FAKULTAS TEKNIK
PROPOSAL SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
RIDHO PRABANDANU
17/413660/TK/46100
YOGYAKARTA
2021
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Proposal Skripsi
GEOLOGI DAN HIDROLOGI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO
DESA SELOPAMIORO DAN SEKITARNYA KECAMATAN IMOGIRI,
KABUPATEN BANTUL, DI YOGYAKARTA
Nugroho Imam Setiawan, S.T., M.T., D.Sc I Gde Budi Indrawan, S.T., M.Eng., Ph.D.
NIP 198209182015041001 NIP 197405312002121002
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan rahmat, serta anugerah berupa kelancaran dan kemudahan dalam menyusun dan
menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Geologi dan Hidrologi Sub Daerah Aliran
Sungai Oyo Desa Selopamioro dan Sekitarnya Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,
DI Yogyakarta”. Penyusunan proposal skripsi ini bertujuan melengkapi persyaratan mata
kuliah skripsi yang diselenggarakan oleh Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada.
Penulis telah berusaha dengan sebaik–baiknya untuk menyusun proposal skripsi ini
agar diperoleh hasil yang akurat. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan proposal skripsi ini.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Dr. Agung Setianto, S.T., M.Si. selaku Ketua Departemen Teknik Geologi Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan sarana dan prasarana
pendukung penyusunan karya skripsi ini.
2. Bapak Dr.rer.nat Doni Prakasa Eka Putra, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing utama
yang telah memberikan bimbingan, kritik, dan sarannya selama ini.
3. Bapak Nugroho Imam Setiawan, S.T., M.T., D.Sc. selaku dosen pembimbing
pendamping yang telah memberikan bimbingan, kritik, dan sarannya selama ini.
4. Bapak I Gde Budi Indrawan, S.T., M.Eng., Ph.D. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing penulis selama pelaksanaan kuliah di Departemen Teknik
Geologi FT UGM.
5. Bapak Saptono Budi Samodra, S.T., M.Sc. selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis.
6. Kedua orangtua yang selalu memberikan dukungan baik dalam segi moral maupun
materi yang sangat membantu dalam penyelesaian proposal skripsi ini
Pada akhirnya, penulis mengharapkan proposal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Saran dan kritik yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi penyusunan karya
ilmiah yang lebih baik.
Yogyakarta,
Penyusun
Ridho Prabandanu
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iv
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Fisiografi pulau Jawa menurut van Bemmelen (1949) ......................................... 6
Gambar II.2 Peta geologi daerah penelitian menurut peta geologi lembar Yogyakarta 1:100.000
(Rahardjo dkk, 1977)........................................................................................ 10
Gambar II.3 Jenis Tanah Regional menurut Dinas Tata Ruang dan Kota Bantul (Bappeda
Bantul, 2015) .................................................................................................... 11
Gambar III.1 Daerah Aliran Sungai (Soemarto, 1987). A merupakan DAS dan B merupakan
Sub DAS. .......................................................................................................... 13
Gambar III.4 Klasifikasi jenis tanah menurut Soil Survey Staff United States Department of
Agriculture (2014) ............................................................................................ 19
Gambar III.5 Klasifikasi batuan piroklastik menurut Fisher (1966) dan Pettijohn (1975) ...... 23
Gambar III.6 Ilustrasi hubungan limpasan dengan infiltrasi (Dunne dan Leopold, 1978) ...... 26
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Alat yang digunakan untuk pengambilan dan analisis data ................................... 35
PENDAHULUAN
hasil transport oleh proses fluivo-alluvial. Kedua jenis tanah tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda dan memiliki pengaruh yang berbeda juga terhadap
kondisi lingkungan pada daerah penelitian.
Dilain pihak, Badan Pusat Statistik (2020) menyatakan bahwa kondisi
meteorologis Sub DAS Oyo Selopamioro memiliki curah hujan tertinggi terdapat
pada bulan Januari sebesar 345 mm3 namun hujan paling banyak terjadi pada bulan
Desember yaitu sebanyak 21 hari. Sub Das Oyo Selopamioro memiliki suhu rata-
rata sebesar 26.8oC dengan suhu maksimum pada bulan September sebesar 35.5oC
dan suhu minimum pada bulan Juli sebesar 17.3oC. Kondisi iklim seperti curah
hujan dan suhu yang tinggi akan mempengaruhi kondisi hidrologi pada suatu
wilayah. Sehingga diperlukan neraca air guna menggambarkan kondisi air pada
wilayah tersebut. Selain kondisi iklim, karaktersistik lahan juga memberikan
pengaruh terhadap neraca air (Tufaila, 2017).
