Anda di halaman 1dari 71

INTERPRETASI MODEL STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN

BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DARI DATA


GAYABERAT PADA CEKUNGAN SPERMONDE, SULAWESI
SELATAN

TUGAS AKHIR

Dwi Anggun Bissabri


12113002

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA


LAMPUNG SELATAN
2018
i

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN


BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DARI DATA
GAYABERAT PADA CEKUNGAN SPERMONDE, SULAWESI
SELATAN

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Dwi Anggun Bissabri


12113002

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN
2018
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir Sarjana dengan judul “Interpretasi Struktur Bawah Permukaan


Berdasarkan Analisis Spektral dari Data Gayaberat Cekungan Spermonde,
Sulawesi Selatan” adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat
dan diserahkan sebelumnya, baik sebagian ataupun seluruhnya, baik oleh saya
ataupun orang lain, baik di Institut Teknologi Sumatera maupun di institusi
pendidikan lainnya.

Lampung Selatan,
Penulis,

Dwi Anggun Bissabri


NIM. 12113002

Diperiksa dan disetujui oleh,


Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S. Ruhul Firdaus, S.T, M.T.


NIP. 196209231999031002 NIP. 1988710062015041003

Disahkan oleh,
Koordinator Program Studi Teknik Geofisika
Jurusan Teknologi Produksi dan Industri
Institut Teknologi Sumatera

Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S.


NIP. 196209231999031002
iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.

Nama : Dwi Anggun Bissabri

NIM 12113002

Tanda Tangan :

Tanggal :
iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Institut Teknologi Sumatera, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:

Nama : Dwi Anggun Bissabri


NIM 12113002
Program Studi : Teknik Geofisika
Jurusan : Sains
Jenis Karya : Tugas Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Institut Teknologi Sumatera Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Interpretasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Analisis Spektral dari


Data Gayaberat Pada Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan

berserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Institut Teknologi Sumatera berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Lampung Selatan


Pada tanggal:

Yang menyatakan (Dwi Anggun Bissabri)


v

Interpretasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Analisis Spektral dari Data


Gayaberat Pada Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan
Dwi Anggun Bissabri 12113002

Pembimbing: Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S., dan Ruhul Firdaus, S.T, M.T.

ABSTRAK

Cekungan Spermonde terletak di Selat Makassar. Pembentukan struktur geologi


di Selat Makassar telah menyebabkan terbentuknya rangkaian cekungan
sepanjang Selat Makassar. Cekungan Spermonde masih belum dieksplorasi,
dipelajari, dan didiskusikan secara terperinci. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk identifikasi model struktur bawah permukaan Cekungan
Spermonde.

Penelitian dimulai dengan melakukan tes terlebih dahulu pada pemilihan jendela
optimum untuk fiter pada daerah California. Kemudian dilakukan analisis
pemisahan anomali residual dengan metode moving average. Hasil analisis
spekral data gravitasi didapatkan kedalaman rata - rata anomali regional 34 km
dan anomali lokal dengan kedalaman 3 km dengan lebar jendela 25 × 25 (3.7 km
× 3.7 km). Kemudian dilakukan pemodelan ke depan pada data anomali CBA
dan residual. Hasil pemodelan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada
setiap lintasan tersusun atas enam lapisan yaitu kolom air laut dengan densitas
1.03 gr/cm3, sedimen dengan densitas 2.5 gr/cm3, batuan beku dengan densitas
2.82 gr/cm3 , batuan metamorf dengan densitas 2.7 gr/cm3, batuan ultrabasa
dengan densitas 2.87 gr/cm3, batuan basement dengan densitas 3.1 gr/cm3 dan
3.3 gr/cm3. Semua hasil telah divalidasi dengan menggunakan data geologi
yang tersedia dan menunjukkan korelasi yang sangat baik antara hasil
pemodelan data gayaberat dengan model geologi daerah penelitian. Survei untuk
kegiatan eksplorasi hidrokarbon di sebelah barat daerah penelitian.
Terindentifikasi pada daerah penelitian diduga terdapat intrusi dan adanya sesar
dengan arah timur laut-barat daya pada daerah penelitian.
Kata kunci: Anomali Bouguer, Struktur Geologi, Pemodelan ke depan.
vi

Interpretation of Surface Structure Based on Spectral Analysis of Gravity


Data in the Spermonde Basin, South Sulawesi

Dwi Anggun Bissabri 12113002,

Advisor: Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S., dan Ruhul Firdaus, S.T, M.T.

ABSTRACT

The Spermonde Basin is located in the Makassar Strait. The formation of


geological structures in the Makassar Strait has led to the formation of a series of
basins along the Makassar Strait. The Spermonde Basin is still not explored,
studied, and discussed in detail. Therefore, this study aims to identify the structure
model below the surface of the Spermonde Basin.

The research began by conducting a test first on the optimal part for fiter in the
California area. Then do the residual anomaly analysis using the moving average
method. The results of the analysis of the specific data generated by the average
regional anomaly of 34 km and local anomalies with a depth of 3 km with a
screen width of 25 × 25 (3.7 km × 3.7 km). Then the forward modeling is done on
CBA and residual anomalies data. The results of the modeling that have been
done show that each track is composed of six layers, namely an air air column
with a density of 1.03 gr /cm3, sediment with a density of 2.5 gr/cm3, igneous rock
with a density of 2.82 gr /cm3, metamorphic rock with density of 2.7 gr/cm3,
ultramafic rocks with a density of 2.87 gr/cm3, basement rocks with a density of
3.1 gr/cm3 and 3.3 gr/ cm3. All results have been validated by using available
geological data and showing very good results between the gravity data modeling
results with the geological model of the study area. Survey for hydrocarbon
exploration activities west of the study area. Identified in the study area there was
intrusion and sisis with the northeast-southwest direction in the study area.

Keywords: Bouguer Anomaly, Geology Stucture, Forward Modelling


vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur tertinggi penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-
Nya, penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tugas akhir yang berjudul
Interpretasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Analisis Spektral dari
Data Gayaberat Pada Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam jenjang pendidikan Strata 1 di
Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Sains, Institut Teknologi Sumatera.
Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S. selaku Ketua Program Studi Teknik
Geofisika, Institut Teknologi Sumatera dan dosen pembimbing I atas
bimbingan dan arahannya selama penulis mengerjakan tugas akhir.
2. Ruhul Firdaus, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing II dan dosen wali
yang telah memberikan bimbingannya selama studi.
3. Mama dan Papa yang telah memberi dukungan materil, moril, serta doa
yang selalu menyertai penulis selama ini.
4. Seluruh dosen Program Studi Teknik Geofisika atas ilmu telah diberikan.
5. Cindy Sovia Saris sebagai partner penulis dalam menyusun tugas akhir ini,
Annisa Suryani, Fitria Sari Gunawan, Indah Ratnasari, Evi Pratiwi teman
seperjuangan.
6. Teman-teman TG 2013: Angga Tri Saputra, M. Ichsan Tawakkal, Putri
Ambarsari, M. Hadi Kurniawan, Anggita Tiara Citra, Yanrizha Ihsan.
7. Adik-adik TG 2014: Yudha Setiawan, Anisa Dila Indriyani, Fakhriza
Syahda, Ahsani Taqwim, Hendra Hidayat Akbar, M. Hanif Syamri.
8. Teman-teman HMTG “MAYAPADA” ITERA.
9. Kak Cindy, Kak Elsa, Kak Dian, yang telah memberi dukungan selama
penyusunan tugas akhir ini.
10. Rizqa, Irma, Tenisa, Sari, dan Puji yang selalu mendukung dan menghibur
penulis.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
viii

Penyusunan tugas akhir ini tidak luput dari kekurangan dan keselahan. Oleh
karena itu, penulis memohon maaf apabila dalam tugas akhir ini masih memiliki
beberapa kekurangan menurut beberapa pihak. Penulis mengharapkan masukan
berupa kritik dan saran yang membangun. Demikian laporan ini saya buat,semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Lampung Selatan, Agustus 2018


Penulis,

(Dwi Anggun Bissabri)


ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................... iv
ABSTRAK ..............................................................................................................v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................3
1.3 Batasan Masalah .........................................................................................3
1.4 Sistematika Penulisan .................................................................................4
BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL.....................................................5
2.1 Tinjauan Umum ..........................................................................................5
2.2 Tektonik dan Struktur Geologi ...................................................................5
2.3 Stratigrafi Regional .....................................................................................7
2.4 Sistem Petroleum ........................................................................................8
BAB III TEORI DASAR .....................................................................................11
3.1 Konsep Dasar Gayaberat...........................................................................11
3.2 Koreksi - Koreksi dalam Metode Gayaberat ............................................12
3.2.1 Koreksi Spheroid .................................................................... 13
3.2.2 Koreksi pasang surut (tide correction) ................................... 13
3.2.3 Koreksi apungan (drift correction) ........................................ 14
3.2.4 Koreksi udara bebas (free air correction) 15
3.2.5 Koreksi Bouguer (Bouguer correction) ................................. 16
3.2.6 Koreksi medan (terrain correction) ....................................... 16
3.3 Perhitungan Global Anomali Gayaberat pada WGM2012 .......................17
3.4 Analisis Spektral .......................................................................................18
x

3.5 Proses Pemisahan Anomali Regional-Residual ....................................... 20


3.6 Pemodelan Ke depan Data Gayaberat ...................................................... 22
BAB IV PEMILIHAN LEBAR JENDELA OPTIMUM UNTUK
KEDALAMAN DAN FILTER ........................................................................... 24
4.1 Anomali Gayaberat Bouguer ................................................................... 24
4.2 Analisis Spektral ...................................................................................... 25
4.3 Kontur Anomali Regional Moving Average pada California ................... 30
4.4 Kontur Residual Moving Average pada California .................................. 31
4.5 Pemodelan Data Gayaberat pada California ............................................ 32
4.6 Interpretasi Hasil Pemodelan Ke Depan pada California ........................ 33
BAB V PENGOLAHAN DATA..........................................................................38
5.1 Pemisahan Anomali Regional-Residual ...................................................39
5.2 Analisis Spektral dan Kedalaman .............................................................40
5.3 Pemodelan Data Gayaberat .......................................................................44
BAB VI HASIL DAN ANALISIS .......................................................................47
6.1 Kontur Anomali Gayaberat Bouguer ........................................................47
6.2 Kontur Anomali Regional Moving Average ............................................47
6.3 Kontur Residual Moving Average .............................................................48
6.4 Interpretasi Hasil Pemodelan Ke Depan (Forward Modelling) ............... 49
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................1
7.1 Kesimpulan .................................................................................................1
7.2 Saran 1
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................1
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan untuk mendapatkan nilai grafik k dan ln A……… 33
Tabel 4.2 Hasil perhitungan lebar jendela pada California… .............................. 35
Tabel 5.1 Hasil perhitungan analisis spektral… .................................................. 49
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta lokasi Cekungan Spermonde ..................................................... 3


