urnal
J ournal
Sumber Daya Geologi
of Geological Resources
Jurnal Sumber Daya Geologi / Journal of Geological Resources
Volume 19 / Nomor 4 / Agustus 2009
Daftar Isi Jurnal Sumber Daya Geologi, Vol. 19 No.3 Juni 2009
Tertulis :
153 - 165 Pengaruh Tektonik Pada Runtunan Endapan Aluvial Depresi Padangsidempuan, Sumatera Utara
U.M. Lumbanbatu, C. Basri dan D.A. Siregar
Seharusnya :
153 - 165 Pengaruh Tektonik Pada Runtunan Endapan Aluvial Depresi Padangsidempuan, Sumatera Utara
U.M. Lumbanbatu, C. Basri, S. Hidayat, dan D.A. Siregar
Diterbitkan berkala enam kali setahun oleh/Published periodically six times annually by:
Pusat Survei Geologi/Centre for Geological Survey
Gambar Sampul:
Alur pasang surut pada Lingkungan Transisi di Selatan Makam Syah Kuala
(Foto: H. Moechtar)
Vol. 19, No. 4, Agustus 2009 ISSN 1829-5819
urnal
J
Sumber Daya Geologi
ournal of Geological Resources
KATA PENGANTAR
Penasihat
Pembaca yang budiman, Kepala Badan Geologi
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena atas Penanggung Jawab
berkah-Nya Jurnal Sumber Daya Geologi dapat terbit menemui para pembaca.
Dalam terbitan ini, Jurnal Sumber Daya Geologi memuat lima makalah Kepala Pusat Survei Geologi
Geo-Sceince. Makalah pertama membahas dataran pantai Daerah Kendal,
Jawa Tengah. Makalah ini menjelaskan bahwa berdasarkan tataan startigrafi Dewan Redaksi
Holosen yang diperoleh dari data bor menunjukkan kondisi geologi daerah ini Ketua
dipengaruhi oleh proses genang laut, susut laut dan tektonik. Proses-proses Prof. (Ris.) Dr. Ir. Udi Hartono
tersebut mempengaruhi perkembangan pantai. (Geologi Ekonomi-Petrologi Batuan Beku)
urnal
J ournal
Sumber Daya Geologi
of Geological Resources
Daftar isi / Contents
Geo-Sciences
225 - 237 Perkembangan Dataran Pantai (Coastal Plain) Daerah Kendal Provinsi Jawa Tengah
U.M. Lumbanbatu
239 - 249 Morfologi dan Umur Perpindahan Alur Sungai Opak di Daerah Berbah Sleman
Santoso
251 - 260 Sedimentologi dan Stratigrafi Aluvium Bawah Permukaan di Pesisir Cirebon dan Sekitarnya
S. Hidayat, H. Mulyana, H. Moechtar dan Subiyanto
261 - 271 Proses Sedimentasi Dasar Laut di Teluk Kumai, Kalimantan Tengah, dan Hubungannya dengan Cebakan
Emas dan Perak
E. Usman dan Imelda R. Silalahi
272 - 283 Geologi Aluvium dan Karakter Endapan Pantai/Pematang Pantai di Lembah Krueng Aceh, Aceh Besar
(Prov. NAD)
H. Moechtar, Subiyanto, dan D. Sugianto
Geo-Sciences
PERKEMBANGAN DATARAN PANTAI (COASTAL PLAIN) DAERAH KENDAL PROVINSI
JAWA TENGAH
Ungkap M. Lumbanbatu
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro No. 57 Bandung - 40122
SARI
Wilayah dataran pantai (coastal plain) yang bersifat dinamis selalu mengalami perubahan. Pemahaman akan tataan
stratigrafi endapan Kuarter berperan penting untuk menjelaskan proses-proses geologi yang terjadi dalam pembentukan
dataran pantai. Berdasarkan analisis tataan stratigrafi Holosen, di daerah penelitian terlihat adanya proses geologi berupa
genang laut, susut laut dan aktivitas tektonik. Peristiwa geologi tersebut diperkirakan dapat mempengaruhi perubahan
arah perkembangan dataran pantai di daerah ini.
Kata kunci : tektonik, runtunan stratigrafi Kuarter, genang laut, susut laut
ABSTRACT
A coastal plain area having dynamic charakterisitc. Understanding of Quaternary stratigraphy plays an important role in
explaining the occurance of geological processes during the development of the coastal plain. Holocene stratigraphic
sequence analysis reveals that the studied area has been influenced by several geological processes such as sea level
rise and drop, and tectonic activities. These geological phenomenas are expected as the agents to change the directions
of coastal plain development.
Keywords: tectonics, quaternary stratigraphic sequences, sea level rise, sea level drop
110°15’ BT
110°00’ BT
0 1 2 Km
110°20’ BT
110°00’ BT
07°00’ LS 07°00’ LS
Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian dan penampang pemboran berarah timur - barat daerah Kendal dan sekitarnya, Jawa Tengah.
6°50’ LS 6°50’ LS
110°20’ BT
110°00’ BT
110°20’ BT
110°00’ BT
07°05’ LS 07°05’ LS
Morfologi dataran aluvium (Pola aliran sub denritik) Morfologi perbukitan bergelombang
Gambar 1. Peta geomorfologi daerah penelitian modifikasi dari Lumbanbatu dan Hidayat, 2007.
