GOWA
2023
PROPOSAL TUGAS AKHIR
GOWA
2023
i
PROPOSAL TUGAS AKHIR
GOWA
2023
ii
ANALISIS DIAGENESIS BATUGAMPING FORMASI
EEMOIKO DAERAH WATUMEREMBE KECAMATAN
PALANGGA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI
SULAWESI TENGGARA
Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing Penyusun
iii
GEOLOGI DAERAH WATUMEREMBE DAN SEKITARNYA
KECAMATAN PALANGGA KABUPATEN KONAWE
SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PROPOSAL PEMETAAN
Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing Penyusun
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
salah satu tahap dalam Tugas Akhir yang dimaksudkan untuk memenuhi salah
satu syarat kelulusan Matakuliah Tugas Akhir pada Departemen Teknik Geologi,
berbagai pihak yang berperan penting dalam proses penyusunan ini. Pada
kesempatan ini, tak lupa saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak,
di antaranya:
1. Bapak Dr. Eng. Hendra Pachri, S.T., M.Eng. selaku Ketua Departemen
2. Bapak Dr. Ir. Musri Mawaleda, M.T, selaku Dosen Penasihat Akademik.
v
6. Kedua Orang Tua dan Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan
Angkatan Teknik Geologi 2019. Teman seperjuangan dalam segala cita dan
terima kasih dan semoga Proposal Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi diri saya
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................
...................................i
HALAMAN TUJUAN...............................................................................................
HALAMAN PERMOHONAN.................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................
1.5 Pembimbing......................................................................................................
2.2. Alterasi..............................................................................................................
vii
2.3. Mineralisasi.....................................................................................................
2.6. Emas................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Bahan baku mineral dan sumber daya energi telah memainkan peran penting
dalam dunia ekonomi (Milos K, 1986). Akibat permintaan bahan bijih tinggi,
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi mineral bijih ini menjadi semakin meningkat.
Hal ini kemudian mendorong individu, perusahaan, dan yang paling penting Ahli
ketujuh sebagai negara yang memiliki cadangan mineral emas yaitu sekitar 2,3 %
Bahan galian emas merupakan salah satu dari bahan galian yang bersifat
vital bagi negara. Di pulau Jawa, terdapat beberapa daerah yang memiliki prospek
keberadaan emas dengan estimasi yang cukup besar salah satunya berlokasi di
Provinsi Jawa Timur yang kemudian dikelola oleh PT. Bumi Suksesindo. Faktor
yang mendukung keberadaan emas pada suatu area dipengaruhi oleh berbagai hal,
salah satunya ialah kondisi geologi. Keberadaan emas di alam banyak ditemukan
dalam bongkahan batuan dengan ciri berasosiasi dengan mineral seperti kalkopirit
(CuFeS2), kovelit (CuS), pirit (FeS2) dan kuarsa (SiO2). (Widyastuti, 2016).
ix
Estimasi sumber daya dan sebaran kadar mineralisasi bahan galian perlu
Tugas Akhir merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah yang dibuat
oleh mahasiswa pada tahap akhir dari masa studinya. Tugas Akhir dibuat
pelaksanaan analisis lapangan dan pelaksanaan kerja praktik. Kegiatan tugas akhir
belah pihak.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka hal tersebutlah yang melatar
belakangi penulis mengajukan permohonan Kerja Praktik dan Tugas Akhir di PT.
Maksud dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai syarat kelulusan mata
kuliah Tugas Akhir dan syarat kelulusan Program Pendidikan Strata Satu (S1)
kerja pada PT. Bumi Suksesindo yang berhubungan dengan Eksplorasi. Tujuan
penelitian.
x
3. Mengetahui mineralisasi sulfida pada daerah penelitian
daerah penelitian
Alterasi, dan Mineralisasi Sulfida berdasarkan data pada PT. Bumi Suksesindo.
Waktu yang digunakan dalam ini selama 3 bulan pada Bulan Mei (Minggu
ketiga) sampai bulan Agustus (Minggu ketiga) tahun 2023. Waktu kegiatan
1.5 Pembimbing
Pada pelaksanaan, kami akan dibimbing oleh 2 pembimbing, yaitu:
2. Pihak perusahaan tempat pelaksanaan kegiatan dan Tugas Akhir yaitu PT.
Bumi Suksesindo.
xi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
xii
Secara fisiografi wilayah Bukit Tumpang Pitu dan sekitarnya merupakan
bagian dari Zona Pegunungan Selatan Jawa Timur, yang sebagian besar disusun
oleh batuan-batuan beku plutonik dan vulkanik, batuan klastik vulkanik, maupun
batugamping.
