J ournal
Sumber Daya Geologi
of Geological Resources
Gambar Sampul:
Blok diagram tiga dimensi anomali sisa antara 6 - 26 mgal memperlihatkan
bentuk Gunung Api Muria, Genuk dan Gunung Api Lepas Pantai
(Foto: A. K. Permana)
Vol. 19, No. 1, Februari 2009 ISSN 1829-5819
urnal
J ournal
Sumber Daya Geologi
of Geological Resources
KATA PENGANTAR
Penasihat
Kepala Badan Geologi
Pembaca yang budiman,
Penanggung Jawab
Kepekaan para peneliti dalam menyajikan data dasar di bidang geo-
sciences, geo-environments dan geo-resources dapat ditampilkan pada Jurnal Kepala Pusat Survei Geologi
Sumber Daya Geologi terbitan kali ini.
Dewan Redaksi
Makalah geo-sciences pertama membahas dinamika perubahan
Ketua Prof. (Ris.) Dr. Ir. Udi Hartono
mineralogi dari waktu ke waktu berdasarkan hasil uji XRD pada batuan gunung
api Kuarter di daerah Lombok Timur. Makalah kedua mengungkapkan dinamika Anggota Dr. Hermes Panggabean, M.Sc.
airtanah dalam dengan menggunakan pentarikhan radioisotop 14C untuk Dr. Ir. Rachmat Heryanto, M.Sc.
Ir. Asdani Soehaimi, Dipl.Seis.
mengetahui pola gerak (migrasi) dan imbuhannya. Makalah ketiga Rimbaman, M.Sc.
mengetengahkan faktor kendali tektonik regional dan lokal dalam perubahan Ir. Sidarto, M.Si.
sistim lingkungan pengendapan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Induk. Ir. Subagio, M.Si.
Dewan Redaksi
Anggota Ir. Kusdji Darwin Kusumah
Dra. Nenen Adriyani, M.A.
Cipto Handoko
Hari Daya Satya, A.Md.
Alamat Redaksi
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro 57,
Bandung, 40122
Telp. (022) 7203205
Fax. (022) 7202669
E-mail : publication@grdc.esdm.go.id
redaksi@grdc.esdm.go.id
http://www.grdc.esdm.go.id
Vol. 19, No. 1, Februari 2009 ISSN 1829-5819
urnal
J ournal
Sumber Daya Geologi
of Geological Resources
Daftar isi / Contents
Geo-Sciences
3 - 15 Mineralogi Matriks Breksi Gunung Api Plistosen Akhir - Kuarter Berdasarkan Data XRD di Daerah Lombok Timur,
Nusa Tenggara Baratl
S. Maryanto, R. Hasan dan D.A. Siregar
17 - 22 Penentuan Pola Sebaran Air Tanah Dalam Daerah Bekasi Menggunakan Radioisotop 14C
D.A. Siregar dan Satrio
23 - 36 Interaksi Faktor Kendali Tektonik, Muka Laut, dan Perubahan Iklim di Daerah Teluk (Studi Kasus Geologi
Kuarter di Daerah Teluk Klabat, Kab. Bangka Induk, Bangka)
S. Hidayat dan H. Moechtar
Geo-Environment
3745 Mikrotremor dan Percepatan Tanah Maksimum Kota Makassar
A. Soehaimi
47 -61 Penelitian Geofisika Dengan Metode Gaya Berat Daerah Rencana Tapak Pembangkit Tenaga Nuklir
Gunung Api Genuk dan Sekitarnya Jepara, Jawa Tengah
S. Panjaitan dan Subagio
Geo-Resources
63 - 76 The Possibility of Hidrocarbon Potential In North Bone Basin, Based On Geological and Geophysical
Date Evaluation
H. P. Siagian and B.S. Widijono
Geo-Sciences
POLA DINAMIKA AIR TANAH DI DAERAH BEKASI BERDASARKAN ANALISIS
RADIOISOTOP 14C
D.A. Siregar1 dan Satrio
2
1
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro No. 57, Bandung 40122
2
Pusat Aplikasi teknologi Isotop dan Radiasi - BATAN
ABSTRAK
14
Penelitian pola dinamika air tanah dalam di daerah Bekasi dengan menggunakan radioisotop C telah dilakukan.
14
Beberapa perconto air tanah dalam diambil untuk dianalisis kandungan C-nya. Hasilnya diplot ke dalam peta lokasi
terkait untuk memperoleh pola konturnya. Pola kontur yang diperoleh memperlihatkan bahwa air tanah dalam di daerah
selatan Bekasi berumur lebih muda dibandingkan dengan yang berasal dari utara dan barat laut. Hal tersebut
menunjukkan bahwa air tanah dalam di daerah penelitian bergerak dari selatan ke utara dan barat laut. Sementara itu
Bekasi merupakan daerah imbuh air tanah.
Kata kunci: Bekasi,pola dinamika, air tanah dalam, analisis 14C
ABSTRACT
14
A study of deep groundwater dynamic pattern on the basis of radioisotope C analysis has been carried out in the Bekasi
14
area. Some samples of deep groundwater were collected for C analysis. The results were plotted on the locality map
concerned and a contour pattern was obtained. The pattern shows that the deep groundwater age of the area south of
Bekasi is younger than those of the north and northwest area. This suggests that deep groundwater in the study area
flows in the north and northwest directions. Meanwhile, Bekasi area is the recharge area.
Keywords: Bekasi dynamic pattern, deep groundwater, 14C analysis
Metode
Pemercontohan air tanah
Isotop 14C dalam percontoh air berada dalam bentuk
gas CO2 yang terlarut dalam air tanah dan diambil
dalam bentuk endapan BaCO3 melalui tahapan di
bawah ini (Technical Report Series No. 91, 1983).
Gambar 1. Pemercontohan air tanah dalam untuk analisis 14C
a. Percontoh air tanah sebanyak 60 lt. dimasukkan dengan teknik pengendapan BaCO3.
kedalam tangki pengendap dan ditambahkan 5 gr
Fe SO4 untuk menghilangkan pengaruh mineral
sulfida dan mineral lain.
b. Percontoh tersebut kemudian ditambahkan
larutan NaOH jenuh sebanyak 40 ml untuk
mengatur agar pH percontoh menjadi 9.
c. Ditambahkan larutan pengendap BaCl2 jenuh
sebanyak 500 mL kemudian aduk hingga
terbentuk endapan halus BaCO3
d. Untuk mempercepat endapan ditambahkan
praestol sebayak 30 ml dan diaduk perlahan
lahan.
E. Di lakukan proses settling hingga endapan turun
ke bagian bawah kemudian ditampung dalam
botol khusus kedap udara.
Gambar 2. Analisis percontoh untuk mengukur umur air tanah
dengan metode Radiokarbon
Tabel2. Hasil Analisis 14C Tanah Daerah Bekasi dan Sekitarnya dengan Metode Kontur iso-age ini memperlihatkan bahwa
Radiokarbon pergerakan air tanah daerah Bekasi
bergerak dari arah selatan ke utara, dan
kemudian membelok menuju ke barat laut.
Keadaan ini diduga disebabkan
pengambilan air tanah yang cukup banyak
di daerah utara Jakarta (sekitar Pulogadung)
karena kawasan Pulogadung merupakan
kawasan industri dengan tingkat eksploitasi
air tanah sangat tinggi. Data tersebut
menunjukkan bahwa cadangan air tanah
daerah Jakarta dipengaruhi oleh air tanah di
daerah Bekasi dan sekitarnya. Kondisi ini
sesuai dengan hasil penelitian Ruchijat dan
Hadi (1997) yang telah melakukan
penelitian di daerah Jonggol-Bekasi yang
menjelaskan bahwa air tanah Bekasi
mengalir dari selatan ke utara dan daerah
imbuh di daerah selatan.
SARAN
Perlu manajemen sumber daya air tanah terpadu dan
kebijakan yang tepat dalam pengembangan suatu
daerah agar tidak terjadi penurunan sumber daya air
akibat pencemaran.
ACUAN
Gupta, Sushil, K. and Polach, H., (1985), Radiocarbon Dating Practice at Australian National University,
Handbook, Radiocarbon Laboratory, Research School of Pacific Studies, ANU, Canberra.
Mook, W. G., (2001), Environmental Isotopes in the Hydrological Cycle, International Hydrology Programe, No.
39, Vol. 5, IAEA-UNESCO, Paris.
Ruchijat, S., dan Hadi, S., (1997), Penyelidikan Potensi Air Tanah Daerah Jonggol-Bekasi, Jawa Barat,
Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung.
Australian International Atomic Energy Agency, 1983 Guidebook on Nuclear Techniques in Hydrology, Technical
Report Series No. 191
Todd, D.K., (1980), Groundwater Hydrology, Second edition, John Wiley & Sons, New York.
Verhagen, B. T. and Butler M.J., (1997), Environmental Isotope Studies of Urban and Waste Disposal Impact on
Groundwater Resources in South Africa, Isotope Techniques in the Study of Environmental
Change, Proc. Sym. IAEA, Vienna: 411-421.
SARI
Studi yang dilakukan pada endapan Kuarter di Teluk Klabat meliputi analisis sedimentologi dan stratigrafi terhadap
informasi lima belas hasil pemboran yang dilakukan di sepanjang lintasan berarah barat - timur. Kedalaman pemboran
berkisar antara 3,50 hingga 16,80 m dari elevasi + 21 m hingga - 4 m dari permukaan laut. Selanjutnya, sedimen
Kuarter tersebut dapat dibedakan menjadi tujuh lingkungan pengendapan, terdiri atas endapan-endapan kipas aluvium
(FKa), rawa (FRw), cekungan banjir (FCb), delta (FDt), pasir pantai (FPp), laut dekat pantai (FLdp), dan laut dekat pantai
hingga laut lepas pantai (FLdp hingga FLlp). Didasari korelasi perubahan lingkungan pengendapan secara mendatar dan
tegak, rangkaian stratigrafi Kuarter tersebut dapat dibedakan menjadi empat interval pengendapan (IP I-IV). Setiap
interval dicirikan oleh berubahnya topografi dan elevasi yang dikontrol oleh berubahnya sistem lingkungan pengendapan.
