Anda di halaman 1dari 80

INTERPRETASI LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAERAH

ALLUVIAL MENGGUNAKAN METODE VERTICAL


ELECTRICAL SOUNDING (VES) DI LAPANGAN AL,
LAPANGAN VION, DAN LAPANGAN ITA
KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI

TUGAS AKHIR

TERESIA OKTA ALVIONITA BR SINURAYA


12116084

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNIK MANUFAKTUR DAN MINERAL KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN
2020
INTERPRETASI LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAERAH
ALLUVIAL MENGGUNAKAN METODE VERTICAL
ELECTRICAL SOUNDING (VES) DI LAPANGAN AL,
LAPANGAN VION, DAN LAPANGAN ITA
KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI

TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

TERESIA OKTA ALVIONITA BR SINURAYA


12116084

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNIK MANUFAKTUR DAN MINERAL KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir Sarjana dengan judul “ Interpretasi Lingkungan Pengendapan Daerah


Alluvial Menggunakan Metode Vertical Electrical Sounding (VES) di Lapangan Al,
Lapangan Vion, dan Lapangan Ita, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi
Jambi“ adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat dan diserahkan
sebelumnya, baik sebagian ataupun seluruhnya, baik oleh saya ataupun orang lain,
baik di Institut Teknologi Sumatera maupun di institusi pendidikan lainnya.

Lampung Selatan, 00-00-2020


Penulis,

Teresia Okta Alvionita Br Sinuraya


12116084

Diperiksa dan disetujui oleh,


Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S. Rizka, S.T., M.T.


NIP. 196209231999031002 NIP. 198801272018032001

Disahkan oleh,
Koordinator Program Studi
Jurusan Teknik Manufaktur Dan Mineral Kebumian
Institut Teknologi Sumatera

Prof. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA.


NIP. 195707121984031001
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.

Nama : Teresia Okta Alvionita Br Sinuraya

NIM : 12116084

Tanda Tangan :

Tanggal :
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Institut Teknologi Sumatera, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:

Nama : Teresia Okta Alvionita Br Sinuraya


NIM : 12116084
Program Studi : Teknik Geofisika
Jurusan : Teknik Manufaktur Dan Mineral Kebumian
Jenis karya :

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Institut Teknologi Sumatera Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Interpretasi Lingkungan Pengendapan Daerah Alluvial Menggunakan Metode


Vertical Electrical Sounding (VES) di Lapangan Al, Lapangan Vion, dan Lapangan
Ita, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Institut Teknologi Sumatera berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Lampung Selatan

Pada tanggal : 00-00-2020

Yang menyatakan ( Teresia Okta Alvionita Br Sinuraya )


Interpretasi Lingkungan Pengendapan Daerah Alluvial Menggunakan Metode
Vertical Electrical Sounding (VES) di Lapangan Al, Lapangan Vion, dan Lapangan
Ita, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi
(Teresia Okta Alvionita Br Sinuraya) (12116084)
(Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S.) (Rizka, S.T., M.T.)

ABSTRAK

Kata kunci:
Interpretation Of Alluvial Precipitation Environment Using The Vertical Electrical
Sounding (VES) Method in Al Field, Vion Field, and Ita Field, Tanjung Jabung
Timur District, Jambi Province
(Teresia Okta Alvionita Br Sinuraya) (12116084)
(Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S.) (Rizka, S.T., M.T.)

ABSTRACT

Keyword:
MOTTO

Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan


menjaganya sesuai dengan firman-Mu. Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau,
janganlah biarkan aku menyimpang dari perintah-perintah-Mu.
(Mazmur 119:9-10)

TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja.
(Keluaran 14:14)

Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak


berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,
tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu
siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang
menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang
diperbuatnya berhasil.
(Mazmur 1:1-3)

Sebab bagi Allah, tidak ada yang mustahil


(Lukas 1:37)
PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul
Interpretasi Lingkungan Pengendapan Daerah Alluvial Menggunakan Metode
Vertical Electrical Sounding (VES) di Lapangan Al, Lapangan Vion, dan Lapangan
Ita, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Penulisan laporan tugas akhir
ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat kelulusan program studi Teknik
Geofisika di Institut Teknologi Sumatera, dalam proses penulisan laporan ini penulis
mengalami beberapa kesulitan dan hambatan, namun dengan dorongan dan bantuan
dari berbagai pihak maka laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan menopang selama
menjalani kehidupan.
2. Kedua orangtua terhebat yang penulis sayangi bapak dan mamak, kakak dan
adik-adik yang sangat penulis sayangi kak Ika, Egi, Yolanda. Terimakasih
untuk tidak pernah bosan menunggu penulis untuk segera menyelesaikan
tugas akhir begitupun untuk dukungan, saran, serta doa yang tidak pernah lupa
dipanjatkan yang selalu menyertai penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Agus Laesanpura, selaku Ketua Program Studi Teknik Geofisika dan
pembimbing satu tugas akhir yang mengarahkan saya dalam penyusunan
laporan Tugas Akhir ini.
4. Ibu Rizka selaku dosen pembimbing dua tugas akhir yang mengarahkan saya
dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
5. Seluruh dosen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera yang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis hingga penyusunan Tugas
Akhir ini.
Serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Kiranya Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Akhir kata, penulis memohon maaf kepada semua pihak atas
segala kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja dalam perkataan
maupun perbuatan yang mungkin kurang berkenan selama penulisan laporan Tugas
Akhir ini. Penulis berharap laporan Tugas Akhir Ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Lampung Selatan, 00-00-2020


Penulis,

Teresia Okta Alvionita Br Sinuraya


Daftar Isi
Halaman
ABSTRAK.....................................................................................................................6
Daftar Isi.....................................................................................................................12
PENDAHULUAN......................................................................................................17
1.1 Latar Belakang..............................................................................................17
1.2 Tujuan............................................................................................................19
1.3 Ruang Lingkup..............................................................................................19
1.4 Sistematika Penulisan Tugas Akhir...............................................................20
BAB II.........................................................................................................................21
TEORI DASAR..........................................................................................................21
2.1 Metode Geolistrik..........................................................................................21
2.1.1 Konsep Dasar Metode Geolistrik....................................................21
2.1.2 Sifat Listrik Batuan.........................................................................22
2.1.3 Aliran Listrik di dalam Bumi..........................................................26
2.1.4 Resistivitas Semu (Apparent Restivity)...........................................29
2.1.5 Vertical Electrical Sounding (VES)................................................30
2.1.6 Konfigurasi Schlumberger..............................................................30
2.2 Lingkungan Pengendapan.............................................................................31
BAB III.......................................................................................................................33
GEOLOGI REGIONAL...........................................................................................33
3.1 Daerah Penelitian..........................................................................................33
3.2 Stratigrafi dan Litologi..................................................................................34
3.3 Morfologi Daerah Penelitian.........................................................................36
BAB IV........................................................................................................................40
METODOLOGI PENELITIAN...............................................................................40
4.1 Waktu dan Tempat........................................................................................40
4.2 Lokasi Penelitian...........................................................................................40
4.3 Data...............................................................................................................41
4.4 Perangkat Lunak yang digunakan.................................................................42
4.4.1 Microsoft word................................................................................42
4.4.2 Microsoft Excel...............................................................................42
4.4.3 IPI2WIN..........................................................................................43
4.4.4 Rockworks.......................................................................................43
4.4.5 Surfer...............................................................................................43
4.4.6 Google Earth...................................................................................44
4.5 Diagram Alir..................................................................................................44
BAB V.........................................................................................................................46
HASIL.........................................................................................................................46
5.1 Data Vertical Electrical Sounding (VES).....................................................46
5.2 Hasil Korelasi Titik Sounding.......................................................................53
5.2.1 Lapangan Al....................................................................................53
5.2.2 Lapangan Vion................................................................................55
5.2.3 Lapangan Ita....................................................................................57
5.3 Visualisasi 3D................................................................................................59
5.4 Fasies Sedimen Kuarter Daerah Penelitian...................................................60
5.5 Lingkungan Pengendapan.............................................................................60
BAB VI........................................................................................................................63
PENUTUP..................................................................................................................63
6.1 KESIMPULAN.............................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................64
Daftar Gambar

Halama

Gambar 2.1 Siklus elektrik determinasi resistivitas dan lapangan elektrik untuk
stratum homogenous permukaan bawah tanah (Todd, 1980).....................................12
Gambar 2.2. Silinder konduktor (Lowrie, 2007).........................................................15
Gambar 2.3 Sumber arus 2 titik pada permukaan homogen isotropis (Telford et al,
1990)............................................................................................................................17
Gambar 2.4 Sumber arus berupa titik pada permukaan bumi homogen.....................18
Gambar 2.5 Dua pasang elektroda arus dan elektroda potensial pada permukaan
medium homogen isotropis dengan resistivitas 𝜌 (Telford et al, 1990)......................19
Gambar 2.6 Konfigurasi Schlumberger.......................................................................21
YGambar 3.1 Stratigrafi daerah penelitian...................................................................32
Gambar 3.2 Peta Topografi (Badan Informasi Geospasial)........................................33
Gambar 3.3 Peta arah aliran........................................................................................34
Gambar 3.4 Peta geologi provinsi Jambi (Badan Informasi Geospasial)....................35
YGambar 4.1 Peta desain survei lokasi penelitian.......................................................40
Gambar 4.2 Diagram alir.............................................................................................43
YGambar 5.1 Lintasan A-B korelasi titik 02, 01, 03 dengan arah Barat Laut-Tenggara
.....................................................................................................................................52
Gambar 5.2 Lintasan A-B korelasi titik 04, 01, 05 dengan
arah Timur Laut - Barat Daya......................................................................................53
Gambar 5.3 Lintasan A-B korelasi titik 07, 06, 08 dengan arah Barat Laut-Timur....54
Gambar 5.4 Lintasan A-B korelasi titik 07, 06, 09 dengan arah Barat Laut – Selatan
.....................................................................................................................................55
Gambar 5.5 Lintasan A-B korelasi titik 13, 18, 12 dengan arah Barat-Timur............56
Gambar 5.6 Lintasan A-B korelasi titik 11, 12, 15, 14, 16 dengan arah Selatan-Utara
.....................................................................................................................................57
Gambar 5.7 Sub-surface stratigraphy daerah Lapangan Al dan Lapangan Vion.......59
Gambar 5.8 Sub-surface stratigraphy daerah LapanganIta.........................................59
Gambar 5.9 Visualisasi 3D daerah penelitian.............................................................60
Daftar Tabel

Halaman

Tabel 2.1 Variasi nilai resistivitas batuan (Telford et al, 1990)..................................14


