SKRIPSI
Disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti
Oleh
Josse Farros Purnama
073001600032
i
TITLE PAGE
STUDY OF AQUIFER ZONE USING VERTICAL
ELECTRONIC SOUNDING GEOLISTRIC METHOD AT
PENCIL AND SELING VILLAGE, KARANGSAMBUNG,
KEBUMEN, CENTRAL JAVA.
FINAL ASSIGNMENT
Submitted as a requirement to obtain Undergraduate in study program
Mining Engineering, Faculty of Earth Tecnology and Energy
By
Josse Farros Purnama
073001600032
ii
LEMBAR PENGESAHAN
STUDI PEMETAAN ZONA PENYEBARAN AKUIFER
DENGAN MENGGUNAKAN METODE VERTICAL
ELECTRONIC SOUNDING GEOLISTRIK DI
DESA PENCIL DAN SELING, KARANGSAMBUNG,
KEBUMEN, JAWA TENGAH
SKRIPSI
Disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti
Oleh :
Josse Farros Purnama
073001600032
Foto
2x3
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
TIM PENGUJI
1. Dr. Ir. Irfan Marwanza, M.T. Ketua Penguji (............................)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Materai
Rp 6000-,
v
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Materai
Rp 6000-,
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur serta terima kasih kepada Tuhan Yang Maha esa atas berkat
dan karunia-Nya lah sehingga skripsi yang berjudul “Studi Pemetaan Zona
Penyebaran Akuifer dengan Menggunakan Metode Vertical Electronic
Sounding Geolistrik di Desa Pencil dan Seling, Karangsambung, Kebumen,
Jawa Tengah”.” ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Pada kesempatan ini, penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini :
1. Tuhan Yang Maha Esa, telah memberikan saya waktu hingga saat ini untuk
menyelesaikan penelitian saya ini untuk menyelesaikan skripsi saya.
2. Ali Purnama, Siti Khotijah, dan Zalfa Firdaus Purnama yang telah
memberikan support baik dalam moral maupun finansial.
3. Bapak Dr. Irfan Marwanza, S.T., M.T. selaku ketua program studi Teknik
Pertambangan yang telah mengayomi mahasiswa/i selama perkuliahan
berlangsung.
4. Bapak Reza Aryanto, S.T., M.T., Selaku Dosen Wali, Koordinator TA, dan
Pembimbing Utama dalam Penelitian saya, yang telah menyempatkan
waktu untuk membimbing saya sejak awal masuk kuliah sehingga saya
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Ir. Taat Tri Purwiyono, M.T., Selaku dosen pembimbing
pendamping yang juga telah menyempatkan waktunya untuk membimbing
saya dan memberikan saran-saran kepada saya.
6. Tim Halu selaku tim saya dalam penelitian ini, yang telah berjuang susah
payah, panas-dingin, siang-malam untuk mensupport saya baik secara fisik,
emosional, dan moral.
7. Siti Zahrah Utami, selaku pendamping saya, yang telah memberikan
support baik kehadiran, finansial, dan juga sebagai tempat saya berkeluh
kesah tentang perjalanan saya.
8. Seluruh saudara-saudari HMTT Usakti yang telah menemani saya dalam
pengerjaan skripsi ini, terutama saudara Zico Romiansyah dan Damitra
Faris Akbar yang selalu ada Ketika saya butuh teman untuk bercerita.
vii
9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik pertambangan trisakti yang telah
berproses selama masa pembelajaran.
Peneliti menyadari, masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan ini, oleh
karena itu peneliti sangat mengharapkan ketersediaan para pembaca untuk
mengkritik dan memberikan saran kepada peneliti, akhir kata semoga tulisan ini
dapat digunakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pembaca.
viii
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
x
DAFTAR ISI
xi
IV.6
Analisis Litologi Batuan............................................................ 38
IV.7
Analisis Keterdapatan Akuifer .................................................. 40
IV.8
Perhitungan Persen Kebenaran Pengambilan Data ................... 42
IV.9
Data Akuifer Bebas dan Tertekan ............................................. 43
IV.10
Peta Keterdapatan dan Peta Isopach Akuifer Bebas dan
Tertekan....................................................................................... 45
IV.11 Penampang Akuifer ................................................................. 48
IV. 12 Rekomendasi Sumur dan Solusi Kekeringan ......................... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 51
V.1 Kesimpulan ................................................................................. 51
V.2 Saran ........................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52
LAMPIRAN .......................................................................................................... 54
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
Gambar IV.8 Peta Ketebalan Akuifer Tertekan 49
Gambar IV.9 Indeks Penampang 50
Gambar IV.10 Penampang Akuifer A-A’ 50
Gambar IV.11 Penampang Akuifer B-B’ 50
Gambar IV.12 Penampang Akuifer C-C’ 51
Gambar IV.13 Peta Rekomendasi Sumur 51
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1
dikeluarkan cukup mahal. Sedangkan pemetaan penyebaran akuifer pada area
pertambangan digunakan untuk perencanaan sistem penirisan tambang, air yang
menggenang di area tambang dapat menjadi permasalahan yang serius, seperti
kerusakan alat tambang, terganggunya produktivitas, serta kelembapan lapisan
batuan. Hal tersebut dapat dihindari dengan melakukan perencanaan sistem
penirisan tambang, sistem penirisan tambang terbagi menjadi mine drainage dan
mine dewatering. Untuk melakukan perencaan sistem penirisan tambang,
diperlukan pemetaan penyebaran akuifer untuk mengetahui karakteristik dan
potensi dari lapisan akuifer yang terdapat pada area pertambangan.
2
I.5 Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan wawasan mahasiswa dengan kondisi nyata di lapangan serta
dapat menambah kemampuan dengan keyakinan akan teori-teori dasar ilmu
yang telah diperoleh didalam perkuliahan.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan peneliti lain yang bertujuan meneliti
topik yang sama.
3. Hasil penelitian dapat dijadikan landasan penentuan titik untuk pembuatan
sumur sebagai sumber air alternatif desa setempat.
3
I.6.3 Penelitian Bondan Fortian dkk pada tahun 2019
• Penelitian yang dilakukan di Desa Kedungwaru, Kecamatan Karangsambung,
Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah
• Terdapat dua jenis akuifer berupa akuifer bebas dengan kedalaman 1-3 m dan
tertekan di kedalaman 7-22 m di Desa Kedungwaru
• Akuifer bebas memiliki ketebalan bervariasi hingga 22 m dan akuifer tertekan
memiliki variasi ketebalan hingga 19 m.
• Persebaran akuifer tertekan lebih kompleks dibandingkan akuifer bebas.
4
BAB II TINJAUAN UMUM
Pencil
Seling
Gambar II.1 Lokasi Penelitian Desa Pencil dan Seling (Google earth, 2020)
II.2 Kekeringan
Kekeringan belum memiliki definisi yang universal, dikarenakan bagi setiap
negara kekeringan bisa bermakna berbeda-beda, seperti kekeringan di Afrika pasti
berbeda arti dengan kekeringan di Indonesia. Oleh karena itu, definisi kekeringan
ini berdasarkan WMO, kekeringan merupakan sebagai satu periode kering yang
berkepanjangan dalam siklus iklim alami yang dapat terjadi di mana saja di dunia.
Kekeringan berdampak luas dan bersifat lintas sectoral mulai dari pertanian,
ekonomi, Pendidikan hingga Kesehatan.
