Anda di halaman 1dari 75

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK ZONA AKUIFER AIR

TANAH MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK


KONFIGURASI SCHLUMBERGER di DESA RANTAURASAU,
DESA SIMPANG, SERTA DESA MAJELIS HIDAYAH
KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

TUGAS AKHIR

Teresia Okta Alvionita Br Sinuraya


12116084

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI, INDUSTRI DAN INFORMASI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN
2020
Daftar Isi

Halaman
BAB I......................................................................................................................6
PENDAHULUAN...................................................................................................6
1.1 Latar Belakang..........................................................................................6
1.2 Tujuan........................................................................................................9
1.3 Ruang Lingkup..........................................................................................9
1.4 Sistematika Penulisan Tugas Akhir.........................................................10
BAB II...................................................................................................................11
TEORI DASAR....................................................................................................11
2.1 Metode Geolistrik....................................................................................11
2.1.1 Konsep Dasar Metode Geolistrik.....................................................11
2.1.2 Sifat Listrik Batuan..........................................................................12
2.1.3 Aliran Listrik di dalam Bumi...........................................................15
2.1.4 Resistivitas Semu (Apparent Restivity)............................................18
2.1.5 Vertical Electrical Sounding (VES).................................................19
2.1.6 Konfigurasi Schlumberger...............................................................19
2.2 Air Tanah.................................................................................................20
2.2.1 Klasifikasi Air Tanah.......................................................................21
2.2.2 Karakteristik Akuifer.......................................................................22
2.3 Teori Inversi............................................................................................27
BAB III..................................................................................................................30
GEOLOGI REGIONAL......................................................................................30
3.1 Geomorfologi..........................................................................................30
3.2 Stratigrafi.................................................................................................30
3.3 Formasi Kasai..........................................................................................33
3.4 Hidrogeologi............................................................................................35
BAB IV..................................................................................................................38
METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................38
4.1 Waktu dan Tempat..................................................................................38
4.2 Lokasi Penelitian.....................................................................................38

2
4.3 Data......................................................................................................39
4.3.1 Data Vertical Electrical Sounding (VES)........................................39
4.3.2 Data Digital Elevation Model (DEM).............................................40
4.4 Perangkat Lunak yang digunakan...........................................................42
4.4.1 Microsoft Excel................................................................................42
4.4.2 IP2WIN.............................................................................................42
4.4.3 Rockworks.......................................................................................42
4.5 Diagram Alir............................................................................................43
BAB V....................................................................................................................45
HASIL SEMENTARA.........................................................................................45
5.1 Data Vertical Electrical Sounding (VES)...............................................45
5.2 Hasil Korelasi..........................................................................................53
5.3 Karakteristik Kuifer.................................................................................62
5.3.1 Transmitivitas...................................................................................62
5.3.2 Intrusi Air Laut.................................................................................63
BAB VI..................................................................................................................69
KESIMPULAN SEMENTARA..........................................................................69
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................70

3
Daftar Gambar

Halaman

Gambar 1.2 Model sistem pergerakan air tanah (Naufaldi, 2019)......................................6


Daftar Tabel

Halaman

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan salah satu kebutuhan makhluk hidup di bumi. Air dibedakan
menjadi air permukaan dan air tanah. Air permukaan adalah air yang berada di
permukaan bumi berupa sungai, danau, rawa dan lain-lain, sedangkan air tanah
adalah air permukaan maupun air hujan yang meresap ke bawah permukaan
melalui pori diantara tanah maupun batuan. Air yang paling sering digunakan
berasal dari air yang diambil di dalam tanah, karena dibandingkan dengan air di
permukaan, air tanah mempunyai kualitas yang lebih baik. Keuntungan
menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih adalah :

1. Kualitasnya relatif lebih baik dibandingkan air permukaan dan tidak


terpengaruh musim,
2. Cadangan air tanah lebih besar dan mudah diperoleh dengan cara
sederhana dibanding sumber air lainnya, dan
3. Tidak memerlukan tampungan dan jaringan transmisi untuk
mendistribusikannya, sehingga biayanya lebih murah (Yuristina, 2015).

Gambar 1.1 Model sistem pergerakan air tanah (Naufaldi, 2019)

5
Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara
bijaksana karena air tanah merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
dan bersifat terbatas (Wardhana et al, 2017). Air yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari telah mengalami siklus hidrologi, yaitu evaporasi, kondensasi, hingga
presipitasi. Air yang meresap ke dalam tanah ada yang tertahan oleh partikel
penyusun tanah, ada yang diserap oleh tumbuhan, dan ada yang terus meresap ke
bawah tanah (Gambar 1.1). Air yang meresap ke dalam tanah bergabung
membentuk suatu formasi geologi yang disebut dengan akuifer (Syofyan, 2017).
Air tanah pada suatu daerah sangat berkaitan dengan sistem dan karakteristik
akuifer. Akuifer atau lapisan pembawa air, secara geologi merupakan suatu
lapisan batuan yang mengandung air, dimana batuan pada lapisan tersebut
mempunyai sifat-sifat yang khas yaitu memiliki permeabilitas dan porositas air
yang cukup baik (Partika, 2019).

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki ketersediaan air yang


cukup, namun mengalami kendala dalam memenuhi kebutuhan air akibat
distribusi yang tidak merata sedangkan pertumbuhan penduduk terus meningkat
secara signifikan. Salah satu daerah yang mengalami permasalahan kekurangan
air adalah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, kebutuhan air yang meningkat
seiring bertambahnya jumlah penduduk menjadi hal yang melatarbelakangi
dilakukannya penelitian ini. Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara geografis
terletak pada 0°53’ - 1°41’ LS dan 103°23 - 104°31 BT dengan luas 5.445 Km²
dengan ketinggian berkisar antara 1-5 mdpl serta terdiri dari sekitar 70 desa dan
kelurahan. Pada daerah ini air bersih sangat sulit ditemukan. Untuk memenuhi
kebutuhan air bersih, warga sekitar hanya bergantung pada air sungai maupun air
yang diambil dari sumur dangkal untuk keperluan mencuci dan untuk memasak
warga memanfaatkan air kemasan isi ulang.

Lokasi berbatasan langsung pada bagian Utara dengan Laut Cina Selatan,
sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi dan Provinsi
Sumatera Selatan, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dan Kabupaten Ma Jambi, sebelah Timur berbatasan dengan Laut Cina
Selatan. Lokasi yang berbatasan langsung dengan laut, mempengaruhi tingkat

6
salinitas air tanah dibeberapa daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Lokasi
penelitian meliputi tiga Desa yaitu Desa Rantaurasau, Desa Simpang, serta Desa
Majelis Hidayah yang berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan luas
wilayah sekitar 5.445 Km². Penyedotan air tanah jika dilakukan secara terus
menerus tanpa memperhitungkan daya dukung dari lingkungan maka akan
menyebabkan permukaan air tanah melebihi daya produksi dari suatu akuifer
sehingga menimbulkan terjadinya intrusi air laut terhadap sumber air bawah tanah
(Wardhana et al, 2017). Untuk mengidentifikasi keberadaan akuifer maka perlu
diketahui keadaan bawah permukaaan, keadaan bawah permukaan dapat
diidentifikasi dengan menggunakan metode geolistrik. Metode geolistrik
merupakan salah satu metode geofisika yang cukup banyak digunakan dalam
dunia eksplorasi khususnya eksplorasi air tanah. Ada beberapa macam metode
geolistrik, salah satunya geolistrik metode resistivitas. Resistivitas merupakan
suatu besaran yang menunjukkan tingkat hambatan terhadap arus listrik dari suatu
bahan dengan mengetahui nilai resistivitas di bawah permukaan maka dapat
ditentukan banyaknya lapisan penyusun dan jenis material penyusunnya
(Andriyani et al, 2010). Setiap lapisan batuan memiliki nilai resistivitas yang
berbeda. Nilai resistivitas setiap lapisan batuan ditentukan oleh faktor jenis
material penyusunnya, kandungan air dalam batuan, sifat kimia air, dan porositas
batuan (Yuristina, 2015).

Lapisan penyusun bawah permukaan digunakan untuk mengetahui ada


tidaknya lapisan pembawa air (akuifer), lokasi, serta ketebalan dan kedalamannya.
Survey geolistrik metode resistivitas dapat dilakukan secara sounding atau yang
dikenal dengan Vertical Electrical Sounding (VES) untuk mengetahui informasi
perubahan variasi harga resistivitas ke arah vertikal (Yuristina, 2015). Penggunaan
metode geolistrik untuk mengindentifikasi keberadaan air tanah telah banyak
dilakukan seperti oleh Harjito (2013), Wiranti (2013), (Putri et al., 2018), Rizka &
Satiawan (2019), Krisna (2019), Partika (2019). Pada lokasi penelitian belum ada
dilakukan penelitian mengenai identifikasi karakteristik akuifer air tanah.
Berdasarkan hal tersebut penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang
“Identifikasi Karakteristik Zona Akuifer Air Tanah Menggunakan Metode

7
Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Di Desa Rantaurasau, Desa Simpang, Serta
Desa Majelis Hidayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur “

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi litologi dan jenis akuifer pada daerah penelitian.


2. Mengetahui korelasi hidrostratigrafi berdasarkan data VES daerah
penelitian.
3. Mengidentifikasi karakteristik akuifer pada daerah penelitian.
4. Menentukan arah aliran fluida pada daerah penelitian.

1.3 Ruang Lingkup


Penelitian dilakukan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur menggunakan
metode resistivitas yang meliputi:

1. Interpretasi nilai resistivitas berdasarkan hasil pengukuran geolistrik


dengan metode pengukuran Vertical Electrical Sounding (VES)
dengan konfigurasi Schlumberger.
2. Estimasi keberadaan akuifer air tanah dan arah aliran berdasarkan
hidrostratigrafi pada daerah penelitian.
3. Mengetahui kualitas air tanah berdasarkan data Vertical Electrical
Sounding (VES) yang dipengaruhi oleh potensi adanya intrusi air laut.

8
1.4 Sistematika Penulisan Tugas Akhir
Sistematika penulisan penelitian tugas akhir disusun sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab I berisi tentang hal-hal yang melatar belakangi penulisan dalam


melakukan penelitian, tujuan, ruang lingkup serta sistematika penulisan penelitian.

BAB II : TEORI DASAR

Bab II membahas mengenai konsep dasar metode geolistrik, pergerakkan air


tanah yang mencakup pembahasan akuifer, transmitivitas, serta salinitas,
kemudian membahas mengenai geologi regional daerah penelitian.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab III menjelaskan tentang metodologi penelitian dan diagram alir


penelitian dari tahap persiapan data, pengolahan data, sampai interpretasi data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV membahas mengenai pengolahan data dan hasil akhir serta analisis
pengolahan data geolistrik yaitu pengolahan inversi 2D tiap lintasan dan
pemodelan 3D gabungan tiap lintasan, serta interpretasi bawah permukaan yang
dikorelasikan dengan data geologi daerah setempat, untuk menentukan
keberadaan akuifer serta arah aliran aliran bawah permukaan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab V menuliskan kesimpulan dan saran untuk perbaikan terhadap hasil


penelitian yang telah dicapai.

9
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Metode Geolistrik


2.1.1 Konsep Dasar Metode Geolistrik
Metode geolistrik merupakan salah satu dari beberapa metode geofisika
yang efektif untuk mengetahui struktur bawah permukaan. Metode geofisika yang
dapat dilakukan dengan geolistrik diantaranya : metode potensial diri, arus telurik,
magnetotelurik,elektromagnetik, IP (Induced Polarization) dan metode
resistivitas. Metode resistivitas merupakan metode yang paling sering digunakan.
Resistivitas merupakan suatu besaran yang menunjukkan tingkat hambatan
terhadap arus listrik dari suatu bahan (Andriyani et al, 2010), dengan mengetahui
nilai resistivitas di bawah permukaan maka dapat ditentukan banyaknya lapisan
penyusun dan jenis material penyusunnya. Pada medium bumi homogen, arus
listrik (I) diinjeksikan ke bumi melalui elektroda arus listrik positif (Current
Source).

Gambar 2.1 Injeksi arus lisrik pada bumi


Arus lisrik yang diinjeksikan berarah radial keluar dari elektroda dan
membangkitkan permukaan ekipotensial yang arahnya tegak lurus dengan garis-
garis arus listrik dan berbentuk setengah bola. Dalam situasi yang sama antara
elektroda arus positif (Current Source) dan elektroda arus negatif (Current Sink)
menghasilkan garis-garis aliran arus listrik dan permukaan ekipotensial menjadi

10
lebih kompleks. Garis-garis permukaan ekipotensial inilah yang menyebabkan
terjadinya perbedaan potensial di permukaan bumi yang dapat terukur oleh
Voltmeter (gambar 2.1).