Faktor pengendali utama perkembangan sistem lingkungan pengendapan tersebut adalah tektonik regional dan lokal.
Perubahan pada rezim tektonik sangat penting pada proses pengendapan sedimentasi di teluk.
Kata kunci: fasies, lingkungan purba, tektonik
ABSTRACT
The study of the Quarternary deposits in Klabat gulf areas was based on the analyses of the sedimentology and
stratigraphy of fifteen borehole information obtained along west to east. The penetration of the bore head varied from
3.50 to 16.80 m from + 21 m to - 4 m of sea-level. Whereas, the Quarternary sediments in the studied area can be
divided into seven sedimentary environments, consisting of alluvial fan (FKa), swamp (FRw), floodbasin (FCb), deltaic
(FDt), sand beach (FPp), nearshore (FLdp), and nearshore to offshore (FLdp to FLlp) deposits. Based on the lateral and
vertical sedimentary environment correlations, the Quaternary stratigraphic succession can be divided into four
sedimentary intervals (IP I to IV). Each interval is typically for topography and elevation changes which is controlled by
changes of the sedimentary environment systems.
The controlling main factor of the sedimentary environment system changes was regional and local tectonics. Changes
in tectonic regime are important upon a tidal flat sedimentation.
Keywords: facies, paleoenvironment, tectonic
25
Geo-Sciences
menggunakan konsep Bor Bangka yang umum penelitian ini fasies tersebut lebih diartikan sebagai
digunakan di kepulauan Timah, yang sangat cocok endapan Kuarter yang memiliki ciri-ciri aspek fisika,
diterapkan khususnya di area sedimen lepas seperti kimia, dan biologi yang sama yang secara spesifik
halnya pada endapan plaser aluvium. diendapkan dalam lingkungan yang sama pula secara
Dalam mempelajari aspek sedimentologi serta lateral. Pemisahan butiran klastika kasar dan halus
pengembangan pembentukan fasies pengendapan- berupa pasir, pasir lempungan, lempung pasiran, dan
nya secara detail, maka dilakukan analisis data lempung dilakukan berdasarkan karakteristik
pemboran secara visual. Setiap perubahan fasies fasiesnya yang pada hakekatnya mencirikan
baik yang tegas ataupun berangsur termasuk warna, lingkungan pengendapannya (Gambar 2).
pelapukan, komposisi, butiran dan parameter terkait
lainnya; direkam secara seksama dan diplot dalam Endapan Kipas Aluvium (FKa)
penampang tegak (log bor) pada skala 1:250. Lima
Jenis klastika pasir ini berupa pasir, sangat kasar
belas penampang tegak, yaitu Penampang A-B
hingga halus yang bercampur dengan kerakal-kerikil,
berarah barat - timur dengan kedalaman antara
masif, berwarna abu-abu hingga coklat hitam
3,50-16,80 m yang terletak pada ketinggian +21 m
kemerahan, kompak, bercampur dengan lempung
hingga -4 m dari permukaan laut telah diamati
liat hitam, serta keras. Butiran mengasar ke arah atas
(Gambar 2). Penentuan lokasi titik bor dilakukan
(coarsening upwards), tersebar tidak merata, sangat
secara teliti dengan menggunakan GPS. Endapan
menyudut sampai membulat tanggung, mengandung
Kuarter tersebut, selanjutnya dipelajari secara detail,
sedikit potongan kayu berdiameter antara 2 hingga 3
khususnya menyangkut perkembangan
cm, minim kandungan sisa tumbuhan/tanaman di
pembentukan fasiesnya, baik secara lateral ataupun
bagian atasnya, kadang-kadang bersisipan lempung
vertikal, berdasarkan aspek sedimentologi dan
liat berwarna merah (limonitisasi) sebagai soil
stratigrafi. Sedimen Kuarter tersebut dialasi oleh
setebal 0,5-2,0 cm, ketebalan antara 1,75-2,40 m
batuan granit yang menurut Andi Mangga dan
dan terletak di atas batuan dasar granit (Nomor titik
Djamal (1994), termasuk dalam granit Klabat
bor/Ntb. 1,2, dan 5) (Gambar 2). Jenis litologi
(TRJkg).
demikian, cenderung termasuk endapan aliran
Hasil korelasi rangkaian sedimen tersebut di atas, rombakan yang berhubungan dengan gravitasi.
selanjutnya dikelompokkan menjadi empat interval Berbagai penulis menyatakan bahwa endapan aliran
selang waktu periode pengendapan (IP I - IV) yang rombakan dapat dibedakan menjadi berbutir kasar
memiliki karakter berbeda satu terhadap lainnya. (debris flow deposits) dan aliran rombakan berbutir
Dari rangkaian susunan Interval Pengendapan halus (mud flow deposits) termasuk dalam endapan
tersebut, faktor kendali proses pembentukan aliran massa (mass flow deposits). Perbedaannya
sedimen klastika tersebut dapat ditelusuri, yang adalah terletak pada dominannya ukuran butir saja.
ditandai oleh berubahnya lingkungan. Akhirnya, efek Dalam penelitian ini fasies tersebut ditafsirkan
sirkulasi iklim, turun naiknya permukaan laut dan sebagai endapan kipas aluvium (alluvial fan
tektonik dapat dijelaskan berdasarkan pola deposits) yang dibedakan berdasarkan karakter
rangkaian stratigrafinya. butirannya, yang ditandai oleh akumulasi butiran
pasir, lanau, dan lempung yang bercampur dengan
SEDIMENTOLOGI DAN STRATIGRAFI kerakal-kerikil yang memiliki kandungan air cukup
besar yang bertindak sebagai energi aliran yang
Fasies dan Lingkungan Pengendapan
tersebar dan berhenti bergerak pada batuan
Fasies dapat didefinisikan dari berbagai skala dasarnya. Mial (1978) menyebutnya sebagai
berbeda. Salah satunya dalam sedimentologi fasies endapan debris flow yang masif dengan kandungan
didefinisikan : ”Fasies is a body of rock characterized kerakal di atas massa dasar, dan grading (Gms). Miall
by a particular combination of lithology physical and (1992) selanjutnya mengatakan bahwa sedimen
biological structures that bestow an aspect aliran gravitasi (SG) terdiri atas Gms dan Gm yang
(”facies”) different from the bodies of rock above, umum terbentuk dalam kipas aluvium. Fasies Gm
below and laterally adjasent” (Walker, 1992). Dalam
14 15
8 9 10 11 12
13
1 2 3 4 5 6 7
+ + + +
+ + +
1 - 15 Peta Indeks 1:250.000
Gambar 2. Susunan litologi data bor daerah Teluk Klabat, Bangka.
28
Geo-Sciences
Endapan Pasir Pantai (FPp) antara 2,05-2,10 m (Ntb. 9,10,11,,13,14, dan 15)
(Gambar 2). Bentuk butir kuarsa yang terkandung
Pasir berukuran menengah hingga halus, putih abu-
dalam fasies ini membulat sempurna, kemungkinan
abu yang tersebar tidak merata, dengan bentuk butir
menandakan bahwa derajat transportasinya
menyudut tanggung hingga membulat tanggung,
termasuk tinggi dan terbawa jauh, dan tidak dijumpai
terdiri atas butiran kuarsa/fragmen batuan
sisa-sisa tumbuhan/dedaunan. Selanjutnya, fasies ini
granitik/felspar/mineral hitam, cangkang kerang
diinterpretasikan sebagai endapan laut dekat pantai
(moluska), kadang-kadang mengandung akar
hingga lepas pantai (nearshore to offshore deposits).
tanaman, dengan ketebalan antara 1,85 hingga 7,25
m (Ntb. 5,6,7,8,10,11,12,13,14, dan 15) (Gambar
2). Bentuk butir yang relatif tidak seragam dengan Stratigrafi
derajat kebundaran sedang dan urai tersebut, Susunan stratigrafi Kuarter daerah penelitian, diawali
ditafsirkan sebagai fasies endapan pasir pantai dengan diendapkannya kipas aluvium (FKa) di
(beach sand deposits). Tidak seragamnya butiran
sebelah barat, yang diikuti oleh berkembangnya
dengan derajat kebundaran yang sedang memberi
endapan delta (FDt) dan endapan rawa (FRw) di
kesan bahwa material tersebut berasal dari daerah
sekitarnya yang tidak mengalami transportasi jauh, bagian tengah dan timurnya. Proses rombakan yang
dan bukan berasal dari hasil sirkulasi samudra. Tidak menghasilkan FKa berasal dari daerah tingian, yang
ditemukannya fragmen batuan asing serta tingginya kelihatannya terjadi secara setempat. Tubuh
kandungan kuarsa dan fragmen batuan asam yang sedimennya diperkirakan berarah barat - timur
mendominasi, menunjukkan bahwa endapan pantai menuju Teluk Klabat. Garis pantai Teluk Klabat kini
ini bukanlah berasal dari hasil kerja energi samudra (Ntb. 5) (Gambar 3) merupakan bagian tempat tubuh
(oceanic circulations) melainkan hasil proses sedimen tersebut diendapkan. Pada bagian tengah
gelombang yang membawa dan mengerosi batuan terjadi proses akumulasi sedimen FDt sebagai
sekitarnya. Endapan pantai ini sebagian ditutupi oleh terminal atau tempat berlangsungnya proses
fasies laut dan sebagian menutupi endapan laut sedimen yang dipengaruhi oleh sistem fluviatil,
tersebut. pasang-surut dan FRw. Semakin ke arah timur FRw
makin dominan, sehingga diperkirakan tempat
Endapan Laut Dekat Pantai (FLdp) tersebut merupakan dataran rendah aluvium rawa.