110°20’ BT
110°20’ BT
110°00’ BT
07°05’ LS 07°05’ LS
Ketarangan
Qa Aluvium Formasi Damar Sesar Naik Sesar Geser
Gambar 3. Peta geologi daerah Kendal dan sekitarnya Provinsi Jawa Tengah (Thanden, drr., 1996).
LAUT JAWA
Gambar 5. Runtunan stratigrafi penampang A-B, C-D, E-F dan G-H (Lumbanbatu, drr., 2007).
HTF 3
HTF 2
KOMPOSIT KOLOM STRATIGARFI HOLOSEN
SUSUT LAUT
HTF 1
GENANG LAUT
HOLOSEN
KUARTER
PLISTOSEN
PLIOSEN
TERSIER
Gambar 6. Tataan stratigrafi dan siklus tektonik daerah Kendal dan sekitarnya.
Gambar 7. Korelasi rangkaian sedimen Kuarter daerah Kendal, dengan arah penampang utara-selatan, timur laut - barat daya, tenggara - barat laut
(Hidayat, drr., 2008).
Santoso
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro 57, Bandung 40122
SARI
Kondisi morfologi lembah Opak di Dusun Dadapan, daerah Berbah, mengindikasikan bahwa Sungai Opak telah
mengalami tiga kali pergeseran. Berdasarkan hasil pengukuran terperinci dengan metode passing compas, dapat dikenali
adanya tiga lembah Sungai Opak purba yang masing-masing dipisahkan oleh morfologi teras. Berdasarkan hasil uji
laboratorium dengan metode C14 terhadap endapan lempung organik yang diambil di lembah Sungai Opak 1, 2,
3, dan sungai sekarang masing-masing menunjukkan umur 6950 th BP; 6800 th BP; 6430 th BP dan 6360 th
BP. Hal ini membuktikan bahwa tektonik di daerah ini sangat aktif karena dalam kurun waktu Holosen Atas
(‹10.000 th) Sungai Opak telah mengalami tiga kali pergeseran.
Kata kunci: alur sungai purba, pergeseran, tektonik
ABSTRACT
The morphologic condition of the Opak valley at Dadapan Village, Berbah area, indicates that the Opak River has three
times shifted. Based on the passing compass land detail measurement, three paleo river valleys, can be recognized
which are separated by terrace morphology. The result of carbon dating by using C14 method to the organic clay deposits
which was taken from Opak valley 1, 2, 3, and existing river, shows the ages are 6950 years BP, 6800 years BP, 6430
years BP, and 6360 years BP. It proves that the tectonic in this area is very active, because during Upper Holosen
(‹ 10,000 years) the Opak River has three times shifted.
Keywords: paleo river channel, shifting, tectonic
Laboratorium Fakultas
Pertanian UGM
115
110
S. O
pak
S.
Op
ak
Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan pemboran inti di daerah Berbah, Sleman D.I. Yogyakarta.
Daerah Penelitian
Gambar 2. Peta geologi daerah Yogyakarta dan sekitarnya (Rahardjo, Sukandarrumidi dan Rosidi, 1995).
Sungai Opak I
Secara umum, kondisi morfologi bekas alur Sungai
Opak purba I merupakan lembah memanjang yang
datar dengan elevasi 109 - 111 m. Namun seiring
dengan perkembangan penduduk yang sekaligus
memerlukan lahan untuk mendukung kebutuhan
ekonominya, maka lahan ini sekarang sudah menjadi
lahan pertanian. Hulu Sungai Opak I di bagian kanan
dibatasi oleh tebing curam dengan ketinggian 10 m
Foto 2. Bekas lembah Sungai Opak I yang terdiri atas bongkah, kerakal,
dan lebar berkisar antara 250-300 m. Batas alur kerikil, dan pasir kasar diambil oleh penduduk untuk bahan
sungai di sebelah kiri berupa gawir berketinggian bangunan. Di latar belakang tampak tebing yang cukup curam
membatasi areal bekas lembah sungai.
3 m. Gawir sungai bagian kanan ditutupi oleh aneka
tanaman keras, rumpun bambu, dan belukar.
Sementara gawir di bagian kiri ditutupi oleh semak
dan tanaman pisang budi daya penduduk. Alur
Sungai Opak I tersusun oleh endapan sungai yang
berupa bongkah, kerakal, kerikil, dan pasir kasar
yang sekarang dimanfaatkan oleh penduduk untuk
bahan bangunan. Sebagian besar lahan dijadikan
perkebunan tebu (Laboratorium Pertanian UGM),
persawahan dan sebagian lagi untuk kolam ikan.
Pada lahan bekas alur sungai di tikungan bagian
barat ditemukan adanya mata air dengan debit cukup
besar yang hingga sekarang dimanfaatkan oleh
penduduk untuk MCK, dan budi daya ikan dengan Foto 3. Bekas lembah Sungai Opak I dimanfaatkan untuk persawahan
kolam-kolam ikan. Kolam-kolam ikan dibuat dengan dengan latar belakang tebing sungai dengan ketinggian 10 m.
memanfaatkan lahan bekas galian dengan
kedalaman 1,5 – 2 m (Foto 1, 2, 3).
