Oleh:
Hadyan Pratama
101116088
Tanggal Seminar :
Jakarta,
MENYETUJUI,
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih dan karunia-Nya, kegiatan
Kerja Praktik di PT. Pertamina EP Asset 4 dengan judul penelitian Pemetaan Horizon Formasi Kais
dengan Menggunakan Seismik 3D di Lapangan Pingda, Papua Barat dapat terlaksana dengan baik
tanpa adanya suatu halangan yang berarti.
Selama penulisan dan penyelesaian Laporan Kerja Praktik ini, tak terlepas dari berbagai
rintangan dan hambatan serta keterbatasan penulis, namun berkat banyak pihak yang turut serta
membantu, membimbing dan memberi dukungan moral yang sangat besar kepada penulis akhirnya
laporan kerja praktik ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Muhammad Husni M. Lubis, S.T., M.S. selaku Ketua Program Studi Teknik
Geofisika Universitas Pertamina.
2. Bapak Waskito, selaku dosen pembimbing kegiatan kerja praktik.
3. Bapak Suryana dan Mas Joshua Nicholas Taslim, selaku pembimbing kerja praktik di PT
Pertamina Asset 4.
4. Seluruh staff EPT PT. Pertamina Asset 4, yang telah menyediakan tempat dan memberi
bimbingan serta pembelajaran yang sangat berharga selama kegiatan kerja praktik
berlangsung.
5. Teman-teman program studi Teknik Geofisika Universitas Pertamina atas dukungannya.
6. Dukungan seluruh pihak yang membantu penulis selama berada di Surabaya.
Penulis memahami masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan kegiatan kerja
praktik. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun atas laporan ini
sebagai pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
II
DAFTAR ISI
III
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Peta geologi regional daerah Sorong (Amri, dkk., 1990). ..........................................9
Gambar 3. 2 Struktur regional Cekungan Salawati (Satyana, 2009). ............................................. 12
Gambar 3. 3 Statigrafi Cekungan Salawati. .................................................................................. 13
Gambar 3. 4 Petroleum system Cekungan Salawati....................................................................... 14
Gambar 3. 5 Sketsa survei seismik. .............................................................................................. 15
Gambar 3. 6 Polaritas wavelet (a) fase nol, (b) fase minimum (Abdullah, 2007)............................ 17
Gambar 3. 7 Ilustrasi pembuatan seismogram sintetik................................................................... 17
Gambar 3. 8 Jenis-jenis sesar: (a) Sesar Normal, (b) Sesar Naik, (c) Sesar Geser (IPA-UAC Course,
2005)....................................................................................................................................................... .19
Gambar 4. 1 Diagram alir intepretasi seismik refleksi ........................................................................ .22
Gambar 5. 1 Basemap sumur Lapangan “Pingda”. ........................................................................ 26
Gambar 5. 2 Data Log Sumur UP-S1 Lapangan “Pingda”............................................................. 27
Gambar 5. 3 Data Log Sumur UP-P12 Lapangan “Pingda”. .......................................................... 28
Gambar 5. 4 Data Log Sumur UP-P11 Lapangan “Pingda”. .......................................................... 29
Gambar 5. 5 Data Log Sumur UP-P7 Lapangan “Pingda”............................................................. 29
Gambar 5. 6 a) Penampang seismik Inline 66; (b) Penampang seismik Xline 141 lapangan
“Pingda”. ..................................................................................................................................... 30
Gambar 4. 7 Hasil checkshot correction pada sumur UP-S1. ........................................................ 31
Gambar 5. 8 Kurva Time/Depth conversion. ................................................................................. 33
Gambar 5. 9 Proses well seismic tie sumur UP-S1. ....................................................................... 34
Gambar 5. 10 Hasil ekstraksi wavelet dari data seismic dekat sumur UP-S1.................................. 35
Gambar 5. 11 Model bandpass dengan zero phase........................................................................ 35
Gambar 5. 12 Picking fault........................................................................................................... 36
Gambar 5. 13 Picking horizon arbitrary line. ............................................................................... 37
Gambar 5. 14 Basemap arbitrary line........................................................................................... 37
Gambar 5. 15 Picking horizon pada inline 96. .............................................................................. 38
Gambar 5. 16 Basemap inline 96. ................................................................................................. 39
Gambar 5. 17 Picking horizon pada crossline 141. ....................................................................... 39
Gambar 5. 18 Basemap crossline 141. .......................................................................................... 39
Gambar 5. 19 Peta struktur waktu Formasi Kais. .......................................................................... 39
Gambar 5. 20 Peta struktur waktu Platform. ................................................................................. 41
IV
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini, negara Indonesia memiliki permasalahan yang besar dalam bidang energi dan
sumberdaya alam. Sebagai negara yang memiliki potensi sumberdaya alam yang luar biasa
melimpah seharusnya Indonesia menjadi contoh bagi Negara-negara lain dalam perkembangan
teknologi eksplorasi maupun eksploitasi sumberdaya alam. Salah satu kebutuhan energi yang
sampai saat ini masih menjadi ketergantungan bangsa Indonesia adalah energi fosil berupa
minyak dan gas bumi.