Lempung, lanauan kadang-kadang mengandung Sistem fluviatil seperti halnya alur sungai yang
pasir, bewarna putih, abu-abu hingga abu-abu tua, berkembang ketika itu bersumber atau berasal dari
lengket, berfosil (foraminifera), mengandung arah selatan atau tenggaranya. Rangkaian
moluska, terkadang bersisipan humus tipis dan pengendapan tersebut selanjutnya dikelompokkan
mengandung sisa tumbuhan/dedaunan setebal 3-5 menjadi IP I. Di bagian timur yang bentang alamnya
mm, tak berlapis, lengket, dengan tebal antara 2,95- memiliki elevasi yang relatif rendah, berkembang
4,05 m (Ntb. 9,11, dan 12/ Gambar 2). Bentuk butir endapan pasir pantai (FPp) yang menandakan
pasir yang terkadung di dalamnya menunjukkan bahwa permukaan laut beranjak naik sebagai penciri
bentuk menyudut tanggung hingga membulat terbentuknya IP II (Gambar 3). Kondisi permukaan
tanggung, yang menandakan bahwa derajat
air laut ketika itu belum mencapai bagian sayap barat
transportasinya termasuk sedang dan kemungkinan
Teluk Klabat, terbukti dengan tidak dijumpainya
berasal dari daerah sekitarnya. Dengan kandungan
sisa tumbuhan di dalamnya, maka fasies ini proses sedimentasi lainnya di tempat tersebut. Oleh
diinterpretasikan sebagai endapan laut dekat pantai karena itu, pasokan material yang mengisi cekungan
(nearshore deposits). ketika itu berasal dari proses pembentukan material
linier klastika saja. Dengan demikian, diperkirakan
Endapan Laut Dekat Pantai hingga Lepas Pantai bahwa sistem fluviatil yang berkembang sebelumnya
(FLdp-FLlp) memindahkan alirannya ke tempat lain. Proses
pengisisan cekungan selanjutnya ditandai oleh makin
Terdiri atas lempung pasiran, pasir halus, lengket, berkembangnya lingkungan laut yang menghasilkan
berwarna putih hingga kelabu, kadang-kadang FLdp hingga FLlp yang berjari-jemari dengan FRw di
berlapis tipis, liat, berfosil (foraminifera), kadang-
bagian barat yang berkembang secara setempat
kadang mengandung moluska dengan tebal lapisan
(m dpl)
A
25 (Barat)
1
IV
20 I 3
FKa
2 4
15
FCb
10
B
5 (Timur)
IV 5
15
32
Gambar 3. Korelasi susunan fasies lapisan endapan bawah permukaan daerah Teluk Klabat, Bangka.
Geo-Sciences
DISKUSI Yoshihiro (2003) menyatakan bahwa susunan fasies
endapan Kuarter di daerah Osaka yang berumur Plio-
Silveira drr. (2007) menyatakan bahwa di daerah
Plistosen ditandai oleh gerak tektonik dari generasi
pantai Brazil evolusi bentang alamnya sangat
perlipatan dan kubah yang dicirikan oleh
dipengaruhi oleh tiga kekuatan, yaitu: (a) atmosfir
terbentuknya fasies endapan-endapan kipas, delta,
yang berhubungan dengan angin dan rezim aliran di
dataran banjir, eustuari, laguna, bagian depan garis
bawah pengaruh perubahan iklim dan lokal aliran
pantai (foreshores), dan teluk (tidal flats). Susunan
sungai, (b) samudra sebagai hasil akhir dari sirkulasi
fasies tersebut sebetulnya dapat dikorelasikan
samudra dan keterkaitan atmosfir, dan (c) Sungai
dengan stratigrafi di daerah penelitian, akan tetapi
Amazon yang berhubungan dengan hasil akhir
masing-masing memiliki karakter tersendiri. Tidak
pasokan material Sungai Amazon di bawah pengaruh
tertutup kemungkinan bahwa terbentuknya Teluk
atmosfir dan samudra. Ketiga faktor pengendali
Klabat berkaitan dengan turunnya alas cekungan
tersebut kelihataannnya sangat berbeda dengan apa
akibat aktifnya perlipatan sinklin regional yang
yang terjadi sehubungan dengan proses sedimentasi
sumbunya melalui teluk Klabat berarah barat laut -
di daerah penelitian, karena faktor perubahan iklim
tenggara. Aktifnya sinklin tersebut diikuti oleh
dan sirkulasi samudra tidak menonjol. Pasokan
aktifnya sesar-sesar di sekitarnya. Nitiwisastro drr.
materialnya berasal dari daerah sekitarnya,
(1995) serta Soehaimi dan Moechtar (1997)
sedangkan efek tektonik sangat terasa sepanjang
menyatakan bahwa selama kurun waktu Plistosen
pembentukan endapan Kuar ter tersebut.
Akhir tektonik di Pulau Bangka sangatlah aktif,
Selanjutnya, Silva drr. (2007) mengatakan bahwa
terbukti dengan terbentuknya cekungan-cekungan
wilayah estuari Marapinim di dataran pantai Para
miring berskala besar (stepping basin) di pantai timur
(Brazil Utara) memiliki karakter perkembangan garis
Bangka berarah hampir barat laut - tenggara dan di
pantai sejak Neogen hingga Kuarter. Sistem tersebut
selatan pantai Mentok yang berarah timur laut - barat
sangat dipengaruhi oleh sistem rezim aliran pasang-
daya. Oleh karena itulah ketebalan akumulasi
surut secara luas (macrotidal) dan sebagian pasang-
endapan Kuarter di Pulau Bangka sangat bervariasi
surut di daerah tropis lembab. Paczeœna dan
karena faktor kendali tektonik sangat berpengaruh
Poprawa (2005) juga menyebutkan bahwa estasi
besar terhadap proses pembentukannya. Inman dan
v e r s u s t e k t o n i k a d a l a h s e b a g a i ko n t r o l
Nordstrom (1971) juga menyebutkan bahwa
perkembangan dari rangkaian pengendapan
susunan tektonik sebagai faktor kendali daripada
khususnya terhadap sekuen-stratigrafi.
ukuran, bentuk dan orientasi daripada alur cekungan
Kesinambungan demikian adalah lumrah terjadi di
yang dicirikan oleh pasokan material dan arah
daerah stabil tanpa dipengaruhi oleh tektonik,
transportasinya.
sehingga rangkaian turun-naiknya permukaan laut
secara global dapat direkonstruksi yang terkait Choi dan Kim (2006) dari hasil studi mereka
dengan karakter perubahan garis pantainya. Seperti terhadap fluktuasi permukaan laut akhir Kuarter,
yang dikemukakan oleh Inden drr. (2002) bahwa menyatakan bahwa lebih dari 32 m ketebalan
tektonik dan estuari sangat berpengaruh dalam endapan Kuarter tersebut berkembang di Teluk
sistem rangkaian pengendapan (system tracts) Kimpo yang terdiri atas enam unit lithofasies (Unit I-
Permiam. Tektonik adalah kontrol lokasi dan I V ) d e n g a n t i g a b a t a s ke t i d a k s e l a r a s a n
ketebalan susunan fasies (facies tracts), sedangkan (unconformity). Dari hasil studi siklus stratigrafi di
fluktuasi permukaan laut dan perubahan iklim dataran Sunda terhadap endapan Plistosen Akhir
sebagai faktor kendali tipe litofasies dan awal dinyatakan bahwa dapat direkonstruksi dua siklus
diagenesisnya. Sebaliknya rangkaian fasies di daerah pengendapan yang mengikuti siklus Milankovitch
penelitian, faktor kendali tektonik sangat menonjol, yang berumur ± 38.000 - 18.000 th. dan ± 18.000
sehingga baik perkembangan garis pantai ataupun th. (Moechtar, 2007) yang umumnya masing-masing
perubahan ketebalan sedimennya menjadi sulit dapat dibedakan menjadi tiga unit litofasies.
dikorelasikan. Secara umum, efek tektonik lokal dan Tentunya perkembangan dari jumlah unit fasies
regional berperan menonjol di daerah penelitian tersebut akan menjadi berbeda dan bervariasi, yang
sehingga perubahan global menjadi sulit untuk sangat tergantung pada hasil setiap evaluasi pada
dikorelasikan, khususnya faktor kendali estasi dan cekungan yang berbeda. Di daerah penelitian,
perubahan iklim yang sifatnya universal tersebut. kemungkinan rangkaian endapan Kuarternya
membentuk siklus stratigrafi Plistosen akhir bagian
ACUAN
Aleva, G.J.J., 1972. Aspects of the historical and physical geology of the Sunda shelf essential to the exploration
of submarine tin placer. Geol. En Mijn 52 (2) : 79-91.
Aleva, G.J.J., Bon, E.H., Nossin, J.J. & Sluiter, W.J., 1973. A contribution to the Geology of Part of the
Indonesian Tinbelt: the Sea Areas Between Singkep and Bangka Islands and Around the Karimata
Islands. Geol. Soc. Malaysia, Bulletin 6, July 1973 : 257-271.
Andi Mangga, S. dan Djamal, B., 1994. Peta Geologi Lembar Bangka Utara, Sumatera. Skala 1:250.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Choi, K. dan Kim, Sung-Pil, 2006. Late Quaternary evolution of macrotidal Kimpo tidal flat, Kyongi Bay, west
coast of Korea. Abstract, Marine Geology, Vol. 232, Issues 1-2, 17-34.