Laboratorium Fakultas
Pertanian UGM
115
110
S. O
pak
S.
Op
ak
Gambar 3. Peta morfologi Sungai Opak purba di daerah Berbah, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta.
S.
O
pa
k
S. Op
ak
Keterangan :
S. Opak I : 109 - 111 m S. Opak II : 105 - 108 m S. Opak III : 103 m Gawir sungai/teras
Gambar 4. Peta morfologi Sungai Opak purba di daerah Berbah, Sleman diambil dari Google Earth.
SARI
Studi ini mencakup analisis sedimentologi dan stratigrafi terhadap tujuh hasil pemboran dangkal, yang dilakukan di
sepanjang garis pantai Cirebon dengan arah barat laut - tenggara. Kedalaman pemboran berkisar antara 8 hingga 13 m.
Endapan aluvium bawah permukaan berumur Holosen tersebut dapat dibedakan menjadi tujuh sistem pengendapan,
terdiri atas Formasi Gintung, endapan laut lepas pantai, laut dekat pantai, pasir pantai, rawa, alur sungai, dan limpah
banjir. Berdasarkan aspek stratigrafinya, susunan sedimen tersebut dapat dibedakan menjadi tiga interval pengendapan
(IP I-III). Setiap interval dicirikan oleh berubahnya lingkungan pengendapannya yang dikontrol oleh peristiwa perubahan
permukaan laut, seperti permukaan tinggi (IP I), permukaan laut turun (IP II), dan permukaan laut rendah (IP III).
Dinamika endapan kuarter yang berkaitan dengan perubahan lingkungan pengendapannya serta pengisian cekungan
dipengaruhi oleh sirlulasi iklim universal, tektonik regional, dan perubahan lokal.
Kata kunci: endapan aluvium, , tektonik, iklim
ABSTRACT
This study was based on sedimentological analyses of seven boreholes located along the NW to SE traverse,
approximately parallel to coastal line of Cirebon. The penetration of the bore head varies from 8 to 13 m. Holocene
subsurface of alluvial deposits can be divided into seven environment systems, consisting of Gintung Formation and
deposits of offshore, nearshore, beach sand, swamp, channel river, and floodplain. Based on stratigraphic aspects, the
succession of that sediments can be divided into three sedimentary intervals (IP I-III). Each interval is typically for
environment changes which is controlled by changes of sea level, such as high sea level (IP I), sea level falling (IP II), and
low sea level (IP III). The Quaternary dynamics related to environment changes and changes of basin fill were
influenced by universal of climatic circulation, regional tectonic, and local of sea level changes.
Keywords: Aluvium deposits, sea level, tectonic, climate
Gambar 1. Peta lokasi pemboran daerah Cirebon dan sekitarnya, Jawa Barat.
Formasi Gintung
Kelurusan Endapan Aluvium
Formasi Kalibiuk
Sesar normal yang diperkirakan Endapan Pantai
U, bagian yang naik, D, bagian yang turun Hasil Gunung Api Muda Cireme
Jalan Kereta Api
Gambar 2. Peta geologi daerah Cirebon dan sekitarnya, Jawa Barat (menurut Silitonga drr., 1996).
Gambar 3. Litologi hasil pemboran dangkal berarah barat laut - tenggara daerah penelitian.
Foto 1. Percontoh tanah hasil pemboran tangan di daerah penelitian. Foto 2. Percontoh endapan vulkanik yang terdiri atas lempung tufan
dengan bercak kemerahan dari Formasi Gintung.
Endapan Laut Lepas Pantai kadang sisa-sisa tumbuhan, lepas dan terpilah
sedang (Foto 4). Butirannya menyudut tanggung
Endapan laut lepas pantai ini berupa lempung
hingga membulat tanggung dengan kandungan
berwarna kelabu hingga kehijauan, mengandung
fragmen batuan, kuarsa dan mineral hitam yang
cangkang moluska yang sulit diamati karena
terletak pada kedalaman antara - 0,20 hingga - 2,10
kondisinya pecah-pecah dan jarang ditemukan serta
m dengan interval ketebalan kurang lebih 1,20 m
berfosil foraminifera, kadang-kadang
(Nb. 1,2,3,4, dan 5/ Gambar 3). Berdasarkan ciri-ciri
memperlihatkan perlapisan tipis dan halus serta
tersebut di atas batuan tersebut termasuk ke dalam
sisipan lanau setebal 1 hingga 2 cm. Warna batuan
endapan pasir pantai (Gambar 4), Sumanang drr.
memperlihatkan semakin ke arah atas semakin
(1997) menyebutnya satuan pematang pantai (BS).
terang yaitu berwarna kelabu, dan ditafsirkan
sebagai endapan laut yang kisaran pengendapannya
di laut lepas pantai. Ketebalan lapisan mencapai
lebih dari 5 m yang terletak pada kedalaman antara -
4,20 dan - 8,10 m (Nb. 1,2,3,4, dan 5/ Gambar 3
dan 4).
ACUAN
Allen, J.R.L., 1965. A riview of the origin and character of recent sediments. Sedimentology, 5 : 89-191.
Haq, B.U., 1991. Sequence stratigraphy, sea-level change, and significance for the deep sea. In: Macdonal, I.M.