11
Metode geolistrik resistivitas terdiri dari 2 macam metode dalam pengambilan
datanya, yaitu : metode geolistrik resistivitas mapping dan metode geolistrik resistivitas
sounding. Metode resistivitas mapping merupakan metode resistivitas yang bertujuan
untuk mempelajari variasi resistivitas lapisan tanah bawah permukaan secara horizontal.
Sedangkan metode geolistrik resistivitas sounding bertujuan untuk mempelajari variasi
resistivitas batuan di dalam permukaan bumi secara vertikal.

Penggunaan metode geolistrik pertama kali digunakan oleh Conrad Schlumberger


pada tahun 1912. Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui
perubahan resistivitas lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan
arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi
arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam
tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan
aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam (Aji, 2016). Batuan
merupakan suatu jenis materi sehingga batuan pun mempunyai sifat-sifat kelistrikan.
Sifat listrik batuan adalah karakteristik dari batuan jika dialirkan arus listrik ke dalamnya.
Arus listrik ini bisa berasal dari alam itu sendiri akibat terjadinya ketidaksetimbangan,
atau arus listrik yang sengaja diinduksikan (Yuristina, 2015).

2.1.2 Sifat Listrik Batuan


Resistivitas adalah karakteristik batuan yang menunjukkan kemampuan batuan
tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Aliran arus listrik dalam batuan dan mineral
dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara
elektrolitik dan konduksi secara dielektrik (Kusumandari, 2015). Tiap lapisan penyusun
batuan merupakan suatu mineral batuan yang mempunyai hambatan jenis yang berbeda.
Besar hambatan jenis batuan ditentukan oleh beberapa syarat antara lain.

1. Kandungan air
Kandungan air yang ada dalam batuan akan menurunkan harga resistivitas
sehingga nilai daya hantar listrik pada batuan tersebut akan semakin besar
2. Porositas batuan
Batuan yang pori-porinya mengandung air mempunyai hambatan jenis yang
lebih rendah daripada batuan yang kering.
3. Kelarutan garam dalam air dalam batuan
Kelarutan garam di dalam air dan di dalam batuan, akan mengakibatkan
meningkatnya kandungan ion dalam air, sehingga hambatan jenis batuan
menjadi rendah

12
4. Suhu
Resistivitas suatu batuan berbanding terbalik dengan suhunya. Apabila suhu
naik maka resistivitas akan turun secara eksponensial. Untuk resistivitas yang
mengandung fuida didalam batuan.

Secara umum, berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

 Konduktor baik : 10-8 < ρ < 1 Ωm

 Konduktor pertengahan : 1 < ρ < 107 Ωm

 Isolator : ρ > 107 Ωm


Air tanah secara umum berisi campuran terlarut yang dapat menambah
kemampuannya untuk menghantar listrik, meskipun air tanah bukan konduktor yang baik.
Variasi resistivitas material bumi ditunjukkan pada tabel 2.1:

Tabel 2.1 Tabel variasi nilai resistivitas batuan (Telford, 1990).

1. Konduksi Secara Elektronik


Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak electron bebas
sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh electron-elektron bebas
tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing
batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karateristik batuan tersebut adalah
resistivitas yang menunjukkan kemampuan bahan untuk menghantarkan arus listrik.
Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut
menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. Resistivitas mempunyai pengertian

13
yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana resistansi tidak hanya tergantung
pada bahan tetapi juga bergantung pada faktor geometri atau bentuk bahan tersebut.
Sedangkan resistivitas tidak bergantung pada faktor geometri (Lowrie et al, 2007). Jika
ditinjau sebuah silinder dengan panjang L, luas penampang A dan resistansi R seperti
Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Silinder konduktor (Lowrie, 2007).


maka dapat dirumuskan:

𝑅 = 𝜌 𝐿/𝐴 (1)

Dimana ρ adalah resistivitas (Ωm), L adalah panjang silinder konduktor (m), A


adalah luas penampang silinder konduktor (m²), dan R adalah resistansi (Ω). Sedangkan
menurut hukum Ohm, resistansi R dirumuskan:

𝑅 = 𝑉/𝐼 (2)

Dimana R adalah resistansi (ohm), V adalah beda potensial (volt), I adalah kuat
arus (ampere). Dari kedua rumus tersebut didapatkan nilai resistivitas

(ρ) sebesar:

VA
ρ=
IL
(3)

Banyak orang sering menggunakan sifat konduktivitas (σ) batuan yang


merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan ohm/m.

1 IL
σ= =
ρ VA
=
I
A( )( VL )= EJ (4)

Dimana J adalah rapat arus (ampere/m2) dan E adalah medan listrik (volt/m)
(Lowrie et al, 2007).

2. Konduksi Secara Elektrolitik


Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas
yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya bersifat porus dan
memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut

14
menjadi konduktor elektrolitik, dimana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion
elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada
volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air
dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika
kandungan air dalam batuan berkurang. Menurut rumus Archie:

𝜌 =a∅−𝑚𝑆 −𝑛 𝜌 𝑤 (5)

Dimana 𝜌 adalah resistivitas batuan, 𝑎∅ adalah porositas, S adalah fraksi pori-pori


yang berisi air dan 𝜌𝑤 adalah resistivitas air. Sedangkan a, m dan n adalah konstanta,
untuk nilai m disebut faktor sementasi. Untuk nilai n yang sama, Schlumberger
menyarankan n = 2 (Lowrie et al, 2007).

3. Konduksi Secara Dielektrik


Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus
listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan
tidak ada sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan berkumpul terpisah dalam
inti karena adanya pengaruh medan listrik di luar, sehingga terjadi polarisasi (Lowrie et
al, 2007).

2.1.3 Aliran Listrik di dalam Bumi


Saat memasukkan dua arus pada elektroda seperti pada gambar di bawah ini,
potensial yang dekat pada titik permukaan akan dipengaruhi oleh kedua arus elektroda
tersebut. C1 dan C2 merupakan elektroda arus yang akan menginjeksikan arus ke bawah
permukaan bumi kemudian perbedaan potensial yang dihasilkan akan ditangkap oleh P1
dan P2 yang merupakan elektroda potensial.

Gambar 2.3 Sumber arus 2 titik pada permukaan homogen isotropis (Telford, 1990)
1. Titik Arus Tunggal di Permukaan
Metode pendekatan yang paling sederhana dalam mempelajari secara teoritis
tentang aliran arus listrik di dalam bumi adalah bumi dianggap homogen dan isotropis.
Jika sebuah elektroda tunggal yang dialiri arus listrik diinjeksikan pada permukaan bumi
yang homogen isotropis, maka akan terjadi aliran arus yang menyebar dalam tanah secara

15
radial dan apabila udara di atasnya memiliki konduktivitas nol, maka garis potensialnya
akan berbentuk setengah bola dapat dilihat pada Gambar 9 (Telford et al, 1990).

Gambar 2.4 Sumber arus berupa titik pada permukaan bumi homogen
(Telford, 1990)
Aliran arus yang keluar dari titik sumber membentuk medan potensial dengan
kontur ekuipotensial berbentuk permukaan setengah bola di bawah permukaan. Dalam
hal ini, arus mengalir melalui permukaan setengah bola maka arus yang mengalir
melewati permukaan tersebut adalah:

dv
𝐼 = 2𝜋𝑟2𝐽 = −2𝜋𝑟2𝜎 dr = −2𝜋𝜎𝐴 (6)

dv
Dimana 𝐽 = rapat arus listrik = −𝜎
dr

Untuk konstanta integrasi A dalam setengah bola yaitu:

−IP
A= (7)

Sehingga diperoleh:

−A IP
V= (8)
r 2π

Dimana Δ𝑉 = beda potensial, 𝐼 = kuat arus yang dilalui oleh bahan (ampere).

Maka nilai resistivitas listrik yang diberikan oleh medium:

v
ρ = 2πr
i
(9)

16
Persamaan (9) merupakan persamaan ekuipotensial permukaan setengah bola yang
tertanam di bawah permukaan tanah (Telford et al, 1990).

2. Dua Titik Arus di Permukaan


Apabila terdapat elektroda arus C1 yang terletak pada permukaan suatu medium
homogen, terangkai dengan elektroda arus C2 dan diantaranya ada dua elektroda
potensial P1 dan P2 yang dibuat dengan jarak tertentu seperti pada Gambar 10, maka
potensial yang berada di dekat titik elektroda tersebut bisa dipengaruhi oleh kedua
elektroda arus.

Gambar 2.5 Dua pasang elektroda arus dan elektroda potensial pada permukaan medium
homogen isotropis dengan resistivitas 𝜌 (Telford, 1990)
Oleh karena itu potensial P1 yang disebabkan arus di C1 adalah:

− A1
V 1= (10)
r1

Dimana:

−Iρ
A 1= (11)

Karena arus pada kedua elektroda adalah sama dan arahnya berlawanan, maka potensial
P1 yang disebabkan arus di C2 adalah:

− A2
V 2= (12)
r2

Dimana:


A2=−A 1= (13)

Karena arus pada dua elektroda besarnya sama dan berlawanan arah sehingga diperoleh
potensial total di P1:

17
Iρ 1 1
V 1 +V 2= ( − ) (14)
2 π r1 r2

Dengan cara yang sama diperoleh potensial total di P2 yaitu:

Iρ 1 1
V 1 +V 2= ( − ) (15)
2 π r3 r 4

Sehingga dapat diperoleh beda potensial antara titik P1 dan P2 yaitu:

Iρ 1 1 1 1
ΔV= (
[ − − − ]
2 π r1 r 2 )(
r3 r4 ) (16)

Dengan :

ΔV : beda potensial antara P1 dan P2

I : arus (A)

ρ: resistivitas (Ωm)

r1 : jarak C1 ke P1 (m)

r2 : jarak C2 ke P1 (m)

r3 : jarak C1 ke P2 (m)

r4 : jarak C2 ke P2 (m)

Susunan keempat elektroda tersebut merupakan susunan elektroda yang biasanya


dalam metode geolistrik resistivitas. Pada konfigurasi ini garis- garis aliran arus dan
ekuipotensial diubah oleh dekatnya kedua elektroda arus (Reynolds, 2005).

2.1.4 Resistivitas Semu (Apparent Restivity)


Metode geolistrik resistivitas didasarkan pada anggapan bahwa bumi mempunyai
sifat homogen isotropis, dengan asumsi ini, resistivitas yang terukur merupakan
resistivitas yang sebenarnya dan tidak tergantung pada spasi elektroda. Namun pada
kenyataanya bumi tersusun atas lapisan-lapisan dengan resistivitas yang berbeda-beda,
sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut.
Karenanya, harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk
satu lapisan saja. Resistivitas yang terukur sebenarnya adalah resistivitas semu (ρa)
(Reynold, 2005). Berdasarkan persamaan (17) besar resistivitas semu dapat dinyatakan
dalam bentuk:

18
1 1 1 1 −1 ∆ v
ρ=2 π [ ( )(
− − − ]
r1 r2 r3 r 4) 1
(17)

Parameter K disebut faktor geometri. Faktor geometri merupakan besaran koreksi


terhadap perbedaan letak susunan elektroda arus dan potensial. Oleh karena itu, nilai
faktor geometri ini sangat ditentukan oleh jenis konfigurasi pengukuran yang digunakan.

19
2.1.5 Vertical Electrical Sounding (VES)
Vertical Electrical Sounding (VES) yaitu teknik pengukuran geolistrik yang
bertujuan untuk memperkirakan variasi resistivitas sebagai fungsi dari kedalaman
pada suatu titik pengukuran. Mengingat jarak antar elektroda menentukan kedalaman
investigasi maka pada teknik sounding pengukuran dilakukan dengan jarak antar
elektroda bervariasi. Konfigurasi elektroda yang digunakan umumnya adalah
konfigurasi Wenner dan Schlumberger (Aji, 2016).

2.1.6 Konfigurasi Schlumberger


Pengukuran data geolistrik dilakukan dengan susunan elektroda dalam
konfigurasi Schlumberger. Pasangan elektroda arus (C1, C2) disusun dengan jarak
yang lebih besar dibandingkan pasangan elektroda potensial (P1, P2) (Gambar 2.2).
Jarak antar pasangan elektroda arus (AB atau L) diperbesar untuk mengukur nilai
resistivitas material yang lebih dalam. Saat beda potensial mulai sulit terukur,
sensitivitas alat berkurang sehingga jarak antar pasangan elektroda potensial (MN
atau a) harus diperbesar. Besarnya arus listrik dan beda potensial untuk masing-
masing jarak elektroda arus dan elektoda potensial dicatat untuk menghitung nilai
resistivitas semu dari material penyusun lokasi penelitian (Harjito, 2013).