Http://www.sciencedirect.com/science?_0b=ArticleURL&_udi=B6V6M-4KKWW4G-
2&_user=10&_rdoc=1&_fmt=&_orig=search &_so.
SARI
Batuan gunung api Plistosen Akhir hingga Kuarter yang termasuk ke dalam Formasi Kalipalung, Formasi Kalibabak, dan
Formasi Lekopiko tersingkap dengan baik di daerah Lombok Timur dan pada umumnya berupa breksi gunung api.
Komponen breksi gunung api penyusun Formasi Kalipalung terdiri atas andesit, andesit porfiri, andesit basalan, basal,
dan batuan terubah. Frekuensi kehadiran antara andesit dan basal hampir seimbang. Komponen breksi gunung api
penyusun Formasi Kalibabak terdiri atas andesit, andesit porfiri, sangat jarang andesit basalan dan basal. Frekuensi
kehadiran andesit sangat menguasai batuan. Komponen breksi gunung api penyusun Formasi Lekopiko terdiri atas
batuapung dan sangat jarang andesit, selain berupa pasir dan pasir konglomeratan. Hasil pengujian XRD terhadap
percontoh matriks breksi yang dipilih menunjukkan bahwa jenis plagioklas berkembang dari labradorit dan andesin pada
Formasi Kalpialung dan Formasi Kalibabak menjadi andesin, oligoklas dan albit pada Formasi Lekopiko. Dari formasi tua
ke muda, piroksen klino berkembang menjadi piroksen orto dan akhirnya piroksen tidak hadir. Mineral lempung
monmorilonit terawetkan pada formasi yang berumur tua, semakin menghilang pada formasi berumur muda atau
digantikan oleh kaolinit. Berdasarkan hasil uji beda yang telah dilakukan tampak bahwa secara umum Formasi Kalipalung
dan Formasi Kalibabak mempunyai kesamaan dalam ciri-ciri mineralogi. Di pihak lain, perbedaan nyata terjadi antara
Formasi Kalipalung dengan Formasi Lekopiko, begitu pula Formasi Kalibabak dengan Formasi Lekopiko.
Kata kunci: Lombok Timur, matriks breksi, mineralogi
ABSTRACT
Late Pleistocene to Quarternary volcanic rock units of the Kalipalung, Kalibabak, and Lekopiko Formations are well
cropped out at East Lombok area, composed predominantly of volcanic breccias. The volcanic breccia of the Kalipalung
Formation composed of andesite, porphyry andesite, basaltic andesite, basalt, and altered igneous rocks fragments.
The frequence of the occurrence of the andesites and basalts is balanced. The volcanic breccia of the Kalibabak
Formation composed predominantly of andesite, porphyry andesite, and rarely basaltic andesite and basalt rock
fragments. The volcanic breccia of the Lekopiko Formation composed predominantly of pumice and less of andesite
rock fragments, as well as sand and conglomeratic sands. XRD analysis of selected volcanic breccias matrix shows that
the plagioclase change from labradorite and andesine on the Kalipalung and Kalibabak Formation to andesine,
oligoclase and albite on the Lekopiko Formation. From the old to young formations, the orthopyroxene and clinopyroxene
change to orthopyroxene, and finally these minerals was dissapeared. The clay minerals of montmorilonite commomly
preserved on the old formation, it dissapeared and replaced by kaolinite in the young formation. Based on the difference
test between two means it appears that the Kalipalung and Kalibabak Formations are similar on their mineralogical
characters. On the other hand, the Kalipalung Formatian has a real difference on the mineralogical character with the
Lekopiko Formation, as well as the Kalibabak Formation with the Lekopiko Formations.
Keywords: Earth Lombok, breccias matrix, mineralogy
Palawan
PALUNG
LAUT CHINA LAUT
LAUT
BENUA
SELATAN SULU FILIPINA
EURASIA
LAUT
SULAWESI
DANGKALAN HALMAHERA
SUNDA
SULA
KALIMANTAN
SU
M
AT
E
LAUT
RA
BANDA
UTARA BURU SERAM
SULAWESI
LAUT
BANDA
SELATAN
JAWA LOMBOK
TIMOR
LEMPENG
HINDIA
Gambar 1. Lokasi daerah penelitian yang berada di Pulau Lombok dalam kerangka geologi regional Indonesia (Hall, 2001).
DATA LAPANGAN
GEOLOGI UMUM
Kegiatan lapangan dilakukan dengan melakukan
Penyelidikan geologi pertama kali di Lombok
pengambilan percontoh batuan, khususnya terhadap
dilakukan oleh Heek (1909), dan Bemmelen
Formasi Kalipalung (TQp), Formasi Kalibabak (TQb),
(1949). Dalam rangka penyediaan air di Pulau
dan Formasi Lekopiko (Qvl). Pengamatan dan
Lombok, Dirjen Pengembangan Air, Departemen
pengambilan percontoh dilakukan secara acak
Pekerjaan Umum, bekerja sama dengan konsultan
(random sampling), di semua wilayah sebaran ketiga
Kanada (Blown, 1976) melakukan penelitian air.
satuan batuan tersebut (Hasan drr., 2007;
Penyelidikan geologi untuk data bahan galian telah
Gambar 2).
dilaksanakan oleh Kanwil DPE di Mataram (Suratno,
1985). Sejak tahun 1987 kegiatan eksplorasi emas
dan mineral ikutan lainnya dilakukan oleh PT. Formasi Kalipalung
Newmont. Hall (2001) dan Hall & Wilson (2000) Secara umum berdasarkan hasil pengamatan di
menyatakan bahwa Pulau Lombok merupakan lapangan, Formasi Kalipalung (TQp) terdiri atas
wilayah busur gunung api sejak Paleogen. Sundhoro perselingan breksi gampingan dan lava. Singkapan
drr. (2000) telah meneliti potensi geotermal di batuan kebanyakan dijumpai di sekitar sungai hingga
daerah Lombok, khususnya di wilayah Sembalun daerah pasang surut pantai tenggara Pulau Lombok,
Bumbung. Batuan penyusun Formasi Lekopiko juga serta di beberapa tempat di permukaan perbukitan
dibahas di dalam penelitian geotermal ini. bergelombang. Sebanyak tiga puluh percontoh
Widhiyatna drr. (2007) telah melakukan matriks breksi gunung api telah diambil dari formasi
penyelidikan geokimia regional di Pulau Lombok dan ini.
Sumbawa, akan tetapi pembahasannya terbatas
pada batuan gunung api Paleogen. Breksi gunung api penyusun Formasi Kalipalung
secara umum bertekstur piroklastika aliran atau
Kegiatan pemetaan geologi bersistem berskala merupakan endapan lahar. Beberapa kekar gerus dan
1:250.000 telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan kekar tarik hadir di dalam singkapan yang telah terisi
Pengembangan Geologi, Bandung (Andi Mangga drr., oleh kalsit. Batuan terpilah sangat buruk dengan
1994; Gambar 2). Tataan stratigrafi satuan batuan beberapa fragmen yang berukuran sangat besar
yang ada di daerah kegiatan dibuat dengan mengacu mengambang. Batuan berkemas tertutup dan
kepada peta geologi hasil pemetaan geologi terdukung fragmen yang berbentuk sangat meruncing
bersistem tersebut. Satuan batuan yang tersingkap di hingga meruncing tanggung. Ukuran fragmen sangat
Lembar Lombok terdiri atas batuan gunung api, beragam hingga mencapai lebih dari 2 m, sering
batuan sedimen dan batuan terobosan yang umurnya berukuran 5 - 50 cm. Komponen fragmen ini terdiri
berkisar dari Tersier sampai Kuarter. Satuan batuan atas andesit, andesit porfiri, andesit basalan, basal,
tertua yang teringkap adalah Formasi Pengulung dan batuan terubah. Persentase kehadiran antara
(Tomp) yang terdiri atas breksi, lava, dan tuf dengan andesit dan basal hampir seimbang.
lensa batugamping yang mengadung bijih sulfida dan
Qvl Qvl 10
kG
Kentangge
re
ng
13
04
ge
24 03 Kembangkerang
KETERANGAN:
ng
Pringgabaya
an
Qvl
09 14 Pohgading Qa Aluvium
Kerakal, kerikil, pasir, lempung, gambut dan pecahan koral
Pringgesale Qa Qhv (r)
08 Batuan Gunung Api Tak Terpisahkan (G. Rinjani)
06 Qa Lava, breksi dan tuf
Kutareja 15
Surelage
TQb TQb 69 Aikdalem Qhv (p,n) Batuan Gunung Api Tak Terpisahkan (G. Pusuk, G. Nangi)
05
07 68 Lava, breksi dan tuf
Ko
20 k ok Tirpas
Te 11 Qvl Formasi Lekopiko
Mabagik mb Tuf berbatuapung, breksi lahar dan lava
ak
Ko
31 Sungai
Rambang
ko
TQb TQp
k
49 56 44 15
pa
Ko
unl
36
ko
Lingkoklaki
g
kP
46 45
ara
Klekedirik Sepit
35 TQs
48
34
47
01 33 32 Senange
PETA INDEKS
Qa
Geo-Sciences
Marong Selubung
Kawo Jrowaru Lombok
TQp Bali
Tomp TQp Qa SAMUDERA HINDIA
0
08 50” LS 02 0
08 50” LS
0 0
116 20” BT 116 40” BT
Daerah Kegiatan
Gambar 2. Peta geologi daerah kegiatan yang berada di Lombok Timur (Andi Mangga drr., 1994) dan lokasi pengamatan/pengambilan percontoh batuan (Hasan drr., 2007).
