PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Berdasarkan kepada sifat sifat struktur batuan sedimennya, Soejono Martodjojo
1.2.
1.3.
Sasaran Ekskursi
1.4.
Lokasi Ekskursi
Lokasi kegiatan Ekskursi Geologi Regional Jawa Barat tahun 2012 mencakup
wilayah mandala sdimentasi Cekungan Bogor hingga ke batuan berumur Kuarter, dengan
rute perjalanan. Bogor Gunung Walat Curug Pareang Bojong Lopang Jampang
Kulon Ciletuh Sukabumi Saguling Lembang Bogor.
CURUG
PAREANG
CIBADA
K
RAJAMANDAL
A
CILETU
H
1.5.
1.6.
No
1
Tanggal
18/08/2016
19/08/2016
Tempat
Gunung Walat-Curug Pareang
Kegiatan
Pengamatan singkapan batuan
20/08/2016
21/03/2013
Lembang
e
r
a
l
a
t
a
n
dan Perlengkapan
Peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan pada saat pengamatan di lokasi dan
pembuatan laporan adalah sebagai berikut :
1. Buku Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat
2. Buku catatan lapangan
3. Clip Board
4. Alat tulis lengkap
5. Loop
6. Komparator
7. Kompas geologi
8. Palu geologi
9. Kamera
10. HCl
11. Pinsil warna
12. Kertas A4
13. Laptop
1.7.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL JAWA BARAT
Pulau Jawa terletak di bagian selatan dari Paparan Sunda dan terbentuk dari batuan
yang berasosiasi dengan suatu zona subdaksi dari lempeng yang konvergen. Pulau tersebut
terdiri dari komplek busur pluton-vulkanik, accretionary prism, zona subduksi, dan batuan
sedimen.
Pada Zaman Kapur, paparan Sunda yang merupakan bagian tenggara dari
Lempeng Eurasia mengalami konvergensi dengan Lempeng Pasifik. Kedua lempeng ini
saling bertumbukan yang mengakibatkan Lempeng Samudra menunjam di bawah
Lempeng Benua. Zona tumbukan (subduction zone) membentuk suatu sistem palung
busur yang aktif (arc trench system). Di dalam palung ini terakumulasi berbagai jenis
batuan yang terdiri atas batuan sedimen laut dalam (pelagic sediment), batuan metamorfik
(batuan ubahan), dan batuan beku berkomposisi basa hingga ultra basa (ofiolit).
Percampuran berbagai jenis batuan di dalam palung ini dikenal sebagai batuan bancuh
(batuan campur-aduk) atau batuan melange. Singkapan batuan melange dari
paleosubduksi ini dapat dilihat di Ciletuh (Sukabumi, Jawa Barat). Batuan tersebut
berumur Kapur dan merupakan salah satu batuan tertua di Jawa yang dapat diamati secara
langsung karena tersingkap di permukaan.
Endapan melange ditutupi oleh endapan laut dalam berupa endapan lereng bawah,
terdiri dari batulempung dan batupasir kuarsa dengan sisipan breksi, kaya akan fragmen
batuan metamorf, beku ultra basa yang termasuk pada Formasi Ciletuh dengan tebal kira
kira 1400m. Endapan terbawah Cekungan Bogor dimulai oleh Formasi Bayah.
Pengisian Cekungan Bogor pada waktu pengendapan Formasi Bayah dan
kemungkinan pula Formasi Batuaasih, umumnya berasal dari utara, sedangkan pada
waktu pengendapan Formasi Jampang berasal dari selatan. Pengisian selanjutnya berupa
sistem kipas laut dalam yang tumbuh maju dari selatan ke utara sejak Awal Miosen
sampai Akhir Miosen.
Secara regional daerah jawa Barat merupakan daerah yang terletak pada jalur
volkanik-magmatik yang merupakan bagian dari Busur. Busur Sunda ini membentang
dari Pulau Sumatera ke arah timur hingga Nusa Tenggara yang merupakan manifestasi
dari interaksi antara lempeng Samudera Indo-Australia dengan lempeng Eurasia.
Interaksi ini terjadi dengan Lempeng Samudera Indo-Australia bergerak ke arah utara
dan
menunjam
ke
bawah
tepian
benua
Lempeng
Eurasia.