Gambar 2.6 Konfigurasi Schlumberger


Untuk menghitung nilai resistivitas semu diperlukan suatu bilangan faktor
geometri (K) yang tergantung pada jenis konfigurasi, jarak AB/2 dan MN/2 (Gambar
2.2). Faktor geometri merupakan besaran penting dalam pendugaan nilai resistivitas
vertikal dan horizontal (Istiqamah, 2018). Untuk konfigurasi Schlumberger, harga K
(faktor geometri) dapat ditentukan sebagai berikut:

20

K= [ 1 − 1 − 1 + 1 ]
P 1 C 1 P1 C 2 P 2 C 1 P 2 C 2
(18)


K= 1 1 1 1
[ − − + ]
b−a b +a b+ a b−a
(19)


K= 2 2
[ − ]
b−a b +a
(20)


K= 2 ( b+ a ) −2(b−a)
[ ]
(b−a)(b+ a)
(21)


K= [ 4 a ] (22)
b2−a 2

2 π (b 2−a2 )
K=
4a
(23)

π (b2−a2)
K= (24)
2a

2.2 Air Tanah


Air tanah adalah salah satu bentuk air yang berada di sekitar bumi dan terdapat
di dalam tanah. Air tanah pada umumnya terdapat dalam lapisan tanah baik dari yang
dekat dengan permukaan tanah sampai dengan yang jauh dari permukaan tanah.
Keberadaan air tanah sangat bergantung pada besarnya curah hujan dan besarnya air

21
yang meresap ke dalam tanah. Faktor lain yang mempengaruhi adalah litologi
penyusun lapisan bawah permukaan. Lapisan penyusun berupa pasir, kerikil atau
batuan dengan tingkat porositas yang besar akan mempermudah proses infiltrasi air
hujan ke dalam formasi batuan.

Air meresap ke dalam tanah dan mengalir mengikuti gaya gravitasi bumi.
Akibat adanya gaya adhesi butiran tanah pada zona tidak jenuh air, menyebabkan
pori-pori tanah terisi air dan udara dalam jumlah yang berbeda-beda, dan air yang
akan berada di zona jenuh air disebut dengan air tanah (Naufaldi, 2019). Letak air
tanah dapat mencapai beberapa puluh bahkan beberapa ratus meter di bawah
permukaan bumi. Lapisan batuan ada yang lolos air atau biasa disebut permeable dan
ada pula yang tidak lolos atau kedap air yang biasa disebut impermeable. Lapisan
lolos air misalnya terdiri dari kerikil, pasir, batuapung, dan batuan yang retak-retak,
sedangkan lapisan kedap air antara lain terdiri dari napal dan tanah liat atau tanah
lempung. Sebetulnya tanah lempung dapat menyerap air, namun setelah jenuh air,
tanah jenis ini tidak dapat lagi menyerap air. Lapisan batuan yang lolos air dapat juga
disebut sebagai akuifer.

2.2.1 Klasifikasi Air Tanah


Air tanah terdapat pada formasi geologi yang dapat menyimpan dan melakukan
air dalam jumlah yang besar, ada beberapa kalsifikasi air tanah terhadap lapisan
batuan sebagai berikut (Kusumandari, 2015):

a. Akuifer (lapisan pembawa air) adalah lapisan batuan jenuh air yang
mempunyai susunan sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan dan
mengalirkan air dengan baik, misalnya pasir.
b. Akuiklud adalah suatu lapisan batuan jenuh air yang dapat menyimpan air
tetapi tidak mampu meloloskannya dalam jumlah berarti, misalnya
lempung, shale, tuf halus, silt.
c. Akuitard adalah lapisan atau formasi batuan yang dapat menyimpan air
tetapi hanya dapat meloloskan air dalam jumlah terbatas.

22
d. Akuiflug adalah suatu lapisan atau formasi batuan yang tidak mempu
menyimpan dan meloloskan air, misalnya granit dan batuan yang kompak
dan padat.

2.2.2 Karakteristik Akuifer


1. Akuifer
Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah permukaan bumi.
Salah satu sumber utamanya adalah air hujan yang meresap ke bawah lewat lubang
pori di antara butiran tanah (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Aliran air pada pori-pori antar butir tanah (Muzaki et al., 2017).
Air yang berkumpul di bawah permukaan bumi ini disebut akuifer. Ada
beberapa pengertian akuifer berdasarkan pendapat para ahli, Todd (1955)
menyatakan bahwa akuifer berasal dari bahasa latin yaitu aqui dari kata aqua yang
berarti air dan kata ferre yang berarti membawa, jadi akuifer adalah lapisan pembawa
air. Herlambang (1996) menyatakan bahwa akuifer adalah lapisan tanah yang
mengandung air, di mana air ini bergerak di dalam tanah karena adanya ruang antar
butir-butir tanah (Gambar 2.7). Berdasarkan kedua pendapat, dapat disimpulkan

23
bahwa akuifer adalah lapisan bawah tanah yang mengandung air dan mampu
mengalirkan air. Hal ini disebabkan karena lapisan tersebut bersifat permeable yang
mampu mengalirkan air baik karena adanya pori-pori pada lapisan tersebut ataupun
memang sifat dari lapisan batuan tertentu. (Muzaki et al., 2017).

a. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer)

Akuifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan yang tidak dapat
menyimpan dan mengalirkan air (aquifug) atau lapisan yang mampu menyimpan air,
tetapi tidak dapat mengalirkan air dalam jumlah yang berarti (akuiklud).

b. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer)

Akuifer yang dibatasi oleh lapisan kedap air di bagian bawahnya seperti lapisan
akuiklud tetapi pada bagian atasnya dilapisi lapisan yang dapat mengalirkan air
seperti akuiklud atau akuitar (lapisan yang hanya dapat mengalirkan air).

c. Akuifer Bocor (Leaky Aquifer)

Akuifer yang dibatasi oleh lapisan semi permeabel di bagian atas dan atau di
bagian bawahnya.

2. Transmitivitas
Berdasarkan kuantitasnya air tanah akan mengalami penurunan kemampuan
penyediaan apabila jumlah yang digunakan melebihi ketersediaannya, sehingga akan
menyebabkan pencemaran air tanah. Oleh karena itu perlu dilakukan survey awal
untuk mengetahui besaran Transmisivitas serta volume air tanah, karena nilai
transmisivitas akuifer sangat mempengaruhi banyaknya air tanah yang dapat mengalir
melalui akuifer, sehingga apabila air permukaan sudah tercemar tentunya akan
mempengaruhi kualitas dari air tanah yang berada pada akuifer itu sendiri (Jaelani et
al, 2018) .

24
Transmisivitas (T) menunjukkan kemampuan akuifer untuk meneruskan air
melalui suatu bidang vertikal setebal akuifer dengan lebar satu satuan panjang dan
satu unit landaian hidrolika (Riyadi, 2014). Nilai transmisivitas dipengaruhi oleh
besarnya debit pemompaan dari sumur bor, disamping itu specific yield dari batuan,
konduktivitas hidrolika, dan ketebalan akuifer juga mempengaruhi besarnya nilai
transmisivitas (Jaelani et al, 2018). Nilai transmisivitas akuifer dapat dinyatakan
dalam persamaan (Todd,1980):
T = Kh x b (25)
Dimana:

T = Transmitivitas (m2 /detik)

Kh= Konduktivitas hidrolik (m/hari)

b = Tebal dari akuifer (m)

Nilai transmisivitas yang cenderung meningkat menunjukkan potensi debit


besar sehingga depresi muka air akibat pemompaan pada sumur lebih datar dan lebar.
Sedangkan, bila nilai transmisivitas relatif menurun maka potensi debit kecil sehingga
depresi muka air akan lebih curam dan sempit.

Tabel 2.2 Nilai konduktivitas hidrolik (Kh) beberapa macam batuan (Jaelani et al,
2018)

Batuan m Batuan m
Kh( ) Kh( )
hari hari
Kerikil Kasar 150 Lempung 0.0002
Kerikil Menengah 270 Batu Gamping 0.94
Kerikil 450 Dolomite 0.001
Pasir 45 Sekis 0.2
Pasir Menengah 12 Batu Sabak 0.00008
Pasir Halus 2.5 Tuff 0.2
Batu Pasir Menengah 3.1 Basalt 0.01
Batu Pasir Halus 0.2 Gabro Lapuk 0.2
Lanau 0.08 Granit Lapuk 1.4

3. Intrusi Air Laut

25
Pemukiman penduduk yang terus berkembang memerlukan air dalam jumlah
yang banyak untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga dilakukan pengeboran air
tanah. Eksplorasi air tanah yang dilakukan terus menerus dapat menyebabkan
penurunan permukaan air tanah. Penurunan permukaan air tanah, selain disebabkan
oleh pengambilan air tanah yang berlebihan juga disebabkan oleh berkurangnya
daerah resapan air hujan (Sutandi, 2012). Penurunan permukaan air tanah akan
mengakibatkan masuknya air laut kedalam akuifer (intrusi), hal ini terjadi karena
keseimbangan hidrostatik air bawah tanah terganggu. Ketika tekanan air tanah lebih
kecil dibandingkan tekanan air laut, maka akan terjadi pergerakan air laut kearah
daratan melalui akuifer dan terjadilah intrusi air laut.

Gambar 2.8 Ilustrasi hubungan antara air tawar dengan air asin di daerah pesisir
(Aryasetya, 2017)
Ghyben (1889) dan Herzberg (1901), menjelaskan secara matematis empiris
dinamika hubungan antara air tawar dengan air asin (Salam & Wahyu, 2018).
Ketebalan zona z dapat dihitung menggunakan persamaan GhybenHerzberg sebagai
berikut ini.

ρf
z= hf (26)
ρs−ρf

Dimana:

z = kedalaman interface dari muka air asin

hf = elevasi muka air tawar di atas muka air asin

26
ρf =densitas air tawar (1 g/cm3)

ρs= densitas air laut (1,025 g/cm3)

Dengan mensubtusikan nilai densitas air tawar dan air asin ke dalam persamaan
(26), maka diperoleh hubungan perbandingan seperti:
z=40 hf (27)
Persamaan (27), dapat digunakan untuk mengestimasi kedalaman interface air
tawar dan air asin (z) jika diketahui nilai elevasi muka air tawar di atas muka air asin
(hf), dengan demikian persamaan (26) dan (27) hanya akan berlaku jika elevasi muka
air tawar (piezometric) berada di atas permukaan air asin dengan posisi miring ke
arah laut (Salam & Wahyu, 2018).

4. Parameter Dar Zarrouk


Sifat kelistrikan batuan tidak hanya dipengaruhi oleh dua parameter utama yakni
resistivitas lapisan dan tebal lapisan. Resistivitas dari suatu batuan bergantung
terhadap arah dari arus yang mengalir melalui batuan tersebut, sifat ini mungkin
disebabkan oleh struktur mikro dari batuan tersebut (Kunetz,1966). Hal ini
dinamakan batuan bersifat anisotropi. Media homogen anisotropi merupakan media
yang terdiri dari lapisan–lapisan media yang homogen isotropi dengan sifat
kelistrikan yang berbeda antar lapisan, namun tetap untuk lapisan itu sendiri.
Sehingga dengan demikian perubahan terbesar terjadi pada arah vertikal terhadap
bidang lapisan. Itulah sebabnya akan selalu diperoleh nilai Resistivitas Transversal
yang lebih besar dari Resistivitas Longitudinal. Oleh karena itu nilai resistivitas tidak
hanya dipengaruhi oleh dua parameter utama tersebut namun juga dipengaruhi oleh
parameter turunan lainnya, seperti:
h
Konduktansi longitudinal : S L=
ρ
Resistansi Transversal : T =h . ρ
h
Resistivitas Longitudinal : ρ L=
S

27
T
Resistivitas Transversal : ρT =
h
Resistivitas medium : ρm =√ ρ . ρ
L T

ρT
Anisotropi : λ=
√ ρL
Untuk n Lapisan:
n
h i h1 h2 h3 hn
S L=∑
i=1
( ) = + +¿ +…+ ¿
ρi ρ 1 ρ 2 ρ3 ρn
n
T =∑ ( hi ρi ) =h1 ρ1+ h2 ρ2+ ¿ h3 ρ3 + …+hn ρn ¿
i=1

Dimana:
h = tebal lapisan
ρ = nilai resistivitas lapisan

Gambar 2.9 Konsep anisotropi lapisan batuan


Suatu model bumi berlapis memiliki nilai ρ dan h masing-masing pada tiap
lapisan dan ketika titik sumber arus berdekatan dengan batas bidang antara dua media
homogen, garis aliran arus (bidang equipotensial) akan dibiaskan pada batas sesuai
dengan perbandingan kontras resistivitas antara kedua media (Gambar 2.9). Benda
homogen yang tidak memiliki batas di sekitarnya, akan memiliki garis aliran arus
radial simetris. Jika benda homogent memiliki batas yang berdekatan, maka garis
aliran arus akan menjadi terdistorsi (Reynold, 1995).

