaya,
khususnya dari kebudayaan megalitik menuju kebudayaan yang dipengaruhi kebudayaan India.
Selama ini baru dianggap bahwa seolah-olah kerajaan Malayu-Budha muncul dengan sendirinya
pada abad ke-7 Masehi tanpa melalui proses panjang sebelum kemunculannya. Hal itu karena
kerajaan tersebut sedikit diberitakan. Ketika berlabuh untuk kedua kalinya, I-tsing pun hanya
memberitakan Mo-lo-yeu (Malayu) sudah menjadi bagian dari kerajaan Shih-li-fo-shih (Sriwijaya).
Hingga kini diketahui bahwa pada masa yang sama di Jambi telah berkembang dua corak
kebudayaan yang berbeda pada kawasan yang berbeda pula. Di dataran tinggi Jambi (sekarang
kabupaten Kerinci dan sebagian Kabupaten Merangin) berkembang corak kebudayaan megalitik,
sedangkan di dataran rendah berkembang kebudayaan Hindu-Budha. Masyarakat yang
bermukim di pegunungan mempertahankan kebudayaan asli (Tri Marhaeni, 2006), sedangkan
masyarakat di kawasan dataran rendah yang karena lebih dekat dengan jalur perdagangan
maritim mampu mengembangkan kebudayaan asing yang berasal dari India. Hal itu terbukti dari
temuan keramik dinasti Sung (abad ke-10 -- 12 M) di situs megalit Pondok, Kerinci
(Bonatz,2003). Dalam ekskavasi di situs megalitik Pondok, Kerinci, tahun 2003, Dominik Bonatz
menemukan keramik Cina dari dinasti Sung (960 1270 M). Temuan tersebut membuktikan
bahwa ketika di dataran rendah Jambi berkembang pesat kerajaan Malayu bercorak budis, di
dataran tinggi Jambi bertahan kehidupan bercorak tradisi megalitik. Bahkan tradisi megalitik di
dataran tinggi Jambi bertahan hingga kedatangan Islam. Tradisi megalitik di kawasan tersebut
tampaknya baru berakhir pada abad ke-18, ketika Sultan Jambi memerintahkan kepada para
penguasa (depati) di dataran tinggi Jambi agar mengubah kepercayaannya. Masyarakat
bercorak tradisi megalitik di dataran tinggi Jambi mungkin sekali menghuni lahan di sekitar batu
monolit yang mempunyai nama lokal batu gong, batu bedil atau batu larung. Bukti-bukti hunian di
sekitar batu megalitik ditemukan dalam ekskavasi Bagyo Prasetyo tahun 1994 di Bukit Talang
Pulai, Kerinci dan Dominik Bonatz tahun 2003 di Pondok, Kerinci dan di Bukit Batu Larung,
Merangin tahun 2005. Tinggalan artefak menonjol di situs megalit adalah pecahan tembikar yang
merupakan bukti pemukiman. Kehidupan bercorak megalitik di dataran tinggi Jambi telah
mengenal pula penguburan dengan wadah tempayan tanah liat sebagaimana di dataran tinggi
Sumatera Selatan (lihat Soeroso,1998). Dalam ekskavasi di Desa Renah Kemumu, Kecamatan
Jangkat, Kabupaten Merangin, tahun 2004, Dominik Bonatz tidak hanya menemukan tinggalan
megalit di Bukit Batu Larung, tetapi juga puluhan tempayan tanah liat insitu di suatu tempat yang
berjarak sekitar 1 kilometer dari megalit. Keadaan tinggalan tempayan-tempayan tersebut tidak
utuh karena pengaruh erosi dan aktivitas manusia sekarang yang menghuni situs tersebut.
Melalui analisis C-14 yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, arang
yang ditemukan dalam tempayan diketahui berumur 810 120 BP (tahun 1020 -- 1260 M).
Sementara itu, situs Bukit Batu Larung berumur 970 140 BP (tahun 840 -- 1120 M).
Kata Kerinci pertama kali dikenal pada awal tahun Masehi. Kata Kerinci diinterpretasikan pada
banyak teori, baik yang dihasilkan melalui penelitian hingga cerita yang berkembang di
masyarakat yang tidak memiliki argumen yang jelas. Berikut adalah teori-teori yang menjelaskan
arti Kerinci :
- Keadaan wilayah Kerinci yang dibatasi oleh Bukit Barisan, hutan yang lebat, medan yang berat
dan binatang buas, membuat anggapan orang terhadap Kerinci sebagai daerah yang tertutup,
sehingga Kerinci dikiaskan dari arti kata Kunci.
- Bila ditinjau dari segi bahasa, Kerinci berasal dari kata kerin dan ci. Bahasa Austronesia yang
masuk ke India (Sanskerta) kata krin/kerin atau khin berarti hulu, sedang kata ci atau cai
berarti sungai, sehingga Krinci atau Kerinci mengandung arti hulu sungai, bila dilihat dari letak
Kerinci yang berada di daerah pegunungan dan merupakan hulu-hulu sungai yang mencakup
Sungai Batang Merangin, Sungai Batang Asai, dan lainnya.
- Mc Kinnon (1992) menyebutkan bahwa kata Kerinci diduga berasal dari kata Kurinci (bahasa
Tamil) yang berati sebuah daerah pegunungan, dengan alasan orang India dari suku bangsa Tamil
(Hindu) pada awal abad pertama Masehi telah berhubungan dengan penduduk yang berdiam di
pedalaman dan disepanjang Pantai Barat dan Timur Sumatra yang saat itu tidak jauh dari Kerinci.
Dalam perniagaan, bangsa Tamil memanggil orang-orang dari dataran tinggi pegunungan dengan
sapaan Kurinci.
Kondisi alam Kerinci menyebabkan daerah ini dikelompokkan menjadi Kerinci Rendah dan
Kerinci Tinggi. Kerinci Rendah berada pada bagian timur pegunungan Bukit Barisan (sekarang
Kabupaten Merangin), sedangkan Kerinci Tinggi yang sekarang Kabupaten Kerinci merupakan
daerah-daerah yang berada pada bagian barat
pegunungan Bukit Barisan. Orang Kerinci yang
menghuni Kabupaten Kerinci sekarang adalah
keturunan suku bangsa Melayu Tua yang menetap
sejak zaman Neolitikum (8.000-7.000 tahun silam) atau
mungkin jauh sebelumnya. Kerinci memiliki
kebudayaan, termasuk bahasa dan aksara KerinciUli
Kozok, ahli aksara kuno Sumatera asal Jerman, pernah
menemukan di Kerinci naskah Melayu tertua abad ke-
14 yang berasal dari Kerajaan Dharmasraya, zaman
Adityawarman. kesimpulan Uli Kozok tersebut
berdasarkan uji radio karbon yang dilakukan atas
sampel bahan kertas Daluang (samakan kulit kayu)
yang digunakan untuk penulisan naskah tersebut.