5
Meskipun kekeringan belum dapat didefinisikan secara universal, namun
karena kekeringan terjadi hampir di setiap tempat maka kekeringan dapat
dikelompokkan berdasarkan klasifikasi dampaknya. WMO membuat klasifikasi
kekeringan dalam empat jenis, yaitu kekeringan meteorologis, kekeringan
hidrologis, kekeringan pertanian, dan kekeringan sosioekonomi. Mekanisme
klasifikasi kekeringan mulai dari kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis,
kekeringan pertanian, hingga kekeringan sosioekonomi sebagaimana tersaji pada
gambar berikut.
6
disbanding rata-ratanya baik pada skala bulanan ataupun tahunan. Kekeringan
meteorologis belum tentu menimbulkan ancaman kekeringan. Akan tetapi pada
tempat-tempat yang miskin cadangan air tanah dan sangat bergantung pada
hujan, kekeringan ini dapat memberikan dampat yang serius.
7
II.3 Siklus Hidrologi
Siklus Hidrologi adalah siklus dimana air akan menguap dari permukaan bumi
menuju ke atmosfer dan kembali lagi ke permukaan sebagai kondensasi. Air
menguap dari banyak permukaan berarti dimulainya dari proses hidrologi. Uap air
yang telah sampai di atmosfer akan berubah menjadi titik air yang disebut
kondensasi dan menyebabkan terbentuknya awan. Ketika titik-titik air semakin
berat dan tidak mampu melayang, maka akan jatuh ke permukaan bumii dan
ditangkap terlebih dahulu oleh permukaan tanaman (interception), kemudian jatuh
ke permukaan tanah (precipitation). Air yang jatuh yang biasa disebut dengan air
hujan ini jatuh ke permukaan bumi dapat mengalir di permukaan tanah dan disebut
limpasan permukaan atau bahkan air hujan tersebut dapat masuk ke dalam tanah
(infiltrasi). Air yang dapat terinfiltrasi tergantung pada kelembaban tanah, kapasitas
tanah untuk menahan air, dan ukuran pori – pori pada tanah.
Terjadinya aliran bawah permukaan (interflow) dikarenakan pergerakan air di
bawah tanah (percolation) dapat mencapai batuan yang memiliki tingkat
permeabilitas terbatas, interflow tersebut menuju lautan kemudian terjadi
penguapan ke atmosfer dan terjadi daur hidrologi kembali.
8
II.4 Curah Hujan
Hujan adalah proses ketika titik-titik air yang ada di langit (awan) sudah
terlalu berat dan tak mampu lagi untuk melayang, sehingga terjatuhnya titik-titik
air tersebut menjadi presipitasi dalam fasa cair. Sedangkan curah hujan adalah
perbandingan antara volume air hujan dengan luas alasnya. Secara rumus
digambarkan sebagai berikut :
𝑽
h=
𝑨
Keterangan :
h = curah hujan (mm)
V = volume air hujan (mm3)
A = luas alas penampung (mm2)
Karena curah hujan merupakan perbandingan volume dan luas alas saja
maka pada hujan yang sama tinggi air hujan akan selalu sama namun yang
berbeda merupakan volume air hujannya. Curah hujan menyatakan ketinggian air
hujan yang terkumpul pada tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan
tidak mengalir. Curah hujan memiliki satuan (mm) yang berarti bahwa pada
luasan 1 meter persegi pada tempat datar tertampung air setinggi satu milimeter
atau tertampung sebanyak satu liter.
9
II.5 Formasi Batuan
Berdasarkan Stratigrafi yang akan dilakukan penelitian yang sudah disusun
oleh beberapa penulis, yaitu Van Bemmelen (1949) dan Asikin (1992). Secara
regional di Jawa Tengah terdapat dua zona pegunungan, yaitu zona Pegunungan
Serayu Selatan yang terletak di bagian selatan dan zona pegunungan Serayu Utara
yang terletak di bagian Utara (Van Bammelen, 1949). Perbedaan yang mendasari
anatar kedua zona tersebut terletak pada stratigrafi, lingkungan pengendapan,
ganesa dan tektoniknya.
Penguraiannya dapat diurutkan secara singkat berdasarkan pengendapan
sedimen dari yang berumur tua sampai muda menurut Sukendar Asikin (1992) yaitu
formasi Karangsambung, formasi Totogan, Formasi Waturanda, Formasi
Ponosogan. Anggota Breksi Formasi Halang, Formasi Halang, Formasi Penitron.
Batuan tertua yang ada pada daerah ini terdiri atas berbagai macam
bongkahan yang tercampur umumnya secara tektonik, dalam masa dasar serpih dan
batu lempung hitam bersisik (sheared) yang diperkirakan berumur Kapur Akhir
samapi Palaeosen. Diamater yang memiliki rata – rata hingga lebih dari 1 m.
Bongkahan ini terdiri dari batuan basal, rijang, batuan basa dan batuan ultra basa,
sekis Filit, dan Greywake. Kelompok batuan ini masuk kedalam Komplek Luk Ulo.
10
Berdasarkan keberadaan lokasi penelitian, formasi batuan yang terdapat pada
lokasi penelitian ada 3 jenis formasi batuan, yaitu Aluvium yang terdiri dari
lempung, lanau, pasir dan kerakal, Formasi Waturanda yang terdiri dari batupasir
kasar, dan di dominasi oleh Formasi Ponosogan yang terdiri dari batupasir
gampingan, batulempung, tuf, napal dan kalkarenit.
11
meloloskan air) batuan dapat dibedakan menjadi 4, yaitu akuifer, akuiklud,
akuitard, dan akuifug.
II.6.1 Akuifer
Akuifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok suatu formasi satuan
geologi yang dapat memperlakukan air baik yang terkonsolidasi (misalnya
lempung) ataupn yang tidak terkonsolidasi (misalnya pasir) dengan kondisi jenuh
air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidraulik (K), sehingga dapat
membawa air dalam jumlah (kuantitas) yang ekonomis.
II.6.4 Akuifug
Akuifug adalah lapisan batuan yang tidak dapat menyimpan dan
mengalirkan airtanah seperti batuan beku dan batuan metamorf dan kalaupun ada
air pada lapisan batuan tersebut hanya berada pada kekar atau rekahan batuan
saja.
12
II.7 Kondisi Akuifer
Berdasarkan keberadaannya pada bawah tanah, akuifer bisa terdapat dalam
kondisi saling tumpah tindih antara satu dengan lainnya tergantung lapisan batuan
yang membawa dan berada di bagian atas ataupun bawahnya, oleh karena itu
kondisi akuifer di bawah tanah dapat digolongkan sebagai berikut.
Gambar II.7 Sketsa Akuifer Bebas dan Akuifer Tertekan (BPSDM, 2019)
13
II.8 Konduktivitas Hidraulik
Konduktivitas hidraulik (K) adalah sifat material geologis yang mengandung
air berkaitan dengan kemampuannya untuk mengalirkan air pada suhu dan
kepadatan standar. Hal ini biasa dikenal sebagai koefisien permeabilitas.
Konduktivitas hidraulik tergantung pada ukuran dan bentuk pori-pori,
efektivitas interkoneksi antar pori-pori dan sifat fisik dan kimia air yang terkandung
dalam bukaan atau pori. Jika saluran interkoneksi kecil, maka volume air yang
lewat pori ke pori dan konduktivitas yang dihasilkan rendah (Gambar II.8 A).
Sedangkan jika pori disusun dari utir kasar maka konduktivitas hidrauliknya tinggi
(Gambar II.8 B).