YTabel 4.1 Timeline pengerjaan Tugas Akhir..............................................................37
Tabel 4.2 Jarak AB/2 dan MN/2 pengukuran pada setiap titik VES...........................39
YTabel 5.1 Nilai resistivitas litologi daerah penelitian................................................44
Tabel 5.2 Nilai resistivitas litologi daerah Muaro Jambi (Ikhsan et al,2018).............45
Tabel 5 .3 Nilai resistivitas litologi daerah Pesisir Selatan (Pohan et al,2018)...........45
Tabel 5.4 Nilai resistivitas litologi di Kawasan Geopark Merangin ( Dewi et al, 2018)
.....................................................................................................................................45
Tabel 5.5 Nilai resistivitas litologi di Politeknik Negeri Bengkalis ( Yendra et al,
2018)............................................................................................................................45
Tabel 5.6 Hasil pengolahan data VES.........................................................................46
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara geografis terletak pada 0°53’ - 1°41’
LS dan 103°23 - 104°31 BT dengan luas 5.445 Km² dengan ketinggian berkisar
antara 1-5 mdpl serta terdiri dari sekitar 70 desa dan kelurahan yang dilewati oleh
DAS Batanghari. Berdasarkan peta geologi daerah ini tersusun oleh endapan alluvium
dan endapan rawa yang berumur Holosen. Endapan tersebut termasuk kedalam
endapan sedimen kuarter.
Endapan sedimen kuarter tersusun oleh berbagai material hasil proses
sedimentasi dan kegiatan vulkanik yang menutupi 40 % permukaan bumi Indonesia.
Endapan ini memiliki penyebaran yang cukup luas di daerah pesisir, dataran,
pegunungan, jalur sesar aktif dan vulkanik. Stratigrafi berbagai variasi endapan
tersebut sering dan masih selalu dikaitkan dengan istilah alluvium begitu juga
endapan hasil kegiatan gunung api masih terpaku dalam variasi bahan dan piroklastik
jatuhannya, padahal hasil kegiatan tersebut merupakan bagian terbesar dari total
volume secara keseluruhan (Moechtar,2006). Pada umumnya singkapan endapan
Kuarter sangat terbatas karena telah tertutup oleh vegetasi atau telah dimanfaatkan
menjadi lahan pertanian, pemukiman, industri, pariwisata dan aspek usaha lainnya
(Praptisih et al, 2006). Kuarter identik dengan peristiwa bumi pada ± 1,8 juta tahun
yang lalu hingga sekarang, sedangkan Plistosen berkisar antara ± 1,8 juta – 10.000
tahun (Williams et al, 1993). Plistosen Atas berada pada 125.000 – 10.000 tahun, dan
Holosen ditandai oleh proses yang berlangsung sejak 10.000 tahun yang lalu hingga
kini. Williams et al (1993) menyatakan bahwa proses yang mempengaruhi
pembentukan sedimen selama kurun waktu Kuarter, antara lain adalah: (a) perubahan
alas cekungan (baselevel) dan efek tektonik, (b) keseimbangan wilayah tadah hujan
(catchment water balance), dan proses erosi, serta (c) proses alur sungai yang
merupakan faktor penting dalam perencanaan atau penataan wilayah sesuai dengan
daya dukungnya (Moechtar,2007). Endapan sedimen akan memberikan variasi
lapisan yang berbeda, hal ini dapat disebabkan oleh lingkungan pengendapannya.
Lingkungan pengendapan sedimen kuarter yang berada di daerah alluvial juga dapat
memberikan informasi mengenai perubahan permukaan air laut yang terjadi selama
proses pengendapan berlangsung. Oleh karena itu untuk mengetahui sedimentasi dan
lingkungan pengendapan sedimen penyusun bawah permukaan, maka perlu dilakukan
identifikasi litologi penyusun bawah permukaan. Identifikasi tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan metode geolistrik.
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang cukup banyak
digunakan untuk mengetahui litologi bawah permukaan dan memberikan hasil yang
cukup baik. Ada beberapa macam metode geolistrik, salah satunya geolistrik metode
resistivitas. Resistivitas merupakan suatu besaran yang menunjukkan tingkat
hambatan terhadap arus listrik dari suatu bahan dengan mengetahui nilai resistivitas
di bawah permukaan maka dapat ditentukan banyaknya lapisan penyusun dan jenis
material penyusunnya (Andriyani et al, 2010). Setiap lapisan batuan memiliki nilai
resistivitas yang berbeda. Nilai resistivitas setiap lapisan batuan ditentukan oleh
faktor jenis material penyusunnya, kandungan air dalam batuan, sifat kimia air, dan
porositas batuan (Yuristina, 2015).
Survey geolistrik metode resistivitas dapat dilakukan secara sounding atau yang
dikenal dengan Vertical Electrical Sounding (VES) untuk mengetahui informasi
perubahan variasi harga resistivitas ke arah vertikal (Yuristina, 2015). Penggunaan
metode geolistrik telah banyak dilakukan seperti oleh Harjito (2013), Rizka et al
(2019), Krisna (2019), Partika (2019). Penelitian tugas akhir dilakukan di Kabupaten
Tanjung Jabung Timur yang merupakan bagian hilir DAS Batanghari dengan tujuan
untuk memperoleh gambaran sedimentasi dan lingkungan pengendapan endapan
Kuarter. Proses pengendapan di dataran rawa alluvium telah banyak dipelajari oleh
berbagai ahli, diantaranya oleh Wolman dan Leopold (1957), Allen (1965), Coleman
(1966), Friedman dan Sanders (1978), Reineck dan Singh (1980) , Collincon dan
Lewin (1983) dan lain sebagainya, namun pada lokasi penelitian belum ada dilakukan
penelitian mengenai hal tersebut. Dilatarbelakangi permasalahan tersebut maka
penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang “Interpretasi Lingkungan
Pengendapan Daerah Alluvial Menggunakan Metode Vertical Electrical Sounding
(VES) di Lapangan Al, Lapangan Vion, dan Lapangan Ita, Kabupaten Tanjung
Jabung Timur, Provinsi Jambi.“

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi litologi menggunakan data Vertical Electrical Sounding
(VES) pada daerah penelitian.
2. Membuat korelasi titik sounding untuk mengetahui kemenerusan,
ketebalan, dan kedalaman lapisan setiap titik VES.
3. Membuat visualisasi pemodelan 3D bawah permukaan daerah penelitian.
4. Menganalisis asosiasi fasies daerah penelitian.
5. Menganalisis lingkungan pengendapan sedimen penyusun bawah
permukaan daerah penelitian.

1.3 Ruang Lingkup


Penelitian dilakukan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur menggunakan
metode resistivitas yang meliputi:
1. Interpretasi nilai resistivitas berdasarkan hasil pengukuran geolistrik
dengan metode pengukuran Vertical Electrical Sounding (VES) dengan
konfigurasi Schlumberger untuk menetukan jenis litologi daerah
penelitian.
2. Membuat korelasi titik sounding pada daerah penelitian berdasarkan data
VES.
3. Membuat visualisasi pemodelan 3D berdasarkan korelasi titik sounding
bawah permukaan pada daerah penelitian.
4. Menginterpretasi lingkungan pengendapan pada daerah penelitian
berdasarkan analisis asosiasi fasies dan peta isopach daerah penelitian.

1.4 Sistematika Penulisan Tugas Akhir


Sistematika penulisan penelitian tugas akhir disusun sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I berisi tentang hal-hal yang melatar belakangi penulisan dalam melakukan
penelitian, tujuan, ruang lingkup serta sistematika penulisan penelitian.
BAB II : TEORI DASAR
Bab II membahas mengenai konsep metode geolistrik dan lingkungan
pengendapan.
BAB III : GEOLOGI REGIONAL
Bab III membahas mengenai geologi regional daerah penelitian yang meliputi
kondisi daerah penelitian, keadaan geologi regional, sedimentology dan stratigrafi
serta geomorfologi daerah penelitian.
BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN
Bab IV membahas mengenai metodologi penelitian yang meliputi waktu dan
tempat penelitian, lokasi daerah penelitian, data yang digunakan, perangkat lunak
yang digunakan, serta diagram alir penelitian.
BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab V membahas mengenai hasil pengolahan data VES, hasil korelasi titik
sounding, visualisasi 3D gabungan tiap lintasan, analisis dan interpretasi yang
mencakup analisis asosiasi fasies, peta isopach daerah penelitian serta analisis
lingkungan pengendapan.
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab VI menuliskan kesimpulan dan saran untuk perbaikan terhadap hasil
penelitian yang telah dicapai.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Metode Geolistrik


2.1.1 Konsep Dasar Metode Geolistrik
Metode geolistrik merupakan salah satu dari beberapa metode geofisika yang
efektif untuk mengetahui struktur bawah permukaan. Metode geofisika yang dapat
dilakukan dengan geolistrik diantaranya: metode potensial diri, arus telurik,
magnetotelurik, elektromagnetik, IP (Induced Polarization) dan metode resistivitas.
Metode resistivitas merupakan metode yang paling sering digunakan. Resistivitas
merupakan suatu besaran yang menunjukkan tingkat hambatan terhadap arus listrik
dari suatu bahan (Andriyani et al, 2010), dengan mengetahui nilai resistivitas di
bawah permukaan maka dapat ditentukan banyaknya lapisan penyusun dan jenis
material penyusunnya. Pada metode resistivitas medium bumi diasumsikan bersifat
homogen isotropis. Ketika arus dialirkan dalam bumi, arus listrik akan mengalir ke
segala arah dan membentuk bidang ekuipotensial setengah bola (Syofyan, 2017).
Aliran arus listrik di dalam bumi ditunjukkan pada Gambar 2.1
Gambar 2. Siklus elektrik determinasi resistivitas dan lapangan elektrik untuk stratum
homogenous permukaan bawah tanah (Todd, 1980)
Metode geolistrik resistivitas terdiri dari 2 macam metode dalam pengambilan
datanya, yaitu: metode geolistrik resistivitas mapping dan metode geolistrik
resistivitas sounding. Metode resistivitas mapping merupakan metode resistivitas
yang bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas lapisan tanah bawah permukaan
secara horizontal. Sedangkan metode geolistrik resistivitas sounding bertujuan untuk
mempelajari variasi resistivitas batuan di dalam permukaan bumi secara vertikal.
Penggunaan metode geolistrik pertama kali digunakan oleh Conrad
Schlumberger pada tahun 1912. Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika
untuk mengetahui perubahan resistivitas lapisan batuan di bawah permukaan tanah
dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan
tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus A
dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak
elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan
lebih dalam (Aji, 2016). Batuan merupakan suatu jenis materi sehingga batuan pun
mempunyai sifat-sifat kelistrikan. Sifat listrik batuan adalah karakteristik dari batuan
jika dialirkan arus listrik ke dalamnya. Arus listrik ini bisa berasal dari alam itu
sendiri akibat terjadinya ketidaksetimbangan, atau arus listrik yang sengaja
diinduksikan (Yuristina, 2015).

2.1.2 Sifat Listrik Batuan


Resistivitas adalah karakteristik batuan yang menunjukkan kemampuan batuan
tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Tiap lapisan penyusun batuan merupakan
suatu mineral batuan yang mempunyai hambatan jenis yang berbeda. Besar hambatan
jenis batuan ditentukan oleh beberapa syarat antara lain (Istiqamah, 2018):
1. Kandungan air
Kandungan air yang ada dalam batuan akan menurunkan harga resistivitas
sehingga nilai daya hantar listrik pada batuan tersebut akan semakin besar
2. Porositas batuan
Batuan yang pori-porinya mengandung air mempunyai hambatan jenis
yang lebih rendah daripada batuan yang kering.
3. Kelarutan garam dalam air dalam batuan
Kelarutan garam di dalam air dan di dalam batuan, akan mengakibatkan
meningkatnya kandungan ion dalam air, sehingga hambatan jenis batuan
menjadi rendah.
4. Suhu
Resistivitas suatu batuan berbanding terbalik dengan suhunya. Apabila
suhu naik maka resistivitas akan turun secara eksponensial. Untuk
resistivitas yang mengandung fuida didalam batuan.
Secara umum berdasarkan nilai tahanan listriknya, batuan dan mineral dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (Telford et al. 1990):
1. Konduktor Baik : 10-8 Ωm < ρ < 1 Ωm,
2. Konduktor Menengah : 1 Ωm < ρ < 107 Ωm,
3. Isolator : ρ > 107 Ωm.
Air tanah secara umum berisi campuran terlarut yang dapat menambah
kemampuannya untuk menghantar listrik, meskipun air tanah bukan konduktor yang
baik. Variasi resistivitas material bumi ditunjukkan pada tabel 2.1:
Tabel 2. Variasi nilai resistivitas batuan (Telford et al, 1990)
Tabel 2. Variasi nilai resistivitas batuan (Verhoef, 1994)

Jenis Batuan Nilai Resistivitas (ohm.meter)


Gambut dan lempung 8-50
Lempung pasiran dan lapisan kerikil 40 – 250
Pasir dan kerikil jenuh 40 – 100
Pasir dan kerikil kering 100 – 3000
Batu lempung, napal dan serpih 8 – 100
Batu pasir dan batu kapur (breksi) 100 – 4000

Aliran arus listrik dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi 3
macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik dan konduksi
secara dielektrik (Kusumandari, 2015).
1. Konduksi Secara Elektronik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak electron
bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh
electron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh
sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah
satu sifat atau karateristik batuan tersebut adalah resistivitas yang
menunjukkan kemampuan bahan untuk menghantarkan arus listrik.
Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan
tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. Resistivitas
mempunyai pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan),
dimana resistansi tidak hanya tergantung pada bahan tetapi juga
bergantung pada faktor geometri atau bentuk bahan tersebut. Sedangkan
resistivitas tidak bergantung pada faktor geometri (Telford et al, 2007).
Jika ditinjau sebuah silinder dengan panjang L, luas penampang A dan
resistansi R seperti Gambar 2.2.

Gambar 2.. Silinder konduktor (Lowrie, 2007)


maka dapat dirumuskan:
𝑅 = 𝜌 𝐿/𝐴 (1)
Dimana ρ adalah resistivitas (Ωm), L adalah panjang silinder konduktor
(m), A adalah luas penampang silinder konduktor (m²), dan R adalah
resistansi (Ω). Sedangkan menurut hukum Ohm, resistansi R dirumuskan:
𝑅 = 𝑉/𝐼 (2)
Dimana R adalah resistansi (ohm), V adalah beda potensial (volt), I adalah
kuat arus (ampere). Dari kedua rumus tersebut didapatkan nilai
resistivitas
(ρ) sebesar:
VA
ρ= (3)
IL
Banyak orang sering menggunakan sifat konduktivitas (σ) batuan yang
merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan ohm/m.
1 IL
σ= =
ρ VA
= ( )( VL )= EJ
I
A
(4)

Dimana J adalah rapat arus (ampere/m2) dan E adalah medan listrik


(volt/m) (Lowrie, 2007).

