Oleh:
ERVAN PRASETIYO
12116100
Oleh:
Mengetahui,
i
KATA PENGANTAR
Segala puji saya panjatkan kepada Allah Subhana Wata’ala, karena atas
berkat dan ridho-Nya lah saya dapat menyelesaikan laporan Kerja Praktek dengan
judul “Sistem Monitoring Serta Perhitungan Energi Gempa Gunung Merapi
di BPPTKG Yogyakarta Periode September 2010”. Laporan ini dikerjakan
sebagai hasil dari kerja praktek guna menambah pengalaman penulis mengenai
lingkungan kerja serta menambah wawasan dari pembelajar yang telah didapat di
bangku perkuliahan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna,
namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya tulisan ini dapat
tercipta. Oleh karena itu, saya ucapkan terima kasih dan penghormatan sebesar-
besarnya kepada : ‘
1. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi
(BBPPTKG) sebagai instansi yang telah memberikan kesempatan untuk
melaksanakan Kerja Praktik (KP).
2. Bapak Reza Rizki, S.T., M.T selaku dosen Pembimbing Kerja Praktik.
3. Bapak Agus Budi Santoso, S.Si., M.Sc Selaku Kepada Seksi Gunung Merapi di
BPPTKG yang telah mengizinkan untuk belajar dalam seksi yang beliau pimpin.
4. Ibu Dr.Nurnaning Aisyah. S.Si.,M.Si. Selaku pembimbing di BPPTKG yang
telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan kerja praktik.
5. Bapak Indra,S.T. pegawai di BPPTKG yang memberi materi dan bimbingan
dalam pengolahan dan picking data gempa serta arahan dalam pemuatan script
pemrograman python serta karyawan BPPTKG yang telah menerima penulis
dengan baik selama kami melakukan Kerja Praktik.
Akhir kata, penulis memohon maaf kepada seluruh pihak atas segala
kekurangan dan kesalahan dalam bersikap maupun bertutur kata selama
berlangsungnya Kerja Praktik dan dalam proses penulisan laporan ini.
Ervan Prasetiyo
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 1. Ruang Monitoring............................................................................... vii
Gambar 2. Pemasangan Kertas Seismogram....................................................... vii
Gambar 3. Proses Picking Data Analog............................................................... viii
Gambar 4. Bimbingan Dengan Pembimbing Kantor BPPTKG...........................viii
Gambar 5. Olahraga Rutin Bersama...................................................................... ix
Gambar 6. Foto Bersama Mahasiswa KP.............................................................. ix
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
2
Ijen. Pada saat pendudukan Jepang, kegiatan penjagaan gunungapi ditangani oleh
Kazan Chosabu selama periode 1942-1945.
Setelah Indonesia merdeka dibentuk Dinas Gunung Berapi (DGB) di bawah
Jawatan Pertambangan, kemudian 1966 diubah menjadi Urusan Vulkanologi di
bawah Direktorat Geologi dan selanjutnya pada tahun 1976 berubah lagi menjadi Sub
Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat Jenderal Pertambangan Umum,
Departemen Pertambangan dan Energi. Perkembangan organisasi Departemen
Pertambangan dan Energi berdasarkan keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
No. 734 Tahun 1978 terbentuklah Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat
Jenderal Pertambangan umum, Departemen Pertambangan dan Energi.
Perkembangan organisasi Departemen Pertambangan dan Energi berdasarkan
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1092 Tahun 1984 dan
keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1748 Tahun 1992 terbentuk
Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya
Mineral. BPPTK dibentuk pada 28 Oktober 1997 dengan demikian fungsi kantor ini
diperluas dengan mitigasi bencana geologi lainnya. Sejak tahun 2001 sampai 2005,
berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral Nomor 1915 tahun
2001, urusan gunung api, gerakan tanah, gempa bumi, Tsunami, erosi dan
sedimentasi ditangani oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
lalu setelah bergabung dengan Badan Geologi, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana geologi (PVMBG). Dasar hukum pembentukan Badan Geologi dan unit-unit
di bawahnya adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
0030 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral (BPPTKG, 2016). Namun pada bulan februari 2013 nama tersebut
diganti menjadi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan
Geologi (BPPTKG) sampai sekarang dan berada dibawah Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi di Bandung.