Minyak dan gas bumi saat ini masih gencar-gencarnya diadakan kegiatan eksplorasi
maupun pengembangan lapangan-lapangan yang sudah berproduksi yang bertujuan
meningkatkan produksi minyak dan gas bumi tersebut. Kegiatan eksplorasi maupun
pengembangan lapangan migas membutuhkan peran seorang geoscientist dalam mempelajari
sifat-sifat batuan dan fluida di bawah permukaan bumi. Saat ini, metode yang berkembang
dalam industri migas adalah metode seismik refleksi. Metode ini sering dipakai karena dapat
memprediksi keberadaan target reservoir minyak dan gas bumi. Metode seismik refleksi dalam
bidang eksplorasi awal dibagi menjadi menjadi 3 tahapan yaitu tahapan akuisisi, pemrosesan
data dan tahapan interpretasi. Melalui metode seismik, para Geofisikawan dapat
menginterpretasi keadaan struktural di bawah permukaan tanah.
Dalam menginterpretasi bawah permukaan, metode Geofisika tidak dapat berjalan sendiri.
Disiplin ilmu lain diperlukan untuk membantu interpretasi tersebut, yakni ilmu Geologi. Meski
berbeda, kedua ilmu ini tidak dapat dipisahkan. Kedua ilmu ini saling mendukung dalam
mendapatkan informasi bawah permukaan pada suatu daerah penelitian. Geofisika melakukan
pendekatan melalui sifat-sifat fisika dari respon yang dihasilkan dan Geologi melakukan
pendekatan dengan keadaan Geologi di daerah tersebut.
Adapun laporan ini merupakan hasil dari pekerjaan interpretasi yang dilakukan terhadap
data seismik 3D dan data sumur (well log) di lapangan “Pingda”. Lapangan ini merupakan
salah satu lapangan pada Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) milik PT. Pertamina EP Asset
4. Hasil akhir dari interpretasi ini berupa peta struktur waktu beberapa horizon yang ada di
lapangan tersebut. Horizon tersebut adalah Formasi Kais dan Platform.
I.2. Tujuan
1
4. Melakukan proses – proses interpretasi data seismik yang sesuai dengan alur
kerja.
5. Memperoleh hasil berupa time structure map Formasi Kais dan Platform yang
menggambarkan kondisi bawah permukaan.
6. Mengetahui interpretasi geologi daerah penelitian sehingga dapat diketahui
prospek daerah tersebut.
2
3
BAB II
PROFIL INSTANSI
Pada tahun 1880, seorang insinyur belanda Adrian Stoop menemukan rekahan tanah yang
mengeluarkan cairan kehitam- hitaman (Crude Oil). Berdaasarkan penemuan tersebut pada
tahun 1888 pemerintah Hindia Belanda mendirikan perusahaan Dordtsche Proteleum
Maatschapij (DPM) untuk melakukan pengeboran lapangan minyak di cepu. Pada tahun 1893
dilakukan explorasi pertama di cepu. Perkembangan pada tahun 1990-an awal pengeboran
DPM menemukan rembesan-rembesan di Nglobo, Kawengan, Semanggi dan Wonocolo.
Wilayah itu sebagian besar berada di cepu dan sebagian masuk ke wilayah Bojonegoro, Jawa
Timur.
Pada tahun 1991 pengelolaan lapangan minyak Cepu beralih ke Bataafche Petroleum
Maattshpij (BPM). BPM ini menguasai minyak di cepu selama 31 tahun dan tercatat sebagai
pengelola terlama sepanjang sejarah. Pada tahun 1942-1945 penguasaan BPM berakhir karena
adanya kedatangan jepang yang menduduki Nusantara.
Sejak tahun 1948 hingga sekarang, pengelolaan lapangan minyak cepu telah beralih
tangan sebanyak 8 kali. Mulai dari Perusahaan Tambang Minyak Nasional (PTMN).
Administrasi Sumber Minyak pada tahun 1950. Perusahaan Tambang Minyak Republik
Indonesia pada tahun 1957, PN Permigran pada tahun 1961. Pusdiklat Migas (merupakan
Lembaga dari Lemigas Jakarta) pada tahun 1966. Pusat Pengembangan Perminyakan dan Gas
Bumi pada tahun 1978, PPT migas pada tahun 1954, hingga Pertamina pada tahun 1988.
Akhirnya pada tanggal 13 September 2005, berdasarkan Ref. UU Migas No. 22/ 2001 dan
PP No. 35 / 2004 didirikan oleh PT. Pertamina EP sebagai anak perusahaan PT. Pertamina
(Persero). PT. Pertamina (persero) Melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama
(KKS) dengan BPMIGAS atau seluruh kuasa Pertambangan MiGas yang dilimpahkan melalui
UU yang berlaku. Sebagian besar wilayah PT. Pertamina (Persero) tersbut dipisahkan menjadi
Wilayah Kerja (WK) Pertamina EP. Pada saat itu pula pengelolaan lapangan minyak cepu
diambil alih oleh PT. Pertamina EP Aseet 4.
