SKRIPSI
Disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Sarjana Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti
Oleh
Renno Geovani
072001500094
i
SLOPE ANALYSIS ALONG HANDLING DAM,
MATENGGENG AND IT’S SURROUNDING,
CENTRAL JAVA
FINAL ASSESMENT
Submitted as a requirement to obtain Undergraduate in study program of
Geological Engineering, Faculty of Earth Technology and Energy
By
Renno Geovani
072001500094
ii
ANALISIS STABILITAS LERENG SERTA
PENANGANANNYA PADA BENDUNGAN, DAERAH
MATENGGENG DAN SEKITARNYA,
PROVINSI JAWA TENGAH
SKRIPSI
Disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Sarjana Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti
Oleh
Renno Geovani
072001500094
Foto
2x3
Menyetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana................................
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
TIM PENGUJI
1. (Nama Ketua Penguji) Ketua Penguji (............................)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana......
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Tempat, (tanggal/bulan/thn)
Yang membuat pernyataan
Materai
Rp 6000-,
Renno Geovani
v
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Nama : RennoGeovani
Nim : 072001500094
Adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bebas dari peniruan
terhadap karya dari orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk
sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa dalam skripsi
ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap
melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Tempat, (tanggal/bulan/thn)
Yang membuat pernyataan
Materai
Rp 6000-,
(Renno Geovani)
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur serta terima kasih kepada Tuhan Yang Maha esa
atas berkat dan karunia-Nya lah sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Stabilitas
Lereng Serta Penanganannya Pada Bendungan, Daerah Matenggeng Dan
Sekitarnya, Provinsi Jawa Tengah” ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Pada kesempatan ini, penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada Ir. Abdul Hamid, MS.
sebagai pembimbing utama dan Ir. Joko Sulistyo, MS. sebagai pembimbing
pembantu atas segala saran, bimbingan dan nasehatnya selama penelitian
berlangsung dan selama penulisan skripsi ini.
Terima kasih disampaikan kepada PPPTMGB “Lemigas” yang
menyediakan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, Laboratorium Analisa
Batuan Inti, Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi, Universitas Trisakti yang
telah menyediakan peralatan yang diperlukan, PT. Schlumberger Indonesia dan PT.
Mikromine Indonesia Perdana yang menyediakan alat bantu perangkat lunak untuk
keperluan pengolahan dan analisis data serta Fakultas Teknologi Kebumian Dan
Energi, Universitas Trisakti atas bantuan Beasiswa Pendidikan yang diberikan
kepada penulis selama mengikuti pendidikan di program studi Teknik
Perminyakan.
....................................................................................................................................
....................................
(dan seterusnya)
vii
ABSTRAK
Nama Mahasiswa
Nim: Renno Geovani
Program Studi Sarjana Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Kebumian dan Energi,
Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia
Longsor dapat terjadi pada hampir setiap kasus lereng alami atau lereng
buatan secara pelan atau tiba-tiba dengan atau tanpa adanya tanda-tanda
sebelumnya. Penyebab utama terjadinya keruntuhan lereng adalah meningkatnya
tegangan geser, menurunnya kuat geser pada bidang longsor atau keduanya secara
simultan. Analisis kestabilan lereng dilakukan untuk menentukan faktor aman dari
bidang longsor yang potensial, yaitu dengan menghitung besarnya kekuatan geser
untuk mempertahankan kestabilan lereng dan menghitung kekuatan geser yang
menyebabkan kelongsoran kemudian keduanya dibandingkan. Dari perbandingan
yang ada didapat nilai Faktor Keamanan yang merupakan nilai kestabilan lereng
yang dinyatakan dalam angka. Dari analisis yang dilakukan di Matenggeng, Jawa
Tengah didapat nilai Faktor Keamanan yaitu 0,193 yang menunjukkan bahwa
keadaan lereng tersebut tidak stabil. Kemudian dilakukan perbaikan dengan
menggunakan soil nail. Soil nail adalah salah satu cara perbaikan lereng dengan
cara memperkecil gaya penggerak atau momen penyebab longsor. Sehingga dapat
diperoleh nilai Faktor Keamanan 1,926 yang menunjukkan kondisi lereng dalam
keadaan stabil.