Akibat dari interaksi lempeng-lempeng tersebut di daerah Jawa terdapat tiga pola
struktur yang dominan (Martodjojo, 2003), yaitu:
1. Pola Meratus dibagian barat terekspresikan pada sesar Cimandiri, di bagian tengah
terekspresikan dari pola penyebaran singkapan batuan pra-Tersier di daerah
Karangsambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas
cekungan Pati, Florence timur, Central Depp. Cekungan Tuban dan juga
tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun jawa, Tinggian Bawean dan
Tinggian Masalembo.
2. Pola Sunda terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal Oligosen
Awal).
3. Pola Jawa terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu, merupakan pola struktur yang
paling muda, memotong dan merubah pola orientasi Pola Struktur Meratus dan Pola
Struktur Sunda.
bermorfologi dataran dengan batuan penyusun terdiri atas aluvium sungai/pantai dan
endapan gunungapi muda.
Zona Bogor terletak di sebelah selatan Zona Dataran Pantai Jakarta, membentang
mulai dari Tangerang, Bogor, Purwakarta, Sumedang, Majalengka, dan Kuningan. Zona
Bogor umumnya bermorfologi perbukitan yang memanjang barat-timur dengan lebar
maksimum sekitar 40 km. Batuan penyusun terdiri atas batuan sedimen Tersier dan
batuan beku baik intrusif maupun ekstrusif. Morfologi perbukitan terjal disusun oleh
batuan beku intrusif, seperti yang ditemukan di Komplek Pegunungan Sanggabuana,
Purwakarta. Van Bemmelen (1949), menamakan morfologi perbukitannya sebagai
antiklinorium kuat yang disertai oleh pensesaran.
Zona Bandung yang letaknya di bagian selatan Zona Bogor, memiliki lebar antara
20 km hingga 40 km, membentang mulai dari Pelabuhanratu, menerus ke timur melalui
Cianjur, Bandung hingga Kuningan. Sebagian besar Zona Bandung bermorfologi
perbukitan curam yang dipisahkan oleh beberapa lembah yang cukup luas. Van
Bemmelen (1949) menamakan lembah tersebut sebagai depresi di antara gunung yang
prosesnya diakibatkan oleh tektonik (intermontane depression). Batuan penyusun di
dalam zona ini terdiri atas batuan sedimen berumur Neogen yang ditindih secara tidak
selaras oleh batuan vulkanik berumur Kuarter. Akibat tektonik yang kuat, batuan tersebut
membentuk struktur lipatan besar yang disertai oleh pensesaran. Zona Bandung
merupakan puncak dari Geantiklin Jawa Barat yang kemudian runtuh setelah proses
pengangkatan berakhir (van Bemmelen, 1949).
Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek
(1946) menyatakan bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat diamati di
Lembah Cimandiri, Sukabumi. Perbukitan bergelombang di Lembah Cimandiri yang
merupakan bagian dari Zona Bandung berbatasan langsung dengan dataran tinggi
(plateau) Zona Pegunungan Selatan. Morfologi dataran tinggi atau plateau ini, oleh
Pannekoek (1946) dinamakan sebagai Plateau Jampang.
BAB III
MANDALA SEDIMENTASI JAWA BARAT
3.1. Stratigrafi Regional
Berdasarkan kepada sifat-sifat struktur batuan sedimennya, menurut Martodjojo
(1984) Jawa Barat dapat dibagi menjadi 4 unit atau blok (gambar 3.1), sebagai berikut :
1. Blok Banten
2. Blok Bogor
3. Blok Jakarta Cirebon (Paparan Kontinen)
10
2. Formasi Bayah tersusun oleh oleh batupasir kuarsa, batulempung dan sisipan
batubara, merupakan endapan laut dangkal.
3. Endapan turbidit dengan material penyusun produk gunung api. Endapan ini
menunjukkan pola progradasi dan semakin muda ke arah Utara. Tersusun oleh
Formasi Citarum (N.4-N.8), Formasi Saguling (N.9-N.13), Formasi Cinambo (N.14N.15), Formasi Cantayan (N.16-N.17) dan Formasi Bantarujeg (N.18). Endapan
volkanik turbidit diendapkan pada Cekungan Bogor, sebagai back arc basin.
11
BAB IV
STRUKTUR GEOLOGI
12
2. Barat Timur
Didapat berdasarkan data lapangan, memotong sepanjang jalur pegunungan Selatan,
merupakan sesar normal, dimana bagian Utara relatif turun terhadap bagian Selatan.
13
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.