Berkenan dengan penjelasan diatas diharapkan hasil dari penelitian ini akan
berguna untuk memberikan informasi mengenai karakteristik hidrologi dan geologi
pada Sub DAS Oyo Desa Selopamioro dan sekitarnya serta neraca air pada Sub
DAS Oyo Desa Selopamioro dan sekitarnya, Kecamatan Imogiri, Kabupaten
Bantul, DI Yogyakarta.
1. Bagaimana karakteristik DAS dan kondisi geologi pada Sub DAS Oyo
Selopamioro dan sekitarnya, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, DI
Yogyakarta?
2. Bagaimana neraca air (water balance) pada Sub DAS Oyo Selopamioro dan
sekitarnya, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta?
3
a. Data klimatologi berupa curah hujan dan suhu yang digunakan merupakan
data sekunder yaitu pada tahun 2010 sampai 2020.
b. Penentuan jenis tanah terbatas pada pengelompokkan berdasarkan ukuran
butir.
c. Data Available Water Capacity (AWC) merupakan data sekunder.
Daerah
Peneliti Ringkasan Relevansi dengan penelitian
Penelitian
Penelitian dengan topik yang sama
Ideawati DAS Lesti, Penelitian mengenai Metode yang digunakan
(2015) Malang perubahan bilangan kurva merupakan metode yang sama
aliran permukaan terhadap yaitu metode CN sehingga
debit banjir. Perubahan tata dijadikan acuan dalam
guna lahan menyebabkan penelitian
kenaikan CN dan nilai
debit banjir.
Verina (2013) Sub DAS Penelitian mengenai Metode yang digunakan
Lematang Hulu analisa limpasan merupakan metode yang sama
berdasarkan faktor yaitu metode CN sehingga
meteorologi dan dijadikan acuan dalam
karakteristik DAS. Kondisi penelitian
karakteristik DAS yang
beragam menyebabkan
besarnya limpasan yang
terjadi di daerah tersebut.
Tufaila (2017) Parigi, Muna, Penelitian mengenai Metode yang digunakan untuk
Sulawesi analisis neraca air pada menghitung neraca air
Tenggara daerah karst. Daerah merupakan metode yang sama
tersebut memiliki surplus yaitu metode Thornthwaite dan
air hujan pada bulan Mather (1957) sehingga
Febuari, Maret, dan April. dijadikan acuan dalam
Neraca air dipengaruhi penelitian
oleh iklim, kondisi lahan
dan karakteristik tanah.
6
Daerah penelitian
1. Satuan perbukitan berelief sedang sampai kuat, yakni daerah mulai dari sekitar
Imogiri di bagian barat dan memanjang ke utara hingga Prambanan kemudian
membelok ke timur (Pegunungan Baturagung) dan terus ke arah timur
7
3. Satuan dataran rendah, berada pada daerah mulai dari Wonogiri di utara hingga
Giritrontro-Pracimantoro di selatan. Dataran rendah ini terdiri oleh
batugamping Formasi Kepek yang tertutup oleh endapan Kuarter. Dataran
rendah ini disebut sebagai Depresi Wonogiri-Baturetno, yang saat ini sebagian
besar merupakan daerah genangan Waduk Gajahmungkur.
2. Formasi Wonosari
Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya
di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas
menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat
yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan
sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur. Umur
formasi ini adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya
adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk,
1992).
4. Alluvium
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua
yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas
sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal.
Diperkirakan
Gambar II.2 Peta geologi daerah penelitian menurut peta geologi lembar
Yogyakarta 1:100.000 (Rahardjo dkk, 1977)
pasir, dengan solum tebal dan memiliki tingkat kesuburan rendah. Tanah Litosol
berasal dari batuan induk batugamping, batupasir, dan breksi/konglomerat, tersebar
di Kecamatan Pajangan, Kasihan, dan Pandak. Tanah Mediteran berasal dari batu
gamping karang, batu gamping berlapis, dan batu pasir, tersebar di Kecamatan
Dlingo dan sedikit di Sedayu. Tanah Latosol berasal dari batuan induk breksi,
tersebar di Kecamatan Dlingo, Imogiri, Pundong, Kretek, Piyungan, dan Pleret.
