urnal
J ournal
Sumber Daya Geologi
of Geological Resources
Gambar Sampul:
Lapisan batupasir gampingan mengandung fosil Retroceramus subhaasti di
dalam Formasi Lelinta
(Foto: F. Hasiuan)
Vol. 19, No. 3, Juni 2009 ISSN 1829-5819
urnal
J
Sumber Daya Geologi
ournal of Geological Resources
Penyunting Bahasa
Dewan Penerbit
Ketua
Ir. Ipranta, M.Sc.
Anggota
Ir. Kusdji Darwin Kusumah
Dra. Nenen Adriyani, M.A.
Drs. Donny Hermana
Isnu Hajar S., ST
Cipto Handoko
Hari Daya Satya, A.Md.
Alamat Redaksi
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro 57,
Bandung, 40122
Telp. (022) 7203205
Fax. (022) 7202669
E-mail : publication@grdc.esdm.go.id
redaksi@grdc.esdm.go.id
http://www.grdc.esdm.go.id
Vol. 19, No. 3, Juni 2009 ISSN 1829-5819
urnal
J ournal
Sumber Daya Geologi
of Geological Resources
Daftar isi / Contents
Geo-Sciences
153 - 165 Pengaruh Tektonik Pada Runtunan Endapan Aluvial Depresi Padangsidempuan, Sumatera Utara
U.M. Lumbanbatu, C. Basri dan D.A. Siregar
177 - 189 Medan Gaya Berat Pada Batuan Ofiolit (Ultramafik) di Beoga, Papua dan Implikasi Terhadap Genesa
Alih Tempatnya
B. Setyanta dan B.S. Widijono
191 - 207 Biostratigrafi dan Biota Jura Kepulauan Misool, Indonesia dan Korelasi Interregional dan Globalnya
Fauzie Hasibuan
209 - 221 Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah
Surono
Geo-Sciences
PENGARUH TEKTONIK PADA RUNTUNAN ENDAPAN ALUVIAL DEPRESI
PADANGSIDEMPUAN, SUMATERA UTARA
SARI
Daerah penelitian Depresi Padangsidempuan diisi oleh endapan Aluvial yang bersifat urai. Sedimen tersebut dapat
dipisahkan ke dalam lima lingkungan pengendapan seperti cekungan banjir, limpah banjir, endapan alur sungai purba,
endapan rawa dan endapan rombakan.
Upaya memahami pengaruh kegiatan tektonik terhadap runtunan endapan, beberapa penampang dibuat. Dari
penampang tersebut terlihat bahwa runtunan pengendapan telah mengalami gangguan oleh aktivitas tektonik seperti
penurunan dan pengangkatan. Indikasi penurunan di daerah ini diperlihatkan oleh perulangan fasies endapan rawa pada
posisi stratigrafi yang berbeda, serta oleh posisi Sungai Batang Toru yang berimpit dengan endapan alur sungai purba
tiga (Ch-3). Selanjutnya pengaruh pengangkatan menyebabkan terjadinya pergeseran endapan alur sungai purba secara
mendatar. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa intensitas tektonik di daerah penelitian tidaklah terlalu
kuat.
Kata kunci: tektonik kuarter, alur sungai purba, cekungan regangan, runtunan sedimen
ABSTRACT
The investigated area, that is so called Padangsidempuan depression has been filled up by unconsolidated fluvial
sediments. The sediments can be distinguished into five different environments, these are flood basin deposit, flood
plain deposit, palaeo channel deposit, swamp deposit and colluvium deposit.
To understand the influence of tectonic activities on lithological succession of the studied area several profiles were
made. It reveals, that lithological successions have been disturbed by tectonic activities such as subsidence and
uplifted. Subsidence can be identified by alternating of swamp facies deposit within different stratigraphic position and
superimposed of the Batang Toru river on the palaeo channel deposit three (Ch-3). Further more the effect of uplifting
caused palaeo channel deposit shifting horizontally. The data show that the tectonic activities in the studied area are
not so very intensive.
Keywords: quarternary tectonics, palaeo channels, pull-apart basin, sedimentary sequences
Sihitang
G H
Muarasiagian
B24
S
Sesar Segmen Batang Toru, Segmen Ulu Aer dan B10
B11
Sijungkit Jolok
D
Segmen Batang Angkola dapat berfungsi sebagai Labu Huta Tonga
B25
B13 B12
Keerangan
berpotensi diguncang gempa yang terjadi oleh Sungai Kontur ketinggian C D Penampang pemboran Jalan Titik pemboran
Tm vak Tm s
Q vb Tm ts
PADANGS IDEMPUAN
Q v lu Puku
907
S ia lang
Qh
Tm i P ijo rko ling
Qpsg
Do lo k S ihu ikhu ik
Hu taho ibung
1010
Qh
Puku l
P in tupadang
Tm vak
1201
Tm i Puku tu
Do lo k Tanggaba
1413
Do lo k G ongonan M useh
Tups
Tm iti Qp
1313
Puku l
Tm ba
M uw
Qh
Tm ba l
U
M pu l
B T
Tm s
S
9915 BT 0 5 10 Km 9930 BT
Gambar 2. Peta geologi daerah Padangsidempuan dan sekitarnya, Sumatera Utara (Aspden, drr. 1982).