II.2 Profil Pertamina EP
4
II.3 Visi, Misi dan Budaya PT. Pertamina Asset 4
Struktur organisasi adalah kerangka yang merupakan hubungan antara fungsi - fungsi
yang ada, wewenang dan tanggung jawab tiap – tiap anggota dari organisasi atau
perusahaan. Struktur organisasi bisa memberikan gambaran yang jelas antara wewenang
dan tanggung jawab dalam suatu mekanisme kerja suatu perusahaan, sehingga seorang
pemimpin dapat mengendalikan dengan baik dan benar.
5
Perencanaan Operasi sebagai pelaksana program usaha perawatan sumur,
fasilitas produksi dan fasilitas umum.
3. Operasi Produksi
Fungsi Operasi Produksi yaitu mengolah minyak di permukaan dari sumur
melalui SP, SPU dan PPP lalu dikirim ke kilang minyak.
4. RAM (Reliability, Availability, and Maintenance)
Fungsi RAM yaitu untuk memelihara dan memproduksi fasilitas produksi dan
fasilitas umum.
5. HSSE (Health, Safety, Security, and Environment)
HSSE bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan dalam menjalankan
operasi kerja di lingkungan perusahaan.
6. Operasi Pendukung
Operasi Pendukung berfungsi menangani kesekretariatan, administrasi, keungan
dan sumber daya manusia di PT Pertamina Asset 4.
7. Fungsi SCM
Fungsi SCM yakni mengatur ketersediaan barang dan jasa untuk keperluan
operasional perusahaan.
Pola pengelolaan usaha WK seluas itu dilakukan dengan cara dioperasikan sendiri
(own operation) dan kerja sama dalam bentuk kemitraan, yakni 4 proyek pengembangan
migas, 7 area unitilisasi dan 52 area kontrak kerja sama kemitraan yang terdiri dari 27
kontrak Technical Assistant Contract (TAC), 25 kontrak kerja sama Operasi (KSO). Jika
dilhat dari rentang geografinya, Pertamina EP beroperasi hampir di seluruh wilayah
indonesia, dari sabang sampai merauke.
6
Selain itu perusahaan juga mengelola proyek – proyek seperti:
1. Proyek Pakugajah di Sumatera Selatan
2. Proyek pengembangan Gas Jawa
3. Proyek pengembangan Gas Matindok, Sulawesi Tengah
4. Proyek pengembangan Gas Pondok Makmur
Pada awalnya, PT Pertamina EP Asset 4 mengelola dua lapangan produksi (distrik), yaitu
Distrik I Kawengan dan Distrik II Ledok dan Nglobo. Namun, sejak akhir 2013 PT Pertamina
EP Asset 4 melakukan perjanjian KSO (Kerja Sama Operasional) dengan PT. Geo Cepu
Indonesia. Lapangan Kawengan, Ledok dan Nglobo dikelola oleh PT. Geo Cepu Indonesia,
Central Processing Plant (CPP) Blok Gundih dikelola oleh PT. Titis Sampurna sedangkan
PT. Pertamina EP Asset 4 mengelola Tiung Biru (TBR), Tapen, Banyuasin (BNA) dan MGS
(Main Gathering Station) Menggung. Selain itu, pada tahun 2018, PT. Pertamina Asset 4 juga
mengelola Lapangan Papua yang sebelumnya berada di bawah naungan PT. Pertamina Asset
5.
7
8
BAB III
TEORI DASAR
Peta geologi regional wilayah Sorong dapat dilihat pada Gambar 5.1.
9
Gambar 3. 1 Peta geologi regional daerah Sorong (Amri, dkk., 1990).
11
Gambar 3. 2 Struktur regional Cekungan Salawati (Satyana, 2009).
12
Oligosen awal, yaitu adanya pengendapan transgresif karbonat Formasi Waripi, Faumai
dan Sirga.
Formasi Kais didominasi oleh litologi batugamping, secara umum Formasi Kais
terdiri atas dua tipe karbonat utama, yaitu batugamping terumbu dan batugamping
paparan. Batugamping paparan Formasi Kais diendapkan pada Miosen Awal – Miosen
Tengah dan diatas paparan karbonat Formasi Kais berkembang batugamping terumbu
Formasi Kais, semakin ke arah Tinggian Kemum batuan karbonat Formasi Kais
berubah fasies menjadi sedimen klastik pembentuk Formasi Klasafet. Fasies
batugamping terumbu hanya berkembang setempat-setempat di daerah tinggian,
sedangkan fasies batugamping klastik berkembang hingga daerah dalaman. Umumnya
batugamping terumbu ini berkembang selama fase muka air laut naik atau selama muka
air laut tertinggi. Formasi Kais merupakan reservoir yang berkembang baik di
Cekungan Salawati.
Bersamaan dengan pengendapan karbonat Formasi Kais, adalah pengendapan
lagoonal Klasafet pada umur Miosen berupa serpih. Serpih Formasi Klasaman yang
berumur Pliosen dan batupasir merupakan lapisan tertebal dan termuda pada Tersier.
Stratigrafi Cekungan Salawati (Satyana, 2009) secara lebih lengkap dapat dilihat pada
Gambar 5.3.