2. Konduksi Secara Elektrolitik


Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki
resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan
biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida,
terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor
elektrolitik, dimana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik
dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada
volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika
kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya
resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan
berkurang. Menurut rumus Archie:
𝜌 =a∅−𝑚 𝑆−𝑛 𝜌 𝑤 (5)

Dimana 𝜌 adalah resistivitas batuan, 𝑎∅ adalah porositas, S adalah fraksi


pori-pori yang berisi air dan 𝜌𝑤 adalah resistivitas air. Sedangkan a, m
dan n adalah konstanta, untuk nilai m disebut faktor sementasi. Untuk
nilai n yang sama, Schlumberger menyarankan n = 2 (Lowrie, 2007).
3. Konduksi Secara Dielektrik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap
aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai
elektron bebas sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Elektron dalam
batuan berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya
pengaruh medan listrik di luar, sehingga terjadi polarisasi (Lowrie, 2007).

2.1.3 Aliran Listrik di dalam Bumi


Saat memasukkan dua arus pada elektroda (Gambar 2.3), potensial yang dekat
pada titik permukaan akan dipengaruhi oleh kedua arus elektroda tersebut. C1 dan
C2 merupakan elektroda arus yang akan menginjeksikan arus ke bawah permukaan
bumi kemudian perbedaan potensial yang dihasilkan akan ditangkap oleh P1 dan P2
yang merupakan elektroda potensial.
Gambar 2. Sumber arus 2 titik pada permukaan homogen isotropis (Telford et al,
1990)
1. Titik Arus Tunggal di Permukaan
Metode pendekatan yang paling sederhana dalam mempelajari secara
teoritis tentang aliran arus listrik di dalam bumi adalah bumi dianggap
homogen dan isotropis. Jika sebuah elektroda tunggal yang dialiri arus
listrik diinjeksikan pada permukaan bumi yang homogen isotropis, maka
akan terjadi aliran arus yang menyebar dalam tanah secara radial dan
apabila udara di atasnya memiliki konduktivitas nol, maka garis
potensialnya akan berbentuk setengah bola dapat dilihat pada Gambar 2.4
(Telford et al, 1990).

Gambar 2. Sumber arus berupa titik pada permukaan bumi homogen


(Telford et al, 1990)
Aliran arus yang keluar dari titik sumber membentuk medan potensial
dengan kontur ekuipotensial berbentuk permukaan setengah bola di
bawah permukaan. Dalam hal ini, arus mengalir melalui permukaan
setengah bola maka arus yang mengalir melewati permukaan tersebut
adalah:
dv
𝐼 = 2𝜋𝑟2𝐽 = −2𝜋𝑟2𝜎 dr = −2𝜋𝜎𝐴 (6)

dv
Dimana 𝐽 = rapat arus listrik = −𝜎
dr
Untuk konstanta integrasi A dalam setengah bola yaitu:
−IP
A= (7)

Sehingga diperoleh:
−A IP
V= (8)
r 2π
Dimana Δ𝑉 = beda potensial, 𝐼 = kuat arus yang dilalui oleh bahan
(ampere).
Maka nilai resistivitas listrik yang diberikan oleh medium:
v
ρ = 2πr (9)
i
Persamaan (9) merupakan persamaan ekuipotensial permukaan setengah
bola yang tertanam di bawah permukaan tanah (Telford et al, 1990).
2. Dua Titik Arus di Permukaan
Apabila terdapat elektroda arus C1 yang terletak pada permukaan suatu
medium homogen, terangkai dengan elektroda arus C2 dan diantaranya
ada dua elektroda potensial P1 dan P2 yang dibuat dengan jarak tertentu
seperti pada Gambar 2.5, maka potensial yang berada di dekat titik
elektroda tersebut bisa dipengaruhi oleh kedua elektroda arus.
Gambar 2. Dua pasang elektroda arus dan elektroda potensial pada permukaan
medium homogen isotropis dengan resistivitas 𝜌 (Telford et al, 1990)
Oleh karena itu potensial P1 yang disebabkan arus di C1 adalah:
− A1
V 1= (10)
r1
Dimana:
−Iρ
A1= (11)

Karena arus pada kedua elektroda adalah sama dan arahnya berlawanan,
maka potensial P1 yang disebabkan arus di C2 adalah:
− A2
V 2= (12)
r2

Dimana:

A2=−A 1= (13)

Karena arus pada dua elektroda besarnya sama dan berlawanan arah
sehingga diperoleh potensial total di P1:
Iρ 1 1
V 1 +V 2= ( − ) (14)
2 π r1 r2
Dengan cara yang sama diperoleh potensial total di P2 yaitu:
Iρ 1 1
V 1 +V 2= ( − ) (15)
2 π r3 r 4
Sehingga dapat diperoleh beda potensial antara titik P1 dan P2 yaitu:
Iρ 1 1 1 1
ΔV= (
[ − − − ]
2 π r1 r 2 )(
r3 r4 ) (16)

Dengan:
ΔV : beda potensial antara P1 dan P2
I : arus (A)
ρ: resistivitas (Ωm)
r1 : jarak C1 ke P1 (m)
r2 : jarak C2 ke P1 (m)
r3 : jarak C1 ke P2 (m)
r4 : jarak C2 ke P2 (m)
Susunan keempat elektroda tersebut merupakan susunan elektroda yang
biasanya dalam metode geolistrik resistivitas. Pada konfigurasi ini garis-
garis aliran arus dan ekuipotensial diubah oleh dekatnya kedua elektroda
arus (Reynolds, 2005).

2.1.4 Resistivitas Semu (Apparent Restivity)


Metode geolistrik resistivitas didasarkan pada anggapan bahwa bumi
mempunyai sifat homogen isotropis, dengan asumsi ini, resistivitas yang terukur
merupakan resistivitas yang sebenarnya dan tidak tergantung pada spasi elektroda.
Namun pada kenyataanya bumi tersusun atas lapisan-lapisan dengan resistivitas yang
berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-
lapisan tersebut. Karenanya, harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan
harga resistivitas untuk satu lapisan saja. Resistivitas yang terukur sebenarnya adalah
resistivitas semu (ρa) (Reynold, 2005). Berdasarkan persamaan (17) besar resistivitas
semu dapat dinyatakan dalam bentuk:
1 1 1 1 −1 ∆ v
ρ=2 π [ ( )(
− − − ]
r1 r2 r3 r 4) 1
(17)

Parameter K disebut faktor geometri. Faktor geometri merupakan besaran


koreksi terhadap perbedaan letak susunan elektroda arus dan potensial. Oleh karena
itu, nilai faktor geometri ini sangat ditentukan oleh jenis konfigurasi pengukuran yang
digunakan.

2.1.5 Vertical Electrical Sounding (VES)


Vertical Electrical Sounding (VES) yaitu teknik pengukuran geolistrik yang
bertujuan untuk memperkirakan variasi resistivitas sebagai fungsi dari kedalaman
pada suatu titik pengukuran. Mengingat jarak antar elektroda menentukan kedalaman
investigasi maka pada teknik sounding pengukuran dilakukan dengan jarak antar
elektroda bervariasi. Konfigurasi elektroda yang digunakan umumnya adalah
konfigurasi Wenner dan Schlumberger (Aji, 2016).

Gambar 2.6 Beberapa Tipe Kurva Sounding yang Menunjukan Secara


Kualitatif Variasi Resistivitas Sebagai Fungsi Kedalaman (Telford, 1990)

2.1.6 Konfigurasi Schlumberger


Pengukuran data geolistrik dilakukan dengan susunan elektroda dalam
konfigurasi Schlumberger. Pasangan elektroda arus (C1, C2) disusun dengan jarak
yang lebih besar dibandingkan pasangan elektroda potensial (P1, P2) (Gambar 2.2).
Jarak antar pasangan elektroda arus (AB atau L) diperbesar untuk mengukur nilai
resistivitas material yang lebih dalam. Saat beda potensial mulai sulit terukur,
sensitivitas alat berkurang sehingga jarak antar pasangan elektroda potensial (MN
atau a) harus diperbesar.
Gambar 2.7 Konfigurasi Schlumberger (Rizka et al, 2019)
Untuk menghitung nilai resistivitas semu diperlukan suatu bilangan faktor
geometri (K) yang tergantung pada jenis konfigurasi, jarak AB/2 dan MN/2 (Gambar
2.6). Faktor geometri merupakan besaran penting dalam pendugaan nilai resistivitas
vertikal dan horizontal (Istiqamah, 2018). Untuk konfigurasi Schlumberger, harga K
(faktor geometri) dapat ditentukan sebagai berikut:

K= [ 1 − 1 − 1 + 1 ]
P1 C 1 P1 C 2 P2 C1 P2 C 2
(18)

K= 1 1 1 1
[ − − + ]
b−a b +a b+ a b−a
(19)

K= 2 2
[ − ]
b−a b +a
(20)

K= 2 ( b+ a )−2( b−a)
[ ]
(b−a)(b+ a)
(21)

K= [ 4 a ] (22)
b2−a 2
2 π (b 2−a2 )
K= (23)
4a
π (b2−a2)
K= (24)
2a
2.2 Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen
beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme
pengendapan tertentu (Bogs,1987). Bogs (1987) membagi lingkungan pengendapan
menjadi 3 bagian besar yaitu darat, peralihan dan laut (Tabel 2.3). Permukaan bumi
yang memiliki perbedaan morfologi menjadi faktor utama adanya perbedaan
lingkungan pengendapan pada saat proses sedimentasi berlangsung (Gambar 2.8)
Tabel 2.3 Klasifikasi Lingkungan Pengendapan (Bogs, 1987)
Darat Peralihan Laut
Alluvial Fan Delta Plain Continental Shelf
Neritic
Fluvial Braided Stream Deltaic Delta Front Organic Reef
Meandering Stream Prodelta
Desert Beach/Barrier Island  
Lacustrine Estaurine/Lagoonal Continental Slope
Oceanic
Glacial Tidal Flat Deep Ocean Floor

Gambar 2.8 Lingkungan pengendapan secara umum (Nicholas, 2009)


Analisis lingkungan pengendapan dapat ditinjau berdasarkan tekstur sedimen,
struktur sedimen, maupun hubungan runtunan vertikal dan lateralnya. Hal tersebut
diidentifikasi berdasarkan fasies. Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki
kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur
biologi yang memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang ada
di bawah, atas dan di sekelilingnya (Walker et al, 1992). Asosiasi fasies merupakan
suatu kumpulan dari fasies – fasies yang secara genetik saling berhubungan satu
dengan yang lain serta memiliki kecenderungan lingkungan pengendapan yang sama.
Analisis fasies dapat ditentukan berdasarkan beberapa parameter yaitu: geometri,
litologi, fosil, struktur sedimen, dan pola arus purba (Selley, 2000).
Pada umumnya fasies yang berkembang di lingkungan pengendapan darat
didominasi oleh sedimen silisiklastik dan tidak mengandung fosil makhluk hidup
laut, sedangkan fasies yang berkembang di lingkungan pengendapan peralihan akan
mengandung berbagai jenis sedimen seperti konglomerat, batu pasir, serpih, karbonat,
bahkan sedimen evaporit. Hal ini disebabkan karena lingkungan pengendapan
peralihan berada diantara lingkungan pengendapan darat dan laut dan proses
sedimentasinya didominasi oleh gelombang arus sungai serta pasang surut air laut.
Kemudian fasies lingkungan pengendapan laut didominasi oleh hasil aktivitas
organisme yang hidup didalam laut dan berada yang berkembang pada kisaran
kedalaman beberapa meter hingga 10.000 meter dari atas permukaan (Bogs, 1987).
Berdasarkan Nicholas (2009) tidak ada peraturan dalam pemberian nama
fasies, tetapi kurang lebih dapat mendeskripsikan fasies tersebut. Istilah fasies banyak
digunakan dengan pengertian yang berbeda, seperti (Suriadi, 2011):
1. Produk batuan (misal: fasies batupasir)
2. Genesa atau proses terbentuknya batuan (misal: fasies turbidit)
3. Lingkungan dimana batuan terbentuk (misal: fasies fluvialtil)
4. Fasies tektonik (misal: molasse, post orogenic facies)
BAB III
GEOLOGI REGIONAL

3.1 Daerah Penelitian


Daerah penelitian merupakan wilayah yang secara administrasi bagian dari
Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara
geografis terletak pada 0°53’ - 1°41’ LS dan 103°23 - 104°31 BT dengan luas 5.445
Km² dengan ketinggian Ibukota-Ibukota Kecamatan dalam Kabupaten Tanjung
Jabung Timur berkisar antara 1-5 m dpl, 63 % kawasannya adalah perairan dan tanah
gambut. Kabupaten Tanjung Jabung Timur terbentuk berdasarkan undang-undang
No. 54 Tahun 1999 undang-undang No. 14 Tahun 2000 dengan luas 5.445 Km 2 atau
10,2% dari luas wilayah Provinsi Jambi, namun sejalan dengan berlakunya
undangundang No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
Pulau Kecil dan Perda No. 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2011 – 2031, termasuk perairan dan 27
pulau kecil (11 diantaranya belum bernama) menjadi 9.005 Km² yang 2 2 terdiri dari
daratan seluas 5.445 Km dan lautan/perairan seluas 3.560 Km. Disamping itu
memiliki panjang pantai sekitar 191 km atau 90,5 % dari panjang pantai Prov. Jambi.
Terletak di pantai timur Pulau Sumatera ini berbatasan langsung dengan Propinsi
Kepulauan Riau dan merupakan daerah Hinterland segitiga pertumbuhan ekonomi
Singapura – Batam – Johor (Sibajo) (Bapedda, 2017).
Kabupaten Tanjung Jabung Timur berbatasan langsung pada bagian Utara
dengan Laut Cina Selatan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muaro
Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Muaro Jambi, sebelah Timur berbatasan
dengan Laut Cina Selatan (Nurfatriani et al, 2019). Kabupaten Tanjung Jabung Timur
termasuk kedalam aliran hilir DAS Batanghari. Daerah penelitian mencakup 3 lokasi,
yaitu lapangan Al, lapangan Vion, dan Lapangan Ita. Lapangan Vion merupakan titik
percabangan DAS Batanghari yang akan mengalir memasuki lapangan Al dan
lapangan Ita dan menuju hilir DAS Batanghari.
3.2 Geologi Regional
Lokasi wilayah berada pada ketinggian 1 m – 5 m dpl. Wilayah ini berdataran
rendah yang sangat luas dan sebagian ditutupi hutan lahan gambut yang alami.
Litologi daerah tersebut tersusun atas satuan endapan alluvial dan satuan endapan
rawa. Endapan alluvium merupakan endapan sekunder hasil rombakan batuan di
permukaan yang telah terbentuk sebelumnya. Endapan ini terdiri dari material lepas
berupa lempung, pasir, kerikil dan kerakal. Hingga saat ini, proses pengendapan
material-material tersebut masih berlangsung sedangkan endapan rawa terdiri dari
material sisa-sisa tumbuhan (gambut) dan material lepas yang berukuran lempung
dan pasir serta diperkirakan berumur Holosen (Kusnaidi et al, 2009).