28
Nilai ρ dan h masing-masing pada tiap lapisan nantinya akan digunakan sebagai
data perhitungan untuk mendapatkan resistivitas transversal dan longitudinal untuk
kemudian dapat menentukan resistivitas media. Inilah pendekatan nilai resistivitas
dengan menggunakan parameter Dar Zarrouk (Fransiskha et al, 2012).

2.3 Teori Inversi


Pengukuran geofisika di lapangan selalu dilakukan berdasarkan prosedur yang
sudah ditentukan. Hasil pengukuran tersebut bergantung pada kondisi dan sifat fisis
batuan bawah permukaan. Penghubung dari keduanya hampir selalu berupa
persamaan matematika atau kita menyebutnya sebagai model matematika. Maka
dengan berdasarkan model matematika itulah, kita bisa mengekstrak parameter fisis
batuan dari data observasi. Proses ini disebut proses inversi atau istilah asingnya
disebut inverse modelling. Sementara proses kebalikannya dimana kita ingin
memperoleh data prediksi hasil pengukuran berdasarkan parameter fisis yang sudah
diketahui, maka proses ini disebut proses forward atau forward modelling. Proses
inversi adalah suatu proses pengolahan data lapangan yang melibatkan teknik
penyelesaian matematika dan statistik untuk mendapatkan informasi yang berguna
mengenai distribusi sifat fisis bawah permukaan. Di dalam proses inversi, kita
melakukan analisis terhadap data lapangan dengan cara melakukan curve fitting
(pencocokan kurva) antara model matematika dan data lapangan. Tujuan dari proses
inversi adalah untuk mengestimasi parameter fisis batuan yang tidak diketahui
sebelumnya (unknown parameter).

Inversi merupakan suatu metode matematika dan statistika untuk mendapatkan


informasi fisika berdasarkan observasi yang kita lakukan terhadap suatu sistem.
Inversi bertujuan memperoleh pemodelan hasil observasi yang pada dasarnya
merupakan proses try and error dengan melakukan modifikasi pada parameter
pemodelan sehingga didapatkan kecocokan antara data perhitungan inversi dan data
lapangan (Grandis, 2009). Tujuan utama dari kegiatan eksplorasi geofisika adalah
untuk membuat model bawah permukaan bumi dengan mengandalkan data lapangan
yang diukur bisa pada permukaan bumi atau di bawah permukaan bumi atau bisa juga

29
di atas permukaan bumi dari ketinggian tertentu. Untuk mencapai tujuan ini, idealnya
kegiatan survey atau pengukuran harus dilakukan secara terus menerus,berkelanjutan
dan terintegrasi menggunakan sejumlah ragam metode geofisika. Seringkali terjadi
beberapa kendala akan muncul dan tidak bisa dihindari, seperti kehadiran noise pada
data yang diukur. Secara umum, pemodelan mencakup beberapa aspek berikut:

a. Representasi
Representasi menjelaskan hubungan antara parameter hasil observasi suatu
sistem dengan parameter yang mengkarakterisasi sistem tersebut atau dapat juga
diartikan sebagai penyederhanaan keadaan bawah permukaan sebenarnya melalui
sebuah model.
b. Pengukuran
Untuk mengetahui apakah parameter model sudah sesuai dengan kenyataan,
maka harus dilakukan pengukuran data terlebih dahulu. Data merupakan respon
sistem yang sebenarnya.
c. Estimasi
Proses inversi dapat memberikan lebih dari satu model. Untuk memperkirakan
model yang didapat sudah cukup representatif terhadap keadaan bawah permukaan,
parameter model dapat disesuaikan berdasarkan data pendukung yang ada seperti data
geologi permukaan.

30
BAB III

GEOLOGI REGIONAL

3.1 Geomorfologi
Secara geomorfologi, wilayah Provinsi Jambi dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) satuan morfologi :
1. Perbukitan Terjal dengan ketinggian lebih dari 500 meter dpl, kemiringan
antara 20º– 40º. Wilayah ini terletak di bagian Barat yang membujur barat
laut (3.805 m). Sebagian besar termasuk dalam wilayah Kabupaten
Kerinci dan sebagian termasuk dalam wilayah Kabupaten Sarolangun dan
Merangin.
2. Perbukitan bergelombang menengah dengan ketinggian 50 – 500 meter
dpl, kemiringan 10º – 20º. Wilayah ini terletak di bagian tengah, sebagian
besar termasuk dalam wilayah Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo,
Tebo dan sebagian lagi termasuk dalam wilayah Kabupaten Batanghari.
3. Perbukitan bergelombang halus dan dataran, dengan ketinggian 0 – 50
meter dan kemiringan 0º – 10º. Wilayah ini terletak di bagian Timur,
sebagian besar termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat
dan Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi dan Kota Jambi. Di beberapa
tempat terdapat rawa-rawa dan di ujung Timur wilayah ini dibatasi
dengan laut yang membujur Barat Laut – Tenggara.

3.2 Stratigrafi
Kabupaten Tanjung Jabung Timur termasuk dalam Cekungan Sumatera
Selatan. Cekungan Sumatera Selatan dibatasi oleh Paparan Sunda di sebelah

31
timurlaut, daerah ketinggian Lampung di sebelah Tenggara, Pegunungan Bukit
Barisan di sebelah Barat Daya serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga
Puluh di sebelah Barat Laut. Evolusi cekungan ini diawali sejak Mesozoic dan
merupakan cekungan busur belakang (back arc basin). Tektonik cekungan Sumatera
dipengaruhi oleh pergerakan konvergen antara Lempeng Hindia-Australia dengan
Lempeng Paparan Sunda. Sejarah pembentukan cekungan Sumatera Selatan memiliki
beberapa kesamaan dengan sejarah pembentukan cekungan Sumatera Tengah. Batas
antara kedua cekungan tersebut merupakan kawasan yang membujur dari Timur Laut
– baratdaya melalui bagian utara Pegunungan Tigapuluh. Cekungan-cekungan
tersebut mempunyai bentuk asimetrik dan di sebelah Barat Daya dibatasi oleh sesar-
sesar dan singkapan-singkapan batuan Pra-Tersier yang terangkat sepanjang kawasan
kaki pegunungan Barisan. Di sebelah Timur Laut dibatasi oleh formasiformasi
sedimen dari paparan Sunda. Pada bagian Selatan dan Timur, cekungan tersebut
dibatasi oleh tinggian Pegunungan Tigapuluh. Kedua daerah tinggian tersebut
tertutup oleh laut dangkal saat Miosen awal sampai Miosen tengah. Cekungan-
cekungan tersier tersebut juga terhampar ke arah barat dan kadang dihubungkan oleh
jalur-jalur laut dengan Samudra Hindia. Berdasarkan unsur tektonik, maka fisiografi
regional cekungan Sumatera Selatan mempunyai daerah tinggian dan depresi, yaitu:

a. Tinggian Meraksa, yang terdiri dari Kuang, Tinggian Palembang,


Tinggian Tamiang, Tinggian Palembang bagian utara dan Tinggian
Sembilang.
b. Depresi Lematang (Muaraenim Dalam)
c. Antiklinorium Pendopo Limau dan Antiklinorium Palembang bagian
utara. Ketiga fisiografi di atas membagi cekungan Sumatera Selatan
menjadi tiga bagian, yaitu sub-cekunganPalembang bagian selatan, sub-
cekungan Palembang bagian tengah dan sub-cekungan Jambi.

32
Gambar 3 1. Stratigrafi cekungan Sumatera Selatan
Stratigrafi cekungan Sumatera Selatan terdiri dari satu siklus besar
sedimentasi yang dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada
akhir siklusnya. Awalnya siklus ini dimulai dengan siklus nonmarine, yaitu proses
diendapkannya formasi Lahat pada oligosen awal dan setelah itu diikuti oleh formasi
Talang Akar yang diendapkan diatasnya secara tidak selaras. Fase transgresi ini terus
berlangsung hingga miosen awal, dan berkembang formasi Batu Raja yang terdiri
dari batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef dan
intertidal. Sedangkan untuk fase transgresi maksimum diendapkan formasi Gumai
bagian bawah yang terdiri dari shale laut dalam secara selaras diatas formasi Batu
Raja. Fase regresi terjadi pada saat diendapkannya formasi Gumai bagian atas dan
diikuti oleh pengendapan formasi Air Benakat secara selaras yang didominasi oleh
litologi batupasir pada lingkungan pantai dan delta. Pada pliosen awal, laut menjadi
semakin dangkal karena terdapat dataran delta dan non-marine yang terdiri dari
perselingan batupasir dan claystone dengan sisipan berupa batubara. Pada saat pliosen
awal ini menjadi waktu pembentukan dari formasi Muara Enim yang berlangsung
sampai pliosen akhir yang terdapat pengendapan batuan konglomerat, batu apung dan
lapisan batupasir tuffa.

33
Gambar 3.2 Litologi cekungan Sumatera Selatan
3.3 Formasi Kasai
Litologi daerah tersebut tersusun atas tiga satuan batuan, yaitu satuan endapan
alluvial, satuan endapan permukaan dan satuan batulempung (Gambar 2.10). Endapan
alluvial merupakan endapan sekunder hasil rombakan batuan di permukaan yang
telah terbentuk sebelumnya. Endapan ini terdiri dari material lepas berupa lempung,
pasir, kerikil dan kerakal. Hingga saat ini, proses pengendapan material-material
tersebut masih berlangsung. Endapan permukaan didominasi oleh endapan rawa.
Endapan ini terdiri dari material sisa-sisa tumbuhan (gambut) dan material lepas
yang berukuran lempung dan pasir serta diperkirakan berumur Holosen. Satuan
batulempung dicirikan oleh batulempung berwarna putih abu-abu, lunak, porositas
buruk dan non karbonatan, di beberapa lokasi satuan ini dijumpai batulempung tufaan
dan batupasir. Batas antara satuan batulempung dan endapan rawa berupa
ketidakselarasan. Berdasarkan ciri litologi yang ditemukan di lapangan dan
kesebandingan peta geologi regional satuan ini dapat digolongkan ke dalam Formasi
Kasai yang berumur Pliosen - Plistosen Awal (Kusnaidi et al, 2009).

Formasi ini diendapkan pada kala pliosen sampai dengan pleistosen.


Pengendapannya merupakan hasil dari erosi dari pengangkatan Bukit Barisan dan

34
pegunungan Tigapuluh, serta akibat adanya pengangkatan pelipatan yang terjadi di
cekungan. Pengendapan dimulai setelah tanda-tanda awal dari pengangkatan terakhir
Pegunungan Barisan yang dimulai pada miosen akhir. Kontak formasi ini dengan
formasi Muara Enim ditandai dengan kemunculan pertama dari batupasir tufaan.
Karakteristik utama dari endapan siklus regresi ketiga ini adalah adanya kenampakan
produk volkanik. Formasi Kasai tersusun oleh batupasir kontinental dan lempung
serta material piroklastik. Formasi ini mengakhiri siklus susut laut. Pada bagian
bawah terdiri atas tuffaceous sandstone dengan beberapa selingan lapisan-lapisan
tuffaceous claystone dan batupasir yang lepas, pada bagian teratas terdapat lapisan
tuff, batu apung yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu berstruktur sedimen
silang siur. Lignit terdapat sebagai lensa-lensa dalam batupasir dan batulempung yang
terdapat tuff.