13
III.1.4 Petroleum System Cekungan Salawati
Batuan induk (Source Rock) yang terdapat pada Cekungan Salawati tersusun dari
batulempung dan serpih Formasi Klasafet, batugamping Formasi Kais, serta
batulempung dan serpih Formasi Klasaman Awal.
Formasi yang berpotensi sebagai batuan reservoir di daerah penilitian adalah batuan
karbonat pada reef build up Formasi Kais. Hasil studi fasies batugamping Formasi Kais
di Cekungan Salawati (JOB Pertamina – Santa Fe, 2000) terdapat lima fasies utama,
yaitu: Patch Reefs Over Arar High, Lagoonal Mud/Reef Mounds, Ridge Over Salawati,
Lagoonal Pinnacle Reefs dan Patch Reefs Over Walio Bank. Hidrokarbon yang
terakumulasi pada Formasi Kais, selain berasal dari Formasi Kais itu sendiri, juga
berasal dari Formasi Klasafet dan Formasi Klasaman. Batuan reservoir lainnya adalah
Formasi Klasafet yang berumur Miosen Akhir (Satyana, 2009).
Batuan penutup (seal rock) berupa serpih karbonat Formasi Klasafet dan
batugamping kristalin Formasi Kais. Secara umum petroleum system Cekungan
Salawati dapat dilihat pada Gambar 3.4 Batuan sedimen pra-Tersier menjadi batuan
yang potensial untuk diteliti dimasa yang akan datang yaitu, Formasi Aifam dan
Kembelangan. Sedangkan untuk migrasi hidrokarbon, pola migrasi minyak dan gas di
daerah penelitian, mengikuti jalur migrasi lateral melewati media batuan porous yang
dikontrol oleh slope lapisan ke arah tinggian serta jalur patahan.
14
III.2 Konsep Dasar Seismik Refleksi
Didalam gelombang seismik refleksi terdapat komponen sebuah gelombang (tras seismik)
seperti amplitudo, puncak, palung, zero crossing¸tinggi dan panjang gelombang. Dari parameter
tersebut dapat diturunkan menjadi beberapa komponen lainnya, antara lain impedensi akustik,
koefisien refleksi, polaritas, fasa, wavelet¸ resolusi vertikal dan sintetik seismogram.
III.2.1 Impedansi Akustik
Kemampuan suatu batuan dalam melewatkan gelombang elastik dikenal dengan
sebagai impedansi akustik yang merupakan fungsi dari densitas ( ) dan kecepatan
gelombang kompresional suatu batuan (V) (Badley, 1985). Perubahan nilai
impedensi akustik (AI) ini menggambarkan terjadinya perubahan litologi, kandungan
fluida, porositas dan sifat batuan lainnya, dimana:
Dengan:
KR = Koefisien Refleksi
AI1 = Impedansi Akustik 1
AI2 = Impedansi Akustik 2
Persamaan menggambarkan kekompakan batuan yang dilalui oleh gelombang.
Nilai koefisien korelasi berkisar antara +1 sampai -1. Nilai positif dan negatif ini
dipengaruhi oleh nilai impedensi akustik setiap lapisan. Nilai koefisien refleksi
positif (+) terjadi apabila nilai AI(n+1) lebih besar dari nilai AIn atau dapat pula
dikatakan hal ini terjadi dikarenakan nilai densitas dan kecepatan n+1 lebih besar
dari lapisan n, begitupun sebaliknya. Seiiring dengan bertambahnya kedalaman, nilai
koefisien refleksi akan berkurang, karena presentasi variasi impedensi akustik
semakin kecil terhadap kedalaman.
III.2.3 Wavelet
Wavelet adalah gelombang atau pulsa yang memiliki komponen amplitudo,
panjang gelombang, frekuensi, dan fasa. Dalam istilah praktis, wavelet dikenal
sebagai gelombang yang mempresentasikan satu reflektor yang terekam oleh suatu
geophone (Abdullah, 2007).
Sebuah wavelet memiliki panjang gelombang yang terbatas dengan fasa
tertentu. Terdapat empat macam fasa wavelet yaitu wavelet fasa nol, fasa minimum,
fasa maksimum dan fasa campuran (Sukmono, 2001). Pembagian tipe fasa ini
berdasarkan letak konsentrasi energi maksimum masing-masing wavelet. Wavelet
fasa minimum mempunyai energi terpusat pada bagian depan dan mempunyai
pergeseran fasa kecil pada setiap frekuensi. Wavelet fasa maksimum mempunyai
konsentrasi energi di akhir. Sedangkan wavelet campuran merupakan wavelet yang
mempunyai energi campuran dari ketiga bentuk wavelet yang lain.
III.2.4 Polaritas Wavelet
Polaritas menggambarkan nilai koefisien refleksi positif (+) ataupun negatif (-).
Karena ketidakpastian dari bentuk gelombang seismik yang terekam maka dilakukan
pendekatan bentuk polaritas yang berbeda yaitu polaritas normal dan terbalik
(reverese). Standar penentuan polaritas seismik dibagi menjadi polaritas standar
konversi Amerika (SEG) dan konvensi Eropa. Kedua jenis standar polaritas ini
saling berkebalikan.
16
Gambar 3. 6 Polaritas wavelet (a) fase nol, (b) fase minimum (Abdullah, 2007).