5.1.1
ditemukan singkapan batuan sedimen berupa batulempung dan batugamping. Dari ciri
ciri litologi batulempung tersingkap merupakan batulempung Formasi Batuasih bagian
atas yang diendapakan pada lingkungan transisi, sedangkan batugamping yang berada di
atasnya membentuk dinding air terjun merupakan gamping Rajamandala yang diendapkan
pada laut dangkal. Batas litologi antara batulempung Batuasih dan batugamping
Rajamandala merupakan batas sesar.
Di bagian atas sungai Gunung Walat tersingkap batulempung hitam sisipan
batubara. Singkapan ini termasuk dalam Formasi Bayah bagian atas. Berdasarkan ciri
cirinya yaitu banyaknya sisipan batubara menandakan bahwa Formasi Bayah diendapkan
pada lingkungan pengendapan darat.
A. Kedudukan Stratigrafi dan Struktur
14
Pada lintasa ke 1 ini formasi yang pertama diendapakan adalah Formasi Bayah
yang diendapkan pada Eosen Tengah Oligosen Awal. Secara tidak selaras diatasnya pada
Oligosen Akhir ( N2 N4 ) diendapkan Formasi Batuasih yang memiliki kedudukan
N210E/23. Di atas Formasi Batuasih secara selaras diendapkan Formasi Rajamandala
pada Miosen Awal ( N3 N5 ).
Kontak antara Formasi Batuasih dan Formasi Rajamandala merupakan kontak
sesar. Sesar ini diidentifikasi sebagai sesar Naik Batuasih dengan arah barat laut
Tenggara. Bagian selatan relatif lebih turun dibandingkan arah utara. Sesar ini juga yang
menyebabkan Formasi Bayah yang lebih tua berada pada bukit bukit Gunung Walat.
Formasi Bayah membentuk Struktur Sinklin yang sumbunya melalui puncak Gunung
Walat. Sinklin ini memiliki panjang sekitar 2
Km yang dipotong oleh sesar normal
Batuasih.
Batugampi
ng
Batulempu
ng
Gambar
5.1. Foto singkapan
15
yang merupakan dinding air terjun. Breksi ini juga menenpati bukit bukit sekitar Curug
Pareang. Air terjun ini terbentuk akibat adanya sesar Cimandiri. Selain breksi ditemukan
pula singkapan batugamping. Batugamping pada daerah Curug Pareang ini terdiri dari
gamping selang seling masif dan berlapis. Hal ini merupakan ciri dari Formasi
Bojonglopang bagian bawah. Ditemukan kontak antar breksi dan gamping dengan
kedudukan N 295o E / 35o.
A. Ciri Batas Litologi
Kontak atau batas antara breksi Formasi Jampang dan batugamping Formasi
Bojonglopang terlihat jelas dan merupakan kontak ketidak selarasan
B. Kedudukan Stratigrafi
Pada daerah Curug Pareang batuan yang paling tua adalah breksi Formasi jampang
yang diendapakan pada
16
Pengendapan pada lintasan 2 ini dimulai pada waktu yang berbeda, di daerah
Bojongjengkol pengendapan dimulai pada Miosen Awala ( N3 N7) sampai Miosen
Tengah (N14) sedangkan daerah Gunung Walat dimulai pada Eosen Tengan sampai
Miosen Awal. Pada daerah Bojongjengkol tersingkap batuan Formasi Jampang dan
Formasi Bojonglopang, sedangkan di Gunung Walat tersingkap batuan Formasi Bayah,
Batuasih, dan Rajamandala.
Di daerah Bojongjengkol pada Miosen Awal ( N3 N7) diendapkan Formasi
Jampang pada lingkungan laut dalam. Pada N8 N11 adalah rumpang waktu ( Gap waktu)
di mana daerah ini mengalami orogenesa. Setelah orogenesa pada Miosen tengah ( N12
N14 ) diendapkan Formasi Bojonglopang pada lingkungan laut dangkal.
Sedangkan di daerah Gunung Walat pada Eosen Tengah oligosen Awal ( T12
T18 ) diendapkan Formasi Bayah pada lingkungan darat. Rumpang waktu terjadi antara
T19 N2 atau Oligosen, pada rumpang waktu ini diperkirakan adanya orogenesa pada
daerah Gunung Walat. Pada Miosen Awal ( N3 ) diendapkan Formasi Batuasih di
lingkungan transisi dan Pada N4 N5 diendapkan Formasi Rajamandal di lingkungan laut
dangkal. Hal ini menunjukan bahwa pada Miosen Awal derah Gunung Walat mengalami
Transgresi dari lingkungan transisi ke laut dangkal.
