Anda di halaman 1dari 97

HALAMAN

STUDI PEMETAAN ZONA PENYEBARAN AKUIFER


DENGAN MENGGUNAKAN METODE VERTICAL
ELECTRONIC SOUNDING GEOLISTRIK DI
DESA PENCIL DAN SELING, KARANGSAMBUNG,
KEBUMEN, JAWA TENGAH

SKRIPSI
Disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti

Oleh
Josse Farros Purnama
073001600032

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
2020

i
TITLE PAGE
STUDY OF AQUIFER ZONE USING VERTICAL
ELECTRONIC SOUNDING GEOLISTRIC METHOD AT
PENCIL AND SELING VILLAGE, KARANGSAMBUNG,
KEBUMEN, CENTRAL JAVA.

FINAL ASSIGNMENT
Submitted as a requirement to obtain Undergraduate in study program
Mining Engineering, Faculty of Earth Tecnology and Energy

By
Josse Farros Purnama
073001600032

MINING ENGINEERING DEPARTMENT


FACULTY OF EARTH TECHNOLOGY AND ENERGY
TRISAKTI UNIVERSITY
2020

ii
LEMBAR PENGESAHAN
STUDI PEMETAAN ZONA PENYEBARAN AKUIFER
DENGAN MENGGUNAKAN METODE VERTICAL
ELECTRONIC SOUNDING GEOLISTRIK DI
DESA PENCIL DAN SELING, KARANGSAMBUNG,
KEBUMEN, JAWA TENGAH

SKRIPSI
Disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti

Oleh :
Josse Farros Purnama
073001600032

Foto
2x3

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Reza Aryanto, S.T., M.T.) (Taat Tri Purwiyono, Ir., M.T.)


NIK : 3330/Usakti NIK : 3412/Usakti

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan

(Dr. Ir. Irfan Marwanza, M.T.)


NIK : 2511/Usakti

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “Studi Pemetaan Zona Penyebaran Akuifer dengan


Menggunakan Metode Vertical Electronic Sounding Geolistrik di Desa Pencil
dan Seling, Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah” telah dipertahankan di
depan tim penguji pada hari Senin tanggal 22 Februari 2021

TIM PENGUJI
1. Dr. Ir. Irfan Marwanza, M.T. Ketua Penguji (............................)

2. Reza Aryanto, S.T., M.T. Pembimbing Akademik (............................)

3. Reza Aryanto, S.T., M.T. Pembimbing Utama (............................)

4. Taat Tri Purwiyono, Ir., M.T. Pembimbing Pendamping (............................)

5. Dr. Pantjanita Novi, S.T., M.T Anggota Penguji (............................)

6. Mixsindo Korra H, S.T.,M.T Anggota Penguji (............................)

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan

(Dr. Ir. Irfan Marwanza, M.T.)


NIK : 2511/Usakti

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Josse Farros Purnama


Nim : 073001600032
Program studi : Teknik Pertambangan
Fakultas : Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Trisakti Hak Bebas Royalti Non ekslusif (Non-exclusive-Royalty-Free-
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Studi Pemetaan Zona Penyebaran Akuifer dengan Menggunakan Metode
Vertical Electronic Sounding Geolistrik di Desa Pencil dan Seling,
Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
ekslusif ini Universitas Trisakti berhak menyimpan, mengalih media/ formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan menyebarkan
skripsi saya sesuai aturan, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 16 Februari 2021


Yang membuat pernyataan

Materai
Rp 6000-,

Josse Farros Purnama

v
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya Mahasiswa Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan, Fakultas


Teknologi Kebumian dan Energi, Usakti yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Josse Farros Purnama


Nim : 073001600032

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi dengan judul :


“Studi Pemetaan Zona Penyebaran Akuifer dengan Menggunakan Metode
Vertical Electronic Sounding Geolistrik di Desa Pencil dan Seling,
Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah”.
Adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bebas dari peniruan
terhadap karya dari orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk
sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa dalam skripsi
ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap
melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Jakarta, 16 Februari 2021


Yang membuat pernyataan

Materai
Rp 6000-,

Josse Farros Purnama

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta terima kasih kepada Tuhan Yang Maha esa atas berkat
dan karunia-Nya lah sehingga skripsi yang berjudul “Studi Pemetaan Zona
Penyebaran Akuifer dengan Menggunakan Metode Vertical Electronic
Sounding Geolistrik di Desa Pencil dan Seling, Karangsambung, Kebumen,
Jawa Tengah”.” ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Pada kesempatan ini, penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini :
1. Tuhan Yang Maha Esa, telah memberikan saya waktu hingga saat ini untuk
menyelesaikan penelitian saya ini untuk menyelesaikan skripsi saya.
2. Ali Purnama, Siti Khotijah, dan Zalfa Firdaus Purnama yang telah
memberikan support baik dalam moral maupun finansial.
3. Bapak Dr. Irfan Marwanza, S.T., M.T. selaku ketua program studi Teknik
Pertambangan yang telah mengayomi mahasiswa/i selama perkuliahan
berlangsung.
4. Bapak Reza Aryanto, S.T., M.T., Selaku Dosen Wali, Koordinator TA, dan
Pembimbing Utama dalam Penelitian saya, yang telah menyempatkan
waktu untuk membimbing saya sejak awal masuk kuliah sehingga saya
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Ir. Taat Tri Purwiyono, M.T., Selaku dosen pembimbing
pendamping yang juga telah menyempatkan waktunya untuk membimbing
saya dan memberikan saran-saran kepada saya.
6. Tim Halu selaku tim saya dalam penelitian ini, yang telah berjuang susah
payah, panas-dingin, siang-malam untuk mensupport saya baik secara fisik,
emosional, dan moral.
7. Siti Zahrah Utami, selaku pendamping saya, yang telah memberikan
support baik kehadiran, finansial, dan juga sebagai tempat saya berkeluh
kesah tentang perjalanan saya.
8. Seluruh saudara-saudari HMTT Usakti yang telah menemani saya dalam
pengerjaan skripsi ini, terutama saudara Zico Romiansyah dan Damitra
Faris Akbar yang selalu ada Ketika saya butuh teman untuk bercerita.

vii
9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik pertambangan trisakti yang telah
berproses selama masa pembelajaran.

Peneliti menyadari, masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan ini, oleh
karena itu peneliti sangat mengharapkan ketersediaan para pembaca untuk
mengkritik dan memberikan saran kepada peneliti, akhir kata semoga tulisan ini
dapat digunakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pembaca.

Jakarta, 16 Februari 2021

Josse Farros Purnama

viii
ABSTRAK

STUDI PEMETAAN ZONA PENYEBARAN AKUIFER


DENGAN MENGGUNAKAN METODE VERTICAL
ELECTRONIC SOUNDING GEOLISTRIK DI
DESA PENCIL DAN SELING, KARANGSAMBUNG,
KEBUMEN, JAWA TENGAH.

Josse Farros Purnama


073001600032
Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi,
Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia

Desa Pencil yang terletak secara geografis antara 7 ° 36’22” LS dan


109°41’06” BT dan Desa Seling yang terletak secara geografis antara 7°35’35” LS
dan 109°39’33” BT. Desa Pencil dan Seling memiliki perbedaan elevasi yang
tergolong beragam sehingga tempat-tempat yang berada pada elevasi tinggi sering
terjadi kekeringan. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data geolistrik untuk
pencarian lapisan pembawa akuifer. Akuifer adalah lapisan pembawa air tanah yang
memiliki susunan batuan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah
yang cukup signifikan. Tujuan dari pendugaan resistivity adalah untuk menyelidiki
perubahan resistivity batuan terhadap kedalaman. Penelitian ini menggunakan
metode vertical electronic sounding (VES) metode yang umum digunakan untuk
mengukur dan menganalisa perseberan zona akuifer dengan geolistrik karena
hasilnya lebih akurat dan biaya yang dibutuhkannya lebih murah. Geolistrik metode
sounding dilakukan dengan menginjeksi arus searah DC (Direct current) dimana
sepasang elektroda dengan elektroda lain ditancapkan kedalam tanah sehingga
dapat diketahui kedalaman serta variasi resistivitas berdasarkan formasi geologi
secara vertical.

Kata kunci: Elevasi, Akuifer, Resistivity, Vertical Electronic sounding (VES)

ix
ABSTRACT

STUDY OF ZONE FOR ACQUIFER DISTRIBUTION USING


VERTICAL ELECTRONIC SOUNDING GEOLISTRIC METHOD
IN PENCIL AND SELING VILLAGE, KARANGSAMBUNG
DISTRICT, KEBUMEN, CENTRAL JAVA.

Josse Farros Purnama


073001600032
Study Program of Mining Enginering, Faculty Of Earth
Technology and Energy, Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia

Pencil Village which is geographically located between 7 ° 36 '22 "South


Latitude and 109 ° 41 '06" East Longitude and Seling Village which is
geographically located between between 7 ° 35 '35 "South Latitude and 109 ° 39
'33" East Longitude. Villages with elevation differences cause differences in aquifer
height. Based on the difference in height within the study site, this research was
conducted with a geoelectrical resistivity method, to determine the depth and
thickness of the aquifer. An aquifer is a groundwater carrier layer that has a rock
composition that can store and drain water in significant quantities. The purpose
of resistivity estimation is to investigate changes in rock resistivity with respect to
depth. This study uses Vertical electronic sounding (VES) method is a common
method used to measure and analyze crossing of aquifer zones with geoelectricity
because the results are more accurate and the cost it requires is lower. Geoelectric
sounding method is done by injecting direct current DC (Direct current) where a
pair of electrodes with other electrodes are plugged into the ground so that depth
and resistivity variations can be determined based on vertical geological
formations.

Keyword: Elevation, aquifer, Resistivity, Vertical Electronic Sounding (VES)

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii


LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................... v
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT .............................................................................................................. x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG...................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
I.1 Latar belakang ................................................................................ 1
I.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
I.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian ...................................................... 2
I.4 Batasan Masalah ............................................................................. 2
I.5 Manfaat Penelitian.......................................................................... 3
I.6 Peneliti Terdahulu .......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN UMUM............................................................................... 5
II.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah.................................................... 5
II.2 Kekeringan .................................................................................... 5
II.3 Siklus Hidrologi ............................................................................ 8
II.4 Curah Hujan .................................................................................. 9
II.5 Formasi Batuan ........................................................................... 10
II.6 Sistem Akuifer ............................................................................ 11
II.7 Kondisi Akuifer .......................................................................... 13
II.8 Konduktivitas Hidraulik ............................................................. 14
II.9 Geolistrik .................................................................................... 14
II.10 Interpolasi IDW (Inverse Distance Weighted).......................... 21
II.11 Peta Isopach .............................................................................. 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 22
III.1 Studi Pustaka ............................................................................. 22
III.2 Survey Lapangan ....................................................................... 24
III.3 Pengumpulan Data ..................................................................... 25
III.4 Pengolahan Data ........................................................................ 26
III.5 Analisis Hasil Data dan Pembahasan ........................................ 29
III.6 Kesimpulan dan Saran ............................................................... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 31
IV.1 Keadaan Hidrogeologi di Lapangan .......................................... 31
IV.2 Perhitungan Intensitas Curah Hujan .......................................... 33
IV.3 Perhitungan Konfigurasi Schlumberger .................................... 33
IV.4 Perhitungan Resistivitas Semu .................................................. 35
IV.5 Hasil Analisis Resistivitas dengan Software Progress 3.0 ........ 36

xi
IV.6
Analisis Litologi Batuan............................................................ 38
IV.7
Analisis Keterdapatan Akuifer .................................................. 40
IV.8
Perhitungan Persen Kebenaran Pengambilan Data ................... 42
IV.9
Data Akuifer Bebas dan Tertekan ............................................. 43
IV.10
Peta Keterdapatan dan Peta Isopach Akuifer Bebas dan
Tertekan....................................................................................... 45
IV.11 Penampang Akuifer ................................................................. 48
IV. 12 Rekomendasi Sumur dan Solusi Kekeringan ......................... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 51
V.1 Kesimpulan ................................................................................. 51
V.2 Saran ........................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52
LAMPIRAN .......................................................................................................... 54

xii
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Harga Resistivity Beberapa Mineral (Asikin,1992) 19


Tabel II.2 Harga Resistivity Beberapa Batuan (Asikin, 1992) 20
Tabel IV.1 Koordinat Titik Penelitian dan Tata Guna Lahan 31
Tabel IV.2 Data Curah Hujan Stasiun Kaligending (BMKG,2020) 32
Tabel IV.3 Tabel Data Primer Titik Penelitian DP-10 36
Tabel IV.4 Tabel Klasifikasi Resistivitas Batuan 37
(Dhanty Indriasatuty, 2018)
Tabel IV.5 Ukuran Butir Batuan (Sanders (1981) dan Tucker (1991)) 39
Tabel IV.6 Tabel Data Sumur 41
Tabel IV.7 Data Sumur 42
Tabel IV.8 Potensi Keberadaan Air pada Lapisan Akuifer 43
Tabel IV.9 Data Akuifer Bebas 43
Tabel IV.10 Data Akuifer Tertekan 44