3
1.3.2 Lokasi dan Fasilitas
Balai Penyelidik dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi
(BPPTKG) bertempat di Jalan Cendana no.15 Yogyakarta, untuk lokasinya akan
ditunjukkan pada Gambar 1.3.2
4
program antarmuka (interface) dari berbagai peralatan instrumentasi yang disertai
dengan pengembangan software sebagai perangkat lunak untuk pengoperasian sistem.
2. Laboratorium Geokimia
Laboratorium Geokimia memberikan layanan jasa analisis sampel-sampel gas,
padatan, dan cairan, dalam konsentrasi mayor, minor, maupun trace-element.
Laboratorium ini dilengkapi dengan peralatan instrumentasi yang modern dan metode
analisis berstandar nasional maupun internasional.
3. Laboratorium Petrografi
Sayatan tipis dan analisis batuan dapat dilakukan di Laboratorium Petrografi
BPPTKG untuk mengetahui ragam, jenis maupun komposisi mineral/kimia. Dari
jenis atau komposisi batuan tersebut dapat dipelajari sifat-sifat batuan dan proses
yang terjadi.
4. Perpustakaan
Sebagai suatu institusi di bidang kebumian khususnya bidang vulkanologi dan
mitigasi bencana geologi, BPPTKG mempunyai sarana perpustakaan dengan berbagai
macam buku perpustakaan kebumian. Koleksi perpustakaan selain jurnal, bulletin dan
majalah dari luar BPPTKG, juga mengoleksi seluruh publikasi dan laporan
penyelidikan BPPTKG. Koleksi buku yang tersedia mencakup text-book di bidang
kebumian dan kebencanaan, dan jurnal kebumian internasional.
5. Pos Pengamatan Gunungapi
Untuk mengamati Merapi secara optimal, BPPTKG dilengkapi dengan lima pos
pengamatan yang terletak di sekeliling lereng Gunung Merapi.
6. Ruang Monitoring
BPPTKG mempunyai ruangan pemantauan khusus yang berfungsi sebagai
terminal penerima data dari stasiun pengamatan lapangan baik itu terletak di Gunung
Merapi maupun gunung api lainnya. Data yang masuk secara real time dan kontinu
diantaranya data gempa, deformasi (tiltmeter), data suhu dan data gas.
5
1.3.3 Dasar Hukum BPPTKG
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 11 Tahun
2013: “Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) setingkat eselon III yang berada di bawah
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
6
2. Melakukan rancang bangun instrumentasi dan meningkatkan aplikasi metode dan
teknologi baru bidang gunung api dan mitigasi bencana geologi untuk mengurangi
ketergantungan peralatan pemantauan terhadap bantuan asing.
3. Melakukan penelitian dan penyelidikan di bidang kebencanaan geologi untuk
mendukung upaya mitigasi bencana.
4. Mengembangkan sistem informasi Gunung Merapi yang padat, mudah, cepat dan
akurat.
5. Melakukan analisis, kajian laboratorium dan penyelidikan geokimia gunungapi.
6. Menjadi motor penggerak dalam aksi pengurangan risiko bencana di tingkat lokal
dengan melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat.
7
4. Kepala Seksi Metode dan Teknologi Mitigasi
Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusun program, pelaksanaan
dan evaluasi pelayanan, kerja sama, pengembangan metode teknologi dan instrument
kegunungapian serta mitigasi bencana geologi.
5. Kepala Seksi Pelayanan Laboratorium
Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusun program, pelaksanaan
dan evaluasi pengelolaan sarana dan prasarana pelayanan kajian dan analisis
laboratorium kegunungapian dan mitigasi bencana geologi.
6. Kelompok Jabatan Fungsional
Mempunyai tugas melakukan penelitian, penyelidikan, rancang bangun,
mengembangkan dan menerapkan metode teknologi kegunungapian dan
melaksanakan tugas lain sesuai tugas.