Batugam
ping
Breksi
Gambar 5.6. Singkapan Curug Pareang
17
Batugam
ping
Gambar 5.7. Foto Singkapan Curug Pareang, Batugamping dengan kedudukan N 295E/35
18
Singkapan di Gn. Badak didominasi batuan ultrabasa, ofiolit dan lava bantal
tholeithik.
Lokasi Pengamatan 2 ( Ciletuh Desa Ciwaru)
Pada lintasan 2 yaitu daerah Ciletuh Ciemas Jampang, ditemukan singkapan
singkapan batuan dan morfologi Ampliteater. Pada lokasi pengamatan pertama yaitu
19
Teluk Ciletuh ditemukan singkapan batuan metamorf berupa filit. Dari hasil pengamatan
dan menurut buku literatur Filit ini termasuk dalam endapan melange Formasi Bancuh
yang berumur Pra-Tersier. Formasi Bancuh ini terbentuk pada zona subdaksi yang
mengakibatkan terbentuknya palung aktif di laut dalam. Di dalam palung aktif ini
terakumulasi berbagai jenis batuan yang terdiri atas batuan sedimen laut dalam (pelagic
sediment), batuan metamorfik (batuan ubahan), dan batuan beku berkomposisi basa
hingga ultra basa (ofiolit).
Dari singkapan filit ke arah utara sekitar 10 m ditemukan singkapan breksi sisipan
batupasir selang seling batulempung. Menurut hasil analisa dan literatur singkapan ini
masuk ke dalam Formasi Ciletuh bagian bawah yang bercirikan endapan turbidit, yaitu
perselingan batupasir dan batulempung. Satuan ini terdiri dari lempung.Tebal lapisan ini
sekitar 10 m. Diatasnya didapatkan lapisan breksi, terpilah sangat jelek, dengan
komponen dari ukuran pasir sampai bongkah, terdiri dari fragmen peridotit dan filit.
Platea
u
20
B. Kedudukan Stratigrafi
Kedudukan stratigrafi pada lokasi pengamatan pertama adalah Filit yang
merupakan bagian dari satuan melange terendapkan lebih dahulu dari pada Formasi
Ciletuh. Kedudukan Formasi Ciletuh terhadap formasi di bawahnya yaitu satuan melange
merupakan kedudukan yang tidak selaras. Hal ini dilandasi oleh perbedaan umur
pengendapan, endapan melange yang kompak
sebagai
endapan
Pra-Tersier
sedangkan
21
Paralel Laminasi
Kuar
sa
Batuan
Batulempu
ng
Gambar 5.12. Foto Singkapan batupasir konglomeratan di bawah jembatan Ciemas
22
Di daerah ini tersingkap batuan campur aduk (mlange) yang berumur Kapur dan
batuan sediment berumur Paleogen. Kelompok batuan Pra-Tersier merupakan satuan
batuan tertua yang tersingkap di permukaan daratan Pulau Jawa. Di Pulau Jawa sendiri ada
tiga lokasi yang memiliki singkapan batuan tertua, yaitu di daerah Ciletuh ( SukabumiJawa Barat), daerah Karangsambung (Kebumen-Jawa Tengah) dan di daerah Bayat
(Klaten, Yogyakarta).
Yang unik dari singkapan batuan Pra-Tersier di daerah Ciletuh adalah seluruh
singkapan batuannya berada di dalam suatu lembah besar menyerupai amphiteather
dengan bentuk tapal kuda yang terbuka ke arah Samudra Hindia.
Morfologi lembah Ciletuh dibatasi oleh dataran tinggi Jampang (Plateau
Jampang) dengan kemiringan lereng yang sangat terjal hingga mendekati vertikal. Di atas
dataran tinggi ini, kita dapat menikmati pemandangan lembah Ciletuh yang indah dengan
latar belakang Samudra Hindia dengan pulau-pulau kecil di sekitar pantainya.
Di dalam lembah Ciletuh, kita dapat melihat rangkaian bukit-bukit kecil dan
bukit soliter (berdiri sendiri) yang batuannya disusun oleh batuan Pra-Tersier dan sedimen
Paleogen. Beberapa morfologi bukit yang dapat dengan jelas dilihat dari daerah tinggian
ini.