Tanah Grumosol berasal dari batuan induk batugamping berlapis, napal, dan tuff,
terdapat di Kecamatan Sedayu, Pajangan, Kasihan, Pandak, Sanden,
Bambanglipuro, dan Srandakan.
Daerah Penelitian
Gambar II.3 Jenis Tanah Regional menurut Dinas Tata Ruang dan Kota
Bantul (Bappeda Bantul, 2015)
seluas 16,91 Ha. Sungai-sungai tersebut merupakan sungai yang berair sepanjang
tahun (permanen), meskipun untuk sungai yang kecil pada musim kemarau debit
airnya relatif sedikit. Salah satu fungsi dari masing-masing DAS adalah untuk
mengairi areal pertanian. Untuk DAS Opak luas lahan yang diairi adalah 8,56 Ha
dan untuk DAS Progo luas lahan yang diairi adalah 5,04 Ha. Di samping itu air
sungai juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bappeda Bantul
(2015) menyatakan bahwa wilayah kabupaten Bantul adalah wilayah basah,
terdapat akuifer air tanah, kedalaman air tanah kurang dari 10 m. Berdasarkan
kualitasnya air tanah banyak yang tercemar oleh nitrat dan bakteri coli, sedang air
permukaan tercemar oleh limbah rumah tangga dan industri (pabrik gula,
penyamakan kulit, batik, dsb).
Bappeda Bantul (2015) Daerah Wilayah Sungai Oyo beriklim tropis, dengan
musim hujan antara bulan Oktober s/d Maret, dan musim kering antara bulan April
s/d September. Jumlah hujan per tahun di Wilayah Sungai Oyo bervariasi antara
1.700 mm sampai dengan 4.000 mm per tahun, dengan variasi bulanan antara 33
s/d 385 mm. Suhu di Wilayah Sungai Oyo berkisar antara 24,51 °C sampai dengan
26,24 °C dengan nilai rerata sebesar 25,6 °C, sedangkan kelembaban yang terjadi
berkisar antara 66,76 % sampai dengan 98,99 % dengan rerata sebesar 87,70%.
Untuk kecepatan angin, nilainya berkisar antara 5,54 km/jam sampai dengan 234,54
km/jam, dengan nilai rata-rata 47,17 km/jam, sedangkan penyinaran matahari rata-
rata adalah 43,16%, dengan variasi antara 31,03% s/d 79,64%. Sungai Oyo
mempunyai luas area ± 639 km2, dengan panjang sungai utama 106,75 km. Debit
rerata bulanan Sungai Oyo yang tercatat di AWLR Bunder adalah 9,31 m3/dt,
dengan debit maksimum sebesar 128,0 m3/dt, dan debit minimum sebesar 0,26
m3/dt.
13
DASAR TEORI
Gambar III.1 Daerah Aliran Sungai (Soemarto, 1987). A merupakan DAS dan B
merupakan Sub DAS.
Dalam hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan unsur utamanya seperti morfometri, jenis tanah, topografi,
tataguna lahan (Gambar III.2). Karakteristik DAS tersebut dalam merespons curah
hujan yang jatuh memberikan pengaruh terhadap besar-kecilnya evopotransirasi,
14
infiltrasi, perkolasi, air larian, aliran permukaan, kandungan air tanah dan aliran
sungai (Asdak, 2010).
B. Bentuk DAS
Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran dalam sungai. Bentuk
DAS yang memanjang dan sempit cenderung akan menurunkan laju air limpasan
daripada DAS berbentuk melebar walaupun luas keselurahan DAS tersebut sama.
Hal ini dapat terjadi karena jarak antara tempatnya jatuhnya air hujan dengan titik
pengamatan (outlet) pada DAS memanjang lebih besar dibandingkan DAS melebar
sehingga waktu yang dibutuhkan air hujan untuk sampai titik pengamatan akan
lebih lama dengan demikian debit puncak dan volume debit puncak akan
memperlukan waktu yang lebih lama. Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran
permukaan dapat ditunjukkan dengan memperhatikan hidograf-hidograf yang
terjadi pada dua buah DAS yang bentuknya berbeda namun mempunyai luas yang
sama dan menerima hujan dengan intensitas yang sama.