Organigram dari struktur organisasi BPPTKG dapat dilihat pada Gambar 1.2
8
Gambar 1.2 Struktur organisasi BPPTKG Yogyakarta
9
BAB II
PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK
10
tugas 1 dan
bimbingan, dan
Picking data
seismik analog
6. 04-01-20 - - - Hari libur
7. 05-01-20 - - - kantor
Mengerjakan tugas
8. 06-01-20 08.15 16.00 1 dan pengumpulan
tugas via email
Revisi tugas 1 dan
diskusi serta
9. 07-01-20 08.15 16.00
pemberian tugas 2
via WA
Mengumpulkan
Diketahui
hasil revisi tugas 1
oleh
via email, diskusi
10. 08-01-20 08.15 16.00 pembimbing
via WA, dan
lapangan
picking data
seismik analog
Revisi tugas 1
11. 09-01-20 08.15 16.00 kembali dan diskusi
via WA
Olahraga futsal,
10-01-20 08.10 16.30 Revisi tugas 2 dan
diskusi via WA
12. 11-01-20 - - - Hari libur
13. 12-01-20 - - - kantor
Mengumpulkan
tugas 1 dan 2
setelah di revisi via
14. 13-01-20 08.05 16.00
email serta diskusi
Diketahui
bersama mahasiswa
oleh
UNY
pembimbing
15. 14-01-20 08.15 16.00 Penulisan laporan
lapangan
16. 15-01-20 Penulisan laporan
17. 16-01-20 penulisan laporan
Olahraga futsal dan
18. 17-01-20 08.10 16.30
penulisan laporan
20. 18-01-20 - - - Hari libur
21. 19-01-20 - - - kantor
22. 20-01-20 08.15 16.00 Picking data Diketahui
11
seismik digital oleh
Picking data pembimbing
23. 21-01-20 08.15 16.00
seismik digital lapangan
Mengumpulkan
data hasil picking
24. 22-01-20 08.15 16.00
dan diskusi bersama
bang Indra
Pengolahan data
seismik digital dan
25. 23-01-20 08.15 17.30
bimbingan dengan
bang Indra
Olahraga futsal,
penulisan laporan
26. 24-01-20 08.15 20.00 akhir, dan
bimbingan dengan
bang Indra
27. 25-01-20 - - - Hari libur
28. 26-01-20 - - - kantor
Pengolahan data
seismik digital dan
berkunjung ke pos
29. 27-01-20 08:15 17:00
pengamatan
Gunung Merapi
(JRAKAH)
Pengolahan data Diketahui
seismik digital dan oleh
30. 28-01-20 08:30 17:30
penulisan laporan pembimbing
akhir lapangan
Pengolahan data
seismik digital dan
31. 29-01-20 08:30 17:00
penulisan laporan
akhir
Mengumpulkan
32. 30-01-20 08:00 16:30
laporan akhir
12
2.3 Hasil Pekerjaan Secara Umum
13
Pemantauan secara episodik merupakan pemantauan yang dilakukan secara berkala
dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan pemantauan secara kontinu merupakan
pemantauan yang dilakukan terus menerus untuk memantau aktivitas terkini dari
Gunung Merapi. Kelebihan pemantauan kontinu dibandingkan dengan pemantauan
episodik adalah pada pemantauan kontinu menghasilkan data dengan rate yang
sangat tinggi, bahkan mencapai 0.01s dan sistem pemantauan ini di desain tidak
pernah mati. Data yang dihasilkan dari pemantauan secara kontinyu dikirim ke kantor
BPPTKG dan ditampilkan di ruang monitoring untuk menunjang kontinuitas dalam
analisis data hasil pengukuran alat di lapangan. Hasil analisis kemudian dapat
dijadikan sebagai bahan informasi aktivitas Gunung Merapi.
Beberapa metode yang diterapkan dalam pemantauan aktivitas Gunung Merapi
adalah sebagai berikut:
1. Metode Seismik
Dalam pemantauan aktivitas Gunung Merapi, metode seismik digunakan untuk
menangkap adanya getaran yang diakibatkan karena adanya aktivitas vulkanik dari
Gunung Merapi.
Jaringan stasiun pemantauan
Pemantauan seismik dilakukan sejak tahun 1982 dengan empat stasiun seismik
(MEPALA, Deles, KLA, MEPUS) tipe short period L4C dengan kepekaan frekuensi
1-2 Hz. Penerapan metode seismik terus dikembangkan hingga pada tahun 2004 telah
dilakukan uji coba penggunaan tipe stasiun seismik berupa long period broadband
untuk menangkap sinyal-sinyal dengan frekuensi rendah dibawah 1 Hz. Pada tahun
2010 tipe stasiun seismik berupa long period broadband telah digunakan sebanyak
14 stasiun di beberapa area baru sekaligus ditambahkan di empat stasiun short period.