Peneliti antropologi urban dari Universitas Diponegoro Radjimo menyatakan suku Kerinci yang
mendiami dataran tinggi bukit barisan di sekitar Gunung Kerinci ternyata lebih tua dari suku Inka,
Indian di Amerika.Dari sebuah kesimpulan riset Dr Bennet Bronson peneliti dari AS bersama Tim
Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta pada 1973, berpendapat bahwa suku
Kerinci bahkan jauh lebih tua dari suku Inka (Indian) di Amerika.Hal itu berarti suku Kerinci tidak
hanya lebih tua dari proto-melayu. Suku Indian Inka sendiri diyakini sebagai suku purba yang
telah memiliki peradaban tinggi. Salah satu pembuktian yang dikemukakan tim Bennet
Bronsonitu adalah tentang manusia Kecik Wok Gedang Wok. Ia merupakan suku pertama yang
telah mendiami dataran tinggi Kerinci lebih dari 10.000 tahun lalu itu.Menurut Kern (1889) dan
Sarasin (1982), pada tahun 4.000 SM terjadi perpindahan Proto-Melayu (rumpun Polinesia) dari
Alam Melayu ke pulau-pulau di Lautan Teduh sebelah timur dan pulau-pulau di Lautan Hindia
sebelah barat, maka saat itulah pula terjadi perpindahan etnis ini dari satu tempat ke tempat lain
pada Alam Melayu seperti perpindahan Proto Malaiers (Melayu Tua) ke Alam Kerinci. Menurut
Kern, alam Kerinci saat itu telah didiami oleh manusia yang disebut sebagai `Kecik Wok Gedang
Wok`. Namun, saat itu jumlah Proto-Melayu yang lebih dominan dari Kecik Wok Gedang Wok
menyebabkan kaum pribumi tersebut secara perlahan menjadi lenyap dalam percampuran darah
antara pendatang dan pribumi.Kelompok inilah yang selanjutnya berkembang dan menjadi
nenek moyang orang Kerinci modern hingga generasi saat ini.Beberapa penelitian lain
menyebutkan pula bahwa orang Kerinci termasuk kelompok suku bangsa asli yang mula-mula
ada di Sumatra.Kelompok suku bangsa ini kemudian dikenal dengan Kecik Wok Gedang Wok
yang diduga telah berada di wilayah Alam Kerinci semenjak 10.000 tahun silam (Whitten, 1987).
Salah satu bentuk artefak peninggalan zaman Megalitikum yang berada di kawasan Geopark
Merangin Jambi adalah batu-batu berupa dudukan kursi, bangku, batu pintu atau menyerupai
gapura, Tungku atau altar dan sarkofagus yang kesemuanya diperkirakan hanya melalui proses
pemahatan sangat sederhana dan kasar.Batu-batu tersebut ditemukan banyak tersebar di
daerah berbukit-bukit atau dataran tinggi di berbagai kecamatan dalam kabupaten Kerinci
maupun kota Sungaipenuh seperti di kecamatan Gunung Raya, Keliling Danau, Batang
Merangin, Sitinjau Laut, Danau Kerinci, Kumun-Debai.Dalam perjalanan perkembangan
peradaban berikutnya lebih muda dapat ditemukan pula batu-batu Seilindrik dan batu
bergambar, juga menhir-menhir dan goa-goa.Semua itu diyakini dari perkakas yang digunakan
sudah semakin maju berupa kapak, pahat, baji dan beliung dari besi.
Secara umum kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat memiliki karakteristik hutan yang sangat
unik dan khas yang terbagi dalam tipe ekosistem hutan:
1. Hutan dataran rendah(low land forest)
2. Hutan bukit (hill forest)
3. Hutan sub-montana (sub-montane forest)
4. Hutan montana rendah (lower montane forest)
5. Hutan montana sedang (mid-montane forest)
6. Hutan montana tinggi (upper montane forest),
7. Padang rumput sub-alpine (sub-alpine thicket)
8. Lahan basah lain pada wilayah ber rawa, danau dan sungai sungai besar.
Kawasan Hutan Produksi Tetap Sipurak Hook merupakan ekosistem hutan tropis dataran rendah
yang masih utuh dan satu kesatuan ekosistem terakhir di bagian lereng timur Bukit Barisan yang
mempunyai peran sangat penting sebagai perlindungan keanekaragaman hayati dan sumber
garam meneral bagi satwa di TN Kerinci Seblat.
Kawasan Hutan Produksi Tetap Sipurak Hook merupakan habitat beberapa satwa endemik dan
dilindungi seperti gajah sumatera (Elephas maximus), harimau sumatera (Panthera tigris),
siamang (Hylobates syndactylus), beruang madu (Helarctos malayanus), dan ditemukan juga
berbagai jenis burung diantaranya 5 jenis burung rangkong. Beberapa flora yang langka dan
endemik yang berada di kawasan Highland Park Kerinciyaitu pinus kerinci (Pinus merkusii strain
Kerinci), kayu pacat (Harpulia arborea), bunga Rafflesia (Rafflesia arnoldi dan R. hasseltii) dan
bunga bangkai (Amorphophallus titanum dan A. decussilvae).Beberapa jenis tumbuhan obat
yang biasa digunakan masyarakat sekitar kawasan antara lain paku gajah, akar tik ulat, akar
kepuh, pinang, kunyit, akar sepakis, ubi itam dan lain-lain.Beberapa jenis anggrek antara lain
Spathoglotis plicata, Pholodita articulata, Calanthe triplicata, C. plava, Coelogyne pandura, C.
suiphorea, Dendrobium crumenatum, Dianela ensifolia, Diplocaulobium, Phaleonopsis sp dan
renanthera sp.
Kekayaan jenis satwa vertebrata di kawasan hutan desa Merangin yaitu herpetofauna sebanyak
91 jenis, yang terdiri dari 48 jenis amfibi dan 43 jenis reptil; burung sebanyak 221 jenis yang
terdiri dari 46 suku; dan mamalia sebanyak 83 jenis yang terdiri dari 9 ordo/bangsa.