Gambar 2.1 Peta isopach dan sebaran lokasi sumur.............................................. 5
Gambar 2.2 Penampang seismik (PERTAMINA-BEICIP, 1992)......................... 6
Gambar 2.3 Stratigrafi Cekungan Spermonde (LEMIGAS, 2005) ....................... 8
Gambar 3.1 Ilustrasi gaya tarik antara dua benda................................................ 11
Gambar 3.2 Hubungan posisi titik P yang berada di bumi dan bulan dalam
efek pasang surut (Longman, 1959) ................................................ 14
Gambar 3.3 Pengambilan data gayaberat dengan rangkaian tertutup .................. 15
Gambar 3.4 Perhitungan nilai FAC (Zhou, 1990) ............................................... 15
Gambar 3.5 Koreksi Bouguer di laut ( Lillie,1999)............................................. 16
Gambar 3.6 Hammer Chart (Reynolds, 1997) ..................................................... 17
Gambar 3.7 Massa Permukaan yang dipertimbangkan WGM rilis 1.0 (2012)
perhitungan anomali gravitasi. ......................................................... 18
Gambar 3.8 Hubungan antara titik P dan Q......................................................... 18
Gambar 3.9 Penerapan moving average dengan lebar jendela 7 × 7 ...................... 22
Gambar 3.10 Diagram alir pengerjaan metode ke depan
(modifikasi dari Blakely, 1995) ....................................................... 22
Gambar 4.1 Peta anomali bouguer California. .................................................... 24
Gambar 4.2 Lintasan analisis spektral ................................................................. 25
Gambar 4.3 Grafik analisis spektral lintasan A-A’ ............................................. 27
Gambar 4.4 Grafik analisis spektral lintasan B-B’ .............................................. 27
Gambar 4.5 Grafik analisis spektral lintasan C-C’ .............................................. 27
Gambar 4.6 Grafik analisis spektral lintasan D-D’ ............................................. 28
Gambar 4.7 Analisis spektrum lebar jendela 7, 13, 17, 23, dan 27. Secara
kesuluruhan, lebar jendala 17 menunjukkan spektrum yang baik
dibandingkan spektrum yang lainnya dimana spektrum ini
menunjukkan slope yang baik dan ripple kecil ............................... 29
Gambar 4.8 Contoh ilustrasi mendapatkan nilai k............................................... 30
Gambar 4.9 Peta anomali regional lebar jendela 7, lebar jendela 17, dan lebar
jendela 27. Dari peta anomali regional ini dapat dilihat bahwa nilai
anomali pada peta kontur lebar jendela 7 masih menunjukan
xiii

anomali residual dibanding dengan peta regional lebar jendela17 dan


lebar jendela 27 sedangkan untuk lebar jendela 27 memiliki pola
kelurusan yang berbeda dengan peta geologi ................................. 30
Gambar 4.10 Peta anomali residual lebar jendela 7, lebar jendela 17, dan lebar
jendela 27. Dari peta anomali residual secara keseluruhan lebar
jendela 17 menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada lebar jendela
7 dan 27 dimana sudah mendekati bentuk kecendrungan permukaan.
......................................................................................................... 31
Gambar 4.11 Lintasan yang digunakan untuk pemodelan ke depan ................... 33
Gambar 4.12 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B
lebar jendela 7, saat jaraknya 6 km, kedalaman alluvial sebesar ±
150 m. .............................................................................................. 34
Gambar 4.13 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B
lebar jendela 17, saat jaraknya 6 km, kedalaman alluvial ± 1800 m.
......................................................................................................... 35
Gambar 4.14 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B
lebar jendela 27, saat x = 6 km, kedalaman alluvial sebesar ± 20 km.
......................................................................................................... 36
Gambar 5.1 Peta anomali bouguer (WGM2012) ................................................ 38
Gambar 5.2 Diagram alir pengolahan .................................................................. 39
Gambar 5.3 Lintasan analisis spektral A,B,C,D,E,F,G,H ................................... 40
Gambar 5.4 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan A-A’ ................................... 41
Gambar 5.5 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan B-B’ .................................... 41
Gambar 5.6 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan C-C’ .................................... 42
Gambar 5.7 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan D-D’ ................................... 42
Gambar 5.8 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan E-E’ .................................... 42
Gambar 5.9 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan F-F’ ..................................... 43
Gambar 5.10 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan G-G’ ................................. 43
Gambar 5.11 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan H-H’ ................................. 43
Gambar 5.12 Lintasan yang dipakai untuk pemodelan ke depan pada
Peta CBA ....................................................................................... 45
Gambar 5.13 Lintasan yang dipakai untuk pemodelan ke depan pada Peta
Residual ......................................................................................... 46
xiv

Gambar 6.1 Peta anomali gayaberat bouguer ...................................................... 47


Gambar 6.2 Peta anomali regional Moving Average ........................................... 48
Gambar 6.3 Peta anomali residual Moving Average ........................................... 48
Gambar 6.4 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B ... 1
Gambar 6.5 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B ... 1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara geografis, Cekungan Spermonde terletak di Selat Makassar antara 5.5˚ -
6.5˚ LS dan 118.5˚ - 120.5˚ BT (Gambar 1.1). Cekungan ini di bagian utara
berbatasan dengan daerah paparan lengan selatan pulau Sulawesi, sedangkan di
bagian timur dibatasi oleh deretan pulau-pulau kecil (Pulau Selayar) yang
bentuknya memanjang utara-selatan. Cekungan Spermonde pada awalnya
merupakan bagian dari Sunda Land Margin (Kalimantan) yang kemudian terpisah
karena pemekaran Selat Makassar pada jaman Eosen. Pembentukan struktur
geologi di Selat Makassar telah menyebabkan terbentuknya rangkaian cekungan
sepanjang Selat Makassar. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa Cekungan
Makassar Utara dan Makassar Selatan berpotensi akan hidrokarbon berupa gas.
Berdasarkan Peta Status Cekungan Lepas Pantai Indonesia (Dirjen Migas, 2003),
Cekungan Spermonde masih belum dieksplorasi, dipelajari, dan didiskusikan
secara terperinci bahkan boleh dikatakan masih belum dipahami secara utuh.
Dengan demikian perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk mempelajari aspek
struktur pada Cekungan Spermonde.

Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk kegiatan eksplorasi
sumber daya alam ini salah satunya adalah metode gayaberat. Metode ini dapat
digunakan untuk menggambarkan struktur geologi bawah permukaan berdasarkan
variasi medan gravitasi akibat perbedaan densitas secara lateral. Di antara sifat
fisis batuan yang mampu membedakan antara satu macam batuan dengan batuan
lainnya adalah massa jenis batuan. Distribusi massa jenis yang tidak homogen
pada batuan penyusun kulit bumi akan memberikan variasi harga medan gravitasi
di permukaan bumi. Penerapan gayaberat pada eksplorasi sumber daya alam
maupun studi keilmuan pada akhirnya bertujuan untuk mengestimasi gambaran
struktur bawah permukaan bumi.

Metode gayaberat dengan teknik analisis spektral dapat diterapkan untuk


memastikan struktur geologi bawah permukaan daerah penelitian. Struktur bawah
permukaan ini diturunkan dari anomali gayaberat yang diamati di permukaan

1
yang didasarkan pada hubungan bahwa anomali gayaberat merupakan refleksi
variasi densitas bawah permukaan ke arah horizontal dan geometri benda
anomalinya (Walidah, 2011).

Teknik analisis spektral bertujuan untuk mengestimasi kedalaman bidang batas


dan menentukan lebar jendela (window) dianggap paling baik digunakan dalam
pemisahann anomali. Lebar jendela merupakan batas frekuensi antara noise
dengan sinyal. Kelebihan dari proses analisis spektral adalah memberikan
informasi tentang kedalaman bidang batas dangkal dan dalam secara efektif yang
berkaitan dengan struktur geologi bawah permukaan daerah penelitian. Nilai
kedalaman ini digunakan pada saat pembuatan model struktur bawah permukaan.

Anomali Bouguer yang dihasilkan dari penelitian gayaberat dipisahkan menjadi


anomali regional dan residual. Anomali regional merupakan anomali dalam yaitu
anomali yang bersumber dari massa bagian dalam bumi seperti kerak. Sedangkan,
anomali residual merupakan anomali dangkal yang bersumber dari massa bawah
permukaan bumi yang dangkal. Proses pemisahan anomali Bouguer dilakukan
dengan menggunakan penapisan moving average.

Lebar jendela yang diperoleh dari proses analisis spektral digunakan pada moving
average. Semakin lebar jendela yang digunakan, maka anomali residualnya akan
mendekati nilai anomali Bouguer. Dengan demikian, dari hasil moving average,
anomali residual digunakan untuk membuat struktur geologi bawah permukaan
yang dibantu dengan adanya informasi estimasi kedalaman batas batuan dasar
daerah penelitian Cekungan Spermonde.

Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat


akan memberi hasil yang ambiguitas sehingga dibutuhkan informasi geologi
daerah penelitian dan metode yang dapat membantu melakukan interpretasi dalam
penentuan kedalaman anomali tersebut (utomo, 2012). Untuk suatu anomali
gayaberat tertentu terdapat tak hingga solusi model anomali dengan parameter
densitas, geometri dan kedalaman yang berbeda-beda.

2
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai konfigurasi
batuan dasar yang digunakan untuk pemetaan geologi bawah permukaan daerah
Cekungan Spermonde.

Gambar 1.1 Peta lokasi Cekungan Spermonde

1.2 Tujuan Penelitian


Adapun penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji analisis spektrum sehingga didapatkan lebar jendela filtering dan
kedalaman dari anomali.
2. Menginterpretasi pemodelan bawah permukaan pada daerah penelitian.

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Data yang digunakan adalah data anomali bouguer lengkap di daerah


Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan.
2. Pemisahan anomali regional dan residual dilakukan dengan metode
moving average.

3
3. Pemodelan bawah permukaan dilakukan dengan menggunakan peta
anomali regional dan residual

1.4 Sistematika Penulisan


Penulisan laporan tugas akhir ini dibagi menjadi beberapa bagian pembahasan,
yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang, tujuan penelitian, batasan
penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Pada bab ini dibahas mengenai tinjaun umum, tektonik dan struktur geologi,
stratigrafi regional dan system petroleum.
BAB III TEORI DASAR
Pada bab ini dibahas mengenai konsep dasar metode gayaberat, koreksi data
gayaberat, analisis spektrum, pemisahan anomali gayaberat regional dan residual,
serta pemodelan ke depan data gayaberat (forward modeling).
BAB IV PEMILIHAN LEBAR JENDELA OPTIMUM UNTUK KEDALAMAN
DAN FILTER
Pada bab ini dibahas mengenai pemilihan lebar jendela yang optimum baik untuk
kedalaman dan filter.
BAB V PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini dibahas mengenai proses pengolahan data gayaberat Bouguer yang
dilakukan dalam mengerjakan penelitian ini sampai mendapatkan hasil yang
dinginkan.
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas tentang hasil akhir dari keseluruhan proses pada pengolahan
data yang dianalisa untuk mendapatkan hasil interpretasi yang baik.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran atau rekomendasi yang
dapat diambil dari dilakukannya penelitian ini.

4
BAB II

TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

2.1 Tinjauan Umum


Cekungan Spermonde memiliki luas area total sebesar 18.490 km2 dengan
keseluruhannya merupakan luas area lepas pantai yang sebagian besar wilayahnya
merupakan paparan karbonat (Kartaadipura dkk., 1982).

Penarikan batas cekungan ini di dasarkan pada pola isopach dan dipotong pada
nilai 2.500 m (Gambar 2.1). Ketebalan sedimen berdasarkan data isopach berkisar
antara 2.500 - 3.500 m, dan semakin menebal ke arah tengah cekungan.