Dari stasiun seismik yang telah dipasang di Gunung Merapi terdapat 2 stasiun yang
terletak sangat jauh dari Gunung Merapi, yaitu stasiun MEMBB dan MEIMO yang
terletak 50 Km di sisi Selatan Gunung Merapi. Stasiun MEMBB digunakan untuk
mengamati aktivitas seismik yang berasal dari Gunung Merbabu, sedangkan MEIMO
digunakan untuk koreksi efek seismisitas yang ditimbulkan dari aktivitas tektonik
lempeng di sisi selatan pulau Jawa dan juga digunakan untuk mengamati seismisitas
14
semu yang ditimbulkan dari efek gelombang air laut dengan sinyal frekuensi rendah
yang terekam di stasiun-stasiun pada Gunung Merapi.
Data yang terekam dari stasiun seismik short period dikirimkan ke stasiun
penerima dengan menggunakan transmisi gelombang radio. Getaran seismik yang
terekam oleh seismometer dikuatkan oleh amplifier dan dimodulasikan oleh
gelombang radio. Gelombang radio akan membawa sinyal ke stasiun penerima yang
ada di BPPTKG dan kemudian sistem memisahkan sinyal seismik (dimodulasi)
dengan sinyal seismik yang terekam pada kertas seismogram. Untuk mendapatkan
15
data sinyal yang presisi maka sinyal diubah dari sinyal analog menjadi sinyal digital
dengan menggunakan sistem yaitu Scanner dan Digitizer. Scanner akan
menghasilkan data digital dalam format raster/bitmap (BMP, TIFF, PBM, GIF, JPEG,
dll). Sedangkan Digitizer memberikan kebebasan kepada kita untuk memilih titik-
titik mana yang akan diambil sebagai titik acu dalam penggambaran peta. Semakin
banyak titik yang diambil dengan digitizer semakin baik peta yang dapat digambar.
Data digital tersimpan di server BPPTKG sedangkan stasiun seismik long period
broadband menggunakan sistem pengiriman data berbasis internet protokol TCP IP.
Keterangan :
S : Seismometer (LC4,Mark Product)
AMP : Amplifier seismometer (AS-110,Sprengmeter)
T/R : Pemancar atau penerima gelombang VHF (T.F/RF
Monitron Corp)
DCR : Pengubah frekuensi ke tegangan (TC-20,Sprengmether)
TS : Sistem penentuan waktu (TS-250,Sprengmether)
VR :Perekam analog (kertas seismogram,VR-65,
Sprengmether)
16
Gambar 2.4 Sistem penerima sinyal seismik broadband
Pada penggunaan sensor seismik long period broadband dan short period memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing sebagai berikut:
Long period broadband: Kelebihan dari sensor ini adalah mampu merekam sinyal
dengan frekuensi rendah sehingga periode nya panjang sehingga baik untuk merekam
gempa regional dan tele-seismik. Frekuensi yang dapat direkam oleh sensor ini
adalah pada rentan frekuensi 0.01-50 Hz. Kelemahan dari sensor ini adalah pada
sensor ini sistem transmisi data menggunakan internet protokol sehingga saat terjadi
gangguan sinyal internet atau crowded maka sensor ini tidak dapat melakukan
transmisi data.
Short period: Kelebihan sensor ini adalah memiliki kemampuan untuk merekam
sinyal dengan frekuensi panjang sehingga periode nya pendek yang baik untuk
mengetahui gempa lokal. Frekuensi yang dapat direkam oleh sensor ini memiliki
rentan frekuensi antara 0.1-1Hz. Kelemahan sensor ini adalah sensor ini hanya
merekam kuat gerak gempa bumi ketika amplitudo gerak tanah akan mengirimkan
jenis normal perpindahan seismometer off-scale.
17
Gambar 2.5 Contoh seismogram dengan menggunakan beberapa tipe seismometer
Setelah sinyal diterima oleh stasiun penerima dan direkam secara analog
maupun digital, maka tahap awal untuk analisis sinyal adalah melakukan klasifikasi
sinyal yang terekam. Klasifikasi sinyal dilakukan untuk menentukan jenis gempa
yang terjadi berdasarkan frekuensi dan kedalaman gempa yang terjadi.