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Lokasi Penelitian Desa Pencil 7


dan Seling (Google earth, 2020)
Gambar II.2 Klasifikasi Kekeringan (WMO, 2019) 8
Gambar II.3 Daur Hidrologi (BPSDM, 2019) 10
Gambar II.4 Curah Hujan Satu Milimeter 11
Gambar II.5 Lembar Regional Geologi Kebumen (Asikin, 1992) 12
Gambar II.6 Identifikasi Formasi Batuan (Asikin, 1992) 13
Gambar II.7 Sketsa Akuifer Bebas dan Akuifer 15
Tertekan (BPSDM, 2019)
Gambar II.8 Interkonteksi Antar Butir (BPSDM, 2019) 16
Gambar II.9 Sketsa Vertical Electronic Sounding (EIG, 2021) 18
Gambar II.10 Sketsa Konfigurasi Schlumberger 19
Gambar II.10 Prinsip Kerja Geolistrik (Abyan, 2019) 20
Gambar II.12 Contoh Peta Isopach 23
Gambar III.1 Arah Aliran Air Desa Seling dan Pencil 25
Gambar III.2 Peta Titik Lokasi Penelitian 26
Gambar III.3 Alat Geolistrik GL-4200P Single Channel 27
Gambar III.4 Alur Penggunaan Software Progress 3.0 29
Gambar III.5 Alur Pengolahan Data dengan ArcGis 10.6 30
Gambar III.6 Skema Penelitian 31
Gambar III.7 Diagram Alir Penelitian 32
Gambar IV.1 Klasifikasi Log Batuan Titik DP-10 40
Gambar IV.2 Gambar Dugaan Visual Litologi 41
Batuan Titik Penelitian
Gambar IV.3 Lokasi Sumur dan Titik Lokasi 42
Penelitian yang Berdekatan
Gambar IV.4 Gambar Bandul dan Meteran 43
Gambar IV.5 Peta Kedalaman Akuifer Bebas 48
Gambar IV.6 Peta Ketebalan Akuifer Bebas 48
Gambar IV.7 Peta Kedalaman Akuifer Tertekan 49

xiv
Gambar IV.8 Peta Ketebalan Akuifer Tertekan 49
Gambar IV.9 Indeks Penampang 50
Gambar IV.10 Penampang Akuifer A-A’ 50
Gambar IV.11 Penampang Akuifer B-B’ 50
Gambar IV.12 Penampang Akuifer C-C’ 51
Gambar IV.13 Peta Rekomendasi Sumur 51

xv
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A LOKASI PENELITIAN 55


LAMPIRAN B PETA KONTUR LOKASI PENELITIAN 56
LAMPIRAN C DATA PRIMER GEOLISTRIK 57
LAMPIRAN D DATA RESISTIVITAS LOG BATUAN 68
LAMPIRAN E DATA PENUNJANG KEKERINGAN 79
DESA PENELITIAN
LAMPIRAN F DATA SEKUNDER 80

xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama Pemakaian


pertama kali
pada halaman

VES Verical Electronic Sounding 1


DC Direct Current 1
1D Satu Dimensi 1
KM Kilo Meter 6
BT Bujur Timur 6
LS Lintang Selatan 6
LAMBANG
Ω.m Ohm 3

xvii
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang


Desa Pencil dan Desa Seling merupakan desa yang bertempatkan pada
Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan data BMKG, Intensitas curah hujan di stasiun Kaligending pada tahun
2019 memiliki nilai 106,096 mm/jam dalam musim kemarau dan 134.553 mm/jam
dalam musim penghujan. Data itu menunjukkan bahwa curah hujan di Desa Seling
dan Pencil masuk dalam kategori curah hujan menengah.
Curah Hujan yang tergolong menengah menyebabkan terjadinya bencana
kekeringan pada Desa Pencil dan Seling ketika musim kemarau tiba (Lampiran E).
Berdasarkan klasifikasi kekeringan WMO, kekeringan yang terjadi termasuk dalam
kategori kekeringan sosioekonomi karena telah memberikan dampak ekonomi pada
masyarakat desa tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk membuat
studi penyebaran akuifer yang terdapat pada Desa Pencil dan Seling sehingga dapat
diketahui titik-titik lokasi yang berpotensi sebagai sumber air.
Pencarian akuifer dengan menggunakan vertical electronic sounding (VES)
geolistrik konfigurasi Schlumberger untuk mengukur dan menganalisa perseberan
zona aquifer dengan output log batuan vertikal berdasarkan resistivitas batuan.
Dalam pengukuran dengan metode Vertical electronic sounding (VES) didapatkan
pengukuran satu dimensi (1D) yang bertujuan untuk mencari informasi distibusi
kedalaman resistivitas. Metode sounding dilakukan dengan menginjeksi arus searah
DC (Direct current) dimana sepasang elektroda dengan elektroda lain ditancapkan
kedalam tanah sehingga dapat diketeahui kedalaman serta variasi resistivitas
berdasarkan formasi geologi secara vertical.
Kaitan penelitian ini dengan Pertambangan adalah geolistrik dapat digunakan
untuk eksplorasi sumberdaya dan pemetaan penyebaran akuifer pada area
pertambangan. Eksplorasi sumberdaya menggunakan geolistrik dilakukan dengan
memperhatikan nilai resistivitas batuan berdasarkan penyebaran secara lateral, oleh
karena itu pada eksplorasi sumberdaya, pengambilan data geolistrik biasanya
menggunakan konfigurasi wenner, karena data yang didapatkan lebih akurat
dibandingkan dengan konfigurasi schlumberger, namun kekurangannya biaya yang

1
dikeluarkan cukup mahal. Sedangkan pemetaan penyebaran akuifer pada area
pertambangan digunakan untuk perencanaan sistem penirisan tambang, air yang
menggenang di area tambang dapat menjadi permasalahan yang serius, seperti
kerusakan alat tambang, terganggunya produktivitas, serta kelembapan lapisan
batuan. Hal tersebut dapat dihindari dengan melakukan perencanaan sistem
penirisan tambang, sistem penirisan tambang terbagi menjadi mine drainage dan
mine dewatering. Untuk melakukan perencaan sistem penirisan tambang,
diperlukan pemetaan penyebaran akuifer untuk mengetahui karakteristik dan
potensi dari lapisan akuifer yang terdapat pada area pertambangan.

I.2 Rumusan Masalah


1. Berapa kedalamaan ditemukannya Akuifer Desa Pencil dan Desa Seling ?
2. Berapa ketebalan Akuifer di Desa Pencil dan Desa Seling ?
3. Berapa jenis akuifer yang terdapat di Desa Pencil dan Desa Seling ?

I.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian


1. Mengetahui Potensi dan karakteristik lapisan akuifer di Desa Seling dan
Pencil
2. Mengetahui Kedalaman akuifer di Desa Pencil dan Desa Seling
3. Mengetahui ketebalan akuifer di Desa Pencil dan Desa Seling
4. Mengetahui jenis akuifer di Desa Pencil dan Desa Seling

I.4 Batasan Masalah


1. Penelitian dilakukan di Desa Pencil dan Desa Seling, Kecamatan
Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa tengah.
2. Penelitian untuk pencarian akuifer dengan metode geolistrik resistivity,
Vertical Electronis Sounding (VES), Konfigurasi Schlumberger.
3. Tidak memperhitungkan kestabilan lereng.
4. Data batuan didapat berdasarkan formasi ponosogan.
5. Tidak membahas aspek ekonomi.
6. Tidak melakukan pengeboran sehingga tidak memperhitungan debit aliran air

2
I.5 Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan wawasan mahasiswa dengan kondisi nyata di lapangan serta
dapat menambah kemampuan dengan keyakinan akan teori-teori dasar ilmu
yang telah diperoleh didalam perkuliahan.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan peneliti lain yang bertujuan meneliti
topik yang sama.
3. Hasil penelitian dapat dijadikan landasan penentuan titik untuk pembuatan
sumur sebagai sumber air alternatif desa setempat.

I.6 Peneliti Terdahulu


I.6.1 Penelitian Richard Rayner Mulyadi pada tahun 2017
• Penelitian dilakukan pada lereng perbukitan batu gamping bukit kaliwadas
karangsambung kebumen, Jawa tengah
• Formasi akuifer yang ada di lokasi penelitian adalah akuifer bebas, mata air
yang ada pada lokasi penelitian adalah mata air jenis preatis.
• Range resistivity batupasir gampingan pada daerah penelitian adalah 18,6
Ω.m -177 Ω.m. Range resistivity air tanah pada daerah penelitian adalah 0,63
Ω.m -18,6 Ω.m.
• Faktor keamanan deterministik pada cross section EF sebesar 1,51, faktor
keamanan probabilistik pada cross section EF sebesar 1,84, dengan
probabilitas kelongsoran 0,2 %.

I.6.2 Penelitian Dhanty Indriastuty pada tahun 2018


• Penelitian dilakukan pada lereng perbukitan batu gamping bukit Kaliwadas
Karangsambung Kebumen, Jawa tengah.
• Menggunakan konfigurasi schlumberger dengan metode 1D untuk mencari
tinggi muka air tanah dan pengaruhnya terhadap faktor keamanan
• Kedalaman air yang diperoleh antara kedalaman 74 m – 86 m.
• Faktor keamanan deterministic yang diperoleh pada pengukuran pertama
sebesar 1,94 dan faktor keamanan probabilistic sebesar 1,93.
• Nilai faktor keamanan deterministic dan faktor keamanan probabilistic pada
pengukuran kedua sebesar 1,94.

3
I.6.3 Penelitian Bondan Fortian dkk pada tahun 2019
• Penelitian yang dilakukan di Desa Kedungwaru, Kecamatan Karangsambung,
Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah
• Terdapat dua jenis akuifer berupa akuifer bebas dengan kedalaman 1-3 m dan
tertekan di kedalaman 7-22 m di Desa Kedungwaru
• Akuifer bebas memiliki ketebalan bervariasi hingga 22 m dan akuifer tertekan
memiliki variasi ketebalan hingga 19 m.
• Persebaran akuifer tertekan lebih kompleks dibandingkan akuifer bebas.

I.6.4 Penelitian Wahyuni dkk mahasiswa FMIPA Universitas Hasanuddin


pada tahun 2018
• Penelitian dilakukan di Pantai Parangluhu, Kecamatan Bontobahari,
Kabupaten Bulukumba.
• Lapisan pembawa air tanah adalah diduga pada tufa dan batupasir dengan
range resistivity 5.69-196 Ohm.m, karena kedua batuan ini memiliki sifat
porous yang baik sehingga dapat bertindak sebagai lapisan
akuifer.

I.6.5 Penelitian Reza Aryanto pada tahun 2019


• Penelitian dilakukan di Desa Kaligiri, Kecamatan Sirampog, Kabupaten
Brebes, Provinsi Jawa Tengah.
• Terdapat lima kelompok batuan berdasarkan nilai resistivitasnya. Yaitu
kelompok batuan dengan resistivitas sangat rendah, resistivitas rendah,
resistivitas menengah, resistivitas tinggi dan resistivitas sangat tinggi.
• Lapisan dengan resistivitas menengah ini diinterpretasi disusun oleh tuf
sedang sampai kasar dan/atau breksi vulkanik matriks supported dengan
matriks tuf sedang sampai kasar. Lapisan ini dapat berperan sebagai akuifer.

4
BAB II TINJAUAN UMUM

II.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Penelitian yang menjadi Tugas Akhir akan dilakukan di Desa Pencil dan Desa
Seling, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.
Desa yang terletak kurang lebih 11 km di bagian Utara kota Kebumen, Jawa
Tengah. Desa Pencil yang terletak secara geografis antara 7 ° 36’22” LS dan
109°41’06” BT dan Desa Seling yang terletak secara geografis antara 7°35’35” LS
dan 109°39’33” BT. Lokasi penelitian memiliki jarak dari Jakarta kurang lebih 356
km dan dapat di tempuh dari Jakarta dalam waktu ±10 jam melalui jalur darat.

Pencil
Seling

Gambar II.1 Lokasi Penelitian Desa Pencil dan Seling (Google earth, 2020)

II.2 Kekeringan
Kekeringan belum memiliki definisi yang universal, dikarenakan bagi setiap
negara kekeringan bisa bermakna berbeda-beda, seperti kekeringan di Afrika pasti
berbeda arti dengan kekeringan di Indonesia. Oleh karena itu, definisi kekeringan
ini berdasarkan WMO, kekeringan merupakan sebagai satu periode kering yang
berkepanjangan dalam siklus iklim alami yang dapat terjadi di mana saja di dunia.
Kekeringan berdampak luas dan bersifat lintas sectoral mulai dari pertanian,
ekonomi, Pendidikan hingga Kesehatan.

5
Meskipun kekeringan belum dapat didefinisikan secara universal, namun
karena kekeringan terjadi hampir di setiap tempat maka kekeringan dapat
dikelompokkan berdasarkan klasifikasi dampaknya. WMO membuat klasifikasi
kekeringan dalam empat jenis, yaitu kekeringan meteorologis, kekeringan
hidrologis, kekeringan pertanian, dan kekeringan sosioekonomi. Mekanisme
klasifikasi kekeringan mulai dari kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis,
kekeringan pertanian, hingga kekeringan sosioekonomi sebagaimana tersaji pada
gambar berikut.

Gambar II.2 Klasifikasi Kekeringan (WMO, 2019)

II.2.1 Kekeringan Meteorologis


Klasifikasi kekeringan pertama adalah kekeringan meteorologis.
Merupakan kekeringan dengan kondisi di mana curah hujan sudah berkurang

6
disbanding rata-ratanya baik pada skala bulanan ataupun tahunan. Kekeringan
meteorologis belum tentu menimbulkan ancaman kekeringan. Akan tetapi pada
tempat-tempat yang miskin cadangan air tanah dan sangat bergantung pada
hujan, kekeringan ini dapat memberikan dampat yang serius.

II.2.2 Kekeringan Hidrologis


Kekeringan hidologis merupakan kekeringan lanjutan akibat dampak
kekeringan meteorologis yang terus berlanjut yang memiliki ciri-ciri seperti
berkurangnya sumber-sumber air, seperti sungan, waduk, air tanah, danau, atau
tempat cadangan air lainnya. Dampak dari kekeringan hidrologis adalah krisis
air bersih yang dapat digunakan oleh masyarakat setempat.

II.2.3 Kekeringan Pertanian


Klasifikasi kekeringan pertanian merupakan dampak dari kekeringan
meteorologis dan kekeringan hidrologis yang terus berlanjut, ciri-ciri dari
kekeringan pertanian adalah kelembapan tanah yang tak mampu lagi memenuhi
kebutuhan air bagi tanaman pada suatu periode tertentu. Ketika kekeringan sudah
memberikan dampak pada pertanian dan peternakan, maka tanaman dan hewan
ternak yang ada tidak dapat tumbuh dan berkembang seperti pada musim yang
tidak terjadi bencana kekeringan.

II.2.4 Kekeringan Sosioekonomi


Kekeringan sosioekonomi adalah kekeringan meteorologis, hidrologis,
dan pertanian yang sudah memberikan dampak pada kondisi social dan ekonomi,
sehingga terjadinya ketidakseimbangan antara permintaan dengan ketersediaan
barang dan jasa. Dampak yang dapat diberikan apabila kekeringan sosioekonomi
terus berlanjut adalah menurunnya produksi masyarakat sehingga stok barang dan
jasa menurun yang diikuti dengan kenaikan harga, sehingga daya beli masyarakat
menurun dan akhirnya dapat menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat.