Gambar 3.1 Peta Geologi Tanjung Jabung Timur (Badan Informasi Geospasial)
3.3 Sedimentologi dan Stratigrafi
Secara regional Tanjung Jabung Timur termasuk dalam Cekungan Sumatera
Selatan. Fase sedimentasi di Cekungan Sumatera Selatan berlangsung menerus
selama zaman Tersier disertai dengan penurunan dasar cekungan hingga ketebalan
sedimen mencapai 600 meter (Bemmelen, 1949). Stratigrafi cekungan sumatera
selatan terdiri dari satu siklus besar sedimentasi yang dimulai dari fase transgresi
pada awal siklus dan fase regresi pada akhir siklus. Stratigrafi pada Cekungan
Sumatera Selatan dapat dikenal satu daur besar (megacycle) yang terdiri dari suatu
transgresi yang diikuti regresi (Pratiknyo,2018). Sedimentasi yang terjadi selama
Tersier berlangsung pada lingkungan laut setengah tertutup. Pada fase transgresi
terbentuk urutan fasies darat-transisi-laut dangkal dan pada fase regresi terbentuk
urutan sebaliknya yaitu, laut dangkal-transisi-darat (Pulunggono et al,1992). Susunan
stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan dapat diuraikan, sebagai berikut (De Coster,
1974):
1. Kelompok Pra-Tersier
Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan
Sumatera Selatan. Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan
metamorf Paleozoikum Mesozoikum, dan batuan karbonat yang
termetamorfosa.
2. Formasi Kikim Tuff dan older Lemat atau Lahat
Batuan yang ada pada Formasi ini terdiri dari batupasir tuffan,
konglomerat, breksi, dan lempung. Batuan-batuan tersebut kemungkinan
merupakan bagian dari siklus sedimentasi yang berasal dari Continental,
akibat aktivitas vulkanik, dan proses erosi dan disertai aktivitas tektonik
pada akhir Kapur awal Tersier di Cekungan Sumatera Selatan.
3. Formasi Lemat Muda atau Lahat Muda
Formasi Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir, batu
lempung, fragmen batuan, breksi, “Granit Wash”, terdapat lapisan tipis
batubara, dan tuf. Semuanya diendapkan pada lingkungan kontinen.
4. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar terdiri dari batu pasir yang berasal dari delta plain,
serpih, lanau, batu pasir kuarsa, dengan sisipan batu lempung karbonan,
batubara dan di beberapa tempat konglomerat. Formasi ini berhubungan
dengan delta plain dan daerah shelf.
5. Formasi Baturaja
Formasi Baturaja diendapkan pada bagian intermediate-shelfal dari
Cekungan Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar platform dan tinggian.
Komposisi dari Formasi Baturaja ini terdiri dari Batu gamping Bank
(Bank Limestone) atau platform dan reefal. Formasi ini sangat
fossiliferous dan dari analisis umur anggota ini berumur Miosen.
6. Formasi Telisa (Gumai)
Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier,
formasi ini terendapkan selama fase transgresif laut maksimum
(maximum marine transgressive). Batuan yang ada di formasi ini terdiri
dari napal yang mempunyai karakteristik fossiliferous, banyak
mengandung foram plankton. Sisipan batu gamping dijumpai pada bagian
bawah. Lingkungan pengendapan Laut Terbuka, Neritik
7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat)
Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus regresi.
Komposisi dari formasi ini terdiri dari batu pasir glaukonitan, batu
lempung, batu lanau, dan batu pasir yang mengandung unsur karbonatan.
Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal.
8. Formasi Middle Palembang (Muara Enim)
Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batu pasir, batu
lempung, dan lapisan batubara. De Coster (1974) menafsirkan formasi ini
berumur Miosen Akhir sampai Pliosen, berdasarkan kedudukan
stratigrafinya. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal
sampai brackist (pada bagian dasar), delta plain dan lingkungan non
marine.
9. Formasi Upper Palembang (Kasai)
Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra
Selatan. Komposisi dari formasi ini terdiri dari batu pasir tuffan,
lempung, dan kerakal dan lapisan tipis batubara. Umur dari formasi ini
tidak dapat dipastikan, tetapi diduga Plio-Pleistosen. Lingkungan
pengendapannya darat.
Endapan yang menutup Cekungan Sumatera Selatan termasuk kedalam sedimen
kuarter yang terendapkan di atas sedimen Tersier dan batuan dasar Pra-Tersier
serta dibatasi oleh ketidakselarasan terdiri dari breksi, batupasir, dan
batulempung serta produk vulkanik yang berasal dari Bukit Barisan (Salim et al,
1994). Endapan kuarter terendapkan secara tidak selaras di atas formasi kasai dan
tidak terpengaruh oleh perlipatan umur plio-pleistosen. Volkanik andesitik kuarter
biasanya berlimpah pada bukit barisan yang juga di antara sungai lematang dan Enim
dengan banyak produk intrusi dan ekstrusi yang sekarang membentuk kelompok
Bukit Asam, Serelo, dan Jelapang. Batuan lain yang termasuk ke dalam endapan
kuarter adalah liparit yang mengisi lembah pada daerah pasumah bagian selatan dari
pegunungan gumai. Tuff andesit dan lahar pada daerah pasumah berasal dari
gunungapi barisan seperti dempo, dan terendapkan sepanjang sungai utama (Darman
et al, 2000). Daerah penelitian yang berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur
tersusun oleh endapan kuater (Gambar 3.2) yang terdiri dari:
1. Satuan Endapan Aluvium yang tersusun oleh litologi berupa kerakal,
kerikil, pasir, lanau, dan lempung.
2. Satuan Endapan Rawa yang tersusun oleh litologi pasir, lanau, lempung,
lumpur, dan gambut.

Gambar 3.2 Stratigrafi daerah penelitian (Mangga et al, 1993)


3.4 Geomorfologi
Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan daerah dimana sebagian
merupakan dataran rendah yang landai dan pantai yang dikelompokkan dalam satuan
morfologi dataran rendah dan perbukitan yang begelombang halus (Gambar 3.3). Hal
ini ditandai dengan seringnya permukaan lahan tertutup oleh air pasang (RPI2-JM
Kab.Tanjung Jabung Timur 2014-2019). Daerah pasang surut seperti ini ditandai
pula dengan didapatinya aliran sungai yang relatif banyak. Wilayah Kabupaten
Tanjung Jabung Timur terbagi atas 5 DAS, yaitu DAS Mendahara, DAS Lagan, DAS
Batanghari, DAS Air Hitam dan DAS Benuh serta aliran sungai Batang Hari, Batang
Berbak, Batang Mendahara dan Batang Lagan, serta Batang Air Hitam.
Daerah aliran sungai yang melalui daerah penelitian adalah DAS Batanghari.
DAS Batanghari merupakan air permukaan yang utama mengalir melewati Kota
Jambi yang berasal dari Pegunungan Bukit Barisan Propinsi Sumatera Barat melewati
Kota Jambi dan bermuara di Selat Berhala (Saleh, 2011). Bagian hilir sungai
bercabang dua yaitu Sungai Batanghari yang arahnya ke Muara Sabak dan cabang
satu lagi yaitu Sungai Berbak mengarah ke Nipah Panjang.
Kondisi geologi DAS Batanghari secara litologi memperlihatkan jenis litologi
batuan yang terdiri dari kerikil, pasir, lanau, dan lempung kemudian hasil gunung api
berupa lava, lahar, tufa, dan breksi, batu gamping atau dolomite. Bagian atas DAS
Batanghari terdapat struktur geologi berupa sesar Semangko (yang memanjang di
sepanjang pulau Sumatera atau Pegunungan Bukit Barisan) dijumpai di bagian atas
DAS Batanghari yang juga merupakan garis pemisah utama air pemukaan antara
sungai–sungai yang bermuara ke Pantai Timur Sumatera (Saleh, 2011).
Berdasarkan geometri DAS Batanghari berbentuk meandering (berkelok-kelok)
dan pada sepanjang kedua tanggulnya dimanfaatkan sebagai pemukiman dan lahan
pertanian. Geometri sungai yang berkelok-kelok menjadi alasan utama tingginya
erosi pada sungai. Sungai berkelok (meander) yang proses pengendapannya terjadi
pada daerah dengan kemiringan yang semakin berkurang sehingga kecepatannya akan
menurun. Meander terbentuk karena adanya proses erosi. Erosi terjadi apabila energi
yang membawa aliran air dari hulu ke hilir lebih besar daripada yang diperlukan
maka akan berakibat penggerusan di badan sungai sehingga material sedimen ikut
terangkut bersama aliran sungai. Di daerah meander erosi biasanya terjadi di tikungan
luar. Hal ini disebabkan karena adanya energi aliran yang seolah-olah menghantam
tebing karena aliran secara alamiah akan mencari jalan lurus sehingga sebagian
material tebing sungai akan terbawa. Sedangkan di tikungan dalam karena kurangnya
energi untuk membawa seluruh aliran air bersama-sama dengan angkutan sedimen
yang tersuspensi maka sebagian akan mengendap di daerah tersebut. Kemiringan
sungai yang rendah (low river gradient) mengakibatkan sungai tersebut sangat
dipengaruhi oleh air pasang (tidal dominated). Keterdapatan meander dan ox-bow
lake mengindikasikan aktifnya erosi secara lateral dan pengendapan secara berulang.
Oleh karena itu, pengendapan sistem alur sungai menjadi salah satu faktor pentung
dalam rangkaian urut-urutan fasies aluvium. Collison (1986) membedakan tipe
wilayah antar alur sungai yang merupakan bagian sedimen alluvium, yaitu : daerah
yang dipengaruhi oleh alur sungai seperti dataran banjir dan daerah di luar jangkauan
alur sungai tersebut. Erosi terjadi pada daerah dengan kemiringan yang cukup terjal
serta karakteristik tanah yang labil. Biasanya erosi akan terjadi bersamaan dengan
naiknya debit air/banjir, dengan demikian dengan semakin sering terjadinya banjir
maka erosi akan semakin meningkat.
Morfotometri yang dimiliki DAS Batanghari merupakan pola dendritik
(Gambar 3.4). Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya
menyerupai struktur pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang
beragam, yang merupakan perakitan anak-anak sungai dengan sungai utama. Pada
umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen.
Gambar 3.3 Peta Topografi (Badan Informasi Geospasial)

Gambar 3.4 Pola aliran sungai Tanjung Jabung Timur (Badan Informasi Geospasial)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2019 dengan menggunakan data
sekunder. Pengolahan data dilakukan di area kampus Institut Teknologi Sumatera
(ITERA) di Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung, durasi pekerjaan
dimulai dari bulan Oktober 2019 hingga Juni 2020. Pengerjaan penelitian ini meliputi
studi literatur, pengolahan data VES, korelasi titik sounding, seminar proposal,
pemodelan 3D, interpretasi hasil, seminar hasil dan pada akhirnya menjalani sidang
akhir. Secara garis besar pengerjaan penelitian dipaparkan pada tabel 4.1.
Tabel 4. Timeline pengerjaan Tugas Akhir
Bulan
Kegiatan NovemberDesember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41 2 3 4 1 23 4123 4
Studi Literatur
Pengolahan Data VES
Korelasi Titik Souding
Analisis Korelasi Titik Sounding
Seminar Proposal TA
Visualisasi 3D
Analisis Asosiasi Fasies
Pembuatan Peta Isopach
Analisis Lingkungan Pengendapan
Seminar Hasil TA
Penyelesaian Penulisan TA
Sidang TA

4.2 Lokasi Penelitian


Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara geografis terletak pada 0°53’ - 1°41’
LS dan 103°23 - 104°31 BT dengan luas 5.445 Km² dengan ketinggian ibukota-
ibukota kecamatan dalam Kabupaten Tanjung Jabung Timur berkisar antara 1-5
mdpl. Lokasi penelitian mencakup 3 lapangan (Gambar 4.1). Lokasi penelitian
lapangan Al memiliki 5 titik VES yang berada di sebelah tenggara DAS Batanghari,
kemudian lokasi penelitian yang berada di lapangan Vion terdiri dari 4 titik VES,
kemudian lokasi penelitian di lapangan Ita berada di sebelah Barat daya DAS
Batanghari yang memiliki 9 titik VES (Gambar 3.1).