Van Zuidam (1983) dan Verstappen (1985) menjadi dua bentuk asal yaitu bentuk
asal struktural dan bentuk asal antropogenik. Bentuk asal struktural dibagi
menjadi satu satuan bentuk lahan, yaitu perbukitan struktural. Bentuk asal
antropogenik dibagi menjadi empat satuan bentuk lahan, yaitu satuan bentuk lahan
bukaan tambang, satuan bentuk lahan hauling road, satuan bentuk lahan pit dan
dalam peta geologi regional lembar Blambangan, Jawa Timur (Achdan dan
Bachri, 1993). Berdasarkan peta geologi regional lembar Blambangan dilihat dari
susunan stratigrafinya memiliki urutan dari yang tua menuju ke muda adalah
sebagai berikut:
a. Formasi Batuampar
didominasi oleh batuan vulkanik seperti breksi vulkanik dan tuf. Kehadiran
xiii
material vulkanik yang tinggi menjadi bukti bahwa daerah tersebut merupakan
hingga sampai ke bagian dasarnya. Formasi ini juga dapat ditemukan litologi
batupasir, batugampng dan sisipan lava andesit. Litologi yang menyusun formasi
ini sebagian besar sudah mengalami proses alterasi kuat sebagai indikasi
mineralisasi. Formasi Batuampar berumur mulai dari Miosen Awal hingga akhir
Miosen Tengah.
b. Formasi Jaten
batulempung juga hadir pada formasi ini. Formasi Jaten ini berumur awal Miosen
c. Formasi Wuni
Formasi Wuni merupakan satuan batuan yang terdiri dari litologi berupa
memiliki umur Miosen Tengah. Hubungan berupa kontak menjari antara Formasi
d. Batuan Intrusif
xiv
Umur Miosen Tengah dapat ditemukan batuan intrusif berupa andesit
porfiritik dan granodiorit. Hal ini sesuai dengan umur terjadinya proses
Intrusi batuan ini yang kemungkinan besar memicu terjadinya proses hidrotermal
sehingga dapat menghasilkan berbagai macam batuan alterasi dan terjadi proses
mineralisasi.
e. Formasi Punung
Formasi Punung merupakan satuan batuan yang terdiri dari litologi berupa
kehadiran terumbu. Umur dari Formasi Punung adalah akhir Miosen Tengah dan
tempat.
f. Formasi Kalibaru
berupa breksi, konglomerat, tuf dan batupasir tufan. Formasi Kalibaru ini
Sribudiyani, dkk (2003) dijelaskan bahwa pola struktur utama yang berkembang
di wilayah Jawa Timur adalah pola sakala yang berarah barat-timur dan pola
meratus yang berarah Timur Laut-barat daya. Daerah tersebut banyak terbentuk
xv
struktur geologi berupa sesar, kekar dan lipatan yang berpengaruh terhadap
Gambar 2.2 Pola Struktur Regional Jawa Timur (Sribudiyani dkk, 2003)
`
Gambar 2.3 Peta Geologi Tujuh Bukit Project (Hellman, 2011)
xvi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hellman (2011) didapatkan
beberapa pola struktur geologi berupa sesar utama dengan arah relatif Barat Laut –
Tenggara. Hal ini terlihat dari adanya pola kelurusan-kelurusan dari morfologi.
Kemungkinan besar pola struktur geologi berarah Barat Laut – Tenggara ini yang
menjadi pengontrol utama terjadinya sesar dan kekar minor yang berkembang di
daerah penelitian. Sesar utama tersebut kemungkinan besar juga menjadi faktor yang
2.2 Alterasi
batuan akibat adanya interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan tersebut.
mineralogi, kimia dan tekstur oleh akibat adanya interaksi larutan hidrotermal
mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (Guilbert & Park,
1986). Hal ini menyebabkan kehadiran himpunan mineral tertentu dalam suatu
ubahan batuan akan mencerminkan komposisi pH larutan dan suhu fluida tipe
alterasi tertentu.