Gambar 2.1 Peta isopach dan sebaran lokasi sumur

2.2 Tektonik dan Struktur Geologi


Secara tektonik, Cekungan Spermonde didominasi oleh pergerakan sesar geser,
kemungkinan berkaitan dengan sesar transform yang berkembang seiring dengan
terbentuknya Selat Makassar. Sesar ini berarah paralel utara baratlaut-selatan
tenggara berupa sesar mengiri (Zona Tanakeke dan Sangkarang). Hal ini

5
menyebabkan barisan sesar naik sebagai proses inverse (PERTAMINA-
BEICIP,1992).

Cekungan Spermonde merupakan bagian dari sistem pemekaran Paleogen, hasil


peregangan back-arc akibat subduksi di sebalah baratdaya Sulawesi (Thompson
dkk., 1991). Terdapat banyak patahan ektensional yang menunjukkan aktivitas
struktur inversi akibat tumbukan pada bagian timur Indonesia.

Arah kemiringan sesar di Cekungan Spermonde dan Sub-Cekungan Selayar tegak


lurus dengan kemiringan sesar di Cekungan Makassar Selatan, dan berarah
parallel dengan Adang Flexure (Thompson dkk., 1991). Beberapa kelurusan
dijumpai berarah NW-SW, sejajar dengan sumbu cekungan. Cekungan ini seperti
halnya Cekungan Makassar Selatan, pada mulanya merupakan bagian dari tepian
Daratan Sunda (Kalimantan) yang kemudian terpisah akibat pemekaran Selat
Makassar. Sedimentasi Cekungan Spermonde diendapkan pada batuan dasar yang
berumur Paleosen memiliki penampang seismik yang ditunjukkan pada (Gambar
2.2). Pada penampang tersebut terlihat bahwa cekungan ini berbentuk seperti half-
graben yang sesar utamanya berada di sisi sebelah baratdaya. Namun secara
keseluruhan, cekungan ini berbentuk sebagai pull apart basin yang dikontrol oleh
Sesar Mendatar Sangkarewang. Sesar-sesar lain yang berarah sama dan sesar
antitetik-nya membentuk graben-graben kecil di dalam cekungan. Disebelah
timurlaut, terdapat Sesar Mendatar Mengiri Tanakeke yang terbentuk sebagai pop-
up atau transpressional fault.

Gambar 2.2 Penampang seismik (PERTAMINA-BEICIP, 1992).

6
Dikatakan bahwa Paparan Spermonde terletak di sebelah baratdaya Sulawesi,
bagian selatannya membatasi sisi sebelah barat batas Cekungan Spermonde
(PERTAMINA_BEICIP, 1982). Beberapa kecendrungan arah positif berarah
baratlaut-tenggara ditemukan didekat batas ini, yang terbesar memotong Pulau
Tanakeke. Kompleksitas struktur bertambah ke arah bawah ditunjukkan pada
interpretasi seismik pada horizon yang lebih dalam.

Pada sebelah utara, kondisi paparan relatif tenang, dibatasi oleh arah sesar
tensional, seperti ditunjukkan oleh interpretasi seismik horizon yang lebih dalam.
Terdiri dari titik kulminasi lebar dan landai dibandingkan bagian selatan Paparan
Spermonde. Tidak ada sumur di bor di area ini. Bagian barat dan utara paparan ini
dibatasi oleh Cekungan Makassar Selatan.

Di sebelah timur, Paparan Spermonde muncul pada Sulawesi bagian baratdaya.


Paparan dibatasi singkapan sedimen sepanjang batas barat Western Divide Range.
Batuan Pra-Tersier terlipat secara kuat terendapkan dengan ketidakselarasan
bersudut dengan sikuen tebal terdiri dari batupasir, serpih, batugamping, dan
batubara burumur Tersier. Sisi sebelah selatan Western Divide Range didominasi
2.8750 m tinggian Gunungapi Lompogatang yang tertupi oleh produk vulkanik
yang belum terpadatkan. Arah umum sedimen Tersier didaratan mengikuti arah
lepas pantai baratlaut - tenggara.

2.3 Stratigrafi Regional


Cekungan Spermonde tersusun atas batuan sedimen Tersier yang diendapkan
diatas batuan dasar Mesozoikum (LEMIGAS, 2005). Batuan sedimen Tersier
tertua adalah Formasi Toraja dan Malawa, yang diendapkan pada saat rifting.
Bagian bawah formasi ini merupakan seri basal yang tebal di sekitar tinggian.
Diatasnya diendapkan batugamping dan sedimen klastik berupa batulempung
berumur Oligosen (Formasi Tonasa). Pada Miosen Bawah–Miosen Tengah mulai
terjadi fase inversi dan pengendapan Formasi Camba berupa serpih, batupasir dan
disisipan batugamping. Fase regresi mulai terjadi didalam cekungan pada kala
Miosen Akhir dan pada saat bersamaan diendapkan batu gamping dan serpih
Formasi Walanae (Gambar 2.3). Pada kala Pliosen tektonik yang mengakibatkan
sedimen-sedimen yang sudah ada terlipat dan tersesarkan.

7
Gambar 2.3 Stratigrafi Cekungan Spermonde (LEMIGAS, 2005)

2.4 Sistem Petroleum

2.4.1 Batuan Induk


Batuan sedimen yang berpotensi sebagai batuan induk di cekungan ini adalah
serpih, batubara, dan batugamping lempungan yang berumur Eosen dari Formasi
Toraja. Batuan induk ini diduga sudah matang dan menghasilkan minyak. Potensi
batuan induk akan sangat berkembang di Cekungan Spermonde dimana sedimen
lempungan menebal pada bagian dalam cekungan. Di tempat tersebut, ketebalan
sedimen dan pengendapan potensi batuan induk cukup untuk membuatnya matang
(PERTAMINA-BEICIP, 1982).

2.4.2 Batuan Reservoir


Batuan sedimen yang berpotensi sebagai batuan reservoir di cekungan ini terdiri
dari batupasir serta batugamping Formasi Toraja yang berumur Eosen serta batu
pasir Miosen dari Formasi Camba, Batupasir Eosen Formasi Toraja komposisinya
secara umum terdiri dari betupasir kuarsa sampai batupasir litik kuarsit

8
Pada singkapan, batugamping Eosen ditemukan dengan ketebalan kurang lebih
260 m (van Leeuwen, 1990 dalam PERTAMINA_BEICIP, 1982). Secara umum,
batugamping mengandung napalan sampai kalkarenit dan terendapkan sebagai
paparan karbonat. Porositas rendah, dengan kisaran 5%- 12%.

Interval batupasir dan konglomerat Miosen Tengah (tebal 165 m) terdiri dari
kuarsa, batugamping dan material tufa pada matriks lempungan menunjukkan
karakteristik reservoir yang rendah. Di area daratan, sikuen Miosen ditutupi
volcanoklastik dan lava. Tidak ada indikasi adanya batuan reservoir di area ini.
Batugamping pada kedalaman dangkal umumnya mengandung terumbu, koral
dengan porositas yang sangat baik.

2.4.3 Perangkap
Perangkap struktur berupa antiklin ataupun lipatan yang berasosiasi dengan sesar
naik yang umumnya terbentuk selama fase tektonik Pliosen, merupakan
perangkap utama. Kemungkinan perangkap lain yang berkembang adalah
perangkap stratigrafi berupa pinch out pada batupasir Formasi Toraja. Migrasi
hidrokarbon dari batuan induk diperkirakan banyak terjadi melalui bidang-bidang
sesar yang menghubungkan batuan induk dengan batuan reservoir dan migrasinya
diperkirakan tidak jauh dari batuan sumbernya.

2.4.4 Batuan Penyekat


Batuan penyekat berupa serpih yang diendapkan diatas batuan reservoir Formasi
Toraja. Serpih dan batulempung ini terdiri dari serpih Formasi Toraja yang
berumur Eosen, serpih bagian atas Formasi Tonasa dan serpih atau batulempung
yang setara dengan Formasi Walanae yang berumur Pliosen.

2.4.5 Potensi Hidrokarbon


Beberapa indikasi hidrokarbon ditemukan pada sedimen klastik Eosen Awal dan
batugamping Eosen Awal. Litologi sumur, khususnya batugamping dan batupasir
Paleosen dan Miosen, biasanya tidak menunjukkan reservoir yang bagus.
Perkecualian ditemukan pada batupasir, yang memiliki porositas yang baik.
Distribusi batupasir ini pada bagian utara cekungan masih belum diketahui,
ditunjukkan belum adanya eksplorasi. Pada suksesi atas, batugamping Eosen –

9
Oligosen menebal ke arah utara. Batugamping umur yang sama terdistribusi
secara luas pada singkpan di daratan bagian utara.

2.5 Konsep Play Regional


Play hidrokarbon yang paling potensial di cekungan ini berupa antiklin yang
terbentuk pada saat tektonik Pliosen, yang berasosiasi dengan sesar-sesar naik,
ataupun berupa drag fold. Target batuan reservoir yang utama adalah batupasir
Eosen Formasi Toraja.

10
BAB III
TEORI DASAR

3.1 Konsep Dasar Gayaberat


Metode gayaberat adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada
pengukuran medan gravitasi. Pengukuran ini dapat dilakukan di permukaan bumi,
di kapal maupun di udara. Dalam metode ini yang dipelajari adalah variasi medan
gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah permukaan sehingga dalam
pelaksanaannya yang diselidiki adalah perbedaan medan gravitasi dari suatu titik
observasi terhadap titik observasi lainnya. Metode gayaberat umumnya digunakan
dalam eksplorasi jebakan minyak (oil trap). Disamping itu metode ini juga banyak
dipakai dalam eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).

Prinsip pada metode ini mempunyai kemampuan dalam membedakan rapat massa
suatu material terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan demikian struktur bawah
permukaan dapat diketahui. Pengetahuan tentang struktur bawah permukaan ini
penting untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi baik minyak maupun
mineral lainnya.

Biasanya dalam pengerjaan pengukuran gravitasi ini, dilakukan secara looping


(Supriyadi, 2009). Pada dasarnya gravitasi adalah gaya tarik menarik antara dua
benda yang memiliki rapat massa yang berbeda, hal ini dapat diekspresikan oleh
rumus hukum Newton sederhana sebagai berikut:

Gambar 3.1 Ilustrasi gaya tarik antara dua benda


𝑚1.𝑚2
𝐹=𝐺 𝑟2
(2.1)

Hukum Newton tentang gerak menyatakan bahwa gaya adalah besarnya perkalian
dari massa dan percepatannya :

11
𝐹 = 𝑚. 𝑔 (2.2)

Persamaan (2.2) disubstitusikan ke persamaan (2.1), sehingga persamaannya


menjadi:
m
g(r) = G (2.3)
r2

Dimana :

F = besar gaya gravitasi antara dua titik massa (Newton)

G = besar konstanta gravitasi Newton (6.67 × 10−11𝑁𝑚2/𝑘𝑔2)


m1 = massa benda pertama (kg)
m2 = massa benda kedua (kg)
r = jarak antara benda pertama dan benda kedua (m)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

Dari rumus di atas, terlihat bahwa besarnya nilai gayaberat berbanding langsung
dengan massa penyebabnya. Sedangkan massa penyebabnya berbanding langsung
dengan densitas (𝜌) dan volume benda, sehingga besarnya gayaberat yang terukur
akan mencerminkan kedua besaran tersebut.