6 .00 V V VVV S
Ch -2 C Fb
7 .00
V V V
0 1 2 Km V V Fp
8 .00 V V V S
V V V
V V
V V V
9 .00
Ch -1
KETARANGAN
C a) D E F
B13
b)
B 25 B14
0.00
0.00
B4 B5
Fb B 26
Ch 3
1.00 1.00
Fb B12
Fb
Fb
2.00 2.00
S Rm b
Ch 3 C
3.00 X 9140 + 250BP
-
V 3.00
V
S
V VV
V SX 3070- + 182 BP
Fb
4.00 4.00 Ch 3
V V
V
S S Fb
V V V
V V VVV SX 14260- + 340 BP
5.00 5.00
Fb -
X 16270 + 460BP
6.00 6.00
Fb
Fp
0 1 Km
7.00 7.00
8.00 8.00
Ch 1
9.00 9.00
0 1 Km ? ?
G H
c)
B9
0.0 B18
Fb
1.0 B19
Fb
2.0
Fb
Rm b
3.0
4.0
Rm b
5.0
6.0
7.0
0 1 Km
8.0
9.0
KETARANGAN
Fb Endapan cekungan banjir Fp Endapan limpah banjir C Endapan alur sungai purba
Gambar 4a,b, dan c. Korelasi runtunan sedimen Kuarter bawah permukaan daerah Padangsidempuan dengan arah penampang barat - timur.
Hulu
Laut
ile
prof
udinal
Longit
Muara
Rawaburi
(Backswamp)
Paya-paya (Wetland)
Tanggul sungai
(Levee)
Alur sungai
(Stream channels) Gosong pasir
(Point bar deposits)
ACUAN
Aspden J.A., Kartawa W., Aldiss D.T., Djunuddin A., Whandoyo R., Diatma.D., Clarke M.C.G., dan Harahap H.,
1982. Peta Geologi Lembar Padangsidempuan dan Sibolga, Sumatera, skala 1:250.000. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Frostick, L.E. & Steel, R.J. 1993. Tectonic Signatures in Sedimentary Basin Fills. In Frostick, L.E. & Steel, R.J.
eds. Tectonic Controls and Signatures in Sedimentary Successions, IAS Special Publication #20,
pp. 1-9. International Association of Sedimentologists, Glasgow.
Goudi.A.S., 2004. Encyclopedia of Geomorphology. Routledge Taylor & Francis Group.
Lumbanbatu, U.M., Moechtar, H., 2002. Kharakteristik Kegempaan sebagai acuan Pengembangan Wilayah
daerah Padangsidempuan, Kab. Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Majalah Geologi
Indonesia Vol. 17 No.1 dan 2. Ikatan Ahli Geologi Indonesia.
Lumbanbatu U.M.., Moechtar H., Hidayat S., 2003. Penjaluran Kerentanan Bencana Gempa bumi daerah
Padangsidempuan Tapanuli Selatan. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Vol. XIII, No 140.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Libby W.F., 1951. Radiocarbon dating, University of Chicago, Press, 240.
Tjia H.D (1977). Tectonic Depression along the transcurrent Sumatera Fault Zone. J.4.No1 1977. Department
of Geology The National University of Malaysia Kuala Lumpur, Malaysia
ABSTRACT
Two types of Cretaceous Orogenic Granite-Belts are able to be recognized in Kalimantan, which tend to show
characteristics of Cordilleran and Caledonian Granite-Types.
The Cordilleran Granite-Type consists of huge granitoid batholiths known as the Schwaner, Ketapang and Singkawang
batholiths. This granite type comprises tonalite and granodiorite, and minor granite sensu stricto, predominantly owning
calc-alkaline to slightly alkaline composition. The granitioids are also metaluminous and slightly peraluminous which
probably due to the assimilation of magma stopping. Genetically, the granite is an I-type which was formed during a
subduction of oceanic crust material beneath a continental margin. Those plutons were emplaced during a longer period,
ranging from 86 to 129 m.a or from Early to Late Cretaceous.
The Caledonian Granite-Type comprises isolated smaller plutons of Pueh Granite, Manyukung Granite, Era Granite, Topai
Granite, Nyaan Granite, Alan Granite, Kelai Granite and Sangkulirang Granite. This granite type consists of granite sensu
stricto and granodiorite, having calc-alkaline and alkaline and also metaluminous and peraluminous compositions. They
belong to I-type and S-type granites, suggesting that in the area, different magma sources had been generated. The I-
type granite was derived from partial melting of igneous rock whereas the S-type one was derived from anatexis of
sedimentary rocks of continental crust. These plutons were emplaced within a relatively short time, ranging from 74.9 to
80.6 m.a or Late Cretaceous.
Keywords: Cretaceous Orogenic Belts, Cordilleran and Caledonian Granite types.
SARI
Dua tipe Jalur Granit Orogen Kapur dapat diketahui di Kalimantan, yang cenderung memperlihatkan ciri-ciri tipe
Granite Kordilera dan tipe Granite Kaledonia.
Jalur Granit Kordilera terdiri dari batolit granit berukuran sangat besar yang dikenal sebagai batolit Schwaner, Ketapang
dan Singjkawang. Jenis granit ini terdiri dari tonalit, granodiorit dan sedikit granit (sensu stricto), kebanyakan
berkomposisi calc-alkalin sampai agak alkalin. Batuan granit tersebut umumnya juga berkomposisi metaluminus dan
sedikit peraluminus yang barangkali disebabkan oleh adanya proses asimilasi magma stopping. Secara genesa granit
ini bertipe I yang terbentuk pada saat penghunjaman suatu kerak samudera terhadap suatu tepi lempeng benua. Tubuh
pluton tersebut telah ditempatkan dalam waktu nisbi atau relatif panjang yang berkisar dari 86 sampai 129 juta atau
dari Kapur Awal sampai Kapur Akhir.