viii
ABSTRACT
SLOPE ANALYSIS ALONG HANDLING DAM,
MATENGGENG AND IT’S SURROUNDING,
CENTRAL JAVA
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
TITLE PAGE .......................................................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ................................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................... v
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG........................................................ xv
x
V.1 Kesimpulan ................................................................................. 40
V.2 Saran ............................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
LAMPIRAN .......................................................................................................... 45
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar IV.1 Hubungan Vpsat dengan porositas untuk data set 1 (garis putus-
putus adalah kurva Vpsat yang dihitung dengan pendekatan Nur
menggunakan harga porositas kritis yang berbeda setiap rock
type). ............................................... Error! Bookmark not defined.
Gambar IV.2 Identifikasi korelasi penyebaran formasi pada sumur 1, 2, 3,
dan 4 lapangan FTKE Trisakti ....... Error! Bookmark not defined.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
LAMBANG
A Luas area 33
B Bulk modulus 4
Bm Bulk modulus mineral 55
C Hydraulic Conductivity 14
c Konstanta Kozeny 134
E Young Modulus 33
Fs Shape factor 13
k Permeabilitas 8
Mdry Modulus pada kondisi dry 200
P Tekanan 33
Sgv Specific surface area per unit grain volume 13
Swi Irreducible water saturation 13
Vclay Volume clay 18
Vp Kecepatan gelombang P 6
xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG (lanjutan)
Porositas 8
c Porositas kritis 57
ρ Densitas batuan 36
ρf Densistas Fluida 58
ρm Densitas mineral 58
τ Tortuosity 13
σ Stress 33
ε Strain 33
Lame' coefficient 34
λ
Poisson ratio 33
υ
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1
I.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor – faktor stabilitas
lereng pada daerah penelitian yang berkaitan dengan tingkat kohesi, tegangan
normal, kondisi tanah, sudut lereng dan batuan pada daerah bendungan yang
terletak pada daerah Matenggeng. Analisi tersebut di olah melalui alat bantu berupa
software bernama ‘SLOPE/W’ untuk mengetahui nilai faktor keamanan.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui untuk
mengetahui potensi stabilitas lereng yang kemudian ditindaklanjuti dengan
penanganan perubahan geometri lereng yang sesuai pada daerah penelitian.
2
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama peneliti Judul penelitian Hasil penelitian
Violetta Gabriella ANALISIS Hasil dari penulis adalah
Margaretha Pangemanan KESTABILAN LERENG menghubungkan nilai
faktor keamanan dengan
A.E Turangan, O.B.A DENGAN METODE sudut lereng dengan
Sompie, 2014 FELLENIUS menggunakan grafik
komputer
(Studi Kasus: Kawasan
Citraland)
Perbedaan: Penelitian yang mereka lakukan adalah korelasi dari grafik dan
computer, sedangkan saya menggunakan aplikasi Slope/w.
3
Nama peneliti Judul penelitian Hasil penelitian
4
BAB II TINJAUAN UMUM
Gambar 2.1. Pembagian fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur oleh Van
Bemmelan, 1949)
5
terlipat kuat dan terintrusi. Zona Kendeng meliputi daerah yang terbatas
antara Gunung Ungaran hingga daerah sekitar Purwodadi dengan singkapan
batuan tertua berumur Oligosen-Miosen bawah yang diwakili oleh Formasi
Pelang.
4. Zona Depresi Jawa Tengah menempati bagian tengah hingga selatan.
Sebagian merupakan dataran pantai dengan lebar 10-25 km. Morfologi
pantai ini cukup kontras dengan pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur
yang relatif lebih terjal.
5. Pegunungan Selatan Jawa memanjang di sepanjang pantai selatan Jawa
membentuk morfologi pantai yang terjal. Namun di Jawa Tengah, zona ini
terputus oleh Depresi Jawa Tengah.
6. Pegunungan Serayu Selatan terletak di antara Zona Depresi Jawa Tengah
yang membentuk kubah dan punggungan. Di bagian barat dari Pegunungan
Serayu Selatan yang berarah barat-timur dicirikan oleh bentuk
antiklonorium yang berakhir di timur pada suatu singkapan batuan tertua
terbesar di Pulau Jawa, yaitu daerah Luk Ulo, Kebumen.