6
Geo-Sciences
Matriks breksi gunung api pada umumnya berukuran tujuh belas percontoh matriks breksi gunung api dan
pasir sangat kasar dan bersifat agak keras hingga pasir telah diambil dari formasi ini.
rapuh dapat diremas. Namun demikian, material
berukuran lanau hingga lempung masih dijumpai di Breksi batuapung penyusun Formasi Lekopiko secara
dalam matriks breksi gunung api tersebut. Fraksi umum bertekstur piroklastika aliran hingga
lanau dan lempung semakin menjadi banyak apabila epiklastika. Endapan pada umumnya terpilah sangat
batuan telah terkena proses pelapukan dan ubahan. buruk, mempunyai kemas tertutup dan terdukung
Beberapa di antara matriks breksi gunung api ini fragmen yang berbentuk meruncing hingga
bersifat gampingan, dan diperkirakan berasal dari meruncing tanggung. Ukuran fragmen sangat
pengisian rongga dan atau kekar oleh mineral kalsit. beragam hingga mencapai lebih dari 60 cm, sering
berukuran 2 - 20 cm. Komponen fragmen ini sangat
dikuasai oleh batuapung dengan berbagai keadaan
Formasi Kalibabak dari lapuk berat hingga segar, serta sangat jarang
Secara umum Formasi Kalibabak (TQb) terdiri atas andesit. Pasir dan pasir konglomeratan secara umum
breksi dan lava. Morfologi perbukitan terjal hingga bertekstur epiklastika. Endapan pada umumnya
dataran pantai dibangun oleh satuan batuan ini. terpilah buruk hingga sangat buruk dan terdukung
Singkapan batuan kebanyakan dijumpai di sekitar matriks. Bentuk fragmen meruncing tanggung hingga
sungai hingga di beberapa tempat tampak tersingkap membundar tanggung. Ukuran fragmen beragam
di permukaan perbukitan terjal. Sebanyak tiga puluh hingga mencapai lebih dari 20, sering berukuran 2 -
empat percontoh matriks breksi gunung api telah 10 cm. Komponen fragmen ini sangat dikuasai oleh
diambil dari formasi ini. batuapung dengan berbagai keadaan dari lapuk berat
hingga segar, serta beberapa andesit, andesit porfiri,
Breksi gunung api penyusun Formasi Kalibabak andesit basalan, basal, dan batuan terubah.
secara umum bertekstur piroklastika aliran atau
merupakan endapan laharik. Batuan pada umumnya
terpilah sangat buruk dengan beberapa fragmen yang PENGUJIAN XRD
berukuran sangat besar. Batuan mempunyai kemas Pekerjaan laboratorium merupakan kunci utama
tertutup dan terdukung fragmen yang berbentuk kegiatan penelitian ini, meliputi penyiapan peralatan
sangat meruncing hingga meruncing tanggung. laboratorium beserta kelengkapannya, penyiapan
Ukuran fragmen sangat beragam hingga mencapai dan preparasi percontoh untuk pengujian,
lebih dari 2,5 meter, sering berukuran 5 - 50 cm. perekaman data dasar dan data uji, serta analisis dan
Komponen fragmen ini terdiri atas batuan beku interpretasi data uji.
andesit yang sangat mengasai batuan, serta sangat
jarang andesit basalan dan basal.
Peralatan
Matriks breksi gunung api pada umumnya berukuran
Peralatan utama yang digunakan di dalam penelitian
pasir sangat kasar dan bersifat agak keras hingga
ini adalah peralatan X-Ray Diffraction PANalytical
dapat diremas. Material berukuran lanau hingga
X'Pert PRO PW3040/x0 (Gambar 3). Peralatan
lempung masih dijumpai di dalam matriks breksi
lainnya adalah berbagai jenis sample holder, oven
gunung api tersebut. Secara umum matriks breksi
digital suhu tinggi, oven pengering percontoh,
gunung api penyusun Formasi Kalibabak lebih
lumpang dan penggerus percontoh agat, beker glass,
mudah diambil dan agak kurang keras apabila
kaca preparat, tisu gulung, spatula, tool set, pisau
dibandingkan dengan matriks breksi gunung api
atau silet, kuas halus, lem adesif, gunting, kaca
penyusun Formasi Kalipalung.
kapiler diameter 0,3-0,5 mm, spatula, senter, gelas
plastik, lap kain bersih dan kering, dan air mengalir.
Formasi Lekopiko
Secara umum Formasi Lekopiko (Qvl) terdiri atas tuf Penyiapan dan Preparasi
berbatuapung, breksi lahar, dan lava. Satuan batuan Sejumlah delapan puluh satu percontoh matriks
ini menempati sebagian wilayah utara daerah breksi gunung api telah diambil dari daerah kegiatan,
kegiatan hingga pantai timur Pulau Lombok. masing-masing tiga puluh percontoh dari Formasi
Morfologi perbukitan sangat terjal hingga dataran Kalipalung, tiga puluh empat percontoh dari Formasi
pantai dibangun oleh satuan batuan ini. Sebanyak Kalibabak, dan tujuh belas percontoh dari Formasi
Tabel 1. Tabulasi Hasil Uji XRD Pada Matriks Breksi Gunung Api Formasi Kalipalung (1), Formasi Kalibabak (2), dan Formasi Lekopiko (3) dari Daerah Lombok
Timur dan sekitarnya, NTB.
1. 07 RD 01 1 2 4 3 1 42. 07 RD 40 2 3 3 3 2
2. 07 RD 02 1 2 4 3 1 43. 07 RD 41 1 7 4 1 2
3. 07 RD 03 1 7 4 1 4 44. 07 RD 42 1 3 4 3 2
4. 07 RD 04 3 7 1 2 1 45. 07 RD 43 1 3 4 3 2
5. 07 RD 05 1 2 3 4 1 46. 07 RD 44 1 3 4 3 2
6. 07 RD 06 3 2 3 2 1 47. 07 RD 45 1 3 3 3 2
7. 07 RD 07a 3 3 3 2 1 48. 07 RD 46 1 2 4 3 1
8. 07 RD 07b 3 1 2 1 1 49. 07 RD 47 2 2 3 3 1
9. 07 RD 08 3 1 3 1 1 50. 07 RD 48 2 3 3 3 5
10. 07 RD 09 3 2 3 3 1 51. 07 RD 49 2 3 3 3 2
11. 07 RD 10 - 2 1 3 1 52. 07 RD 50 2 3 4 3 2
12. 07 RD 11 2 7 1 1 1 53. 07 RD 51 2 2 4 4 1
13. 07 RD 12 3 3 3 3 4 54. 07 RD 52 2 7 3 3 1
14. 07 RD 13 3 2 2 3 1 55. 07 RD 53 1 3 4 3 2
15. 07 RD 14 3 2 4 4 1 56. 07 RD 54 1 2 3 3 1
16. 07 RD 15 3 1 3 1 1 57. 07 RD 55 1 3 3 3 3
17. 07 RD 16 1 1 3 1 1 58. 07 RD 56 1 3 4 4 2
18. 07 RD 17 2 3 4 3 2 59. 07 RD 57 1 7 2 1 5
19. 07 RD 18 2 3 4 3 2 60. 07 RD 58 1 2 3 2 5
20. 07 RD 19 2 3 4 3 2 61. 07 RD 59 1 3 4 3 2
21. 07 RD 20 2 3 3 3 2 62. 07 RD 60 2 3 3 3 5
22. 07 RD 21 2 3 3 2 2 63. 07 RD 61 2 3 3 3 2
23. 07 RD 22 2 3 3 3 2 64. 07 RD 62 2 3 3 3 2
24. 07 RD 23 3 3 4 2 2 65. 07 RD 63 2 3 3 4 2
25. 07 RD 24 2 7 3 1 4 66. 07 RD 64 1 7 3 2 2
26. 07 RD 25 2 4 4 3 2 67. 07 RD 65 3 3 3 1 3
27. 07 RD 26 2 2 4 3 1 68. 07 RD 66 3 3 3 1 3
28. 07 RD 27 2 3 3 4 2 69. 07 RD 67 3 3 3 1 2
29. 07 RD 28 1 7 4 4 2 70. 07 RD 68 3 3 3 1 2
30. 07 RD 29 1 2 4 3 1 71. 07 RD 69 1 3 2 1 2
31. 07 RD 30 1 3 4 4 2 72. 07 RD 70 1 3 3 3 3
32. 07 RD 31 1 2 2 3 1 73. 07 RD 71 1 3 3 3 2
33. 07 RD 32 1 3 4 4 2 74. 07 RD 72 2 3 3 4 2
34. 07 RD 33 2 3 4 4 2 75. 07 RD 73 2 7 4 2 2
35. 07 RD 34 2 3 4 4 2 76. 07 RD 74 2 3 3 3 2
36. 07 RD 35 2 4 4 2 2 77. 07 RD 75 2 2 3 3 1
37. 07 RD 36A 3 3 3 2 5 78. 07 RD 76 2 3 3 3 2
38. 07 RD 36B 2 7 1 3 2 79. 07 RD 77 1 7 3 3 5
39. 07 RD 37 2 3 4 2 2 80. 07 RD 78 1 3 3 3 2
40. 07 RD 38 2 3 4 3 2 81. 07 RD 79 1 7 4 3 5
41. 07 RD 39 2 3 4 3 2 82. 07 RD 80 1 7 4 3 2
Keterangan:
Formasi: Mineral total: Piroksen:
1. Formasi Kalipalung 1. Plagioklas 1. Tidak ada
2. Formasi Kalibabak 2. Plagioklas, piroksen 5. Plagioklas, piroksen, klorit 2. Piroksen orto
3. Formasi Lekopiko 3. Plagioklas, piroksen, mineral lempung 6. Plagioklas, piroksen, kuarsa 3. Piroksen klino
4. Plagioklas, piroksen, mineral karbonat 7. Plagioklas, mineral lain 4. Piroksen klino dan orto
Tabel 3. Hasil Uji Korelasi Tiga Formasi Batuan Dengan Metode Spearman, Gamma, dan
Kendall Berdasarkan Komponen Mineral Total, Plagioklas, Piroksen, dan Mineral
Lempung Pada Pengujian XRD
Tabel 5. Hasil Perbandingan Dua Formasi Batuan Dengan Metode Kolmogorov-Smirnov Berdasarkan Komponen Mineral Total, Plagioklas,
Piroksen, dan Mineral Lempung Pada Pengujian XRD
Tabel 6. Hasil Perbandingan Dua Formasi Batuan Dengan Metode Mann-Whitney U Berdasarkan Komponen Mineral Total, Plagioklas, Piroksen,
dan Mineral Lempung Pada Pengujian XRD
ACUAN
Andi Mangga, S., Atmawinata, S., Hermanto, B., Setyogroho, B., dan Amin, T.C., 1994. Peta Geologi Lembar
Lombok, Nusa Tenggara Barat, Skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Arikunto, S., 1990. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta, 645 p.