xvii
Alterasi hidrothermal adalah perubahan komposisi mineral dari suatu batuan
akibat adanya interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan tersebut. Proses
menjadi mineral sekunder yang kemudian disebut dengan mineral yang teralterasi
kompleks yang disebabkan oleh interaksi antara fluida panas dengan batuan yang
antara cairan-cairan dengan batuan dinding (Pirajno, 1992). Interaksi antara fluida
temperatur dan tekanan, kimia fluida (pH dan Eh), karakteristik batuan samping,
konsentrasi dan lamanya aktivitas hidrotermal (Browne, 1991 dalam Cobert dan
Leach, 1996). Namun, faktor kimia fluida (pH dan Eh) dan temperatur merupakan
xviii
Gambar 2.4 Himpunan mineral alterasi berdasarkan suhu dan pH pembetukannya
(Cobert dan Leach, 1996)
a) Suhu merupakan hal yang paling penting dalam proses alterasi karena
hampir semua reaksi kimia yang terjadi diakibatkan oleh adanya kenaikan
suhu.
xix
b) Permeabilitas dari suatu batuan akan menentukan intensitas pengaruh
alterasi.
terbentuk.
yang dikenal sebagai himpunan mineral atau mineral assemblage (Guilbert &
Park, 1986). Hal ini menyebabkan kehadiran himpunan mineral tertentu dalam
suatu ubahan batuan akan mencerminkan komposisi pH larutan dan suhu fluida
tipe alterasi tertentu. Penyebaran suatu himpunan mineral alterasi yang sama di
suatu daerah disebut sebagai zona alterasi (Guilbert dan Park, 1986). Berdasarkan
pada kumpulan mineral, temperatur dan pH fluida hidrotermal, maka zona alterasi
intrusi. Zona alterasi ini suhu fluida hidrotermal yang dapat mencapai lebih
dari 300oC dengan tingkat salinitas yang tinggi. Mineral penciri dari zona
potasik adalah k-feldspar, biotit sekunder dan magnetit. Zona ini kehadiran
xx
aktinolit, epidot, klorit dan anhidrit rutil dan albit muncul dalam jumlah
sedikit.
b) Zona Propilitik, merupakan zona alterasi yang terbentuk pada suhu antara
adularia, albit, serisit dan anhidit juga terkadang dapat dijumpai pada zona
ini.
c) Zona Filik, merupakan zona alterasi yang terbentuk pada suhu 200°C –
400°C dengan kondisi pH netral hingga asam. Mineral penciri dari zona
filik adalah kehadiran mineral kuarsa, serisit dan pirit. Zona filik umumnya
d) Zona Argilik, merupakan zona alterasi yang terbentuk pada suhu <230°C
dan illit.
e) Zona Argilik Lanjut, merupakan zona alterasi yang terbentuk pada suhu
dari zona argilik lanjut berada pada suhu 180°C dengan mineral penciri
berupa mineral kaolinit, alunit, kalsedon, kuarsa dan pirit. Zona ini
xxi
2.3 Mineralisasi
akibat adanya proses alterasi. Mineral ini berasal dari fluida magma itu sendiri
juga dapat terjadi karena adanya interaksi antara air meteorik yang merembes ke
bawah permukaan dengan fluida panas magma yang membawa mineral berharga,
atau dapat pula terkonsentrasi mengisi patahan dan retakan-retakan yang biasanya
hadir sebagai urat (vein, veinlets, stringer, stockwork) dan lain sebagainya.
media yang membawanya akibat adanya perubahan lingkungan kimia dan fisika
mengandung unsur logam yang dapat diekstrak. Mineral penyerta yang tidak
bernilai ekonomis umumnya juga hadir dan terdapat pada tubuh bijih.
Pembentukan endapan mineral bijih sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
hidrotermal pembawa bijih, komponen bijih dan cara pengendapan mineral bijih.