1) Bulu burung
Suatu daerah pengaliran yang mempunyai jalur daerah di kiri kanan sungai
utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama. Daerah pengaliran
demikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari
anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjirnya berlangsung agak lama.
2) Radial
Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anak-
anak sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial. Daerah pengaliran
semacam ini mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak
sungai.
16
3) Pararel
Daerah pengaliran seperti ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah
pengaliran yang bersatu di bagian hilir. Banjir itu terjadi disebelah hilir titik
pertemuan sungai.
Kerapatan drainase adalah jumlah dari semua saluran air/sungai (km) dibagi
dengan luas DAS. Semakin tinggi kerapatan daerah aliran, semakin besar kecepatan
air limpasan untuk curah hujam yang sama. Oleh karena itu dengan kerapatan
daerah aliran tinggi, debit puncak akan tercapai dalam waktu yang lebih cepat.
D. Jenis tanah
Kelompok hidrologi
A B C D
Jenis Tanah Loamy sand, Loams, silt Clay loams, Clays, silty
sandy loams, loams, silt, clays, silty clay, sandy
loams, silt sandy clay clay, sandy clay
loams loams clay
Pasir >90% 50-90% <50% <50%
Lempung <10% 10-20% 20-40% >40%
Infiltrasi 1.00-8.30 0.50-1.00 0.17-0.27 0.02-0.10
(mm/h)
Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi
limpasan limpasan limpasan limpasan limpasan
paling kecil kecil dan sedang dan tinggi dan
dan infiltrasi infiltrasi infiltrasi infiltrasi
tinggi sedang rendah paling rendah
Potensi erosi Rendah- Rendah- Sedang-tinggi Tinggi
tinggi sedang
Penamaan jenis tanah didasarkan pada tektur tanahnya. Tekstur adalah besar
kecilnya ukuran partikel (fraksi) yang terkandung dalam massa tanah sehingga
menggambarkan tingkat kekasaran butirannya. Tekstur tanah ditentukan oleh
perbandingan di antara partikel kerikil, pasir, debu, dan liat. Jenis-jenis tanah yang
banyak mengandung kerikil dan pasir memiliki tekstur yang lebih kasar
dibandingkan tanah yang lebih banyak mengandung debu dan liat.
Tekstur merupakan salah satu sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah
terhadap erosi. Tanah dengan tekstur kasar, seperti pasir, tahan terhadap erosi
kerena butir-butir yang besar (kasar) tersebut memerlukan lebih banyak tenaga
untuk mengangkut. Tekstur halus, seperti liat tahan terhadap erosi karena daya rekat
yang kuat sehingga gumpalannya sukar dihancurkan. Sedangkan tekstur tanah yang
19
paling peka terhadap erosi adalah debu yang memiliki tekstur sangat halus.
Penentuan Tekstur tanah dapat menggunakan segitiga tekstur (Gambar III.4)
Gambar III.4 Klasifikasi jenis tanah menurut Soil Survey Staff United States
Department of Agriculture (2014)
Kondisi kelengasan tanah awal atau disebut Antecedent Moisture Condition
(AMC) sangat mempengaruhi volume laju aliran permukaan. Mengingat
pentingnya pengaruh faktor ini, maka Soil Conservation Service (SCS) menyusun
tiga kondisi kelengasan tanah atau kondisi kandungan air awal, berdasarkam jumlah
hujan selama 5 hari terdahulu, antara lain (Triatmojo, 2008) (Tabel III.2).
telah atau pernah ditanami dengan hasil baik. Dalam studi ini analisa AMC I
digunakan untuk menganalisa CN pada saat bulan kering atau musim kemarau
3. AMC III (Antecedent Moisture Condition III). Hujan lebat atau ringan dan
temperatur rendah, kondisi tanah pada DAS jenuh dengan air, dan potensi limpasan
tertinggi. Pada studi ini analisa AMC III digunakan untuk menganalisa CN pada
saat bulan basah atau musim hujan.