(ed), Sedimentation, Tectonics and Eustacy, Sea-Level changes at active margins. Spec. Publs.
Int. Ass. Sediment. (1991) 12 : 3-39.
Newberry, J.S., 1874. Cycles of deposition in American sedimentary rocks. American Association for the
Advancement of Science Proceedings, 22 : 185-196.
Plint, A.G., Eyles, N., Eyles, C.H., dan Walker, R.G., 1992. Control of Sea Level Change. In: Walker, R.G. dan
James, N.P. (eds.), Facies Models response to sea level change. Geological Association Of Canada,
15-25
Perlmutter, M.A. dan Matthews, M.A. (1989) Global Cyclostratigraphy. In: T.A. Cross (eds.), Quantitative
Dynamic Stratigraphy. Prentice Englewood, New Jersey, 233-260.
Reineck, H.E. dan Singh, I.B., 1980. Depositional Sedimentary Environments. Springer – Verlag, Berlin, 549 p.
Silitonga, P.H., Masria, M. dan Suwarna, N., 1996. Peta Geologi Lembar Cirebon, Jawa, skala 1:100.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Sumanang, H., Mulyana, H., Hidayat, S. dan Basri, C., 1997. Peta Geologi Kuarter Lembar Muara – Cirebon,
Jawa Barat, skala 1:50.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Williams, J.R., 1891. On cycles of sedimentation. American Geologist, 8 : 315-349.
SARI
Hasil analisis kandungan emas dan perak dalam sedimen dasar laut di Teluk Kumai menunjukkan kandungan tertinggi
terdapat pada lokasi TPL-43, TPL-44, TPL-54, TPL-74 dan TPL-75, yang berkisar antara 0,09 – 0,19 ppm emas dan 1,6
– 3,75 ppm perak. Kurva hubungan antara besar butir dan persentase kumulatif butiran sedimen mengandung emas dan
perak menunjukkan proses pengendapan sedimen membentuk pola gabungan antara saltasi dan suspensi. Pola saltasi
terjadi pada ukuran butir antara -1,5 phi hingga 2 phi dan pola suspensi pada ukuran butir antara 2 - 4 phi. Berdasarkan
kurva hubungan besar butir dan persentase frekuensi butiran menunjukkan adanya butiran tertentu yang mendominasi
proses pengendapan. Ukuran butir yang paling berpengaruh dalam proses pengendapan tersebut adalah antara 0,5 - 2,5
phi (medium sand – very fine sand) dengan jumlah berkisar antara 10 - 28%. Pola pengendapan sedimen di daerah
penelitian dipengaruhi oleh rezim arus teluk sebagai gabungan arus laut dan arus sungai yang membentuk endapan pasir
pantai. Hasil analisis di atas dapat menjadi arahan dalam kegiatan pendulangan emas dan perak di daerah penelitian,
sehingga diperoleh hasil yang optimal, yaitu pada sedimen berukuran sedang sampai halus di sekitar garis pantai.
Kata kunci: sedimen, emas dan perak, proses pengendapan, ukuran butir, Teluk Kumai
ABSTRACT
Results of analysis of gold and silver contents within the sea floor sediments in the Kumai Bay show that the highest
contents are at the location of TPL-43, TPL-44, TPL-54, TPL-74 and TPL-75 locations with ranging from 0,09 to 0,19
ppm for gold and 1,6 to 3,75 ppm for silver. A curve showing the relationship between grain size and percentage of grain
cumulative of gold and silver bearing sediments indicates that the deposition process is a combination pattern between
saltation and suspension. The saltation pattern happened at the grain size between -1,5 to 2 phi and suspension pattern
2 - 4 phi. Based on relation curve of the grain size and frequency percentage of the grains indicate the present of a
certain grain dominated the depositional process. The most influenced grain size on depositional process are between
0,5 - 2,5 phi that are a medium sand to very fine sand of about 10 - 28%. The depositional pattern of the sediment in
the survey area is influenced by the regime of bay current as a combination of the sea and river currents to form the
coastal sand sediments. Result of the analysis can become a guidence in gold and silver mining activities in the study
area in order to obtain optimal results, that is on sediments with size ranging from medium - very fine sand around the
coastline area.
Keywords: sediment, gold and silver, depositional process, grain size, Kumai Bay
Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan percontohan sedimen dasar laut perairan Lembar Peta 1512, Teluk Kumai, Kalimantan Tengah.
TR vk
TR vk
TR vk
TR vk
Gambar 2. Geologi regional daerah penelitian berdasarkan Peta Geologi Lembar Pangkalanbun, Kalimantan (Hermanto drr., 1994).