3.2 Koreksi - Koreksi dalam Metode Gayaberat


Besar nilai gravitasi bergantung kepada lima faktor, yaitu lintang, elevasi
topografi daerah sekitar pengukuran, pasang surut bumi, dan variasi densitas di
bawah permukaan (Telford, dkk., 1990). Eksplorasi gravitasi lebih menekankan
pada perubahan besar nilai gravitasi karena variasi densitas di bawah permukaan.
Sementara nilai gravitasi yang terukur pada alat gravimeter tidak hanya berasal
dari nilai gravitasi yang disebabkan oleh variasi densitas di bawah permukaan,
tetapi juga dari keempat faktor lainnya. Koreksi dalam metode gravitasi
diperlukan untuk menghilangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar
nilai gravitasi sehingga didapatkan nilai gravitasi yang hanya disebabkan oleh
pengaruh variasi densitas di bawah permukaan.

12
3.2.1 Koreksi Spheroid
Bentuk bumi mendekati spheroid sehingga digunakan spheroid referensi sebagai
pendekatan muka laut rata-rata (geoid), dan mengabaikan efek benda diatasnya.
Geoid adalah suatu permukaan ekipotensial yang dianggap sebagai muka laut rata-
rata dimana adanya efek elevasi di daratan, depresi di bagian lautan (harga
maksimal dari elevasi dan depresi ini mencapai 9000 m) dan efek variasi rapat
massa lainnya dimasukkan di dalam perhitungannya (Kadir,2000). Secara teoritis
referensi spheroid yaitu:

𝑔(∅) = 978031846 (1 + 0.002885 𝑠𝑖𝑛2∅ + 0.0002346 𝑠𝑖𝑛4∅) (2.4)

Dimana ∅ adalah sudut lintang.


3.2.2 Koreksi pasang surut (tide correction)
Efek pasang surut menyebabkan perubahan hasil pengamatan percepatan gravitasi
yang disebabkan oleh interaksi gravitasi bulan dan matahari terhadap bumi
maupun terhadap gravimeter. Efek ini menyebabkan variasi percepatan gravitasi
yang bergantung waktu sehingga termasuk ke dalam koreksi Temporal Based
Variation. Sebagaimana pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari
menyebabkan perubahan bentuk permukaan air laut, hal itu juga menyebabkan
berubahnya bentuk bumi (earth distortion). Karena batuan memberikan gaya
eksternal lebih kecil dibandingkan air, besarnya distorsi bumi di bawah pengaruh
gaya eksternal lebih kecil dibandingkan besarnya distorsi air laut. Besarnya
distorsi air laut akibat efek pasang surut ini terukur dalam meter, sedangkan
besarnya distorsi bumi terukur dalam sentimeter. Distorsi ini menyebabkan
perubahan percepatan gravitasi dikarenakan perubahan bentuk bumi, sehingga
jarak gravimeter terhadap pusat bumi berubah (percepatan gravitasi berbanding
terbalik dengan kuadarat jarak). Distorsi bumi bervariasi untuk setiap lokasi, dan
variasi percepatan gravitasi akibat efek pasang surut ini bisa mencapai 0.2 mGal.

Untuk menghilangkan pengaruh dari efek pasang surut tersebut, maka data
gayaberat yang diperoleh perlu dilakukan koreksi yang dalam hal ini adalah
koreksi pasang surut (tidal correction). Persamaan yang digunakan untuk
menghitung percepatan pasang surut yang dihasilkan akibat bulan dan matahari,
sebagaimana mereka berinteraksi pada setiap titik di bumi sebagai fungsi waktu,

13
sudah diperkenalkan oleh Longman pada tahun 1959. Pengaruh gravitasi bulan di
titik P pada permukaan bumi yang terlihat pada (Gambar 3.2) dapat diselesaikan
melalui persamaan:

Gambar 3.2 Hubungan posisi titik P yang berada di bumi dan bulan dalam
efek pasang surut (Longman, 1959)

3 1 1 𝑟 (𝑐) 4
𝑈𝑝 = 𝐺(𝑟) [( 𝑐) (𝑐𝑜𝑠2𝜃𝑚 + ) + (5𝑐𝑜𝑠3𝜃𝑚 + 3𝑐𝑜𝑠𝜃𝑚)] (2.5)
𝑅 3 6𝑐𝑅

keterangan:
Up = potensial di titik p akibat pengaruh bulan
θm = posisi lintang
Bl = bulan
Bm = bumi
c = jarak rata-rata ke bulan
r = jari-jari bumi ke titik p
R = jarak dari pusat bumi ke bulan

3.2.3 Koreksi apungan (drift correction)


Koreksi apungan merupakan koreksi pada data gravitasi, sebagai akibat perbedaan
pembacaan nilai gravitasi di stasiun yang sama pada waktu yang berbeda oleh alat
gravimeter. Perbedaan tersebut disebabkan karena terjadi guncangan pegas dan
perubahan temperatur pada alat gravimeter selama proses perjalanan dari satu
stasiun ke stasiun berikutnya. Komponen gravimeter dirancang dengan sistem
keseimbangan pegas yang dilengkapi dengan massa beban yang tergantung
diujungnya. Karena pegas yang tidak elastis sempurna, maka sistem pegas
mengembang dan menyusut perlahan sebagai fungsi waktu.

14
Untuk menghilangkan efek tersebut, proses akusisi data atau pengukuran
dirancang dalam suatu lintasan tertutup sehingga besar penyimpangan tersebut
dapat diketahui. Koreksi apungan diberikan oleh persamaan berikut ini:

Gambar 3.3 Pengambilan data gayaberat dengan rangkaian tertutup

𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡 =
𝑔𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟− 𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
(𝑡 −𝑡 ) (2.6)
𝑡𝑎𝑘ℎ𝑖𝑡− 𝑡𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
keterangan:
drift = koreksi drift (mGal)
gakhir = pembacaan gravimeter pada akhir looping
gawal = pembacaan gravimeter pada awal looping
takhir = waktu pembacaan pada akhir looping
tawal = waktu pembacaan pada awal looping
tstasiun = waktu pembacaan pada stasiun n

3.2.4 Koreksi udara bebas (free air correction)


Koreksi udara bebas merupakan koreksi yang disebabkan karena pengaruh variasi
ketinggian terhadap medan gravitasi bumi. Besar faktor koreksi (FAC) untuk
daerah ekuator (45˚LU-45˚LS) adalah -0.3085 mGal/m.
∆𝑔𝐹𝐴 = 0.3085 ℎ (mGal) (2.7)

Gambar 3.4 Perhitungan nilai FAC (Zhou, 1990)

15
3.2.5 Koreksi Bouguer (Bouguer correction)
Koreksi Bouguer memperhitungkan massa batuan yang terdapat di antara stasiun
pengukuran dengan bidang geoid. Koreksi ini dilakukan dengan asumsi
pendekatan benda dengan slab tidak berhingga yang besarnya diberikan oleh
persamaan :
BCs = 0.04185 ρh = 0.0419 (ρw − ρc) hw mGal (2.8)
keterangan :
ℎ𝑤 = kedalaman air titik pengamat
𝑝𝑤 = massa jenis air laut
𝑝𝑐 = massa jenis
𝐵𝐶𝑠 = bouguer pada laut

Gambar 3.5 Koreksi Bouguer di laut ( Lillie,1999)

Setelah memperoleh BC, anomali gayaberat menjadi Simple Bouguer Anomaly


(SBA) yaitu :
𝑆𝐵𝐴 = 𝐹𝐴𝐴 − 𝐵𝐶 (2.9)

3.2.6 Koreksi medan (terrain correction)


Koreksi medan atau topografi dilakukan untuk mengoreksi adanya pengaruh
penyebaran massa yang tidak teratur di sekitar titik pengukuran. Dalam koreksi
Bouguer diasumsikan bahwa titik pengukuran di lapangan berada pada suatu
bidang datar yang sangat luas. Sedangkan seringkali kenyataan di lapangan
memiliki topografi yang berundulasi seperti adanya lembah dan gunung.

Cara perhitungan koreksi topografi dapat dilakukan dengan menggunakan


Hammer Chart yang dikembangkan oleh Sigmund Hammer. Hammer Chart

16
membagi area ke dalam beberapa zona dan kompartemen (segmen). Hammer
melakukan pendekatan pengaruh topografi dengan suatu cincin yang terlihat pada
(Gambar 3.6) di bawah ini.

Gambar 3.6 Hammer Chart (Reynolds, 1997).

Menurut Reynolds (1997), besarnya koreksi topografi dengan menggunakan


pendekatan cincin silinder dituliskan dalam persamaan
2𝜋𝐺𝜌
𝑇𝐶 = (𝑟 − 𝑟 ) + (√𝑟 2 − 𝑧2) − (√𝑟 2 − 𝑍2) (2.10)
𝑛 𝐿 𝐷 𝐿 𝐷

keterangan:
n = jumlah segmen pada zona yang digunakan
z = perbedaan ketinggian rata-rata kompartemen dan titik pengukuran
rL, rD = radius luar dan radius dalam kompartemen
ρ = densitas batuan rata-rata
3.3 Perhitungan Global Anomali Gayaberat pada WGM2012
Anomali Bouguer Bulat Lengkap (Complete Spherical Bouguer Anomaly)
ditentukan pada keseluruhan bumi dengan mempertimbangkan massa permukaan
seperti atmosfer, darat, laut, danau, samudera, ice caps, ice shelves). Sehingga
persamaan untuk menghitung anomali tersebut ialah,

∆𝑔𝐵(𝑃) = 𝑔𝑜𝑏𝑠(𝑃) − 𝛾(𝑄) − 𝛿𝑔𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒𝑚𝑎𝑠𝑠𝑒𝑠 + 𝛿𝑔𝑎𝑡𝑚 (2.11)

keterangan :

𝑔𝑜𝑏𝑠(𝑃) = Nilai pengukuran gravitasi pada titik P

𝛾(𝑄) = Nilai grvitasi normal titik Q pada Telluroid

17
𝛿𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒𝑚𝑎𝑠𝑠𝑒𝑠 = dihasilkan oleh massa bawah dan atas level muka air
laut yang dihitung dalam geometri bola dengan resolusi 1′ × 1′
menggunakan permukaan es dan model batuan dasar ETOPO1 yang
disediakan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration
(NOAA) (Amante dan Eakins, 2009) dengan mempertimbangkan benua,
samudera, dan karekteristik yang tepat (batas dan densitas ) dari major
lakes, inland seas, polar ice caps dan shelves, land area dibawah
permukaan laut.

𝛿𝑔𝑎𝑡𝑚 = koreksi atmosfer yang merupakan fungsi dari elevasi yang


berhubungan dengan permukaan laut, massa atmosfer.

Gambar 3.7 Massa Permukaan yang dipertimbangkan WGM rilis 1.0 (2012)
perhitungan anomali gravitasi.

Gambar 3.8 Hubungan antara titik P dan Q

3.4 Analisis Spektral


Analisis spektral dilakukan untuk untuk mengestimasi lebar jendela serta estimasi
kedalaman anomali gayaberat. Analisis spektral dilakukan dengan cara

18
mentransformasi fourier lintasan yang telah ditentukan pada peta kontur Anomali
Bouguer Lengkap.