4.2𝐶𝑁(𝐼𝐼)
𝐶𝑁(𝐼) = Persamaan 3.1
10 − 0.058𝐶𝑁(𝐼𝐼)
Laoh (2002) mengatakan bahwa pada lahan bervegetasi lebat, air hujan yang
jatuh akan tertahan pada vegetasi dan meresap ke dalam tanah melalui vegetasi dan
seresah daun di permukaan tanah, sehingga limpasan permukaan yang mengalir
kecil. Pada lahan terbuka atau tanpa vegetasi, air hujan yang jatuh sebagian besar
21
menjadi limpasan permukaan yang mengalir menuju sungai, sehingga aliran sungai
meningkat dengan cepat.
Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien
aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara
besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran
permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik
suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa
semua air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya untuk nilai C = 1
menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada
DAS yang masih baik, harga C mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS maka
harga C makin mendekati satu.
F. Litologi
Batuan beku terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, yang
sebagian besar terdiri atas silika (SiO2). Namun tergantung pada komposisi
magmanya, batuan beku dapat berbeda-beda mulai dari warnanya, kepadatan,
komposisi mineral dan teksturnya. Jenis batuan beku di identifikasi dan
diklasifikasi berdasar ciri-ciri tersebut. Perbedaan warna terutama disebabkan oleh
adanya mineral. Batuan yang mengandung banyak mineral warna disebut
ultramafik, contoh batuan peridotit yang membentuk selubung bumi. Batuan biasa
yang berwarna gelap disebut mafik sedangkan batuan yang berwarna terang disebut
felsik.
22
Diagram QAPF merupakan diagram yang berbentuk segitiga bolak balik yang
digunakan untuk mengklasifikasikan batuan beku berdasarkan komposisi
mineralogi (Gambar III.5). Akronimnya, QAPF, merupakan kependekan dari
"Kuarsa, Alkali, Feldspar, Plagioklas, dan Feldspathoid", yang merupakan grup-
grup mineral yang digunakan untuk klasifikasi dalam Diagram ini. Persentase Q,
A, P, dan F. Diagram QAPF biasanya digunakan untuk klasifikasi pada batuan
plutonik (batuan faneritik), tetapi juga digunakan untuk batuan vulkanik jika
komposisi mineral modal telah diketahui. Diagram QAPF tidak digunakan untuk
mengklasifikasi batuan piroklastik atau batuan vulkanik jika komposisi mineral
modal tidak diketahui, dan sebagai gantinya menggunakan klasifikasi TAS (Total-
Alkali-Silika). Fisher (1966) dan Pettijohn (1975) telah membuat sistem klasifikasi
untuk penamaan batuan piroklastik berdasarkan ukuran butir (Gambar III.6).
Gambar III.6 Klasifikasi batuan piroklastik menurut Fisher (1966) dan Pettijohn
(1975)
24
Gambar III.8 Klasifikasi batuan sedimen non-klastik menurut Embry & Klovan
(1971)
III.9). Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan-cekungan pada
permukaan tanah. Setelah cekungan tersebut telah penuh terisi dengan air, air
kemudian dapat mengalir di atas permukaan dengan bebas. Terdapat bagian air
limpasan yang berlangsung lebih cepat yang selanjuitnya membentuk aliran debit.
Bagian aliran lain yang melewati cekungan-cekungan permukaan tanah akan
memerlukan waktu yang lebih lama menjadi aliran debit. Hal tersebut menandakan
adanya perbedaan kondisi aliran air permukaan yang akan mementukan bentuk dan
besaran hidrograf aliran (bentuk hubungan gradis antara debit dan waktu) suatu
daerah aliran sungai.
Gambar III.9 Ilustrasi hubungan limpasan dengan infiltrasi (Dunne dan Leopold,
1978)
Menurut Asdak (2010) aliran air yang memberikan pasokan air paling cepat
terhadap pembentukan debit adalah air hujan yang jatuh langsung di atas
permukaan saluran air atau dikenal sebagai intersepsi saluran (Channel
inetception). Intersepsi saluran ini yang menyebabkan naiknya hidrograf aliran dan
berhenti segera setelah hujan berakhir. Air larian atau air permukaan adalah aliran
air di atas permukaan tanah yang terjadi karena laju curah hujan melampaui laju
infiltrasi. Air larian ini merupakan pembentuk aliran debit tercepat kedua setalah
intersepsi saluran.
27
Aliran air bawah permukaan (subsurface flow) adalah bagian dari curah hujan
yang terinfiltrasi ke dalam tanah, kemudian mengalir dan bergabung dengan aliran
debit sungai. Aliran air bawah permukaan merupakan penyumbang debit aliran
sungai yang cukup besar di daerah berhutan (Asdak, 2010).