Dari hasil analisis Besar Butir (Folk, 1980) Hasil analisis tersebut memperlihatkan kandungan
diperoleh enam satuan faies sedimen dasar laut emas dan perak tertinggi terdapat pada fasies
yang terdiri atas: Lanau (Z), lanau pasiran (sZ), sedimen pasir sedikit kerikilan (g)S, ukuran butir
lumpur kerikilan (gM), pasir sedikit kerikilan (g)S, pasir halus sampai sedang dengan kandungan
lumpur pasiran sedikit kerikilan (g)sM, dan pasir butiran kuarsa mencapai 60% dan pirit 20%.
lumpuran sedikit kerikilan (g)mS (Tabel 1). Kenaikan kandungan emas dan perak tidak selalu
sama pada setiap percontoh yang dianalisis. Pada
Selanjutnya, berdasarkan klasifikasi Folk (1980)
percontoh TPL-44 mengandung emas tertinggi dari
tersebut, dapat dibuat peta sebaran fasies
seluruh percontoh yang dianalisis, tetapi kandungan
sedimen dasar laut (Gambar 3).
perak jauh lebih kecil, yaitu 1,20 ppm. Demikian
Berdasarkan data pengamatan megaskopik dan pula sebaliknya pada TPL-43, kandungan emas 0,07
analisis besar butir, kondisi fisik sedimen dasar ppm tetapi kandungan perak mencapai kandungan
laut di daerah penelitian memperlihatkan tertinggi dari seluruh percontoh yang dianalisis, yaitu
kecenderungan kesamaan bentuk fisik dan 3,75 ppm.
komposisi butiran. Perbedaannya pada ukuran
Secara umum, perbandingan kandungan emas dan
dan volume masing-masing butiran, walaupun di
perak pada dua teluk memperlihatkan kandungan
beberapa tempat terdapat sedimen berbutir halus
emas tertinggi terdapat di sekitar Teluk Kotawaringin,
dan lempung mengandung cangkang. Kesamaan
yaitu pada TPL-31, 44 dan 54 yang merupakan
kondisi fisik tersebut adalah kandungan butiran
muara Sungai Kotawaringin (Gambar 4). Kondisi ini
rata-rata kerikil 0,801%, pasir 29% dan lanau
diperkuat dengan kegiatan penambangan emas,
68,1% terdiri atas butiran kuarsa, pecahan
perak dan kuarsa di sekitar Sungai Arut yang
batuan beku (lithic), mineral hitam, dan pirit
merupakan cabang Sungai Kotawaringin.
dengan ukuran lanau sampai kerikil dan bentuk
Gambar 3. Peta sebaran fasies sedimen dasar laut perairan Lembar Peta 1512, Teluk Kumai, Kalimantan Tengah (Silalahi drr., 1998).
Fasies
2,5
2 membentuk pola gabungan antara saltasi
1,5 dan suspensi (Gambar 5).
1
0,5
Berdasarkan model Visher (1969) tersebut,
0 pola saltasi terjadi pada ukuran butir antara -
TPL-31 TPL-43 TPL-44 TPL-54 TPL-72 TPL-74 TPL-75
Emas (Ppm) 0,08 0,07 0,15 0,1 0,08 0,09 0,1
1,5 phi hingga 2 phi, selanjutnya diikuti pola
Perak (Ppm) 2,5 3,75 1,2 3,6 1,5 2,3 1,6 suspensi pada ukuran butir antara 2 – 4 phi,
dan seterusnya untuk ukuran yang lebih
Gambar 4. Perbandingan kandungan emas dan perak pada tujuh percontoh terpilih. halus. Adanya proses gabungan pola saltasi
dan suspensi, dan pola saltasi yang dominan
tersebut disebabkan oleh kondisi perairan
Tabel 3. Persentase Ukuran Butir Terhadap Tujuh Percontoh Sedimen Dasar Laut Yang
Mewakili Sedimen Perairan Lembar Peta 1512, Kalimantan Tengah. teluk sebagai daerah pertemuan arus sungai
dan laut yang dinamis dan berarus kuat yang
mampu menggerakkan butiran sedimen.
Arus yang kuat tersebut menyebabkan
ukuran butir yang lebih besar bergerak
secara saltasi, dan ukuran lebih halus (> 2
phi) bergerak melayang, sebelum
diendapkan di dasar laut.
Tabel 4. Persentase kumulatif Ukuran Butir Terhadap Tujuh Percontoh Sedimen Dasar Berdasarkan hubungan antara besar butir
Laut di Perairan Lembar Peta 1512, Kalimantan Tengah.
(Phi) dan persentase kumulatif butiran
memperlihatkan adanya rezim arus tertentu
yang berperan dalam proses pengendapan
sedimen di perairan Teluk Kumai. Dari hasil
analisis tersebut sebagaimana Visher
(1965), diperoleh kecenderungan pola
pengendapan sedimen membentuk endapan
pasir pantai (beach sand) (Gambar 6).
Kehadiran PTL-31 yang membentuk pola
endapan sungai (river sand) menjadi
menarik untuk dipelajari lebih lanjut
mengingat posisinya saat ini berada di laut,
Proses Pengendapan Sedimen Mengandung Emas sehingga perlu dipelajari lebih lanjut hubungannya
dan Perak dengan sistem aliran sungai.