35
Gambar 3.3 Peta geologi provinsi jambi

36
3.4 Hidrogeologi
Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan bagian dari Cekungan Air Tanah
(CAT) Jambi-Dumai (Gambar 3.4). Berdasarkan daerah Aliran Sungai (DAS),
wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur terbagi atas 5 DAS, yaitu DAS
Mendahara, DAS Lagan, DAS Batanghari, DAS Air Hitam dan DAS Benuh. Pola
aliran sungai di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Daerah aliran sungai yang melalui daerah penelitian adalah DAS Batanghari. DAS
Batanghari merupakan air permukaan yang utama mengalir melewati Kota Jambi
yang berasal dari Pegunungan Bukit Barisan Propinsi Sumatera Barat melewati Kota
Jambi dan bermuara di Selat Berhala (Saleh, 2011). Bagian hilir sungai bercabang
dua yaitu Sungai Batanghari yang arahnya ke Muara Sabak dan cabang satu lagi yaitu
Sungai Berbak mengarah ke Nipah Panjang. Berdasarkan geometri DAS Batanghari
berbentuk meandering (berkelok-kelok) dan pada sepanjang kedua tanggulnya
dimanfaatkan sebagai pemukiman dan lahan pertanian. Kondisi geologi DAS
Batanghari secara litologi memperlihatkan jenis litologi batuan yang terdiri dari
kerikil, pasir, lanau, dan lempung kemudian hasil gunung api berupa lava, lahar, tufa,
dan breksi, batu gamping atau dolomite. Bagian atas DAS Batanghari terdapat
struktur geologi berupa sesar Semangko yang juga merupakan garis pemisah utama
air pemukaan antara sungai–sungai yang bermuara ke Pantai Timur Sumatera.
Berdasarkan sumur gali warga, air tanah bebas di Jambi yang berada di sisi kiri dan
kanan DAS Batanghari ditemukan pada kedalaman 1-2 m, hal ini disebabkan karena
lokasi ini terletak pada dataran banjir yang terdiri dari endapan alluvial yang umunya
memiliki porositas dan permeabilitas tinggi sehingga memungkinkan terdapatnya air
tanah dangkal yang cukup besar sedangkan kearah Selatan, Timur dan Barat potensi
air tanah bebas semakin dalam berkisar 7-17 meter. Berdasarkan curah hujan tahunan
rata–rata 2.000–2.500 mm dan curah hujan bulanan rata–rata 150–300 mm yang
hampir merata di seluruh DAS Batanghari, menjadikannya sebagai sumber air
permukaan yang sangat potensial bagi daerah alirannya.

37
Gambar 3.4 Peta Cekungan Air Tanah Jambi

38
Gambar 3.5 Peta hidrologi di wilayah kabupaten tanjung jabung timur

39
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dimulai pada bulan September 2019 dengan menggunakan data
sekunder. Pengolahan data dilakukan di area kampus Institut Teknologi Sumatera
(ITERA) di Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung, durasi pekerjaan
dimulai dari bulan September 2019 hingga April 2020. Pengerjaan penelitian ini
meliputi studi literatur, penyusunan proposal, seminar proposal, pengolahan data,
pemodelan 1D, pemodelan 2D, pemodelan 3D, interpretasi, seminar hasil dan pada
akhirnya menjalani sidang akhir. Secara garis besar pengerjaan penelitian dipaparkan
pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Timeline pengerjaan Tugas Akhir


Bulan
Kegiatan September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi Literatur
Penyusunan Proposal TA
Pengolahan Data
Pemodelan 2D
Analisis Pemodelan 2D
Seminar Proposal TA
Visualisasi 3D
Analisis Visualisasi 3D
Interpretasi Hasil
Penyusunan Laporan TA
Seminar Hasil TA
Sidang TA

4.2 Lokasi Penelitian


Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara geografis terletak pada 0°53’ - 1°41’
LS dan 103°23 - 104°31 BT dengan luas 5.445 Km² dengan ketinggian Ibukota-
Ibukota Kecamatan dalam Kabupaten Tanjung Jabung Timur berkisar antara 1-5
mdpl. Lokasi penelitian mencakup 3 desa yang berada di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, yang meliputi Desa Rantaurasau, Desa Simpang, dan Desa Majelis Hidayah
(Gambar 4.1).

40
Gambar 4.1 Peta desain survei lokasi penelitian
Lokasi penelitian di desa Rantaurasau memiliki 5 titik VES yang berada di
sebelah tenggara DAS Batanghari, kemudian lokasi penelitian yang berada di desa
Simpang terdiri dari 4 titik VES, kemudian lokasi penelitian di desa Majelis Hidayah
berada di sebelah Barat daya DAS Batanghari yang memiliki 9 titik VES. Pada lokasi
ini terdapat intrusi air laut karena posisi nya yang berdekatan dengan Laut Cina
Selatan sehingga mempengaruhi tingkat salinitas air tanahnya (Gambar 3.1).

4.3 Data

4.3.1 Data Vertical Electrical Sounding (VES)


Penelitian ini menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi
Schlumberger untuk menentukan akuifer air tanah. Data yang diolah merupakan data
sekunder VES pada daerah Kabupaten Tanjung Timur yang meliputi Desa

41
Rantaurasau, Desa Simpang, serta Desa Majelis Hidayah. Titik VES terdiri dari 18
titik pengukuran yang tersebar di tiga Desa lokasi penelitian tersebut, dengan jarak
AB/2 serta MN/2 yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jarak AB/2 dan MN/2 pengukuran Geolistrik


AB/2 MN/2 AB/2 MN/2 AB/2 MN/2 AB/2 MN/2 AB/2 MN/2
1.5 15 30 75 250
2.5 20 40 100 300
5 40
4 25 50 15 125 350
6 30 60 150 20 400
0.5
8 75 175
10 200
12 250
15

4.3.2 Data Digital Elevation Model (DEM)


Digital Elevation Model (DEM) merupakan penyajian ketinggian permukaan
bumi secara digital (Gambar 4.2). Dilihat dari teknik pengumpulan datanya dapat
dibedakan dalam pengukuran secara langsung pada objek (terestris), pengukuran pada
model objek dengan wahana pesawat udara (fotogrametris), dan dari sumber data peta
analog (digitasi). Teknik pembentukan DEM selain dari terestris, fotogrametris dan
digitasi dapat juga dilakukan dengan menggunakan citra yang direkonstrusikan dalam
bentuk model stereo. Kualitas DEM dilihat dari tingkat akurasi elevasi tiap pixel
(keakuratan absolut) dan tingkat akurasi morfologi yang ditampilkan (keakuratan
relatif). Penggunaan data DEM dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan
seperti pembuatan peta DAS (Daerah Aliran Sungai) yang terlihat seperti (gambar
4.3), peta RBI (kontur) yang memang membutuhkan informasi ketinggian di atas
permukaan.

42
Gambar 4.2 Peta digital elevation model

Gambar 4.3 Peta Daerah Aliran Sungai (DAS)

43
4.4 Perangkat Lunak yang digunakan
Selama pengerjaan tugas akhir ini terdapat beberapa perangkat lunak yang
digunakan untuk memperoleh hasil terbaik dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Perangkat lunak ini digunakan untuk pengolahan data VES yang diperoleh dari
pengukuran di lapangan, kemudian melakukan pemodelan 1D, pemodelan 2D,
pemodelan 3D yang akan mempermudah untuk melakukan interpretasi hasil
pengukuran dan mengkorelasikannya dengan keadaan geologi daerah penelitian.

4.4.1 Microsoft Excel


Microsoft Excel secara fundamental menggunakan spreadsheet untuk
manajemen data yang berupa perhitungan secara matematis. Pada pengolahan data
VES, Microsoft excel digunakan untuk menghitung nilai resistivitas semu (ρ). Nilai
resistivitas semu (ρ) diperoleh dengan cara membagi nilai I dan V yang kemudian dibagi
dengan faktor geometri. Langkah selanjutnya yaitu pembuatan kurva VES yaitu nilai
AB/2 terhadap nilai resistivitas semu (ρ). Kemudian dilakukan pemilahan data
yang memiliki kesamaan pola agar didapatkan data yang bagus saat pembuatan penampang.

4.4.2 IP2WIN
IPI2WIN adalah program komputer yang digunakan untuk membantu
interpretasi data VES. Pada proses pemodelan perlu dilakukan smoothing pada data agar
mendapatkan pola yang jelas dari kurva VES. Setelah itu dilakukan pemodelan, pada
proses pemodelan dilakukan dengan memperhatikan presentase error, semakin kecil presentase
error maka data akan semakin bagus. Setelah didapatkan hasil error yang
baik maka akan didapatkan informasi nilai resistivitas, nilai ketebalan dan nilai
kedalaman pada tabel. Dengan menggunakan data yang didapat tersebut dapat membuat
model penampang vertikal., langkah terakhir adalah interpretasi data secara kualitatif dan
kuantitatif.

4.4.3 Rockworks
Perangkat lunak Rockworks memvisualisasikan data yang ada pada permukaan
tanah dan di bawah permukaan tanah yang sangat berguna bagi geologist.

44
4.4.4 Surfer

Perangkat lunak untuk membuat pemodelan dengan mendasarkan pada grid.


Penelian ini menggunakan surfer untuk melakukan proses korelasi penampang dua
dimensi.

4.4.5 Google Earth

Google earth adalah aplikasi perekaman citra bumi dari udara. Penelitian ini
menggunakan google earth untuk membuat peta desain survei lokasi penelitian.

4.5 Diagram Alir


Proses pengolahan data VES dimulai dengan menghitung nilai ρapp kemudian
dilakukan pemodelan 1D menggunakan perangkat lunak IPI2WIN, hasil pemodelan
1D akan dikorelasikan dengan keadaan geologi daerah penelitian yang kemudian
akan dilakukan interpretasi (Gambar 4.4).

45
Gambar 4.4 Diagram alir

46
BAB V

HASIL SEMENTARA

5.1 Data Vertical Electrical Sounding (VES)


Hasil interpretasi data VES dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
IPI2WIN. Hasil interpretasi tersebut menghasilkan variasi nilai resistivitas per
kedalaman pada setiap titik VES, yang kemudian dilakukan identifikasi kurva VES
serta korelasi hasil interpretasi menggunakan IPI2WIN terhadap data geologi daerah
penelitian. Kurva VES yang diperoleh terdiri dari kurva hitam yang merupakan kurva
nilai resistivitas hasil penelitian, kurva merah menunjukkan kurva teori dan kurva
biru merupakan gambaran perlapisan bumi di area penelitian. Untuk mendapatkan
nilai error yang paling kecil dilakukan dengan metode least square yaitu
menyocokkan kurva nilai resistivitas data hasil pengukuran dengan kurva standart.
Setiap kurva VES memberikan informasi mengenai variasi nilai resistivitas setiap
kedalaman, hasil interpretasi secara detail dijelaskan pada gambar 5.1 hingga gambar
5.3.

Informasi yang diperoleh setelah melakukan proses pengolahan data pada


perangkat lunak IPI2WIN berupa nilai resistivitas sebenarnya (ρ), kedalaman (d),
ketebalan lapisan (h), setelah mendapatkan informasi tersebut dapat digambarkan
keadaan daerah penelitian dengan menginterpretasikan nilai resistivitas menjadi
litologi penyusun bawah permukaan (Tabel 5.1).

47
Gambar 5.1 Kurva VES titik pengukuran 1 – titik pengukuran 6

48
Gambar 5.2 Kurva VES titik pengukuran 7 – titik pengukuran 12

49
Gambar 5.3 Kurva VES titik pengukuran 13 – titik pengukuran 18

50
Tabel 5.1 Hasil pengolahan data VES

Tipe
Titik N ρ (Ωm) d (m) h (m) Litologi Keterangan
Kurva

1 24.4 4.33 4.33 Pasir Akuifer


Lempun
T-01 2 5.8 63.7 68.1 H Akuiklud
g
3 16.5     Pasir Akuifer

1 34.8 5.32 5.32 Pasir Akuifer


Lempun
T-02 2 3.25 45.5 50.8 H Akuiklud
g
3 11.3     Pasir Akuifer

1 31.2 4.13 4.13 Pasir Akuifer


Lempun
2 5 54.7 58.8 Akuiklud
g
T-03 HK
3 37.2 48.5 107 Pasir Akuifer
Lempun
4 4.66     Akuiklud
g
1 75.3 0.384 0.384 Kerikil Akuifer

2 21 8.64 8.643 Pasir Akuiklud

T-04 3 10.6 10.8 10.84 HKH Pasir Akuifer


Lempun
4 9.93 105 104.5 Akuiklud
g
5 24.1     Pasir Akuifer

1 46.6 2.4 2.4 Kerikil Akuifer


Lempun
T-05 2 4.54 76.5 78.9 HK Akuiklud
g
3 28.8 116 195 Pasir Akuifer

51
Lempun
4 1.5     Akuiklud
g
1 44.3 3.48 3.48 Kerikil Akuifer

2 17 105 108 Pasir Akuifer


T-06 HK
3 41.8 86.2 195 Kerikil Akuifer
Lempun
4 4.96     Akuiklud
g
1 210 1.51 1.51 Kerakal Akuitar

2 75.3 15 16.5 Kerikil Akuifer


T-07 QH
3 11 70.4 86.91 Pasir Akuiklud

4 23.8     Pasir Akuifer


Lempun
1 11 0.564 0.564 Akuiklud
g
2 145 0.745 1.309 Kerakal Akuitar
T-08 KH
3 17.4 42.3 43.61 Pasir Akuifer