Jalur Granit Kaledonia terdiri dari tubuh-tubuh pluton terisolasi berukuran kecil yaitu : Granit Pueh, Granit Manyukung,
Granit Era, Granit Topai, Granit Nyaan, Granit Alan, Granit Kelai dan Granit Sangkulirang. Jenis granit ini terdiri dari
granit (sensu stricto) dan granodiorit, berkomposisi calk-alkalin dan alkalin dan juga metaluminus dan peraluminus.
Batuan granit tersebut merupakan granit tipe I dan tipe S yang memberikan dugaan bahwa di wilayah ini terdapat
sumber magma yang berbeda. Granit tipe I berasal dari peleburan batuan beku sedangkan tipe S berasal dari peleburan
batuan sediment di kerak bumi. Tubuh intrusi tersebut telah ditempatkan dalam waktu yang lebih pendek berkisar dari
74,9 sampai 80,9 juta tahun yang lalu atau Kapur Akhir.
Kata Kunci : Jalur Orogenik Kapur, Tipe Granit Kaledonian dan Kordilera.
Small composite or zoned Huge composite batholiths Discrete multiple intrusions Large bodies of autochthonous
stocks granite, migmatites and local
stocks
Essentially evolved from a Calc-alkali parental magmas, Calc-alkali parental magmas Large scale anatexis of
mantle-derived magmas that plus assimilation of continental plus anatexis of continental continental crustal materials
usually belongs to either the crustal materials crustals materials
island arc tholeite or calc-alkali
series
Tonalites Tonalite, granodiorite and Granodiorite and granites Leucogranites and granites
granites
Plutonism is generally short- Plutonism is episodic and Plutonism is generally short- Plutonisms of moderate
lived extend over a long period lived duration
Table 2. Characteristics of The Caledonian Orogenic Granite Types In Kalimantan (Amiruddin and Andi Mangga, 1999; Amiruddin,
2000b; Dirk dan Amiruddin, 2000)
Meratus Belt
In this paper, the proto Tertiary basins are probably The Paniungan Formation consists of calcareous
divided into proto Melawi-Ketungau Basin, proto shally mudstone intercalated by thin sandstone,
Barito Basin and proto West Kutai Basin. The three deposited in outer shelf. It contains Molusca:
basins are probably related each other. Cylindrites sp. (Sikumbang, 1986 in Heryanto,
2000) recorded Lower Cretaceous spore
Proto Melawi-Ketungau Basin (Palynomorph) content in this formation comprising
Cicatricosisporites, Coronatispora, Klukisporites,
The proto Melawi Ketungau Basin was filled by
Leptolepidites, Verrucosisporites, Cyanthidites,
Cretaceous continental shelf and slope deposits of
Classopolli, and Eucommidites. These spores were
Pedawan Formation (Supriatna et al., 1993) which is
usually derived from tropical or equator region (DR.
the equivalent to shallow - deep marine Selangkai
Polhaupessy, pers. communication 2007).
Formation (William and Heryanto, 1986) and Kayan
Sandstone (Muller, 1968 in Supriatna et al., 1993). The Batununggal Limestone comprises upper-Early
Cretaceous Orbitolina limestone, bioclastic limestone
The Pedawan Formation in Sanggau sheet is
and calcarenite deposited in continental shelf. It is
composed of sandstone, siltstone, mudstone, shale,
probably similar to this of orbitolina limestone of the
locally slaty shale, some limestone and tuff,
Selangkai Formation deposited in proto Melawi-
commonly calcareous, locally carbonaceous and
Ketungau Basin.
tuffaceous. The limestone : beds up 3 m thick,
associated with calcareous sandstone and mudstone, The Pitap Group consists of Continental slope deposit
locally pyritic, fossiliferous. The fossil content of Pudak Formation and submarine fan sediment of
comprises ammonites, belemnites, pelecypods, Keramaian Formation. Those sediments contain
orbitolinids, worm tubes and plants. The thickness resedimented fragments from Paniungan Formation.
over 2000 m . Zeijlman van Emmichoven, 1939 (in and Batununggal Limestone, which were probably
Supriatna et al., 1993)also recorded fossils from product of sedimentary gravity flow including
oolitic limestone found in Pade River and comprise turbiditic mechanisms. The age of the Pudak
radiolaria, corals, Pholadomia sp. and Reineckia Formation may be Late Cretaceous. However.
anceps. From a marly sandy shale contains rich Robinson et al, 1996 (in Heryanto 2000) recorded
fauna of pelecypods: Pecten sp, Ostrea sp., cf. microflora and nanopanktons comprising
Cardium and Astarte borneensis Vogel and from a Fasciculitus aubertae, Sphenolithus anrrhapus,
marly clay-shale : Mytilus sp., Astarte borneensis Hornibrookina australis and Photosphaera plana
Vogel and Exelissa septemcostata Vogel. indicating Discoaster multira diatus Zone which is
Late Paleocene age.
The Selangkai Formation (William and Heryanto,
1986) in Sintang sheet is composed of calcareous,
Proto Kutai Basin
intercalated sandstone, minor limestone, pebbly
mudstone; commonly severely deformed. Fossil The proto Kutai Basin was filled by Cretaceous
content from 11 samples of sandstone and mudstone Selangkai Group which is continuation of this in proto
comprise Lenticulina sp, Nodosaria sp., Eponides Melawi basin in the west. This unit is composed of
diversus, Heterohelix globulosa, Globigerinelloides mudstone, sandstone, siltstone; minor conglomerate,
Figure 8. Compressive tectonic activities during Early (A) and Late (B) Figure 9. Compressive tectonic activities during Early (A) and Late (B)
Cretaceous related to formation of granite orogenic belts and Cretaceous related to formation of orogenic granite belt and
fore arc basin of the proto Melawi - Ketungau and proto Kutai fore arc basin of proto Barito Basin in the southeastern
Basins in the northern part Kalimantan ( Pieters et al, 1993a Kalimantan (this paper)
and Amiruddin, 2000b).