Pemahaman mengenai proses pengendapan Selanjutnya, hubungan antara besar butir dan
sedimen mengandung emas dan perak berdasarkan persentase frekuensi butiran menunjukkan adanya
analisis dan model (Visher, 1965; 1969). Model ini besar butir tertentu yang mendominasi proses
memberikan gambaran tentang pola pengendapan pengendapan (Friedman and Sanders, 1978; dalam
sedimen dan jenis sedimen. Keberadaan sedimen Friedman and Johnson, 1982). Dari hasil kurva
sekitar Teluk Kumai dan dua muara sungai perlu tersebut diperoleh ukuran butir yang paling
d i ke t a h u i l e b i h l a n j u t t e r u t a m a p r o s e s berpengaruh dalam proses pengendapan di daerah
pengendapannya dan hubungannya dengan penelitian, yaitu ukuran butir antara 0,5 – 2,5 phi
kandungan emas dan perak. (medium–very fine sand) pada PTL-31, PTL-44,
PTL-54, PTL-74 dan PTL-75 dengan jumlah berkisar
Hasil analisis hubungan antara besar butir (Phi) dan antara 10 – 28% (Gambar 7). Secara umum
persentase kumulatif butiran pada tujuh percontoh berdasarkan kedua kurva di atas, pola pengendapan
sedimen mengandung emas dan perak di lokasi TPL- sedimen di daerah penelitian dipengaruhi oleh rezim
31, TPL-43, TPL-44, TPL-54, TPL-72, TPL-74, TPL- arus teluk sebagai gabungan arus laut dan arus
Gambar 5. Analisis pola pengendapan beberapa percontoh sedimen Gambar 6. Analisis jenis sedimen pada beberapa percontoh sedimen
mengandung emas dan perak di daerah penelitian di daerah penelitian berdasarkan pendekatan Visher
berdasarkan model Visher (1969). (1965).
30
sungai yang membentuk endapan pasir pantai dan
pasir sungai. 25
TPL-44
20
TPL-54
Frekwensi (%)
DISKUSI 15
TPL-74
TPL-75
ACUAN
Cronan, D.S., 1980. Underwater Mineral. Academic press, London: 362 pp.
Folk, R.L., 1980. Petrology of Sedimentary Rocks. Hamphill Publishing Company Austin, Texas: 170 pp.
Friedman, G.M. and Sanders, J.E., 1978. Principles of Sedimentology (792 p). In: Friedman, G.M. and Johnson,
K.G., 1982. Exercises in Sedimentology. John Wiley & Sons Inc, New York: 208 pp.
Hermanto, B., Bachri, S. dan Atmawinata, S., 1994. Peta Geologi Lembar Pangkalanbun, Kalimantan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Katili, J.A., 1980. Geotectonics of Indonesia, A Modern View. Directorate General of Mines, Jakarta: 271 pp.
Komar, P.D., 1998. Beach Processes and Sedimentation, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey:
544pp.
Moore G.F., Curray, J.R., Moore, D.G. and Karig, D.E., 1980. Variations in Geologic Structure Along the Sunda
Arc, Northern Indian Ocean. In: Hayes D (eds)., 1980. The Tectonic and Geologic Evolution of
Southeast Asian Seas and Islands. Geophys. Monogr. Ser., Vol. 23, AGU Washington D.C.: 145 –
160.
Silalahi, I.R., Hanafi, M., Yosi, M., Karmini, M., Usman, E., Rahardiawan, R. dan Kastanja, M.M., 1998.
Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Lembar Peta 1512 Teluk Kumai, Kalimantan
Tengah. Pusat Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung (Laporan Intern): 60 hal.
Van Leeuwen, T.M., 1994. Twenty Five Years of Mineral Exploration and Discovery in Indonesia. Elsevier,
Amsterdam.
Visher, G.S., 1965. Fluvial Processes as Interpreted from Ancient and Recent Fluvial Deposits. In: Friedman,
G.M. and Johnson, K.G.(eds), 1982. Exercises in Sedimentology, John Wiley & Sons Inc, New
York: 208 pp.
Visher, G.S., 1969. Grain Size Distributions and Depositional Processes, Jour. Sedimentary Petrology. In:
Friedman, G.M. and Johnson, K.G.(eds), 1982. Exercises in Sedimentology, John Wiley & Sons
Inc, New York: 208 pp.
Woodroffe, C.D., 1996. Late Quaternary infill of Macrotidal Estuaries in Northern Australia. In: Nordstrom, K.F.
and Roman, C.T. (eds), 1996. Estuarine Shores: Evalution, Environments and Alterations. John
Wiley & Sons Ltd, New York: 89 - 114.
SARI
Endapan aluvium di lembah Krueng Aceh, diduga diendapkan dalam lingkungan cekungan banjir, sistem sungai, transisi,
dan klastika linier. Lingkungan klastika linier terdiri atas fasies endapan laut lepas pantai (Fellp), laut dekat pantai (Feldp),
pantai/ pematang pantai (Fep/Fepp), dan rawa bakau (Ferb). Penelitian dilakukan dengan pemetaan geologi permukaan
dan analisis sedimentologi dan stratigrafi dari sepuluh hasil pemboran yang dilakukan di sepanjang lintasan berarah
barat - timur - barat daya dan barat-timur-selatan. Kedalaman pemboran berkisar antara 2,30 hingga 10 m pada
ketinggian + 0,90 hingga + 10 m dari permukaan laut.
Berdasarkan korelasi rangkaian perubahan lingkungan pengendapan di lingkungan klastika linier, siklus turun-naiknya
permukaan laut dapat dibedakan menjadi tiga. Setiap siklus dicirikan oleh berubahnya lingkungan pengendapan yang
dikontrol oleh aktivitas sesar Seulimeum.