Batuan Pra-Tersier disusun oleh batuan beku basa dan ultra basa, terdiri atas
gabro dan peridotit, sedangkan batuan berumur sedimen Paleogen terdiri atas batupasir
greywacke, tuf, batupasir kuarsa dan konglomerat. Kelompok batuan Pra-Tersier dan
Paleogen juga sebagai penyusun utama di Pulau Mandra, Pulau Kunti, Pulau Manuk dan
pulau-pulau kecil lainnya yang berada di sekitar pantai Ciletuh.
Secara stratigrafi batuan Pra-Tersier dan Paleogen di dalam di lembah Ciletuh
ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Jampang yang berumur Miosen. Batuan Formasi
Jampang terdiri atas breksi vulkanik, lava dan tuf, dengan kemiringan perlapisan batuan
kurang dari 15. Selanjutnya secara regional Formasi Jampang membentuk morfologi
dataran tinggi yang luas (plateau Jampang) dan merupakan pembatas lembah Ciletuh.
Struktur sesar daerah Ciletuh juga terbentuk akibat gaya-gaya kompresional
berarah utara-selatan. Struktur sesar ini memotong batuan mulai dari umur Pra-Tersier
24
hingga Neogen. Penyebaran satuan batuan di dalam lembah Ciletuh, umumnya dikontrol
oleh struktur sesar. Dari hasil intrepretasi citra landsat dan data lapangan, diketahui bahwa
struktur sesarnya berjenis sesar naik, sesar mendatar dan sesar miring (oblique). Umumnya
sesar tersebut berarah utara-selatan, baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya
yang
tersingkap
merupakan
batulempung
Formasi
Batuasih
dan
batugamping di daerah ini memiliki ciri yang sama dengan batugamping yang tersingkap
di sungai Gn. Walat yaitu batugamping Formasi Rajamandala. Pada batugamping ini
terlihat adanya bidang sesar.
Di Sungai Cipanas tersingkap batupasir selang seling lempung. Terlihat
perubahan sekuen sebanyak 3 kali, sekuen ini terdiri dari batupasir masif dan batupasir
selang seling lempung. Struktur seddimen yang dapat teramati pada lokasi ini berupa
struktur pembebanan ( load cast ) pada batulempung, struktur ini terjadi karena adanya
pembebanan pada lempung ketika batupasir tersedimentasi di atas batulempung. Selain
struktur pembenan juga terlihat struktur laminasi pada batupasir, berupa laminasi warna.
Di sungai ini pada bagian utara kedudukan lapisan tidak teratur, hal ini disebakan oleh
adanya drag fold akibat sesar. Semakin kearah selatan pada dinding air terjun tersingkap
breksi yang ciri litologinya samd dengan breksi di daerah sekitar bendungan Saguling.
A. Kedudukan Stratigrafi
25
Batuan yang paling pertama diendapkan adalah batulempung Formasi Batuasih pada
Oligosen Akhir Miosen Awal ( N3 N5 ) di lingkungan transisi, secara selaras diatasnya
diendapkan batugamping Formasi Rajamandala pada N4 N5 di lingkungan laut dangkal.
Perbedaan
lingkungan
pengendapan
antara
Formasi
Batuasih
dan
Rajmandala
menggambarkan bahwa terjadi transgresi pada Miosen Awal ( N4 ). Secara selaras di atas
Formasi Rajamandala pada Miosen Awal ( N6 N8 ) diendapkan Formasi Citarum di
lingkungan laut dalam.
26
27
Gunung Tangkuban Parahu meletus sekitar 125.000 tahun yang lalu dari sisi timur
kaldera Gunung Sunda. Material letusannya sebagian mengisi patahan Lembang, dan
sebagian lagi mengalir ke arah barat daya Bandung.
Letusan dahsyat berikutnya terjadi sekitar 55.000 tahun lalu. Material letusannya
membanjir dan menutupi wilayah yang sangat luas hingga ke daerah Kopo dan
Leuwigajah di selatan. Material gunung api yang luar biasa banyaknya itu telah
membendung Citarum purba di utara Padalarang hanya dalam hitungan puluhan menit.
Maka terbentuklah Danau Bandung purba.
Akibatnya, ada bagian Citarum yang hilang karena tertimbun material letusan, dan
induk Citarum dari daerah yang terbendung ke hilir menjadi anak Sungai Citarum yang
namanya berubah menjadi Sungai Cimeta. Sungai Cimeta bertemu kembali dengan Sungai
Citarum.