4 24.5     Pasir Akuifer

1 18.6 0.408 0.408 Pasir Akuifer

2 214 1.11 1.52 Kerakal Akuitar

3 13.4 3.34 4.86 Pasir Akuifer


KHK
T-09
4 112 8.71 13.6 H Kerakal Akuitar
Lempun
5 12.8 58.5 72.1 Akuiklud
g
6 108     Kerakal Akuitar
T-10 H
1 11.3 0.907 0.907 Pasir Akuifer
2 1.78 77.3 77.3 Air Laut Intrusi air
laut

52
3 446     Kerakal Akuitar

1 5.97 0.654 0.654 Pasir Akuifer


Intrusi air
2 0.615 0.501 1.15 Air Laut
laut
Lempun
T-11 3 8.85 1.3 2.45 HKH Akuiklud
g
Lempun Intrusi air
4 1.46 30.8 33.2
g laut
5 19.6     Pasir Akuifer
Lempun
1 2.36 2.57 2.57 Akuiklud
g
Lempun Intrusi air
T-12 2 1.58 36.7 39.3 H
g laut
3 18.4     Pasir Akuifer

1 19.9 0.801 0.801 Pasir Akuifer


Lempun
T-13 2 2.55 26.2 27 H Akuiklud
g
3 15.6     Pasir Akuifer

1 6.44 0.864 0.863 Pasir Akuifer


Lempun
2 2.59 4.85 5.71 Akuiklud
g
T-14 HH
Intrusi air
3 0.983 29.4 35.1 Air Laut
laut
4 11.2     Pasir Akuifer
Intrusi air
1 1.38 0.806 0.806 Air Laut
laut
Intrusi air
2 0.445 1.26 2.07 Air Laut
T-15 HKH laut
Lempun
3 3.37 2.7 4.77 Akuiklud
g
4 0.3 7.4 12.2 Air Laut Intrusi air

53
laut
5 11     Pasir Akuiklud
Lempun Intrusi air
1 1.36 0.747 0.747
g laut
Lempun
2 8.6 0.197 0.944 Akuiklud
T-16 KH g
Lempun Intrusi air
3 1.3 31.2 32.1
g laut
4 27.4     Pasir Akuifer
Lempun
1 3.08 1.45 1.45 Akuiklud
g
Lempun Intrusi air
2 1.24 1.9 3.35
g laut
Lempun
T-17 3 6.73 2.46 5.81 HKH Akuiklud
g
Intrusi air
4 0.785 11 16.8 Air Laut
laut
Lempun
5 7.8     Akuiklud
g
Lempun
1 7.58 1.73 1.73 Akuiklud
g
Lempun
T-18 2 2.56 87.8 89.5 H Akuiklud
g
3 28.5     Pasir Akuifer

54
5.2 Hasil Korelasi
Gambaran keadaan bawah permukaan yang telah diidentifikasi melalui
pemodelan 1D kemudian dibuat korelasi untuk mengetahui adanya informasi geologi
yang lain seperti akuifer, intrusi air laut, hingga struktur geologi.

Korelasi pada lokasi penelitian desa Rantaurasau dilakukan dengan dua arah.
Penampang hasil korelasi pertama berada di arah Barat Laut-Tenggara diidentifikasi
memiliki 4 lapisan (Gambar 5.4). Lapisan atas pada titik tersebut setebal 4 meter
dengan nilai resistivitas 24.4 Ωm hingga 31.4 Ωm. Lapisan ini diinterpretasikan
sebagai lapisan alluvium berupa pasir. Lapisan kedua diidentifikasi hingga kedalaman
68.1 meter dengan resistivitas 3.25 Ωm hingga 5.8 Ωm ini, lapisan ini
diinterpretasikan sebagai lapisan lempung yang termasuk kedalam satuan batuan
lempung dalam peta geologi regional daerah penelitian. Lapisan lempung termasuk
kedalam klasifikasi formasi air tanah berupa lapisan akuiklud, dimana lapisan ini
dapat menyimpan air, namun hanya dapat meloloskan air dalam jumlah terbatas, hal
ini menandakan bahwa material ini seharusnya memiliki nilai resistivitas tinggi
karena akan sulit pula menghantarkan listrik dengan baik, namun dengan adanya air
yang terperangkap pada lapisan tersebut menyebabkan nilai resistivitas batuan
lempung menjadi menurun.

Lapisan ketiga dengan resistivitas 11.3 Ωm hingga 37.7 Ωm yang diidentifikasi


hingga kedalaman 128 m, lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan alluvium
berupa pasir. Lapisan pasir merupakan lapisan pembawa air yang dapat menyimpan
dan meloloskan air dengan baik sehingga lapisan ini diidentifikasi sebagai akuifer.
Lapisan keempat dengan resistivitas 4.66 Ωm yang diidentifikasi hingga kedalaman
130 m. Lapisan ini menipis dari arah Tenggara ke Barat Laut. lapisan ini
diinterpretasikan sebagai lapisan lempung. Lapisan lempung termasuk kedalam
klasifikasi formasi air tanah berupa lapisan akuiklud. Akuifer yang diidentifikasi

55
berada di kedalaman 70 m-128m merupakan akuifer tertekan yang dibatasi oleh
akuiklud.

Gambar 5.4 Lintasan A-B korelasi titik 02,01,03 dengan arah Barat Laut-Tenggara
Penampang hasil korelasi kedua dari arah Timur Laut-Barat Daya, yang
diidentifikasi memiliki 4 lapisan (Gambar 5.5). Lapisan pertama diidentifikasi berada
pada kedalaman hingga 2 meter dengan nilai resistivitas 46 Ωm hingga 75 Ωm.
Lapisan ini menebal ke arah Barat Daya dan lapisan kedua diidentifikasi hingga
kedalaman 10 meter dengan nilai resitivitas 21 Ωm hingga 24 Ωm yang semakin
menipis ke arah Barat Daya. Lapisan pertama dan kedua diinterpretasikan sebagai
lapisan alluvium berupa pasir hingga kerikil.

Lapisan ketiga dengan resistivitas 1 Ωm hingga 9.93 Ωm ini berada pada


kedalaman hingga 80 meter. Lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan lempung
yang termasuk kedalam satuan batuan lempung dalam peta geologi regional daerah

56
penelitian. Lapisan ini menebal ke arah Barat Daya. Lapisan lempung termasuk
kedalam klasifikasi formasi air tanah berupa lapisan akuiklud. Lapisan keempat
dengan resistivitas 16 Ωm hingga 28 Ωm ini berada pada kedalaman hingga 200
meter. Lapisan ini semakin menipis ke arah Barat-Daya. Lapisan ini diidentifikasi
sebagai lapisan alluvium berupa pasir dan diinterpretasi sebagai akuifer. Akuifer yang
diidentifikasi berada di kedalaman hingga 200 meter yang merupakan akuifer
tertekan yang dibatasi oleh akuiklud.

Gambar 5.5 Lintasan A-B korelasi titik 04,01,05 dengan arah Timur Laut - Barat
Daya
Akuifer yang ditemukan pada Desa Rantaurasau dapat diinterpretasikan
sebagai akuifer tertekan yang memiliki litologi batu pasir halus, akuifer yang berada
di titik VES 1 ditemukan pada kedalaman 68 meter ini dibatasi oleh lapisan akuiklud.
Lapisan akuifer yang sama juga ditemukan di titik VES 2 pada kedalaman 50 meter,
di titik VES 3 pada kedalaman 58 meter, pada titik 4 pada kedalaman 104 meter, di

57
titik VES 5 pada kedalaman 79 meter, dapat dikatakan bahwa akuifer yang berada di
Desa Rantaurasau semakin menebal kearah Barat Laut serta menipis ke segala arah.

Korelasi pada lokasi penelitian desa Simpang dilakukan dengan dua arah.
Penampang hasil korelasi pertama dikorelasikan dari arah Barat – Selatan yang
diidentifikasi memiliki 4 lapisan (Gambar 5.6). Lapisan pertama diidentifikasi berada
pada kedalaman hingga 1 meter dengan resistivitas 145 Ωm hingga 210 Ωm. Lapisan
kedua diidentifikasi berada hingga kedalaman 16 meter dengan resistivitas 44 Ωm
hingga 75 Ωm. Kedua lapisan semakin menipis kearah Timur yang diinterpretasi
sebagai lapisan alluvium berupa lapisan kerikil hingga kerakal. Lapisan ini termasuk
kedalam klasifikasi formasi air tanah berupa lapisan akuitard.

Lapisan ketiga diidentifikasi berada dikedalaman 195 meter dengan nilai


resistivitas 11 Ωm hingga 24 Ωm. Lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan
alluvium berupa pasir, yang diidentifikasi sebagai lapisan akuifer. Lapisan keempat
dengan resistivitas 4.96 Ωm hingga 9.5 Ωm ini diidentifikasi berada dikedalaman
hingga 200 meter diinterpretasi sebagai lapisan Lempung. Lapisan lempung termasuk
kedalam klasifikasi formasi air tanah berupa lapisan akuiklud. Akuifer yang
diidentikasi pada lokasi ini berada di kedalaman 16 meter – 195 meter merupakan
akuifer bebas yang dibatasi oleh lapisan akuiklud pada bagian bawah dan akuitar
pada bagian atas.

58
Gambar 5.6 Lintasan A-B korelasi titik 07,06,08 dengan arah Barat Laut-Timur
Penampang hasil korelasi kedua dikorelasikan dari arah Barat – Tenggara,
yang diidentifikasi memiliki 5 lapisan (Gambar 5.7). Lapisan pertama dengan
resistivitas 145 Ωm hingga 210 Ωm ini berada pada kedalaman hingga 1 meter.
Lapisan kedua dengan resistivitas 44 Ωm hingga 75 Ωm ini berada pada kedalaman
hingga 16 meter. Lapisan ini semakin menipis kearah selatan. Lapisan ini
diinterpretasikan sebagai lapisan kerikil hingga kerakal. Lapisan ini termasuk
kedalam klasifikasi formasi air tanah berupa lapisan akuitard.

Lapisan ketiga dengan resistivitas 11 Ωm hingga 24 Ωm ini berada pada


kedalaman hingga 43 meter. Lapisan ini semakin menipis kearah selatan. Lapisan ini
diidentifikasi sebagai lapisan alluvium berupa pasir yang diinterpretasi sebagai
lapisan akuifer. Lapisan keempat dengan resistivitas 112 Ωm ini berada pada
kedalaman hingga 195 meter. Lapisan ini semakin menipis kearah Barat Laut.
Lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan alluvium berupa kerakal. Lapisan 5
dengan resistivitas 4.96 Ωm hingga 9.5 Ωm ini berada pada kedalaman hingga 200
m, lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan lempung. Lapisan lempung termasuk
kedalam klasifikasi formasi air tanah berupa lapisan akuiklud. Akuifer yang
diidentikasi pada lokasi ini berada di kedalaman 16 meter – 43 meter yang merupakan
akuifer bebas yang dibatasi oleh lapisan akuitar dibagian atas dan lapisan akuiklud di
bagian bawah.

59
Gambar 5.7 Lintasan A-B korelasi titik 07,06,09 dengan arah Barat Laut – Selatan
Akuifer yang ditemukan pada Desa Simpang dapat diinterpretasikan sebagai
akuifer bebas yang memiliki litologi batu pasir halus, akuifer yang berada di titik
VES 6 di kedalaman 3.6 meter ini dibatasi oleh lapisan akuitar. Lapisan akuifer yang
sama juga ditemukan di titik VES 7 pada kedalaman 16.5 meter, di titik VES 8 di
kedalaman 1.3 meter, di titik VES 9 di kedalaman 13.6 meter, dapat dikatakan bahwa
akuifer pada Desa Simpang semakin menebal ke arah Timur dan menipis ke segala
arah.

Korelasi pada lokasi penelitian desa Majelis Hidayah dilakukan dengan dua
arah. Penampang hasil korelasi pertama dikorelasikan dari arah Barat-Timur yang
diidentifikasi memiliki 3 lapisan (Gambar 5.8). Lapisan pertama dengan resistivitas
19 Ωm ini berada pada kedalaman hingga 1 meter yang semakin menipis kearah
timur. Lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan alluvium berupa pasir.

Lapisan kedua dengan resistivitas 1.58 Ωm hingga 7 Ωm ini berada pada


kedalaman hingga 87 meter. Lapisan ini menipis kearah Barat. Lapisan ini
diinterpretasikan sebagai lapisan lempung. Lapisan lempung termasuk kedalam
klasifikasi formasi air tanah berupa lapisan akuiklud. Lapisan ketiga dengan

60
resistivitas 15 Ωm hingga 28 Ωm ini berada pada kedalaman hingga 200 m, lapisan
ini diinterpretasikan sebagai lapisan pasir yang diidentifikasi sebagai lapisan akuifer.
Akuifer yang diidentifikasi berada dikedalaman 87 meter - 200 meter yang
diinterpretasi sebagai akuifer bebas yang dibatasi oleh lapisan akuitar.