6
Stratigrafi batuan penyusun pada daerah penelitian lembar Majenang
(Gambar 2.2) dari yang paling muda sampai yang paling tua adalah sebagai
berikut:
1. Formasi Kumbang (Tmpk): Lava andesit dan basal, breksi, tuf, secara
setempat breksi batuapung dan tuf pasiran, serta sisipan napal. Lava sebagian besar
mengaca (bawahlaut). Napal mengandung Globigerina. Umur Miosen Tengah -
Pliosen Awal. Menjemari dengan Formasi Halang. Tebal maksimal lebih kurang
2000 m dan menipis ke arah timur.
7
a. Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen)
Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen) dimulai dengan
pengangkatan dan perlipatan sampai tersesarkannya batuan sedimen
Paleogen dan Neogen. Perlipatan yang terjadi berarah relatif barattimur,
sedangkan yang berarah timurlaut-baratdaya dan baratlauttenggara hanya
sebagian. Sedangkan sesar yang terjadi adalah sesar naik, sesar sesar geser-
jurus, dan sesar normal. Sesar naik di temukan di daerah barat dan timur
daerah ini, dan berarah hampir barat-timur, dengan bagian selatan relatif
naik. Kedua-duanya terpotong oleh sesar geser. Sesar geser-jurus yang
terdapat di daerah ini berarah hampir baratlaut-tenggara, timurlaut-
baratdaya, dan utara-selatan. Jenis sesar ini ada yang menganan dan ada pula
yang mengiri. Sesar geser-jurus ini memotong struktur lipatan dan diduga
terjadi sesudah perlipatan. Sesar normal yang terjadi di daerah ini berarah
barat-timur dan hampir utara-selatan, dan terjadi setelah perlipatan. Di
daerah selatan Pegunungan Serayu terjadi suatu periode transgresi yang
diikuti oleh revolusi tektogenetik sekunder. Periode tektonik ini
berkembang hingga Pliosen, dan menyebabkan penurunan di beberapa
tempat yang disertai aktivitas vulkanik.
8
bongkah atau sesar menangga dapat saja terjadi. Sesar-sesar menangga yang
terjadi pada periode inidapat dikenal sebagai gawir-gawir sesar yang
mempunyai ketinggian ratusan meter dan menoreh kawah atau kaldera
gunung api muda, seperti gawir sesar di Gunung Beser, dan gawir sesar pada
kaldera Gunung Watubela. Situmorang, dkk (1976), menafsirkan bahwa
struktur geologi di Pulau Jawa umumnya mempunyai arah baratlaut-
tenggara ,sesuai dengan konsep Wrench Fault Tectonics Moody and Hill
(1956) yang didasarkan pada model shear murni.
9
a. Morfografi
Morfografi secara garis besar (tabel 4.2) memiliki arti gambaran bentuk
permukaan bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi
dapat dibedakan menjadi bentuklahan perbukitan/punggungan, pegunungan, atau
gunungapi, lembah dan dataran. Beberapa pendekatan lain untuk pemetaan
geomorfologi selain morfografi adalah pola punggungan, pola pengaliran dan
bentuk lereng.
Tabel 2.2 Hubungan ketinggian absolut dengan morfografi (van Zuidam, 1985).
b. Morfometri
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari suatu bentuklahan dan
merupakan unsur geomorfologi pendukung yang sangat berarti terhadap morfografi
dan morfogenetik. Penilaian kuantitatif terhadap bentuklahan memberikan penajaman
tata nama bentuklahan dan akan sangat membantu terhadap analisis lahan untuk tujuan
tertentu, seperti tingkat erosi, kestabilan lereng dan menentukan nilai dari kemiringan
lereng tersebut.
10
Tabel 2.3 Hubungan kelas lereng dengan morfometri (van Zuidam,1985).
c Morfogenetik
Morfogenetik adalah proses atau asal - usul terbentuknya permukaan bumi,
seperti bentuklahan perbukitan / pegunungan, bentuklahan lembah atau
bentuklahan pedataran. Proses yang berkembang terhadap pembentukkan
permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen.