Satwa vertebrata yang termasuk kategori penting yaitu herpetofauna sebanyak 18 jenis yang
terdiri dari 6 jenis masuk dalam perlindungan IUCN (3 jenis vulnerable dan 3 jenis near
threatened), 5 jenis masuk dalam perlindungan CITES apendiks II dan 9 jenis merupakan jenis
endemik Sumatera; burung sebanyak 88 jenis yang terdiri dari 46 jenis masuk dalam
perlindungan IUCN (4 jenis vulnerable dan 40 jenis near threatened); 24 jenis masuk dalam
perlindungan CITES (1 jenis apendiks I dan 23 jenis apendiks II); 41 jenis masuk dalam
perlindungan oleh pemerintah Indonesia, 3 jenis merupakan burung endemik Sumatera dan 4
jenis merupakan burung migran; mamalia sebanyak 39 jenis yang terdiri dari 20 jenis masuk
dalam perlindungan IUCN (11 jenis vulnerable, 9 jenis endangered dan 12 jenis near
threatened); 15 jenis masuk dalam perlindungan CITES (6 jenis apendiks I dan 9 jenis apendiks
II); 18 jenis masuk dalam perlindungan oleh pemerintah Indonesia. Terdapat dua ancaman yang
ditemukan di kawasan yaitu ancaman langsung terhadapsatwa vertebrata seperti perburuan liar
dan ancaman tidak langsung berupa kerusakanhabitat (perambahan hutan, illegal loging)
Rana Naja
debuss Sumatran
Trimeresurus
hageni
Kawasan karst yang terdiri dari beberapa bukit karst yaitu Bukit Bulan, Bukit Petak, Bukit
Gedong, Bukit Tengah dan Bukit Mentang yang sangat mengagumkan dengan flowstone, goa
sepanjang 1,5 km yang menghubungkan dusun Dalam dan dusun Duri, sungai bawah tanah,
yang merupakan hulu sungai Batanghari, dikelilingi hutan lindung rain forest dengan aneka
satwa langka dan tumbuhan langka, salah satunya yang berkembang di sana adalahburung
walet (sarang burung walet). Keanekaragaman hayati ekosistem karst dan gua sangat spesifik
dan terbatas. Spesies yang hidup di kawasan karst telah beradaptasi pada lingkungan tinggi
kadar kalsium dan tahan akan kekeringan selama beberapa bulan. Ada pula spesies yang hanya
terdapat di beberapa gua saja, bahkan ada beberapa spesies yang ditemukan hanya pada bukit-
bukit tertentu atau gua tertentu dari suatu kawasan karst yang luas. Terdapat pula beberapa jenis
hewan penghuni gua lainnya yang sudah beradaptasi total pada kegelapan abadi interior gua.
Binatang khas gua ini (tergolong troglobit atau troglobio) memiliki nilai ilmiah tinggi karena
merupakan obyek studi banding proses evolusi binatang, khususnya dalam gua di daerah tropika
yang pernah dianggap tidak mungkin mengevolusi binatang-binatang khas gua ini.
Karakteristik geologi bentang alam danau dan perbukitan, serta jejak tektonik mayor dan minor
Sumateradi Segmen Geological and Cultural Park Sarolangunsebagian besar berada pada areal
Taman Nasional Bukit Dua Belas.. Secara geografis terletak di antara 102 031'37" - 102048'27"
Bujur Timur dan antara 1044'35" - 2003'15" Lintang Selatandengan kondisi topografi berupa
perbukitan dataran rendah berada pada ketinggian + 30 - 430 m dpl.Taman Nasional Bukit Dua
Belas merupakan kawasan lindung yang mempunyai keunikan tersendiri, karena keberadaannya
tidak terlepas dengan kehidupan masyarakat tradisional/Orang Rimba yang terdapat didalam
dan sekitar kawasan taman nasional untuk mencari kehidupan sehari-hari seperti rotan, damar,
kayu gaharu, dll.
Gondwana Park Pegunungan Tiga Puluh berada pada kawasanTaman Nasional Bukit Tigapuluh
(TNBT) merupakan taman nasional yang terletak di perbatasan antara Propinsi Riau dan
Propinsi Jambi. Dilihat dari jenisnya, TNBT adalah ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah
(lowland tropical rain forest), kawasan ini merupakan peralihan antara hutan rawa dan hutan
pegunungan dengan ekosistem yang unik dan berbeda dibandingkan dengan kawasan taman
nasional lainnya yang ada di Indonesia.Bukit Tigapuluh merupakan hamparan perbukitan yang
terpisah dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan terletak di perbatasan Provinsi Jambi dan
Riau, daerah ini merupakan daerah tangkapan air (catchment area) sehingga membentuk
sungai-sungai kecil dan merupakan hulu dari sungai-sungai besar di daerah sekitarnya.Dengan
potensinya tersebut, Kementerian Kehutanan RepubIik Indonesia menetapkan taman nasional
ini sebagai kawasan konservasi bagi flora dan fauna langka berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 607/Kpts-II/2002 tanggal 21 Juni 2002. Selain itu, WWF (World Wildlife Fund),
menganggap TNBTmerupakan kawasan yang memiliki keragaman flora dan fauna yang paling
tinggi di Pulau Sumatra.
Beberapa jenis fauna yang dapat dijumpai di Taman Nasional Bukit Tigapuluh antara lain :
Harimau Sumatera, Beruang Madu, Tapir, Siamang, Kancil, Babi Hutan, Burung Rangkong,
Kuaw, dan berbagai jenis satwa lainnya.Sedangkan jenis flora langka yang diduga endemik di
kawasan tersebut adalah Cendawan Muka Rimau (Rafflesia haseltii).
Keistimewaan lainnya dari kawasan TNBT adalah sebagai tempat tinggal Suku Talang Mamak
dan Suku Kubu, dua suku yang dianggap sebagai keturunan ras Proto-Melayu. Menurut data
yang dikeluarkan Pemerintah Propinsi Riau pada tahun 2001, jumlah orang Talang Mamak
terbilang sangat sedikit, yaitu hanya 164 jiwa, yang tersebar di dusun-dusun seperti
Rantaulangsat, Airbaubau, Nanusan, dan Siamang. Sedangkan jumlah Suku Kubu sampai saat
ini belum diketahui secara pasti, karena hidupnya yang berpindah-pindah dan berpencar-
pencar.Kehidupan suku-suku asli di kawasan TNBT merupakan daya tarik pariwisata tersendiri.
Suku-suku tersebut merupakan fenomena geo-eco-culture yang menarik untuk dipelajari,
terutama bagaimana cara mereka berinteraksi dengan alam. Suku-suku tersebut sangat
tergantung dengan hutan, sehingga hutan bagi mereka adalah bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan mereka. Dilihat dari cara mereka berinteraksi dengan alam, suku-suku
asli tersebut sangat ramah terhadap ekosistem hutan. Masyarakat sekitar (terutama Suku Talang
Mamak) percaya, bahwa bukit dan tumbuhan yang ada di Taman Nasional mempunyai kekuatan
magis dalam kehidupan mereka. Secara tidak langsung mereka ikut berpartisipasi aktif dalam
menjaga dan melindungi bukit atau tumbuhan di Taman Nasional
Menurut catatan bangsa Cina pada abad ke-3 sesudah masehi menunjukan bahwa telah
terdapat kota dagang atau kerajaan kecil di daerah Muaratebo sekarang. Keramik dari dinasti
Han telah ditemukan di wilayah Bukit Barisan. Penemuan keramik dinasti Han itu menunjukkan
bahwa telah ada interaksi penduduk setempat dengan dunia luar, kemungkinan hubungan
dagang, antara wilayah daratan Cina bagian selatan dengan pulau Sumatra. Hubungan itu
kemungkinan besar melewati jalan laut, yaitu Laut Cina Selatan dan Selat Malaka. Catatan Cina
juga melaporkan tentang perjalanan I-tsing dari daratan Cina ke Palembang dalam abad ke-7
sesudah Masehi, di mana dalam perjalanan itu I-tsing singgah di Melayu (Jambi) untuk kemudian
meneruskan perjalanannya ke India. Nampaknya sejak abad ke-2 sebelum Masehi hingga abad
ke-7 sesudah Masehi telah ada jalur penghubung antara daratan Cina dengan India melalui
Selat Malaka, dan jalur penghubung laut utama tersebut dapat diteruskan ke berbagai wilayah di
kanan-kiri selat, sebagai contoh ke daerah Palembang dan Jambi di Sumatra serta ke Kedah
dan Malaka di Semenanjung Malaya (Malaysia). Khususnya tentang daerah Jambi, kalau
disebutkan bahwa di wilayah Muaratebo telah berdiri kota dan atau Kerajaan Tsu-bo (Tse-bo)
maka jalan ke daerah itu kemungkinan besar melalui wilayah daerah aliran Sungai Batanghari.