Gabungan intersepsi saluran, air larian, dan aliran bawah permukaan dikenal
sebagai debit aliran (streamflow). Debit aliran ini menjadi komponen hidrograf
yang paling diperhatikan dalam analisis banjir, terutama dalam kaitannya dengan
karakteristik DAS.
1. Intensitas hujan
Pengaruh intensitas curah hujan pada limpasan permukaan tergantung dari
kapasitas infiltrasi. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka
besarnya limpasan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas
curah hujan. Akan tetapi, besarnya peningkatan limpasan itu tidak sebanding
dengan peningkatan curah hujan lebih, yang disebabkan oleh efek penggenangan di
permukaan tanah. Intensitas hujan berpengaruh pada debit maupun volume
limpasan
2. Durasi hujan
Durasi hujan dapat mempengaruhi laju dan volume air limpasan secara
langsung. Infiltrasi akan berkurang pada tingkat awal suatu kejadian hujan. Oleh
karenanya, hujan dengan waktu yang singkat tidak banyak mengahasilkan air
limpasan. Pada hujan dengan intensitas yang sama dan dengan waktu yang lebuh
lama akan menghasilkan air limpasan yang lebih besar.
28
Di setiap daerah aliran mempunyai satuan durasi hujan atau lama hujan kritis.
Jika lamanya curah hujan itu kurang dari lamanya hujan kritis, maka lamanya
limpasan akan sama dan tidak tergantung dari intensitas curah hujan. Jika lamanya
curah hujan itu lebih panjang, maka lamanya limpasan permukaan itu juga menjadi
lebih panjang.
Metode ini berusaha mengkaitkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi, dan
tata guna lahan dengan bilangan kurva air larian CN (runoff curve number) yang
menunjukkan potensi air larian untuk curah hujan tertentu (Asdak, 2010).
Metode CN didasarkan atas hubungan infiltrasi pada setiap jenis tanah dengan
jumlah curah hujan yang jatuh pada setiap kali hujan. Total curah yang jatuh pada
setiap hujan (P) di atas tanah dengan potensi maksimal tanah untuk menahan
(retention) air (S) tertentu, akan terbagi menjadi tiga komponen; Air larian (Q),
Infiltrasi (F) dan Abtraksi awal (Initial Abstraction: Ia), dengan hubungan (Chow,
1988)
(𝑃 − 𝐼𝑎 )2 Persamaan 3.3
𝑄=
(𝑃 − 𝐼𝑎 + 𝑆)
Dengan mengeplotkan nilai dari P dan Q pada kurva SCS maka nilai CN dapat
ditentukan. Metode SCS mengelompokkan jenis tanah dalam 4 (empat) jenis yaitu
30
berdasar tipe tanah dan tataguna lahannya (hydrology soil group). Pada abstraksi
awal, Ia biasanya menggunakan pendekatan 0.2 S sehingga persamaan menjadi:
Kelompok Tanah
Tata Guna Lahan
A B C D
Ladang 39 61 74 80
Sawah 62 71 78 81
Pemukiman 51 68 79 84
Kebun 45 66 77 83
Semak belukar 30 58 71 78
31
III.3. Evapotranspirasi
Selain infiltrasi dan air limpasan dalam siklus hidrologi juga terdapat
evapotranspirasi. Jumlah dari hasil kombinasi dua proses yang dimana kehilangan
air dari permukaan tanah yang disebut proses evaporasi dan kehilangan air dari
tanaman yang disebut proses transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi (Hillel,
1983). Evaporasi merupakan proses berubahnya air menjadi uap dan uap air
bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara (Sosrodarsono dan
Takeda, 2003). Sedangkan transpirasi merupakan proses keluarnya air dari tanaman
akibat proses respirasi dan fotosintesis.