Menurut Verstappen dan van Zuidam (1975) bahwa proses endogen dan
eksogen masa lalu dan sekarang merupakan faktor - faktor perkembangan yang
paling menonjol dari suatu bentanglahan, sehingga harus digambarkan dengan jelas
dan digunakan simbol warna. Warna - warna tertentu yang direkomendasikan untuk
dijadikan simbol satuan geomorfologi berdasarkan aspek genetik adalah sebagai
berikut
11
Tabel II.4 Klasifikasi Stadia Daerah (Zuidam, 1985)
Stadia Daerah
Parameter
Muda Dewasa Tua
Stadia Sungai Muda Muda – Dewasa Tua
Relief Sedikit – Maksimum Hampir
Bergelombang Datar
Bentuk
Penampang U–V V U – Datar
Lembah
Kenampakan Bentang alam Bentang alam Bentang
Lain umumnya datar sampai bergelombang sampai alamnya
bergelombang maksimum. datar.
Tabel 2.5 Klasifikasi bentukan asal berdasarkan genesa dan sistem pewarnaan
(van Zuidam, 1983).
No Genesa Pewarnaan
12
Tabel II.4 Klasifikasi Stadia Sungai (Zuidam, 1985)
Stadia Sungai
Parameter
Muda Dewasa Tua
Slope Gradient Besar Relatif Kecil Tidak Ada
13
Tabel 2.5 Klasifikasi derajat pelapukan ISRM (1978).
14
Tabel II.6 Klasifikasi longsor (Varnes, 1978)
15
ke dalam retakan, serta karena perlemahan akibat struktur geologi (antara lain
kekar, sesar, perlapisan)
b. Tipe Jungkiran (Toppling)
Tipe Jungkiran adalah jenis gerakan memutar ke depan dari satu atau beberapa
blok tanah/batuan terhadap titik pusat putaran di bawah massa batuan. Gaya utama
dari fenomena ini adalah gaya gravitasi, gaya dorong dari massa batuan di
belakangnya dan gaya yang ditimbulkan oleh tekanan air yang mengisi rekahan
batuan. Jungkiran ini biasanya terjadi pada tebing-tebing yang curam dan tidak
mempunyai bidang longsoran.
16
kering adalah sandrun (larianpasir), aliran fragmen batu, aliran loess. Sedangkan
jenis gerakan aliran basah adalah aliran pasir-lanau, aliran tanah cepat, aliran tanah
lambat, aliran lumpur, dan aliran bahan rombakan.
perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada
1. Penyebaran Batuan
2. Struktur Geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu
diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini
mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin,
ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan
batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan tersebut, dan
merupakan tempat rembesan air yang mempercepat proses pelapukan.
17
3. Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan
lereng didaerah tersebut. Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik
dan bentuk permukaan bumi, sangat menentukan laju erosi dan pengendapan yang
terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan maupun air tanah dan proses
pelapukan batuan.
4. Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh
pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan
tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada
daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan
kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
5. Tingkat Pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya
angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat
pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun.
18
longsoran antara lain yaitu rusaknya lahan pertanian, rumah, bangunan, jalur
transportsi serta sarana komunikasi. Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan
model yang akurat mengenai kondisi material bawah permukaan, kondisi air
tanah dan pembebanan yang mungkin bekerja pada lereng. Tanpa sebuah model
geologi yang memadai, analisis hanya dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan yang kasar sehingga kegunaan dari hasil analisis dapat
dipertanyakan. Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan metode-metode seperti : Metode Taylor, Metode janbu, Metode
Fenellius, Metode Bishop, dll. Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan
lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan
perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang
menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap
19
Beberapa klasifikasi massa batuan yang banyak dipakai atau dimodifikasi untuk
kepentingan kemantapan lereng antara lain :
a. Rock Mass Rating (RMR, Bieniawski, 1973 & 1989)
b. Slope Mass Rating (SMR, Romana, 1985 & 1991)
𝜋 = Konstanta (3,14)
20
b. Rock Quality Designation (RQD)
Rock Quality Designation dikemukakan oleh Deere dan kawan-kawan
(1960), didefinisikan sebagai persentase dari inti bor yang diperoleh dengan
panjang lebih dari 10 cm (lihat Gambar 3.7) dan jumlah inti bor tersebut
umumnya diukur pada inti bor sepanjang 2 meter.