Berdasarkan bentuknya tubuh bijih hasil proses mineraliasi dapat dibagi menjadi
dua yaitu tubuh bijih diskordan untuk tubuh bijih yang memotong lapisan batuan
dan tubuh bijih konkordan untuk tubuh bijih yang berkembang sejajar dengan
menjadi dua yaitu bijih yang relatif bersamaan dengan host rock dikenal dengan
xxii
istilah syngenetic dan pembentukan bijih yang terjadi setelah host rock terbentuk
epitermal dibagi menjadi 2 yaitu endapan epitermal sulfidasi rendah dan endapan
kondisi reduksi dengan pH air netral (Barton dan Skinner, 1979). Sedangkan
endapan epitermal sulfidasi tinggi terbentuk pada kondisi asam dan teroksidasi
dengan ciri adanya pelarutan pada batuan induk (Ransome, 1907 dalam
bawah permukaan dengan suhu yang relatif rendah (50°C – 200°C) dengan
tekanan yang rendah atau kurang dari 100 atm dan dominan berasal dari fluida
biasanya banyak ditemukan sebagai zona lemah yang mengalami proses breksiasi
dan alterasi dalam tingkat tinggi. Endapan ini banyak ditemukan vein yang tidak
menerus di sepanjang zona sesar. Terdapat dua tipe endapan epitermal yaitu
epitermal sulfidasi tinggi dan epitermal sulfidasi rendah yang didasarkan pada
xxiii
Gambar 2.5 Model endapan porfiri dan epitermal (Hedenquist dkk, 1996)
dari intrusi magmatik dalam yang bergerak secara vertikal dan horisontal
melewati rekahan pada batuan dengan suhu relatif tinggi (200oC – 300oC) yang
didominasi oleh fluida magmatik dengan kandungan asam tinggi yang terdidri
dari HCL, SO2, H2S (Pirajno, 1992). Endapan ini memiliki ciri-ciri berupa host
rock yang umumnya merupakan batuan vulkanik dengan sifat asam hingga
Sulfidasi rendah terbentuk dari fluida sisa magma yang bergerak jauh dari tubuh
intrusi dan bercampur dengan fluida meteorik di dekat permukaan. Endapan ini
CO2, NaCl dan H2S. Batuan dinding yang terdapat pada endapan epitermal
xxiv
sulfidasi rendah umumnya merupakan andseit alkali, riodasit, riolit ataupun
batuan alkali. Struktur yang berkembang pada sistem epitermal sulfidasi rendah
adalah berupa urat, cavity filling, urat breksi, tekstur colloform dan sedikit vuggy
(Corbett dan Leach, 1997). Bentuk endapan yang ada didominasi oleh urat kuarsa
yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar (disseminated) dan umumnya
Gambar 2.6 Perbedaan kimiawi endapan epitermal sulfidasi rendah dan epitermal
sulfidasi tinggi (White dan Hedenquist,1995)
Tabel 2.1 Perbedaan Karakteristik Epitermal Sulfidasi Tinggi, Sulfidasi Menengah dan
Sulfidasi Rendah (Hedenquist dan Silitoe, 2003)
xxv
Tabel 2.2 Perbedaan tipe endapan epitermal sulfidasi rendah dan sulfidasi tinggi (White,
1991)
xxvi
Tabel 2.3 Mineralogi bijih pada endapan epitermal sulfidasi rendah dan sulfidasi tinggi
(modifikasi White dan Hedenquist, 1995)
Tabel 2.4 Mineral Gangue pada Endapan Epitermal Sulfidasi rendah dan Sulfidasi tinggi
(modifikasi White dan Hedenquist, 1995)
fluida hidrotermal yang dominan dari sistem tersebut. Berdasarkan studi isotop,
xxvii
air meteorik, walau beberapa sistem mengandung air dan gas yang reaktif (CO 2,
SO2, HCl) yang berasal dari pembentukan magma (Hedenquist dan Lowenstern,
1994 dalam White dan Hedenquist, 1995). Fluida magmatik yang berasal dari
tempat yang dalam beraksi dengan H2S yang terkondensasi dekat dengan
permukaan menyebabkan munculnya air asam sulfat yang bersifat asam dengan
pH berkisar antara 2-3 (Giggenbach, 1992 dalam White dan Hedenquist, 1995)
dengan batuan induk dalam waktu dan jarak yang cukup panjang, sehingga dapat
menetralkan pH dari fluida tersebut. Komponen utama dalam sistem ini adalah
CO2, H2S, dan NaCl yang bersifat netral. Fluida ini yang kemudian boiling di
kedalaman yang dangkal. Sedangkan gas H2S yang terkondensasi dekat dengan
permukaan menyebabkan munculnya air asam sulfat yang bersifat asam dengan
pH berkisar antara 2-3 (Giggenbach, 1992 dalam White dan Hedenquist, 1995).