Bemmelen, R.W. van, 1949. The Geology of lndonesia vol. IA & IB Government Printing Office. The Hague,
Netherland.
Blown, I.G., 1976. Penelitian Sumber Air di Lombok. Direktorat Jenderal Pengembangan Air, Jakarta yang
bekerjasama dengan konsultan Kanada.
Franzen, M. 2002. Faster X-Ray Powder Diffraction Measurements. American Laboratory, February 2002, pp.
42-49.
Hasan, R., Subagio, S., Kawoco, P., Amar, dan Nawawi, O.W., 2007. Laporan Akhir Kegiatan Peningkatan
Laboratorium Uji: Metode X-Ray Diffraction (XRD) Untuk Studi Batuan Piroklastika Dari Daerah
Lombok Timur dan Sekitarnya, Nusa Tenggara Barat. Laporan Teknis Intern, Pusat Survei Geologi,
Bandung. Tidak terbit.
Hall, R. 2001. Cenozoic Reconstructions of SE Asia and the SW Pacific: Changing Patterns of Land and Sea. In
Metcalfe, I., Smith, J.M.B., Morwood, M., Davidson, I.D. eds. Faunal and Floral Migrations and
Evolutions in SE Asia - Australia. A.A. Balkema (Swets & Zeitlinger Publisher), Lisse, pp. 35-56.
Hall, R. dan Wilson, M.E.J., 2000. Neogene Sutures in Eastern Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences 18
(2000), pp. 781-808.
Heek, J.G.B. van, 1909. Bijdragr tot de Geologische Kennis van bet Eiland Lombok. Jaarboek van Het
Mijnwezen 38, Wetenschappelijk Gedeelte, 30 p.
Jenkins, R. dan Snyder, R.L., 1996. Introduction to X-Ray Powder Diffractometry. John Wiley & Sons Inc., New
York.
Klug, H.P. dan Alexander, L.E., 1974. X-ray Diffractometry Procedures for Polycrystalline and Amorphous
Materials. John Wiley and Sons Inc., New York.
A. Soehaimi
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122
SARI
Kota Makassar mempunyai jarak cukup jauh >50 km lajur sumber gempa bumi, namun susunan tanahnya lunak
sehingga dapat mengamplifikasikan getaran tanah akibat gempa bumi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian
mikrozonasi kegempaan sebagai data dasar analisis risiko respons tanah setempat. Dalam penelitian ini peta mikrozonasi
kegempaan dibuat berdasarkan karakteristik dinamika tanah hasil penelitian mikrotremor. Tanah yang mempunyai
periode dominan panjang akan lebih berisiko dibandingkan dengan tanah periode dominan pendek. Periode dominan
tanah dihitung berdasarkan spektrum rasio horizontal terhadap vertikal (H/V) mikrotremor, sementara peta mikrozonasi
Kota Makassar dibuat berdasarkan variasi periode dominannya. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa bagian barat
daya Kecamatan Tamalanrea mempunyai nilai periode dominan yang paling besar. Angka ini menurun secara bertahap ke
bagian timur Kota Makassar.
Kajian percepatan tanah maksimum (peak ground acceleration) memperlihatkan nilai percepatan tanah maksimum
tidak berbeda jauh antara satu kecamatan dengan kecamatan yang lain. Percepatan yang nilainya tinggi berada di bagian
timur Kota Makasar, yaitu Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, dan Manggala dengan nilai percepatan sebesar 58,80,
56,84 dan 55,86 gal untuk selang waktu 500 tahun. Nilai percepatan tersebut semakin mengecil ke sebelah barat, yang
disebabkan oleh zona sumber gempa bumi terdekat dari Kota Makassar, yaitu sesar Walanae yang berada di sebelah timur
Kota Makassar.
Kata kunci: mikrozonasi, mikrotremor, sumber gempa bumi, respons tanah setempat, percepatan tanah
ABSTRACT
Makassar city has a relatively far distance > 50 km to the seismic source zone,but the soft soil condition in this area
produced significant amplification of earthquake ground shaking. Therefore, a microzonation study as a risk analysis of
local site response is basicaly needed. In this research, the earhquake microzonation map was made based on a soil
dinamic characterization of a microtremor investigation. The soil having a long predominant period is more risky
compared to that having short period of soil. The dominant period of soil at this investigation was calculated based on
horizontal towards vertical spectral ratios (H/V) of microtremors, meanwhile the microzonation map of Makassar City
was made based on the variation of a predominant period. The result of calculation shows that the south-western part of
Tamalanrea district has the longest predominant period. This predominant period gradually dereases to the eastern part
of Makasasar City.
Peak ground accelaration studies show the maximum ground accelaration is not defferent between one and the other
districts. The maximun ground accelaration belongs to Biringkanaya,Tamalanrea and Manggala districts (58,80 gal,
56,84 gal and 55,86 gal for 500 years) in the eastern part of Makassar City. This ground accelaration value becomes
less to the west, because the main seismic source zone of Walanae active fault is located at the eastern part of
Makassar City.
Keywords: microzonation, microtremor, earthquake source zone, site respons, peak ground acceleration
(a) (b)
(c)
Mikrozonasi berdasarkan analisis data mikrotremor Zona III 0,20 < T 0,25 detik
di Kota Makassar ini ditekankan pada perbedaan Zona IV T > 0,25 detik
respons dinamika tanah terhadap getaran alami,
Dari nilai-nilai periode dominan tersebut selanjutnya
yakni berupa perbedaan nilai periode alami tanah dilakukan plotting ke peta dasar menjadi Peta
setempat yang dapat menggambarkan sifat fisik Mikrozonasi Kerentanan Bahaya Gempa bumi
batuan dan tanah setempat. (Gambar 5).
B T
S
0 2,5 5 km
ACUAN
Fukusima dan Tanaka, 1990. A new attenuation relation for feak horizontal acceleration of a strong earthquake
groundmotion in Japan., Seismologycal Society of America Bulletin, p 757-783.
Kertapati, E.K., Eka, T.P., 1991. Katalog gempa bumi merusak di Indonesia, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi (tidak dipublikasikan).
Kertapati, E.K., Soehaimi, A., dan J.H. Setiawan, 2004. Potensi sumber gempa bumi di Sulawesi, Majalah
Geologi Indonesia, Vol 19 No.2 IAGI.
Nakamura Y. A., 1989. A method for dynamic characteristics estimation of subsurface using microtremor on the
ground surface. Quaterly Report of Railway Technical research Institute.
Okuma, Y., Harada, T., Yamasaki, F., and Matsuoka, M., 2000. Site amplification characteristics in Miyasaki
Prefecture, Japan using microtremor and seismic records. Proceedings of the 6th International
Conference on Seismic Zonation : 551 - 556.
Puslibang Air., 1996 Pengembangan parameter percepatan daerah gempa kawasan barat Indonesia,
Departemen Pekerjaan Umum, Republik Indonesia.
Sukamto, R. dan Supriatna, S., 1982. Peta Geologi lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai, Sulawesi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
SARI
Umumnya anomali gayaberat di daerah penelitian terbagi atas dua kelompok yakni anomaly tinggi dengan kisaran nilai
dari 37 mgal hingga 43 mgal dan anomali rendah dengan variasi nilai dari 10 mgal hingga 37 mgal. Anomali tinggi
disebabkan oleh keberadaan batuan volkanik Kuarter dan anomali rendah meng-indikasikan keberadaan cekungan
sedimen. Analisis kuantitatif, anomali tinggi merefleksikan keberadaan batuan volkanik Kuarter dengan rapatmassa 2,8
gr/cm3 yang relatif lebih tinggi dibanding rapatmassa batuan di sekitarnya. Selain itu di daerah rencana tapak di Ujung
Lemahabang ini menunjukkan tidak dijumpai struktur patahan. Selanjutnya dalam radius 5 km dari daerah penelitian
diperkirakan tidak terdapat capable fault. Dalam area radius 25 km, terdapat dua patahan yang terletak di lepas pantai
dan tiga buah patahan lainnya terletak di sebelah barat daerah penelitian.
Kata kunci : Lemahabang, anomali gaya berat, cekungan sedimen dan patahan
ABSTRACT
Generally, gravity anomaly pattern in research area is devided into two groups, high anomaly with the value ranges from
37 mgal to 43 mgal, and low anomaly, varies from 10 mgal to 37 mgal. The high anomaly group might be caused by the
existing volcanic Quartenary rocks, and the low anomaly group indicates a sedimentary basin. Based on the result of
quantitative analysis, the high anomaly group reflects the existing volcanic Quartenary rocks with density 2.8 gr/cm3
relatively higher than surrounding. Analysis also shows in the site plan of Ujung Lemahabang the predicted faults are
not encountered. The area in radius 5 km from research area, predicted the capable fault not exist in radius 25 km,
found two faults ofshore and three faults in western part of investigation area.