Pada metode gayaberat, spektrum diturunkan dari potensial gayaberat yang


teramati pada suatu bidang horizontal dimana transformasi fouriernya sebagai
berikut (Blakely, 1995):
1
𝐹(𝑈) = 𝛾𝜇𝐹 ( ) (2.12)
𝑟

1 ′
𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧 )
𝐹 ( ) = 2𝜋 (2.13)
𝑟 |𝑘|

keterangan: U = potensial gayaberat


γ = konstanta gayaberat
μ = anomali rapat massa
r = jarak

Persamaan (2.12) disubstitusikan ke persamaan (2.11), sehingga formula di atas


menjadi:


𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧 )
𝐹(𝑈) = 2𝜋𝛾𝜇 |𝑘|
(2.14)

Dari persamaan (2.12), transformasi fourier anomali gayaberat yang diamati pada
bidang horizontal adalah:
𝜕1
𝐹(𝑔𝑧) = 𝛾𝜇𝐹 ( )
𝜕𝑧 𝑟
𝜕
= 𝛾𝜇 𝐹()
1
𝜕𝑧 𝑟

𝐹(𝑔𝑧 ) = 2𝜋𝛾𝜇𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧 ) (2.15)

keterangan: g2 = anomali gayaberat


z0 = ketinggian titik amat
k = bilangan gelombang
z = kedalaman benda anomali

19
Jika distribusi rapat massa bersifat acak dan tidak ada korelasi antara masing-
masing nilai gayaberat, maka 𝜇 = 1, sehingga hasil transformasi fourier anomali
gayaberat menjadi:

𝐴 = 𝐶𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧 ) (2.16)

keterangan:

A = amplitudo
C = konstanta

Estimasi lebar jendela dilakukan untuk menentukan lebar jendela yang akan
diperlukan dalam proses pemisahan anomali regional dan residual. Untuk
mendapatkan lebar jendela, spektrum amplitudo yang didapat dari transformasi
fourier dilogaritmakan sehingga menghasilkan grafik antara k dengan ln A yang
linier dimana komponen k menjadi berbanding lurus dengan spektrum amplitudo.

ln 𝐴 = |𝑘|(𝑧0 − 𝑧′) + 𝑙𝑛𝐶 (2.17)

Dari persamaan di atas, melalui regresi linier akan didapat batas antara anomali
regional dan residual. Nilai k pada batas tersebut diambil sebagai penentu lebar
jendela.

2𝜋
𝑁= (2.18)
𝑘.∆𝑥

𝜆 = 𝑁. ∆𝑥 (2.19)

keterangan:
N = lebar jendela
k = bilangan gelombang
Δx = spasi grid
λ = panjang gelombang

3.5 Proses Pemisahan Anomali Regional-Residual


Anomali gayaberat yang terukur di permukaan merupakan gabungan dari berbagai
sumber dan kedalaman anomali yang ada di bawah permukaan, yang salah

20
satunya adalah target event-event lainnya. Jika target event adalah anomali
residual, maka event lainnya adalah noise dan regional.

Untuk memisahkan anomali gayaberat dan noise ini, salah satu metode yang dapat
digunakan adalah dengan menggunakan metode perata-rataan bergerak (moving
average).

Nilai gayaberat yang terukur di permukaan merupakan penjumlahan dari berbagai


macam anomali dan struktur dari permukaan sampai inti bumi, sehingga anomali
Bouguer yang diperoleh merupakan gabungan dari beberapa sumber anomali dan
struktur. Anomali Bouguer adalah superposisi dari anomali yang bersifat regional
dan yang bersifat residual atau lokal. Anomali regional berkaitan dengan kondisi
geologi umum secara keseluruhan pada daerah yang bersangkutan, dicirikan oleh
anomali yang berfrekuensi rendah, sedangkan anomali residual dicirikan oleh
anomali yang berfrekuensi tinggi.

Untuk memperoleh anomali yang terasosiasi dengan kondisi geologi yang


diharapkan dan untuk meningkatkan resolusi sebelum diinterpretasi secara
kuantitatif, maka perlu dilakukan pemisahan anomali regional dan residual,
sehingga anomali yang diperoleh sesuai dengan anomali dari target yang dicari.
Pemisahan anomali juga dimaksudkan untuk membantu dalam interpretasi
gayaberat secara kualitatif. Pemisahan anomali ini salah satunya dapat dilakukan
dengan filter moving average.

Moving average dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomalinya. Hasil


perata-rataan ini merupakan anomali regionalnya, sedangkan anomali residualnya
diperoleh dengan mengurangkan data hasil pengukuran gayaberat dengan anomali
regional.

∆𝑔(𝑖−𝑛)+⋯+∆𝑔(𝑖)+⋯+∆𝑔(𝑖+𝑛) (2.20)
∆𝑔𝑟(𝑖) =
𝑁

Sedangkan penerapan moving average pada peta dua dimensi, harga pada suatu
titik dapat dihitung dengan merata-ratakan semua nilai di dalam sebuah kotak
persegi dengan titik pusat adalah titik yang akan dihitung harganya. (Gambar 3.9)
merupakan contoh penerapan moving average pada peta dua dimensi dengan lebar
jendela 7 × 7.

21
Gambar 3.9 Penerapan moving average dengan lebar jendela 7 × 7

3.6 Pemodelan Ke depan Data Gayaberat


Distribusi densitas bawah permukaan dapat direkonstruksi dengan melakukan
pemodelan ke depan (forward modeling) dan pemodelan kebelakang (inverse
modeling). Pada dasarnya, proses yang dilakukan pada pemodelan ke depan
adalah dengan membuat dan menghitung model awal yang berdasar pada intuisi
geologi dan geofisika kemudian membandingkannya dengan anomali dari hasil
pengukuran sehingga kedua anomali tersebut cocok. Sedangkan pada pemodelan
ke belakang, parameter densitas dapat dihitung langsung dari anomali hasil
pengukuran melalui metode numerik (Blakely, 1995).

Gambar 3.10 Diagram alir pengerjaan metode ke depan

(modifikasi dari Blakely, 1995)

22
Pemodelan ke depan data gayaberat dilakukan untuk menentukan densitas,
kedalaman, dan geometri benda yang menyebabkan anomali bawah permukaan.
Metode ini melalui proses iterasi, dimana gaya tarik akibat model yang dibuat
dihitung dan dibandingkan dengan anomali gayaberat terukur. Jika nilai anomali
model belum cocok dengan anomali yang terukur, maka prosedur pemodelan
diulang kembali sampai menghasilkan nilai yang sesuai.

Untuk mendapatkan hasil model yang sesuai, maka model dengan bentuk
sembarang merupakan pendekatan yang lebih baik dengan mempertimbangkan
informasi geologi pada daerah penelitian. Model benda sembarang dua dimensi
yang banyak dipakai adalah model dengan pendekatan bentuk poligon atau segi-
banyak dengan menggunakan jumlah sisi poligon tertentu sehingga efek
gayaberatnya dapat dihitung.

23
BAB IV
PEMILIHAN LEBAR JENDELA OPTIMUM UNTUK KEDALAMAN DAN
FILTER

Penulis melakukan studi analisis spektral, yang mana studi ini dilakukan untuk
membuktikan apakah lebar jendela yang diperoleh melalui analisis spektral
dengan metode moving average sudah baik atau sesuai dengan kondisi geologi
penelitian. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengolahan data anomali
gayaberat daerah California karena terdapat data gayaberat, diketahui nilai
densitas, kedalaman dan titik bornya.

4.1 Anomali Gayaberat Bouguer


Pada penilitian ini penulis tidak melakukan proses koreksi gayaberat karena
penulis mendapatkan data dalam bentuk CBA hasil proses digitasi peta California.
Proses digitasi peta anomali bouguer daerah California yang dilakukan untuk
menghasilkan peta anomali bouguer yang sama agar diperoleh data-data posisi
dari setiap anomali tersebut sehingga dapat diolah lebih lanjut. Proses digitasi
yang dilakukan pada setiap nilai kontur anomali bouguer yang mempunyai
interval 5 mGal.

Gambar 4.1 Peta anomali bouguer California.

24
Dari peta anomali bouguer dapat dilihat bahwa nilai anomali pada peta kontur
anomali bouguer bervariasi mulai dari 800 mGal s.d. 850 mGal, dengan skala
warna ungu sampai dengan merah muda. Dari peta anomali bouguer ini dapat
dilihat bahwa nilai anomali pada peta kontur menurun ke barat. Nilai kontur
anomali yang tertinggi yaitu 850 mGal terletak dibagian timur yang berupa batuan
vulkanik dan sedimen.

4.2 Analisis Spektral


Analisis spektral dilakukan dengan transformasi fourier untuk tiap-tiap lintasan
yang ditentukan pada peta anomali CBA (Gambar 4.2) sehingga didapatkan grafik
hubungan antara bilangan gelombang (k) dengan logaritma natural dari amplitudo
anomali gayaberat. Dari grafik tersebut didapat batas k yang merupakan batas
regional dan residual. Untuk mendapatkan lebar window digunakan rumus:

2𝜋
𝑘= (4.1)
𝜆

𝜆 = 𝑁∆𝑥 (4.2)

Keterangan:
N = lebar window
k = bilangan gelombang
∆𝑥= interval sampling (2000 m)

Gambar 4.2 Lintasan analisis spektral

25
Tabel 4.1 Contoh Hasil Perhitungan untuk mendapatkan nilai grafik k dan ln A

Riil Imajiner f A k Ln A
2.69E+04 0.00E+00 0 26881.97 0 10.19921
-1.52E+01 3.45E+02 1.52E-05 345.0051 9.52E-05 5.843559
-4.65E+01 -8.63E-01 3.03E-05 46.47587 0.00019 3.838933
1.42E+00 7.28E+01 4.55E-05 72.77574 0.000286 4.287383
-2.73E+01 1.85E+01 6.06E-05 32.9678 0.000381 3.495531
-4.05E+00 3.24E+01 7.58E-05 32.62292 0.000476 3.485015
-1.84E+01 1.99E+01 9.09E-05 27.12387 0.000571 3.300414
-1.07E+01 1.61E+01 1.06E-04 19.33667 0.000667 2.962004
-1.35E+01 1.45E+01 1.21E-04 19.82245 0.000762 2.986815

Hasil FFT adalah bilangan kompleks yang mempunyai nilai riil dan imajiner.
Nilai amplitudo A diperoleh dengan menghitung akar kuadrat dari penjumlahan
(Riil)2 dan (Imajiner)2. Ln A dihasilkan dengan cara menglogaritmakan nilai
amplitudo A. Perhitungan nilai frekuensi bergantung pada domain spasial ( ∆x ) ,
dimana nilai ∆x yang digunakan adalah 2000 m. Nilai bilangan gelombang k
diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan persamaan 𝑘 = 2𝜋𝑓 .

Gradien atau kemiringan garis dari grafik ln A terhadap k adalah kedalaman


bidang batas residual dan regional. Pada grafik tersebut terdapat dua gradien, yaitu
gradien yang bernilai besar mencerminkan bidang diskontinuitas dari anomali
regional (dalam) dan gradien yang bernilai kecil adalah bidang diskontinuitas dari
anomali residual (dangkal). Perpotongan antara gradien bidang diskontinuitas
regional dan residual adalah bilangan gelombang kc (cutoff) yang merupakan
dasar dalam penentuan lebar jendela. Kedalaman rata – rata hasil regresi linear
residual digunakan pada pemodelan struktur bawah permukaan.