Inilah salah satu penyebab kuatnya erosi hilir yang mengikis hulu sungai hingga
dapat membobol hulu sungainya di antara Puncaklarang dan Pasir Kiara, yang merupakan
dinding barat Danau Bandung purba.
Letusan dahsyat terakhir Gunung Tangkuban Parahu ini lah yang membentuk sesar
Lembang periode ke 2, yaitu sebelah barat. Patah sebelah barat ini memiliki gawir yang
terlalu terjal seperti patahan yang di sebelah Timur atau periode pertama.
Gambar
5.16.
Danau
Bandung purba
Gambar
5.15.
Sesar
Lembang
29
Pada Kala Miosen Akhir - Pliosen, Cekungan Bogor masih merupakan cekungan
belakang busur dengan diendapkannya Formasi Bantarujeg pada lingkungan laut dalam.
Formasi ini meliki struktur khas yaitu struktur runtuhan ( slump). Litologi dalam formasi
ini adalah batupasir selnag seling batulempung, batulempung semakin kearah selatan
semakin menebal sedangkan batupasir menipis. Terdapat pula breksi.
Pada Kala Plistosen sampai Resen, geologi Pulau Jawa sama dengan sekarang.
Aktivitas gunungapi yang besar terjadi pada permulaan Plistosen yang menghasilkan
Formasi Tambakan dan Endapan Gunungapi Muda.
BAB VI
KESIMPULAN
1. Daerah Ekskursi Regional Jawa Barat ini melingkupi Blok Bogor, Blok
Pegunungan Selatan Jawa Barat, dan Gunung Api kuarter Bandung. Tiga lokasi ini
masuk kedalam mandala sedimentasi Cekungan Bogor.
2. Pada Cekungan Bogor bagian barat diendapkan Formasi dari yang paling tua yaitu
Endapan Melange, Formasi Ciletuh, Formasi Bayah, Formasi Batuasih, Formasi
Rajamandala, Formasi Jampang, dan Formasi Bojonglopang. Ada beberapa
rumpang waktu dan terjadi orogenesa.
3. Orogenesa terjadi 3 kali yaitu Orogenesa Oligo-Miosen, Intra-Miosen dan
Plioplistosen
4. Di bagian barat pengendapan dimulai sejak zaman Pra-Tersier hingga Miosen
Tengah.
5. Pada Cekungan Bogor bagian tengah diendapkan Formasi Batuasih, Formasi
Jampang, Formasi Citarum, dan Formasi Saguling. Pengendapan pada bagian
tengah selaras semua.
6. Bagian tengah pengendapan dimulai sejak Miosen Awal Miosen Tengah.
7. Proses naik dan turun pada tepi cekungan dan tengah cekungan berbeda beda.
8. Daerah yang paling tidak stabil merupakan Cekungan Bogor bagian barat ini
dilandasi oleh terjadinya beberapa rumpang waktu ( orogenesa ).
9. Struktur yang terdapat pada Cekungan Bogor adalah:
Sesar Cimandiri
Sesar naik Gunung Walat
Sinklin Walat
31
DAFTAR PUSTAKA
Noor, Djauhari dkk. 2012. Panduan Ekskursi Regional Jawa Barat 2012, Universitas Pakuan.
Luthfi, Mustafa. 2010, Prinsip Prinsip Sedimentologi, Universitas Pakuan.
Iin Indriawan. 2012. Danau Bandung Purba.Blogspot. WWW Google ( terhubung berkala )
http://era90.blogspot.com/2010/03/sejarah-bandung-purba-dan-danau-bandung.html ( 10
Maret 2012 ).
Maisi. 2007. Formasi Ciletuh. Wordpress. WWW Google ( terhubung berkala )
bughibughi.wordpress.com/2007/06/28/1- formasi-ciletuh/ ( 12 Maret 2012 )
Weiminhan. 2010. Fisiografi Jawa Barat ( Tulisan Sederhana Saya ). Wordpress. WWW
Google ( terhubung berkala ) http://weiminhan.wordpress.com/tag/fisiografi-jawa-barat/ ( 12
Maret 2012 ).
Arie. 2009. Dunia Penelitian Geologi. Wordpress. WWW Google ( terhubung berkala )
http://earthfactory.wordpress.com/2009/06/18/fisiografi-regional-jawa-bagian-barat-van-bemmelen/ (
12 Maret 2012 )
32
33