The Cordilleran type consists of huge batholiths The presence of double subduction belts and double
comprising Schwaner, Ketapang and Singkawang magmatic belts in Kalimantan suggest that the
batholiths and occupy the southwestern part of formation of those tectonic elements are related to
Kalimantan. The Schwaner and Singkawang compressive activities occurring in two directions.
batholiths are dominantly composed of intermediate The first, Northeast - South west plate movement and
rocks such as tonalite, quartz diorite and the second in the north-south directions. These
granodiorite and minor granite (sensu stricto) with tectonic activities produce the Caledonian Orogenic
mostly calc alkali composition. It is consistent to Granite Belt along Sambas-Mangkaliat belt and along
metaluminous composition. It is a I-type granite. Meratus Mountain (Subduction or Collision zones)
and more distal forming Cordilleran orogenic granite
The Ketapang batholith is slightly different in
occupying magmatic and volcanic arc of Schwaner,
composition. It is composed of monzogranite,
Ketapang and Singkawang batholiths.
syenogranite and alkali-feldspar granite; minor
granodiorite, tonalite, quartz diorite and diorite.
Those rocks are generally leucocratic, mostly alkali- ACKNOWLEDGEMENTS
calcic composition and minor peralkaline although I wish to express my appreciation to Head of The
calcalkali composition is also present. The alumina Centre for Geological Survey, management and
saturation of rocks indicate that the rocks are colleagues of this institution (Formerly GRDC) for
metaluminous and minor peraluminous. their assistance and support. I would like to thank to
Professor Young II Lee, Leader of UNESCO-IGCP
The granite plutons are mostly I-type, however, the Project 507 (2006-2010), School of Earth and
presence of some alkali-feldspar granites contain Environmental Sciences, The Seoul National
riebeckite and arfvedsonite indicate the A-type University , South Korea for inviting and helping to
granite is also present in this batholith. joint in the second International Symposium. Finally,
we also appreciate to Mr. Ridwan for drafting and
digitizing all figures.
SARI
Di daerah Beoga, Puncak Jaya, Papua, tersingkap sekelompok batuan ofiolit yang terdiri atas piroksenit, dunit,
serpentenit, dan peridotit yang tersebar memanjang dengan arah barat - timur sepanjang kurang lebih 100 km dan lebar
sekitar 50 km.
Anomali gaya berat pada kelompok batuan ini menunjukkan pola elips dengan kisaran nilai antara -25 mGal hingga 160
mGal. Pemodelan gravitasi yang ditunjang dengan analisis geologi menggambarkan bahwa batuan ofiolit sudah
mengalami fragmentasi dan tersingkap karena proses obduksi akibat tumbukan dua lempeng besar yakni Lempeng
Granitik Australia dan Lempeng Samudra Pasifik. Tataan tektonik yang demikian memberikan dampak rawan bencana
gempa bumi dan tanah longsor di daerah Mulia dan sekitarnya.
Kata kunci : medan gaya berat, ofiolit, genesis, potensi geologi
ABSTRACT
In Beoga, Puncak Jaya, Papua, a group of ultramafic rocks consisting of piroxenite, dunite, serpentenite and peridotite
are exposed. The distribution of these rocks are very large, lying alongside east - west direction, reaching 50 km and 100
km long. The gravity fields in this region exhibit an elliptic gravity anomaly pattern ranging from -25 to 160 mGals. The
gravity modelling and geological analysis suggest that ophiolite has been fragmented and exposed due to obduction,
caused by an interaction between Pacific oceanic and Australian granitic plates. This tectonic setting may cause Mulia
and its surrounding area to be susceptible to geological hazards such as earthquake and landslides.
Keywords : gravity potentials, ophiolite, genesis, geology potential
130O 132O 134O 136O 138O 140O 142O 144O 146O 148O 150O 152O BT
0O
SAMUDRA PASIFIK
2O
SERAM BEOGA 2
1
4O
LAUT BANDA 3 4
O
6
PAPUA
U INDONESIA NEW
LAUT
8 O
ARAFURA GUINEA
B T
5
10O
S
0 300 Km
O
12
LS
136o30 BT 138o00 BT
3o00 LS
3o00 LS
Tema
Tpd
Qa
Tpd Masirei r
ffa e
Tmm
U
Tema S.Rou
D
Tema Qa
Tema
Tpd
S.Vandaleen
MULIA
Tema Mu U
D
Mu
D U
Td
Td
Ktew
Td
Ktmn Ktew
D
U
Jkk Jkk Jkk
4o00 LS
4o00 LS
Ktmn Ktmn
136o30 BT 138o00 BT
Qa Aluvium 2O
B T SERAM
0 300 Km
Mu Batuan ultramafik : serpentenit,
piroksenit,peridotit, dunit
Ktmn Batugamping (Pratersier)
Sesar naik
Ktew Batugamping Waripi
(Pratersier) D Sesar normal
Jkk Batupasir &batulumpur U : bagian yang naik
U
(Pratersier) D : bagian yang turun
Gambar 2. Peta geologi lembar Beoga, Papua (disederhanakan dari Panggabean, drr., 1995).
1 2 3
B
1 2
C
Arc
1 Arc
2
D
1 2
E
Beoga, Papua
Arh Arh
Gambar 3. Beberapa diagram proses alih tempat batuan ofiolit (bidang warna hitam) menurut Dewey (1976, gambar atas) dan model ofiolit
Papua (gambar bawah).
A. Alih tempat di daerah pemekaran, B. Overthrusting di daerah pemekaran, C. Tumbukan di daerah batas lempeng, D. Tumbukan di
daerah busur kontinen dan E. Kombinasi dari beberapa tipe.