18
Prinsip yang digunakan adalah mencocokkan even refleksi pada data seismik dengan
seismogram sintetik yang bersesuaian dengan suatu bidang batas. Hal ini dilakukan
dengan mengkoreksi nilai tabel time – depth dari data check – shot tiap sumur agar two
way time (TWT) even-even pada seismogram sintetik sama dengan data seismik.
Analisa well seismic tie memperlihatkan bahwa seismogram sintetik memilki even-
even refleksi yang berkorelasi dengan horizon-horizon pada data seismik yang
mempresentasikan perubahan koefisien refleksi atau suatu bidang batas perlapisan
batuan. Pola refleksi yang dipresentasikan dengan amplitudo wavelet seismogram sintetik
bersesuaian dengan wavelet seismik.
III.3.3 Analisa Struktur
Analisa struktur mempunyai peranan yang sangat penting karena di dalam strukturlah
perangkap hidrokarbon terbentuk. Namun metode seismik memiliki kelemahan dalam
menangkap parameter struktur bawah permukaan bumi. Beberapa efek yang dapat terjadi
apabila analisa struktur dilakukan pada rekaman seismik yang belum dimigrasi antara lain
distorsi akibat asumsi yang digunakan dalam metode CMP, kemiringan terlalu rendah,
refleksi terletak pada posisi yang belum benar, antiklin terlalu lebar atau sinklin terlalu
sempit, dan lain-lain. Hal tersebut dapat dieliminasi dengan cara melakukan migrasi
namun tidak secara sempurna menghilangkan efek-efek tersebut dalam daerah dengan
struktur kompleks karena sulitnya pemilihan kecepatan bawah permukaan dan
pembelokkan tajam dari gelombang seismik. Pada rekaman seismik yang sudah dimigrasi
juga sering terjadi distorsi kecepatan yang mempengaruhi struktur skala besar ataupun
efek resolusi yang mempengaruhi struktur skala kecil.
III.3.3.1 Struktur Sesar
Gambar 3. 8 Jenis-jenis sesar: (a) Sesar Normal, (b) Sesar Naik, (c) Sesar Geser (IPA-
UAC Course, 2005)
Sesar pada Gambar 3.8 dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan dominan
kinematikanya, yaitu:
• Sesar Normal, dimana pergeseran dominan ke arah dip dan hanging wall
bergerak relatif turun dibandingkan foot wall.
• Sesar Naik, dimana pergeseran dominan searah kemiringan dan hanging
wall relatif bergeser ke atas dibandingkan foot wall.
19
• Sesar Geser, dimana pergeseran dominan searah jurus sesar.
III.3.3.2 Struktur Lipatan
Struktur lipatan dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu:
• Lipatan yang berasosiasi dengan kompresi skala regional akibat deformasi
kerak regional.
• Lipatan berskala lebih kecil yang berasosiasi dengan kompresi skala local.
• Lipatan, pelengkungan, seretan yang berhubungan langsung dengan proses
pensesaran.
• Pelipatan/pelengkungan monoklinal dari lapisan sedimen akibat proses
reaktivasi sesar / proses kompaksi diferensial dari benda yang lebih dalam.
• Pelipatan/pelengkungan akibat intrusi benda yang terletak lebih dalam.
Penafsiran struktur dalam interpretasi seismik dilakukan dengan cara
penelusuran fault dan horizon. Penelusuran fault diidentifikasi dari terminasi
refleksi, difraksi, perubahan kemiringan, dan lain-lain. Sementara penelusuran
horizon dilakukan pada batas sekuen/horizon target dengan memperhatikan
bentuk gelombang yang dipakai berfase minimum atau berfase nol.
20
21
BAB IV
Well
Marker
22
Penilitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Hampson Russel (HRS)
versi 8.3 dan Petrel 2015.1.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data seismik, data log
sumur, data check-shot dan data well marker/well tops pada lapangan “Pingda” yang
merupakan bagian dari cekungan Salawati, Papua Barat.
23
IV.3.1 Data Seismik
Data Seismik yang digunakan pada penelitian kerja praktik ini adalah data seismik
Post-Stack Time Migration (PSTM) dan memiliki format .SGY atau .SEGY. Data
seismik ini merupakan data pada Lapangan Pingda yang memiliki 260 inline (IL 6 -
265) dengan interval 25 m per inline dan total panjang 5678.42 m. Sedangkan untuk
crossline, Lapangan Pingda memilki 228 crossline (XL 12 -239) dengan interval 25.02
m per crossline dan total panjang 6474.85 m.
IV.3.2 Data Sumur
Terdapat 4 data sumur yang diberikan yaitu Sumur UP-S1, UP-P7, UP-P11, dan
UP-P12 yang memiliki informasi data Well Location dan data Well Logs. Well Location
berisikan informasi lokasi dari sumur. Well Logs berisikan informasi data rekaman
sumur seperti Gamma Ray, Resistivity, Density, Caliper, dan Sonic Log.