Keterangan :
Apabila inti bor tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak
langsung dengan menggunakan pengukuran orientasi dan jarak antar
diskontinuitas pada singkapan batuan. Priest dan Hudson (1976)
mengajukan sebuah persamaan untuk menentukan RQD dari data scan line
sebagai berikut :
21
Dimana λ merupakan rasio antara jumlah kekar dengan panjang scan line
(kekar/meter).
22
e. Kondisi Air Tanah (Groundwater conditions)
Air tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kemantapan
lereng, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, berat
air tanah dalam hal ini dinyatakan sebagai bobot isi air (gw) dapat
memberikan tambahan beban yang besar pada lereng.
Air tanah yang terdapat pada rongga-rongga/rekahan pada lereng juga
memberikan tekanan dinamik (lateral) yang berarti bagi kemantapan lereng.
Sedangkan secara tidak langsung, terdapatnya air tanah dalam jangka waktu
yang lama dapat mengubah kekuatan batuan karena mempercepat proses
pelapukan. Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar
diinterpretasikan sebagai salah satu kondisi berikut : kering (completely
dry), lembab (damp), basah (wet), dan menetes (dripping), mengalir
(flowing).
penggalian yang dilakukan (Lihat Tabel 3.13 dan Tabel 3.14). Oleh karena
itu dalam perhitungan RMR, bobot parameter ini dilakukan secara terpisah
kemantapan lereng dengan sistem klasifikasi Slope Mass Rating (SMR). Sistem
orientasi lereng, dan metode ekskavasi lereng. Faktor penyesuain untuk orientasi
23
bagaimana mendeterminasi sifat menguntungkan atau tidaknya orientasi bidang
komprehensif pada sistem klasifikasi RMR yang dibuat oleh Bieniawski (1984).
Pendekatan ini sangat cocok untuk penilaian awal kemantapan lereng batuan,
termasuk batuan lunak ataupun massa batuan yang sangat terkekarkan (heavily
Dimana :
dengan
F1 = tg2 x βj
(βs)
Pembobotan dari masing-masing parameter nilai F1, F2, F3, dan F4, dapat
24
Tabel 2.7 Bobot Pengaturan untuk Nilai F1, F2 dan F3 (Romana, 1980)
Kriteria
Sangat me- Menguntung- Tak mengun- Sangat tak
Kasus faktor Sedang
nguntungkan kan tungkan menguntungkan
koreksi
T |aj - as - 180|
T F2 1 1 1 1 1
P/T F3 0 -6 - 25 - 50 - 60
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Penulisan tugas akhir ini disusun melalui beberapa tahapan oleh penulis
sendiri. Tahapan tersebut disusun agar proses pengerjaan tugas akhir lebih terarah
serta mempermudah penulis dalam pengerjaan tugas akhir dari tahap penelitian
hingga hasil dan pembahasan. Berikut ini diagram alir (Gambar 3.1).
Mulai
Studi
Literatur
Pengumpulan
Data
Selesai
26
III.1 Tahap Penelitian
Adapun dalam penulisan tugas akhir ini, terdapat empat tahapan untuk
melaksanakan tugas akhir ini:
27
Laporan ini harus disusun dengan menggunakan metodologi penulisan laporan
yang baik dan benar, lalu berdasarkan arahan oleh dosen pembimbing yang dapat
memberikan panduan dengan baik. Selain itu juga dibuat dengan data yang apa
adanya.
28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
29
T B
T B
30
VI.1.2 Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian
Aliran sungai pada daerah penelitian secara umum memiliki arah aliran yang
dominan mengarah dari selatan ke barat. Berdasarkan analisa dan peta topografi,
pola aliran sungai pada daerah penelitian umumnya termasuk dalam pola aliran
sungai subdendritik (gambar 4.3).
Gambar 4.3 Peta pola aliran sungai regional dan daerah penelitian.