25
-25 0 Masirei 140
25
75
0 120
100
100
150 125
80
60
S.V an da lee n
40
125 20
100 0
75 -20
50 G.NGOGOMBA
25
-40
0 -60
-25 -80
G.MULIA
-50 -100
-1
G. KAROBOGA -120
MULIA
00
-7 HITALIPA -75
5 U -140
BOGOBAIDA -100 MAPENDUMA
-160
B T -180
5
-12
-150
-12
5 -200
S
0 10 20 30 km
4o00o 4o00 LS
136 30 137o00 S 137o30 138o00 BT
Gambar 5. Peta anomali Bouguer Lembar Beoga, Papua, interval kontur 5 mGal. SU adalah arah pemodelan gaya berat.
mGal
160
= calc 120
= obs U 80
40
0
-40
S -80
-120
Batuan sedimen
-12.0 Tersier (2,0 gr/cc)
2,67 gr/cc
3,05 gr/cc -16.0 Batuan malihan
-20.0
Tersier (2,3 gr/cc)
-24.0 Batu gamping
Pratersier (2,3 gr/cc)
4.0
.0 Batuan malihan
2 gr/cc Pratersier (2,3 gr/cc)
2,3 gr/cc -4.0
2,8 gr/cc
k m (Kedalaman)
Gambar 6. Model 2-D bawah permukaan gaya berat dan rekaan penampang geologi arah utara - selatan daerah Beoga, Papua (tanpa skala, arah
pemodelan lihat Gambar 5). Batuan sedimen Tersier sebagian tertutup oleh endapan aluvium konglomerat, batulumpur, dan batu pasir
(Panggabean, drr., 1995).
30 A
perbandingan, di bawah ini ditampilkan beberapa
20 Gradien paling curam model bawah permukaan hasil penelitian gaya berat
10
0 pada batuan ofiolit di beberapa tempat.
D
r
=0.1 g/cm3 10 km
Pegunungan Meratus, Kalimantan
50 Pada Gambar 9 dan 10 batuan ofiolit yang terlihat
40
MmGal
30
B pada model gaya berat daerah Meratus mempunyai
20 rapat massa sekitar 2,90 gr/cc hingga 2,95 gr/cc
10
0
Gradien paling curam (Gaol drr., 2005, Setyanta & Setiadi 2006). Batuan
ofiolit ditafsirkan menumpang di atas kerak granitik,
D
r
=0.1 g/cm3 10 km muncul ke permukaan melalui suatu retakan pada
50 kerak dan membentuk struktur bunga positif (Gaol
40
MmGal
mGal
CONTINENTAL
ARC TRENCH
50
SHELF AND
VOLCANIC
MARGINAL
30
TRENCH
10
BASIN
RISE
ARC
-10
GAP
0
Kedalaman
2 2,30 gr/cc 2,30 gr/cc
(km)
4 2,95 gr/cc
2,78 gr/cc
6
8
Kontinen Australia-Papua 10
KAPUR AKHIR
Gambar 9. Model anomali gaya berat 2-D pada batuan ofiolit daerah
Meratus, Kalimantan. Batuan ofiolit ditunjukkan dengan
rapat massa 2,95 gr/cc, batuan sedimen 2,30 gr/cc dan
batuan dasar sekis mika 2,78 gr/cc (Gaol, drr., 2005).
EOSEN-OLIGOSEN
MIOSEN TENGAH-
MIOSEN AKHIR Beoga
Zona Sesar Sorong
Peg.Tengah
Samudra Gambar 10. Penampang Geologi Pegunungan Meratus
Laut Arafura Pasifik berdasarkan pemodelan gaya berat arah AB pada
peta gaya berat (Setyanta & Setiadi, 2006).
?
?
Calc
Obs Ms-2
650
550
450
350
250
150
A 50
NW Jarak (km)
BSE -50
-150
0 10 30 50 70 90
PEGUNUGAN MERATUS Depth (Km)
2,0
Cek. Barito Bobaris Manjam Cek. Asem-asem
2,4 gr/cc 2,72
2,4 gr/cc -2,0
2,74 gr/cc
2,9 gr/cc
-6,0
-14,0
-18,0
-22,0
Kedalaman (km)
-8.0
-12.0
2,58 gr/cc
-16.0
3,1 gr/cc 2.67 gr/cc
-20.0
-28.0
Gambar 11. Model struktur kerak di sekitar perairan Laut Banda berdasarkan kurva anomali Bouguer. Batuan ofiolit dan material-
-32.0
material lain dari kerak granitik dan mantel atas membentuk batuan campur aduk (2,45 gr/cc) dan terangkat oleh sesar
anjak (Setyanta & Setiadi, 2008). -36.0
Anomali Bouguer (m G a l)
40.0
= hasil perhitungan B
= hasil pengukuran 20.0
.0
-20.0
A
-40.0
-60.0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
J a r a k (km)
1.0
2,25 gr/cc
2,25 gr/cc + - -1.0
2,6gr/cc
-3.0
2,6gr/cc 2,7gr/cc
Kedalaman (km)
-5.0
-7.0
-9.0
2,68 gr/cc
-11.0
-13.0
KETERANGAN -15.0
Bat.sedimen Tersier/
Bancuh Andesit/diorit + - Sesar mendatar
Vulkanik Tersier
- Blok menjauh
Bat.sedimen Pra + Blok mendekat
Bat. Ultramafik Granit
Tersier
Gambar 12. Model geologi bawah permukaan daerah Muarawahau, Kalimantan, berdasarkan data gaya berat (tanpa skala). Batuan
ultramafik sebagai fragmen kerak samudra dengan rapat massa sekitar 2,7 gr/cc (Setyanta & Setiadi, 2008).