Sungai ini hingga sekarang merupakan jalur penghubung penting antara wilayah pedalaman
Jambi dengan daerah pantai. Dapat diambil kesimpulan bahwa sungai merupakan jalur
hubungan wilayah propinsi Jambi sejak berabad-abad.
Melihat apa yang dipaparkan di atas itu maka penelusuran riwayat Sungai Batanghari
merupakan upaya dasar untuk mempelajari geoarkeologi propinsi Jambi. Alur Sungai Batanghari
bermula dari Bukit Barisan. Malalui lembah dan celah yang curam sungai yang besar itu
mengalir ke arah timur dan tenggara menuju Selat Malaka. Untuk alur sungai besar seukuran
Batanghari memerlukan adanya lembah dan atau celah yang besar juga untuk dapat dilalui
alirannya. Terjadinya lembah dan celah yang besar itu berkaitan dengan proses-proses geologi.
Pegunungan Bukit Barisan terjadi karena suatu proses geologi bersifat orogenesa. Proses ini
berupa suatu pengangkatan sedimen serta batuan yang dulunya berada di bawah mukalaut ke
atas, hingga berbagai bahan itu berupa pegunungan yang tinggi seperti dapat dilihat sekarang.
Proses orogenesa itu terjadi pada kala Kapur Akhir (+55-60 jtl). Proses pengangkatan itu disebut
orogenesa Larami.Sesungguhnya, dalam salah satu konsep geologi yang disebut tektonik
lempeng, fenomena geologi seperti Bukit Barisan itu dinamakan sebagai suatu anjakan
(antiklin/sinklin), dalam hal ini anjakan naik (antiklin) karena memang pegunungan tersebut
dianggap terangkat (naik). Kedudukan anjakan (antiklin) itu sejajar dengan poros panjang
Sumatra.
Alam selalu berusaha untuk menciptakan suatu proses yang menuju ke suatu keadaan
seimbang, yang disebut dengan isostasi. Berkaitan dengaan anjakan naik Bukit Barisan, di
samping kanan dan kiri pegunungan itu ada bagian yang turun. Di samping yang turun
ditemukan anjakan naik lagi, dan begitu seterusnya. Dilihat dari sudut geologi global anjakan-
anjakan tersebut terbentuk karena adanya tumbukan berbagai kerak (lempeng) bumi. Ada
lempeng samudera, yang tersebut pertama berupa daratan sedang yang kedua berupa dasar
samudera. Proses tumbukan antara kedua lempeng yang berjalan terus tanpa hentinya
menyebabkan berbagai sedimen dan batuan yang terdapat di antaranya menjadi terlipat dan
kemudian berbentuk anjakan naik dan anjakan turun (sinklin). Itu sebabnya arah poros panjang
anjakan naik dan yang turun kurang lebih sejajar dengan batas tepian lempeng yang
bertumbukan itu. Sehubungan dengan yang diutarakan di atas,di propinsi Jambi terdapat urutan
kedudukan anjakan naik dan anjakan turun dari arah barat ke timur sebagai berikut: anjakan naik
Bukit Barisan, anjakan turun wilayah antara Muarabungo-Simpang, anjakan naik Paritculum, dan
anjakan turun Muarasabak.
Anjakan naik Parit Culum memiliki areal yang sempit dan tidak tinggi seperti halnya anjakan naik
Bukit Barisan. Hal ini disebabkan karena proses pengangkatan terhadap anjakan naik ini tidak
begitu kuat seperti halnya Bukit Barisan, sehingga dengan demikian elevansinya tidak tinggi
serta arealnya tidak luas. Ditambah lagi bahwa anjakan naik Parit Culum tertutup oleh endapan
rawa. Jika anjakan naik berupa suatu pegunungan atau tinggian maka anjakan turun berupa
cekungan, yang di dalamnya mana terendapkan berbagai sedimen dan batuaan. Dalam kaitan
ini endapan yang terbentuk berumur Tersier dan Kuarter.Melihat sifat sedimen yang terendapkan
dalan anjakan turun Muarabungo-Simpang, yakni di antara anjakan naik Bukit Barisan dan Parit
Culum, bersifat lautan dangkal dan rawa serta sungai maupun daratan maka diambil kesimpulan
bahwa areal anjakan turun itu dahulunya bersifat lautan dangkal yang lama-kelamaan menjadi
dangkal sebagai rawa-rawa, untuk selanjutnya berubah menjadi daratan.
Mungkin padasaat salah satu masa naiknya mukalaut, lautan mencapai wilayah anjakan turun
Muarabungo-Simpang,sehingga daerah ini kembali berubah menjadi lautan dangkal, dan
mungkin menjadi rawa. Anjakan naik Parit Culum berupa tanggul menjadi relatif lebih rendah
juga sehingga dapat diterobos oleh sungai Tungkal dan Batanghari. Kedua sungai berobah
menjadi sungai-sungai yang lebih lebar dan berkelok-kelok (meander). Pada kala itulah
kemungkinan besar jalur pelayaran yang dulunya terpaksa mengitari tanggul Parit Culum
kemudian dapat diterobos oleh jalur pelayaran. Jika asumsi tersebut benar maka penerobosan
jalur pelayaran langsung dari Selat Malaka ke daerah pedalaman Jambi terjadi antara 2 abad
sebelum Masehi dan abad ke-3 Sesudah Masehi. Hal tersebut diperkuat dengan ditemukannya
keramik Cina dari tradisi dinasti Han di wilayah Kerinci dan Bengkulu. Dengan kata lain jalur
perdagangan wilayah Jambi dengan Cina telah mulai terbuka di kala itu. Mungkin wilayah
anjakan turun Muarabungo-Simpang yang berupa laut dangkal dan rawa- rawa itulah yang
disebut dengan Teluk Wen. Melihat paleogeografi kala itu, memang teluk purba ini menjorok jauh
sampai ke pedalaman Jambi.Disebutkan pula dalam tulisan Cina bahwa di bagian selatan Teluk
Wen ada suatu pulau yang dihuni oleh kelompok manusia berkulit hitam dan bergigi kuning,
yang juga mengadakan perdagangan secara tukar-menukar (barter) dengan para pelayar. Pulau
itu mungkin yang disebut dengan nama PuLei dalam tulisan Cina tersebut. Kini satu-satunya
tempat yang tinggi di bagian selatan daerah Muarabungo-Simpang adalah yang disebut dengan
Pegunungan Duabelas. Hingga sekarang pegunungan itu dihuni oleh kelompok penduduk yang
dinamakan Suku Anak Dalam. Selanjutnya lebih ke arah barat pedalaman Teluk. Wen telah
berdiri kerajaan atau kota kerajaan atau kota pelabuhan benama Chu-po atau Ce-po (Tebo,
Muaratebo).