II.9 Geolistrik
Metode geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang digunakan untuk
pendugaan keadaan bawah permukaan serta untuk mengetahui jenis bahan
penyusun batuan berdasarkan sifat kelistrikan batuan. Berdasarkan jenisnya,
geolistrik dibedakan menjadi metode geolistrik aktif dan pasif. Metode geolistrik
aktif adalah metode geolistrik yang metode pengukurannya menggunakan masukan
sejumlah arus tertentu. Sedangkan, Metode geolistrik pasif adalah metode yang
memanfaatkan sifat kelistrikan yang sudah ada pada material contohnya adalah
potensial diri atau self potential. Geolistrik resistivity memiliki prinsip bahwa tiap
material mempunyai nilai resistivity tertentu ketika diinjeksikan oleh sejumlah arus
listrik tertentu. Dalam operasionalnya, metode ini digunakan untuk mengetahui dan
14
mengerti hubungan antara besaran yang terukur dengan parameter-parameter yang
mendefinisikan stratifikasi resistivity di bawah permukaan, sehingga tujuan dari
pendugaan resistivity adalah untuk menyelidiki perubahan resistivity batuan
terhadap kedalaman. Nilai resistivity batuan tergantung pada material, densitas,
porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu.
Akuifer yang terdiri atas material lepas seperti pasir dan kerikil mempunyai nilai
resistivity kecil, karena lebih mudah untuk menyerap air tanah.
ΔV
ρ=K
I
Keterangan :
K = Konfigurasi
15
Gambar II.9 Sketsa Vertical Electronic Sounding (EIG, 2021)
16
Gambar II.10 Sketsa Konfigurasi Schlumberger
Keterangan :
K : Konfigurasi Schlumberger
L : Jarak A-B
l : Jarak M-N
17
terhubung melalui dua buah elektroda potensial (M dan N) yang jaraknya lebih
pendek daripada jarak elektroda A dan B.
Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh
arus listrik ini sama dengan setengah dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila
digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran
arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari jari AB/2, dengan maksimum
kedalaman efektif yang bisa ditampilkan adalah AB/6 (Effendy, 2012). Hal ini
menyebabkan apabila posisi jarak elektroda arus (A dan B) diubah menjadi lebih
besar maka tegangan listrik atau beda potensial yang terjadi pada elektroda
potensial (M dan N) ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang
terinjeksi pada kedalaman yang lebih besar. Pengukuran ini menghasilkan nilai kuat
arus (I), beda potensial (ΔV), dan jarak spasi antar elektroda (n). Dari beda potensial
yang diukur dapat ditentukan variasi resistivity masing masing lapisan dibawah
permukaan, yang selanjutnya memungkinkan dilakukan interpretasi geologi untuk
membuat model geologi bawah permukaan berdasarkan sifat kelistrikan tersebut.
18
densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan
suhu. Aquifer yang terdiri atas material lepas seperti pasir dan kerikil mempunyai
nilai resistivity kecil, karena lebih mudah untuk menyerap air tanah. Adapun
material lain yang memiliki harga resistivity. Terlihat pada table II.1.
Air asin
Basalt 10 −107
Sekis 10 −104
19
Harga dalam resistivity juga terkandung dalam batuan, Tabel II.2
memperlihatkan harga Resistivity.
Kelompok
Tanah lanau
20
II.10 Interpolasi IDW (Inverse Distance Weighted)
21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
22
1. Ketersampaian : Mudah atau tidaknya titik penelitian di jangkau, karena
berdasarkan penelusuran melalui google earth Desa Pencil dan Seling masih
didominasi oleh tata guna lahan hutan dan sawah serta jalan yang bisa di akses
di Desa Seling dan Pencil masih tergolong minim.
2. Representatif : Bisa dianggap cukup untuk mewakili satu area penelitian,
yaitu dengan menjadikan segala tata guna lahan dan keberagaman desa tersebut
sebagai titik penelitian.
3. Arah Aliran Air : Memperhatikan lokasi-lokasi terkumpulnya air pada elevasi
rendah (Gambar III.1.1), untuk lebih mudah mendeteksi lapisan akuifer yang
ada di bawah permukaan tanah.
23
Gambar III.2 Peta Titik Lokasi Penelitian
24
Gambar III.3 Alat Geolistrik GL-4200P Single Channel
III.3 Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan pada bulan September 2020, musim kemarau,
sumber data yang dikumpulkan terdiri dari 2 jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder.
III.3.1 Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan melalui proses pengamatan
serta pengukuran langsung di lapangan, data-data tersebut meliputi :
1. Data koordinat, elevasi, dan tata guna lahan titik penelitian menggunakan
GPS dan juga survey langsung untuk menentukan tata guna lahan yang
terdapat pada area penelitian.
2. Data geolistrik yang berisikan kuat arus, beda potensial, dan Panjang
bentangan. Cara pengambilan data adalah dengan melakukan pengukuran
langsung di lapangan menggunakan alat geolistrik singlechannel dengan
menancapkan keempat elektroda yang masing-masing merupakan
elektroda arus dan potensial, lalu melakukan injeksi arus kepada elektroda-
elektroda tersebut yang disalurkan menggunakan kabel
penghubung,setelah arus diinjeksi maka akan terbaca kuat arus yang
dialirkan dan data potensial yang terbaca pada percobaan, kegiatan tersebut
dilakukan terus-menerus hingga data yang didapatkan cukup.
3. Data sumur yang meliputi jumlah sumur, koordinat sumur, elevasi sumur,
tinggi bibir sumur (T), kedalaman muka air (D), dan tebal air (B).
pengukuran sumur menggunakan alat GPS dan meteran, cara pengukuran
dengan menentukan dan mencari lokasi-lokasi sumur yang terdapat pada
25
sekitar area penelitian, selanjutnya dilakukan pengeplotan titik lokasi pada
GPS dan diukur beberapa variable untuk data sumur, seperti tinggi bibir
sumur dari permukaan tanah, keterdapatan permukaan air dari bibir sumur,
dan juga ketebalan air menggunakan meteran yang ujungnya diikatkan
dengan bandul.
26
Proses pengolahan data pada software progress 3.0 bisa di lihat pada gambar III.4.
Pada tahap ke-1 dilakukan input data ½ AB (m) dan data resistivitas
semu pada kolom spacing untuk ½ AB (m) dan observed data untuk resistivitas
semu, setelah itu klik tanda panah pada tab forward modelling, Ketika diminta
untuk save file beri identitas untuk titik penelitian sesuai data yang di input.
Tahap ke-2 data telah di input dan isi data data di kolom spacing dan
observed data sesuai dengan model hasil interpretasi software progress 3.0, lalu
klik tanda panah pada tab invers modelling.
Tahap ke-3 setelah klik tanda panah invers modelling, software akan
berusaha untuk meminimalisir error yang terjadi di lapangan Ketika
pengambilan data dengan memperhatikan nilai resistivitas sebenarnya dan jarak
elektroda arus (AB).
Tahap ke-4 klik interpreted data untuk menginterpretasikan data yang
sudah di minimalisir galatnya untuk menjadi log vertical. Data log ini yang dapat
di olah ke tahap selanjutnya menggunakan software ArcGis 10.6 untuk dijadikan
data stratigrafi batuan terduga.
27
III.4.3 ArcGis 10.6
Data yang sudah di olah software progress yaitu log vertical dengan
resistivitas sebenarnya dapat di olah dengan software ArcGis 10.6 menjadi peta
persebaran akuifer berdasarkan resistivitas batuan dengan metode interpolasi
Inverse Distance Weighted. Proses pengolahan data menggunakan ArcGis 10.6
dapat di lihat pada gambar III.5
28
Tahap ke-5 tahap terakhir yaitu pencarian IDW (3D Analyst) pada
kolom search untuk menginterpolasikan data-data berdasarkan data yang sudah
ada nilainya, tunggu hingga proses selesai hingga terbentuknya peta.