7
II.3 Siklus Hidrologi
Siklus Hidrologi adalah siklus dimana air akan menguap dari permukaan bumi
menuju ke atmosfer dan kembali lagi ke permukaan sebagai kondensasi. Air
menguap dari banyak permukaan berarti dimulainya dari proses hidrologi. Uap air
yang telah sampai di atmosfer akan berubah menjadi titik air yang disebut
kondensasi dan menyebabkan terbentuknya awan. Ketika titik-titik air semakin
berat dan tidak mampu melayang, maka akan jatuh ke permukaan bumii dan
ditangkap terlebih dahulu oleh permukaan tanaman (interception), kemudian jatuh
ke permukaan tanah (precipitation). Air yang jatuh yang biasa disebut dengan air
hujan ini jatuh ke permukaan bumi dapat mengalir di permukaan tanah dan disebut
limpasan permukaan atau bahkan air hujan tersebut dapat masuk ke dalam tanah
(infiltrasi). Air yang dapat terinfiltrasi tergantung pada kelembaban tanah, kapasitas
tanah untuk menahan air, dan ukuran pori – pori pada tanah.
Terjadinya aliran bawah permukaan (interflow) dikarenakan pergerakan air di
bawah tanah (percolation) dapat mencapai batuan yang memiliki tingkat
permeabilitas terbatas, interflow tersebut menuju lautan kemudian terjadi
penguapan ke atmosfer dan terjadi daur hidrologi kembali.

Gambar II.3 Daur Hidrologi (BPSDM, 2019)

8
II.4 Curah Hujan
Hujan adalah proses ketika titik-titik air yang ada di langit (awan) sudah
terlalu berat dan tak mampu lagi untuk melayang, sehingga terjatuhnya titik-titik
air tersebut menjadi presipitasi dalam fasa cair. Sedangkan curah hujan adalah
perbandingan antara volume air hujan dengan luas alasnya. Secara rumus
digambarkan sebagai berikut :

𝑽
h=
𝑨
Keterangan :
h = curah hujan (mm)
V = volume air hujan (mm3)
A = luas alas penampung (mm2)

Karena curah hujan merupakan perbandingan volume dan luas alas saja
maka pada hujan yang sama tinggi air hujan akan selalu sama namun yang
berbeda merupakan volume air hujannya. Curah hujan menyatakan ketinggian air
hujan yang terkumpul pada tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan
tidak mengalir. Curah hujan memiliki satuan (mm) yang berarti bahwa pada
luasan 1 meter persegi pada tempat datar tertampung air setinggi satu milimeter
atau tertampung sebanyak satu liter.

Gambar II.4 Curah Hujan Satu Milimeter

9
II.5 Formasi Batuan
Berdasarkan Stratigrafi yang akan dilakukan penelitian yang sudah disusun
oleh beberapa penulis, yaitu Van Bemmelen (1949) dan Asikin (1992). Secara
regional di Jawa Tengah terdapat dua zona pegunungan, yaitu zona Pegunungan
Serayu Selatan yang terletak di bagian selatan dan zona pegunungan Serayu Utara
yang terletak di bagian Utara (Van Bammelen, 1949). Perbedaan yang mendasari
anatar kedua zona tersebut terletak pada stratigrafi, lingkungan pengendapan,
ganesa dan tektoniknya.
Penguraiannya dapat diurutkan secara singkat berdasarkan pengendapan
sedimen dari yang berumur tua sampai muda menurut Sukendar Asikin (1992) yaitu
formasi Karangsambung, formasi Totogan, Formasi Waturanda, Formasi
Ponosogan. Anggota Breksi Formasi Halang, Formasi Halang, Formasi Penitron.
Batuan tertua yang ada pada daerah ini terdiri atas berbagai macam
bongkahan yang tercampur umumnya secara tektonik, dalam masa dasar serpih dan
batu lempung hitam bersisik (sheared) yang diperkirakan berumur Kapur Akhir
samapi Palaeosen. Diamater yang memiliki rata – rata hingga lebih dari 1 m.
Bongkahan ini terdiri dari batuan basal, rijang, batuan basa dan batuan ultra basa,
sekis Filit, dan Greywake. Kelompok batuan ini masuk kedalam Komplek Luk Ulo.

Gambar II.5 Lembar Regional Geologi Kebumen (Asikin, 1992)

10
Berdasarkan keberadaan lokasi penelitian, formasi batuan yang terdapat pada
lokasi penelitian ada 3 jenis formasi batuan, yaitu Aluvium yang terdiri dari
lempung, lanau, pasir dan kerakal, Formasi Waturanda yang terdiri dari batupasir
kasar, dan di dominasi oleh Formasi Ponosogan yang terdiri dari batupasir
gampingan, batulempung, tuf, napal dan kalkarenit.

Gambar II.6 Identifikasi Formasi Batuan (Asikin, 1992)

II.6 Sistem Akuifer


Air tanah mengalir dari daerah elevasi tinggi ke elevasi rendah dengan akhir
perjalanan menuju ke laut. Daerah yang berelevasi tinggi merupakan daerah
tangkapan dan daerah yang berelevasi rendan merupakan daerah lepasan atau
luahan. Berdasarkan perlakuan batuan terhadap air tanah (menyimpan dan

11
meloloskan air) batuan dapat dibedakan menjadi 4, yaitu akuifer, akuiklud,
akuitard, dan akuifug.

II.6.1 Akuifer
Akuifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok suatu formasi satuan
geologi yang dapat memperlakukan air baik yang terkonsolidasi (misalnya
lempung) ataupn yang tidak terkonsolidasi (misalnya pasir) dengan kondisi jenuh
air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidraulik (K), sehingga dapat
membawa air dalam jumlah (kuantitas) yang ekonomis.

II.6.2 Akuiklud (Impermeable Layer)

Akuiklud adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi suatu


geologi yang impermeable dengan nilai konduktivitas hidraulik yang sangat kecil,
sehingga tidak memungkinkan air melewatinya/lapisan ini disebut juga lapisan
pembatas atas dan atau bawah suatu akuifer tertekan (confines aquifer).

II.6.3 Akuitard (Semi Impervious Layer)


Akuitard merupakan suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi
geologi yang permeable dengan nilai konduktivitas hidraulik yang kecil, namun
masih memungkinkan air melewati lapisan ini walaupun dengan Gerakan yang
lambat, lapisan ini disebut juga lapisan pembatas atas dan atau bawah suatu semi
confined aquifer.

II.6.4 Akuifug
Akuifug adalah lapisan batuan yang tidak dapat menyimpan dan
mengalirkan airtanah seperti batuan beku dan batuan metamorf dan kalaupun ada
air pada lapisan batuan tersebut hanya berada pada kekar atau rekahan batuan
saja.

12
II.7 Kondisi Akuifer
Berdasarkan keberadaannya pada bawah tanah, akuifer bisa terdapat dalam
kondisi saling tumpah tindih antara satu dengan lainnya tergantung lapisan batuan
yang membawa dan berada di bagian atas ataupun bawahnya, oleh karena itu
kondisi akuifer di bawah tanah dapat digolongkan sebagai berikut.

II.7.1 Akuifer Tertekan (Confined Aquifer)


Akuifer tertekan adalah akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan
atas dan bawah oleh akuiklud dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfir
serta pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir.

II.7.2 Akuifer Setengah Tertekan (Semi Confine / leaky aquifer)


Akuifer setengah tertekan adalah akuifer yang dibatasi oleh lapisan atas
berupa akuitard dan lapisan bawahnya akuiklud. Pada lapisan pembatas bagian
atasnya masih ada air yang mengalir ke akuifer walaupun hidraulik
konduktivitasnya jauh lebih kecil daripada hidaulik konduktivitas akuifer dan
tekanan airnya pada akuifer lebih besar dari tekanan atmosfir.

II.7.3 Akuifer Bebas


Akuifer bebas merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi hanya
lapisan bawahnya berupa akuitard. Pada lapisan atasnya ada pembatas yang
memiliki konduktivitas hidraulik lebih kecil dari pada konduktivitas hidraulik
dari akuifer, dan akuifer juga memiliki muka air tanah yang terletak pada lapisan
pembatas tersebut.

Gambar II.7 Sketsa Akuifer Bebas dan Akuifer Tertekan (BPSDM, 2019)

13
II.8 Konduktivitas Hidraulik
Konduktivitas hidraulik (K) adalah sifat material geologis yang mengandung
air berkaitan dengan kemampuannya untuk mengalirkan air pada suhu dan
kepadatan standar. Hal ini biasa dikenal sebagai koefisien permeabilitas.
Konduktivitas hidraulik tergantung pada ukuran dan bentuk pori-pori,
efektivitas interkoneksi antar pori-pori dan sifat fisik dan kimia air yang terkandung
dalam bukaan atau pori. Jika saluran interkoneksi kecil, maka volume air yang
lewat pori ke pori dan konduktivitas yang dihasilkan rendah (Gambar II.8 A).
Sedangkan jika pori disusun dari utir kasar maka konduktivitas hidrauliknya tinggi
(Gambar II.8 B).

Gambar II.8 Interkonteksi Antar Butir (BPSDM, 2019)

II.9 Geolistrik
Metode geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang digunakan untuk
pendugaan keadaan bawah permukaan serta untuk mengetahui jenis bahan
penyusun batuan berdasarkan sifat kelistrikan batuan. Berdasarkan jenisnya,
geolistrik dibedakan menjadi metode geolistrik aktif dan pasif. Metode geolistrik
aktif adalah metode geolistrik yang metode pengukurannya menggunakan masukan
sejumlah arus tertentu. Sedangkan, Metode geolistrik pasif adalah metode yang
memanfaatkan sifat kelistrikan yang sudah ada pada material contohnya adalah
potensial diri atau self potential. Geolistrik resistivity memiliki prinsip bahwa tiap
material mempunyai nilai resistivity tertentu ketika diinjeksikan oleh sejumlah arus
listrik tertentu. Dalam operasionalnya, metode ini digunakan untuk mengetahui dan

14
mengerti hubungan antara besaran yang terukur dengan parameter-parameter yang
mendefinisikan stratifikasi resistivity di bawah permukaan, sehingga tujuan dari
pendugaan resistivity adalah untuk menyelidiki perubahan resistivity batuan
terhadap kedalaman. Nilai resistivity batuan tergantung pada material, densitas,
porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu.
Akuifer yang terdiri atas material lepas seperti pasir dan kerikil mempunyai nilai
resistivity kecil, karena lebih mudah untuk menyerap air tanah.

Nilai resistivitas suatu batuan dapat ditentukan dengan rumus resistivitas


semu sebagai berikut :

ΔV
ρ=K
I

Keterangan :

ρ = Resistivitas Semu (ꭥm)

K = Konfigurasi

ΔV = Beda Potensial (mV)

I = Kuat Arus (mA)

II.9.1 Vertical Electronic Sounding (VES)


Vertical electronic sounding adalah suatu metode geolistrik 1D yang
bertujuan untuk membuat pendugaan kondisi bawah tanah berdasarkan nilai
tahanan (resistivity) batuan yang bersifat log vertical ke bawah tanah dengan
kedalaman yang bervariasi. Kelebihan dari metode ini adalah, tidak merusak
lingkungan karena kuat arus yang diinjeksikan ke dalam tanah tidak besar hanya
berkisar ± 120 mA, kelebihan lainnya adalah pengoperasian cukup mudah dan
biaya yang dikeluarkan cukup murah.

15
Gambar II.9 Sketsa Vertical Electronic Sounding (EIG, 2021)

II.9.2 Konfigurasi Geolistrik


Pengukuran geolistrik berhubungan dengan geometri susunan elektroda
arus dan potensial yang digunakan saat akuisisi. Setiap konfigurasi mempunyai
metoda perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis
batuan di bawah permukaan. Beberapa jenis konfigurasi yang biasa digunakan
untuk pengukuran geolistrik adalah konfigurasi schlumberger, konfigurasi wenner,
dan konfigurasi dipole-dipole.

II.9.2.1 Konfigurasi Schlumberger


Pengukuran geolistrik dengan menggunakan konfigurasi schlumberger
dapat mengubah jarak elektroda arus tidak harus sama dengan jarak elektroda
potensial. Nilai eksentrisitas dari konfigurasi ini dapat berkisar antara 1/3 atau 1/5
yang berarti jarak elektroda arus yang potensial berkisar pada tiga kali jarak
elektroda potensial sampai lima kali jarak elektroda potensial.
Konfigurasi schlumberger biasanya digunakan untuk pengukuran
geolistrik secara sounding, yaitu pengambilan data yang difokuskan secara vertical.
Kelebihan dari konfigurasi ini adalah dapat mendeteksi ketidakhomogenan suatu
lapisan batuan pada permukaan dengan cara membandingkan nilai resistivitas semu
Ketika shifting. Sedangkan kelemahan konfigurasi schlumberger adalah
pembacaan pada elektroda potensial (MN) kecil apabila elektroda arus (AB) berada
sangat jauh bahkan hingga melebihi nilai eksentrisitas konfigurasi schlumberger.

16
Gambar II.10 Sketsa Konfigurasi Schlumberger

Konfigurasi schlumberger memiliki rumus perhitungan untuk menentukan


konfigurasi berdasarkan jarak elektroda potensial dan elektroda arus dengan rumus
sebagai berikut :

Keterangan :
K : Konfigurasi Schlumberger
L : Jarak A-B
l : Jarak M-N

II.9.3 Prinsip Kerja


Prinsip kerja metode ini adalah menginjeksikan arus listrik DC (Direct
Current) kedalam tanah melalui dua buah elektroda arus (A dan B) yang
ditancapkan kedalam tanah (transmitter) dengan jarak tertentu. Semakin panjang
jarak elektroda arus A dan B akan menyebabkkan aliran arus listrik dapat
menembus lapisan batuan lebih dalam (Effendy, 2012). Dengan adanya aliran arus
listrik akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang
terjadi di permukaan tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang

17
terhubung melalui dua buah elektroda potensial (M dan N) yang jaraknya lebih
pendek daripada jarak elektroda A dan B.
Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh
arus listrik ini sama dengan setengah dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila
digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran
arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari jari AB/2, dengan maksimum
kedalaman efektif yang bisa ditampilkan adalah AB/6 (Effendy, 2012). Hal ini
menyebabkan apabila posisi jarak elektroda arus (A dan B) diubah menjadi lebih
besar maka tegangan listrik atau beda potensial yang terjadi pada elektroda
potensial (M dan N) ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang
terinjeksi pada kedalaman yang lebih besar. Pengukuran ini menghasilkan nilai kuat
arus (I), beda potensial (ΔV), dan jarak spasi antar elektroda (n). Dari beda potensial
yang diukur dapat ditentukan variasi resistivity masing masing lapisan dibawah
permukaan, yang selanjutnya memungkinkan dilakukan interpretasi geologi untuk
membuat model geologi bawah permukaan berdasarkan sifat kelistrikan tersebut.