Gambar 4. Peta desain survei lokasi penelitian

4.3 Data
Penelitian ini menggunakan metode Vertical Electrical Sounding (VES) dengan
menggunakan konfigurasi Schlumberger. Data yang diolah merupakan data sekunder
VES yang diperoleh pada pengukuran lokasi penelitian. Titik VES terdiri dari 18 titik
pengukuran, dengan jarak AB/2 serta MN/2 yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Data
yang diperoleh dari pengukuran berupa nilai besaran arus yang diinjeksi (I (m.A),
besaran beda potensial (V (m.V) yang diperoleh setelah arus diinjeksikan. Besarnya
arus listrik dan beda potensial untuk masing-masing jarak elektroda arus dan elektoda
potensial dicatat untuk menghitung nilai resistivitas semu dari material penyusun
lokasi penelitian (Tabel 4.3). Perubahan jarak MN/2 ketika jarak AB/2 tetap
memungkinkan ada nya perubahan nilai resistivitas pada titik tersebut sehingga perlu
dilakukan koreksi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya overlapping pada
nilai resistivitas tersebut.
Tabel 4. Jarak AB/2 dan MN/2 pengukuran pada setiap titik VES
AB/2 MN/2 AB/2 MN/2 AB/2 MN/2 AB/2 MN/2 AB/2 MN/2
1.5 15 30 75 250
2.5 20 40 100 300
5 40
4 25 50 15 125 350
6 30 60 150 20 400
0.5
8 75 175
10 200
12 250
15

Tabel 4.3 Data pengukuran geolistrik pada titik VES 1


AB/2 MN/2 RHO
K I (m.A) V (m.V) R (Ohm) Correction After Correction
(meter) (meter) (Ohm.m)
1.5 0.5 6.28 9.9 42.60 4.3030 27.0230 1 27.0230303
2.5 0.5 18.84 9.9 12.60 1.2727 23.9782 1 23.97818182
4 0.5 49.46 9.9 4.20 0.4242 20.9809 1 20.98090909
6 0.5 112.26 9.9 1.60 0.1616 18.1422 1 18.14222222
8 0.5 200.18 9.9 0.76 0.0768 15.3670 1 15.3669697
10 0.5 313.22 9.9 0.42 0.0424 13.2879 1 13.28790909
12 0.5 451.38 9.9 0.25 0.0253 11.3984 1 11.39835859
15 0.5 705.72 9.9 0.13 0.0131 9.2670 1 9.266964646
15 5 62.80 19.9 3.06 0.1538 9.6567 0.959642586 9.266964646
20 5 117.75 19.9 1.36 0.0683 8.0472 0.959642586 7.722470539
25 5 188.40 19.9 0.78 0.0392 7.3845 0.959642586 7.086502377
30 5 274.75 19.9 0.49 0.0246 6.7652 0.959642586 6.492174987
30 15 70.65 19.9 2.00 0.1005 7.1005 0.914326131 6.492174987
40 15 143.92 19.9 0.92 0.0462 6.6534 0.914326131 6.083408414
50 15 238.12 19.9 0.50 0.0251 5.9828 0.914326131 5.470258554
60 15 353.25 19.9 0.36 0.0181 6.3905 0.914326131 5.842957488
75 15 565.20 19.9 0.25 0.0126 7.1005 0.914326131 6.492174987
75 20 410.16 19.9 0.30 0.0151 6.1834 1.049943882 6.492174987
100 20 753.60 19.9 0.18 0.0090 6.8165 1.049943882 7.156924005
125 20 1195.16 19.9 0.13 0.0065 7.8076 1.049943882 8.197535785
150 20 1734.85 19.9 0.10 0.0050 8.7178 1.049943882 9.153241928
175 20 2372.66 49.8 0.18 0.0036 8.5759 1.049943882 9.00420172
200 20 3108.60 49.8 0.15 0.0030 9.3633 1.049943882 9.830890215
250 20 4874.85 49.8 0.11 0.0022 10.7677 1.049943882 11.30552375
250 40 2390.33 99.8 0.42 0.0042 10.0595 1.123867167 11.30552375
300 40 3469.70 99.8 0.30 0.0030 10.4300 1.123867167 11.72188951
350 40 4745.33 99.8 0.22 0.0022 10.4606 1.123867167 11.75636565
400 40 6217.20 99.8 0.18 0.0018 11.2134 1.123867167 12.60235722
500 40 9749.70
Proses pengolahan data dilakukan dengan inversi 1D. Pengolahan data
dilakukan hingga menghasilkan RMS error minimum (<10%) sehingga dapat
menginterpretasi litologi penyusun bawah permukaan. Hasil pengolahan data tersebut
akan dikorelasikan dengan keadaan geologi dan litologi permukaan yang ditemukan
didaerah penelitian (Tabel 4.4)
Tabel 4.4 Litologi atas permukaan yang ditemukan di daerah penelitian
Titik VES Litologi Permukaan
VES 1 Lempung, Gambut
VES 2 Lempung, Gambut
VES 3 Lempung, Gambut
VES 4 Lempung, Gambut
VES 5 Lempung, Gambut
VES 6 Lempung, Gambut
VES 7 Lempung, Gambut
VES 8 Lempung, Gambut
VES 9 Lempung, Gambut
VES 10 Lempung, Gambut
VES 11 lempung
VES 12 Lempung
VES 13 Lempung
VES 14 Lempung
VES 15 Lempung
VES 16 Lempung
VES 17 Lempung
VES 18 Lempung

4.4 Perangkat Lunak yang digunakan


Selama pengerjaan tugas akhir ini terdapat beberapa perangkat lunak yang
digunakan untuk memperoleh hasil terbaik dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Perangkat lunak ini digunakan untuk pengolahan data VES yang diperoleh dari
pengukuran di lapangan, kemudian melakukan pemodelan 1D, pemodelan 2D,
pemodelan 3D yang akan mempermudah untuk melakukan interpretasi hasil
pengukuran dan mengkorelasikannya dengan keadaan geologi daerah penelitian.
4.4.1 Microsoft word
Microsoft word adalah aplikasi pengolah kata yang dapat membantu untuk
menyelesaikan pekerjaan yang berhubungan dengan dokumen, teks atau tulisan. Pada
penelitian ini Microsoft word digunakan untuk penulisan laporan tugas akhir.
4.4.2 Microsoft Excel
Microsoft excel secara fundamental menggunakan spreadsheet untuk
manajemen data yang berupa perhitungan secara matematis. Pada pengolahan data
VES, Microsoft excel digunakan untuk menghitung nilai resistivitas semu (ρ). Nilai
resistivitas semu (ρ) diperoleh dengan cara membagi nilai I dan V yang kemudian
dibagi dengan faktor geometri. Langkah selanjutnya yaitu pembuatan kurva VES
yaitu nilai AB/2 terhadap nilai resistivitas semu (ρ). Kemudian dilakukan pemilahan
data yang memiliki kesamaan pola agar didapatkan data yang bagus saat pembuatan
penampang.
4.4.3 IPI2WIN
IPI2WIN adalah program komputer yang digunakan untuk membantu
interpretasi data VES. Pada proses pemodelan perlu dilakukan smoothing pada data
agar mendapatkan pola yang jelas dari kurva VES. Setelah itu dilakukan pemodelan,
pada proses pemodelan dilakukan dengan memperhatikan presentase error, semakin
kecil presentase error maka data akan semakin bagus. Setelah didapatkan hasil error
yang baik maka akan didapatkan informasi nilai resistivitas, nilai ketebalan dan nilai
kedalaman pada tabel, dengan menggunakan data yang didapat tersebut dapat
membuat model penampang vertikal.
4.4.4 Rockworks
Perangkat lunak Rockworks memvisualisasikan data yang ada pada permukaan
tanah dan di bawah permukaan tanah yang sangat berguna bagi engineer geology.
Pada umumnya rockworks digunakan dalam bidang pertambangan, perminyakan,
hidrologi, arkeologi, bidang sipil, dan lingkungan hidup dengan berbagai macam alat
bantu di dalamnya seperti  maps, logs, cross sections, fence diagrams, solid models
dan volumetrics.
4.4.5 Surfer
Perangkat lunak untuk membuat pemodelan dengan mendasarkan pada grid.
Perangkat lunak ini sangat berperan besar dalam pemetaan kawasan seperti
pemodelan medan, pemetaan kontur, pemetaan permukaan 3D, dan lain-lain.
Penelitian ini menggunakan surfer untuk melakukan proses korelasi penampang dua
dimensi.
4.4.6 Google Earth
Google earth adalah aplikasi perekaman citra bumi dari udara. Perangkat lunak
ini berperan untuk melihat perubahan relief suatu daerah, mengukur jarak antar
daerah, overlay data raster atau vector, dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan
google earth untuk membuat peta desain survei lokasi penelitian.
4.5 Diagram Alir
Proses pengolahan data VES dimulai dengan menghitung nilai ρapp kemudian
dilakukan pemodelan 1D menggunakan perangkat lunak IPI2WIN, hasil pemodelan
1D akan dikorelasikan dengan keadaan geologi daerah penelitian yang kemudian
akan dilakukan interpretasi (Gambar 4.4).
Gambar 4. Diagram alir
BAB V
HASIL
5.1 Data Vertical Electrical Sounding (VES)
Hasil interpretasi data VES dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
IPI2WIN. Hasil interpretasi tersebut menghasilkan variasi nilai resistivitas per kedalaman
pada setiap titik VES, yang kemudian dilakukan identifikasi kurva VES serta korelasi hasil
interpretasi menggunakan IPI2WIN terhadap data geologi daerah penelitian. Setiap kurva
VES memberikan informasi mengenai variasi nilai resistivitas setiap titik VES.
Pengolahan data menggunakan inversi dengan metode curve matching yaitu
menyocokkan kurva nilai resistivitas data hasil pengukuran dengan kurva standar hal ini
bertujuan untuk mendapatkan nilai error yang minimum. Pada proses inversi, kurva VES
terdiri dari kurva hitam yang merupakan kurva nilai resistivitas hasil penelitian, kurva
merah menunjukkan kurva teori dan kurva biru merupakan gambaran perlapisan bumi di
area penelitian.
Informasi yang diperoleh setelah melakukan proses pengolahan data pada perangkat
lunak IPI2WIN berupa nilai resistivitas sebenarnya (ρ), kedalaman (d), ketebalan lapisan
(h). Informasi tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan daerah penelitian
dengan menginterpretasikan nilai resistivitas menjadi litologi penyusun bawah permukaan
(Tabel 5.1). Interpretasi hasil dari pengolahan data diperoleh bahwa pada daerah penelitian
tersusun oleh lapisan lempung, lanau, pasir, serta kerikil/kerakal. Hal ini ditentukan
berdasarkan data geologi serta hasil penelitian sebelumnya seperti oleh Ikhsan et al (2018)
pada Tabel 5.1, Pohan et al (2018) pada Tabel 5.2, Dewi et al (2018) pada Tabel 5.3, serta
Yendra et al (2018) pada Tabel 5.4.
Tabel 5. Nilai resistivitas litologi daerah penelitian

Lempung 0 Ωm-3 Ωm
Lanau 3.1 Ωm -10.6 Ωm
Pasir 10.7 Ωm -50 Ωm
Kerikil/Kerakal > 50 Ωm
Tabel 5. Nilai resistivitas litologi daerah Muaro Jambi (Ikhsan et al,2018)

Muaro Jambi
Lanau Pasiran 14.2 Ωm -121 Ωm
Lempung Berbatu 152 Ωm -259 Ωm
Tanah Batu Dasar 403 Ωm -1922 Ωm
Lempung Basah 1.65 Ωm
Lempung Lanauan 4.11 Ωm -12.5 Ωm

Tabel 5 . Nilai resistivitas litologi daerah Pesisir Selatan (Pohan et al,2018)

Pesisir Selatan, Sumatera Barat


Tanah Penutup 50.18 Ωm -217 Ωm
Batu Pasir 17 Ωm -24.9 Ωm
Lempung Pasiran 10 Ωm -16.84 Ωm
Lempung 0 Ωm -8.9 Ωm
Batu Pasir Lempung 25 Ωm -70 Ωm