29
Studi Literatur
Survey Lapangan
Pengambilan Data
Pengolahan Data
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
31
Titik X Y Z Tata Guna Lahan
DP-4 -7.603333333 109.6836111 250 Sawah
DS-15 -7.60825 109.67075 160 Kebun
DP-12 -7.601027778 109.68025 238 Mukim
DS-6 -7.599722222 109.6654722 53 Hutan
DS-11 -7.607472222 109.66425 138 Mukim
DS-1 -7.598888889 109.6553611 44 Sawah
DS-16 -7.603277778 109.66925 135 Sawah
DS-14 -7.600888889 109.6691667 124 Kebun
DS-7 -7.609361111 109.6747778 155 Hutan
DS-3 -7.601888889 109.6756389 155 Sawah
JO-1 -7.605888889 109.6763333 207 Kebun
JO-2 -7.6045 109.6752778 180 Sawah
JO-3 -7.605555556 109.6744444 181 Hutan
FL-1 -7.601027778 109.6584722 34 Sawah
FL-6 -7.599775 109.6586278 45 Sawah
FL-7 -7.599913889 109.6597 56 Sawah
FL-8 -7.601858333 109.6602083 49 Sawah
JO-6 -7.606861111 109.6736389 172 Mukim
V-2 -7.603 109.6727778 156 Sawah
V-4 -7.602916667 109.6780278 198 Hutan
V-6 -7.599388889 109.6835833 221 Sawah
V-1 -7.602083333 109.66325 114 Hutan
V-5 -7.609166667 109.6659722 152 Mukim
V-3 -7.607416667 109.6770833 213 Sawah
2016 310 421 345 556 347 331 156 69 510 634 807 594
2017 535 463 426 283 74 138 24 10 170 551 486 587
32
IV.2 Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Pada penelitian ini menggunakan data curah hujan dengan periode waktu 5
tahun, yaitu dari tahun 2015-2019. Sumber data diperoleh dari Badan
Meteorologidan Geofisika (BMKG). Data di ambil pada stasiun Kaligending.
Untuk pengolahan data curah hujan dibagi menjadi 2, yaitu bulan kering dan bulan
basah. Bulan kering terjadi dari bulan April hingga September. Sedangkan untuk
bulan basah terjadi dari bulan Oktober hingga Maret. Dilakukan pembagian seperti
di atas agar dapat mempermudah penulis dalam membandingkan curah hujan pada
bulan kering dan bulan basah. Didapatkan data rata-rata jam hujan per-hari yaitu
1,19 mm/jam untuk bulan basah dan 2.23 mm/jam untuk bulan kering (Joshua,
2021). Data tersebut akan digunakan untuk perhitungan curah hujan sebagai
berikut:
343,665 24 2/3
I=
24
(1.19)
= 106,096 mm/jam (pada bulan kemarau)
662,473 24 2/3
I= ( )
24 2,23
= 134,553 mm/jam (pada bulan penghujan)
33
4. Untuk jarak AB/2 = 4m dan MN/2 = 1m
π(42 −12 )
K= = 23.57
2𝑥1
34
π(402 −82 )
K= = 301.71
2𝑥8
35
137.3
ρ = 35.36 x126.3 = 38.4 ꭥ𝑚
36
½ MN (m) ½ AB (m) I(mA) ΔV(mV) K Ρ(ꭥm)
2 7 126,3 137,3 35,36 38,4
5 10 126,6 153,6 23,57 28,6
5 12 126,6 117,7 37,4 34,8
5 14 126,7 96,7 53,74 41,0
5 16 126,9 85,6 72,6 49,0
5 18 126,9 82,5 93,97 61,1
37
Soil
BP
Clay
BP
GL
38
Depth
DS-1 FL-5 DS-2 DS-11 V-5 DS-14 V-2 JO-1 JO-2 V-3 DS-8 FL-1 FL-8 V-1 DS-16 JO-1 DP-9 DP-10 DP-4 DP-5 DS-15 DP-12 DS-6 DS-7 DS-3 JO-3 FL-6 FL-7 JO-6 V-4 V-6
/Titik
0
SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL
1
GP GP GP CLAY BP BP SOIL SOIL BP SOIL SOIL BP BP BP BP SOIL SOIL BP BP SOIL SOIL BP BP SOIL SOIL SOIL BP BP BP BP SOIL
2
BP GP BP CLAY BP BP CLAY SOIL CLAY BP SOIL BP BP BP CLAY SOIL BP BP BP SOIL BP BP CLAY SOIL SOIL SOIL BP BP GL BP SOIL
3
BP BP BP CLAY BP CLAY BP CLAY CLAY BP BP BP BP GL CLAY CLAY BP BP GP SOIL BP BP CLAY BP SOIL SOIL BP BP GL BP SOIL
4
BP BP BP BP BP CLAY GP BP BP BP BP BP GP GL GP BP CLAY CLAY GP BP BP BP CLAY BP BP SOIL CLAY BP GL GL BP
5
BP GL GL BP GL CLAY GP BP BP BP BP CLAY GP GL GP BP CLAY GP GP GL GP BP CLAY BP BP BP GP CLAY BP GL BP
6
GP GL GL BP GL GL GP BP BP BP BP GP GP GL GL BP CLAY GP GL GL GP BP GP GL BP BP GP CLAY BP GL CLAY
7
GP GL GL BP GL GL GP BP BP GL BP GP GP GL GL BP GL GP GL GL GP BP GP GL GL GP GL CLAY BP GL GP
8
GL GL GL GL GL GL GL BP GP GL GL GP GL GL BP GL GP GL GL GP GL GP GL GL GP GL GL BP GL GP
9
GL GL GL GL GL GL BP GP GL GL GP GL GL BP GL GL GL GL GP GL GP GL GP GP GL GL GL GP
10
GL GL GL GL GL BP GP GL GL GP GL GL BP GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL
11
GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL
12
GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GP GL GL
13
GL GL GP GL GL GL GL GP GL GL GL GL GP GL GL
14
GL GP GL GL GL GL GP GL GL GP
15
GL GP GL GL GL GL GP GL GP
16
GL GP GL GL GP
GL
17
GL GP GL GL GL
GL
18
GL GL GL
19
GL GL
20
GL
21
GL
22
GL
23
GL
24
GL
Tabel IV.5 Ukuran Butir Batuan (Sanders (1981) dan Tucker (1991))
Batuan Ukuran Butir (mm)
Batupasir 1/16-2
Batulempung 1/16-1/256
Kalkarenit 0.062
39
Kalsilutit 0.005
Gambar IV.3 Lokasi Sumur dan Titik Lokasi Penelitian yang Berdekatan
Berdasarkan data peta, lokasi sumur dan titik penelitian yang berdekatan
sejumlah 6 titik memiliki kedalaman sumur dan pendugaan lapisan litologi sebagai
pembawa akuifer yang berbeda-beda. Kondisi akuifer yang terduga berdasarkan
data adalah akuifer bebas dan akuifer tertekan. Data sumur yang didapatkan
merupakan data primer yang di ambil langsung oleh peneliti beserta tim penelitian
40
di lapangan, data sumur yang di ambil berupa data koordinat sumur, data elevasi
sumur, data tinggi bibir sumur, data muka air sumur, dan data ketebalan air sumur.