-100
Gambar 13. Model gaya berat tumbukan lempeng
Pematang
sejenis di sekitar Talaud-Mayu. Batuan Laut Maluku Talaud-Mayu
ofiolit (2,97 gr/cc) naik ke permukaan 0 1,03gr/cc
50 100 150 200 km
Kedalaman (km)
30 3,07gr/cc
Fauzie Hasibuan
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122
fauzie@grdc.esdm.go.id
SARI
Kepulauan Misool mempunyai kesamaan dengan Kepulauan Sula berdasarkan kandungan fauna bivalvianya, tetapi
berbeda dengan Kepulauan Sula yang mengandung kumpulan fosil amonit yang lebih baik, namun di Kepulauan Misool
digantikan oleh kumpulan fosil belemnit. Fauna Kepulauan Misool ini dapat dikorelasikan dengan fauna Papua
berdasarkan pada fauna amonit seperti Fontannesia killiani. Fauna Kepulauan Misool ini juga dapat dikorelasikan dengan
fauna Alpin Eropa, Amerika Utara, Chili, Argentina, Selandia Baru, Australia Barat Laut, Tibet Utara dan Selatan,
Himalaya dan lain-lain. Walaupun demikian, korelasi dengan wilayah-wilayah lainnya berdasarkan beberapa jenis saja,
dan kadang-kadang berdasarkan marga-marga yang bersifat kosmopolitan.
Kata kunci: Jura, Kepulauan Misool, amonit, bivalvia, korelasi interregional dan global
ABSTRACT
The Jurassic fauna of Misool Archipelago is very similar to Sula Islands on the basis of bivalve content, but it differs from
Sula Islands in that good ammonite assemblages which replaced by assemblages of belemnites. The fauna of Misool
Archipelago can also be correlated with Papua is on the basis of ammonite fauna such as Fontannesia killiani. Misool
Archipelago fauna is also correlable with those of the European Alps, North America, Chile, Argentina, New Zealand,
Northwestern Australia, North and South Tibet, Himalaya, etc. However, some areas correlation is based only on a few
species and sometimes only on cosmopolitan genera.
Keywords: Jurassic, Misool Archipelago, ammonites, bivalve, interregional and global correlation
MASA JURA
P. OBI PAPUA
KEP. SULA KEP. MISOOL
Buckman (1818) in Harland drr. (1989) membagi
Formasi Oolite yang tersingkap dengan baik di Inggris LAUT SERAM
menjadi Oolite Bawah, Oolite Tengah, dan Oolite P. SERAM
Atas. Formasi ini disamakan dengan Jura-Kalkstein
P. BURU
dari Alexander yang kemudian dikenal sebagai
Batugamping dari Jura. Batuan Jura di Inggris ini 50LS
100LS
1300BT
dan Akhir seperti yang umum dipakai di luar Inggris.
Gambar 1. Peta lokasi Kepulauan Misool
10
Jkf Jkf
Gamta
o
2 S
Jkf
Jkf
Jf
12
10 10 10
e f
t ak
Trub Truk 15 Ko 10
ga
Bi
S. Kotakef
Truk
Jud
Jud
Jud
20 Trub
Jlmy 20
15 15
26
12
Jlmy 12 7 Jud
o 18 P. Fialpopo
2 05'S 7 Tg. Foron P. Demu
Jlmy
P. Yefbie Jud
193
Geo-Sciences
Gambar 6. Korelasi global Kepulauan Misool pada zaman akhir Jura Awal sampai Jura Tengah.
Gambar 7. Kolom korelasi Jura Akhir antara Kepulaun Misool dengan Antartika, Cekungan Megallanes, Spiti, dan Selandia Baru.
jumlah lima marga. Buchia merupakan marga Asia dipengaruhi oleh transgresi dan regresi yang
dapat dibuktikan dengan turun naiknya muka
Utara (misalnya Siberia) yang bermigrasi ke
laut di daerah ini.
Kepulauan Misool. Regresi di antara kedua transgresi
tersebut ditandai oleh keterdapatan lapisan kaya fosil
( Re t r o c e r a m u s h a a s t i , M a l a y o m a o r i c a UCAPAN TERIMA KASIH
malayomaorica, belemnit). Pada jenjang ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala
lingkungan pengendapan berupa laut berenergi Pusat Survei Geologi, yang telah mengizinkan
sedang (moderate energy regime), tetapi merupakan makalah ini dipublikasikan. Terima kasih juga
laut terbuka yang diindikasikan oleh keterdapatan disampaikan kepada para rekan di Laboratorium
belemnit. Paleontologi yang telah banyak membantu penyiapan
makalah, sehingga data yang terkumpul memadai
untuk ditulis.
Surono
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122
SARI
Bagian tengah Pegunungan Selatan, yang tersebar timur - barat mulai Parangtritis (Yogyakarta) sampai Dataran Baturetno
(Wonogiri, Jawa Tengah), disusun oleh batuan sedimen klastika, dan batuan sedimen karbonat yang bercampur dengan
batuan gunung api. Kegiatan vulkanisme sangat intensif pada Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Berdasarkan
litologinya, Pegunungan Selatan dapat dibagi dalam tiga periode: periode pravulkanisme, periode vulkanisme, dan
periode pascavulkanisme atau periode karbonat. Batuan yang terbentuk pada periode pravulkanisme merupakan alas
batuan yang terbentuk pada periode vulkanisme.