Tabel 5. Nilai resistivitas litologi di Kawasan Geopark Merangin ( Dewi et al, 2018)

Kawasan Geopark Merangin


Pasir 83 Ωm -503 Ωm
Lempung 916 Ωm
Lempung Pasiran 83 Ωm
Metasedimen 1670 Ωm
Tabel 5. Hasil pengolahan data VES

Tipe
Titik N ρ (Ωm) d (m) h (m) Litologi Kurva VES
Kurva

1 28 4.33 4.33 Pasir

T-01 2 5.79 63.7 68 H Lanau

3 16.5     Pasir

1 34.8 5.32 5.32 Pasir

T-02 2 3.25 54.1 59.42 H Lanau

3 14     Pasir

1 31.2 4.14 4.14 Pasir

2 4.99 41.1 45.2 Lanau


T-03 HK
3 18.3 60.9 106.1 Pasir

4 5.91     Lanau

1 35.4 0.923 0.923 Pasir

2 10.6 0.587 1.51 Lanau


T-04 HKH
3 24.4 5.49 7 Pasir

4 10.2 105 112 Lanau


5 25 Pasir

1 46.7 2.4 2.4 Pasir

2 4.55 55.5 57.9 Lanau


T-05 HK
3 19.1 52.5 110.4 Pasir

4 7.88     Lanau

1 50.1 2.99 2.99 Kerikil/Kerakal

2 16.5 75.7 78.7 Pasir


T-06 HK
3 46 41.3 120 Pasir

4 10.4 Lanau

1 209 1.51 1.5 Kerikil/Kerakal

2 75.2 15.1 16.6 Kerikil/Kerakal


T-07 QH
3 12.1 95.6 112 Pasir

4 23.3     Pasir

1 13.7 0.691 0.691 Pasir

2 58.5 2.55 3.24 Kerikil/Kerakal


T-08 KH
3 16.3 38.1 41.3 Pasir

4 25     Pasir
1 23.9 0.57 0.57 Pasir

2 222 0.982 1.55 Kerikil/Kerakal

3 26 4.91 6.46 Pasir


T-09 KHKH
4 50 13.4 19.9 Kerikil/Kerakal

5 15.3 78.4 98.2 Pasir

6 135     Kerikil/Kerakal

1 11.3 0.98 0.98 Pasir

T-10 2 1.55 48.9 49.9 H Lempung

3 17.8     Pasir

1 6.93 0.563 0.563 Lanau

2 1.13 0.887 1.45 Lempung

T-11 3 5.79 2.01 3.46 HKH Lanau

4 1.45 30.2 33.7 Lempung

5 19.5 Pasir

1 4.5 0.562 0.562 Lanau

T-12 2 1.73 42.5 43.1 H Lempung

3 18.4     Pasir
1 10.1 1.1 1.1 Pasir

T-13 2 2.39 23.3 24.4 H Lempung

3 15.8     Pasir

1 9 0.674 0.674 Lanau

2 1.74 1.38 2.06 Lempung

T-14 3 5.73 1.42 3.48 HKH Lanau

4 1.03 32.2 35.7 Lempung

5 11.5     Pasir

1 1.21 0.88 0.88 Lempung

2 0.413 1.07 1.95 Lempung

T-15 3 4 1.71 3.66 HKH Lanau

4 0.747 22.5 26.2 Lempung

5 12     Pasir

1 1.32 0.8 0.8 Lempung

2 3.79 0.647 1.45 Lanau


T-16 KH
3 1.3 22.6 24 Lempung

4 13.9     Pasir
1 3.07 1.53 1.53 Lanau

2 1.01 1.31 2.84 Lempung

T-17 3 4.55 4.02 6.86 HKH Lanau

4 0.697 9.49 16.3 Lempung

5 7.79     Lanau

1 7.58 1.73 1.73 Lanau

T-18 2 2.39 50.4 52.1 H Lempung

3 10.8     Pasir
5.2 Hasil Korelasi Titik Sounding
5.2.1 7Lapangan Al
Gambaran keadaan bawah permukaan yang telah diidentifikasi melalui
pemodelan 1D kemudian dibuat korelasi untuk mengetahui adanya informasi geologi
yang lain seperti akuifer, intrusi air laut, hingga struktur geologi. Korelasi dibuat
berdasarkan hubungan nilai resistivitas antar titik VES per kedalaman. Lapangan Al
di dominasi oleh endapan alluvial. Korelasi pada lokasi penelitian lapangan Al
dilakukan dengan dua arah.
Penampang hasil korelasi pertama dilakukan pada titik VES 1, VES 2, dan VES
3 dari arah Barat Laut-Tenggara yang diidentifikasi memiliki 4 lapisan (Gambar 5.1)
dan tersusun oleh lapisan pasir dan lanau. Lapisan atas pada titik tersebut berada
hingga kedalaman 5.32 meter dengan nilai resistivitas 28 Ωm hingga 34.8 Ωm yang
diidentifikasi sebagai lapisan pasir. Lapisan kedua diidentifikasi berada hingga
kedalaman 68 meter dengan resistivitas 3.25 Ωm hingga 5.79 Ωm yang diidentifikasi
sebagai lapisan lanau. Lapisan ketiga diidentifikasi berada hingga kedalaman 106
meter dengan resistivitas 11.3 Ωm hingga 18.3 Ωm yang diinterpretasikan sebagai
lapisan pasir. Lapisan keempat diidentifikasi berada hingga 110 meter dengan
resistivitas 5.91 Ωm yang diinterpretasikan sebagai lapisan lanau.
Gambar 5. Lintasan A-B korelasi titik 02, 01, 03 dengan arah Barat Laut-Tenggara
Penampang hasil korelasi kedua dilakukan pada titik VES 1, VES 4, dan VES 5
dari arah Timur Laut-Barat Daya, yang diidentifikasi memiliki 4 lapisan (Gambar
5.2) dan tersusun oleh lapisan pasir dan lanau. Lapisan pertama diidentifikasi berada
hingga kedalaman hingga 4.33 meter dengan nilai resistivitas 28 Ωm hingga 46.7 Ωm
yang diidentifikasi sebagai lapisan pasir dengan sisipan lapisan pasir dari arah Timur
Laut pada titik VES 4 dengan ketebalan 0.8 meter. Lapisan kedua diidentifikasi
berada hingga kedalaman 68 meter dengan nilai resitivitas 4.55 Ωm hingga 9.7 Ωm
yang diidentifikasi sebagai lapisan lanau. Lapisan ketiga diidentifikasi berada hingga
kedalaman 110 meter dengan resistivitas 16.5 Ωm hingga 25.3 Ωm yang
diidentifikasi sebagai lapisan pasir. Lapisan keempat diidentifikasi berada hingga
kedalaman lebih dari 110 meter dengan resistivitas 7.88 Ωm yang diinterpretasi
sebagai lapisan lanau.
Gambar 5. Lintasan A-B korelasi titik 04, 01, 05 dengan arah
Timur Laut - Barat Daya
Berdasarkan data resistivitas, tipe kurva yang diidentifikasi pada titik VES
lapangan Al yaitu H, HK, dan HKH. Kurva resistivitas ini memiliki 3 sampai 5
lapisan. Kurva resistivitas tersebut mengindikasi adanya struktur perlapisan yang juga
terlihat pada penampang hasil korelasi bawah permukaan. Lapisan dengan nilai
resistivitas yang tinggi menginterpretasi lapisan pasir sedangkan lapisan dengan
resistivitas yang lebih rendah menginterpretasi lapisan lanau. Struktur perlapisan pada
penampang memberikan kesan adanya perbedaan arus pada saat proses pengendapan
terjadi. Pada saat proses pengendapan berlangsung juga mengakibatkan terbentuknya
bidang erosional yang terlihat pada penampang di bagian lapisan ke 3 hingga 5 pada
titik VES 3 dan 5.
5.2.2 Lapangan Vion
Korelasi pada lokasi penelitian Lapangan Vion dilakukan dengan dua arah.
Lapangan Vion tersusun oleh endapan alluvial. Penampang hasil korelasi pertama
dilakukan pada titik VES 6, VES 7, dan VES 8 yang dikorelasikan dari arah Barat –
Selatan. Penampang ini memiliki 4 lapisan (Gambar 5.3) yang tersusun oleh lapisan
pasir, kerikil, dan lanau. Lapisan pertama diidentifikasi berada pada kedalaman
hingga 1 meter dengan resistivitas 13.7 Ωm yang diinterpretasi sebagai lapisan pasir.
Lapisan kedua diidentifikasi berada hingga kedalaman 16.7 meter dengan resistivitas
53 Ωm hingga 209 Ωm yang diidentifikasi sebagai lapisan kerikil/kerakal. Lapisan
ketiga diidentifikasi berada hingga kedalaman 120 meter dengan nilai resistivitas 11.2
Ωm hingga 25 Ωm yang diinterpretasi sebagai lapisan pasir. Lapisan keempat berada
hingga kedalaman lebih dari 120 meter dengan resistivitas 9.8 Ωm yang diinterpretasi
sebagai lapisan lanau.

Gambar 5. Lintasan A-B korelasi titik 07, 06, 08 dengan arah Barat Laut-Timur
Penampang hasil korelasi kedua dilakukan pada titik VES 6, VES 7, dan VES 9
dari arah Barat – Tenggara, yang diidentifikasi memiliki 5 lapisan (Gambar 5.4) dan
tersusun oleh lapisan pasir, kerikil, dan lanau. Lapisan pertama diidentifikasi berada
hingga kedalaman 0.5 meter dengan nilai resistivitas 23.9 Ωm yang diidentifikasi
sebagai lapisan pasir. Lapisan kedua berada hingga kedalaman 16.7 meter dengan
resistivitas 53 Ωm hingga 222 Ωm yang diinterpretasikan sebagai lapisan
kerikil/kerakal. Lapisan ketiga diidentifikasi berada hingga kedalaman 115 meter
dengan resistivitas 11.2 Ωm hingga 50 Ωm yang diidentifikasi sebagai lapisan pasir.
Lapisan keempat diidentifikasi berada hingga kedalaman 120 meter dengan
resistivitas 135 Ωm ini yang diinterpretasikan sebagai lapisan kerikil/kerakal. Lapisan
kelima diidentifikasi berada hingga kedalaman lebih dari 120 meter dengan
resistivitas 9.8 yang diinterpretasikan sebagai lapisan lanau.

Gambar 5. Lintasan A-B korelasi titik 07, 06, 09 dengan arah Barat Laut – Selatan
Berdasarkan data resistivitas, tipe kurva yang diidentifikasi pada titik VES
lapangan Vion yaitu HK, QH, KH, dan HKHK. Kurva resistivitas ini memiliki 4
sampai 6 lapisan. Lapisan pertama memiliki nilai resistivitas yang tinggi yang
diinterpretasi sebagai lapisan kerikil. Lapisan kedua memiliki nilai resistivitas
menengah yang diinterpretasi sebagai lapisan pasir sedangkan lapisan ketiga memiliki
nilai resistivitas rendah yang diinterpretasikan sebagai lapisan lanau. Susunan lapisan
tersebut menunjukkan adanya struktur perlapisan coarsening upward atau mengasar
keatas. DAS Batanghari bercabang dua memasuki lapangan Vion, yaitu sungai
Batanghari yang mengalir ke timur laut dan melintasi lapangan Al dan sungai berbak
yang mengalir ke barat laut dan melintasi Lapangan Ita. Ketika memasuki Lapangan
Al, lapisan pasir terbentuk sebagai lapisan yang paling muda, hal ini dapat terlihat
pada titik VES 8. Pada area titik percabangan peningkatan energi arus transportasi
sangat rentang terjadi, hal ini mengakibatkan pengendapan sedimentasi berlangsung
untuk butir yang halus terlebih dahulu.