Pengukuran menggunakan meteran gulung yang ujungnya diikatkan dengan bandul
(Gambar IV.4). Saat dilakukannya pengukuran data kedalaman air bervariasi yang
berkisar 0.3-1.8 meter dan ketebalan air berkisar antara 2.94-5.67 meter (Tabel
IV.6).
41
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, didapatkan data-data sumur
yang akan digunakan untuk kalibrasi data dengan data penelitian geolistrik dengan
tujuan untuk menentukan seberapa besar potensi lapisan batuan yang diduga
sebagai lapisan akuifer dan dialirkan air dalam bentuk persentase. Berikut data-data
sumur yang di dapatkan di lapangan dengan keterangan T adalah tinggi bibir sumur,
D adalah keterdapatan permukaan air dari bibir sumur, dan B adalah ketebalan air
sumur.
42
dengan membandingkan pendugaan keterdapatan muka akuifer yang didapatkan
dari hasil pengukuran di lapangan (diasumsikan batupasir dan kalkarenit sebagai
lapisan pembawa akuifer) dengan data keterdapatan muka air pada sumur,
perbandingan data dan persentase potensi keberadaan air pada lapisan akuifer dapat
di lihat di table di bawah ini.
43
Titik X Y Depth (m) Thick (m)
DP-12 -7.601027778 109.68025 1 7
DS-6 -7.599722222 109.6654722 1 1
DS-11 -7.607472222 109.66425 5 3
DS-1 -7.598888889 109.6553611 1 4
DS-16 -7.603277778 109.66925 1 1
DS-14 -7.600888889 109.6691667 1 2
DS-7 -7.609361111 109.6747778 3 3
DS-3 -7.601888889 109.6756389 4 3
JO-1 -7.605888889 109.6763333 4 6
JO-2 -7.6045 109.6752778 1 1
JO-3 -7.605555556 109.6744444 5 4
FL-1 -7.601027778 109.6584722 1 4
FL-6 -7.599775 109.6586278 1 3
FL-7 -7.599913889 109.6597 1 4
FL-8 -7.601858333 109.6602083 1 3
JO-6 -7.606861111 109.6736389 1 1
V-2 -7.603 109.6727778 3 5
V-4 -7.602916667 109.6780278 1 3
V-6 -7.599388889 109.6835833 4 3
V-1 -7.602083333 109.66325 1 2,5
V-5 -7.609166667 109.6659722 1 4
V-3 -7.607416667 109.6770833 2 5
44
Titik X Y Depth (m) Thick (m)
DP-12 -7.601027778 109.68025
DS-6 -7.599722222 109.6654722 6 4
DS-11 -7.607472222 109.66425
DS-1 -7.598888889 109.6553611
DS-16 -7.603277778 109.66925 4 2
DS-14 -7.600888889 109.6691667 13 5
DS-7 -7.609361111 109.6747778
DS-3 -7.601888889 109.6756389 9 1
JO-1 -7.605888889 109.6763333
JO-2 -7.6045 109.6752778 4 6
JO-3 -7.605555556 109.6744444
FL-1 -7.601027778 109.6584722 6 5
FL-6 -7.599775 109.6586278 5 2
FL-7 -7.599913889 109.6597 12 4
FL-8 -7.601858333 109.6602083
JO-6 -7.606861111 109.6736389 5 4
V-2 -7.603 109.6727778
V-4 -7.602916667 109.6780278
V-6 -7.599388889 109.6835833 7 3
V-1 -7.602083333 109.66325
V-5 -7.609166667 109.6659722
V-3 -7.607416667 109.6770833
IV.10 Peta Keterdapatan dan Peta Isopach Akuifer Bebas dan Tertekan
Peta Isopach merupakan garis yang menghubungkan titik-titik yang
memiliki ketebalan yang sama, peta isopach di buat berdasarkan resistivity log yang
didapatkan dari olahan data primer di lapangan, terdapat dua akuifer yang dapat
diasumsikan, yaitu akuifer bebas dan akuifer tertekan, dari setiap data yang
diasumsikan dapat dilakukan interpolasi dengan metode IDW (Inverse Distance
Weight), dengan prinsip menghubungkan titik-titik terdekat untuk mendapatkan
data yang diasumsikan oleh software memiliki karakteristik yang sama.
45
Keterdapatan akuifer bebas berkisar pada kedalaman 1-5 meter dan akuifer
tertekan berkisar antara 5-13 meter, sedangkan ketebalan akuifer bebas berkisar
pada kedalaman 3-5 meter dan akuifer tertekan berkisar 1-6 meter. Supaya lebih
jelas, peneliti sajikan gambar peta keterdapatan dan ketebalan akuifer di bawah ini.
Josse Farros
Purnama
Josse Farros
Purnama
46
Josse Farros
Purnama
Josse Farros
Purnama
47
IV.11 Penampang Akuifer
Penampang akuifer dibuat untuk melihat persebaran lapisan akuifer secara
dua dimensi, juga untuk melihat ketebalan lapisan pembawa akuifer serta
penyebarannya, berikut adalah penampang akuifer yang terdapat pada Desa Pencil
dan Desa Seling.
A
B
C
Josse Farros
C’ Purnama
A’ B’
Akuifer bebas
Akuifer tertekan
Akuifer bebas
Akuifer tertekan
48
Akuifer bebas
Akuifer tertekan
49
Berdasarkan peta rekomendasi sumur di atas, area tersebut dijadikan
sebagai rekomendasi tempat pembuatan sumur karena keberadaan lapisan akuifer
yang tidak terlalu jauh dari permukaan yang berkisar antara 1-3.4 meter dan
memiliki ketebalan berkisar 4-5 meter. Secara pendugaan lapisan akuifer area
tersebut sangat efektif untuk dijadikan sebagai tempat pembuatan sumur. Tidak
adanya sumur yang beroperasi disekitar area tersebut menjadi alas an kuat
rekomendasi area tersebut, parameter yang diperhatikan Ketika membuat
rekomendasi area berpotensi sebagai tempat pembuatan sumur untuk suplai air
bersih adalah ketersampaian sumur, karena semakin mudah di akses para
masyarakat, maka akan semakin bermanfaat, parameter selanjutnya adalah masih
jarangnya sumur di area tersebut dan batuan penyusun lapisan akuifer bebas adalah
batupasir.
50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah :
1. Berdasarkan pemantauan dan pengambilan data sumur warga, lapisan
batuan batupasir dan gamping pasiran berpotensi berisikan dan dialiri air
tanah karena hasil korelasi dari data sumur dengan data penelitian yang
menyebabkan keakuratan penelitian dan potensi lapisan akuifer dialiri air
berkisar antara 75-94.3%.
2. Akuifer yang terdapat pada Desa Seling dan Pencil adalah akuifer bebas
dan tertekan dengan lapisan batuan batupasir dan gamping pasiran dapat
diasumsikan sebagai akuifer
3. Kedalaman Akuifer bebas beragam dari 1-5 Meter, sedangkan kedalaman
akuifer tertekan beragam dari 4-13 Meter.
4. Ketebalan Akuifer bebas beragam dari 1-7 Meter, sedangkan ketebalan
akuifer tertekan beragam dari 1-5 Meter
V.2 Saran
Saran dari penelitian yang telah dilakukan adalah :
1. Menggunakan alat geolistrik multichannel untuk meningkatkan keakuratan
data yang didapatkan.
2. Melakukan penelitian dengan memperluas penyebaran titik penelitian,
supaya data interpolasi semakin realistis.