Tentang nama Zabag sendiri belum dapat ditelusuri di mana Iokasinya, namun disebutkan
bahwa di depan tempat itu terdapat tiga pulau. Jumlahnya pulau itu tidak begitu penting dalam
asumsi ini mengingat pulau-pulau kecil dapat hilang oleh pasangnya ombak atau oleh arus laut
yang di Selat Malaka relatif sangat kuat. Namun mungkin kebetulan saja bahwa nama Zabag
mirip dengan Muarasabak di mana di tempat itu sekarang masih terdapat pulau-pulau di
muaranya Batanghari. Jadi mungkin jalur pelayaran pada kala itu bermula dari arah Selat Malaka
melalui Zabak (Muarasabak) dengan pulau-pulaunya, untuk kemudian masuk ke Teluk Wen
dengan pulau Pu-lei dan selanjutnya sampai di Chu-po.Diutarakan di atas bahwa sungai Tungkal
di kala itu juga diperkirakan sebagai jalan masuk dari Selat Malaka ke wilayah pedalaman Jambi.
Tidak banyak yang diketahui dari daerah maupun alur sungai Tungkal yang ditulis oleh bangsa
Cina. Namun suatu penemuan berupa topeng di daerah Kualatungkal yang bentuknya mirip
dengan topeng suku bangsa Etrusk, penghuni wilayah Laut Tengah, mungkin menunjukkan
bahwa ada kemungkinan suku bangsa itu sudah mampu berlayar dari daerah Laut Tengah
hingga wilayah Jambi. Penting untuk dikemukakan di sini bahwa topeng itu berupa topeng untuk
menutupi wajah seseorang yang meninggal dunia (death-mask).Ada satu hal lagi yang patut
dikemukakan berkaitan dengan adanya nama Bukit Siguntang,yang dikatakan bahwa bangsa
Hindu mendarat di tempat itu. Di sebelah utara wilayah yang diperkirakan sebagai Teluk Wen
sekarang ditemukan suatu tempat yang tinggi yang disebut dengan Bukit Siguntang. Mungkin
adalah suatu kebetulan juga bahwa menurut analisa foto udara di bagian utara daerah yang
dianggap sebagai Teluk Wen terdapat suatu tinggian berbentuk bukit, yakni Bukit Siguntang.
Proses orogenesa terhadap wilayah propinsi Jambi nampaknya masih berlanjut hingga
sekarang. Hal itu dapat disimpulkan dari adanya 3-4 undak sungai di lembah sungai Batanghari
yang sekarang. lni menunjukkan bahwa setelah abad ke-10 endapan Teluk Wen masih
mengalami sebanyak 3-4 kali pengangkatan hingga terbentuk 3-4 undak sungai tersebut.
Penjelasan tersebut diatas menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara proses
geologi dengan kebudayaan yang berkembang di Kawasan Geopark Merangin Jambi dan
sekitarnya.
Pengembangan ekonomi wilayah dimaksud adalah berupa beberapa aktifitas yang terintergrasi
dan berkelanjutan (sustainable and integrated) dalam perencanaan pengembangan dan
penguatan Geopark Merangin Jambi. Pendekatan yang komperhensif dibutuhkan bukan saja
karena keseluruhan aspek dalam pengembangan Geopark saling terkait, melainkan terhubung
dengan lingkungan alamiah dan area kemasyarakatan. Oleh karenanya pengembangan
Geopark Merangin Jambi memerlukan dukungan perencanaan dalam lingkup nasional dan
regional serta dalam menganalisis perencanaan, memformulasikan kebijakan, mendesain
pembangunan, mempertimbangkan dampak maupun menstaregikan serta mengimplematasikan
tourism plan.
Ketenagakerjaan Daerah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di provinsi Jambi terus mengalami peningkatan.
Sementara itu, tingkat penangguran terbuka mengalami penurunan periode Februari 2012 4.02%
menjadi 3.65% pada Agustus 2012. Jumlah pengangguran 2011 sebanyak 60.2 ribu, 2012
menurun menjadi 56.6 ribu, sementara itu, jumlah pekerja mengalami peningkatan yaitu dari
1.435,0 ribu di 2011 menjadi 1.494.4 ribu di tahun 2012.
Perekonomian Provinsi Jambi yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku pada
tahun 2012 mencapai Rp.72.654,2 milyar, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan tahun
2000 pada tahun 2012 sebesar Rp.20.373,5 milyar.Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang
sebesar 7,44 persen didukung oleh sumber pertumbuhan utama pada sektor Pertanian sebesar
2,24 persen, diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 1,76 persen. PDRB
per kapita Provinsi Jambi tahun 2012 sebesar Rp.22,3 Juta atau setara dengan 2.381 US$.
Angka PDRB per kapita ini meningkat 11,5 persen dibanding tahun 2011 yang sebesar Rp.
19.986 Juta atau setara 2.136 US$.
Dari kesembilan sektor usaha yang sekaligus mengklasifikasi jenis pekerjaan yang ditekuni
masyarakat secara umum masih didominasi oleh sektor pertanian, Perkebunan, Peternakan,
Kehutanan dan Perikanan. Sektor usaha juga mempunyai peranan penting dalam mendukung
usaha, adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor ini juga mempunyai peranan
cukup besar dalam menampung usaha masyarakat.
Aktivitas perekonomian masyarakat, terutama segmen masyarakat kecil dan menengah dapat
tergambarkan pada pemerdayaan perkoperasian. Jumlah koperasi d Propinsi Jambi tahun 2011
sebanyak 3.306 unit, 916 unit diantaranya tersebar di :
N
Provinsi / Kabupaten 2010 2011
o
1 JAMBI 3.306
2 Kerinci 126
3 Merangin 260
4 Sarolangun 211
5 Tanjung Jabung Barat 319
6 Tebo
7 Bungo
Sumber : Sumber Data: Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2005-2012
Kerjasama BPS dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Fasilitas yang sudah ada didalam kawasan Geopark Merangin Jambi adalah :
2. Posko/Kios Informasi Geopark Merangin Jambi di setiap sub segmen (desa), dibangun untuk
tujuan pusat informasi sub segmen, geo-education, geowisata, sekretariat pengelola sub segmen.