Klasifikasi sinyal
18
ada pada tubuh Gunung Merapi akibat dari tekanan magma, oleh sebab itu gempa ini
merepresentasikan adanya suplai magma.
b. VTB
VTB (Volcano Tektonik B) atau disebut Vulkano Tektonik Dangkal, memiliki
domain frekuensi 4-6 Hz dan hypocenter gempa berada pada kedalaman 0.5-1.5 Km
dari puncak Gunung Merapi. Sinyal ini memiliki awalan gelombang primer yang
cukup tegas hampir di semua stasiun-stasiun di puncak. Jeda waktu antara gelombang
S-P sangat singkat sehingga sulit terbaca. Gempa VTB terjadi akibat retakan batuan
pada kedalaman yang relatif dangkal dibandingkan VTA, oleh sebab itu gempa ini
merepresentasikan suplai magma di kedalaman yang dangkal. Baik VTA maupun
VTB termasuk dalam frekuensi tinggi dengan T-awal ̴ 1.5 detik.
c. MP
MP (Multi Phase) memiliki frekuensi ̴ 3.5 Hz yang terjadi pada kedalaman yang
sangat dangkal yaitu 0.5 Km dari puncak Gunung Merapi. Mekanisme pembentukan
gempa MP sama dengan mekanisme pembentukan gempa pada VTA maupun VTB,
namun awalan sinyal tidak selalu tajam dan tidak terekam di semua stasiun dengan T-
awal 3-5 detik.
d. RF
RF (Rock Fall) merupakan gempa yang ditimbulkan karena guguran sebagian dari
kubah lava. Frekuensi yang dimiliki gempa ini berkisar antara 6-8 Hz dengan durasi
yang relative panjang dibandingkan dengan gempa VT dan MP dengan T-awal 15-20
detik.
e. LF
LF (Low frequency) merupakan gempa dengan frekuensi rendah yang bersumber
dangkal yang dicirikan dengan amplitudo yang tercatat paling besar berada di stasiun
PUS dengan frekuensi berkisar antara 1.5 Hz.
f. LHF
LHF (Low High Frequency) merupakan gempa yang terdiri atas dua bagian yaitu
bagian pertama yang berfrekuensi rendah dan bagian kedua berfrekuensi tinggi.
19
Gempa bagian pertama berbentuk seperti gempa LF sedangkan yang kedua seperti
gempa tipe-B.
g. Tremor
Gempa tremor memiliki frekuensi rendah yang berkisar antara 1-2 Hz dengan
durasi bervariasi pada orde menit sampai jam. Tremor ini bukan merupakan tremor
letusan.
h. Tektonik
Gempa tektonik memiliki durasi sinyal yang panjang dengan S-P lebih dari 2 detik
dengan hypocenter terletak pada lokasi yang relatif jauh dari gunung api.
i. Hembusan/Gas-burst
Gempa hembusan dihasilkan dari peristiwa degassing yang berada pada sumber
relatif sangat dangkal. Domain frekuensi dapat bervariasi dari frekuensi rendah
hingga frekuensi tinggi tergantung energi degassing tersebut.
j. Tele-seismik
Gempa tele-seismik merupakan gempa tektonik yang direkam oleh beberapa
stasiun seismik yang lokasinya jauh dari Gunung Merapi. Beberapa gempa tele-
seismik merupakan gelomang ekor dari gempa tektonik.
Amplitudo-Durasi
Amplitudo dan durasi gempa merupakan parameter yang langsung dapat terlihat
dari suatu sinyal seismik. Amplitude gempa dibaca dengan teknik peak to peak
sedangkan durasi dapat diketahui dari first break sampai amplitudo gempa adalah 2
kali dari background noise.
Jumlah Gempa
Jumlah gempa merupakan analisis statistik dalam skala waktu harian. Pola
peningkatan jumlah kegempaan harian menjadi parameter untuk dibandingkan
dengan parameter lain sehingga dapat diperkirakan tingkat aktivitas Gunung Merapi.
Hypocenter Gempa
Hypocenter gempa merupakan titik sumber gempa yang berada di bawah
permukaan. Gempa disebabkan karena adanya patahan pada suatu batuan akibat dari
tekanan yang mengenai suatu batuan dimana besarnya tekanan melebihi batas
20
elastisitas batuan. Distribusi hypocenter diperlukan untuk memprediksi zona non-
seismik. Ditemukannya zona non-seismik dapat menginformasikan bahwa pada
lokasi tersebut ada kantong atau dapur magma. Dengan melakukan analisis secara
temporal terhadap hypocenter gempa maka dapat diperoleh informasi migrasi
magma.