Keywords : Lemahabang, gravity anomaly, sedimentary basin arc fault
Gambar 2. Lokasi titik pengamatan yang rapat membentuk lintasan berselang antara 500 - 1000 m dan titik amat secara acak berselang
500 - 2000 m daerah Gunung Api Genuk Jepara, Jawa Tengah.
Gambar 3. Peta Geologi Lembar Kudus, Jawa Tengah. Sukardi, T dan Wikarno, R. 1992 daerah Gunung Api Genuk Jepara, Jawa
Gambar 4. Peta anomali bouguer memperlihatkan tinggian anomali 47 mgal dibentuk Gunung Api Genuk. Anomali rendah di selatan dan timur
membentuk sinklin kelurusan anomali bouguer ke arah timur laut dan barat laut mencerminkan arah struktur regional ke arah tersebut di
daerah Gunung Api Genuk Jepara, Jawa Tengah.
Gambar 5. Peta anomali regional memperlihatkan tinggian anomali di utara lepas pantai (warna merah) sedangkan anomali bouguer 47 mgal tidak
tampak terbentuk di bawah Gunung Api Genuk. Melainkan justru terbentuk di utara. Anomali lebih rendah terdapat di utara lepas pantai hingga
26 mgal, sehingga tinggian anomali di Gunung Api Genuk terbentuk mengambang di atas permukaan dan diduga magma bersumber dari
utara lepas pantai di daerah Gunung Api Genuk, Jepara, Jawa Tengah.
Gambar 6. Peta anomali sisa memperlihatkan pola anomali hampir sama dengan anomali bouger. Tinggian anomali hingga 14 mgal dibentuk Gunung
Api Genuk dan rendahan anomali sebelah barat dan timur membentuk sinklon di daerah Gunung Api Jepara, Jawa Tengah.
Gambar 7. Peta image anomali sisa sekitar Gunung Api Genuk hingga lepas pantai memperlihatkan tinggian anomali 14 mgal mencerminkan kubah
Gunung Api Genuk dan gunung api di laut sebesar 10 mgal. Rendahan anomali sebelah timur dan barat membentuk sinklin di daerah Gunung
Api Genuk Jepara, Jawa Tengah.
Gambar 8. Penampang A - B daerah Gunung Api Genuk dan lepas pantai memperlihatkan beberapa pendugaan patahan yang tercermin dari
kelurusan anomali sisa dari 2-4 mgal (gambar6). Anomali tinggi di Gunung Api Genuk dan lepas pantai membentuk gunung api,
sedangkan anomali rendah membentuk subsinklin lokal yang terkait dengan pematahan bongkah pada batuan dasar hingga ke
permukaan daerah Gunung Api Genuk Jepara, Jawa Tengah.
Gambar 9. Penampang C-D memperlihatkan patahan dengan kelurusan anomali 4 mgal pada anomali sisa barat laut -
tenggara, patahan inipun tercermin pada citra landsat di Kali Gelis selatan Gunung Api Jepara, Jawa Tengah.
Gambar 10. Blok diagram tiga dimensi anomali sisa antara 6 - 26 mgal memperlihatkan bentuk Gunung Api Muria, Genuk dan Gunung Api Lepas
Pantai. Tampilan anomali tersebut cenderung membentuk Maar atau Kaldera dan pada bagian tengah seolah-olah membentuk
Gunung Api Strato. Anomali rendah mencapai -2 - 14 mgal di utara dan selatan Gunung Api Muria membentuk sinklin Pati dan sinklin
di lepas pantai sedangkan anomali rendah sebelah barat dan timur Gunung Api Genuk membentuk subsinklin Jepara, Jawa Tengah.
Gambar 11. Bentuk tiga dimensi batuan dasar dan kontur kedalaman memperlihatkan batuan dasar ke dalam dangkal antara 1.5 - 3 km (warna merah) di
daerah Gunung Api Genuk dan lepas pantai. Batuan dasar terdalam >3 km terbentuk di daerah subcekungan Bondo dan Kembang. Gambar
bawah memperlihatkan morfologi batuan dasar mirip dengan anomali sisa yang mencerminkan patahan regional dan sinklin menerus hingga
ke batuan dasar daerah Gunung Api Genuk Jepara, Jawa Tengah.
Gambar 12. Peta struktur bayangan tiga dimensi dikorelasikan dengan peta batuan dasar (Gambar 11) memperlihatkan daerah kelurusan anomali
mencerminkan sesar regional dan sinklin mempunyai lokasi yang hampir sama sehingga struktur yang terbentuk diakibatkan pematahan
bongkah pada batuan dasar (Gambar 9) menerus hingga ke permukaan. Struktur patahan yang terbentuk di darat dan di laut sebanyak lima
buah, sinklin dua buah dan secara umum berarah Barat Laut - Tenggara, Barat Daya - Timur Laut Gunung Api Genuk Jepara, Jawa Tengah.
ABSTRACT
Based on the analysis of geological and geophysical data, it can be informed that investigated area is the sedimentary Bone
basin formed since the beginning of the Tertiary age and developed through Paleogen to the Neogene. The basin is defined
as a fore-arc basin underlain unconformable by pre-Tertiary basement rocks comprising metamorphics, volcanics, meta-
sediments (the Laitimojong and Pompangeo Complexes). The hydrocarbon occurrence in Bone Basin showed by gas seeps
in the surface are located in Pongko and Malangke villages. Some hydrocarbon traps such as structures and stratigraphy
are shown in the seismic profiles. Abundant coarse clastic and limestone deposits such as the fluviodeltaic of Toraja and
Lamasi Formations may plays as good reservoir in the basin. claystone within the Lamasi Formation and shale within the
Toraja Formation predicted as petroleum source rocks in the area. The seals in the basin considered as the existence of
numerous claystone and siltstone horizons within the Bone Bone Formation that is also indicated by the drilling results.
Keywords : sedimentary basin, hydrocarbon potential, trap, Bone Basin
SARI
Berdasarkan analisis data geologi dan geofisika dapat diinformasikan bahwa daerah penelitian merupakan cekungan
sedimen Bone yang terbentuk sejak Kala Paleogen hingga Neogen. Cekungan tersebut merupakan cekungan busur
depan dan dialasi oleh batuan Pra-Tersier dari Formasi Latimojong dan Formasi Pompangeo yang terdiri dari batuan
gunung api, batuan ubahan dan batuan meta sediment. Keterdapatan Hidrokarbon di Cekungan Bone ditunjukkan oleh
rembesan gas di daerah Pongko dan Kampung Malangke. Analisis lintasan seismik menunjukkan bahwa bentuk
perangkap hidrokarbon di daerah tersebut adalah perangkap struktur dan perangkap stratigrafi yang ditunjukkan pada
penampang seismik. Batuan sedimen klastik dan batuan karbonat dari Formasi Toraja dan Formasi Lamasi dapat
berfungsi sebagai batuan reservoir hidrokarbon di cekungan tersebut. Batulempung pada Formasi Lamasi dan serpih di
dalam Formasi Toraja diduga merupakan batuan sumber minyak di daerah tersebut. Data bor menunjukkan bahwa di
cekungan tersebut didapatkan batuan klastik halus dari Formasi Bone Bone yang dapat berfungsi sebagai penutup dari
sistem perangkap hidrokarbon di daerah ini.
Kate kunci : cekungan sedimen, potensi hidrokarbon, perangkap, Cekungan Bone
TECTONIC SETTING
The Indonesian Archipelago consists of an island arc
system, typical of the western Pasific. This island arc
system encloses shallow shelf sea areas, which show
large tectonic-physiographic features the well-known
Sunda Shelf and Sahul Shelf. The first belongs to the
continent of Asia, and the later to that of Australia,
while in between such as the Bone Basin is probably Figure 1. Locations of investigated area.
oceanic fore arc basin deeps.
emplacement of Eastern arm of Sulawesi by the end
Based on the geological point of view, the Bone Basin of the Miocene.
is situated in between south and southeast arms of
Sulawesi, interpreted as a composite basin, with its During Early Tertiary or older, a westward subduction
origin as a subduction complex and suture between complex was probably developed to the east of
Sundaland and Gondwana-derived micro-continents, Western Sulawesi and Bone Basin was in a fore arc
which subsequently evolved as a submerged intra- setting. Then in the Middle Miocene a collision event
mountain basin. The basin was a typically occurred between micro-continents and the Early
sedimentary basin that has been formed in the Early Tertiary accretionary complex. This collision resulted
Tertiary, and was developed through the Neogene in eastwards obduction of the accretionary complex
time. Geological history of the basin was in a fore-arc (Simandjuntak, 1992) on to the micro-continents
setting, as a result of westward subduction complex (Figure 3)
(Silver and Rangin, 1991) which was developed to
During Late Miocene micro-continents moved to the
the east of Western Sulawesi (Figure 2).
west, and collided against and was partly subducted
The basin is underlain unconformably by the pre- beneath the Western Sulawesi. It generated a
Te r t i a r y b a s e m e n t r o c k s c o m p r i s i n g o f compressional force that was propagated to a major
metamorphics, volcanics, meta-sediments back-thrust system westwards and fold belt as shown
(Latimojong and Pompangeo complexes). in Kalosi and Majene. From two colliding plates, then
Sedimentation process in the basin was commenced were locked up during the Pliocene and continued
by deposition of Toraja Formation in the west arm, plate convergence was accommodated by strike-slip
followed by Lamasi Formation and ended by movements along the Walanae, Palu-Koro and other
deposition of Bone-Bone Formation. faults.