Gambar II.11 Prinsip Kerja Geolistrik (Abyan, 2019)

Geolistrik resistivity memiliki prinsip bahwa tiap material mempunyai nilai


resistivity tertentu ketika diinjeksikan oleh sejumlah arus listrik tertentu. Dalam
operasionalnya, metode ini digunakan untuk mengetahui dan mengerti hubungan
antara besaran yang terukur dengan parameter-parameter yang mendefinisikan
stratifikasi resistivity di bawah permukaan, sehingga tujuan dari pendugaan
resistivity adalah untuk menyelidiki perubahan resistivity batuan terhadap
kedalaman. Nilai resistivity batuan tergantung macam-macam materialnya,

18
densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan
suhu. Aquifer yang terdiri atas material lepas seperti pasir dan kerikil mempunyai
nilai resistivity kecil, karena lebih mudah untuk menyerap air tanah. Adapun
material lain yang memiliki harga resistivity. Terlihat pada table II.1.

Tabel II.1 Harga Resistivity Beberapa Mineral (Asikin,1992)


Resistivity Resistivity
Semu Semu
Material Bumi Material Bumi
Ω.m Ω.m
Logam Batuan Sedimen

Tembaga 1,7. 10−8 Batu lempung 10 −103

Emas 2,4. 10−8 Batu pasir 1. 108

Perak 1,6. 10−8 Batu gamping 50 −107

Grafit 1. 10−3 Dolomite 100 −104

Besi 1. 10−7 Sedimen lepas

Nikel 7,8. 10−8 Pasir 1 −103

Timah 1,1. 10−7 Lempung 1 −102

Batuan Kristalin Air tanah

Granit 102 − 106 Air sumur 0,1 − 103

Diorit 104 − 105 Air payau 0,3 − 1

Gabbro 103 − 106 Air laut 0,2

Air asin

Andesit 102 − 104 (garam) 0,05 − 0,2

Basalt 10 −107

Sekis 10 −104

Gneiss 104 − 106

19
Harga dalam resistivity juga terkandung dalam batuan, Tabel II.2
memperlihatkan harga Resistivity.

Tabel II.2 Harga Resistivity Beberapa Batuan (Asikin, 1992)


Harga Harga
Resistivity Resistivity
Material Material
Ω.m Ω.m
Air permukaan 80-200 Batuan dasar lembab 150-300

Air tanah 30-100 Pasir kerikil 300


kelanauan
Silt lempung 10-200 Batuan dasar tak 2400
lapuk
Pasir 100-600 Terdapat air tawar 20-60

Pasir dan kerikil 100-1000 Air asin 20-200

Batu lumpur 20-200 Kelompok chert, 0,18-0,24


slate
Batu pasir 50-500 Unconsolidated sediment

Konglomerat 100-500 Sand 1-1000

Tufa 20-200 Clay 1-100

Kelompok

andesit 100-2000 Marl 1-100

Kelompok granit 1000-10000 Ground


water
Tanah lempung 1,5-3 Portable well water 0,1-1000

Lempung lanau 3-15 Breckish water 0,3-1

Tanah lanau

pasiran 15-150 Sea water 0,05-0,2

20
II.10 Interpolasi IDW (Inverse Distance Weighted)

Interpolasi merupakan metode untuk mendapatkan data berdasarkan data


yang telah diketahui. Interpolasi umumnya digunakan untuk keperluan pemetaan.
Dalam pemetaan, interpolasi merupakan proses estimasi nilai pada wilayah yang
tidak disampel, sehingga terbuatlah peta atau sebaran nilai pada seluruh wilayah.
Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode yang sederhana yang
mempertimbangkan titik disekitarnya. Asumsi dari metode ini adalah nilai
interpolasi yang akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih
jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jarak dengan data
sampel. Bobot ini tidak dipengaruhi oleh letak dari data sampel.

II.11 Peta Isopach

Peta isopach adalah sebuah garis yang menghubungkan titik-titik yang


mempunnyai nilai ketebalan yang sama, secara umum biasa di kenal dengan peta
ketebalan suatu lapisan. Ketebalan ini dapat bervariasi tergantung dari hasil
pengolahan data yang didapatkan yang nantinya akan di interpolasi antar satu titik
dengan titik lainnya, sehingga terbentuknya peta ketebalan suatu lapisan.

Gambar II.12 Contoh Peta Isopach

21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan menggunakan metode deskriptif


kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode yang menggunakan gambar atau
grafik untuk menjelaskan suatu data. Metode kuantitatif adalah metode yang
menggunakan persamaan atau rumus untuk menghasilkan suatu hasil yang terukur
nilainya.

III.1 Studi Pustaka


Studi Pustaka dilakukan dengan mempelajari penelitian-penelitian
terdahulu yang memiliki topik sama dengan penelitian ini. Berdasarkan studi
Pustaka yang dilakukan sebagai tahapan awal, pencarian parameter-parameter
penentuan lokasi penelitian, peneliti sebelumnya mendominasi untuk melakukan
penelitian geolistrik di daerah karangsambung, kebumen dengan latar belakang
kekeringan akibat curah hujan yang rendah serta musim kemarau yang
berkepanjangan.
Penentuan lokasi penelitian di Desa Pencil dan Seling, Kecamatan
Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah berlandaskan masalah kekeringan di
Kebumen pada September 2020 yang berdampak pada masyarakat Desa Pencil dan
Seling, dalam sektor social dan ekonomi sehingga Kebumen membutuhkan suplai
air bersih dari Banyumas sejumlah 8rb liter air bersih (BPDB Kebumen, 2020), di
samping masalah kekeringan akibat curah hujan yang rendah dan kemarau yang
berkepanjangan.
Desa Pencil dan Seling juga memiliki perbedaan elevasi yang tergolong
beragam. Elevasi di Desa Pencil dan Seling berkisar antara 34-250 meter. Hal ini
menyebabkan penyebaran lapisan akuifer yang berperan sebagai sumber air bersih
utama masyarakat Desa Seling dan Pencil memiliki penyebaran dan ketebalan
akuifer yang beragam akibat perbedaan elevasi yang ada.
Hasil dari studi Pustaka selain penentuan lokasi penelitian adalah penentuan
titik penelitian pada kedua desa tersebut. Penentuan titik penelitian berdasarkan
beberapa parameter, seperti :

22
1. Ketersampaian : Mudah atau tidaknya titik penelitian di jangkau, karena
berdasarkan penelusuran melalui google earth Desa Pencil dan Seling masih
didominasi oleh tata guna lahan hutan dan sawah serta jalan yang bisa di akses
di Desa Seling dan Pencil masih tergolong minim.
2. Representatif : Bisa dianggap cukup untuk mewakili satu area penelitian,
yaitu dengan menjadikan segala tata guna lahan dan keberagaman desa tersebut
sebagai titik penelitian.
3. Arah Aliran Air : Memperhatikan lokasi-lokasi terkumpulnya air pada elevasi
rendah (Gambar III.1.1), untuk lebih mudah mendeteksi lapisan akuifer yang
ada di bawah permukaan tanah.

Gambar III.1 Arah Aliran Air Desa Seling dan Pencil

Setelah memperhatikan parameter-parameter yang ada, ditentukan titik


lokasi penelitian rencana sejumlah 29 titik, dengan 15 titik penelitian yang akan
diambil pada musim kemarau dengan nama titik DS (Desa Seling) dan DP (Desa
Pencil), 6 titik penelitian yang akan di ambil pada musim penghujan sebagai
pelengkap data untuk pembuatan cross-section dengan nama titik Validasi (V), dan
8 titik penelitian yang di ambil oleh Frizky dan Joshua dengan nama titik (FL dan
JO). Persebaran titik penelitian dapat di lihat pada gambar di bawah ini (Gambar
III.2).

23
Gambar III.2 Peta Titik Lokasi Penelitian

III.2 Survey Lapangan


Tahap selanjutnya setelah studi Pustaka adalah survey lapangan yang
bertujuan untuk menyesuaikan titik-titik lokasi rencana penelitian dengan lapangan
sebenarnya dan percobaan penggunaan alat. Survey lapangan dilakukan pada bulan
Juli, musim kemarau. Berdasarkan titik-titik lokasi penelitian yang telah
direncanakan disesuaikan dengan keadaan lapangan, terutama ketersampaiannya,
karena berdasarkan kondisi lapangan, titik-titik lokasi rencana berada pada lokasi
yang tidak terlalu sulit untuk di jangkau, karena masih minimnya jalan yang bisa di
akses menuju daerah-daerah pelosok Desa Pencil dan Seling.
Survey lapangan juga membuat peneliti menyesuaikan diri dengan alat yang
digunakan, yaitu alat geolistrik GL-4200P, alat geolistrik single channel (Gambar
III.2).

24
Gambar III.3 Alat Geolistrik GL-4200P Single Channel
III.3 Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan pada bulan September 2020, musim kemarau,
sumber data yang dikumpulkan terdiri dari 2 jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder.
III.3.1 Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan melalui proses pengamatan
serta pengukuran langsung di lapangan, data-data tersebut meliputi :
1. Data koordinat, elevasi, dan tata guna lahan titik penelitian menggunakan
GPS dan juga survey langsung untuk menentukan tata guna lahan yang
terdapat pada area penelitian.
2. Data geolistrik yang berisikan kuat arus, beda potensial, dan Panjang
bentangan. Cara pengambilan data adalah dengan melakukan pengukuran
langsung di lapangan menggunakan alat geolistrik singlechannel dengan
menancapkan keempat elektroda yang masing-masing merupakan
elektroda arus dan potensial, lalu melakukan injeksi arus kepada elektroda-
elektroda tersebut yang disalurkan menggunakan kabel
penghubung,setelah arus diinjeksi maka akan terbaca kuat arus yang
dialirkan dan data potensial yang terbaca pada percobaan, kegiatan tersebut
dilakukan terus-menerus hingga data yang didapatkan cukup.
3. Data sumur yang meliputi jumlah sumur, koordinat sumur, elevasi sumur,
tinggi bibir sumur (T), kedalaman muka air (D), dan tebal air (B).
pengukuran sumur menggunakan alat GPS dan meteran, cara pengukuran
dengan menentukan dan mencari lokasi-lokasi sumur yang terdapat pada

25
sekitar area penelitian, selanjutnya dilakukan pengeplotan titik lokasi pada
GPS dan diukur beberapa variable untuk data sumur, seperti tinggi bibir
sumur dari permukaan tanah, keterdapatan permukaan air dari bibir sumur,
dan juga ketebalan air menggunakan meteran yang ujungnya diikatkan
dengan bandul.

III.3.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang di peroleh dari literature dan lapangan
yang sudah ada dan pernah digunakan untuk penelitian ini, data-data tersebut,
yaitu :
1. Formasi batuan Kebumen (Asikin, 1992)
2. Peta daerah lokasi penelitian dalam bentuk excel sebagai data untuk
pembuatan peta penyebaran akuifer Desa Pencil dan Seling.
3. Data curah hujan tahun 2015-2019 di stasiun terdekat, Kaligending, data ini
didapatkan dari BMKG.

III.4 Pengolahan Data


Tahap pengolahan data dilakukan setelah memperoleh seluruh data yang
dibutuhkan di lapangan dan data sekunder yang dibutuhkan, pengolahan data
digunakan dengan beberapa software, yaitu Microsoft Excel, Progress 3.0, dan
ArcGis 10.6. Masing-masing software memiliki fungsi yang berbeda-beda,
penjelasan lebih jelasnya akan dijabarkan di poin-poin di bawah ini :

III.4.1 Microsoft Excel


Data-data yang diolah menggunakan Ms.Excel bersifat matematis
seperti perhitungan data konfigurasi schlumberger, perhitungan resistivitas semu,
perhitungan persen kebenaran penelitian, dan pengolahan log visual batuan.

III.4.2 Progress 3.0


Data yang diolah menggunakan software progress 3.0 berasal dari data-
data hasil olahan dari Ms.Excel yang bertujuan untuk mengubah resistivitas semu
menjadi resistivitas sebenarnya dan penambilan log data berdasarkan kedalaman.

26
Proses pengolahan data pada software progress 3.0 bisa di lihat pada gambar III.4.

Gambar III.4 Alur Penggunaan Software Progress 3.0

Pada tahap ke-1 dilakukan input data ½ AB (m) dan data resistivitas
semu pada kolom spacing untuk ½ AB (m) dan observed data untuk resistivitas
semu, setelah itu klik tanda panah pada tab forward modelling, Ketika diminta
untuk save file beri identitas untuk titik penelitian sesuai data yang di input.
Tahap ke-2 data telah di input dan isi data data di kolom spacing dan
observed data sesuai dengan model hasil interpretasi software progress 3.0, lalu
klik tanda panah pada tab invers modelling.
Tahap ke-3 setelah klik tanda panah invers modelling, software akan
berusaha untuk meminimalisir error yang terjadi di lapangan Ketika
pengambilan data dengan memperhatikan nilai resistivitas sebenarnya dan jarak
elektroda arus (AB).
Tahap ke-4 klik interpreted data untuk menginterpretasikan data yang
sudah di minimalisir galatnya untuk menjadi log vertical. Data log ini yang dapat
di olah ke tahap selanjutnya menggunakan software ArcGis 10.6 untuk dijadikan
data stratigrafi batuan terduga.

27
III.4.3 ArcGis 10.6
Data yang sudah di olah software progress yaitu log vertical dengan
resistivitas sebenarnya dapat di olah dengan software ArcGis 10.6 menjadi peta
persebaran akuifer berdasarkan resistivitas batuan dengan metode interpolasi
Inverse Distance Weighted. Proses pengolahan data menggunakan ArcGis 10.6
dapat di lihat pada gambar III.5

Gambar III.5 Alur Pengolahan Data dengan ArcGis 10.6


Pada tahap pertama buka lembaran baru Arcgis 10.6 dan save sesuai
project yang diinginkan, pastikan data-data excel yang sudah di olah berdasarkan
data yang diperlukan, seperti koordinat, elevasi, kedalaman muka akuifer, dan
ketebalan akuifer hasil olahan data Progress 3.0 yang sudah di buat table pada
Ms. Excel.
Tahap ke-2 adalah pencarian Excel to Table pada kolom search untuk
menginput data excel yang sudah disiapkan tadi ke dalam software ArcGis 10.6,
tunggu hingga data terinput.
Tahap ke-3 adalah melakukan export data yang sudah di input tadi untuk
membuat layer baru untuk pembuatan layer kedalaman muka akuifer dan layer
ketebalan akuifer, supaya data mentahannya tidak terganggu jika terjadi error.
Tahap ke-4 adalah penampilan titik-titik penelitian dengan cara klik
kanan pada data yang sudah di input dan klik display XY data, setelah itu titik-
titik penelitian akan muncul.