51
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, S., Handoyo, A., Busono, H., Gafoer, S., 1992. Peta Geologi
Lembar Kebumen, Jawa. Badan Geologi Bandung, Indonesia.
Aryanto, Reza., Bondan Fortian., dan Taat Tri Purwiyono 2019. “Study of
Aquifer Zone Using Geoelectric Vertical Electronic Sounding Method in
Kedungwaru Village, Karangsambung District, Kebumen, Central Java”
Skripsi. Program Studi Teknik Pertambangan Trisakti, Jakarta.
Aryanto, Reza. Masagus A Azizi., Dhanty Indriastuty., Erry Sumarjono 2018.
“Analisis Tinggi Muka Air Tanah pada Daerah Longsoran Serta
Pengaruhnya Terhadap Kestabilan Lereng Dengan Metode Geolistrik Di
Bukit Kaliwadas, Kedungwaru Karang Sambung Jawa Tengah” Skripsi.
Program Studi Teknik Pertambangan Trisakti, Jakarta.
Aryanto, Reza., Pancanita N Hartami., Bani Nugroho., Masagus A Azizi., Richard
R Mulyadi. 2017. “Analisis Sensitivitas Tinggi Muka Air Tanah
Terhadap Kestabilan Lereng Perbukitan Batugamping Kaliwadas
Berdasarkan Hasil Pengukuran Geolistrik Wenner” Skripsi. Program
Studi Teknik Pertambangan Trisakti, Jakarta.
Bemmelen, van, R.W., 1949. The Geology of Indonesia Vol. IA. Netherland. The
Hague.
BPSDM. 2019. Hidrogeologi. Bandung : Kementrian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
EIG. 2016. Geofizika Engineering Services. Vertical Electronic Sounding
Geolistric: Bulgaria
Mahendra. 2014. “Identifikasi Awal Model Akuifer pada Mata Air Umbulan
dengan Menggunakan Geolistrik Konfigurasi Schlumberger” Jurnal
Fisika Unand, Padang.
Putri, Tania Dian., Ardian Putra. “Analisis Pengaruh Temperatur Pemanasan
Terhadap Sifat Fisis Sinter Silika dan Tipe Fluida (Air) pada Mata Air
Panas Sapan Maluluang, Kecamatan Alam Pauh Duo, Kabupaten Solok
Selatan” Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 1, Padang.
52
Tucker, M.E., 1991, Sedimentary Petrology-An Introduction to The Origin of
Sedimentary Rocks, 2nd edition , Blackwell Scientific Publication,
Oxford
Saputra, Septian Fauzi Dwi dkk. “ Perhitungan Potensi Air Tanah di Kecamatan
Gabus, Wetan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat” Jurnal Teknik Sipil
dan Lingkungan, IPB, Bogor.
Suparno, Abyan Muhammad. “Studi Pemetaan Zona Penyebaran Akuifer dengan
Menggunakan Metode Vertical Electronic Sounding Geolistrik di Desa
Kaligending, Kecamatan Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah”
Skripsi, Universitas Trisakti, Jakarta.
Wahyuni., dkk. “ Investigasi Zona Akuifer Menggunakan Metode Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger di Pantai Parangluhu Kecamatan
Bontobahari, Kabupaten Bulukumba” Jurnal Geocelebes Vol.2 No.2,
Makassar.
Wildan, Dadan., Syafrima Wahyu. “Studi Awal Karakteristik Pola Resistivitas
Sistem Panas Bumi Temperatur Rendah-Menengah di Indonesia”
Prosiding Seminar Nasional Fisika, Jakarta.
53
LAMPIRAN
54
LAMPIRAN A LOKASI PENELITIAN
Josse Farros
Purnama
55
LAMPIRAN B PETA KONTUR LOKASI PENELITIAN
56
LAMPIRAN C DATA PRIMER GEOLISTRIK
DP-9
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 127.1 100 6.29 4.9
2 0.5 2.5 127.1 32 18.86 4.7
3 1 3 126.9 44.1 12.57 4.4
4 1 4 127.3 25 23.57 4.6
5 1 5 127.2 28.3 37.71 8.4
6 2 6 127.1 65.4 25.14 12.9
7 2 7 127 40 35.36 11.1
8 5 10 127 73 23.57 13.5
9 5 12 127.2 18 37.4 5.3
10 5 14 127.1 15 53.74 6.3
11 5 16 127.3 11.9 72.6 6.8
12 5 18 127.2 15.6 93.97 11.5
13 6 21 127.4 11.4 106.07 9.5
14 6 24 127.1 8 141.43 8.9
15 6 30 127.1 12.5 226.29 22.3
DS-3
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.9 154.6 6.29 7.7
2 0.5 2.5 126.6 145.6 18.86 21.7
3 1 3 126.7 137.5 12.57 13.6
4 1 4 126 102.1 23.57 19.1
5 1 5 126.4 106.4 37.71 31.7
6 2 6 126.9 118.8 25.14 23.5
7 2 7 127 110.4 35.36 30.7
8 5 10 127 113.9 23.57 21.1
9 5 12 127 106.4 37.4 31.3
10 5 14 127.2 100.7 53.74 42.5
11 5 16 127.1 99.2 72.6 56.7
12 5 18 127.1 95.4 93.97 70.5
13 6 21 127.2 87.7 106.07 73.1
14 6 24 127.1 80.3 141.43 89.4
15 6 30 126.9 76.6 226.29 136.6
16 7 35 127.1 182.6 264 379.3
17 8 40 127.3 186.6 301.71 442.3
18 9 45 127.7 150 339.43 398.7
19 10 50 125.3 138.1 377.14 415.7
57
DS-11
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.3 50.2 6.29 2.5
2 0.5 2.5 126.3 13.9 18.86 2.1
3 1 3 125.1 36.6 12.57 3.7
4 1 4 126.4 18.2 23.57 3.4
5 1 5 125.4 14 37.71 4.2
6 2 6 125.3 20.5 25.14 4.1
7 2 7 125.9 15.5 35.36 4.4
8 5 10 125.7 22.2 23.57 4.2
9 5 12 126 29.4 37.4 8.7
10 5 14 127.7 20 53.74 8.4
11 5 16 127.8 30.2 72.6 17.2
12 5 18 127.5 32 93.97 23.6
13 6 21 126.5 37.8 106.07 31.7
DS-1
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 127 318.9 6.29 15.8
2 0.5 2.5 127 180 18.86 26.7
3 1 3 127 270.8 12.57 26.8
4 1 4 127 249 23.57 46.2
5 1 5 127 235 37.71 69.8
6 2 6 127 320 25.14 63.3
7 2 7 127.1 223.5 35.36 62.2
8 5 10 127 350.6 23.57 65.1
9 5 12 127.1 262 37.4 77.1
10 5 14 127.2 200 53.74 84.5
11 5 16 127.2 188 72.6 107.3