Gambar 5.8 Lintasan A-B korelasi titik 13,18,12 dengan arah Barat-Timur
Penampang hasil korelasi kedua dikorelasikan dari arah Barat-Timur, yang
memiliki 2 lapisan (Gambar 5.9). Litologi daerah ini berupa endapan rawa yang
secara umum memiliki sifat kedap air berupa lempung, pasir, kerikil, lumpur, serta
gambut. Lapisan pertama dengan resistivitas 1 Ωm hingga 8.6 Ωm ini berada pada
kedalaman hingga 39.3 meter, lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan lempung.
Lapisan lempung termasuk kedalam klasifikasi formasi air tanah berupa lapisan
akuiklud. Pada lapisan ini ditemukan keberadaan intrusi air laut dengan nilai
resistivitas berkisar 0.3 Ωm – 0.9 Ωm pada kedalaman 1 meter - 35 meter. Lapisan
kedua dengan resistivitas 11 Ωm hingga 27.4 Ωm ini berada pada kedalaman hingga
45 meter, lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan pasir yang diidentifikasi
sebagai akuifer. Akuifer yang diidentifikasi adalah akuifer bebas yang dibatasi oleh
akuiklud dibagian atas.

61
Gambar 5.9 Lintasan A-B korelasi titik 11,12,15,14,16 dengan arah Selatan-Barat
Laut
Akuifer yang ditemukan pada Desa Majelis Hidayah dapat diinterpretasikan
sebagai akuifer bebas yang memiliki litologi batu pasir halus, akuifer berada
dikedalaman 2.7 meter di titik VES 13 yang dibatasi oleh lapisan akuitar. Lapisan
akuifer yang sama juga ditemukan di titik VES 18 pada kedalaman 80 meter, di titik
VES 12 berada di kedalaman 39 meter, di titik VES 11 berada di kedalaman 33,2
meter, di titik VES 15 berada di kedalaman 12.2 meter, di titik VES 15 berada di
kedalaman 35, serta di titik VES 16 berada di kedalaman 32 meter, dapat dikatakan
bahwa akuifer pada Desa Majelis Hidayah semakin menebal ke arah Barat dan Timur
sedangkan ke arah Selatan dan Barat Laut semakin menipis.

Hidrostratigrafi pada lokasi penelitian Desa Rantaurasau yaitu lapisan


lempung bertindak sebagai lapisan akuiklud. Lapisan ini adalah lapisan yang dapat

62
menyimpan air dengan baik namun hanya dapat meloloskan air dalam jumlah terbatas
yang berperan sebagai penyekat antara akuifer dangkal dan akuifer dalam. Sedangkan
akuifer yang diidentifikasi merupakan lapisan alluvium berupa pasir hingga kerikil.
Akuifer yang diidentifikasi merupakan akuifer tertekan yang dibatasi oleh lapisan
akuiklud. Pada lokasi penelitian Desa Simpang yaitu lapisan kerikil hingga kerakal
bertindak sebagai lapisan akuitar yang merupakan lapisan batuan yang tidak dapat
menyimpan air namun hanya bisa meloloskan air dengan gerakan yang lambat.
Kemudian lapisan pasir bertindak sebagai lapisan akuifer. Kemudian lapisan lempung
bertindak sebagai lapisan akuiklud. Akuifer yang diidentifikasi merupakan akuifer
bebas yang dibatasi oleh lapisan akuiklud dibagaian bawah sedangkan bagian atas
nya dibatasi oleh lapisan akuitar. Pada lokasi daerah penelitian Desa Majelis Hidayah
yaitu lapisan lempung bertindak sebagai lapisan akuiklud. Sedangkan akuifer yang
diidentifikasi merupakan lapisan alluvium berupa pasir. Akuifer pada lokasi ini
merupakan akuifer bebas yang dibatasi oleh lapisan akuitar pada bagian atasnya.

Perubahan litologi (pinch out) pada kedalaman yang sama di lokasi penelitian
dipengaruhi oleh akibat dari erosi yang terjadi di badan sungai. DAS Batanghari
merupakan sungai berkelok (meander) yang proses pengendapannya terjadi pada
daerah dengan kemiringan yang semakin berkurang sehingga kecepatannya akan
menurun. Meander terbentuk karena adanya proses erosi. Erosi terjadi apabila energi
yang membawa aliran air dari hulu ke hilir lebih besar daripada yang diperlukan
maka akan berakibat penggerusan di badan sungai sehingga material sedimen ikut
terangkut bersama aliran sungai. Di daerah meander erosi biasanya terjadi di tikungan
luar. Hal ini disebabkan karena adanya energi aliran yang seolah-olah menghantam
tebing karena aliran secara alamiah akan mencari jalan lurus sehingga sebagian
material tebing sungai akan terbawa. Sedangkan di tikungan dalam karena kurangnya
energi untuk membawa seluruh aliran air bersamasama dengan angkutan sedimen
yang tersuspensi maka sebagian akan mengendap di daerah tersebut.

63
5.3 Karakteristik Kuifer
5.3.1 Transmitivitas
Setelah diinterpretasi hasil korelasi penampang 2 dimensi, kemudian diperoleh
lithologi penyusun bawa permukaan daerah penelitian serta batuan yang diduga
sebagai lapisan akuifer. Kemudian diperoleh ketebalan setiap lapisan akuifer pada
titik VES yang dapat dlihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Tabel Nilai Transmitivitas

Titik VES Ketebalan Kh¿) Transmitivitas ¿ Transmitivitas


Akuifer (b) ) ¿)
1 51.9 12 622.8 0.007208
2 69.2 12 830.4 0.009611
3 48.5 12 582 0.006736
4 15.5 12 186 0.002153
5 34.7 12 416.4 0.004819
6 112.39 12 1348.68 0.01561
7 104.3 12 1251.6 0.014486
8 118.69 12 1424.28 0.016485
9 58.8 12 705.6 0.008167
10 1 12 12 0.000139
11 86.8 12 1041.6 0.012056
12 80.7 12 968.4 0.011208
13 93 12 1116 0.012917
14 11.2 12 134.4 0.001556
15 107.8 12 1293.6 0.014972
16 88.8 12 1065.6 0.012333
17 0 12 0 0
18 30.5 12 366 0.004236
Rata-Rata 61.87666667 12 742.52 0.008594

64
Gambar 5 10. Variasi Nilai Transmitivitas Berdasarkan Koordinat
Berdasarkan Tabel 5.2 didapatkan nilai transmisivitas berkisar antara
0.000139¿) sampai 0.01648 ¿) dengan nilai rata-rata 0.00859 ¿), yang dipengaruhi
oleh ketebalan setiap akuifer yang berbeda. Nilai transmisivitas yang diperoleh dari
penelitian sebelumnya bahwa nilai transmisivitas yang di dapat berkisar antara
0,00463 sampai 0,023148 bisa dikatakan cukup tinggi (syuhada,2013), dan nilai
transmisivitas dengan nilai 0,00016 dapat dikatakan rendah (Juandi, 2013). Oleh
karena itu dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa nilai transmitivitas setiap titik
VES yang telah diperoleh termasuk kedalam kategori menengah. Berdasarkan
gambar 5.10 variasi nilai transmitivitas pada daerah penelitian semakin tinggi kearah
timur dan utara sedangkan kearah selatan semakin rendah.

5.3.2 Intrusi Air Laut


Intrusi air laut pada daerah penelitian ditemukan di Desa Majelis Hidayah
pada kedalaman berkisar 1 meter-35 meter. Setelah dilakukan korelasi penampang
2D, maka dilakukan penetuan batas antara air tanah dan air laut. Penentuan batas
antara air tanah dan air laut yang dinyatakan dengan suatu garis/zona lengkung
interface antara air laut dan air tanah dengan persamaaan GhybenHerzberg maka,
dilakukan perhitungan untuk menentukan garis batas tersebut (Cristi et al, 2014).

65
Gambar 5 11. Arah aliran fluida

66
5.3.3 Parameter Dar Zarrouck
Tabel 5.4 Perhitungan parameter Dar Zarrouck

Titik N ρ (Ωm) d (m) SL T ρL ρT ρm λ


T-01 1 24.4 4.33 0.17746 105.652 0.2971383 324.263741 9.81586354 33.0346627
  2 5.8 63.7 10.9828 369.46 4.37129555 22.0417896 9.81586354 2.24552731
  3 16.5 56.3 3.41212 928.95 3.86348414 24.9389343 9.81586354 2.54067655
Untuk n lapisan 14.572339 1404.062  
T-02 1 34.8 5.32 0.15287 185.136 0.25643752 220.838534 7.52537617 29.3458465
  2 3.25 45.5 14 147.875 2.19321566 25.8211209 7.52537617 3.43120666
  3 11.3 74.5 6.59292 841.85 3.59108937 15.7699463 7.52537617 2.09556917
Untuk n lapisan 20.7458 1174.86  
T-03 1 31.2 4.13 0.13237 128.856 0.14899268 614.950605 9.57199759 64.2447514
  2 5 54.7 10.94 273.5 1.97334129 46.430457 9.57199759 4.8506549
  3 37.2 48.5 1.30376 1804.2 1.74967189 52.3658969 9.57199759 5.47073862
  4 4.66 71.5 15.3433 333.19 2.5794132 35.5209231 9.57199759 3.7109206
Untuk n lapisan 27.7195 2539.75  
T-04 1 75.3 0.384 0.0051 28.9152 75.3 4502.56563 582.274155 7.7327245
  2 21 8.64 0.41143 181.44 1694.25 200.114028 582.274155 0.34367664
  3 10.6 10.8 1.01887 114.48 2117.8125 160.091222 582.274155 0.27494132
  4 9.93 105 10.574 1042.65 20589.8438 16.4665257 582.274155 0.02827968
  5 24.1 15 0.62241 361.5 2941.40625 115.26568 582.274155 0.19795775
Untuk n lapisan 12.6318 1728.99  
T-05 1 46.6 2.4 0.0515 111.84 0.10171144 1585.8125 12.7002073 124.865088
  2 4.54 76.5 16.8502 347.31 3.242052 49.7509804 12.7002073 3.91733609

67
  3 28.8 116 4.02778 3340.8 4.91605271 32.8099138 12.7002073 2.58341561
  4 1.5 4 2.66667 6 0.16951906 951.4875 12.7002073 74.9190527
Untuk n lapisan 23.5962 3805.95  
T-06 1 44.3 3.48 0.07856 154.164 0.22998012 1640.79655 19.4255137 84.4660574
  2 17 105 6.17647 1785 6.93905521 54.3806857 19.4255137 2.79944647
  3 41.8 86.2 2.0622 3603.16 5.6966339 66.2409745 19.4255137 3.40999861
  4 4.96 33.8 6.81452 167.648 2.23371492 168.934083 19.4255137 8.69650532
Untuk n lapisan 15.1317 5709.97  
T-07 1 210 1.51 0.00719 317.1 0.1737544 2252.63576 19.7839678 113.861678
  2 75.3 15 0.1992 1129.5 1.72603711 226.765333 19.7839678 11.4620755
  3 11 70.4 6.4 774.4 8.10086751 48.3164773 19.7839678 2.4422036
  4 23.8 49.6 2.08403 1180.48 5.70742938 68.5782258 19.7839678 3.46635349
Untuk n lapisan 8.69043 3401.48  
T-08 1 11 0.564 0.05127 6.204 0.09966648 4882.79965 22.0601775 221.339998
  2 145 0.745 0.00514 108.025 0.13165164 3696.50872 22.0601775 167.564777
  3 17.4 42.3 2.43103 736.02 7.47498569 65.1039953 22.0601775 2.95119997
  4 24.5 77.7 3.17143 1903.65 13.7306475 35.4427156 22.0601775 1.60663782
Untuk n lapisan 5.65887 2753.9  
T-09 1 18.6 0.408 0.02194 7.5888 0.07426417 21216.1882 39.6938615 534.495447
  2 214 1.11 0.00519 237.54 0.20204223 7798.3827 39.6938615 196.463191
  3 13.4 3.34 0.24925 44.756 0.60794689 2591.67808 39.6938615 65.2916594
  4 112 8.71 0.07777 975.52 1.58539444 993.823743 39.6938615 25.037215
  5 12.8 58.5 4.57031 748.8 10.6481716 147.969313 39.6938615 3.72776312
  6 108 61.5 0.56944 6642 11.1942317 140.751298 39.6938615 3.54592102
Untuk n lapisan 5.4939 8656.2  
T-10 1 11.3 0.907 0.08027 10.2491 543.234377 21159.9152 3390.39723 6.24113158