5.2.3 Lapangan Ita


Korelasi pada lokasi penelitian Lapangan Ita didominasi oleh endapan rawa
yang dilakukan dengan dua arah. Penampang hasil korelasi pertama dikorelasikan
pada titik VES 12, VES 13 dan VES 18 dari arah Barat-Timur yang diidentifikasi
memiliki 3 lapisan (Gambar 5.5) dan tersusun oleh lapisan lenau, lempung dan pasir.
Lapisan pertama diidentifikasi berada hingga kedalman 0.8 meter dengan
resistivitas 19.9 Ωm yang diidentifikasi sebagai lapisan pasir. Lapisan kedua
diidentifikasi berada hingga kedalaman 49 meter dengan resistivitas 1.73 Ωm hingga
2.56 Ωm yang diinterpretasi sebagai lapisan. Lapisan ketiga diidentifikasi berada
hingga kedalaman 50 meter dengan resistivitas 10 Ωm hingga 18.4 Ωm yang
diinterpretasikan sebagai lapisan pasir.
Gambar 5. Lintasan A-B korelasi titik 13, 18, 12 dengan arah Barat-Timur
Penampang hasil korelasi kedua dilakukan pada titik VES 11, VES 12, VES 14,
VES 15, VES 16 yang dikorelasikan dari arah Barat-Timur. Penampang ini memiliki
4 lapisan (Gambar 5.6) yang tersusun oleh lapisan lanau, lempung, dan pasir. Lapisan
pertama diidentifikasi berada hingga kedalaman 0.8 meter dengan resistivitas 1.21
Ωm hingga 1.32 Ωm. Lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan lempung. Lapisan
kedua diidentifikasi berada hingga kedalaman 3.6 meter dengan resistivitas 3.79 Ωm
hingga 6.56 Ωm. Lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan lanau. Lapisan ketiga
diidentifikasi berada hingga kedalman 43 meter dengan resistivitas 0.747 Ωm hingga
1.73 Ωm yang diinterpretasikan sebagai lapisan lempung . Lapisan keempat
diidentifikasi berada hingga kedalaman 50 meter dengan resistivitas 11 Ωm hingga
19.6 Ωm ini yang diinterpretasikan sebagai lapisan pasir.
Gambar 5. Lintasan A-B korelasi titik 11, 12, 15, 14, 16 dengan arah Selatan-Utara
Berdasarkan data resistivitas, tipe kurva yang diidentifikasi pada titik VES
lapangan Vion yaitu H, KH, dan HKH. Kurva resistivitas ini memiliki 3 sampai 5
lapisan. Lapisan pertama hingga ketiga memiliki nilai resistivitas yang rendah dan
diinterpretasikan sebagai lapisan lanau yang disisipi lempung dari arah Utara dan
Selatan, kemudian lapisan keempat memiliki nilai resistivitas yang lebih rendah dari
lapisan sebelumnya yang diinterpretasikan sebagai lapisan lempung, sedangkan
lapisan yang kelima memiliki nilai resistivitas yang menengah dan diinterpretasikan
sebagai lapisan pasir. Keberadaan lokasi yang berdekatan dengan muara sungai
mengakibatkan terbentuknya lapisan yang kemungkinan jenuh air, sehingga variasi
nilai resistivitas lapisan daerah ini relatif menurun dibandingkan variasi nilai
resistivitas di lapangan lain.
5.3 Visualisasi 3D

Gambar 5.7 Visualisasi 3D daerah penelitian


Berdasarkan Gambar 5.7 daerah penelitian di sebelah timur yaitu lapangan Al
tersusun oleh lapisan pasir dan lempung, di sebelah selatan yaitu lapangan Vion
didominasi oleh lapisan kerikil/kerakal,pasir hingga lempung, di sebelah barat yaitu
di lapangan Ita didominasi oleh lapisan lanau kemudian lempung dan lapisan pasir.
5.4 Asosiasi Fasies Sedimen Kuarter
Berdasarkan litologi yang menyusun penampang bawah permukaan, maka
sedimen kuarter daerah penelitian dapat dibedakan menjadi satuan batuan klastika
pasir dan satuan batuan lempung yang berumur Holosen. Satuan batuan klastika pasir
ditemukan di lapangan Al dan Vion. Satuan batuan yang ditemukan di lapangan Al
didominasi oleh perselingan batu pasir dan lanau dengan struktur sedimen yang
dijumpai adalah massif sedangkan dilapangan Vion didominasi oleh lapisan pasir
yang disisipi kerikil/kerakal pada bagian atasnya sedangkan pada bagian bawahnya
disisipi lempung hingga kerikil/kerakal yang mengasar keatas (coarsening upward).
Perselingan antara pasir dan lanau diduga sebagai produk dari lateral accretion yaitu
proses pembentukan beting sungai (point bar) sehingga cenderung merupakan hasil
dari sistem sungai berkelok (high-sinuosity channels) yang dapat terlihat pada daerah
tersebut. Material klastika tersebut diinterpretasikan termasuk sebagai endapan alur
sungai.
Satuan batuan lempung ditemukan di lapangan Ita. Satuan batuan ini
didominasi oleh lapisan lempung dengan keberadaan lapisan pasir dibagian bawah
dan sisipan lapisan lanau pada bagian atas. Endapan ini memiliki kecenderungan
menghalus keatas yang kemudian dibagian atas kembali mengasar. Pada lapangan Ita
ditemukan keberadaan struktur wavy yang terlihat pada proporsi keberadaan lapisan
lempung dan pasir yang hampir sama, struktur ini berada dikedalaman 25 m hingga
35 m. Struktur sedimen ini merupakan ekspresi dari variasi aktivitas arus atau
gelombang ataupun pasokan sedimen yang terjadi karena adanya perubahan tingkat
energi arus atau gelombang (David et al, 2019). Hal ini mencerminkan adanya
perubahan energi secara reguler pada bagian yang berbeda dari siklus pasang-surut
(Nichols, 2009) dan menurut (Davis & Dalrymple, 2012), struktur sedimen wavy
tersebut berkembang ketika kondisi energi rendah (low-energy) yang mengikuti
terbentuknya ripple dimana lumpur akan terakumulasi sebagai endapan suspensi
dalam lembah-lembah ripple tersebut. Satuan batuan ini diinterpretasikan sebagai
endapan cekungan banjir. Daerah ini dapat berupa terminal atau tempat
terakumulasinya endapan, yang berasal dari pelimpahan material dari alur sungai
yang bercampur dengan fasies rawa.
Berdasarkan ciri sedimen dan fasies pengendapannya, rangkuman litologi
tersebut di atas dapat diperikan sebagai dua fasies pengendapan, yaitu Fasies
Cekungan Banjir dan Fasies Alur Sungai (Tabel 5.7).
Tabel 5.7 Kolom kesebandingan satuan litologi daerah penelitian
Satuan Sedimen Lingkungan
Lokasi Litologi Pemerian Umur
Litologi Kuarter Pengendapan
Satuan batuan yang ditemukan di lapangan
Lapangan Al didominasi oleh perselingan batu pasir
Al dan lanau dengan struktur sedimen yang
dijumpai adalah massif
Satuan
Satuan batuan yang ditemukan di lapangan Endapan
Klastika
Vion didominasi oleh lapisan pasir yang Alluvium
Pasir
Lapangan disisipi kerikil/kerakal pada bagian atasnya
Vion Coarsening Upward sedangkan pada bagian bawahnya disisipi
lempung hingga kerikil/kerakal yang Holosen Fluvial (Sungai)
mengasar keatas (coarsening upward).
Satuan batuan ini didominasi oleh lapisan
lempung dengan keberadaan lapisan pasir
Lapangan Satuan dibagian bawah dan sisipan lapisan lanau Endapan
Ita Lempung pada bagian atas. Endapan ini memiliki Rawa
kecenderungan menghalus keatas yang
kemudian dibagian atas kembali mengasar.

5.5 ISOPACH
Coarsening Upward

Gambar 5.8 Peta Isopach Litologi Pasir


Gambar 5.9 Peta Isopach Litologi Pasir

Gambar 5.10 Peta Isopach Litologi Kerikil/Kerakal


Gambar 5.11 Peta Isopach Litologi Lempung

Peta Isopach merupakan peta yang dibuat dengan data ketebalan setiap litologi.
Peta ini dibuat dengan cara mengukur ketebalan yaitu dari top lapisan hingga bottom
lapisan. Harga dari ketebalan masing-masing titik VES tersebut diplotkan ke dalam
basemap yang kemudian dihubungkan untuk kedalaman yang memiliki harga yang
sama. Berdasarkan peta ini dapat dilihat penyebaran tebal tipisnya setiap litologi pada
wilayah studi.
Litologi Pasir menyebar secara merata di wilayah studi, namun semakin
bergerak kearah muara sungai baik disebelah Timur Laut maupun Barat Daya litologi
pasir ditemukan semakin menipis, terutama kearah Barat Daya litologi ini ditemukan
juga berada di kedalaman yang kebih dalam, hal ini terjadi disebabkan karena adanya
perbedaan endapan yang menyusun wilayah studi, daerah Barat disusun oleh endapan
rawa yang terendapkan lebih dahulu dibandingkan endapan yang berada di sebelah
Timur yang disusun oleh endapan alluvium.
Litologi Lanau ditemukan berada di lapangan yang akan tertransportasi menuju
muara sungai yaitu di Lapangan Al dan Lapangan Ita. Sedangkan di Lapangan Vion
litologi lanau ditemukan sangat tipis dan berada di lapisan paling bawah pada
penampang, lapisan ini diduga telah mengalami erosi yang kemudian terjadi
pengendapan lapisan pasir diatasnya.
Litologi Kerikil/Kerakal hanya ditemukan di Lapangan Vion, hal ini dapat
terjadi karena tingginya arus di Lapangan tersebut, mengingat Lapangan Vion
merupakan titik percabangan DAS Batanghari menuju hilir. Kemudian litologi
lempung hanya ditemukan di Lapangan Ita. Lapangan Ita yang berada dekat dengan
muara sungai menandakan bahwa litologi penyusun bawah permukaan Lapangan ini
telah mengalami transportasi yang cukup jauh sehingga memungkinkan terbentuknya
lapisan kedap air seperti lempung.

5.6 Lingkungan Pengendapan


Penelitian ini dilakukan berdasarkan analisis sedimen bawah permukaan yang
datanya diperoleh dari pengukuran geolistrik di lapangan tersebut. Lokasi penelitian
yang termasuk dalam lingkungan alluvial mengakibatkan adanya lingkungan
pengendapan yang beragam yang disebabkan karena proses sedimentasi yang juga
masih tetap berlangsung. Penampang lapangan Al merupakan perselingan antara batu
pasir dan lanau sebagai endapan alur sungai ketebalan interval pasir dan lanau rata-
rata 10 m- 50 m, sedangkan lapangan Vion didominasi lapisan pasir yang disisipi
lapisan kerikil/kerakal pada bagian atasnya dengan ketebalan rata-rata 10 m- 15 meter
serta disisipi lapisan kerakal/kerikil serta lempung dengan ketebalan berkisar 5 m- 10
m dibagian bawahnya. Penampang lapangan Ita merupakan lapisan lempung sebagai
endapan banjir yang memiliki ketebalan rata-rata 20 m dengan kebaradaan lapisan
pasir dibawahnya dengan ketebalan berkisar 5 m- 15 m dan lapisan lanau diatasnya
dengan ketebalan berkisar 5 m.
Berdasarkan penampang 3D proses sedimentasi wilayah studi dipengaruhi oleh
kondisi energi alur sungai. Endapan klastika pasir yang berada di lapangan Vion
didominasi oleh lapisan sedimen kasar mengindikasikan kondisi energi tinggi, dan
semakin kearah timur dan barat menunjukkan perubahan litologi yang lebih halus, hal
ini didukung oleh topografi yang menjadi semakin lebih rendah, perubahan topografi
menuju rendah ini memberikan kemiringan untuk diperlukan untuk proses
transportasi sedimen tersebut. Penampang pada lapangan Vion dan lapangan Al
memiliki karakter fasiesnya tidak jauh berbeda. Semakin kearah muara sungai terjadi
peningkatan energi yang relatif tinggi sehingga kemampuan untuk mengerosi dan
mengangkut muatannya menjadi besar. Hal ini terbukti dengan perselingan material
pasir dan lanau disebelah Timur. Setelah terjadi penyusutan endapan alur sungai,
terbentuklah endapan cekungan banjir yang ditandai dengan adanya pencampuran
material lempung dan lanau serta struktur yang menghalus keatas dibagian Barat.
Cohen drr., (2003) mengatakan bahwa lingkungan cekungan banjir adalah merupakan
wilayah dataran rendah pengaruh dari suplai material sungai relatif kecil (Moechtar et
al, 2009). Terbentuknya endapan dataran banjir ini , salah satunya disebabkan oleh
perpindahan dan menyusutnya dimensi alur sungai, atau berubahnya elevasi, yang
tadinya permukaan yang relatif datar menjadi miring sehingga energi aliran sungai
menjadi besar. Berdasarkan interpretasi tersebut wilayah studi termasuk kedalam
lingkungan pengendapan fluvial yaitu sungai.

Gambar 5.8 Sub-surface stratigraphy daerah Lapangan Al dan Lapangan Vion


Gambar 5.9 Sub-surface stratigraphy daerah Lapangan Ita
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
1. Litologi penyusun bawah permukaan pada daerah penelitian berupa
lapisan lempung, lanau, pasir, kerakal/kerikil dengan variasi nilai
resistivitas berkisar 0.413 Ωm – 222 Ωm.
2. Secara keseluruhan litologi penyusun bawah permukaan di lapangan Al
berupa lapisan pasir dan lanau yang terendapkan secara berulang. Litologi
penyusun bawah permukaan di lapangan Vion tersusun oleh lapisan
kerikil/kerakal, pasir, lanau serta lempung. Litologi penyusun bawah
permukaan di Lapangan Ita tersusun oleh lapisan lanau, lempung, serta
pasir.