U S
31
VI.1.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
VI.1.2.1 Satuan Batupasir
a. Penyebaran
Satuan ini berada di atas dan bawah daerah penelitian, memiliki daerah
luasan sebesar 60 % yang membentang dari barat ke timur dan berada di sungai
citeuteul dan memiliki tebal satuan kurang lebih 100 meter.
c. Litologi
Batu pasir dengan warna abu-abu muda-abu-abu, sedikit agak lapuk, -butir
halus, berbentuk subrounded sampai subangular, batu keras sampai sedang,
komposisi non karbonat dan memiliki struktur laminasi dengan kedudukan strikeN
80° E sampai N 103° E dan dip 25-45°.
B T
c. Kesebandingan
Berdasarkan ciri litologi, komposisi batuan, dan penyebarannya di daerah
penelitian, maka satuan batulempung ini disebandingkan dengan regional yang
mengacu pada Kastowo, et.al., (1996). yang juga merupakan formasi halang yang
berumur Miosen Tengah hingga Pliosen Awal.
32
VI.1.2.2 Satuan Batulempung
a. Penyebaran
Satuan ini berada di tengah daerah penelitian, memiliki daerah luasan sebesar
40 % yang membentang dari barat ke timur dan berada di sungai citeuteul dan
memiliki tebal satuan kurang lebih 100 meter.
b. Litologi
Satuan ini merupakan batuan sedimen klastik dengan warna abu-abu - abu-
abu tua, sedikit lapuk, batuan lunak, berukuran butir lempung, komposisi batuan
karbonat dan memiliki struktur laminasi dengan kedudukan jurus dan kemiringan
N 103° E/30°.
T B
c. Kesebandingan
Berdasarkan ciri litologi, komposisi batuan, dan penyebarannya di daerah
penelitian, maka satuan batulempung ini disebandingkan dengan regional yang
mengacu pada Kastowo, et.al., (1996). yang juga merupakan formasi halang yang
berumur Miosen Tengah hingga Pliosen Awal.
33
VI.1.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian
Struktur Geologi dapat di tentukan berdasarkan indikasi geologi maupun
indikasi topografi. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri
dari:
Arah kekar rata-rata adalah N 210° E sampai N 329° E dan Kemiringan 65° - 78°.
Maka analisis arah utama kekar ini adalah N 329° E / 72°.
Gambar 4.4 Diagram menunjukkan arah gaya utama daerah pemetaan yang ditandai
garis berwarna merah yang menunjukan arah gaya dominan Barat Laut – Tenggara
34
Foto 4.6 Kekar pada singkapan batupasir lp 12
35
KONDISI DISKONTINUITAS 15 15
KONDISI KEAIRAN Lembab 10
JUMLAH BOBOT 55
KELAS MASSA BATUAN III
36
KONDISI
DISKONTINUITAS 19 19
KONDISI KEAIRAN Lembab 10
JUMLAH BOBOT 57
KELAS MASSA BATUAN III
37
PARAMETER NILAI / KONDISI BOBOT
UCS 4.177 1
RQD 64% 13
SPASI DISKONTINUITAS 32 10
KONDISI
DISKONTINUITAS 17 17
KONDISI KEAIRAN Lembab 10
JUMLAH BOBOT 51
KELAS MASSA BATUAN III
RQD 24.50% 13
SPASI DISKONTINUITAS 24 cm 10
KONDISI
DISKONTINUITAS 15 15
KONDISI KEAIRAN Lembab 10
JUMLAH BOBOT 49
KELAS MASSA BATUAN III
38
Nilai RMR yang didapatkan dari hasil perhitungan RMR untuk BL 7 pada Tabel
4.16 adalah 51. Dari nilai tersebut, maka massa batuan penyusun lereng BL7
masuk dalam kelas III (Fair Rock).
Berikut ini disajikan data total nilai RMR dan kelas massa batuan di seluruh
segmen Bore (Tabel 4.17). Berdasarkan kelas massa batuan yang didapat dari nilai
RMR, maka lereng BL1, BL2, BL3, BL4, BL5, BL6, BL7 memiliki lereng yang kurang
stabil.
39
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Bab Kesimpulan adalah penutup dari bagian utama atau isi dari skripsi.