3. Interpretation panel di setiap situs geologi, dibangun untuk tujuan geoeducation dan geowisata
4. Information panel di setiap situs segmen, dibangun untuk tujuan geoeducation dan geowisata.
5. Museum Geopark Merangin Jambi yang berfungsi sebagai pusat informasi dan etalase kawasan
Geopark Merangin Jambi yang terletak di Kota Bangko dan Sungai Penuh.
6. Museum mini di setiap segmen Kawasan Geopark Merangin Jambi.
7. Sentra Industri kerajinandan kuliner di setiap segmen Kawasan Geopark Merangin Jambi.
8. Dermaga di Desa Guguk, Air Batu, Biuku Tanjung, Danau Kerinci, untuk mendukung
pengembangan geowisata dan ekowisata.
9. Peralatan rafting di Desa Air Batu untuk mendukung geowisata.Di Sungai Batang Merangin telah
tersedia 6 unit Landing Craft Rubber jenis Oval yang dikelola langsung oleh masyarakatDusun Air
Batu melaui Pengawal geopark Hampa di Desa Air Batu sebagai operator.
10. Pemandu Wisata, yang merupakan masyarakat sekitar yang dikelola langsung oleh masyarakat
desa setempat melalui koperasi setempat dan dikoordinir oleh pengelola Geopark tingkat
Kabupaten.
11. Infrastruktur jalan menuju lokasi-lokasi situs geologi, dibangun untuk mendukung geowisata.
12. Tempat parkir, toilet, warung makan, kios cinderamata, tempat anak bermain, dan camping
ground di beberapa lokasi situs geologi yang telah dikembangkan menjadi objek dan daya tarik
wisata.
13. Bahan informasi dalam bentuk cetakan (leaflet), buku saku (bookleat), dan website di beberapa
lokasi situs geologi yang telah dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisata, sebagai
sarana promosi.
Beberapa situs geologi di segmen Highland Park Kerinci dan Paleobotani Park Merangin telah
dikelola dan dikembangkan oleh masyarakat setempat melalui kelompok pengawal Geopark
Merangin Jambi tingkat desa. Sub Segmen Jambi Flora yang merupakan salah satu ODTW di
Paleobotani Park Merangin telah dikembangkan sejak tahun 2011 dan dikelola oleh kelompok
masyarakat HAMPA (Himpunan Masyarakat Peduli Alam) Desa Baru Air Batu. Pada tahun 2013
hingga bulan September, jumlah kunjungannya mencapai 15.000 pengunjung yang terbagi
kedalam kelompok pelajar 75%, kelompok pengunjung umum domestik 20%, dan kelompok
pengunjung umum mancanegara 5%. Jika ditinjau dari jumlah kunjungan, maka tidak begitu
menarik dibandingkan dengan objek wisata lainnya, namun jumlah kunjungan tersebut
merupakan stimulan positif mengingat kawasan tersebut sebelum dikembangkannya sebagai
ODTW kawasan Geopark Merangin Jambi, kawasan tersebut termasuk sebuah desa tertinggal
dan jumlah kunjungannya 0 (nol). Bahkan untuk penduduk jambi pun, Desa Baru Air batu tidak
begitu diketahui keberadaannya apalagi sebagai ODTW dalam Geopark Merangin Jambi.
Hingga saat ini, Desa Air Batu telah menjadi desa wisata yang mandiri dimana pengelolaannya,
pembiayaannya, hingga operasionalnya mulai dari pengemasan atraksi wisata hingga
manajemen pemasaran dan geoproduct telah di kelola oleh HAMPA. Pemerintah setempat
berfungsi sebagai motivator dan fasilitator, khususnya dalam hal promosi.
Dengan mempertimbangkan faktor eksternal yang berupa peluang dan ancaman, dan faktor
internal seperti kekuatan dan kelemahan, pengelola Geopark Merangin Jambi sedang
mempersiapkan analisis potensi pengembangan geowisata untuk saat ini dan masa yang akan
datang. Metode pendekatan analisis menggunakan matriks SWOT(strength, weakness,
opportunity, and Threats) yangdiharapkan dapat menghasilkan strategi pengelolaan yang tepat
sesuai dengan karakteristik potensi sumber daya alam dan potensi sumber daya manusia yang
dimiliki.
Kekuatan (Strength)
a. Keunikan geologi, biologi, dan budaya yang memiliki nilai ilmiah sangat tinggi, langka, serta
memiliki nilai estetika sebagai faktor pendukung pengembangan kepariwisataan (geowisata).
b. Kuatnya budaya masyarakat dalam memegang adat istiadat yang berbasis pada perlindungan
(konservasi) alam sekitar.
c. Daya dukung dan kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap pengembangan Geopark, ditandai
dengan tingkat partisipasi aktif dari seluruh stakeholder dalam mendukung program
pengembangan Geopark tersebut.
d. Kelembagaan sosial ekonomi yang berpotensi untuk berkembang dan mendukung aktivitas
pembangunan kewilayahan.
Kelemahan (Weakness)
a. Kondisi infrastruktur yang masih terbatas sehingga kurang mendukung terhadap pengembangan
objek-objek wisata di kawasan Geopark Merangin Jambi.
b. Aksesbilitas sumber daya manusia dan kelembagaan masih terbatas khususnya terhadap upaya-
upaya pengembangan masyarakat (community Development).
c. Terbatasnya sumber pembiayaan pembangunan daerah yang mandiri yang berakibat tingginya
ketergantungan sumber pembiayaan dari pusat.
Peluang (Opportunity)
a. Partisipasi masyarakat dalam upaya implementasi konsep Geopark Merangin Jambi yang tinggi
merupakan modal dasar bagi pengembangan Geopark Merangin Jambi selanjutnya.
b. Letak geografis dan potensi demografi yang punya peluang besar untuk tumbuh dan
berkembang.
c. Terus meningkatnya jumlah kunjungan ke Kawasan Geopark Merangin Jambi menunjukan tingkat
peminat yang semakin tinggi.
d. Potensi Peningkatan nilai tambah dari kegiatan geowisata cukup besar sehingga pembangunan
kawasan Geopark dan pendukungnya dimungkinkan.
e. Potensi pemanfaatan keaneragaman geologi, biologi dan budaya yang bersinergi dengan
pembangunan sektor lainnya seperti pariwisata cukup besar untuk mendukung pengembangan
ekonomi wilayah.