28
Tahap ke-5 tahap terakhir yaitu pencarian IDW (3D Analyst) pada
kolom search untuk menginterpolasikan data-data berdasarkan data yang sudah
ada nilainya, tunggu hingga proses selesai hingga terbentuknya peta.

III.5 Analisis Hasil Data dan Pembahasan


Analisis hasil data dan pembahasan mengacu pada hasil olahan data yang
memiliki output peta persebaran akuifer dan peta ketebalan akuifer Desa Pencil dan
Seling. Berdasarkan kekeringan yang terjadi di Desa Seling dan Pencil akibat
musim kemarau berkepanjangan dan curah hujan yang berada pada kelas
menengah, serta dengan lokasi sumur yang kurang tepat sehingga keberadaan
sumur yang kurang efektif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa Pencil dan
Seling. Rekomendasi yang akan diberikan merupakan data rekomendasi lokasi
sumur yang cocok sebagai sumber air bersih utama untuk masyarakat.

III.6 Kesimpulan dan Saran


Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dan sudah mendaptkan data yang
dapat diperoleh lalu dibuat rekomendasi-rekomendasi yang dapat bermanfaat untuk
menyelesaikan masalah kekeringan pada Desa Seling dan Pencil. Serta memberikan
saran untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang bertujuan meneliti topik yang
sama supaya mendapatkan data yang lebih akurat dengan alat-alat yang lebih
terbaharukan.

Gambar III.6 Skema Penelitian

29
Studi Literatur

Survey Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer Data Sekunder


• Kuat arus • Formasi Batuan
• Beda Potential • Peta lokasi Penelitian
• Koordinat dan Elevasi • Curah Hujan
• Panjang Bentangan

Pengolahan Data

• Mengolah data primer menjadi resisitivitas semu (apparent resistivity)


• Mengolah resistivitas semu menjadi resistivitas sebenarnya dan
menghasilkan resistivity log
• Menginterpretasi Resistivity Log
• Mengolah hasil interpretasi dengan software ArcGIS

Analisis Hasil Pengolahan dan Data

• Analisa kondisi hidrogeologi lapangan


• Analisa pengukuran geolistrik resistivity
• Analisa kedalaman akuifer Desa Pencil dan Seling
• Penentuan lokasi sumur yang tepat

Kesimpulan dan Saran

Gambar III.7 Diagram Alir Penelitian

30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Keadaan Hidrogeologi di Lapangan


Berdasarkan kegiatan lapangan yang di lakukan pada Desa Pencil dan Desa
Seling sebagai lokasi penelitian pada tanggal 15-30 September 2020, keadaan
lokasi peneletian saat itu kemarau, sehingga menyebabkan banyaknya tanah
permukaan yang kering dan hal itu berpengarruh terhadap keadaan lapisan akuifer
yang terdapat di dalam tanah.
Berdasarkan data stratigrafi, daerah tersebut memiliki tiga formasi batuan,
yaitu formasi ponosogan yang terdiri atas perselingan batu pasir, batu lempung,
tuff, kalkarenit, dan kalsilutit, formasi waturanda yang terdiri dari batu pasir kasar,
dan formasi alluvium yang terdiri dari lempung, lanau, pasir dan kerakal. Lapisan
yang berpotensi menjadi lapisan akuifer adalah lapisan batuan yang memiliki sifat
permeable dan berpotensi untuk menyimpan air, yaitu batu pasir dan kalkarenit.
Lapisan akuifer yang terdeteksi pada penelitian di lapangan berjenis akuifer
bebas (unconfined aquifer). Lapisan akuifer bebas berada pada lapisan tanah yang
bersifat permeable dan dapat menyimpan air yaitu batu pasir dan berada di atas
lapisan impermeable (akuitard) dan di bawah lapisan permeable (tanah penutup).

Hasil yang didapatkan dari survey lapangan adalah titik-titik lokasi


penelitian yang valid beserta tata guna lahan titik penelitian (Tabel IV.1). serta data
sekunder yang didapatkan adalah data curah hujan dari stasiun terdekat dengan
lokasi penelitian, yaitu stasiun Kaligending, data curah hujan yang didapatkan
adalah data curah hujan tahun 2015-2019 (Tabel IV.2).

Tabel IV.1 Koordinat Titik Penelitian dan Tata Guna Lahan


Titik X Y Z Tata Guna Lahan
DP-10 -7.606083333 109.6851667 237 Hutan
DP-9 -7.605833333 109.6796944 216 Hutan
DS-8 -7.609444444 109.6792222 173 Hutan
DS-2 -7.603888889 109.6606667 79 Sawah
DP-5 -7.601694444 109.6868611 241 Sawah

31
Titik X Y Z Tata Guna Lahan
DP-4 -7.603333333 109.6836111 250 Sawah
DS-15 -7.60825 109.67075 160 Kebun
DP-12 -7.601027778 109.68025 238 Mukim
DS-6 -7.599722222 109.6654722 53 Hutan
DS-11 -7.607472222 109.66425 138 Mukim
DS-1 -7.598888889 109.6553611 44 Sawah
DS-16 -7.603277778 109.66925 135 Sawah
DS-14 -7.600888889 109.6691667 124 Kebun
DS-7 -7.609361111 109.6747778 155 Hutan
DS-3 -7.601888889 109.6756389 155 Sawah
JO-1 -7.605888889 109.6763333 207 Kebun
JO-2 -7.6045 109.6752778 180 Sawah
JO-3 -7.605555556 109.6744444 181 Hutan
FL-1 -7.601027778 109.6584722 34 Sawah
FL-6 -7.599775 109.6586278 45 Sawah
FL-7 -7.599913889 109.6597 56 Sawah
FL-8 -7.601858333 109.6602083 49 Sawah
JO-6 -7.606861111 109.6736389 172 Mukim
V-2 -7.603 109.6727778 156 Sawah
V-4 -7.602916667 109.6780278 198 Hutan
V-6 -7.599388889 109.6835833 221 Sawah
V-1 -7.602083333 109.66325 114 Hutan
V-5 -7.609166667 109.6659722 152 Mukim
V-3 -7.607416667 109.6770833 213 Sawah

Tabel IV.2 Data Curah Hujan Stasiun Kaligending (BMKG,2020)


TAHUN JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC

2015 590 253 689 503 6 0 0 0 0 0 436 545

2016 310 421 345 556 347 331 156 69 510 634 807 594

2017 535 463 426 283 74 138 24 10 170 551 486 587

2018 586 437 279 358 70 33 10 0 14 12 414 525

2019 691 304 462 89 111 0 0 6 0 2 10 256

32
IV.2 Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Pada penelitian ini menggunakan data curah hujan dengan periode waktu 5
tahun, yaitu dari tahun 2015-2019. Sumber data diperoleh dari Badan
Meteorologidan Geofisika (BMKG). Data di ambil pada stasiun Kaligending.
Untuk pengolahan data curah hujan dibagi menjadi 2, yaitu bulan kering dan bulan
basah. Bulan kering terjadi dari bulan April hingga September. Sedangkan untuk
bulan basah terjadi dari bulan Oktober hingga Maret. Dilakukan pembagian seperti
di atas agar dapat mempermudah penulis dalam membandingkan curah hujan pada
bulan kering dan bulan basah. Didapatkan data rata-rata jam hujan per-hari yaitu
1,19 mm/jam untuk bulan basah dan 2.23 mm/jam untuk bulan kering (Joshua,
2021). Data tersebut akan digunakan untuk perhitungan curah hujan sebagai
berikut:

343,665 24 2/3
I=
24
(1.19)
= 106,096 mm/jam (pada bulan kemarau)

662,473 24 2/3
I= ( )
24 2,23
= 134,553 mm/jam (pada bulan penghujan)

IV.3 Perhitungan Konfigurasi Schlumberger


Perhitungan konfigurasi schlumberger berdasarkan jarak antara elektroda
arus (AB) dan elektroda potensial (MN), perhitungan konfigurasi dapat di lihat di
bawah ini :

1. Untuk jarak AB/2 = 1.5m dan MN/2 = 0.5m


π(1.52 −0.52 )
K= = 6.29
2 𝑥 0.5

2. Untuk jarak AB/2 = 2.5m dan MN/2 = 0.5m


π(2.52 −0.52 )
K= = 18.86
2 𝑥 0.5

3. Untuk jarak AB/2 = 3m dan MN/2 = 1m


π(32 −12 )
K= = 12.57
2𝑥1

33
4. Untuk jarak AB/2 = 4m dan MN/2 = 1m
π(42 −12 )
K= = 23.57
2𝑥1

5. Untuk jarak AB/2 = 5m dan MN/2 = 1m


π(52 −12 )
K= = 37.71
2𝑥1

6. Untuk jarak AB/2 = 6m dan MN/2 = 2m


π(62 −22 )
K= = 25.14
2𝑥2

7. Untuk jarak AB/2 = 7m dan MN/2 = 2m


π(72 −22 )
K= = 35.36
2𝑥2

8. Untuk jarak AB/2 = 10m dan MN/2 = 5m


π(102 −52 )
K= = 23.57
2𝑥5

9. Untuk jarak AB/2 = 12m dan MN/2 = 5m


π(122 −52 )
K= = 37.4
2𝑥5

10. Untuk jarak AB/2 = 14m dan MN/2 = 5m


π(142 −52 )
K= = 53.74
2𝑥5

11. Untuk jarak AB/2 = 16m dan MN/2 = 5m


π(162 −52 )
K= = 72.6
2𝑥5

12. Untuk jarak AB/2 = 18m dan MN/2 = 5m


π(182 −52 )
K= = 93.97
2𝑥5

13. Untuk jarak AB/2 = 21m dan MN/2 = 6m


π(212 −62 )
K= = 106.07
2𝑥6

14. Untuk jarak AB/2 = 24m dan MN/2 = 6m


π(242 −62 )
K= = 141.43
2𝑥6

15. Untuk jarak AB/2 = 30m dan MN/2 = 6m


π(302 −62 )
K= = 226.29
2𝑥6

16. Untuk jarak AB/2 = 35m dan MN/2 = 7m


π(352 −72 )
K= = 264
2𝑥7

17. Untuk jarak AB/2 = 40m dan MN/2 = 8m

34
π(402 −82 )
K= = 301.71
2𝑥8

18. Untuk jarak AB/2 = 45m dan MN/2 = 9m


π(452 −92 )
K= = 339.43
2𝑥9

19. Untuk jarak AB/2 = 50m dan MN/2 = 10m


π(502 −102 )
K= = 377.14
2 𝑥 10

Perhitungan konfigurasi berhenti di jarak bentangan elektroda arus (AB/2)


maksimal 50 meter karena keterbatasan alat yang hanya memiliki meteran untuk
proses pengambilan data memilik jarak bentang maksimal dengan Panjang 100
meter. Semua konfigurasi pada setiap titik di buat sama dengan tujuan untuk
mempermudah peneliti dalam pengambilan data dan pengolahan data.

IV.4 Perhitungan Resistivitas Semu


Perhitungan resistivitas semu dengan menggunakan rumus ρ = K x ΔV/I,
untuk konsep perhitungan pada semua titik sama, namun sebagai contoh
perhitungan resistivitas semu, saya ambil contoh titik penelitian DP-10.
1. Untuk jarak AB/2 = 1.5m dan MN/2 = 0.5m
459
ρ = 6.29 x126.1 = 22.9 ꭥ𝑚

2. Untuk jarak AB/2 = 2.5m dan MN/2 = 0.5m


194.4
ρ = 18.86 x125.9 = 29.1 ꭥ𝑚

3. Untuk jarak AB/2 = 3m dan MN/2 = 1m


326.5
ρ = 12.57 x126.1 = 32.5 ꭥ𝑚

4. Untuk jarak AB/2 = 4m dan MN/2 = 1m


200.1
ρ = 23.57 x126.3 = 37.3 ꭥ𝑚

5. Untuk jarak AB/2 = 5m dan MN/2 = 1m


155.7
ρ = 37.71 x126.3 = 46.5 ꭥ𝑚

6. Untuk jarak AB/2 = 6m dan MN/2 = 2m


142.1
ρ = 25.14 x 126 = 28.4 ꭥ𝑚

7. Untuk jarak AB/2 = 7m dan MN/2 = 2m

35
137.3
ρ = 35.36 x126.3 = 38.4 ꭥ𝑚

8. Untuk jarak AB/2 = 10m dan MN/2 = 5m


153.6
ρ = 23.57 x126.6 = 28.6 ꭥ𝑚

9. Untuk jarak AB/2 = 12m dan MN/2 = 5m


117.7
ρ = 37.4 x126.6 = 34.8 ꭥ𝑚

10. Untuk jarak AB/2 = 14m dan MN/2 = 5m


96.7
ρ = 53.74 x126.6 = 41 ꭥ𝑚

11. Untuk jarak AB/2 = 16m dan MN/2 = 5m


85.6
ρ = 72.6 x126.9 = 49 ꭥ𝑚

12. Untuk jarak AB/2 = 18m dan MN/2 = 5m


82.5
ρ = 93.97 x126.9 = 61.1 ꭥ𝑚

IV.5 Hasil Analisis Resistivitas dengan Software Progress 3.0


Berdasarkan data primer yang didapatkan di lapangan, setelah di olah
berdasarkan perhitungan didapatkan data konfigurasi schlumberger dan resistivitas
semu (Tabel IV.3), resistivitas dapat di analisis berdasarkan nilai resistivitas yang
telah disederhanakan oleh peneliti terdahulu (Dhanty Indriastuty, 2018) pada (Tabel
IV.4) yang mengambil sumber resistivitas berdasarkan penelitian terdahulu
(Asikin, 1992). Fungsi software progress 3.0 adalah untuk mengubah nilai
resistivitas semu menjadi resistivitas sebenarnya dengan menggunakan proses
inversi dengan matriks sederhana.