6.2 SARAN
Diharapkan pada penelitian selanjutnya, perlu adanya pemboran uji geologi
sebagai bukti dalam penentuan litologi untuk lapangan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Aaron K. Waswa. 2019. Application of Electrical Resistivity Method in Mapping


Underground River Channels: A Case Study of Kabatini Area in the Kenyan
Rift Valley. Universal Journal of Geoscience. 7(1). 1-14.
Ahmad Fauzi Pohan, Rusnoviandi . 2018. Studi Penyelidikan Air Tanah Di Kota
Terpadu Mandiri, Pesisir Selatan Dengan Metode Geolistrik. Research of
Applied Science and Education 12(2). 139-149
Aji, Widya Seto. 2016. "Inversi 2d Data Geolistrik Untuk Menentukan Bidang
Gelincir Tanah Sebagai Referensi Pembangunan Jalan Lintas Wajo-Morowali
Sulawesi Tengah". Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknik. Universitas
Lampung :Bandar Lampung.
Alfauzan Yendra, Abdul Haris Salam. 2017. Analisa dan Penentuan Lapisan Keras
dengan Metode Geolistrik Untuk Dasar Pembangunan Gedung Baru di
Politeknik Negeri Bengkalis. Jurnal Sains, Teknologi dan Industri. 15(1). 47-51
Andi Mangga S, Santoso S., dan Bermanto B., 1993; Peta Geologi Lembar Jambi,
Sumatera skala 1:250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Andriyani, Ari Handono Ramelan, dan Sutarno. 2010. "Metode Geolistrik Imaging
Konfigurasi DipoleDipole digunakan digunakan Untuk Penelusuran Sistem
Sungai Bawah Tanah Pada Kawasan Karst Di Pacitan ,Jawa Timur". Jurnal
EKOSAINS. II(1) : 46–54.
Ariyanto, Yonas. 2011. “Pemodelan Impedansi Akustik Untuk Karakterisasi
Reservoar Pada Daerah “X”, Sumatera Selatan”. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia:
Depok.
Awni T. Batayneh. 2010. Application of Geoelectric Method on paleoenvironment of
the Qa’el-Jufr lake, Southeastern Jordan Plateau. Journal of king Saud
University Science. 23. 381-388.
Badan Informasi Geospasial 2020
Bemmelen, R. W. V. 1949. The Geology of Indonesia. Netherlands: Government
Printing Office.
Boggs, S. Jr. 1987. Principles of Sedimentology and Stratigraphy. Merril Publishing
Company : Ohio.
Cohen, K.M., Gouw, M.J.P. dan Holten, J.P.. 2003. Fluvio-Deltaic Floodbasin
Deposits Recording Differential Subsidence Within A Coastal Prism (Central
Rhine-Meuse Delta, The Netherland. In: Blum, M.D., Marriot, S.B. and Leclair,
S.F. (Eds). Fluvial Sedimentology VII. Int. Assoc. Of Sedimentologist,
Blackwell Scientific, 40-68.
Coleman J.M.. 1966. Ecological Change In Massive Freshwater Clay Sequence.
Trans. Gulf-Cst Ass. Geol. Soc., 16, 159-174.
Collinson, J.D. 1986. Chapter 3 Alluvial Sediment. In : H.G. Reading (ed),
Sedimentary Environments and Facies, Second Edition Blackwell Scientific
Publication, Oxford-London-Edinburg-Boston-Palo Alto-Melbourne, 20-62.
Darman, H. dan Sidi, F.H., 2000, An Outline of The Geology of Indonesia, Ikatan
Ahli Geologi Indonesia.
David Victor Mamengko, Yoga B Sandjadja, Budi Mulyana, Hermes Panggabean,
Iyan Haryanto, Eko Budi Lelono, Juwita Trivianty Musu, dan Panuju. 2019.
Perkembangan Fasies Sedimen Formasi Mamberamo Berumur Miosen Akhir
Pliosen di Cekungan Papua Utara. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral.
20(1). 37-47.
Davis, R. A. and Dalrymple, R. W., 2012. Principles of tidal sedimentology: Springer
Science Business Media B.V. 2012.
De Coster, G.L., 1974, The geology of the Central and South Sumatra Basin, Proc 3rd
Indonesia pet Assoc Ann Con, Jakarta: 77-110.
Friedman, G.M. and Sanders J.E. . 1978. Principle of Sedimentology. John Wiley and
Sons, Inc, New York Chichester-Brisbane-Toronto, 729 p.
Gary Nichols. 2009. Sedimentology and Stratigraphy Second Edition.
Gafoer, S., Amin, T. C. dan Purnomo, J. 2007. Peta geologi lembar Lahat, Sumatera
Selatan, skala 1:250.000. Bandung.
Gould, H.R. 1972. Environmental indicators-A key to the stratigraphic record, dalam
J.K. Rigby & W.K. Hamblin (eds.). Recognition of ancient sedimentary
environments: Soc.Econ. Paleontologists and Mineralogist Spec. Pub. 16, p. 1-
3.
Hardianshah Saleh & Abdul Rahim Samsudin. 2013. Geo-Electrical Resistivity
Characterization Of Sedimentary Rocks In Dent Peninsular, Lahad Datu,
Sabah. Borneo Science.
Harjito, H. 2013. "Metode Vertical Electrical Sounding (VES) untuk Menduga
Potensi Sumberdaya Air". Jurnal Sains &Teknologi Lingkungan. 5(2). 127–
140.
Ira Kusuma Dewi, Ichy Lucya Resta, dan Buhaira. 2018. Penentuan Bidang Gelincir
Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-
Dipole Di Kawasan Geopark Merangin. Prosiding PIT Ke-5 Riset Kebencanaan
IABI
Istiqamah, Nuril. 2018. "Studi Potensi Air Tanah Menggunakan Metode Geolistrik
Resistivitas(Studi Kasus di Desa Rajekwesi, Kecamatan Kendit, Kabupaten
Situbondo) ". Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Sains Dan Teknologi.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim : Malang.
Jamal Asfahani. 2018. Geoelectrical Combined Sounding-Profiling Configuration for
Characterizing the Sedimentary Phosphatic Environment in AlSharquieh
Deposits Mine in Syria. Geofísica internacional. 57(3). 189-203
Krisna, Putu Sai. 2019. "Identifikasi Zona Akuifer Air Tanah Dengan Metode 1D
Geolistrik Resistivitas Dan Well Logging Pada Daerah Lampung Timur Dan
Way Kanan". Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknik. Universitas
Lampung: Bandar Lampung.
Kunetz, G. 1966 . Principles of Direct Current Resistivity Surveying. Gebrüder
Borntraeger : Berlin
Kusnaidi. 2009. "Geologi Dan Geokimia Daerah Panas Bumi Geragai Kabupaten
Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi". Kelompok Penyelidikan Panas Bumi,
Pusat Sumber Daya Geologi.
Kusumandari, Agesti. 2015. "Aplikasi metode geolistrik resistivitas untuk
mengidentifikasi lapisan akuifer di bumi perkemahan ragunan jakarta". Skripsi.
Tidak diterbitkan. Fakultas Sains Dan Teknologi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah : Jakarta.
Koesoemadinata, R.P. 1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi, Jilid 1, ITB
Lowrie, W. 2007. Fundamental of Geophysics. Newyork: Cambridge University
Press.
M.Ikhsan,Faizar Farid, Samsidar, Linda Handayani. 2018. Penentuan Struktur Tanah
Sebagai Dasar Uji Kelayakan Kekuatan Bangunan Perumahan Di Muaro Jambi
Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole. Komunikasi
Fisika Indonesia. 15(2). 139-145.
Miall, A.D.. 1992. The Geology Of Fluvial Deposits Sedimentary Facies, Basin
Analysis, And Petroleum Geology.
Milsom, J. 2003. Field Geophysics Third Edition. John Willey and Sons Ltd, 249 p.
England.
Moechtar, Herman. 2006. Karakter dan Proses Pembentukan Rangkaian Fasies
Endapan Kuarter di Paparan Danau Maninjau, Kabupaten Agam (Sumatera
Barat). Geo Environment dan Geo Hazard. 16(1). 50-59.
Moechtar, Herman. 2006. Karakteristik Endapan Kuarter di Dataran Alluvium Rawa
Utara Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin (Sumsel). Geo Environment dan
Geo Hazard. 16(1). 30-40.
Moechtar H., Subiyanto, D.Sugianto. 2009. Geologi Aluvium dan Karakter Endapan
Pantai/Pematang pantai di Lembang Krueng Aceh, Aceh Besar(Prov. NAD).
Geo-Science. 19(4). 272-283.
Muzaki, M. Rifki. 2017. "Aplikasi Metode Geolistrik Untuk Menentukan Letak dan
Kedalaman Sumber Air Di Perumahan Puri Sartika Semarang". Skripsi. Tidak
diterbitkan. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Negeri Semarang : Semarang.
Partika, Pratiwi Ayurizky. 2019. "Identifikasi Zona Akuifer Aair Tanah
Menggunakan Metode Resistivitas dan Well Logging Di Desa Waringin Sari
Barat, Waringin Sari Timur dan Sidodadi, Kabupaten Pringsewu, Lampung".
Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknik. Universitas Lampung : Bandar
Lampung.
Profil daerah 2016/2017. Badan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten
Tanjung Jabung Timur.
Pulunggono, A. 1984. Sumatran Microplates, Their Characteristics And Their Role In
The Evolution Of The Central And South Sumatra Basins. Proceeding
Indonesian Petroleum Association (IPA) 13th Annual Convention, hlm. 121-
143.
R. B. Adegbola, S. O. Oseni, S. T. Sovi, K. F. Oyedele, and L. Adeoti. 2010.
Subsurface Characterization and its Environmental Implications using the
Electrical Resistivity Survey: Case with LASU Foundation Programme Campus
Badagry, Lagos State, Nigeria. Nature and Science. 8(8). 146-151.
Reineck H.E. and Singh I.B.. 1980. Depositional Sedimentary Environments,
Springer Verlag, Berlin, 549p.
Reynold, J. M. 1997. An Introduction to Apllied and Environment Goephysics.
England: Jhon Wiley & Sons, Ltd.
Reynold, J. M. 2005. An Introduction to Apllied and Environment Goephysics.
England: Jhon Wiley & Sons, Ltd.
Rizka dan Soni Satiawan. 2019. "Investigasi Lapisan Akuifer Berdasarkan Data
Vertical Electrical Sounding (VES) dan Data Electrical Logging ; Studi Kasus
Kampus ITERA". Bulletin Of Scientific Contribution Geology. 17(2). 91–100.
Saleh, Fitriyah Irmawati Elyas. 2011. "Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju
Riverfront City". Thesis. Tidak diterbitkan. Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor : Bogor.
Salim, Y., Nana, D., dan Maryke, P. 1995. Technical Study Report Remaining
Potential of The South Sumatra Basin. South Sumatra AMI Study Group.
Selley, R. C., 2000, Applied sedimentology, 2nd Ed. Academic Press, San Francisco,
523p.
Sirwa Qader Smail Gardi And Jamal Asfahani. 2019. Subsurface tectonic
characterizations by the use of geo-electrical resistivity technique and their
implications on environmental soil and groundwater at Erbil dumpsite, west of
Erbil city – Iraqi Kurdistan region. Contributions to Geophysics and Geodesy.
49(3). 325–354
Syofyan. 2017. "Identifikasi Keberadaan Air Tanah Menggunakan Metode Geolistrik
Resitivitas Konfigurasi Schlumberger Di Daerah Pandawa, Jorong Tarok,
Kecamatan 2 X 11 Kayu Tanam". Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknik.
Universitas Negeri Padang : Padang.
Telford, M. W., Gerdart, L. P., Sheriff, R. E, Keys, D. A.1990. Applied
Geophysics.USA: Cambrige University Press.
Todd, D. K.1980. Groundwater Hydrologi. New York: Jhon Wiley And Sons Inc.
Verhoef,P.N.W. 1994.Geologi Untuk Teknik Sipil.Terjemahan. E.Diraatmaja.
cetakan ketiga, Jakarta : Erlangga
Walker R.G. and James N.P.. 1992. Preface. In: Walker R.G. and Jones N.P (eds),
Facies Models Response to Sea Level Change. Geological Association of
Canada.
William M.A.J., D.L. Dunkerley, P.De Decker, A.P. Kershaw, T.K. Stokes. 1993.
Quaternary Environments. Edwar Arnold, A division of hooder & Stoughton,
London New York Melbourne Auckland, 329 p.
Wolman M.G. and Leopold L.B.. 1957. River flood plains some observation on their
formation. Prof. PAP. U.S. geol. Surv., 282,87-107.
Yuristina. 2015. "Pendugaan Persebaran Air Bawah Permukaan Metode Geolistrik
Konfigurasi Wenner-Schlumberger Di Desa Tanggungarjo Kabupaten
Grobogan". Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang : Semarang.
LAMPIRAN

Gambar 1. Foto pengukuran titik VES 10

Gambar 2. Foto Pengukuran titik VES 11

Gambar 3. Foto Pengukuran titik VES 12

Gambar 4. Foto Pengukuran titik VES 13

Gambar 5. Foto pengukuran titik VES 14

Anda mungkin juga menyukai