terbentuk akibat fluida bersifat asam yang bereaksi dengan batuan dinding
kemunculan tekstur vuggy silica. Sistem endapan epitermal sulfidasi tinggi ini
terjadi pada sistem magmatik-hidrotermal yang didominasi oleh fluida hasil sisa
xxviii
Gambar 2.7 Fase alterasi dan mineralisasi pada tipe endapan epitermal sulfidasi tinggi
(Corbett dan Leach, 1997)
kedalaman yang tidak jauh dari tipe endapan porfiri. Hal ini ditandai dengan
antara SO2 dan H2O akan menghasilkan fluida dengan kandungan H2SO4 (Asam
menghasilkan tekstur vuggy. Fluida pada sistem epitermal sulfidasi tinggi juga
banyak mengandung H2O, CO2, HCL dan H2S dalam bentuk liquid dan vapor.
xxix
Gambar 2.8 Kontrol model endapan epitermal sulfidasi tinggi (Corbett dan Leach, 1997)
berupa naiknya fluida bersifat asam dan panas yang kaya akan volatil melalui
rekahan ataupun zona lemah pada batuan. Interaksi fluida bersifat asam dengan
batuan samping menghasilkan zona alterasi yang dimulai dari bagian terdalam
yang dekat dengan jalur keluarnya fluida yaitu zona silisik, zona argilik lanjut,
zona argilik, dan bagian terluar merupakan zona propilitik (Corbet dan Leach,
1997). Fase berikutnya terjadi ketika adanya fluida asam dengan pH < 2 yang
tekstur vuggy pada masif silika. Proses mineralisasi terjadi dengan cara fluida
pembawa bijih mengisi vuggy ataupun me-replace mineral yang sudah ada
sebelumnya. Mineralisasi dari sistem epitermal sulfidasi tinggi ini adalah beruba
mineral pembawa unsur Au, Cu dan Ag. Pada umumnya proses alterasi dan
xxx
mineraliasi pada sistem endapan epitermal sulfidasi tinggi dikontrol oleh
permeabilitas pada litologi dan struktur geologi sebagai feeder utama tempat
Tabel 2.5 Karakteristik tipe endapan epitermal sulfidasi tinggi (White, 1991)
endapan dengan tonase yang besar dengan kadar yang rendah hingga sedang
xxxi
dimana mineral bijih utamanya secara dominan dikontrol oleh struktur geologi
felsik hingga intermediet (Kirkham, 1972 dalam Sinclair, 2007). Struktur yang
mengontrol porfiri dapat terdiri dari urat, stockwork ataupun breksi. Endapan
mineral bijihnya, maka endapan porfiri dibagi menjadi beberapa zona yang
terdiri dari inner zone, ore zone, pyrite zone dan outer zone. Target utama dalam
kegiatan eksplorasi dan produksi pada enadapan porfiri adalah pada bagian ore
zone.
xxxii
Gambar 2.9 Model Alterasi dan Mineralisasi endapan porfiri (Lowell dan Guilbert,
1970)
dan pencampuran dengan air meteorik, logam tersebut berasal dari larutan
magma yang lebih besar dan dalam. Pusat mineralisasi tembaga porfiri terjadi
dikontrol oleh sesar dari intrusi batuan induk dan sebelum terbentuknya rekahan
beku yang terjadi secara intensif dan bukan selalu untuk tekstur porfiritik.
xxxiii
besar tetapi kadar tembaganya agak rendah. Mineral bijih tersebar secara merata
molibdenum dan perak. Stockwork merupakan bentuk dalam skala besar yang
berupa percabangan yang tidak beraturan dari rekahan yang kemudian diisi oleh
material mineral.