Kata kunci: sedimentologi, stratigrafi, aluvium
ABSTRACT
The alluvium in the Krueng Aceh valley, suggests that it is deposited in floodbasin, fluvial system, transition, and linier
clastic environments. The linier clastic enviroments consists of offshore (Fellp), nearshore (Fedp), beach/ beach-ridge
(Fep/ Fepp), and marsh deposits. The research was carried out by surface geological mapping and analysed
sedimentology and stratigraphy of ten boreholes trending west-east to southwest and west-east to south. Depths of the
boreholes varies from 2.30 to 10 m at elevation of + 0.90 - + 10 m above sea level.
Based on correlation of sedimentary environment in the linier clatic environment,sea level changes can be divided into
three cycles that were controlled by active tectonic of the Seulimeum fault respectively.
Keywords: sedimentology, stratigraphy, alluvium
95O25’34’728”
Fo.2
U Perbukitan
KETERANGAN:
7 Fo.3
Sedimen rawa B T
6
Lempung lanauan dan lanau lempungan S
0 2 4 km
Lempung pasiran dan lanau pasiran
TB.7
Pasir lempungan dan pasir lanauan 5
Pasir
Fo.4
TB.8 4
TB.6 3
Kerakal pasiran TB.1 TB.2 TB.3
Perbukitan Fo.1
2
Lingkungan Transisi
TB.6 Lingkungan Klastika Linier
Lokasi bor 1
Fo.4 Lokasi foto lapangan TB.9
TB.4
1 - 7 Jalur pematang pantai TB.5
Garis pantai
TB.10
Perbukitan
BANDA ACEH
Sigli
Takengon
95O15’25,218”
Meulaboh
95O25’34’728”
MEDAN
Tapaktuan
5O30’49,969” 5O30’49,969”
Gambar 1. Peta sebaran litologi endapan Kuarter permukaan di Cekungan Banda Aceh, lokasi penampang bor dangkal dan foto Lapangan.
(Modifikasi dari Culshaw dkk., 1979 dalam Ploethner dan Simon, 2005).
Litologi dan Penafsirannya yang berasal dari pelimpahan material alur sungai
Litologi aluvium yang tak terbedakan tersusun oleh yang bercampur dengan fasies rawa atau sebagai
kerakal pasiran, pasir, pasir lempungan dan pasir wadah pasokan material yang bersumberkan dari
lanauan, lempung pasiran dan lanau pasiran, paparan cekungan. Cohen drr. (2003) menyebut
lempung lanauan dan lanau lempungan, dan lingkungan cekungan banjir sebagai wilayah dataran
sedimen rawa. Berdasarkan interpretasi citra rendah. Disini pengaruh suplai material sungai relatif
Landsat 547 + DEM dapat diidentifikasi sebaran kecil. Terminologi lingkungan cekungan banjir telah
litologinya (Gambar 1). Sementara itu, karakter diuraikan secara rinci oleh Reineck dan Singh
bentang alam dan pola sebaran fasies pengendapan- (1973). Mereka menyatakan bahwa ”flood basins
nya, cekungan Kuarter di daerah dapat dibedakan are the lowest-lying part of a river flood plain”.
menjadi cekungan banjir (floodbasin), sistem sungai Lingkungan ini dicirikan oleh pola aliran yang jarang,
(fluvial systems), transisi, dan klastika linier (linier datar, tidak memiliki relief, pengaruhi oleh endapan
clastics).
suspensi, dan memiliki akumulasi panjang dengan
Lingkungan cekungan banjir adalah tempat kecepatan sedimentasi sangat rendah. Satuan ini
kumpulan atau terminal proses pengendapan, baik tersebar di bagian tenggara atau barat Krueng Aceh,
Pematang pantai 2
Pematang pantai 1
Foto 1. Alur pasang surut pada Lingkungan Transisi di selatan Foto 2a. Jalur Pasir Pematang Pantai 1 dan 2.
Makam Syah Kuala.
TB.4 TB.5
M(dpl) M(dpl)
* BI. D
0
7 0.3 0
* BI. C 7
0.5
6 B 6
TB.3 BL.D
1.6
0 C
5 2.0 * BI. B 5
TB.2
* BI. E 2.85
TB.1 A
4 0 3.3 4
D 3.25
0.4
* BI. E 1.75 * BI. B
3 0 3
2.4
0.5 E 1.5
2 2
2.2
2.7
1.8 * BI. B
1 1
2.25
0 1 2 km
KETERANGAN:
Lempung pasiran Fasies endapan pantai/pematang pantai (Fep/Fepp) B. Interval Fasies Pengendapan muka laut naik 2
Pasir lempungan Fasies endapan laut dekat pantai (Feldp) C. Interval Fasies Pengendapan muka laut turun 2
BI. B - E : Batas Interval Fasies Pengendapan B - E TB.1 Nomor titik pemboran (Ntp)
Batas Interval Fasies Pengendapan
TB.10
M (dpl) M (dpl)
10 TB.9 10
8 8
TB.7 B
TB.8
6 6
TB.6
4 4
A
2 2
0 0
KETERANGAN
Fasies endapan rawa bakau (Ferb)
Lempung
0 2 4 6 km Fasies endapan pantai berukuran menengah (Fep)
Lempung lanauan
Fasies endapan pantai berukuran kasar (Fep)
Pasir halus & cangkang Fasies endapan laut ldekat pantai (Feldp)
Pasir kasar
Batas Interval Fasies Pengendapan
TB.10 Nomor titik pemboran ( Ntp ) Interval Fasies Pengendapan (IFP)
A, B
UMUM
1. Naskah merupakan karya asli yang belum pernah diterbitkan di manapun sebelumnya.
2. Naskah dalam Bahasa Inggris ataupun Indonesia yang baik dan benar, dilengkapi dengan Sari
dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris.