IV.3.3 Data Check-shot
Data check-shot dibutuhkan untuk mendapatkan Time-Depth curve yang digunakan
untuk pengikatan data seismik dan sumur, perhitungan kecepatan interval, kecepatan
rata-rata dan koreksi data sonik pada pembuatan seismogram sintetik. Pada penelitian
ini, data check-shot diperoleh dari check-shot survey yang diukur dalam lubang Sumur
UP-S1.
IV.3.4 Data Well Marker
Data Well Marker berisikan informasi mengenai top horizon dari formasi yang
telah didapatkan dari hasil interpretasi geologi. Data ini digunakan sebagai acuan dan
referensi untuk menentukan penarikan horizon/picking horizon.
24
25
BAB V
6
20
11
2
12
6
10
6
20
UP-P7
UP-P11
6
UP-S1
UP-P12
21
2
6
10
11
2
6
12
1:55654
1. Sumur UP-S1
Sumur UP-S1 terletak disebelah barat daerah telitian. Top Formasi Kais
pada sumur ini berada pada kedalaman 610 m dari permukaan. Berdasarkan
26
corak kurva log pada sumur UP-S1, dapat diintepretasikan terdapat litologi
berupa batugamping yang ditandai dengan kenampakan kurva Gamma Ray
yang condong ke kiri dengan nilai Gamma Ray lebih kecil sedangkan pada
kurva resistivity lebih condong ke kanan dengan nilai ILD yang besar. Pada
interval 590- 700 m terdapat cross-over antara neutron dan density. Pada
cross-over terlihat log neutron porosity menunjukkan respon yang rendah
sementara log density menunjukkan respon tinggi, hal ini dapat
diintepreatasikan pada zona tersebut terdapat reservoir gas (John T.
Dewan,1983) (Gambar 5.2).
2. Sumur UP-P12
Sumur UP-P12 terletak berdekatan dengan Sumur UP-S1. Pada sumur ini,
Top Formasi Kais terletak 630 m dari permukaan. Sumur ini hanya memiliki
satu log, yaitu log Gamma Ray. Log Gamma Ray pada kedalaman 610 – 680 m
memilki kurva yang condong kekiri, yang diperkirakan disebabkan oleh
adanya litologi batugamping (Gambar 5.3).
27
Gambar 5. 3 Data Log Sumur UP-P12 Lapangan “Pingda”.
3. Sumur UP-P11
Sumur UP-P11 berada di sebelah utara Sumur UP-P12 dan Sumur UP-S1
Pada sumur ini, Top Formasi Kais terletak pada kedalaman 600 m dari
permukaan. Sumur ini juga hanya memiliki log Gamma Ray yang memiliki
respon Gamma Ray ke arah kiri pada kedalaman 520 – 710 m, yang
diintepretasikan sebagai adanya litologi batugamping (Gambar 5.4).
28
Gambar 5. 4 Data Log Sumur UP-P11 Lapangan “Pingda”.
4. Sumur UP-P7
Sumur UP-P7 terletak didekat Sumur UP-11. Top Formasi Kais pada
sumur ini berada pada kedalaman 550 m dari permukaan. Berdasarkan corak
kurva log pada sumur UP-P7, dapat diintepretasikan terdapat litologi berupa
batugamping yang ditandai dengan kenampakan kurva Gamma Ray yang
condong ke kiri dengan nilai Gamma Ray lebih kecil sedangkan pada kurva
resistivity lebih condong ke kanan dengan nilai ILD yang besar pada
kedalaman 550 – 610 m. Pada log neutron porosity menunjukkan respon yang
rendah sementara log density juga menunjukkan respon rendah, sehingga tidak
terdapat cross-over, dari sini kita tidak dapat mengintepreatasikan zona
tersebut sebagai reservoir gas. Selain itu pada data log sumur ini juga terdapat
log Lateral yang digunakan untuk memperkecil pengaruh lubang bor, lapisan
yang berbatasan dan pengukuran lapisan yang tipis serta kondisi lumpur yang
konduktif atau salt mud (Gambar 5.5).
29
Gambar 5. 5 Data Log Sumur UP-P7 Lapangan “Pingda”.
30
b
Gambar 5. 6 a) Penampang seismik Inline 66; (b) Penampang seismik Xline 141
lapangan “Pingda”.
31
Gambar 4. 7 Hasil checkshot correction pada sumur UP-S1.
Selain itu dari koreksi checkshot ini juga, kita bisa mengetahui hubungan antara
waktu dan kedalaman pada data penampang seimik yang kita miliki. Berdasarkan
kurva Depth/Time kita bisa mengambil suatu hubungan linear antara Time dan Depth
(Gambar 4.8). Rumus nya dapat ditulis sebagai berikut:
32
Gambar 5. 8 Kurva Time/Depth conversion.
33
V.2 Well Seismic Tie
Pada tahapan ini praktikan melakukan proses pengikatan data sumur terhadap data
seismic. Well Seismic Tie bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan picking horizon.
Pada dasarnya Well Seismic Tie sangat penting dilakukan untuk menghindari kesalahan
pembacaan data seismic yang berada pada domain waktu dan data sumur yang berada pada
domain kedalaman.