26
12
Lintasan A-A'
10
8 Series1
y = -33391x + 9.8074

Ln A
6
y = -2123.8x + 4.5622 regional
4
2 residual
0
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002
k
Gambar 4.3 Grafik analisis spektral lintasan A-A’

Lintasan B-B'
12

10
y = -28593x + 9.39
8
Ln A

6 Series1
y = -2884.4x + 4.1072
4
regional
2

0
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002
k

Gambar 4.4 Grafik analisis spektral lintasan B-B’

Lintasan C-C'
12
10
y = -38856x + 10.023
8 Series1
Ln A

6
regional
y = -5780x + 5.515
4
residual
2
0
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Gambar 4.5 Grafik analisis spektral lintasan C-C’

27
Lintasan D-D'
12

10
y = -22251x + 9.0126
8 Series1
Ln A
6 regional
y = -1225.9x + 4.1712
4
residual
2

0
0 0.001 0.002 0.003 0.004
k

Gambar 4.6 Grafik analisis spektral lintasan D-D’

Lebar jendela untuk proses pemisahan dengan metode moving average diperoleh
dengan merata-ratakan lebar jendela tiap-tiap penampang. Hasil perhitungan lebar
jendela untuk tiap–tiap penampang ditampilkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.2. Hasil perhitungan lebar jendela pada California


TREND REGIONAL TREND RESIDUAL
LINE m1-m2 c2-c1 k w (grid) w (m)
m (m) c m (m) c
A -33391 9.807 -2123 4.562 31268 5.245 0.000168 18.7361 37472.2
B -28593 9.39 -2884 4.107 25709 5.283 0.000205 15.29429 30588.57
C -38856 10.02 -5780 5.515 33076 4.505 0.000136 23.07506 46150.12
D -22251 9.012 1225 4.171 23476 4.841 0.000206 15.24101 30482.01
∆x = 2000 yang digunakan 17 34000

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan lebar jendela untuk setiap lintasan yang ada
dengan spasi yang digunakan yaitu 2000 m. Hasil dari analisis spektral pada
setiap lintasan memiliki nilai k yang berbeda. Nilai rata-rata k dari semua lintasan
sebesar 0.000188. Hasil dari perhitungan lebar window yaitu 16.69 sehingga lebar
window yang digunakan 17. Kemudian setiap nilai dari tiap lintasan dirata-ratakan
sehingga akan mendapatkan nilai lebar jendela yang akan digunakan yaitu
17 × 17 atau 34000 meter. Penulis melakukan studi lanjut tentang analisis
spektral dengan lebar jendela 7, 13, 17, 23 dan 27.

28
Gambar 4.7 Analisis spektrum lebar jendela 7, 13, 17, 23, dan 27. Secara kesuluruhan,
lebar jendala 17 menunjukkan spektrum yang baik dibandingkan spektrum yang lainnya
dimana spektrum ini menunjukkan slope yang baik dan ripple kecil.

Dari gambar diatas, redaman stopband yang rendah ditunjukkan oleh lebar jendela
27, sedangkan redaman stopband tertinggi pada lebar jendela 17. Spektrum pada
lebar jendala 7 menunjukkan ripple paling kecil dan slope kecil dibandingkan
dengan windows lainnya, semakin besar jendela menunjukkan semakin besar
ripple dan kemiringannya. Secara kesuluruhan, lebar jendala 17 menunjukkan
spektrum yang baik dibandingkan sktrum yang lainnya dimana spektrum ini
menunjukkan slope yang baik dan ripple kecil.

4.2.1 Lebar Jendela


Lebar jendela (N) tidak didapatkan secara langsung dari grafik ln A terhadap k,
tetapi lebar jendela merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan
(4.2). Nilai lebar jendela yang didapatkan dari proses analisis spektral digunakan
sebagai input pada proses pemisahan anomali regional dan residual.
Contoh menghitung lebar jendela yaitu: diketahui k = 0.000168, ∆𝑥 =2000
dimana nilai ∆𝑥 sudah diketahui data nya.

Lebar jendela = 2𝜋
∆𝑥.𝑘

22
2× 7
= = 19
2000×0.000168

29
Gambar 4.8 Contoh ilustrasi mendapatkan nilai k

4.2.2 Kedalaman Anomali Regional dan Residual


Kedalaman anomali regional dan residual secara langsung didapatkan dari grafik
ln A terhadap k. Kedalaman regional merupakan kedalaman bidang dalam bawah
permukaan bumi sehingga nilai kedalaman regional lebih besar daripada
kedalaman residual. Kedalaman regional merefleksikan kedalaman kerak bumi
daerah penelitian. Kedalaman residual merupakan kedalaman bidang dangkal
bawah bumi.
Contoh menentukan kedalaman regional dan residual, didapat dari grafik ln A
terhadap k, yang diketahui m1 (kedalaman regional pada lintasan 1), m2
(kedalaman regional pada lintasan 2), m3 (kedalaman regional pada lintasan
3).m1=10000 m, m2=20000 m, m3=30000 m. Sehingga pada pemodelan ke depan
digunakan kedalaman maksimum bodi densitas sedimen sebesar 30 km.

4.3 Kontur Anomali Regional Moving Average pada California

Gambar 4.9 Peta anomali regional lebar jendela 7, lebar jendela 17, dan lebar jendela 27.
Dari peta anomali regional ini dapat dilihat bahwa nilai anomali pada peta kontur lebar

30
jendela 7 masih menunjukan anomali residual dibanding dengan peta regional lebar
jendela17 dan lebar jendela 27 sedangkan untuk lebar jendela 27 memiliki pola kelurusan
yang berbeda dengan peta geologi

Penulis telah melakukan studi lanjut tentang analisis spektral untuk menentukan
lebar jedela yang digunakan dalam pemisahan anomali regional–residual daerah
California dengan metode moving average. Peta anomali regional diperoleh dari
hasil filtering data dengan lebar jendela 17. Penulis melakukan penelitian dengan
menggunakan lebar jendela yang lebih kecil yang didapat dari analisis spektral
yaitu lebar jendela 7 dan lebar jendela yang lebih besar dari analisis spektral yaitu
lebar jendela 27. Kontur anomali regional memperlihatkan struktur-struktur
geologi yang dalam seperti yang ditunjukkan pada (Gambar 4.9). Dari peta
anomali regional ini dapat dilihat bahwa nilai anomali pada peta kontur lebar
jendela 7 masih menunjukan anomali residual dibanding dengan peta regional
lebar jendela 17 dan lebar jendela 27 sedangkan untuk lebar jendela 27 memiliki
pola kelurusan yang berbeda dengan peta geologi. Hasil yang didapat dari peta
anomali regional menunjukkan bahwa besar lebar jendela yang di dapat melalui
analisis lebih baik. Oleh karena itu, peneliti menggunakan lebar jendela 25 untuk
pemisahan anomali regional–residual pada Cekungan Spermonde yang mana
sesuai dengan hasil analisis spektral.

4.4 Kontur Residual Moving Average pada California

Gambar 4.10 Peta anomali residual lebar jendela 7, lebar jendela 17, dan lebar jendela
27. Dari peta anomali residual secara keseluruhan lebar jendela 17 menunjukkan hasil
yang lebih baik dari pada lebar jendela 7 dan 27 dimana sudah mendekati bentuk
kecendrungan permukaan.

31
Dari peta anomali residual secara keseluruhan, lebar jendela 17 menunjukkan
hasil yang lebih baik dari pada lebar jendela 7 dan 27 dimana sudah mendekati
bentuk kecendrungan permukaan. Hasil yang didapat dari peta anomali regional
menunjukkan bahwa besar lebar jendela yang di dapat melalui analisis lebih baik.
Oleh karena itu, peneliti menggunakan lebar jendela 25 untuk pemisahan anomali
regional–residual pada Cekungan Spermonde yang mana sesuai dengan hasil
analisis spektral.

4.5 Pemodelan Data Gayaberat pada California


Untuk melakukan interpretasi struktur bawah permukaan pada daerah penelitian,
maka dilakukan pemodelan ke depan menggunakan Grav2D. Pemodelan ke depan
menggunakan data anomali gayaberat CBA dan anomali residual hasil proses
pemisahan moving average. Adapun tahapan yang dilakukan dalam pemodelan ini
menggunakan Grav2D yaitu:

1. Pada pemodelan ke depan digunakan kedalaman maksimum bodi densitas


sebesar 6 km yang didapatkan melalui analisis spektral.
2. Model bawah permukaan berupa dua lapis batuan, yaitu batuan sedimen
dan basement. Harga densitas yang digunakan untuk basement adalah 2.77
gr/cc. Untuk batuan sedimen, harga densitas yang digunakan adalah 2.17
gr/cc.
3. Pemodelan ke depan ini dilakukan menggunakan satu lintasan. Lintasan-
lintasan untuk pemodelan ke depan ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

32
5800

Gambar 4.11 lintasan yang digunakan untuk pemodelan ke depan

4.6 Interpretasi Hasil Pemodelan Ke Depan pada California


1. Model bawah permukaan hasil forward modelling Lintasan AB (lebar
jendela 7)

33
Gambar 4.12 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B lebar
jendela 7, saat jaraknya 6 km, kedalaman alluvial sebesar ± 150 m.

Berikut ini merupakan hasil pemodelan ke depan pada Lintasan A-B berarah
barat–timur. Kedalaman maksimum model struktur bawah permukaan
menggunakan Grav2dc 300 m dengan panjang lintasan ±40 km dari barat ke arah
timur daerah penelitian dengan hasil anomali antara -5.21 mGal sampai 2.2 mGal.
Dari gambar terlihat bahwa saat jarak nya 6 km, kedalaman alluvial ±180m
kurang dari informasi geologi, yang mana dari informasi geologi nilai kedalaman
alluvial sebesar 1800 m.

34
2. Model bawah permukaan hasil forward modelling Lintasan AB (lebar
jendela 17)

Gambar 4.13 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B lebar
jendela 17, saat jaraknya 6 km, kedalaman alluvial ± 1800 m.

Berikut ini merupakan hasil pemodelan ke depan pada Lintasan A-B berarah
barat–timur untuk lebar jendela 17. Kedalaman maksimum model struktur bawah
permukaan menggunakan Grav2dc 6 km dengan panjang lintasan ±40 km dari
barat ke arah timur daerah penelitian dengan hasil anomali antara -17.8 mGal
sampai 5.5 mGal. Dari gambar terlihat bahwa saat jarak nya 6 km, kedalaman
alluvial sebesar 1800 m sesuai dengan peta geologi.

35
3. Model bawah permukaan hasil forward modelling Lintasan AB (lebar
jendela 27)

Gambar 4.14 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B lebar
jendela 27, saat x = 6 km, kedalaman alluvial sebesar ± 20 km.

Berikut ini merupakan hasil pemodelan ke depan pada Lintasan A-B berarah
barat–timur. Kedalaman maksimum model struktur bawah permukaan
menggunakan Grav2dc 25 km dengan panjang lintasan ±40 km dari barat ke arah
timur daerah penelitian dengan hasil anomali antara -25.6 mGal sampai 10.2
mGal. Dari gambar terlihat bahwa saat jarak nya 15 km, kedalaman alluvial
kurang dari 4800 feet.