3. Teks harus tercetak jelas; gambar dan foto harus asli dengan ukuran maksimum 19,5x15 cm.
4. Naskah harus ditelaah dan disunting paling tidak oleh dua orang dari Dewan Redaksi
dan/ataupun Editor Ilmiah (Scientific Editor) sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
5. Naskah yang masuk ke Dewan Redaksi, harus disertai Surat Pengantar dari Kelompok
Program/Pimpinan Unit (khusus dalam lingkungan DESDM).
6. Dewan Redaksi berhak menolak naskah/makalah yang kurang memenuhi syarat sebagai tulisan
ilmiah.
7. Soft copy yang berisi teks, gambar, dan potret yang telah diperbaiki sesuai dengan telaahan dan
suntingan, dan dinyatakan dapat diterbitkan oleh Dewan Redaksi, diserahkan kepada Ketua
Dewan Penerbit/Kepala Bidang Informasi.
NASKAH
1. Halaman pertama naskah berisi judul makalah, sari dan abstract, serta kata kunci dan keywords.
Nama penulis, nama instansi, alamat dan nomor telepon/hp dituliskan pada lembar tersendiri.
2. Naskah diketik dengan komputer dalam MS-Word dengan huruf Times New Roman, Font-12, dua
spasi.
3. Beri dua spasi antara heading dan teks di bawahnya, tiga spasi antaralinea tanpa menggunakan
indentasi.
4. Susunan isi :
a. Judul (Title)
b. Sari/Abstract; harus ringkas dan jelas mewakili isi makalah (concise summary), paling banyak 200
kata (words) diketik satu spasi (single space).
c. Kata kunci (keywords); 4 sampai 6 kata ditulis di bawah sari/abstract.
d. Pendahuluan (Introduction) : Latar belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Lokasi Daerah.
(Scientific Background, Scientific Problem, Aim(s), Studied Area).
e. Metodologi (Methods)
f. Analisis dan Hasil (Analyses and Results)
g. Diskusi (Discussion)
h. Kesimpulan dan Saran (Conclusions/Recommendations)
I. Ucapan Terima Kasih (Acknowledgment)
5. Acuan (References); harus diacu (cited/referred) dalam tulisan, mendukung isi tulisan dan ditulis
dalam daftar serta disusun menurut abjad. Hindari penulisan nama penulis/pengarang maupun
Call for paper:
editornya dengan huruf besar. Semua nama penulis harus ditulis, tidak boleh hanya nama penulis
pertama dengan tambahan drr.
Contoh :
Prosiding (Proceeding):
- Koning, T. and Darmono, F.X., 1984. The Geology of the Beruk Northeast Field, Central
th
Sumatra. Oil production from pre-Tertiary basement rocks. Proc. 13 Ann. Conv.
IPA, Jakarta, Indonesia.
Jurnal/Buletin:
- Wright, O.R., 1969. Summary of research on the selection interview since 1964. Personal
Psychology 22:391-413.
Peta:
- Simandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo,
Sumatera, skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Laporan tidak diterbitkan:
- Siagian, H.P. dan Mubroto, B., 1995. Penelitian Magnet Purba di daerah Baturaja dan
Sekitarnya, Sumatera Selatan. Laporan intern Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung (Tidak diterbitkan).
Tesis (Skripsi, Disertasi):
- Stone, I.G., 1963. A morphogenetic study of study stages in the life-cycle of some Vitorian
cryptograms. Ph.D. Thesis, Univ. of Melbourne.
Buku :
- George, S., 1967. Language and Silence. Faber and Faber, London: 96pp.
Dalam Buku :
- Carter, J.G., 1980. Environmental and biological controls of bivalve shell mineralogy and
microstructure. In: Rhoads, D.C. and Lutz, R.A. (Eds.), Skeletal growth of aquatic
organisms. Plenum Press, New York and London: 93-134.
Publikasi Khusus (Special Publication):
- Kay, E. Alison, 1979. Hawaiian Marine Shells.B.P. Bishop Museum Special Publication 64(4):
653pp. Major Treatment.
Informasi di internet:
- Lunt, P., 2003. Biogeography of some Eocene larger foraminifera, and their application in
distinguishing geological plates. Paleontologica Electronica 6(1):22pp, 1.3MB;
http://paleo-electronica.org/paleo/2003-2/geo/issue 2-03.htm
6. Dalam draft, gambar/peta/potret diletakkan pada halaman akhir makalah.
7. Keterangan gambar dan potret diketik satu spasi dan diletakkan di bawah gambar/potret;
diakhiri dengan titik. Huruf besar hanya pada awal kalimat dan nama diri.
8. Keterangan tabel juga diketik dalam satu spasi, diletakkan di atas tabel, tidak diakhiri dengan titik.
Setiap awal kata, ditulis dengan huruf besar, kecuali kata depan dan kata sambung.