Hasil pemetaan dan penelitian geologi di Pegunungan Selatan mulai 2003 dirangkum dalam tulisan ini. Hasil
pemetaan/penelitian tersebut di antaranya berupa formasi dapat dipisahkan lagi, sehingga formasi tersebut diusulkan
untuk ditingkatkan menjadi kelompok.
Kata kunci: Pegunungan Selatan, litostratigrafi, periode vulkanisme, batuan alas
ABSTRACT
the central part of the Southern Montains, which extends east-west from Parangtritis (Yogyakarta) to Baturetno Plain
(Wonogiri, Central Jawa), is typically formed by clastic and carbonate sediments with volcanic rocks. Volcanic activities
had been very intensive during Late Oligocene - Early Miocene. Based on their lithologies, the Southern Montains can be
divided into: pra-volcanic, volcanic and postvolcanic (carbonate) periods. The rocks formed during pre-volcanic period
are as the basement of the rocks which were formed during the volcanic period.
Results geological mapping/study in this Southern Montains are pesented in this paper, e.g. similar formations can be
divided into smaller lithologic unit, therefore the formations can be proposed into groups.
Key words: Southern Montains, lithostragraphy, volcanism period, basement rocks
2. Peta geologi Lembar Surakarta dan Giritontro, Seperti telah diungkapkan sebelumnya, sebagian
skala 1:100.000 (Surono drr., 1992) dan besar batuan penyusun Pegunungan Selatan terdiri
atas batuan hasil kegiatan gunung api dan sedimen
3. Peta geologi Lembar Lembar Klaten (Bayat), skala karbonat. Sebelum aktifitas vulkanisme berlangsung,
1:50.000 (Samodra dan Sutisna, 1997). batuan malihan dan sedimen klastika serta karbonat
Di samping penyebaran satuan batuan, ketiga peta telah mengalasi batuan pembentuk Pegunungan
tersebut menyajikan stratigrafi Pegunungan Selatan Selatan. Batuan alas ini tersingkap baik di Perbukitan
lebih terperinci pada publikasi sebelumnya (Gambar Jiwo, selatan Klaten.
3). Dalam kurun waktu yang hampir bersamaan Setelah kegiatan vulkanisme mulai melemah, terjadi
terbit beberapa publikasi, di antaranya Toha drr. suatu periode pengendapan batuan sedimen klastika
(1994), dan Rahardjo drr. (1995). Stratigrafi yang diawali oleh batuan klastika asal gunung api
beberapa peneliti terpilih pada kurun waktu 1990- yang telah terbentuk sebelumnya. Dalam waktu yang
2000 ini dapat dilihat pada Gambar 3. bersamaan, di kawasan yang lebih jauh dari tempat
Gambar 4. Peta geologi daerah Bantul - Wonosari (disederhanakan Margono drr., 2009, dalam persiapan; dan Fakhruddin drr., 2009, dalam persiapan). Lokasi perbukitan dan pegunungan lihat Gambar 2.
213
Geo-Sciences
ACUAN
Bothe, A.Ch.D., 1929. Djiwo Hills and Southern Range. Fourth Pacific Science Conggress Excursion Guide,
14p.
Bronto, S., Hartono, G. dan Astuti, B., 2004. Hubungan antara batuan beku intrusi dan ekstrusi di Perbukitan
Jiwo, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Majalah Geologi Indonesia, 19 (3) : 147-163.
Bronto, S., Hartono, G. Astuti, B.S, dan Mulyaningsih, S., 2008a. Formasi Wonolelo: usulan nama satuan
litostratigrafi baru untuk batuan gunung api Tersier di daerah Bantul, Yogyakarta. Prosiding
Seminar Nasional Ilmu Kebumian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 15 Februari 2008.
Bronto, S., Hartono, G., Astuti, B., dan Mulyaningsih, S., 2008b. Formasi Wonolelo: usulan nama satuan
litostratigrafi baru untuk batuan gunung api Tersier di daerah Bantul, Yogyakarta. Prosiding
Seminar Nasional Ilmu Kebumian Tantangan dan Strategi Pendidikan Geologi dalam
Pembangunan Nasional, Jurusan Teknik Geologi, FT UGM, Yogyakarta.
Bronto, S., Mulyaningsih, S., Hartono, G. dan Astuti, B., 2008c. Gunung api purba Watuadeg: Sumber erupsi
dan posisi stratigrafi. Jurnal Geologi Indonesia, 3 (3) : 117-128.
Bronto, S., Pambudi, S. and Hartono, G., 2002. The genesis of volcanic sandstones associated with basatic
pillow lava, Bayat areas: A case study at the Jiwo Hills, bayat area (Klaten, Central Java). Jurnal
Geologi dan Sumber daya Mineral, V.Xii, 131 : 2-16.
Fakhruddin, R., Surono, Permana, A., dan Bronto, S., 2009 (dalam persiapan). Peta geologi Lembar Bantul dan
Panggang, Yogyakarta. Skala 1:50.000. Pusat Survei Geologi.
Hartono, G., 2000. Studi gunung api Tersier: Sebaran pusat erupsi dan petrologi di Pegunungan Selatan,
Yogyakarta. Tesis Magister Teknik, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 168p (tidak diterbitkan).
Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia
Kurniawan, R.E.J, Umiyatun, Ch., S., Pratistho, B., dan Surono, 2006. Studi nannofosil pada batulempung,
Formasi Gamping-Wungkal, Sekarbolo, Jiwo Barat, Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Proceedings PIT
IAGI, Riau.
Kusumayudha, S.B., 2000. Kuantifikasi sistem hidrogeologi dan potensi air tanah daerah Gunung Sewu,
Pegunungan Selatan, DIY (Didekati dengan analisis geometri fraktal). Desertasi, ITB, tidak
dipublikasikan.