Tectonic history of this Bone Basin has been In the southern part of Bone Basin, westerly
summarized firstly by Audley Charles et.al (1972), movement of the micro-continents did not reach the
and Hall et al. (2001) in conjunction with the plate collision stage with Western Sulawesi. Instead,
tectonic reconstructions of Eastern Indonesia and the Southeast Sulawesi was rotated eastwards resulting
Quarternary
Recent-Pleist.
Holocene
Alluvium
Quarternary
Alluvium
Upper
Pliocene
Midle
Bone Formation
Mio-Pliocene
Lower ........ ..............
Lower Pliocene-
.............................
Pleistocene
...
Midle Miocene
Midle ..............
..............
..............
..............
..............
..............
Lamasi Volcanics
..............
..............
Late Oligocene
Early ..............
Early Miocene
LEGEND : Claystone
Oligocene Sandstone
Lignit
Kambuno Granite
Toraja Formation
Late Eocene
Pliocene
Upper
Latimojong
Midle-Late
Formation
Eocene
Eocene
Midle
Complex
Mesozoic
Figure 4. Stratigraphic correlation western onshore, offshore and eastern onshore north Bone basin.
w U
E
Direction of gravity modelling
0 40 km
P. S U L A W E S I
2°30’S 2°30’S
L-12
L-G
BBA-1X
312
308
3°00’S 3°00’S
310
302
BONE
3°30’S 3°30’S
SULAWESI
INDEK
PETA
0 5 10 15 20 25 30 34.8 km
0.0
distance (km)
1.0
TWT (Scond)
Top Lamasi ?
?
2.0
Granit Kambuno
mo jong ?
3.0 Top Lati
ja ?
Top Tora
4.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 (Km)
0.0
Top distance (km)
lama
si ?
Top Toraja ?
1.0
Top Lamasi ?
TWT (Scond)
Top
Tora
2.0 ja ?
? ?
aja
or
pT
Top To
3.0 Latimojo
ng ?
?
?
4.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
0.0
Distance (km)
1.0
TWT (Scond)
Top Lamasi ?
2.0 Top Tora
ja ?
ong ?
a timoj
3.0 Top L
?
4.0
Line 310
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 70
0.0
Distance (km)
1.0
TWT (Scond)
Top Matano ?
Top Lamasi ? Top Lamasi ?
2.0 Top Top Toraja ? Top Pomp
angeo ?
Lati Top Toraja ?
mo
jon at
3.0 g? p L imoj
To Top Ophiolite ?
on
g
?
4.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Km
0
p a n g eo ?
Distance (km) om
1.0 pP
To
TWT (Scond)
si ? Top Lamasi ?
ma Top Matano ?
2.0 Top La
Top
Toraja ?
3.0 Top La Ophiolite ?
timojo
Top Latimojon g ? Top
ng
?
4.0
REFERENCES
Audley-Charles, M.G., Carter, D.J. and. Milsom, J.S., 1972. Tectonic Development of Eastern Indonesia in
Relation to Gondwanaland Dispersal, Nature Physical Science vol 23 , p. 36-39
Bachri, S., 2006. Stratigraphic correlation North Bone Basin. PSG, (unpublished)
Cater, M.C.,. Scrutton, M.E. and Tidey, G.L., 1972. The Micropaleontology and Stratigraphy of The Indonesia Gulf
Oil Company BBA-1X Well, Gulf of Bone Sulawesi. Perta,mina. (Unpublished)
Grainge, A.M. and Davies, K. G. , 1983. Reef Exploration in the East Sengkang Basin, Sulawesi. Proceedings
Indonesian Petroleum Association Twelth Annulal Convention.
Hall, R., 2001. Cenozoic Reconstructions of SE Asia and the SW Pasific Changing patterns of land and sea. SE
Asia Research Group Departmen of Geology , Royal Holloway University of London. Swets and
Zeilinger Publishers , 126, pp, 35-56
Mubroto,B., Briden,J.C., McClelland.E., Hall. R., 1994. Paleomagnetism of the Balantak ophiolite, Sulawesi.
Earth and planetary science letter 125 (1994) 193-209 p.
Patra Nusa Data, 2004, Oil Resources in Tertiary Sedimentary Basins of Indonesia( Unpublished)
Pertamina, 1972, BBA-1X Final Report Exploratory Well Off-shore, South Sulawesi. Production Sharing Contract. (
Unpublished)
Ratman, N. dan Atmawinata, S., 1993. Geological Map of The Mamuju Quadrangle, Sulawesi, scale 1:250.000.
Geological Research and Development Centre. Bandung.
UMUM
1. Naskah merupakan karya asli yang belum pernah diterbitkan di manapun sebelumnya.
2. Naskah dalam Bahasa Inggris ataupun Indonesia yang baik dan benar, dilengkapi dengan Sari
dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris.
3. Teks harus tercetak jelas; gambar dan foto harus asli dengan ukuran maksimum 19,5x15 cm.
4. Naskah harus ditelaah dan disunting paling tidak oleh dua orang dari Dewan Redaksi
dan/ataupun Editor Ilmiah (Scientific Editor) sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
5. Naskah yang masuk ke Dewan Redaksi, harus disertai Surat Pengantar dari Kelompok
Program/Pimpinan Unit (khusus dalam lingkungan DESDM).
6. Dewan Redaksi berhak menolak naskah/makalah yang kurang memenuhi syarat sebagai tulisan
ilmiah.
7. Soft copy yang berisi teks, gambar, dan potret yang telah diperbaiki sesuai dengan telaahan dan
suntingan, dan dinyatakan dapat diterbitkan oleh Dewan Redaksi, diserahkan kepada Ketua
Dewan Penerbit/Kepala Bidang Informasi.
NASKAH
1. Halaman pertama naskah berisi judul makalah, sari dan abstract, serta kata kunci dan keywords.
Nama penulis, nama instansi, alamat dan nomor telepon/hp dituliskan pada lembar tersendiri.
2. Naskah diketik dengan komputer dalam MS-Word dengan huruf Times New Roman, Font-12, dua
spasi.
3. Beri dua spasi antara heading dan teks di bawahnya, tiga spasi antaralinea tanpa menggunakan
indentasi.
4. Susunan isi :
a. Judul (Title)
b. Sari/Abstract; harus ringkas dan jelas mewakili isi makalah (concise summary), paling banyak 200
kata (words) diketik satu spasi (single space).
c. Kata kunci (keywords); 4 sampai 6 kata ditulis di bawah sari/abstract.
d. Pendahuluan (Introduction) : Latar belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Lokasi Daerah.
(Scientific Background, Scientific Problem, Aim(s), Studied Area).
e. Metodologi (Methods)
f. Analisis dan Hasil (Analyses and Results)
g. Diskusi (Discussion)
h. Kesimpulan dan Saran (Conclusions/Recommendations)
I. Ucapan Terima Kasih (Acknowledgment)
5. Acuan (References); harus diacu (cited/referred) dalam tulisan, mendukung isi tulisan dan ditulis
dalam daftar serta disusun menurut abjad. Hindari penulisan nama penulis/pengarang maupun
Call for paper:
editornya dengan huruf besar. Semua nama penulis harus ditulis, tidak boleh hanya nama penulis
pertama dengan tambahan drr.
Contoh :
Prosiding (Proceeding):
- Koning, T. and Darmono, F.X., 1984. The Geology of the Beruk Northeast Field, Central
th
Sumatra. Oil production from pre-Tertiary basement rocks. Proc. 13 Ann. Conv.
IPA, Jakarta, Indonesia.
Jurnal/Buletin:
- Wright, O.R., 1969. Summary of research on the selection interview since 1964. Personal
Psychology 22:391-413.
Peta:
- Simandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo,
Sumatera, skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Laporan tidak diterbitkan:
- Siagian, H.P. dan Mubroto, B., 1995. Penelitian Magnet Purba di daerah Baturaja dan
Sekitarnya, Sumatera Selatan. Laporan intern Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung (Tidak diterbitkan).
Tesis (Skripsi, Disertasi):
- Stone, I.G., 1963. A morphogenetic study of study stages in the life-cycle of some Vitorian
cryptograms. Ph.D. Thesis, Univ. of Melbourne.
Buku :
- George, S., 1967. Language and Silence. Faber and Faber, London: 96pp.
Dalam Buku :
- Carter, J.G., 1980. Environmental and biological controls of bivalve shell mineralogy and
microstructure. In: Rhoads, D.C. and Lutz, R.A. (Eds.), Skeletal growth of aquatic
organisms. Plenum Press, New York and London: 93-134.
Publikasi Khusus (Special Publication):
- Kay, E. Alison, 1979. Hawaiian Marine Shells.B.P. Bishop Museum Special Publication 64(4):
653pp. Major Treatment.
Informasi di internet:
- Lunt, P., 2003. Biogeography of some Eocene larger foraminifera, and their application in
distinguishing geological plates. Paleontologica Electronica 6(1):22pp, 1.3MB;
http://paleo-electronica.org/paleo/2003-2/geo/issue 2-03.htm
6. Dalam draft, gambar/peta/potret diletakkan pada halaman akhir makalah.
7. Keterangan gambar dan potret diketik satu spasi dan diletakkan di bawah gambar/potret;
diakhiri dengan titik. Huruf besar hanya pada awal kalimat dan nama diri.
8. Keterangan tabel juga diketik dalam satu spasi, diletakkan di atas tabel, tidak diakhiri dengan titik.
Setiap awal kata, ditulis dengan huruf besar, kecuali kata depan dan kata sambung.