variasi dari tipe mineralisasi, termasuk urat, set urat, stockwork, rekahan,
crackled zones, dan pipa breksi. Pada endapan porfiri yang besar dan ekonomis,
urat yang termineralisasi dan rekahan biasanya memiliki densitas yang sangat
rekahan dalam batuan akan rendah. Akibat hal ini, kelimpahan mineralisasi akan
lebih banyak terdapat dalam urat-urat halus daripada dalam bentuk sebaran
2.6 Emas
langka dan memiliki sifat spesifik tertentu. Emas dapat ditemukan dalam bentuk
mineral dimana emas sebagai logam berharga yang dominan, misalnya logam
(native), electrum, calaverite, sylvanite dan mineral dimana emas sebagai unsur
xxxiv
pada daerah penelitian yakni endapan Epithermal High Sulfidtion atau endapan
Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan
sisa magma yang berpindah jauh dari sumbernya lalu bercampur dengan air
mineral bijih. Proses boiling disertai pelepasan unsur gas merupakan proses
utama untuk pengendapan emas. Perulangan proses boiling akan tercermin dari
tekstur crusstiform banding dari silika dalam urat kuarsa. Pembentukan jebakan
urat kuarsa berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan tekanan secara tiba-tiba dari
pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran (Hedenquist dkk., 1996
dan salinitas. Proses boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan
kenaikan pH, sehingga terjadi perubahan stabilitas mineral contohnya dari illit
umumnya dijumpai adularia dan bladed calcite sebagai gangue minerals pada
urat bijih sistem sulfidasi rendah Endapan epitermal sulfidasi rendah akan
sulfur rendah dan biasanya perbandingan perak dan emas relatif tinggi. Larutan
bijih dari sistem sulfidasi rendah variasinya bersifat alkali hingga netral (pH 7)
dengan kadar garam rendah, mengandung CO2 dan CH4 yang bervariasi.
xxxv
Mineral-mineral sulfur biasanya dalam bentuk H2S dan sulfida kompleks dengan
sulfat, dan logam dasar sulfida. Batuan induk pada deposit logam mulia sulfidasi
rendah adalah andesit alkali, dasit, riodasit atau riolit. Secara genesa sistem
berdasarkan dua kriteria yang menjadi dasar klasifikasi yaitu keyakinan terhadap
Sumberdaya mineral dengan tingkat keyakinan geologi yang paling tinggi masuk
xxxvi
pengklasifikasian sumberdaya emas epitermal akan menggunakan nilai
indicated, inferred.
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam pelaksanaan suatu penelitian ada banyak cara atau metode yang
dapat digunakan, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai dari penelitian
tersebut. Maka Metodologi yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini
xxxvii
integrasi antara data yang diambil secara langsung di lapangan dengan data hasil
analisis laboratorium.
dalam melakukan penelitian. Adapun hal-hal yang dilakukan antara lain studi
Dalam tahap ini dikumpulkan semua data yang akan digunakan dalam
penelitian, Data yang diambil meliputi data deskripsi batuan, deskripsi alterasi
foto singkapan, dan foto parameter litologi) dan juga perekaman data-data
pendukung lainnya. Data pendukung tambahan dari PT. Bumi Suksesindo juga
singkapan batuan yang terdapat di lapangan, struktur geologi (kekar, sesar, vein).
xxxviii
penelitian dengan memotong jurus lapisan. Singkapan batuan yang diamati pada
terbaik untuk melakukan pengambilan data yang meliputi data deskripsi litologi,
b. Deskripsi Litologi
secara lengkap yang dimulai dari jenis batuan, struktur batuan, tekstur batuan,
detail di laboratorium. Selain itu juga dilakukan deskripsi pada batuan yang
sudah mengalami proses alterasi yang meliputi struktur, tekstur, pola ubahan,
himpunan mineral dan tipe alterasi yang terbentuk pada batuan tersebut. Hasil
dari deskripsi litologi dan alterasi yang ditemukan kemudian digunakan sebagai
penelitian
c. Dokumentasi
perekaman data sebagai bukti dan cadangan data ketika sudah tidak lagi berada
pengambilan foto bentang alam, foto singkapan dan foto parameter batuan dan
xxxix
struktur geologi. Selain itu pengambilan foto juga dilengkapi dengan pencatatan
data azimuth foto, lokasi pengambilan foto, keterangan foto, kondisi cuaca,
data foto. Hasil data dokumentasi ini kemudian dipisahkan sesuai dengan
d. Pengambilan Sampel
Data tambahan yang diambil ketika melakukan grab sampling adalah data
tanggal pengambilan sampel dan identitas sampel lainnya. Selain itu juga
dilakukan deskripsi sampel dan pengambilan informasi visual sampel serta data-
data lain yang dianggap perlu untuk menjelaskan kondisi sampel di lapangan.