Lokier, S.W., 2000. The Miocene Wonosari Formation, Java, Indonesia: Volcaniclastic influences on carbonate
platform development. PhD thesis, University of London, 648p.
Margono, U., Surono, dan Kusnama, 2009 (dalam persiapan). Peta Geologi Lembar Wonosari dan Semanu,
Yogyakarta; Skala 1:50.000. Pusat Survei Geologi.
Marks, P., 1957. Stratigraphic lexicon of Indonesia. Publikasi Keilmuan No. 31, Seri Geologi, Pusat Djawatan
Geologi, Bandung, 233p & Maps.
UMUM
1. Naskah merupakan karya asli yang belum pernah diterbitkan di manapun sebelumnya.
2. Naskah dalam Bahasa Inggris ataupun Indonesia yang baik dan benar, dilengkapi dengan Sari
dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris.
3. Teks harus tercetak jelas; gambar dan foto harus asli dengan ukuran maksimum 19,5x15 cm.
4. Naskah harus ditelaah dan disunting paling tidak oleh dua orang dari Dewan Redaksi
dan/ataupun Editor Ilmiah (Scientific Editor) sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
5. Naskah yang masuk ke Dewan Redaksi, harus disertai Surat Pengantar dari Kelompok
Program/Pimpinan Unit (khusus dalam lingkungan DESDM).
6. Dewan Redaksi berhak menolak naskah/makalah yang kurang memenuhi syarat sebagai tulisan
ilmiah.
7. Soft copy yang berisi teks, gambar, dan potret yang telah diperbaiki sesuai dengan telaahan dan
suntingan, dan dinyatakan dapat diterbitkan oleh Dewan Redaksi, diserahkan kepada Ketua
Dewan Penerbit/Kepala Bidang Informasi.
NASKAH
1. Halaman pertama naskah berisi judul makalah, sari dan abstract, serta kata kunci dan keywords.
Nama penulis, nama instansi, alamat dan nomor telepon/hp dituliskan pada lembar tersendiri.
2. Naskah diketik dengan komputer dalam MS-Word dengan huruf Times New Roman, Font-12, dua
spasi.
3. Beri dua spasi antara heading dan teks di bawahnya, tiga spasi antaralinea tanpa menggunakan
indentasi.
4. Susunan isi :
a. Judul (Title)
b. Sari/Abstract; harus ringkas dan jelas mewakili isi makalah (concise summary), paling banyak 200
kata (words) diketik satu spasi (single space).
c. Kata kunci (keywords); 4 sampai 6 kata ditulis di bawah sari/abstract.
d. Pendahuluan (Introduction) : Latar belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Lokasi Daerah.
(Scientific Background, Scientific Problem, Aim(s), Studied Area).
e. Metodologi (Methods)
f. Analisis dan Hasil (Analyses and Results)
g. Diskusi (Discussion)
h. Kesimpulan dan Saran (Conclusions/Recommendations)
I. Ucapan Terima Kasih (Acknowledgment)
5. Acuan (References); harus diacu (cited/referred) dalam tulisan, mendukung isi tulisan dan ditulis
dalam daftar serta disusun menurut abjad. Hindari penulisan nama penulis/pengarang maupun
Call for paper:
editornya dengan huruf besar. Semua nama penulis harus ditulis, tidak boleh hanya nama penulis
pertama dengan tambahan drr.
Contoh :
Prosiding (Proceeding):
- Koning, T. and Darmono, F.X., 1984. The Geology of the Beruk Northeast Field, Central
th
Sumatra. Oil production from pre-Tertiary basement rocks. Proc. 13 Ann. Conv.
IPA, Jakarta, Indonesia.
Jurnal/Buletin:
- Wright, O.R., 1969. Summary of research on the selection interview since 1964. Personal
Psychology 22:391-413.
Peta:
- Simandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo,
Sumatera, skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Laporan tidak diterbitkan:
- Siagian, H.P. dan Mubroto, B., 1995. Penelitian Magnet Purba di daerah Baturaja dan
Sekitarnya, Sumatera Selatan. Laporan intern Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung (Tidak diterbitkan).
Tesis (Skripsi, Disertasi):
- Stone, I.G., 1963. A morphogenetic study of study stages in the life-cycle of some Vitorian
cryptograms. Ph.D. Thesis, Univ. of Melbourne.
Buku :
- George, S., 1967. Language and Silence. Faber and Faber, London: 96pp.
Dalam Buku :
- Carter, J.G., 1980. Environmental and biological controls of bivalve shell mineralogy and
microstructure. In: Rhoads, D.C. and Lutz, R.A. (Eds.), Skeletal growth of aquatic
organisms. Plenum Press, New York and London: 93-134.
Publikasi Khusus (Special Publication):
- Kay, E. Alison, 1979. Hawaiian Marine Shells.B.P. Bishop Museum Special Publication 64(4):
653pp. Major Treatment.
Informasi di internet:
- Lunt, P., 2003. Biogeography of some Eocene larger foraminifera, and their application in
distinguishing geological plates. Paleontologica Electronica 6(1):22pp, 1.3MB;
http://paleo-electronica.org/paleo/2003-2/geo/issue 2-03.htm
6. Dalam draft, gambar/peta/potret diletakkan pada halaman akhir makalah.
7. Keterangan gambar dan potret diketik satu spasi dan diletakkan di bawah gambar/potret;
diakhiri dengan titik. Huruf besar hanya pada awal kalimat dan nama diri.
8. Keterangan tabel juga diketik dalam satu spasi, diletakkan di atas tabel, tidak diakhiri dengan titik.
Setiap awal kata, ditulis dengan huruf besar, kecuali kata depan dan kata sambung.