12 5 18 127.1 132.1 93.97 97.7
13 6 21 127.1 136.7 106.07 114.1
14 6 24 127.2 121.2 141.43 134.8
15 6 30 127 100.6 226.29 179.3
16 7 35 127.2 130.8 264 271.5
17 8 40 127.1 120.2 301.71 285.3
18 9 45 127.1 110 339.43 293.8
19 10 50 126.9 87 377.14 258.6
58
DS-6
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.9 238 6.29 11.9
2 0.5 2.5 125.5 178.7 18.86 26.9
3 1 3 126.5 295.3 12.57 29.3
4 1 4 126.5 260.4 23.57 48.5
5 1 5 126.5 220 37.71 65.6
6 2 6 126.6 320.5 25.14 63.6
7 2 7 126.8 299.5 35.36 83.5
8 5 10 126.9 330.1 23.57 61.3
9 5 12 126.9 240 37.4 70.7
10 5 14 126.9 226.9 53.74 96.1
11 5 16 127 202 72.6 115.5
12 5 18 126.7 178 93.97 132.0
13 6 21 127.1 152.3 106.07 127.1
14 6 24 126.7 130 141.43 145.1
DP-12
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 77.6 153.8 6.29 12.5
2 0.5 2.5 81.8 100.7 18.86 23.2
3 1 3 69.5 143.3 12.57 25.9
4 1 4 82 95.8 23.57 27.5
5 1 5 53.7 40.2 37.71 28.2
6 2 6 81.4 120 25.14 37.1
7 2 7 82.4 99.6 35.36 42.7
8 5 10 66.2 133.2 23.57 47.4
9 5 12 98.2 143.9 37.4 54.8
10 5 14 99.2 120.3 53.74 65.2
11 5 16 89.5 98 72.6 79.5
12 5 18 95.5 85.1 93.97 83.7
59
DS-15
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 124.8 440 6.29 22.2
2 0.5 2.5 125.1 395 18.86 59.5
3 1 3 125.2 523 12.57 52.5
4 1 4 125.1 380 23.57 71.6
5 1 5 125.4 280.4 37.71 84.3
6 2 6 125.3 410.1 25.14 82.3
7 2 7 125.1 299 35.36 84.5
8 5 10 125.8 440 23.57 82.4
9 5 12 125.7 252 37.4 75.0
10 5 14 125.2 249.3 53.74 107.0
11 5 16 126.1 230 72.6 132.4
12 5 18 126 211 93.97 157.4
13 6 21 125.9 190 106.07 160.1
DP-5
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.4 330 6.29 16.4
2 0.5 2.5 126.8 125.1 18.86 18.6
3 1 3 127.3 194.4 12.57 19.2
4 1 4 127.3 120 23.57 22.2
5 1 5 127.5 96.5 37.71 28.5
6 2 6 127.7 150 25.14 29.5
7 2 7 127.7 107 35.36 29.6
8 5 10 127.4 163 23.57 30.2
9 5 12 128.1 109 37.4 31.8
10 5 14 127.7 80 53.74 33.7
11 5 16 128.1 61 72.6 34.6
12 5 18 128.7 49 93.97 35.8
13 6 21 128.8 44.5 106.07 36.6
14 6 24 128.7 36.7 141.43 40.3
15 6 30 128.7 23.9 226.29 42.0
16 7 35 128.8 22.2 264 45.5
60
DS-8
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.3 175 6.29 8.7
2 0.5 2.5 126.4 60 18.86 9.0
3 1 3 126.6 100.1 12.57 9.9
4 1 4 126.3 66.3 23.57 12.4
5 1 5 127 65.1 37.71 19.3
6 2 6 126.9 98 25.14 19.4
7 2 7 127.1 74 35.36 20.6
8 5 10 126.7 120 23.57 22.3
9 5 12 127.1 77.1 37.4 22.7
10 5 14 126.9 74.5 53.74 31.5
11 5 16 126.6 71 72.6 40.7
12 5 18 127 57.7 93.97 42.7
13 6 21 127.2 150.5 106.07 125.5
DP-10
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.1 459 6.29 22.9
2 0.5 2.5 125.9 194.4 18.86 29.1
3 1 3 126.1 326.5 12.57 32.5
4 1 4 126.3 200.1 23.57 37.3
5 1 5 126.3 155.7 37.71 46.5
6 2 6 126 142.1 25.14 28.4
7 2 7 126.3 137.3 35.36 38.4
8 5 10 126.6 153.6 23.57 28.6
9 5 12 126.6 117.7 37.4 34.8
10 5 14 126.7 96.7 53.74 41.0
11 5 16 126.9 85.6 72.6 49.0
12 5 18 126.9 82.5 93.97 61.1
61
DP-4
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.4 383.2 6.29 19.1
2 0.5 2.5 126.6 341.1 18.86 50.8
3 1 3 126.5 247.5 12.57 24.6
4 1 4 126.7 241.7 23.57 45.0
5 1 5 126.7 260.6 37.71 77.6
6 2 6 126.7 194.5 25.14 38.6
7 2 7 126.6 197.5 35.36 55.2
8 5 10 126.9 228.9 23.57 42.5
9 5 12 126.7 222 37.4 65.5
10 5 14 127.1 262.8 53.74 111.1
11 5 16 126.8 249.2 72.6 142.7
12 5 18 127 258.8 93.97 191.5
13 6 21 127 197 106.07 164.5
14 6 24 127.1 220.8 141.43 245.7
15 6 30 126.8 236.8 226.29 422.6
16 7 35 127.3 267.2 264 554.1
17 8 40 127.2 173.8 301.71 412.2
DS-2
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.3 902 6.29 44.9
2 0.5 2.5 125.7 866 18.86 129.9
3 1 3 126.1 726 12.57 72.4
4 1 4 124.5 612 23.57 115.9
5 1 5 126.7 807 37.71 240.2
6 2 6 126.5 282.4 25.14 56.1
7 2 7 127.2 296.7 35.36 82.5
8 5 10 125.9 145.3 23.57 27.2
9 5 12 127.4 167.4 37.4 49.1
10 5 14 127.6 172.7 53.74 72.7
11 5 16 127.2 211.4 72.6 120.7
12 5 18 126.9 191.8 93.97 142.0
13 6 21 127.3 137.5 106.07 114.6
14 6 24 127.5 147.5 141.43 163.6
15 6 30 127.5 157.5 226.29 279.5
16 7 35 127.5 82.3 264 170.4
17 8 40 126.8 120.9 264 251.7
18 9 45 126.8 93.5 339.43 250.3
19 10 50 127.5 97.4 377.14 288.1
62
DS-16
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.1 230 6.29 11.5
2 0.5 2.5 126.1 184.2 18.86 27.5
3 1 3 126.1 194.5 12.57 19.4
4 1 4 126.2 185.7 23.57 34.7
5 1 5 126.7 154.5 37.71 46.0
6 2 6 126.4 163.2 25.14 32.5
7 2 7 126.5 136.4 35.36 38.1
8 5 10 126.3 148.3 23.57 27.7
9 5 12 126.5 137.8 37.4 40.7
10 5 14 126.5 149.9 53.74 63.7
11 5 16 126.6 180.6 72.6 103.6
12 5 18 126.7 139.7 93.97 103.6
13 6 21 126.7 119.5 106.07 100.0
14 6 24 126.7 107.5 141.43 120.0
15 6 30 126.7 105.8 226.29 189.0
16 7 35 126.7 63.7 264 132.7
17 8 40 126.4 461 301.71 1100.4
DS-14
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.1 701 6.29 35.0
2 0.5 2.5 126.1 283.9 18.86 42.5
3 1 3 126.3 425 12.57 42.3
4 1 4 125.9 240.5 23.57 45.0