permukaan yang mengandung air dari seluruh permukaan air, permukaan tanah,
permukaan tanaman dan permukaan yang tertutup tanaman dan kembali lagi ke
atmosfer. Untuk menduga nilainya beberapa metode diturunkan berdasarkan proses
fisik yang mengatur laju evapotranspirasi, tetapi kebanyakan didasarkan pada hasil
empiris yang didasarkan pada hubungan statistik antara evapotranspirasi dan satu
atau lebih variabel iklim. Pendekatan dengan metode Penman juga mengalami
beberapa perkembangan seperti metode Penman yang dimodifikasi oleh Monteith
dikenal sebagai metode Penman-Monteith, pendekatan versi FAO 24, dan FAO 56
dan terakhir ada pendekatan Matt-Shuttleworth (2009). (Allen, 1998; Doorenbos
and Pruitt, 1977; Manik, 2012; Monteith, 1965). Evapotranspirasi rujukan dihitung
berdasarkan data penguapan yang diukur dari evaporasi panci kelas A. Perhitungan
dapat menggunakan rumus evapotranspirasi rujukan sebagai berikut (Thornrhwaite,
1948 dalam Manning (1987).
10𝑇𝑎 𝑎
𝐸𝑇𝑝 = 1,6 ( )
𝐼
12
𝑇𝑎𝑖 Persamaan 3.7
𝐼 = ∑( )1.5
5
𝑖=1
III.5. Hipotesis
Hipotesis ini disusun berdasarkan hasil studi pustaka, peneliti terdahulu, dan
data sekunder. Berikut ini merupakan hipotesis penelitian antara lain:
METODOLOGI PENELITIAN
Tabel IV.1 Alat yang digunakan untuk pengambilan dan analisis data
Adapun bahan yang digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut (Tabel
IV.2)
c. Hipotesis
Pada penyusunan hipotesis didasarkan kepada studi pustaka yang telah
dipahami dengan baik dan data sekunder yang valid, kemudian diimplementasikan
pada daerah penelitian.
Bulan ke-
Tahapan Penelitian
1 2 3 4 5 6
Kajian Pustaka
Uji Laboratorium
Penyusunan Laporan
41
Studi Pustaka
Penyusunan Hipotesis
Pengambilan Data
Pengambilan Data
Pengamatan Morfologi Pengamatan Litologi Struktur Geologi Curah Hujan Suhu Rata - Rata
Kelerengan Jenis Batuan Sesar dan Kekar Tata Guna Lahan Presipitasi Evapotranspirasi
Analisis studio
Run Off
Peta Geologi
Water Balance
Pelaporan
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Allen, R. G., R .S. Pereira, D. Raes, dan M. Smith, 1998. Crop evapotranspiration-
Guidelines for computing crop water-requirements - FAO Irrigation and
drainage paper 56. Food and Agriculture Organization of the United
Nations, Rome. 625p.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. 630 hal.
Badan Pusat Statistik. 2020. Suhu Udara, Jumlah Hujan, Dan Hari Hujan DI
Yogyakarta 2020. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. Diakses dari
https://yogyakarta.bps.go.id/
Badan Informasi Geospasial. 2016. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dan Peta
Kontur. https://tanahair.indonesia.go.id/ diakses pada 15 November 2021.
Bronto, S. dan Hartono, H.G. 2001. Panduan Ekskursi Geologi Kuliah Lapangan.
STTNAS: Yogyakarta. 72 hal.
Chow, V.T., D.R. Maidment, dan L.W. Mays. 1988. Applied Hydrology. Mc
GrawHill. Singapore. 294p.
Dunne, T., dan Leopold, L. B., 1978. Water in Environmental Planning. W.H.
Freeman and Company, San Francisco. 818p.
Gholami, A., Panahpour, E., dan Davami, A. H. 2011. Preparing the Curve Number
(CN) and Surface Runoff Coefficient (C) Map of the Basin in the Aghche
Watershed, Iran. International Journal of Geological and Environmental
Engineering, 5(9), p. 476-479.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada :
Jakarta. 360 hal.
Hillel, D. 1983. Fundamental of soil Physic. Academic Press. New York. 476p.
Laoh, O.E.H. 2002. Keterkaitan Faktor Fisik, Faktor Sosial, Ekonomi, dan Tata
Guna Lahan di Daerah Tangkapan Air dengan Erosi dan Sedimentasi
(Studi Kasus Tandano, Sulawesi Utara). Tesis IPB, Bogor. (Tidak
Dipublikasikan).
Loebis, J., Soewarno, dan Suprihadi, B., 1993. Hidrologi Sungai. Departemen
Pekerjaan Umum, Chandy Buana Kharisma, Jakarta. 627 hal.
Di Luzio, M., Srinivasan, R., Arnold, J. G., dan Neitsch, S. L. 2002. ArcView
interface for SWAT 2000. Texas Water Resources Institute. 352p.