Tabel IV.3 Tabel Data Primer Titik Penelitian DP-10


½ MN (m) ½ AB (m) I(mA) ΔV(mV) K Ρ(ꭥm)
0,5 1,5 126,1 459 6,29 22,9
0,5 2,5 125,9 194,4 18,86 29,1
1 3 126,1 326,5 12,57 32,5
1 4 126,3 200,1 23,57 37,3
1 5 126,3 155,7 37,71 46,5
2 6 126 142,1 25,14 28,4

36
½ MN (m) ½ AB (m) I(mA) ΔV(mV) K Ρ(ꭥm)
2 7 126,3 137,3 35,36 38,4
5 10 126,6 153,6 23,57 28,6
5 12 126,6 117,7 37,4 34,8
5 14 126,7 96,7 53,74 41,0
5 16 126,9 85,6 72,6 49,0
5 18 126,9 82,5 93,97 61,1

Tabel IV.4 Tabel Klasifikasi Resistivitas Batuan (Dhanty Indriasatuty, 2018)


Tahanan Jenis (ꭥm) Litologi
0-50 Soil
51-100 Batupasir
101-200 Kalkarenit
>200 Gamping Lempungan

Berdasarkan klasifikasi resistivitas batuan yang telah disederhanakan,


didapatkan log batuan yang merupakan output dari software Progress 3.0, dapat
diklasifikasikan keberagaman resistivitas batuan berdasarkan kedalaman. Pada titik
lokasi penelitian DP-10 dapat diklasifikasikan pada Gambar IV.1. Batuan yang
terklasifikasikan terdapat tanah penutup (Soil), batupasir (BP), Lempung (Clay),
dan gamping lempungan (GL).

37
Soil
BP

Clay

BP

GL

Gambar IV.1 Klasifikasi Log Batuan Titik DP-10

IV.6 Analisis Litologi Batuan


Pada analisis ini akan dilihat litologi batuan berdasarkan klasifikasi
resistivitas berdasarkan kedalaman yang di hasilkan dari software Progress 3.0.
pendugaan litologi yang berada di bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas
sebenarnya, lalu data tersebut akan dikorelasikan dengan Tabel IV.5.2. litologi yang
diduga terdiri dari tanah penutup, batupasir, batulempung, kalkarenit, dan kalsilutit.
Untuk pendugaan litologi secara keseluruhan dapat di lihat pada Tabel IV.6.

38
Depth
DS-1 FL-5 DS-2 DS-11 V-5 DS-14 V-2 JO-1 JO-2 V-3 DS-8 FL-1 FL-8 V-1 DS-16 JO-1 DP-9 DP-10 DP-4 DP-5 DS-15 DP-12 DS-6 DS-7 DS-3 JO-3 FL-6 FL-7 JO-6 V-4 V-6
/Titik
0
SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL SOIL

1
GP GP GP CLAY BP BP SOIL SOIL BP SOIL SOIL BP BP BP BP SOIL SOIL BP BP SOIL SOIL BP BP SOIL SOIL SOIL BP BP BP BP SOIL

2
BP GP BP CLAY BP BP CLAY SOIL CLAY BP SOIL BP BP BP CLAY SOIL BP BP BP SOIL BP BP CLAY SOIL SOIL SOIL BP BP GL BP SOIL

3
BP BP BP CLAY BP CLAY BP CLAY CLAY BP BP BP BP GL CLAY CLAY BP BP GP SOIL BP BP CLAY BP SOIL SOIL BP BP GL BP SOIL

4
BP BP BP BP BP CLAY GP BP BP BP BP BP GP GL GP BP CLAY CLAY GP BP BP BP CLAY BP BP SOIL CLAY BP GL GL BP

5
BP GL GL BP GL CLAY GP BP BP BP BP CLAY GP GL GP BP CLAY GP GP GL GP BP CLAY BP BP BP GP CLAY BP GL BP

6
GP GL GL BP GL GL GP BP BP BP BP GP GP GL GL BP CLAY GP GL GL GP BP GP GL BP BP GP CLAY BP GL CLAY

7
GP GL GL BP GL GL GP BP BP GL BP GP GP GL GL BP GL GP GL GL GP BP GP GL GL GP GL CLAY BP GL GP

8
GL GL GL GL GL GL GL BP GP GL GL GP GL GL BP GL GP GL GL GP GL GP GL GL GP GL GL BP GL GP

9
GL GL GL GL GL GL BP GP GL GL GP GL GL BP GL GL GL GL GP GL GP GL GP GP GL GL GL GP

10
GL GL GL GL GL BP GP GL GL GP GL GL BP GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL

11
GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL

12
GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GL GP GL GL

13
GL GL GP GL GL GL GL GP GL GL GL GL GP GL GL

14
GL GP GL GL GL GL GP GL GL GP

15
GL GP GL GL GL GL GP GL GP

16
GL GP GL GL GP
GL
17
GL GP GL GL GL
GL
18
GL GL GL

19
GL GL

20
GL

21
GL

22
GL

23
GL

24
GL

Gambar IV.2 Gambar Dugaan Visual Litologi Batuan Titik Penelitian

Pembuatan visual log batuan di atas berdasarkan beberapa parameter yang


ada, seperti nilai resistivitas batuan yang berubah seiring dengan berubahnya
kedalaman dan dikorelasikan dengan data-data klasifikasi batuan berdasarkan
resistivitas yang telah disederhanakan (Dhanty, 2018). Berdasarkan gambar di atas
hasil pendugaan litologi di bawah permukaan tanah, di asumsikan lapisan batuan
pembawa akuifer adalah batupasir dan kalkarenit, karena berdasarkan ukuran butir
(Tabel IV.5), masing-masing batuan yang memungkinkan dapat menyimpan dan
mampu mengalirkan air. Kedalaman ditemukannya batupasir dan kalkarenit
berkisar 1-5 meter dan ketebalannya berkisar antara 4-6 meter.

Tabel IV.5 Ukuran Butir Batuan (Sanders (1981) dan Tucker (1991))
Batuan Ukuran Butir (mm)
Batupasir 1/16-2
Batulempung 1/16-1/256
Kalkarenit 0.062

39
Kalsilutit 0.005

IV.7 Analisis Keterdapatan Akuifer


Berdasarkan data resistivity log dan Analisa litologi batuan, dapat
diasumsikan keberadaan akuifer dan ketebalan akuifer, asumsi peneliti akan
diperkuat dengan data sumur yang terdekat dari beberapa titik penelitian. Korelasi
sumur dengan penelitian ini adalah muka air yang ditemukan pada sumur sama
dengan muka zona jenuh air, dimana muka zona jenuh air merupakan batas atas
dari lapisan akuifer bebas. Berikut ini adalah peta lokasi sumur dan titik lokasi
penelitian yang berdekatan.

Gambar IV.3 Lokasi Sumur dan Titik Lokasi Penelitian yang Berdekatan

Berdasarkan data peta, lokasi sumur dan titik penelitian yang berdekatan
sejumlah 6 titik memiliki kedalaman sumur dan pendugaan lapisan litologi sebagai
pembawa akuifer yang berbeda-beda. Kondisi akuifer yang terduga berdasarkan
data adalah akuifer bebas dan akuifer tertekan. Data sumur yang didapatkan
merupakan data primer yang di ambil langsung oleh peneliti beserta tim penelitian

40
di lapangan, data sumur yang di ambil berupa data koordinat sumur, data elevasi
sumur, data tinggi bibir sumur, data muka air sumur, dan data ketebalan air sumur.
Pengukuran menggunakan meteran gulung yang ujungnya diikatkan dengan bandul
(Gambar IV.4). Saat dilakukannya pengukuran data kedalaman air bervariasi yang
berkisar 0.3-1.8 meter dan ketebalan air berkisar antara 2.94-5.67 meter (Tabel
IV.6).

Tabel IV.6 Tabel Data Sumur


Sumur Muka Air (m) Tebal Air (m)
S-2 1,5 3,6
S-14 1,8 5,5
S-15 1,06 2,94
S-17 0,8 4,36
S-18 0,3 5,67
S-19 0,9 4,3

Gambar IV.4 Gambar Bandul dan Meteran

41
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, didapatkan data-data sumur
yang akan digunakan untuk kalibrasi data dengan data penelitian geolistrik dengan
tujuan untuk menentukan seberapa besar potensi lapisan batuan yang diduga
sebagai lapisan akuifer dan dialirkan air dalam bentuk persentase. Berikut data-data
sumur yang di dapatkan di lapangan dengan keterangan T adalah tinggi bibir sumur,
D adalah keterdapatan permukaan air dari bibir sumur, dan B adalah ketebalan air
sumur.

Tabel IV.7 Data Sumur


Titik X Y Z T(m) D(m) B(m)
S-1 -7.600222222 109.6584444 46 0,7 2,2 3
S-2 -7.59925 109.6585556 34 1 1,9 3,6
S-3 -7.6005 109.6583056 36 0,7 1,6 4,3
S-4 -7.600416667 109.6581111 36 1,1 2,2 6,3
S-5 -7.60175 109.6585556 51 0,5 2,5 3,3
S-6 -7.600722222 109.6583056 48 0,5 1,5 5,5
S-7 -7.600527778 109.6581944 47 0,5 1 4
S-8 -7.600777778 109.6578333 45 0,66 1,2 4,25
S-9 -7.60125 109.65775 42 1,2 3,8 2,2
S-10 -7.600427778 109.6578 47 0,64 0,8 3,2
S-11 -7.599661111 109.658 49 0,6 0,78 5,22
S-12 -7.606083333 109.675 184 0,65 5,3 5,3
S-13 -7.606472222 109.6744444 181 0,42 2 11,9
S-14 -7.606138889 109.6743889 174 0,7 2,5 5,5
S-15 -7.605166667 109.661 116 1 2,06 2,94
S-16 -7.609472222 109.6633611 146 1 1,6 4,35
S-17 -7.608416667 109.66725 153 0,8 1,6 4,36
S-18 -7.602944444 109.6836944 256 0,8 1,1 5,67
S-19 -7.600833333 109.68 232 0,9 1,8 4,3
S-20 -7.601111111 109.6802778 235 1,14 2,3 7,9

IV.8 Perhitungan Persentase Potensi Akuifer


Berdasarkan data sumur yang mendapatkan data keterdapatan muka air dan
ketebalan air, dapat dikorelasikan untuk memvalidasi pengambilan data geolistrik

42
dengan membandingkan pendugaan keterdapatan muka akuifer yang didapatkan
dari hasil pengukuran di lapangan (diasumsikan batupasir dan kalkarenit sebagai
lapisan pembawa akuifer) dengan data keterdapatan muka air pada sumur,
perbandingan data dan persentase potensi keberadaan air pada lapisan akuifer dapat
di lihat di table di bawah ini.

Tabel IV.8 Potensi Keberadaan Air pada Lapisan Akuifer


Titik dan Sumur Sumur (m) Data (m) Potensi (%)
DS-1/S-2 1,5 1,2 80
V-3/S-14 1,8 2 90
DS-2/S-15 1,06 1 94,3
V-5/S-17 0,8 1 80
DP-4/S-18 0,3 0,4 75
DP-12/S-19 0,9 1 90

IV.9 Data Akuifer Bebas dan Tertekan


Berdasarkan resistivity log yang sudah ada (Gambar IV.2) dapat diasumsikan
kondisi akuifer yang terdapat pada lokasi penelitian adalah akuifer bebas yang
dimana lapisan pembatas atasnya adalah tanah penutup dan lapisan bawahnya
merupakan lapisan akuitard (lempung) dan akuifer tertekan yang berada di bawah
lapisan akuitard. Data keterdapatan dan ketebalan akuifer bebas dan tertekan dapat
dilihat di table di bawah ini.

Tabel IV.9 Data Akuifer Bebas


Titik X Y Depth (m) Thick (m)
DP-10 -7.606083333 109.6851667 1 3
DP-9 -7.605833333 109.6796944 2 2
DS-8 -7.609444444 109.6792222 3 4
DS-2 -7.603888889 109.6606667 1 3
DP-5 -7.601694444 109.6868611 4 1
DP-4 -7.603333333 109.6836111 1 5
DS-15 -7.60825 109.67075 2 3

43
Titik X Y Depth (m) Thick (m)
DP-12 -7.601027778 109.68025 1 7
DS-6 -7.599722222 109.6654722 1 1
DS-11 -7.607472222 109.66425 5 3
DS-1 -7.598888889 109.6553611 1 4
DS-16 -7.603277778 109.66925 1 1
DS-14 -7.600888889 109.6691667 1 2
DS-7 -7.609361111 109.6747778 3 3
DS-3 -7.601888889 109.6756389 4 3
JO-1 -7.605888889 109.6763333 4 6
JO-2 -7.6045 109.6752778 1 1
JO-3 -7.605555556 109.6744444 5 4
FL-1 -7.601027778 109.6584722 1 4
FL-6 -7.599775 109.6586278 1 3
FL-7 -7.599913889 109.6597 1 4
FL-8 -7.601858333 109.6602083 1 3
JO-6 -7.606861111 109.6736389 1 1
V-2 -7.603 109.6727778 3 5
V-4 -7.602916667 109.6780278 1 3
V-6 -7.599388889 109.6835833 4 3
V-1 -7.602083333 109.66325 1 2,5
V-5 -7.609166667 109.6659722 1 4
V-3 -7.607416667 109.6770833 2 5

Tabel IV.10 Data Akuifer Tertekan


Titik X Y Depth (m) Thick (m)
DP-10 -7.606083333 109.6851667 5 3
DP-9 -7.605833333 109.6796944
DS-8 -7.609444444 109.6792222
DS-2 -7.603888889 109.6606667
DP-5 -7.601694444 109.6868611 13 4
DP-4 -7.603333333 109.6836111
DS-15 -7.60825 109.67075

44
Titik X Y Depth (m) Thick (m)
DP-12 -7.601027778 109.68025
DS-6 -7.599722222 109.6654722 6 4
DS-11 -7.607472222 109.66425
DS-1 -7.598888889 109.6553611
DS-16 -7.603277778 109.66925 4 2
DS-14 -7.600888889 109.6691667 13 5
DS-7 -7.609361111 109.6747778
DS-3 -7.601888889 109.6756389 9 1
JO-1 -7.605888889 109.6763333
JO-2 -7.6045 109.6752778 4 6
JO-3 -7.605555556 109.6744444
FL-1 -7.601027778 109.6584722 6 5
FL-6 -7.599775 109.6586278 5 2
FL-7 -7.599913889 109.6597 12 4
FL-8 -7.601858333 109.6602083
JO-6 -7.606861111 109.6736389 5 4
V-2 -7.603 109.6727778
V-4 -7.602916667 109.6780278
V-6 -7.599388889 109.6835833 7 3
V-1 -7.602083333 109.66325
V-5 -7.609166667 109.6659722
V-3 -7.607416667 109.6770833

IV.10 Peta Keterdapatan dan Peta Isopach Akuifer Bebas dan Tertekan
Peta Isopach merupakan garis yang menghubungkan titik-titik yang
memiliki ketebalan yang sama, peta isopach di buat berdasarkan resistivity log yang
didapatkan dari olahan data primer di lapangan, terdapat dua akuifer yang dapat
diasumsikan, yaitu akuifer bebas dan akuifer tertekan, dari setiap data yang
diasumsikan dapat dilakukan interpolasi dengan metode IDW (Inverse Distance
Weight), dengan prinsip menghubungkan titik-titik terdekat untuk mendapatkan
data yang diasumsikan oleh software memiliki karakteristik yang sama.