36
Hasil yang didapat dari pemodelan 2D dan kontur anomali menunjukkan bahwa
besar lebar jendela yang di dapat melalui analasis spektral yaitu 17, mendekati dan
mempresentasikan kedalaman alluvial sesuai dengan geologi di Owen Valley.
Jadi, peneliti menggunakan metode yang sama dengan California pada Cekungan
Spemonde.

37
BAB V
PENGOLAHAN DATA

Data gayaberat yang digunakan pada penelitian ini berasal dari WGM2012 (World
Gravity Model 2012) keluaran BGI (Bureau Gravimetrique International) yang
berada dibawah organisasi IUGG (Internasional Union of Geodesy and
Geophysics). WGM2012 adalah model anomali gayaberat seluruh dunia yang
merupakan kombinasi antara pengukuran darat, laut, dan satelit. Resolusi data
yang bisa dimanfaatkan adalah 2′ × 2′ (3.7 km × 3.7 km).

Gambar 5.1 Peta anomali bouguer (WGM2012)

Selanjutnya penulis melakukan analisis spektral untuk mengetahui perkiraan


kedalaman anomali regional dan residual serta menghitung jendela yang akan
digunakan untuk proses penapisan data. Proses penapisan memakai metoda perata
bergerak (moving average). Hasil anomali residual beserta data geologi regional

38
akan digunakan penulis untuk melakukan pemodelan ke depan. Tahap pengolahan
data gayaberat dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Gambar 5.2 Diagram alir pengolahan

5.1 Pemisahan Anomali Regional-Residual


Peta CBA merupakan peta anomali gayaberat bouguer yang masih mengandung
anomali regional dan residual. Untuk mendapatkan peta anomali residual maka
perlu dilakukannya proses pemisahan anomali regional dan residual dengan
menggunakan beberapa metode. Untuk penelitian ini digunakan metode Moving
Average.

Metode pemisahan Moving Average adalah metode pemisahan dengan cara


merata-ratakan nilai anomali bouguer sehingga didapat anomali regional. Dalam
metode pemisahan ini diperlukan adanya ketepatan menentukan lebar jendela
yang dipakai untuk memperoleh anomali regionalnya. Adapun cara mendapatkan

39
lebar jendela yang tepat adalah dengan menggunakan metode analisis spektrum
dimana akan didapatkan perpotongan nilai k dengan ln A kemudian merata-
ratakan sehingga didapat nilai yang menunjukan besar lebar jendela pada saat
penentuan anomali regional.

5.2 Analisis Spektral dan Kedalaman


Analisis spektral bertujuan untuk mendapatkan distribusi spektrum dari fenomena
osilasi harmonik serta menunjukkan karakteristik statistiknya (Blakely, 1995).
Dari analisis ini akan dihasilkan nilai lebar jendela (window) yang selanjutnya
akan digunakan untuk mendapatkan kedalaman regional dan residual.

Pada peta CBA ini diambil 8 lintasan untuk dilakukan analisis spektral dengan
cara transformasi fourier. Hasil transformasi fourier berupa grafik hubungan
bilangan gelombang dengan amplitude anomali gayaberatnya. Lintasan yang
digunakan dalam analisis spektral peta CBA dapat dilihat pada (Gambar 5.3).
Distribusi lintasan data tersebut cukup mempresentasikan kondisi di daerah
penelitian.

Gambar 5.3 Lintasan analisis spektral A,B,C,D,E,F,G,H

40
Berikut ini beberapa hasil analisis spektral berupa grafik hubungan bilangan
gelombang (𝑘) dengan amplitude gayaberat (𝑙𝑛𝐴):

Lintasan A-A'
12

10

8
y = -39618x + 9.0567 Series1
Ln A

6 reg
y = -2291.3x + 4.9021
res
4
Linear (reg)
2 Linear (res)

0
0 0.0005 0.001 0.0015
k

Gambar 5.4 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan A-A’

Lintasan B-B'
10
y = -50792x + 8.8713
9
8
7
y = -2418.3x + 5.8193 Series1
6
Ln A

5 reg
4 res
3
Linear (reg)
2
1 Linear (res)
0
0 0.0005 0.001 0.0015
k

Gambar 5.5 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan B-B’

41
Lintasan C-C'
12
10
y = -110688x + 9.6079 Series1
8
y = -1220.8x + 5.6195 reg
Ln A
6
res
4
Linear (reg)
2
Linear (res)
0
0 0.0005 k 0.001 0.0015
Gambar 5.6 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan C-C’

12
Lintasan D-D'
10
y = -24830x + 8.6643
8 Series1
reg
ln A

6 y = -3483.1x + 6.0989
res
4
Linear (reg)
2
Linear (res)
0
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Gambar 5.7 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan D-D’

Lintasan E-E'
10 y = -22229x + 8.6491
8
Series1
6
ln A

reg
y = -5989.1x + 5.5227
4
res
2 Linear (reg)
0 Linear (res)
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Gambar 5.8 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan E-E’

42
12
Lintasan F-F'
10
y = -47518x + 9.2034
8 Series1
y = -3532.8x + 6.2504
ln A
6 reg
4 res
2 Linear (reg)
0 Linear (res)
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Gambar 5.9 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan F-F’

Lintasan G-G'
12

10
y = -31543x + 8.5933 Series1
8
reg
ln A

6
y = -2030.7x + 4.9001 res
4 Linear (reg)

2 Linear (res)

0
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Gambar 5.10 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan G-G’

Lintasan H-H'
12
y = -46600x + 9.2688
10

8 Series1
reg
ln A

6 y = -2975.9x + 5.6955
res
4
Linear (reg)
2
Linear (res)
0
0 0.0005 k 0.001 0.0015

Gambar 5.11 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan H-H’

43
Tabel 5.1 Hasil perhitungan analisis spektral
TREND REGIONAL TREND RESIDUAL
LINE m1-m2 c2-c1 k
m c m c
A -39618 9.056 -2291 4.902 37327 4.154 0.000111
B -50792 8.871 -2418 5.819 48374 3.052 6.31E-05
C -11068 9.607 -1220 5.619 9848 3.988 0.000405
D -24830 8.664 -3483 6.098 21347 2.566 0.00012
E -22229 8.649 -5989 5.522 16240 3.127 0.000193
F -47518 9.203 -3532 6.25 43986 2.953 6.71E-05
G -31543 8.593 -2030 4.9 29513 3.693 0.000125
H -46600 9.268 -2975 5.695 43625 3.573 8.19E-05
Rata-rata Rata-rata
-34274.8 -2992.25
kedalaman kedalaman

Nilai kedalaman anomali didapat dari nilai gradien hasil regresi setiap zona pada
setiap lintasan. Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan nilai lebar jendela (w)
untuk tiap lintasan yang ada dengan spasi tetap yang telah digunakan yaitu 2500
m. Dari hasil analisis spektral, rata-rata kedalaman anomali regional sebesar 34.3
km, artinya sumber dominan pada anomali regional daerah ini terdapat pada
kedalaman 34.3 km yang merupakan efek dari kerak bumi. Rata-rata kedalaman
anomali residual dari semua lintasan spektral sebesar 3 km, artinya sumber
dominan pada anomali residual daerah ini diperoleh pada kedalaman 3 km yang
merupakan efek dari lapisan batuan sedimen dan batas atas batuan dasar. Hasil
dari perhitungan lebar window yaitu 23.86 sehingga lebar window yang dipakai
yaitu 25.

5.3 Pemodelan Data Gayaberat


Untuk melakukan interpretasi struktur bawah permukaan pada daerah penelitian,
maka dilakukan pemodelan ke depan. Pemodelan ke depan menggunakan data
anomali gayaberat CBA dan anomali residual hasil proses pemisahan moving
average. Pemodelan ini dilakukan menggunakan software Grav2D. Adapun
tahapan yang dilakukan dala pemodelan ini menggunakan Grav2D yaitu:

1. Pada pemodelan ke depan digunakan kedalaman maksimum bodi densitas


sebesar 6 km untuk pemodelan peta anomali residual dan kedalaman
maksimum bodi densitas sebesar 34 km untuk pemodelan peta anomali
CBA yang didasarkan hasil analisis spektrum.

44
2. Dengan mengacu pada informasi geologi, sedikitnya terdapat 6 lapis
batuan yang menyusun daerah penelitian dengan rentang densitas dari 2.5
s.d. 3.3 gr/cc. Harga densitas rata - rata yang digunakan adalah 2.67 gr/cc.
Berikut adalah nilai densitas yang digunakan dalam pemodelan ke depan
anomali gayaberat daerah penelitian ini berdasarkan klasifikasi Telford et
al. (1990).

3. Pemodelan ke depan ini dilakukan menggunakan satu lintasan. Lintasan-


lintasan untuk pemodelan ke depan ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 5.12 Lintasan yang dipakai untuk pemodelan ke depan pada

Peta CBA

45
Gambar 5.13 Lintasan yang dipakai untuk pemodelan ke depan pada Peta Residual

46
BAB VI
HASIL DAN ANALISIS

6.1 Kontur Anomali Gayaberat Bouguer

Gambar 6.1 Peta anomali gayaberat bouguer

Pada peta anomali gayaberat Bouguer ini dibuat menggunakan perangkat lunak
surfer 9 dengan spasi grid 2.5 km. Peta anomali gayaberat Bouguer menunjukkan
nilai anomali peta kontur anomali bouguer bervariasi mulai 120 mGal s.d. 400
mGal, dengan skala warna ungu sampai merah muda. Dari peta dapat dilihat nilai
kontur anomali rendah (warna ungu) terdapat pada bagian barat daya daerah
penelitian yang menerus ke arah utara. Sementara itu nilai anomali tinggi (warna
merah muda) terdapat pada bagian timur laut daerah penelitia.

6.2 Kontur Anomali Regional Moving Average


Dapat dilihat bahwa nilai kontur anomali regional berkisar antara 120 mGal
sampai 400 mGal. Pola anomali mulai menurun dari timur laut hingga ke barat
daya. Nilai anomali terendah terdapat pada bagian barat daerah penelitian yang
memiliki nilai 120 mGal. Nilai anomali tertingi terdapat pada bagian timurlaut.

47
Gambar 6.2 Peta anomali regional Moving Average

Bentuk pola kontur mirp dengan anomali gayaberat ini dikarenakan metode
moving average dengan lebar window 25 dilakukan berdasarkan teknik perata-
rataan. Data–data anomali gayaberat dirata-ratakan sehingga nilai diperoleh tidak
jauh berbeda dari anomali bouguer.

6.3 Kontur Residual Moving Average

Gambar 6.3 Peta anomali residual Moving Average

48
Kontur anomali residual mengandung informasi geologi permukaan daerah
penelitian. Diindikasikan sebagai anomali yang berfrekuensi tinggi dan digunakan
untuk mendapatkan informasi geologi bawah permukaan yang relatif dangkal
lebih dekat permukaan bumi. Dapat dilihat bahwa kontur anomali residual
berkisar antara - 65 mGal sampai 35 mGal. Adanya rendahan ditandai adanya
kontur anomali berwarna ungu muda sampai hijau dan memiliki nilai kontur
sebesar -65 mGal s.d. -5 mGal yang tersebar bagian tenggara, baratdaya dan utara.
Berdasarkan peta anomali residual yang dipadukan dengan informasi geologi,
dapat diinterpretasi bahwa daerah rendahan yang ditandai dengan nilai negatif
merupakan rendahan yang diakibatkan oleh pemekaran selat Makassar.