namun juga pada beberapa zona non-prospek untuk mengetahui secara jelas
1. Analisis Laboratorium
melakukan analisis lanjutan pada data lapangan yang telah didapatkan sebelumnya.
xl
Tahap analisis laboratorium ini disesuaikan dengan kebutuhan penelitian yang
dilakukan sehingga akan didapatkan hasil analisis yang dapat menjadi bukti dan
2. Analisis Petrografi
Geologi, Universitas Hasanuddin. Pada tahapan ini akan dilakukan preparasi sampel
berupa Sayatan Tipis menggunakan analisis XRF (X-Ray Fluoroscene) dan XRD
(X-Ray Diffraction) Sayatan tipis dibuat dari sampel batuan yang terdapat pada
komposisi mineral penyusun batuan secara detail pada dari daerah penelitian
dengan menggunakan sayatan tipis. Analisis ini digunakan untuk mengetahui jenis
dan nama batuan secara lebih spesifik. Analisis petrografi juga dapat digunakan
untuk mengetahui tipe alterasinya. Karakteristik dan stadia fluida hidrotermal juga
salinitas dari mineral-mineral yang terdapat dalam batuan yang dianalisis. Hasil
yang didapatkan dari analisis petrografi adalah berupa tabulasi data hasil deskripsi
awal pada data hasil analisis laboratorium mengenai alterasi dan mineralisasi
Sulfida. Tahap pengolahan data merupakan tahap yang dilakukan dengan cara
mengolah data hasil lapangan dan analisis laboratorium ke dalam bentuk peta
xli
dan tabel-tabel. Peta-peta yang didapatkan dari hasil pengolahan data akan
meliputi peta lintasan dan lokasi pengamatan geologi, peta lintasan dan lokasi
struktur geologi, peta persebaran kadar Sulfida dan peta tampalan Sulfida.
Berdasarkan hasil data yang telah diolah kemudian dilakukan interpretasi untuk
penelitian tugas akhir. Tahap ini dalam pelaksanaannya harus dilakukan dengan
Tahap ini merupakan tahap akhir dari kegiatan penelitian yang memuat
semua data yang meliputi hasil pengumpulan data, hasil interpretasi, analisis dan
pengoreksian dan pengecekan ulang terhadap semua data dan hasil analisa yang
TAHAP PERSIAPAN
Studi Literatur, Administrasi, Perizinan, dan Penyusunan
Proposal Penelitian.
bulan, yang dimulai pada bulan November (Minggu kedua) 2023 dan berakhir
pada bulan Februari (Minggu keempat) tahun 2024. Kegiatan penelitian ini
meliputi beberapa tahapan. Tahapan dan waktu penelitian akan diuraikan pada
tabel berikut:
43
BAB V
PENUTUP
penelitian pada perusahaan PT. Bumi Suksesindo. Proposal ini diajukan sebagai
bahan pertimbangan dan semoga mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai
pihak.
Tugas Akhir ini akan dapat membuka wawasan mahasiswa pada bidang teknologi
Demikian usulan proposal Tugas Akhir ini kami ajukan. Atas perhatian
44
DAFTAR PUSTAKA
Guilbert J.M. dan Park C.F.Jr. 1986. The Geology of Ore Deposits. New York:
W.H. Freeman and Company. 151 hal.
Lowell, J.D. dan Guilbert, J.M. 1970. Lateral and Vertical Alteration-
Mineralization Zoning in Porphyry Ore Deposits. Economic Geology, vol
65. Hal 373-478.\
45
Schmid, R. 1981. Descriptive Nomenclature and Classification of Pyroclastic
Deposits and Fragments: Recomendations of The International Union of
Geological Sciences Subcommision on The Systematics of Igneeous Rocks.
Geology. The Geoloogical Society of America. Boulder. Vol 9. Hal 41-43
Sribudiyani, dkk. 2003. The Collision of The East Java Microplate and Its
Implication for Hydrocarbon Occurrences in the East Java Basin.
Indonesian Petroleum Association, Proceeding 29th Annual Converence,
Jakarta. Hal 1-12.
White, N.C. 1991. High Sulfidation Epithermal Gold Deposits: Characteristics, and a
Model for Their Origin in Matsuhisa, Acid Hydrothermal systems, Geological
Survey of Japan Report 277. Hal 9-20.
46