45
Keterdapatan akuifer bebas berkisar pada kedalaman 1-5 meter dan akuifer
tertekan berkisar antara 5-13 meter, sedangkan ketebalan akuifer bebas berkisar
pada kedalaman 3-5 meter dan akuifer tertekan berkisar 1-6 meter. Supaya lebih
jelas, peneliti sajikan gambar peta keterdapatan dan ketebalan akuifer di bawah ini.

Josse Farros
Purnama

Gambar IV.5 Peta Kedalaman Akuifer Bebas

Josse Farros
Purnama

Gambar IV.6 Peta Ketebalan Akuifer Bebas

46
Josse Farros
Purnama

Gambar IV.7 Peta Kedalaman Akuifer Tertekan

Josse Farros
Purnama

Gambar IV.8 Peta Ketebalan Akuifer Tertekan

47
IV.11 Penampang Akuifer
Penampang akuifer dibuat untuk melihat persebaran lapisan akuifer secara
dua dimensi, juga untuk melihat ketebalan lapisan pembawa akuifer serta
penyebarannya, berikut adalah penampang akuifer yang terdapat pada Desa Pencil
dan Desa Seling.

A
B

C
Josse Farros
C’ Purnama

A’ B’

Gambar IV.9 Indeks Penampang

Akuifer bebas
Akuifer tertekan

Gambar IV.10 Penampang Akuifer A-A’

Akuifer bebas
Akuifer tertekan

Gambar IV.11 Penampang Akuifer B-B’

48
Akuifer bebas
Akuifer tertekan

Gambar IV.12 Penampang Akuifer C-C’

IV. 12 Rekomendasi Sumur dan Solusi Kekeringan


Berdasarkan peta penyebaran keterdapatan dan ketebalan lapisan akuifer
di Desa Pencil dan Seling, terdapat beberapa titik yang cocok dijadikan
rekomendasi sebagai acuan untuk pembuatan sumur yang dapat digunakan untuk
menjadi solusi masalah kekeringan yang kerap terjadi akibat musim kemarau yang
berkepanjangan. Rekomendasi sumur diasumsikan dengan parameter elevasi,
keterdapatan akuifer dari permukaan tanah, dan ketebalan akuifer yang ada.
Semakin dekat dengan permukaan tanah maka biaya yang diperlukan untuk
membuat sumur akan cukup murah. Lapisan akuifer yang diasumsikan dapat
berpotensi menjadi sumber air, karena berdasarkan korelasi data dengan data
sumur, pengambilan data penelitian memiliki persen kebenaran berkisar antara 75-
94.3 %. Rekomendasi area tempat sumur terdapat akuifer bebas terduga sedalam 1-
5 meter dari permukaan tanah dengan ketebalan 3-6 meter.

Gambar IV.13 Peta Rekomendasi Sumur

49
Berdasarkan peta rekomendasi sumur di atas, area tersebut dijadikan
sebagai rekomendasi tempat pembuatan sumur karena keberadaan lapisan akuifer
yang tidak terlalu jauh dari permukaan yang berkisar antara 1-3.4 meter dan
memiliki ketebalan berkisar 4-5 meter. Secara pendugaan lapisan akuifer area
tersebut sangat efektif untuk dijadikan sebagai tempat pembuatan sumur. Tidak
adanya sumur yang beroperasi disekitar area tersebut menjadi alas an kuat
rekomendasi area tersebut, parameter yang diperhatikan Ketika membuat
rekomendasi area berpotensi sebagai tempat pembuatan sumur untuk suplai air
bersih adalah ketersampaian sumur, karena semakin mudah di akses para
masyarakat, maka akan semakin bermanfaat, parameter selanjutnya adalah masih
jarangnya sumur di area tersebut dan batuan penyusun lapisan akuifer bebas adalah
batupasir.

50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah :
1. Berdasarkan pemantauan dan pengambilan data sumur warga, lapisan
batuan batupasir dan gamping pasiran berpotensi berisikan dan dialiri air
tanah karena hasil korelasi dari data sumur dengan data penelitian yang
menyebabkan keakuratan penelitian dan potensi lapisan akuifer dialiri air
berkisar antara 75-94.3%.
2. Akuifer yang terdapat pada Desa Seling dan Pencil adalah akuifer bebas
dan tertekan dengan lapisan batuan batupasir dan gamping pasiran dapat
diasumsikan sebagai akuifer
3. Kedalaman Akuifer bebas beragam dari 1-5 Meter, sedangkan kedalaman
akuifer tertekan beragam dari 4-13 Meter.
4. Ketebalan Akuifer bebas beragam dari 1-7 Meter, sedangkan ketebalan
akuifer tertekan beragam dari 1-5 Meter

V.2 Saran
Saran dari penelitian yang telah dilakukan adalah :
1. Menggunakan alat geolistrik multichannel untuk meningkatkan keakuratan
data yang didapatkan.
2. Melakukan penelitian dengan memperluas penyebaran titik penelitian,
supaya data interpolasi semakin realistis.

51
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, S., Handoyo, A., Busono, H., Gafoer, S., 1992. Peta Geologi
Lembar Kebumen, Jawa. Badan Geologi Bandung, Indonesia.
Aryanto, Reza., Bondan Fortian., dan Taat Tri Purwiyono 2019. “Study of
Aquifer Zone Using Geoelectric Vertical Electronic Sounding Method in
Kedungwaru Village, Karangsambung District, Kebumen, Central Java”
Skripsi. Program Studi Teknik Pertambangan Trisakti, Jakarta.
Aryanto, Reza. Masagus A Azizi., Dhanty Indriastuty., Erry Sumarjono 2018.
“Analisis Tinggi Muka Air Tanah pada Daerah Longsoran Serta
Pengaruhnya Terhadap Kestabilan Lereng Dengan Metode Geolistrik Di
Bukit Kaliwadas, Kedungwaru Karang Sambung Jawa Tengah” Skripsi.
Program Studi Teknik Pertambangan Trisakti, Jakarta.
Aryanto, Reza., Pancanita N Hartami., Bani Nugroho., Masagus A Azizi., Richard
R Mulyadi. 2017. “Analisis Sensitivitas Tinggi Muka Air Tanah
Terhadap Kestabilan Lereng Perbukitan Batugamping Kaliwadas
Berdasarkan Hasil Pengukuran Geolistrik Wenner” Skripsi. Program
Studi Teknik Pertambangan Trisakti, Jakarta.
Bemmelen, van, R.W., 1949. The Geology of Indonesia Vol. IA. Netherland. The
Hague.
BPSDM. 2019. Hidrogeologi. Bandung : Kementrian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
EIG. 2016. Geofizika Engineering Services. Vertical Electronic Sounding
Geolistric: Bulgaria
Mahendra. 2014. “Identifikasi Awal Model Akuifer pada Mata Air Umbulan
dengan Menggunakan Geolistrik Konfigurasi Schlumberger” Jurnal
Fisika Unand, Padang.
Putri, Tania Dian., Ardian Putra. “Analisis Pengaruh Temperatur Pemanasan
Terhadap Sifat Fisis Sinter Silika dan Tipe Fluida (Air) pada Mata Air
Panas Sapan Maluluang, Kecamatan Alam Pauh Duo, Kabupaten Solok
Selatan” Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 1, Padang.

52
Tucker, M.E., 1991, Sedimentary Petrology-An Introduction to The Origin of
Sedimentary Rocks, 2nd edition , Blackwell Scientific Publication,
Oxford
Saputra, Septian Fauzi Dwi dkk. “ Perhitungan Potensi Air Tanah di Kecamatan
Gabus, Wetan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat” Jurnal Teknik Sipil
dan Lingkungan, IPB, Bogor.
Suparno, Abyan Muhammad. “Studi Pemetaan Zona Penyebaran Akuifer dengan
Menggunakan Metode Vertical Electronic Sounding Geolistrik di Desa
Kaligending, Kecamatan Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah”
Skripsi, Universitas Trisakti, Jakarta.
Wahyuni., dkk. “ Investigasi Zona Akuifer Menggunakan Metode Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger di Pantai Parangluhu Kecamatan
Bontobahari, Kabupaten Bulukumba” Jurnal Geocelebes Vol.2 No.2,
Makassar.
Wildan, Dadan., Syafrima Wahyu. “Studi Awal Karakteristik Pola Resistivitas
Sistem Panas Bumi Temperatur Rendah-Menengah di Indonesia”
Prosiding Seminar Nasional Fisika, Jakarta.

53
LAMPIRAN

54
LAMPIRAN A LOKASI PENELITIAN

Josse Farros
Purnama

Gambar A.1 Lokasi Penelitian

55
LAMPIRAN B PETA KONTUR LOKASI PENELITIAN

Gamar B.1 Peta Kontur Lokasi Penelitian

56
LAMPIRAN C DATA PRIMER GEOLISTRIK

DP-9
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 127.1 100 6.29 4.9
2 0.5 2.5 127.1 32 18.86 4.7
3 1 3 126.9 44.1 12.57 4.4
4 1 4 127.3 25 23.57 4.6
5 1 5 127.2 28.3 37.71 8.4
6 2 6 127.1 65.4 25.14 12.9
7 2 7 127 40 35.36 11.1
8 5 10 127 73 23.57 13.5
9 5 12 127.2 18 37.4 5.3
10 5 14 127.1 15 53.74 6.3
11 5 16 127.3 11.9 72.6 6.8
12 5 18 127.2 15.6 93.97 11.5
13 6 21 127.4 11.4 106.07 9.5
14 6 24 127.1 8 141.43 8.9
15 6 30 127.1 12.5 226.29 22.3

DS-3
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.9 154.6 6.29 7.7
2 0.5 2.5 126.6 145.6 18.86 21.7
3 1 3 126.7 137.5 12.57 13.6
4 1 4 126 102.1 23.57 19.1
5 1 5 126.4 106.4 37.71 31.7
6 2 6 126.9 118.8 25.14 23.5
7 2 7 127 110.4 35.36 30.7
8 5 10 127 113.9 23.57 21.1
9 5 12 127 106.4 37.4 31.3
10 5 14 127.2 100.7 53.74 42.5
11 5 16 127.1 99.2 72.6 56.7
12 5 18 127.1 95.4 93.97 70.5
13 6 21 127.2 87.7 106.07 73.1
14 6 24 127.1 80.3 141.43 89.4
15 6 30 126.9 76.6 226.29 136.6
16 7 35 127.1 182.6 264 379.3
17 8 40 127.3 186.6 301.71 442.3
18 9 45 127.7 150 339.43 398.7
19 10 50 125.3 138.1 377.14 415.7

57
DS-11
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.3 50.2 6.29 2.5
2 0.5 2.5 126.3 13.9 18.86 2.1
3 1 3 125.1 36.6 12.57 3.7
4 1 4 126.4 18.2 23.57 3.4
5 1 5 125.4 14 37.71 4.2
6 2 6 125.3 20.5 25.14 4.1
7 2 7 125.9 15.5 35.36 4.4
8 5 10 125.7 22.2 23.57 4.2
9 5 12 126 29.4 37.4 8.7
10 5 14 127.7 20 53.74 8.4
11 5 16 127.8 30.2 72.6 17.2
12 5 18 127.5 32 93.97 23.6
13 6 21 126.5 37.8 106.07 31.7

DS-1
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 127 318.9 6.29 15.8
2 0.5 2.5 127 180 18.86 26.7
3 1 3 127 270.8 12.57 26.8
4 1 4 127 249 23.57 46.2
5 1 5 127 235 37.71 69.8
6 2 6 127 320 25.14 63.3
7 2 7 127.1 223.5 35.36 62.2
8 5 10 127 350.6 23.57 65.1
9 5 12 127.1 262 37.4 77.1
10 5 14 127.2 200 53.74 84.5
11 5 16 127.2 188 72.6 107.3
12 5 18 127.1 132.1 93.97 97.7
13 6 21 127.1 136.7 106.07 114.1
14 6 24 127.2 121.2 141.43 134.8
15 6 30 127 100.6 226.29 179.3
16 7 35 127.2 130.8 264 271.5
17 8 40 127.1 120.2 301.71 285.3
18 9 45 127.1 110 339.43 293.8
19 10 50 126.9 87 377.14 258.6

58
DS-6
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.9 238 6.29 11.9
2 0.5 2.5 125.5 178.7 18.86 26.9
3 1 3 126.5 295.3 12.57 29.3
4 1 4 126.5 260.4 23.57 48.5
5 1 5 126.5 220 37.71 65.6
6 2 6 126.6 320.5 25.14 63.6
7 2 7 126.8 299.5 35.36 83.5
8 5 10 126.9 330.1 23.57 61.3
9 5 12 126.9 240 37.4 70.7
10 5 14 126.9 226.9 53.74 96.1
11 5 16 127 202 72.6 115.5
12 5 18 126.7 178 93.97 132.0
13 6 21 127.1 152.3 106.07 127.1
14 6 24 126.7 130 141.43 145.1

DP-12
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 77.6 153.8 6.29 12.5
2 0.5 2.5 81.8 100.7 18.86 23.2
3 1 3 69.5 143.3 12.57 25.9
4 1 4 82 95.8 23.57 27.5
5 1 5 53.7 40.2 37.71 28.2
6 2 6 81.4 120 25.14 37.1
7 2 7 82.4 99.6 35.36 42.7
8 5 10 66.2 133.2 23.57 47.4
9 5 12 98.2 143.9 37.4 54.8
10 5 14 99.2 120.3 53.74 65.2
11 5 16 89.5 98 72.6 79.5
12 5 18 95.5 85.1 93.97 83.7