Tinggian pada peta anomali residual ditandai adanya kontur anomali berwarna
kuning sampai merah dengan nilai kontur anomali berkisar antara 5 mGal s.d. 35
mGal. Tinggian terdapat di bagian baratlaut dengan nilai kontur anomali mencapai
15 mGal dan merupakan daerah pegunungan (volcanic rock). Hasil proses metode
pemisahan moving average ini yang akan digunakan untuk pemodelan, karena
pola kontur anomalinya menampilkan kecendrungan permukaan yang lebih baik.

6.4 Interpretasi Hasil Pemodelan Ke Depan (Forward Modelling)


6.4.1 Hasil Pemodelan Ke depan Lintasan A-B pada Peta Anomali CBA

Berikut ini merupakan hasil pemodelan ke depan pada Lintasan A-B berarah
baratdaya–timurlaut. Kedalaman maksimum model struktur bawah permukaan
menggunakan Grav2dc 34 km dengan panjang lintasan ±248 km dari barat daya
ke arah timur laut daerah penelitian dengan hasil anomali antara 127 mGal sampai
249.4 mGal.

Pada lapisan pertama yang ditunjukkan warna biru diinterpretasikan sebagai


kolom air dan memiliki densitas 1.03 gr/cm3 serta ketebalan kurang lebih sebesar
1000 m. Pada lapisan kedua ditunjukkan warna biru muda diinterpretasikan
sebagai batuan sedimen dan memiliki densitas 2.5 gr/cm3 serta ketebalan kurang
lebih 3600 m. Pada lapisan ketiga ditunjukkan warna coklat diinterpretasikan
sebagai batuan beku dan memiliki densitas 2.82 gr/cm3 serta ketebalan kurang
lebih 2000 m. Pada lapisan keempat ditunjukkan warna hijau tua diinterpretasikan

49
Gambar 6.4 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B

50
sebagai batuan metamorf dan memiliki densitas 2.7 gr/cm3 serta ketebalan kurang
lebih 2300 m. Pada lapisan kelima ditunjukkan warna jingga diinterpretasikan
sebagai batuan ultrabasa dan memiliki densitas 2.87 gr/cm3 serta ketebalan kurang
lebih 6 km. Pada lapisan keenam ditunjukkan warna merah diinterpretasikan
sebagai basement dan memiliki densitas 3.3 gr/cm3 serta ketebalan kurang lebih
22 km. Dibagian tengah, terdapat warna merah muda yang diinterpretasikan
sebagai basement dan memiliki densitas 3.1 gr/cm3.

Pada (Gambar 6.4) terlihat bahwa terdapat magma yang berasal dari astenosfer
yang menerobos batuan diatasnya, naiknya magma ini akibat terjadinya
pemekaran samudera. Terbukti adanya penipisan pada formasi camba dan tonasa
dibagian baratdaya yaitu saat x= 85 km, menurun ± 3 km ke arah bagian tengah.
Potensi hidrokarbon diduga terdapat pada daerah anomali rendah yang
membentuk cekungan anomali. Analisis pemodelan juga menunjukkan bahwa
pola anomali sepanjang lintasan tersebut dipengaruhi oleh kedalaman masing-
masing satuan batuan yang dikontrol oleh adanya struktur patahan yang terdapat
di daerah tersebut yang membentuk graben-graben kecil di dalam cekungan.
Daerah tersebut diisi oleh sediemen klastik yang terdiri dari batuserpih, batuan
karbonat, batupasir, dan batulempung. Serpih dapat berfungsi sebagai batuan
induk. Batulempung ini dapat berfungsi sebagai seal. Di daerah ini diduga
berkembang perangkap struktur, yaitu berupa antiklin dan sesar naik. Keberadaan
struktur ini dapat terlihat pada pemodelan ke depan ditandai dengan notasi A.

6.4.2 Hasil Pemodelan Ke depan Lintasan A-B pada Peta Anomali Residual

Berikut ini merupakan hasil pemodelan ke depan pada Lintasan A-B berarah
baratdaya–timurlaut. Kedalaman maksimum model struktur bawah permukaan
menggunakan Grav2dc 6 km dengan panjang lintasan ± 248 km dari barat daya ke
arah timur laut daerah penelitian dengan hasil anomali antara -27.9 mGal sampai
25.8 mGal.

Pada lapisan pertama yang ditunjukkan warna biru diinterpretasikan sebagai


kolom air dan memiliki densitas 1.03 gr/cm3 serta ketebalan kurang lebih sebesar
800 m. Pada lapisan kedua ditunjukkan warna biru muda diinterpretasikan sebagai
batuan sedimen dan memiliki densitas 2.5 gr/cm3 serta ketebalan kurang lebih

51
3000 m. Pada lapisan ketiga ditunjukkan warna coklat diinterpretasikan sebagai
formasi camba dan memiliki densitas 2.82 gr/cm3 serta ketebalan kurang lebih
2000 km. Pada lapisan keempat ditunjukkan warna jingga diinterpretasikan
sebagai basement dan memiliki densitas 2.87 gr/cm3. Pada lapisan kelima
ditunjukkan warna merah diinterpretasikan sebagai basement dan memiliki
densitas 3.3 gr/cm3 serta ketebalan kurang lebih 22 km. Dibagian tengah, terdapat
warna merah muda yang diinterpretasikan sebagai basement dan memiliki
densitas 3.1 gr/cm3. Tebalnya lapisan sedimen di tengah diduga merupakan akibat
adanya pemekaran samudera ditandai dengan adanya intrusi batuan basement.
Dari informasi geologi Cekungan Spermonde merupakan bagian dari sistem
pemekaran Paleogen, hasil peregangan back-arc akibat subduksi di sebelah
baratdaya Sulawesi (Thompson dkk., 1991). Terdapat banyak patahan
ekstensional yang menunjukkan aktivitas struktur inverse akibat tumbukan pada
bagian timur Indonesia.

52
Gambar 6.5 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B

53
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Dengan mengacu kepada tujuan dan hasil–hasil penelitian yang telah diperoleh,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis spekral data gravitasi didapatkan kedalaman


rata-rata anomali regional 34 km dan anomali lokal dengan kedalaman 3
km dengan lebar jendela 25 × 25 (3.7 km × 3.7 km).
2. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa pada setiap lintasan tersusun atas
enam lapisan yaitu kolom air laut dengan densitas 1.03 gr/cm3, sedimen
dengan densitas 2.5 gr/cm3, batuan beku dengan densitas 2.82 gr/cm3 ,
batuan metamorf dengan densitas 2.7 gr/cm3, batuan ultrabasa dengan
densitas 2.87 gr/cm3, batuan basement dengan densitas 3.1 gr/cm3 dan 3.3
gr/cm3. Tebalnya lapisan sedimen di tengah diduga merupakan akibat
adanya pemekaran samudera. Analisis pemodelan juga menunjukkan
bahwa pola anomali sepanjang lintasan tersebut dipengaruhi oleh
kedalaman masing-masing satuan batuan yang dikontrol oleh adanya
struktur patahan yang terdapat di daerah tersebut yang membentuk graben-
graben kecil di dalam cekungan.
3. Survei untuk kegiatan eksplorasi hidrokarbon disarankan di sebelah barat
daerah penelitian karena terpenuhinya syarat utama terbentuk dan
terperangkapnya hidrokarbon seperti batuan induk, batuan reservoir, seal
dan perangkap hidrokarbon.

7.2 Saran

1. Diperlukan informasi data sumur sehingga dapat diketahui densitas yang


lebih akurat agar diperoleh desain kondisi bawah permukaan secara tepat
sehingga dapat dihasilkan interpretasi yang lebih baik.
2. Sebagai penelitian selanjutnya, hasil pemodelan dapat menggunakan
metode inverse 3D untuk mendapatkan model 3D-nya.

54
DAFTAR PUSTAKA

Amante, C., Eakins, B.W., 2009. ETOPO1:1 arc-minute global relief model:
procedures, data source and analysis. NOAA Tech. Mem. NESDIS
NGDC24, Boulder (Co)..

Blakely, Richard. J., 1995, Potential Theory in Gravity and Magnetic Application,
Cambrige University Press.

Dirjen Migas, 2003. Kebijakan dan Program Subsektor Migas dalam


Mempercepat Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Forum Litbang
ESDM. Jakarta

Hammer, S., 1939, Terrain corrections for gravimeter stations, Geophysics, 4, p.


184-194.

Kadir, W. G. A., 2000, Eksplorasi Gayaberat & Magnetik, Jurusan Teknik


Geofisika, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, ITB, Bandung.

Kartaadiputra, W. L., Ahmad, Z., Reyond, A., 1982, Deep-Sea Basins in


Indonesia, Indonesia Pet. Assoc., 11th Annual Convention Proceeding.

Kearey, Philip., Brooks, Michael., & Hill, Ian. 2002. An Introduction Geophysical
Exploration. London : Blackwell Science Ltd.

LEMIGAS, 2005, Kuatifikasi Sumberdaya Hidrokarbon, Volume II Kawasan


Timur Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Gas
Bumi LEMIGAS, Jakarta.

Lillie, Robert.J. 1999. Whole Earth Geophysics “ An Instroductory Textbook for


Geologists and Geophysicists”, New Jersey : Prentice Hall.P.186

Longman, I. M., 1959, Formulas for computing the tidal accelerations due to the
Moon and the Sun, Journal of Geophysical Research 64, p. 2351–2355.

PERTAMINA dan BEICIP FRANLAB, 1982, Petroleum Potensial of Eastern


Indonesia, hal 147 – 149, PERTAMINA, Jakarta.

55
PERTAMINA dan BEICIP FRANLAB, 1992, Global Geodynamics, Basin
Classification and Exploration Play-types in Indonesia, Volume I hal.81 –
82, PERTAMINA, Jakarta.

Reynolds, J. M., 1997, An Introduction to Applied and Environmental


Geophysics, John Wiley & Sons.

Sukamto, R., dan Supriatna, S., 1982, Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng
dan Sinjai Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Direktorat Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan
dan Energi Republik Indonesia, Bandung.

Supriyadi. 2009. Studi Gaya Berat Relatif di Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, (5): 54-51

Telford, M. W., Geldart, L. P., Sheriff, R. E., and Keys, D. A., 1990, Applied
Geophysics, Cambrige University Press.

Thompson, M., Reminton, C., Purnomo, J., Macregor D., 1991, Detection of
Liquid Seepage In Indonesian Offshore Frontier Basins Using Airborne
Laser Fluorosensor (ALF) The Results of a Pertamina/BP Joint Study,
Indonesian Pet. Assoc., 20th Annual Convention Proceeding.

Walidah, Indah Fitriana. 2011. Penentuan Struktur Bawah Permukaan


Berdasarkan Analisa dan Pemodelan Gayaberat untuk Melihat Potensi
Hidrokarbon pada Daerah FW1807 Cekungan Jawa Timur Utara. (Skripsi)
Prodi Fisika FMIPA Universitas Indonesia, Depok.

Zhou X., Zhong B., and Li X. 1990. Gravimetric Terrain Correction by


Triangular-Element Method. Geophysics Journal. Vol. 55. Pp 232-23

56

Anda mungkin juga menyukai