Ancaman (Threats)
a. Terus menurunnya kondisi hutan di Kabupaten Merangin.
b. Meningkatnya tingkat kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai).
c. Maraknya kegiatan pertambangan rakyat yang kurang memperhatikan aspek lingkungan.
d. Beberapa pihak (pengusaha) yang tertarik untuk pengambilan sumber daya energi (pabrik
Semen Bukit Bulan Sarolangun, batu bara,
Di Kawasan Merangin Jambi, upaya penumbuhan nilai ekonomi pariwisata dan multiplier effect-
nya terdukungoleh keragaman jenis objek dan daya tarik wisata, yang tersebar di wilayah
pegunungan, dan pebukitan. Signifikansi Geopark Merangin Jambi dari aspek ilmu pengetahuan,
pendidikan, dan
konservasi bersifat menyeluruh, baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional.
Makna
inilah yang akan memajukan industri pariwisata di Gunung Sewu.
Nilai ilmiah kawasan Geopark Merangin Jambimemiliki makna internasional, sehingga telah
menjadi objek penelitian para ahli dari seluruh penjuru dunia sejak awal abad ke-20. Pendidikan
tidak hanya menjadi domain ilmuwan, tetapi juga ditularkan kepada masyarakat umum
pengunjung Geopark. Pengunjung memperoleh informasi baru tentang sebagian sejarah dan
perkembangan bumi melalui publikasi-publikasi yang telah dibuat dan para pemandu wisata.
Sebagian besar pemandu telah mengikutipelatihan dan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah. Tambahan pengetahuan tentang bumi dan isinya secara benar yang diterima
oleh pengunjung menjadi pengalaman yang akan ditularkan kepada orang lain. Masyarakat
setempat yang mengelola objek-objek geowisata di beberapa situs geologi akan terus
mempertahankan daya tarik objek dan menjaganya dari kerusakan atau penurunan kualitas,
karena kehidupan mereka tergantung pada kelestarian situs-situs tersebut. Semakin besar
ketergantungan tersebut, semakin tinggi semangat untuk mengelola objek secara benar dengan
mentaati prinsip kelestarian lingkungan.
Kawasan Geopark Merangin Jambi, didukung pula oleh kebijakan tentang Penetapan kawasan
lindung untuk menjaga kelestarian sumber daya alam secara terpadu yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Jambi 2011 2015, yaitu :
a. Pemantapan fungsi kawasan lindung diantaranya di Kabupaten Merangin, Kerinci, Sorolangun,
dan Tanjung Jabung Barat.
b. Mempertahankan kawasan lindung seluas 30% dari luas wilayah Provinsi Jambi.
c. Sinkronisasi fungsi kawasan lindung dengan provinsi yang berbatasan diantaranya di Kabupaten
Merangin, Kerinci, Sorolangun dan Tanjung Jabung Barat.
Kabupaten Kerinci, Merangin dan Sorolangun secara tegas disebutkan dalam arah pengembangan
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi yaitu memiliki peran dan fungsi
untuk perkebunan; peternakan dan perikanan; pertanian; pariwisata; pertambangan dan kawasan
konservasi.Sedangkan Kabupaten Tanjung Jabung Barat diarahkan pada peran dan fungsi untuk
perdagangan dan jasa regional; industri pengolahan; perkebunan; peternakan dan perikanan;
pertanian; pertambangan; pelabuhan laut; perikanan dan kelautan. Selain itu, terdapat pula kebijakan
pembangunan berkelanjutan yang digariskan oleh pengelola Geopark berkaitan dengan
penyelenggaraan geo-heritage, geo-education, dan geowisata, yaitu :
1. Perlindungan terhadap situs-situs warisan alam melalui surat keputusan Bupati Kerinci, Bupati
Merangin, Bupati Sarolangun, dan bupati Tanjung Jabung Barat. Surat Keputusan tersebut akan
ditingkatkan melalui Peraturan Daerah (Perda) masing-masing kabupaten tersebut.
2. Menyusun dan Implementasi serta monitoring terhadap masterplan pengembangan Geopark
yang sedang disusun berdasarkan analisis kekuatan dan kelemahan komponen abiotik
(bentangalam, batuan, fosil), biotik (pertanian, kehutanan) dan budaya, analisis kekuatan dan
kelemahan menejemen dan administrasi, analisis potensi pengembangan lokal/regional/nasional,
dan model pembangunan berkelanjutan yang paling sesuai.
3. Monitoring dan evaluasi terhadap fungsi budidaya dan fungsi budidaya dari situs-situs alam
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten masing-masing dengan
mendeliniasi daerah yang secara khusus diperuntukkan bagi penelitian dan daerah yang
dikembangkan menjadi pusat pengembangan pariwisata.
4. Penyusunan rencana aksi jangka pendek, menengah, dan panjang serta melakukan monitoring
dalam implementasi rencana aksi tersebut.
5. Peningkatan promosi nilai ilmiah kawasan Geopark sehingga menarik ilmuwan, mahasiswa dan
murid sekolah untuk melakukan penelitian dan penulisan karya tulis (paper) ilmiah
6. Penyusunan program pendidikan lingkungan yang sifatnya tidak formal kepada masyarakat
umum, baik yang tinggal di dalam kawasan Geopark maupun pengunjung.
7. Peningkatan jumlah dan pengembangan bahan pendidikan dalam bentuk film, video, slideshow,
komputer interaktif, khususnya untuk anak sekolah.
8. Peningkatan jumlah bahan informasi terbit tentang perlindungan warisan alam, sejarah geologi,
sejarah alam, benda-benda peninggalan sejarah, contoh tingkah laku atau kebiasaan yang ramah
lingkungan dan sebagainya.
9. Pembaharuan strategi pemasaran sesuai dengan konsep Geopark yang mencakup kajian pasar,
kreativitas produk, organisasi distribusi produk, strategi pemasaran pariwisata dan strategi
komunikasi.
10. Fasilitasi kepada kelompok kerja masyarakat yang membantu promosi warisan alam.
11. Penyusunan naskah kerjasama penelitian dengan instansi terkait dan perguruan tinggi, serta
kontrak kerja dengan pengembang pariwisata baik perorangan maupun kelompok.
12. Peningkatan infrastruktur pendukung, seperti memperbanyak pusat informasi lokal (kios
informasi), interpretation panels yang mudah dibaca dan dipahami, sign-board yang bentuknya
seragam, geotrails, lokasi view-point, tempat parkir dan toilet di setiap situs geologi. Infrastruktur
tersebut ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau. Pusat informasi dan kios informasi dibuka
sepanjang tahun.
13. Pengecekan infrastruktur secara teratur.
14. Penjagaan di setiap lokasi situs geologi untuk menghindari kesalahan pemanfaatan (misused)
lahan di sekitar objek, termasuk membantu meningkatkan keamanan dan kenyamanan
pengunjung.