Maharani, S.E. 2019. Sifat Fisik tanah dan Kapasitas Infiltrasi Agroforestry
Berbasis Tanaman Kelengkeng di Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri,
Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta. Skripsi Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada Fakultas, Teknologi Pertanian, Departemen Teknik
Pertanian dan Biosistem. (Tidak Dipublikasikan).
44
McCuen, R.H. 1998. Hydrologic Analysis and Design. 2nd edition. USA: Prentice
Hall. Ney Jersey. 814p.
Neitsch, S.L, J.G Arnold, J.R. Kiniry, J.R. Williams,. 2005. Soil And Water
Assessmen Tool Theoretical Documentation. Agriculture Research
Service and Texas Agricultur Experiment Station. Texas. 494p.
Moghadas, S., 2009. Long-term Water Balance of an Inland River Basin in an Arid
Area, North-Western China. Master of Science Thesis in Water Resources
Division of Water Resources Lund Institute of Technology, Lund
University, Box 118 SE - 221 00 Lund, Sweden. (unpublished).
Penman H.L. 1948. Natural Evaporation from Open Water, Bare Soil and Grass.
The Royal Society 193 : p. 120-146.
Pettijohn, F.J. 1975. Sedimentary Rocks. 2nd Edition, Harper and Row Publishers,
New York, 628 p.
45
Schwerdtfeger, J., Weiler, M., Johnson, M. S., and Couto, E. G., 2014. Estimating
water balance components of tropical wetland lakes in the Pantanal dry
season, Brazil., Hydrological Sciences Journal, 59 (12), p. 2158-2172
Sebhat, M. Y., 2014. Water balance of the Juba and Shabelle Rivers in Ethiopia-
Somalia. International Research Journal of Agricultural Science and Soil
Science, 4 (4), p. 65-75
Setyowati, D. L. 2010. Hubungan Hujam dam Limpasan Pada Sub DAS Kecil
Penggunaan Lahan Hutan, Sawah, Kebun Campuran di DAS Kreo. Forum
Geografi. 24(1), P. 39-56
Sidarto. 2009. Geologi Pegunungan Selatan Daerah Gunung Kidul, dan Sekitarnya
Ditafsirkan Dari Citra ALOS. Prosiding Workshop Pegunungan Selatan
2007, Publikasi Khusus No. 38, Pusat Survei Geologi.
Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional. 515 hal.
Soil Survey Staff. 2014. Keys to Soil Taxonomy (12rd ed.). United States
Department of Agriculture.Washington DC. 372p.
Sumarauw, J. S. F., dan Ohgushi, K. (2012). Analysis on curve number, land use
and land cover changes and the impact to the peak flow in the Jobaru River
Basin, Japan. International Journal of Civil & Environmental Engineering
IJCEE-IJENS, 12(02), p. 17-23.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Yang Berkelanjutan. Andi Offset: Yogyakarta. 384
hal.
Suyono S., dan Takeda, K., 1987. Hidrologi Untuk Pengairan. PT Pradnya
Paramita, Jakarta. 226 hal.
Thornthwaite, C.W. dan Matter, J.P. 1957. Instruction and tables for computing
potensial evapotranspiration and te water balance. Drexel Institute of
Climatology. New Jersey. 401p.
Tufaila, M., Mpia, La, dan Karim, J. 2017. Analisis Neraca Air Lahan padaJenis
Tanah yang Berkembang pada Daerah Karst di Kecamatan Muna
Sulawesi Tenggara. Agritech, 37(2), p. 215-219.
47
Ufoegbune, G. C.,. Yusuf, H. O., Eruola, A. O., and Awomeso J. A., 2011.
Estimation of Water Balance of Oyan Lake in the North West Region of
Abeokuta, Nigeria. British Journal of Environment & Climate Change
1(1), p. 13-27.
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, vol. 1A Jakarta : The
Hague. 732p.
Verina, G.P. 2013. Analisa Runoff Pada Sub DAS Lematang Hulu. Jurnal Teknik
Sipil dan Lingkungan Volume 1, No. 1. p. 22-31
Dokumen ini telah melalui proses approval secara daring sebelum QR Code dibubuhkan.
Scan QR Code yang ada di setiap halaman dokumen ini untuk verifikasi.