Kesimpulan mengemukakan secara singkat hal-hal yang telah dibahas dan hasil
yang diperoleh serta menginterpretasikannya sesuai dengan masalah dan tujuan
penelitian. Isi kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah dan tujuan
penelitian yang disampaikan di bab pendahuluan. Kesimpulan juga harus dapat
menjawab judul skripsi.
40
Kesimpulan bukan merupakan rangkuman yang dimaksudkan untuk
membantu pembaca dapat secara cepat memahami ini skripsi akan tetapi harus
dapat mempertegas hasil penelitian dalam menyelesaikan dan menjawab
permasalahan-permasalahan yang diteliti.
V.2 Saran
Adapun saran merupakan ungkapan peneliti mengenai hal-hal yang belum
dilakukan dan diharapkan dapat dilengkapi pada penelitian selanjutnya terkait
dengan topik penelitian yang telah dilakukan. Saran sebaiknya dapat membuka
jalan bagi penelitian baru terkait topik penelitian yang sudah dilakukan di skripsi
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anugrahadi, A. (2018): The slope and incision length of affected local cross
abrasion and accretion using ASTER GDEM image analysis, The 4th
International Seminar on Sustainable Urban Development, IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science, 106, 1
41
Azizi, M.A, Kramadibrata, S., Wattimena, R.K., dan Sidi, I.D. (2013):
Probabilistic analysis of physical models slope failure, Procedia Earth and
Planetary Science, Elsevier, 6, 411-418.
Burhannudinnur, M., Noeradi, D., Sapiie, B., dan Abdassah, D. (2012): Karakter
Mud Volcano di Jawa Timur (Character of mud volcanoes in East Java),
Proceedings the 41st IAGI Annual Convention and Exhibition, 300-304.
Eko Widianto (2007): Oil and gas business opportunities in Indonesia, Society of
Exploration Geophysicists, The Leading Edge, 26, 2, 222-227.
Fathaddin, M.T., Buang, P.N., dan Elraies, K.A. (2010): Performance of surfactant
flooding in heterogeneous two-layered porous media, International Journal
of Engineering Research in Africa, Trans Tech. Publications, 1, 11-16.
Hendrasto F., Agustan, Hutasoit L., dan Sapiie B. (2012): The Application of
Interferometry Radar Technique to Determine Recharge Area of Wayang
Windu Geothermal Field, Pangalengan, West Java, Proc. of 1st ITB
Geothermal Workshop, Institut Teknologi Bandung.
Mardiana, D.A, Husin, Z., Hamzah, M.Z., dan Kartoatmodjo, R.S.T. (2013):
Economy growth and oil import requirement in Indonesia, Journal of Energy
Technologies and Policy, 11.
42
Mavko, G., Mukerji, T., dan Dvorkin, J. (2009): The rock physics handbook, hal.
25-27, Cambridge University Press, New York.
Nugrahanti, A., Guntoro, A., Fathaddin, M.T., dan Djohor, D.S. (2014): The
impact of the production of neighbour wells on well productivity in shale
gas reservoir, IIUM Engineering Journal, 15, 1, 41-53.
Ridaliani, O., Ariadji, T., dan Handayani, G. (2003): Prediksi perubahan sifat fisik
batuan reservoir dengan studi laboratorium stimulasi vibrasi terhadap contoh
batuan lapangan pada berbagai tekanan overburden, Proc. IATMI Symposium.
Setiati R., Prakoso S., Siregar, S., Marhaendrajana T., Wahyuningrum, D., dan
Fajriah, S. (2018): Improvement of bagasse become lignosulfonate
surfactant for oil industry, The 4th International Seminar on Sustainable
Urban Development, IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 106, 1.
Suliestyah, Hartami, P.N, dan Tuheteru, E.J. (2018): Pengaruh Ukuran Butir
Batubara dan Komposisi Batubara-ZnCl2 pada Daya Serap Karbon Aktif
Terhadap Logam Fe, Cu dan Zn dalam Limbah Cair, Teknologi Mineral dan
Batubara.