15. Membuat aturan (panduan) bagi pengunjung yang akan melakukan penelitian di kawasan
Geopark merangin Jambi
16. Evaluasi pengunjung melaluipenyebaran kuesioner untuk mengetahui tingkat kepuasan
kunjungan. Hasilnya akan digunakan untuk evaluasi rencana kerja dan perbaikan ke depan.
17. Penciptaan dan promosi geo-products seperti makanan, minuman, kerajinan lokal yang khas,
replika batuan dan fosil; termasuk pelatihan kepada pengusaha dalam hal kreativitas dan
diversifikasi produk, pengemasan dan pemasarannya
18. Diversifikasi bahan pemasaran dalam bentuk cetakan (leaflet, booklet), buku bacaan populer
untuk masyarakat, buku petunjuk perjalanan geowisata, keping CD dan bahan promosi lainnya
(kaos, pin). Untuk sementara, bahan promosi ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
19. Perencanaan wisata dengan pemandu atau tanpa pemandu, berkelompok atau perorangan
secara lebih rinci, termasuk penyediaan pilihan objek lainnya jika perjalanan wisata tidak dapat
dilakukan karena cuaca buruk.
20. Penyelenggaraan wisata khusus geologi untuk anak-anak sekolah yang dipandu oleh ahlinya,
termasuk pelatihan-pelatihan singkat untuk memperluas wawasan tentang bumi.
21. Penyusunan kalender kegiatan tahunan yang diselenggarakan di dalam kawasan Geopark.
22. Penguatan tanggung-jawab Komite Teknis (Komite Ilmiah, Komite Pengembangan, Komite
Promosi, Komite Konservasi, Komite Pemberdayaan Masyarakat) yang ada di dalam susunan
organisasi pengelola Geopark.
.
2. Peraturan Daerah Propinsi Jambi No. 7 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pemberdayaan Masyarakat, dicantumkan pada Bagian Keempat pasal 10 yang menyebutkan
bahwa : Program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat berbentukPelatihan,
pendampingan dan kegiatan-kegiatan lain dalam usaha meningkatkan kapasitas skill, kompetensi
dan komitmen masyarakat serta kelompoknya dalam memperbaiki kesejahteraan.
3. Selaras dengan kebijakan di atas maka dalam rangka Pengembangan Geopark Merangin Jambi
telah dilaksanakan berbagai program dan kegiatan, yaitu:
1. Pelatihan dan sosialisasi pemeliharaan pola lingkungan yang sehat, dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin yang bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi
Jambi pada tahun 2011.
2. Pelatihan memasak kuliner yang sehat, dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Merangin pada tahun 2011, 2012, dan 2013.
3. Pelatihan bahasa inggris bagi para pemandu yang bekerjasama dengan Universitas
Jambi pada 30 April 20 Maret 2013 yang bertempat di Desa Baru Air batu dan Desa
Guguk, Kabupaten Merangin.
4. Pelatihan Guide Arung Jeram oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin
bekerjasama dengan Badan Geologi di Desa Air Batu menggunakan media Sunga
Batang Merangin, yang diikuti 20 orang peserta berasal dari Dusun Air Batu pada 27 29
Agustus 2013.
5. Pendampingan dan pelatihan pengembangan ekonomi kreatif di Dusun Baru Air Batu,
yang dilaksanakan hasil kerjasama antara Badan Geologi, Sekolah Tinggi Pariwisata
Bandung (STPB), danPemerintah Daerah Kabupaten Merangin, yang dilaksanakan pada
bulan Juni 2013.
Standar pengelolaan yang tinggi berdasarkan panduan dan persyaratan mutlak dariGGN
UNESCO menjadi label kualitas yang akan menarik lebih banyak wisatawan mancanegara dan
wisatawan lokal untuk mengunjungi Kawasan Geopark Merangin Jambi. Keberhasilan Geopark
Merangin Jambi menjadi Geopark Global akan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
sekitar kawasan geopark serta sekaligus akan mengangkat derajat kegiatan konservasi di
Indonesia di mata dunia.
Adapun alasan Geopark Merangin Jambi untuk tergabung dengan GGN UNESCO, adalah
sebagai berikut :
1) Dari aspek ilmiah dan pendidikan pengetahuan kebumian, kawasan Merangin Jambi merupakan
subjek penelitian bertingkat internasional. Daerah ini sudah banyak dikaji oleh para ilmuwan
mancanegara sejak awal Abad 20.
a) Penemuan fosil :Jambi Flora (Zwierzycki dan Posthumus, 1926; Jongmans dan Gothan,
1935; Li dan Yao, 1982; Li, 1995; Rigby, 1998) yang berusia 260 300 jtl dengan posisi
masih tumbuh (In situ). Jambi Flora mengandung komponen flora Cathaysian dan flora
Euramerican (Chaloner dan Creber, 1988; van Waveren et al. In prep.). Jambi Flora ini
merupakan fosil flora yang angat penting di bagian ujung paling selatan dari flora Cathaysia
dan sangat penting dalam bidang palaeophytogeographic. Jambi Flora ini menjadi sangat
menarik, karena ditemukannya tiga jenis gigantopterid yang belum pernah ditemukan di
daerah lain di bagian timur Asia. Hal ini mungkin disebabkan karena pemercontohan yang
kurang baik, atau ada kemungkinan besar, bahwa Flora Jambi ini lebih tua dari yang lainnya.
b) Keberadaan Gunung Kerinci, selain sebagai gunung api tertinggi di Indonesia, secara geologi
memegang peranan penting dalam sejarah pembentukan geologi dan hidup dan kehidupan
masyarakat Jambi.
c) Dari aspek konservasi, kawasan hutan konservasi dan kars yang dikenal memiliki daya
dukung lingkungan rendah sehingga rentan dengan perubahan fungsi lahan. Pemerintah
Indonesia berupaya melakukan perlindungan dan dijadikan sebagai Kawasan Lindung
Nasional. Upaya ini sejalan dengan pendapat dan pikiran International Union for
Conservation of Nature-IUCN dan Kelompok Kerja Kars dan Gua.
2) Aspek alam: komponen abiotik, biotik dan budaya di kawasan Geopark yang diusulkan saling
bertalian erat. Komponen abiotik (geologi) yang merekam sejarah evolusi bumi sejak akhir
Paleozoikum berhubungan dengan keragaman hayati, yang sebagian bersifat endemik, dan
kehadiran manusia yang membawa budaya yang spesifik.
3) Aspek sosial ekonomi. Masyarakat setempat sudah merasakan manfaat ekonomi dari Geopark
melalui geowisata dan penjualan geoproduct (makanan khas daerah, hasil pertanian lokal). Nilai
ekonomi dari kegiatan pengembangan geowisata berkelanjutan yang berbasis pada masyarakat
(community-based tourism) ini diharapkan dapat lebih meningkat ketika Geopark yang diusulkan
disetujui untuk bergabung dalam Jaringan Geopark Global UNESCO.
BIBLIOGRAFI