59
DS-15
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 124.8 440 6.29 22.2
2 0.5 2.5 125.1 395 18.86 59.5
3 1 3 125.2 523 12.57 52.5
4 1 4 125.1 380 23.57 71.6
5 1 5 125.4 280.4 37.71 84.3
6 2 6 125.3 410.1 25.14 82.3
7 2 7 125.1 299 35.36 84.5
8 5 10 125.8 440 23.57 82.4
9 5 12 125.7 252 37.4 75.0
10 5 14 125.2 249.3 53.74 107.0
11 5 16 126.1 230 72.6 132.4
12 5 18 126 211 93.97 157.4
13 6 21 125.9 190 106.07 160.1
DP-5
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.4 330 6.29 16.4
2 0.5 2.5 126.8 125.1 18.86 18.6
3 1 3 127.3 194.4 12.57 19.2
4 1 4 127.3 120 23.57 22.2
5 1 5 127.5 96.5 37.71 28.5
6 2 6 127.7 150 25.14 29.5
7 2 7 127.7 107 35.36 29.6
8 5 10 127.4 163 23.57 30.2
9 5 12 128.1 109 37.4 31.8
10 5 14 127.7 80 53.74 33.7
11 5 16 128.1 61 72.6 34.6
12 5 18 128.7 49 93.97 35.8
13 6 21 128.8 44.5 106.07 36.6
14 6 24 128.7 36.7 141.43 40.3
15 6 30 128.7 23.9 226.29 42.0
16 7 35 128.8 22.2 264 45.5

60
DS-8
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.3 175 6.29 8.7
2 0.5 2.5 126.4 60 18.86 9.0
3 1 3 126.6 100.1 12.57 9.9
4 1 4 126.3 66.3 23.57 12.4
5 1 5 127 65.1 37.71 19.3
6 2 6 126.9 98 25.14 19.4
7 2 7 127.1 74 35.36 20.6
8 5 10 126.7 120 23.57 22.3
9 5 12 127.1 77.1 37.4 22.7
10 5 14 126.9 74.5 53.74 31.5
11 5 16 126.6 71 72.6 40.7
12 5 18 127 57.7 93.97 42.7
13 6 21 127.2 150.5 106.07 125.5

DP-10
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.1 459 6.29 22.9
2 0.5 2.5 125.9 194.4 18.86 29.1
3 1 3 126.1 326.5 12.57 32.5
4 1 4 126.3 200.1 23.57 37.3
5 1 5 126.3 155.7 37.71 46.5
6 2 6 126 142.1 25.14 28.4
7 2 7 126.3 137.3 35.36 38.4
8 5 10 126.6 153.6 23.57 28.6
9 5 12 126.6 117.7 37.4 34.8
10 5 14 126.7 96.7 53.74 41.0
11 5 16 126.9 85.6 72.6 49.0
12 5 18 126.9 82.5 93.97 61.1

61
DP-4
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.4 383.2 6.29 19.1
2 0.5 2.5 126.6 341.1 18.86 50.8
3 1 3 126.5 247.5 12.57 24.6
4 1 4 126.7 241.7 23.57 45.0
5 1 5 126.7 260.6 37.71 77.6
6 2 6 126.7 194.5 25.14 38.6
7 2 7 126.6 197.5 35.36 55.2
8 5 10 126.9 228.9 23.57 42.5
9 5 12 126.7 222 37.4 65.5
10 5 14 127.1 262.8 53.74 111.1
11 5 16 126.8 249.2 72.6 142.7
12 5 18 127 258.8 93.97 191.5
13 6 21 127 197 106.07 164.5
14 6 24 127.1 220.8 141.43 245.7
15 6 30 126.8 236.8 226.29 422.6
16 7 35 127.3 267.2 264 554.1
17 8 40 127.2 173.8 301.71 412.2

DS-2
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.3 902 6.29 44.9
2 0.5 2.5 125.7 866 18.86 129.9
3 1 3 126.1 726 12.57 72.4
4 1 4 124.5 612 23.57 115.9
5 1 5 126.7 807 37.71 240.2
6 2 6 126.5 282.4 25.14 56.1
7 2 7 127.2 296.7 35.36 82.5
8 5 10 125.9 145.3 23.57 27.2
9 5 12 127.4 167.4 37.4 49.1
10 5 14 127.6 172.7 53.74 72.7
11 5 16 127.2 211.4 72.6 120.7
12 5 18 126.9 191.8 93.97 142.0
13 6 21 127.3 137.5 106.07 114.6
14 6 24 127.5 147.5 141.43 163.6
15 6 30 127.5 157.5 226.29 279.5
16 7 35 127.5 82.3 264 170.4
17 8 40 126.8 120.9 264 251.7
18 9 45 126.8 93.5 339.43 250.3
19 10 50 127.5 97.4 377.14 288.1

62
DS-16
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.1 230 6.29 11.5
2 0.5 2.5 126.1 184.2 18.86 27.5
3 1 3 126.1 194.5 12.57 19.4
4 1 4 126.2 185.7 23.57 34.7
5 1 5 126.7 154.5 37.71 46.0
6 2 6 126.4 163.2 25.14 32.5
7 2 7 126.5 136.4 35.36 38.1
8 5 10 126.3 148.3 23.57 27.7
9 5 12 126.5 137.8 37.4 40.7
10 5 14 126.5 149.9 53.74 63.7
11 5 16 126.6 180.6 72.6 103.6
12 5 18 126.7 139.7 93.97 103.6
13 6 21 126.7 119.5 106.07 100.0
14 6 24 126.7 107.5 141.43 120.0
15 6 30 126.7 105.8 226.29 189.0
16 7 35 126.7 63.7 264 132.7
17 8 40 126.4 461 301.71 1100.4

DS-14
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.1 701 6.29 35.0
2 0.5 2.5 126.1 283.9 18.86 42.5
3 1 3 126.3 425 12.57 42.3
4 1 4 125.9 240.5 23.57 45.0
5 1 5 126.5 197 37.71 58.7
6 2 6 126.4 257.9 25.14 51.3
7 2 7 126.3 207.1 35.36 58.0
8 5 10 126.8 226.9 23.57 42.2
9 5 12 126.9 147.4 37.4 43.4
10 5 14 126.7 144.4 53.74 61.2
11 5 16 127.1 133.6 72.6 76.3
12 5 18 127 127.7 93.97 94.5
13 6 21 126.9 93.1 106.07 77.8
14 6 24 127.1 90.8 141.43 101.0

63
DS-7
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.9 239.9 6.29 12.0
2 0.5 2.5 126.2 72.2 18.86 10.8
3 1 3 126.4 169.7 12.57 16.9
4 1 4 126.5 65 23.57 12.1
5 1 5 126.7 45.2 37.71 13.5
6 2 6 126.8 57.4 25.14 11.4
7 2 7 126.7 33.9 35.36 9.5
8 5 10 126.8 62.1 23.57 11.5
9 5 12 126.9 21.7 37.4 6.4
10 5 14 127.1 29.7 53.74 12.6
11 5 16 127.1 24.7 72.6 14.1
12 5 18 127.4 17.4 93.97 12.8
13 6 21 127.4 13.1 106.07 10.9
14 6 24 127.5 9.2 141.43 10.2

GEO 7-1
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.8 421 6.29 21.1
2 0.5 2.5 125.7 445 18.86 66.8
3 1 3 125.9 402.8 12.57 40.2
4 1 4 125.9 92 23.57 17.2
5 1 5 126.1 86.1 37.71 25.7
6 2 6 126.1 -11.9 25.14 -2.4
7 2 7 126.1 31 35.36 8.7
8 5 10 126.2 14.5 23.57 2.7
9 5 12 126.3 58 37.4 17.2
10 5 14 126.4 73.1 53.74 31.1
11 5 16 126.4 87.3 72.6 50.1
12 5 18 126.2 30.6 93.97 22.8
13 6 21 126.5 108.5 106.07 91.0
14 6 24 126.5 70.3 141.43 78.6
15 6 30 126.5 75.1 226.29 134.3

64
GEO 7-2
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.5 202.2 6.29 10.1
2 0.5 2.5 126.4 121.1 18.86 18.1
3 1 3 126.5 118.6 12.57 11.8
4 1 4 126.3 95.5 23.57 17.8
5 1 5 126.6 84.6 37.71 25.2
6 2 6 126.6 79 25.14 15.7
7 2 7 126.5 74 35.36 20.7
8 5 10 126.6 48.9 23.57 9.1
9 5 12 126.7 44.9 37.4 13.3
10 5 14 126.6 41.2 53.74 17.5
11 5 16 126.8 47.8 72.6 27.4
12 5 18 126.7 6.4 93.97 4.7
13 6 21 126.8 49.3 106.07 41.2
14 6 24 126.6 61.4 141.43 68.6
15 6 30 126.7 55.8 226.29 99.7

GEO 7-3
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.1 615 6.29 30.7
2 0.5 2.5 125.8 493 18.86 73.9
3 1 3 126 313.8 12.57 31.3
4 1 4 126 300.6 23.57 56.2
5 1 5 126 353.2 37.71 105.7
6 2 6 126 198.2 25.14 39.5
7 2 7 125.9 197.7 35.36 55.5
8 5 10 126.2 207.3 23.57 38.7
9 5 12 125.3 199.1 37.4 59.4
10 5 14 125.7 204.4 53.74 87.4
11 5 16 125.3 188 72.6 108.9
12 5 18 126 229.4 93.97 171.1
13 6 21 125.6 63.9 106.07 54.0
14 6 24 126.1 141.7 141.43 158.9
15 6 30 125.5 178.3 226.29 321.5

65
GEO 7-4
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.5 223.2 6.29 11.2
2 0.5 2.5 125.7 183.2 18.86 27.5
3 1 3 125.5 184.2 12.57 18.4
4 1 4 125.6 148.1 23.57 27.8
5 1 5 125.5 121.8 37.71 36.6
6 2 6 125.6 140.2 25.14 28.1
7 2 7 125.5 136.6 35.36 38.5
8 5 10 125.6 99.4 23.57 18.7
9 5 12 125.6 86.9 37.4 25.9
10 5 14 125.6 77.6 53.74 33.2
11 5 16 125.6 88.5 72.6 51.2
12 5 18 125.6 89.4 93.97 66.9
13 6 21 125.4 95 106.07 80.4
14 6 24 125.6 96.9 141.43 109.1
15 6 30 125.5 101.4 226.29 182.8

JO-KEBUN
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 125.6 178.5 6.29 8.9
2 0.5 2.5 125.6 44.5 18.86 6.7
3 1 3 125.9 125.4 12.57 12.5
4 1 4 125.8 92 23.57 17.2
5 1 5 125.8 63.9 37.71 19.2
6 2 6 126 93 25.14 18.6
7 2 7 126.7 84.3 35.36 23.5
8 5 10 126.3 97.3 23.57 18.2
9 5 12 126.4 82.4 37.4 24.4
10 5 14 126.6 85.2 53.74 36.2
11 5 16 126.7 77.3 72.6 44.3
12 5 18 126.7 89 93.97 66.0
13 6 21 126.7 54.3 106.07 45.5
14 6 24 126.9 46.4 141.43 51.7
15 6 30 126.9 60 226.29 107.0

66
JO-SAWAH
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.4 470 6.29 23.4
2 0.5 2.5 126.2 339.3 18.86 50.7
3 1 3 125.7 319.4 12.57 31.9
4 1 4 126.6 297.8 23.57 55.4
5 1 5 126.5 276.2 37.71 82.3
6 2 6 126.7 184.4 25.14 36.6
7 2 7 126.8 179.2 35.36 50.0
8 5 10 126.2 169.5 23.57 31.7
9 5 12 126.9 136 37.4 40.1
10 5 14 127 129.2 53.74 54.7
11 5 16 123.2 125 72.6 73.7
12 5 18 125.9 120 93.97 89.6
13 6 21 126.9 118.2 106.07 98.8
14 6 24 126.9 125.3 141.43 139.6
15 6 30 127.1 149.1 226.29 265.5

JO-HUTAN
No 1/2 MN 1/2 AB I (mA) I (mV) K ρ
1 0.5 1.5 126.2 428 6.29 21.3
2 0.5 2.5 126.1 275 18.86 41.1
3 1 3 126.3 228.5 12.57 22.7
4 1 4 126.2 236.6 23.57 44.2
5 1 5 126.3 219.7 37.71 65.6
6 2 6 126.3 177.1 25.14 35.3
7 2 7 126.2 171.8 35.36 48.1
8 5 10 126.2 140.1 23.57 26.2
9 5 12 126 146.3 37.4 43.4
10 5 14 126 143.6 53.74 61.2
11 5 16 125.8 143 72.6 82.5
12 5 18 125.9 143.9 93.97 107.4
13 6 21 125.6 91.3 106.07 77.1
14 6 24 125.7 93.3 141.43 105.0
15 6 30 125.8 103.4 226.29 186.0

67
LAMPIRAN D DATA RESISTIVITAS LOG BATUAN

Gambar D.1 Restivitas Log Jo-1

Gambar D.2 Resistivitas Log Jo-2

68
Gambar D.3 Resistivitas Log Jo-3

Gambar D.4 Resistivitas Log FL-1

69
Gambar D.5 Resistivitas Log FL-2

Gambar D.6 Resistivitas Log FL-3

70
Gambar D.7 Resistivitas Log FL-4

Gambar D.8 Resistivitas Log DP-10

71
Gambar D.9 Resistivitas Log DP-9

Gambar D.10 Resistivitas Log DS-2

72
Gambar D.11 Resistivitas Log DP-4

Gambar D.12 Resistivitas Log DS-3

73
Gambar D.13 Resistivitas Log DS-7

Gambar D.14 Resistivitas Log DS-14

74
Gambar D.15 Resistivitas Log DS-16

Gambar D.16 Resistivitas Log DS-11

75
Gambar D.17 Resistivitas Log DS-1

Gambar D.18 Resistivitas Log DS-6

76
Gambar D.19 Resistivitas Log DP-12

Gambar D.20 Resistivitas Log DS-15

77
Gambar D.21 Resistivitas Log DP-5

Gambar D.22 Resistivitas Log DS-8

78
LAMPIRAN E DATA PENUNJANG KEKERINGAN DESA PENELITIAN

Gambar E.1 Artikel Kekeringan Desa Seling


https://seling.kec-karangsambung.kebumenkab.go.id/

79
LAMPIRAN F DATA SEKUNDER

Gambar F.1 Data Curah Hujan Stasiun Kaligending 2015-2019 (BMKG, 2020)

80

Anda mungkin juga menyukai