5 1 5 126.5 197 37.71 58.7
6 2 6 126.4 257.9 25.14 51.3
7 2 7 126.3 207.1 35.36 58.0
8 5 10 126.8 226.9 23.57 42.2
9 5 12 126.9 147.4 37.4 43.4
10 5 14 126.7 144.4 53.74 61.2
11 5 16 127.1 133.6 72.6 76.3
12 5 18 127 127.7 93.97 94.5
13 6 21 126.9 93.1 106.07 77.8
14 6 24 127.1 90.8 141.43 101.0
63
DS-7
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.9 239.9 6.29 12.0
2 0.5 2.5 126.2 72.2 18.86 10.8
3 1 3 126.4 169.7 12.57 16.9
4 1 4 126.5 65 23.57 12.1
5 1 5 126.7 45.2 37.71 13.5
6 2 6 126.8 57.4 25.14 11.4
7 2 7 126.7 33.9 35.36 9.5
8 5 10 126.8 62.1 23.57 11.5
9 5 12 126.9 21.7 37.4 6.4
10 5 14 127.1 29.7 53.74 12.6
11 5 16 127.1 24.7 72.6 14.1
12 5 18 127.4 17.4 93.97 12.8
13 6 21 127.4 13.1 106.07 10.9
14 6 24 127.5 9.2 141.43 10.2
GEO 7-1
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.8 421 6.29 21.1
2 0.5 2.5 125.7 445 18.86 66.8
3 1 3 125.9 402.8 12.57 40.2
4 1 4 125.9 92 23.57 17.2
5 1 5 126.1 86.1 37.71 25.7
6 2 6 126.1 -11.9 25.14 -2.4
7 2 7 126.1 31 35.36 8.7
8 5 10 126.2 14.5 23.57 2.7
9 5 12 126.3 58 37.4 17.2
10 5 14 126.4 73.1 53.74 31.1
11 5 16 126.4 87.3 72.6 50.1
12 5 18 126.2 30.6 93.97 22.8
13 6 21 126.5 108.5 106.07 91.0
14 6 24 126.5 70.3 141.43 78.6
15 6 30 126.5 75.1 226.29 134.3
64
GEO 7-2
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.5 202.2 6.29 10.1
2 0.5 2.5 126.4 121.1 18.86 18.1
3 1 3 126.5 118.6 12.57 11.8
4 1 4 126.3 95.5 23.57 17.8
5 1 5 126.6 84.6 37.71 25.2
6 2 6 126.6 79 25.14 15.7
7 2 7 126.5 74 35.36 20.7
8 5 10 126.6 48.9 23.57 9.1
9 5 12 126.7 44.9 37.4 13.3
10 5 14 126.6 41.2 53.74 17.5
11 5 16 126.8 47.8 72.6 27.4
12 5 18 126.7 6.4 93.97 4.7
13 6 21 126.8 49.3 106.07 41.2
14 6 24 126.6 61.4 141.43 68.6
15 6 30 126.7 55.8 226.29 99.7
GEO 7-3
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.1 615 6.29 30.7
2 0.5 2.5 125.8 493 18.86 73.9
3 1 3 126 313.8 12.57 31.3
4 1 4 126 300.6 23.57 56.2
5 1 5 126 353.2 37.71 105.7
6 2 6 126 198.2 25.14 39.5
7 2 7 125.9 197.7 35.36 55.5
8 5 10 126.2 207.3 23.57 38.7
9 5 12 125.3 199.1 37.4 59.4
10 5 14 125.7 204.4 53.74 87.4
11 5 16 125.3 188 72.6 108.9
12 5 18 126 229.4 93.97 171.1
13 6 21 125.6 63.9 106.07 54.0
14 6 24 126.1 141.7 141.43 158.9
15 6 30 125.5 178.3 226.29 321.5
65
GEO 7-4
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.5 223.2 6.29 11.2
2 0.5 2.5 125.7 183.2 18.86 27.5
3 1 3 125.5 184.2 12.57 18.4
4 1 4 125.6 148.1 23.57 27.8
5 1 5 125.5 121.8 37.71 36.6
6 2 6 125.6 140.2 25.14 28.1
7 2 7 125.5 136.6 35.36 38.5
8 5 10 125.6 99.4 23.57 18.7
9 5 12 125.6 86.9 37.4 25.9
10 5 14 125.6 77.6 53.74 33.2
11 5 16 125.6 88.5 72.6 51.2
12 5 18 125.6 89.4 93.97 66.9
13 6 21 125.4 95 106.07 80.4
14 6 24 125.6 96.9 141.43 109.1
15 6 30 125.5 101.4 226.29 182.8
JO-KEBUN
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.6 178.5 6.29 8.9
2 0.5 2.5 125.6 44.5 18.86 6.7
3 1 3 125.9 125.4 12.57 12.5
4 1 4 125.8 92 23.57 17.2
5 1 5 125.8 63.9 37.71 19.2
6 2 6 126 93 25.14 18.6
7 2 7 126.7 84.3 35.36 23.5
8 5 10 126.3 97.3 23.57 18.2
9 5 12 126.4 82.4 37.4 24.4
10 5 14 126.6 85.2 53.74 36.2
11 5 16 126.7 77.3 72.6 44.3
12 5 18 126.7 89 93.97 66.0
13 6 21 126.7 54.3 106.07 45.5
14 6 24 126.9 46.4 141.43 51.7
15 6 30 126.9 60 226.29 107.0
66
JO-SAWAH
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.4 470 6.29 23.4
2 0.5 2.5 126.2 339.3 18.86 50.7
3 1 3 125.7 319.4 12.57 31.9
4 1 4 126.6 297.8 23.57 55.4
5 1 5 126.5 276.2 37.71 82.3
6 2 6 126.7 184.4 25.14 36.6
7 2 7 126.8 179.2 35.36 50.0
8 5 10 126.2 169.5 23.57 31.7
9 5 12 126.9 136 37.4 40.1
10 5 14 127 129.2 53.74 54.7
11 5 16 123.2 125 72.6 73.7
12 5 18 125.9 120 93.97 89.6
13 6 21 126.9 118.2 106.07 98.8
14 6 24 126.9 125.3 141.43 139.6
15 6 30 127.1 149.1 226.29 265.5
JO-HUTAN
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.2 428 6.29 21.3
2 0.5 2.5 126.1 275 18.86 41.1
3 1 3 126.3 228.5 12.57 22.7
4 1 4 126.2 236.6 23.57 44.2
5 1 5 126.3 219.7 37.71 65.6
6 2 6 126.3 177.1 25.14 35.3
7 2 7 126.2 171.8 35.36 48.1
8 5 10 126.2 140.1 23.57 26.2
9 5 12 126 146.3 37.4 43.4
10 5 14 126 143.6 53.74 61.2
11 5 16 125.8 143 72.6 82.5
12 5 18 125.9 143.9 93.97 107.4
13 6 21 125.6 91.3 106.07 77.1
14 6 24 125.7 93.3 141.43 105.0
15 6 30 125.8 103.4 226.29 186.0
67
LAMPIRAN D DATA RESISTIVITAS LOG BATUAN
68
Gambar D.3 Resistivitas Log Jo-3
69
Gambar D.5 Resistivitas Log FL-2
70
Gambar D.7 Resistivitas Log FL-4
71
Gambar D.9 Resistivitas Log DP-9
72
Gambar D.11 Resistivitas Log DP-4
73
Gambar D.13 Resistivitas Log DS-7
74
Gambar D.15 Resistivitas Log DS-16
75
Gambar D.17 Resistivitas Log DS-1
76
Gambar D.19 Resistivitas Log DP-12
77
Gambar D.21 Resistivitas Log DP-5
78
LAMPIRAN E DATA PENUNJANG KEKERINGAN DESA PENELITIAN
79
LAMPIRAN F DATA SEKUNDER
Gambar F.1 Data Curah Hujan Stasiun Kaligending 2015-2019 (BMKG, 2020)
80