Proses ini dibagi menjadi 2 tahapan yaitu ekstraksi wavelet kemudian melakukan
shifting. Wavelet yang digunakan diekstrak dari data seismik di sekitar daerah dekat zona
target pada sumur UP –S1 (Gambar 5.10) dengan model bandpass dan zero phase (Gambar
5.11). Model bandpass digunakan karena konvolusinya dengan KR mengasilkan sintetik
seismik yang polanya mendekati data seismik dekat sumur. Adapun frekuensi dominan yang
diperoleh dari spektrum amplitudo(Gambar 5.10) adalah 40 Hz.
Informasi mengenai fasa dan polaritas wavelet ini sangatlah penting karena pada proses
pengikatan data sumur ke data seismik membutuhkan wavelet yang baik untuk
dikonvolusikan dengan log koefisien refleksi yang menghasilkan sintetik seismogram.
Kemudian dilanjutkan dengan proses shifting antara seismogram sumur (biru) dengan
seismogram seismik (merah) dengan tujuan melakukan korelasi semirip mungkin antara
seismogram sumur dengan seismogram seismik. Parameter korelasi dapat dilihat dari nilai
current correlation dan time shift (Gambar 5.9). Nilai current correlation bergantung
seberapa mirip seismogram sumur dengan seismogram seismik yang ditentukan berdasarkan
wavelet yang digunakan. Sedangkan time shift menunjukkan adanya pergeseran (time
domain) antara bentuk seismogram sumur dengan seismogram seismik. Pada pengikatan
sumur UP-S1 ke seismic didapatkan nilai current correlation 0,672 dan nilai time shift 0 ms.
34
Gambar 5. 10 Hasil ekstraksi wavelet dari data seismik dekat sumur UP-S1.
35
V.3 Analisa Horizon dan Patahan Lapangan “Pingda”
Kemudian informasi geologi daerah penelitian juga diperlukan sebagai data pendukung
dalam intepretasi dari formasi.
Intepretasi penampang seimik lapangan “Pingda” difokuskan pada tiga sesar utama
yang berada pada formasi Kais. Menurut data pendukung informasi geologi, sesar yang
bekerja di lapangan “Pingda” berarah barat-timur yang masuk dalam zona sesar Sorong.
Tujuan dilakukannya analisa patahan adalah, agar mempermudah dalam penarikan
horizon. Patahan menjadi penentu untuk menganalisa kemenerusan horizon sesuai
dengan konsep patahan dalam geologi. Sehingga dengan dilakukan penarikan patahan
terlebih dahulu kesalahan dalam penarikan horizon dapat diminimalisir.
X X’
X’
X’
Dari data seismik yang dimiliki, langkah berikutnya adalah melakukan penarikan
horizon pada setiap lintasan seismik yang didasarkan pada kesamaan bentuk dan
kemenerusan reflektor seismik. Horizon yang dipilih terdiri dari 2 horizon yaitu horizon
Formasi Kais (orange) dan Platform (merah muda) (Gambar 5.15). Pada picking horizon
dilakukan increment per 10 untuk setiap inline dan crossline.
1. Horizon merah muda (Platform)
Horizon yang berwarna merah muda merupakan horizon yang mewakili
platform. Horizon platfrom berumur Miosen Tengah. Penarikan horizon
37
platform ini berdasarkan pengikat sumur terhadap data sesimik. Pada
kenampakan pola konfigurasi seismik terlihat bahwa kontras reflektor sangat
jelas dan dapat diikuti kemenerusannya, hal ini dapat diinterpretasikan pola
tersebut sebagai batugamping didaerah penelitian. Lintasan seismik yang
melewati sumur UP-S1, UP-P7 dan UP-P11 mempunyai pola refleksi seismik
yang berbentuk oblique, menunjukan bahwa hubungan antara pemasukan
sedimen yang cepat dengan dasar cekungan stabil. Turunnya cekungan pada
daerah telitian diakibatkan karena adanya tektonik dimana pada analisis struktur
data seimik terdapat sesar.
2. Horizon orange (Formasi Kais)
Berdasarkan pengikat sumur terhadap data seismik dilakukan penarikan
horizon pada Formasi Kais yang ditandai dengan horizon berwarna orange.
Formasi ini pada sumur UP-S1 berada pada kedalaman m (TVDSS) pada
seismik terletak pada 620 TWT, atau jika di ubah ke domain kedalaman
berdasarkan koreksi checkshot adalah 762,6 m. Formasi Kais berumur Miosen
Awal ssampai Miosen Tengah dimana litologi penyusunnya berupa
batugamping. Horizon orange ini dicirikan dengan refleksi kuat dan menerus
disetiap lintasan seismik. Formasi Kais merupakan formasi yang menjadi bagian
untuk diteliti. Bentuk dari refleksi seismik pada Formasi Kais hampir sama
dengan bentuk refleksi seismik pada horizon merah muda (platform) yaitu
ditandai dengan adanya refleksi seismik yang berbentuk oblique. Penurunan
cekungan ini terjadi disebelah barat laut daerah telitian. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa pada daerah telitian lingkungan pengendapan yang
berada disebelah tenggara berupa lingkungan darat-laut dangkal sedangkan pada
sebelah selatan berupa lingkungan laut dalam.