Prakoso, S., Permadi, P., Winardhi, S., dan Marhaendrajana, T. (2017): Dependence
of critical porosity on pore geometry and pore structure and its use in
estimating porosity and permeability, Journal of Petroleum Exploration and
Production Technology, Springer, published online 18 December 2017.
43
Prakoso, S., Permadi, P., dan Winardhi S. (2016): Effects of pore geometry and
pore structure on dry P-wave velocity, Modern Applied Science, 10,
8, 117-133.
44
LAMPIRAN
45
(Judul dalam Bahasa Indonesia, tidak boleh lebih dari 18 kata disarankan 12
kata)
46
Lampiran B Contoh Halaman Pembatas Bab
47
Lampiran C Contoh gambar
Gambar IV.1 Hubungan Vpsat dengan porositas untuk data set 1 (garis putus-putus
adalah kurva Vpsat yang dihitung dengan pendekatan Nur
menggunakan harga porositas kritis yang berbeda setiap rock type)
48
Lampiran D Contoh identifikasi gambar
Sebelum:
Sesudah :
49
Lampiran E Contoh Tabel
Tabel II.1 Ringkasan persamaan regresi hubungan Vpdry vs (k /)0,5 untuk batupasir
data set 1, 2, 3, dan 4.
Data
RT Persamaan Vpdry R²
Set
4 Vpdry = 588,14((k/)0,5)0,188 0,879
5 Vpdry = 711,63((k/)0,5)0,2471 0,916
6 Vpdry = 896,73((k /)0,5)0,318 0,814
7 Vpdry = 1114,1((k /)0,5)0,3718 0,907
8 Vpdry = 1349,6((k /)0,5)0,4339 0,941
1 9 Vpdry = 1655,6((k /)0,5)0,4807 0,954
10 Vpdry = 2139,4((k /)0,5)0,5734 0,951
11 Vpdry = 3047,9((k /)0,5)0,6872 0,960
12 Vpdry = 3231,3((k /)0,5)0,7271 0,957
13 Vpdry = 3523,4((k /)0,5)0,7512 0,987
14 Vpdry = 4210,5((k /)0,5)0,7989 0,967
5 Vpdry = 714,03((k /)0,5)0,2178 0,918
6 Vpdry = 867,12((k /)0,5)0,2617 0,778
7 Vpdry = 985,71((k /)0,5)0,3064 0,849
8 Vpdry = 1090,3((k /)0,5)0,3583 0,898
2 9 Vpdry = 1290,3((k /)0,5)0,4186 0,952
10 Vpdry = 1550,4((k /)0,5)0,4771 0,939
11 Vpdry = 1809((k /)0,5)0,5239 0,973
12 Vpdry = 2319,1((k /)0,5)0,5938 0,944
13 Vpdry = 2591,8((k /)0,5)0,6538 0,932
50
Tabel II.1 Ringkasan persamaan regresi hubungan Vpdry vs (k/)0,5 untuk batupasir
data set 1, 2, 3, dan 4 (lanjutan).
Data
RT Persamaan Vpdry R²
Set
4 Vpdry = 648,05((k /)0,5)0,2097 0,9579
5 Vpdry = 734,39((k /)0,5)0,2537 0,9772
6 Vpdry = 838,02((k /)0,5)0,2787 0,9501
7 Vpdry = 1007,9((k /)0,5)0,3345 0,9499
3 8 Vpdry = 1167,8((k /)0,5)0,4063 0,9993
9 - -
10 Vpdry = 1644,6((k /)0,5)0,5008 0,981
11 - -
12 Vpdry = 2928,6((k /)0,5)0,7029 0,9997
5 Vpdry = 880,85((k /)0,5)0,3088 0,8563
6 Vpdry = 1005,2((k /)0,5)0,3426 0,9749
7 Vpdry = 1098,1((k /)0,5)0,3691 0,9504
8 Vpdry = 1240,3((k /)0,5)0,4093 0,9619
4
9 Vpdry = 1581,4((k /)0,5)0,489 0,9751
10 Vpdry = 2145,4((k /)0,5)0,5895 0,9338
11 Vpdry = 2679,7((k /)0,5)0,6523 0,9825
12 Vpdry = 3097((k /)0,5)0,711 0,9723
51