68
  2 1.78 77.3 43.427 137.594 1.00405291 248.279988 15.7888012 15.725069
  3 446 42.7 0.09574 19044.2 455.431508 449.462368 452.437094 0.99342511
Untuk n lapisan 43.603 19192  
T-11 1 5.97 0.654 0.10955 3.90438 0.02825474 668.204121 4.34510475 153.783202
  2 0.615 0.501 0.81463 0.30812 0.02164469 872.266457 4.34510475 200.746934
  3 8.85 1.3 0.14689 11.505 0.05616386 336.158073 4.34510475 77.3647799
  4 1.46 30.8 21.0959 44.968 1.33065148 14.1884901 4.34510475 3.26539656
  5 19.6 19.2 0.97959 376.32 0.82949703 22.7607029 4.34510475 5.23824031
Untuk n lapisan 23.1466 437.005  
T-12 1 2.36 2.57 1.08898 6.0652 0.10263719 120.144436 3.51159323 34.213654
  2 1.58 36.7 23.2278 57.986 1.46567502 8.4133842 3.51159323 2.39588803
  3 18.4 13.3 0.72283 244.72 0.53115743 23.2158797 3.51159323 6.61120984
Untuk n lapisan 25.0397 308.771  
T-13 1 19.9 0.801 0.04025 15.9399 0.06764973 19.9 1.16027136 17.1511603
  2 2.55 26.2 10.2745 66.81 2.21276269 2.55 2.37540415 1.07350154
  3 15.6 23.8 1.52564 371.28 2.01006687 15.6 5.599736 2.78584562
Untuk n lapisan 11.8404 454.03  
T-14 1 6.44 0.864 0.13416 5.56416 0.0255966 321.465116 2.86852145 112.066485
  2 2.59 4.85 1.87259 12.5615 0.14368464 57.2671876 2.86852145 19.9640089
  3 0.983 29.4 29.9084 28.9002 0.87099556 9.4471381 2.86852145 3.29338242
  4 11.2 20.6 1.83929 230.72 0.6102894 13.4828087 2.86852145 4.70026422
Untuk n lapisan 33.7545 277.746  
T-15 1 1.38 0.806 0.58406 1.11228 0.0246061 597.50866 3.83436571 155.829857
  2 0.445 1.26 2.83146 0.5607 0.03846612 382.215857 3.83436571 99.6816387
  3 3.37 2.7 0.80119 9.099 0.0824274 178.3674 3.83436571 46.5180981
  4 0.3 7.4 24.6667 2.22 0.22591212 65.0799973 3.83436571 16.9728196

69
  5 11 42.6 3.87273 468.6 1.30052114 11.3049761 3.83436571 2.94833016
Untuk n lapisan 32.7561 481.592  
T-16 1 1.36 0.747 0.54926 1.01592 0.02957443 747.510201 4.70182843 158.982875
  2 8.6 0.197 0.02291 1.6942 0.00779942 2834.46761 4.70182843 602.843693
  3 1.3 31.2 24 40.56 1.23523738 17.8971192 4.70182843 3.80641691
  4 27.4 18.8 0.68613 515.12 0.7443097 29.7016021 4.70182843 6.31703231
Untuk n lapisan 25.2583 558.39  
T-17 1 3.08 1.45 0.47078 4.466 0.06781626 231.870897 3.96542766 58.4731123
  2 1.24 1.9 1.53226 2.356 0.08886268 176.954105 3.96542766 44.6242172
  3 6.73 2.46 0.36553 16.5558 0.11505379 136.67187 3.96542766 34.4658588
  4 0.785 11 14.0127 8.635 0.51446816 30.5648 3.96542766 7.70781934
  5 7.8 39 5 304.2 1.82402349 8.62084103 3.96542766 2.17400033
Untuk n lapisan 21.3813 336.213  
T-18 1 7.58 1.73 0.22823 13.1134 0.04852064 667.966127 5.6929906 117.331324
  2 2.56 87.8 34.2969 224.768 2.46249244 13.1615194 5.6929906 2.31188145
  3 28.5 32.2 1.12982 917.7 0.90310087 35.8876211 5.6929906 6.30382582
Untuk n lapisan 35.6549 1155.58  

70
BAB VI

KESIMPULAN SEMENTARA

1. Lapisan batuan di daerah penelitian berupa perselingan batu pasir dan lempung,
batu kerikil, batu lempung, batu pasir dan intrusi air laut, dengan variasi nilai
resistivitas dari yang terkecil hingga besar yaitu 0.108 Ωm – 218 Ωm . Akuifer
diidentifikasi dengan lapisan alluvium berupa pasir.
2. Berdasarkan penampang hasil korelasi, pada lokasi penelitian di Desa Rantau
rasau akuifer diidentifikasi memiliki variasi nilai resistivitas berkisar 11.3 Ωm -
34.8 Ωm yang diidentifikasi berada pada kedalaman 50.8 m-128 m dan
diinterpretasi sebagai akuifer tertekan yang dibatasi oleh lapisan akuiklud.
Lokasi penelitian di Desa Simpang akuifer diidentifikasi memiliki variasi nilai
resistivitas berkisar 10.1 Ωm – 218 Ωm yang diidentifikasi berada pada
kedalaman 1.39 m- 68 m yang diinterpretasi sebagai akuifer bebas yang dibatasi
oleh lapisan akuitar dibagian atas dan lapisan akuiklud dibagian bawahnya.
Pada lokasi penelitian di Desa Majelis Hidayah akuifer diidentifikasi memiliki
variasi nilai resistivitas berkisar 11.2 Ωm - 27.4 Ωm yang diidentifikasi berada
pada kedalaman 30 m -35 m yang diinterpretasi merupakan akuifer bebas yang
dibatasi oleh lapisan akuiklud dibagaian bawahnya.
3. Intrusi air laut diidentifikasi berada di lokasi penelitian di Desa Majelis
Hidayah yang berada dekat dengan laut, intrusi air laut diidentifikasi memiliki
variasi nilai resistivitas berkisar 0.3 Ωm - 0.983 Ωm.

71
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Widya Seto. 2016. "Inversi 2d Data Geolistrik Untuk Menentukan Bidang
Gelincir Tanah Sebagai Referensi Pembangunan Jalan Lintas Wajo-Morowali
Sulawesi Tengah". Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknik. Universitas
Lampung :Bandar Lampung.

Satuti Andriyani, Ari Handono Ramelan, dan Sutarno. 2010. "Metode


Geolistrik Imaging Konfigurasi DipoleDipole digunakan digunakan Untuk
Penelusuran Sistem Sungai Bawah Tanah Pada Kawasan Karst Di Pacitan ,Jawa
Timur". Jurnal EKOSAINS. II(1) : 46–54.

Harjito, H. 2013. "Metode Vertical Electrical Sounding (VES) untuk Menduga


Potensi Sumberdaya Air". Jurnal Sains &Teknologi Lingkungan. 5(2). 127–140.

Herlambang, A., 1996. Kualitas Air Tanah Dangkal di Kabupaten Bekasi.


Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Istiqamah, Nuril. 2018. "Studi Potensi Air Tanah Menggunakan Metode


Geolistrik Resistivitas(Studi Kasus di Desa Rajekwesi, Kecamatan Kendit,
Kabupaten Situbondo) ". Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Sains Dan Teknologi.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim : Malang.

Juandi, Ahmad, A., Edisar., Syamsulduha. 2013. Analisis parameter akuifer


bebas kota pekanbaru untuk Keberlanjutan air bawah tanah. Pekanbaru : FMIPA
Universitas Riau.

Krisna, Putu Sai. 2019. "Identifikasi Zona Akuifer Air Tanah Dengan Metode
1D Geolistrik Resistivitas Dan Well Logging Pada Daerah Lampung Timur Dan Way
Kanan". Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknik. Universitas Lampung : Bandar
Lampung.

Kunetz, G. 1966 . Principles of Direct Current Resistivity Surveying. Gebrüder


Borntraeger : Berlin

72
Kusnaidi. 2009. "Geologi Dan Geokimia Daerah Panas Bumi Geragai
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi". Kelompok Penyelidikan Panas
Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi.

Kusumandari, Agesti. 2015. "Aplikasi metode geolistrik resistivitas untuk


mengidentifikasi lapisan akuifer di bumi perkemahan ragunan jakarta". Skripsi. Tidak
diterbitkan. Fakultas Sains Dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah : Jakarta.

Lowrie, W. 2007. Fundamental of Geophysics. Newyork: Cambridge


University Press.

Milsom, J. 2003. Field Geophysics Third Edition. John Willey and Sons Ltd,
249 p. England.

Muzaki, M. Rifki. 2017. "Aplikasi Metode Geolistrik Untuk Menentukan


Letak dan Kedalaman Sumber Air Di Perumahan Puri Sartika Semarang". Skripsi.
Tidak diterbitkan. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Negeri Semarang : Semarang.

Naufaldi, Muhammad Iqbal. 2019. Analisis Pola Lapisan Bawah Permukaan


Dan Arah Aliran Air Pada Rel Kereta Api Dengan Data Resistivitas, Studi Kasus:
Martapura, Sumatera Selatan. Skripsi Tidak diterbitkan. Teknologi Sumatera :
Lampung Selatan.

Partika, Pratiwi Ayurizky. 2019. "Identifikasi Zona Akuifer Aair Tanah


Menggunakan Metode Resistivitas dan Well Logging Di Desa Waringin Sari Barat,
Waringin Sari Timur dan Sidodadi, Kabupaten Pringsewu, Lampung". Skripsi. Tidak
diterbitkan. Fakultas Teknik. Universitas Lampung : Bandar Lampung.

Reynold, J. M. 1997. An Introduction to Apllied and Environment Goephysics.


England: Jhon Wiley & Sons, Ltd.

Reynold, J. M. 2005. An Introduction to Apllied and Environment Goephysics.

73
England: Jhon Wiley & Sons, Ltd.

Risanti,dkk. 2018."Hidrostratigrafi Akuifer dan Estimasi Potensi Airtanah


Bebas Guna Mendukung Kebutuhan Air Domestik Desa Sembungan". Majalah
Geografi Indonesia. 32(1). 108.

Riyadi, Agung. 2014. "Karakteristik Air Tanah Di Kecamatan Tamansari Kota


Tasikmalaya". Jurnal Teknik Lingkungan. 8(3). 197–206.

Rizka dan Soni Satiawan. 2019. "Investigasi Lapisan Akuifer Berdasarkan Data
Vertical Electrical Sounding (VES) dan Data Electrical Logging ; Studi Kasus
Kampus ITERA". Bulletin Of Scientific Contribution Geology. 17(2). 91–100.

Saleh, Fitriyah Irmawati Elyas. 2011. "Strategi Pengembangan Kota Jambi


Menuju Riverfront City". Thesis. Tidak diterbitkan. Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor : Bogor.

Sutandi. 2012. "Air Tanah". Penelitian. Tidak terbitkan. Fakultas Teknik.


Universitas Kristen Maranatha : Bandung.

Syofyan. 2017. "Identifikasi Keberadaan Air Tanah Menggunakan Metode


Geolistrik Resitivitas Konfigurasi Schlumberger Di Daerah Pandawa, Jorong Tarok,
Kecamatan 2 X 11 Kayu Tanam". Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Teknik.
Universitas Negeri Padang : Padang.

Syuhada dan Anggono, Titi.2013. Penentuan Transmisivitas Akuifer Di Daerah


Padarincang Dengan Menggunakan Data Geolistrik Sounding.Banten : LIPI.

Telford, M. W., Gerdart, L. P., Sheriff, R. E, Keys, D. A.1990. Applied


Geophysics.USA: Cambrige University Press.

Todd, D. K.1980. Groundwater Hydrologi. New York: Jhon Wiley And Sons
Inc.

Rizky Rahmadi Wardhana, Dwa Desa Warnana, dan Amien Widodo. 2017.

74
"Identifikasi Intrusi Air Laut Pada Air Tanah Menggunakan Metode Resistivitas 2D
Studi Kasus Surabaya Timur". Jurnal Geosaintek. 3(1). 17.

Wiranti. 2013. "Metode Geolistrik Untuk Mendeteksi Akuifer Airtanah di


Daerah Sulit Air (Studi Kasus Di Kecataman Takeran, Poncol Dan Parang,
Kabupaten Magetan)". Angkasa. 5(1). 83–94.

Yuristina. 2015. "Pendugaan Persebaran Air Bawah Permukaan Metode


Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger Di Desa Tanggungarjo Kabupaten
Grobogan". Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Negeri Semarang : Semarang.

75

Anda mungkin juga menyukai