A’
A
38
A
A’
B B’
B’
-700
-80
0
-700
0
-80
-8
-7
00
00
UP-P7
UP-P11
-700
UP-S1
UP-P12
0
-700
-70
0
-70
Symbol legend 0 500 1000 1500 2000 2500m Elevation time [ms]
-600.00
Sesar 1 1:49949 -620.00
-640.00
Sesar 2 -660.00
-680.00
-700.00
Sesar 3 -720.00
Sumur
Undefined
-740.00
-760.00
-780.00
-800.00
-820.00
-840.00
-8
00
-9
00
-900 -700
-700
-800
-9
00
-70
-7
00
0
UP-P7
UP-P11
-8
00
-8
-700 UP-S1
UP-P12
00
00
-7
Symbol legend 0 500 1000 1500 2000 2500m Elevation time [ms]
-640.00
Sesar 1 1:50968 -660.00
-680.00
Sesar 2 -700.00
-720.00
-740.00
Sesar 3 -760.00
-780.00
Sumur
Undefined -800.00
-820.00
-840.00
-860.00
-880.00
-900.00
-920.00
-940.00
Time structure map atau peta struktur domain waktu merupakan peta yang
menggambarkan suatu lapisan di bawah permukaan berdasarkan kedalaman dalam domain
41
waktu (Two-way-time). Sebelum mendapatkan peta struktur waktu, terlebih dahulu dilakukan
gridding.
Grid merupakan jaringan titik segi empat yang diperoleh dari nilai X,Y, dan Z. nilai X dan
Y merupakan koordinat yang didapatkan dari picking horizon yang telah ditentukan.
Sedangkan nilai Z merupakan nilai dari time seismic pada picking horizon. Kepadatan yang
ada pada grid yang terbentuk merupakan nilai dari increment yang telah kita tentukan. Pada
proses gridding mempunyai peranan penting dalam interpolasi dan ekstrapolasi suatu data
sehingga didapatkan nilai dari sebuah kontur peta
Interpretasi peta ini dilakukan dengan memperhatikan pola kontur yang terbentuk pada
peta yang dimana membawa informasi struktural lapisan. Pada data seismik lapangan
“Pingda” dilakukan interpretasi struktural dengan membuat peta struktur domain waktu pada
Formasi Kais dan Platform. Analisa pada peta diatas yaitu dengan melihat zona-zona menarik
pada daerah yang dilewati struktur sesar. Pada peta struktur waktu Formasi Kais zona yang
dilalui oleh sesar 1 (ditandai dengan lingkaran merah) merupakan zona dengan kedalaman
waktu yang sedang memisahkan zona kedalaman waktu yang tinggi dan rendah pada bagian
baratlaut dan tenggaranya. Sedangkan pada peta struktur waktu platform relatif memiliki pola
kontur yang sama dengan Formasi Kais. Sesar 1 pada bagian tenggara yang memanjang dari
Formasi Kais sampai platform diduga dapat menjadi jalur migrasi dari source rock ke
reservoir batugamping di Formasi Kais.
42
43
BAB VII
VII.1 Kesimpulan
VII.2 Saran
Dalam melakukan interpretasi data seismik, diperlukan konsep-konsep dasar yang lebih
baik lagi. Kemudian data sumur juga diperlukan lebih banyak lagi agar penarikan horizon dan
interpretasi sesar tidak ambigu. Dan yang terakhir, perlu diadakan studi lebih lanjut seperti
inversi seismik atau atribut seismik untuk melakukan karakerisasi reservoir lebih lanjut.
44
45
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. (2007). Polaritas Normal Polaritas Reverse. Tersedia di:
http://ensiklopediseismik.blogspot.com/2007/06/polaritas-normal-polaritas-reverse.html.
Diakses [08/07/2019]
Amri, CH., Sanyoto, P., Hamonangan, B., Supriatna, S., Simanjuntak, W., dan Pieters, P.E. (1990).
Geologi Lembar Sorong Irian Jaya. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Azis, Lalu Abdul. (2005). Course: Revervoir Geophysics, Seismic Interpretation. Presented at IPA-
UAC Depok, Universitas Indonesia.
Hamilton, W. (1979). Tectonics of the Indonesian Region. USGS Professional Paper, vol. 1078,
345 p.
Harsono, Adi. (1997). Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log. Jakarta : Schlumberger Oil Field
Services.
John, T. D. (1983). Essentials of Modern Open-hole Log Interpretation. Oklahoma: PennWell
Books.
Pertamina, (1999). Salawati Basin Tectonic Setting. Jakarta: Pertamina – Santa FE Salawati.
Satyana, A.H. (2009). Emergence Of New Petroleum System In The Mature Salawati Basin: Keys
From Geochemical Biomarkers, Proceedings, Indonesian Petroleum Association.
Satyana, A.H., dan Herawati, N. (2011). Sorong Fault Tectonism And Detachment Of Salawati
Island:Implications For Petroleum Generation And Migration In Salawati Basin, Bird's Head
Of Papua. Indonesian Petroleum Association Thirty-Fifth Annual Convention & Exhibition.
Sigit, Sukomono. (1999). Interpretasi Seismik Refleksi. Bandung: ITB.
46
1
1
2
3
4
5