Magnitudo-Energi seismisitas
Magnitude dan energi gempa yang menunjukkan besarnya energi seismik yang
dipancarkan oleh sumber gempa. Besaran ini akan bernilai sama, meskipun dihitung
dari tempat yang berbeda. Skala yang kerap digunakan untuk menyatakan magnitudo
gempa ini adalah Skala Richter (Richter Scale). Secara umum, magnitudo dapat
dihitung menggunakan formula berikut:
M = MA
= Log A-Log Aₒ (1)
Besarnya nilai A merupakan amplitudo pada seismogram dan Aₒ adalah amplitude
minimum yang terbaca di seismogram. Amplitudo yang digunakan dalam persamaan
ini harus sesuai dengan amplitudo yang terekam oleh seismograf Wood-Anderson.
Perhitungan amplitudo gempa juga dapat dilakukan berdasarkan durasi gempa, yaitu:
M = 𝑴𝑭−𝑷
= a log (f-P)+a2
𝟐𝟖𝟎𝟎 𝑨 𝟐𝟎 𝟑𝟗𝟖𝟏
M=𝑳𝒐𝒈 𝟏𝟎 (𝟎.𝟏𝟑𝒙𝟐𝟕𝟎𝟎 ) 𝒙 ( 𝟐) 𝒙 (𝟓𝟎 𝒙 𝟕𝟗𝟒𝟑 ) (2)
Kekuatan gempa di sumbernya dapat juga diukur dari energi total yang dilepaskan
oleh gempa tersebut. Energi yang dilepaskan oleh gempa biasanya dihitung dengan
mengintegralkan energi gelombang sepanjang kereta gelombang (wave train) yang
dipelajari (misal gelombang badan) dan seluruh luasan yang dilewati gelombang
(bola untuk gelombang badan, silinder untuk gelombang permukaan), yang berarti
mengintegralkan energi keseluruhan ruang dan waktu. Berdasar perhitungan energi
dan magnitudo yang pernah dilakukan, ternyata antara magnitudo dan energi
mempunyai relasi yang sederhana, yaitu:
Log E = 11,8 +1,5 M (3)
21
2. Metode Geokimia
Dalam monitoring Gunung Merapi dengan metode geokimia dilakukan dengan
melakukan pengambilan sampel gas secular pada titik tetap pada solfatara dan
fumaroles. Metode ini terbukti signifikan memberikan indikasi peningkatan aktivitas
Gunung Merapi.
Survey periodik
Gas yang dikeluarkan pada saat sebelum erupsi diantaranya Karbon monoksida
(CO), Karbondioksida (CO2), Hidrogen Sulfide (H2S), Sulfur dioksida (S02), dan
Nitrogen (NO2). Gas tersebut diambil sebagai sampel dan dianalisis di Laboratorium
BPPTKG melalui metode Gigenbah. Selanjutnya gas vulkanik diketahui komponen
penyusunnya dalam unit konsentrasi gas. Lokasi pengambilan sampel telah
ditentukan pada lokasi yang bertekanan cukup kuat dan secara kontinu mengeluarkan
gas. Titik pengambilan gas tersebut berada di Kawah Gendol dan Kawah Woro. Akan
tetapi, seiring dengan terjadinya erupsi pada tahun 2006 titik Gendol telah hilang
karena runtuhnya sebagian blok lava tua Geger Buaya menjadi awan panas.
Kemudian pada tahun 2010 erupsi eksplosif menyebabkan sebagian besar blok-blok
lava tua di puncak dengan dimensi 400x500 m ter-erupsi menjadi awan panas jatuhan
yang menyebabkan titik di Kawah Woro hilang. Karena hilangnya 2 titik
pengambilan sampel gas tersebut maka BPPTKG membuat titik pengukuran baru
yaitu di lava 53 yang dilakukan secara periodik setiap bulannya dan dianalisis di
Laboratorium BPPTKG.
Stasiun pemantauan
Pengukuran gas secara periodik perlu didukung dengan pemantauan dengan
resolusi temporal yang lebih tinggi. Oleh sebab itu sejak tahun 2018, telah dipasang
stasiun VAGAMOS (Volcanic Gas Monitoring System) yang terdiri dari sensor CO2,
CO dan suhu udara. Data konsentrasi gas CO2 dan CO beserta data suhu tanah di
sekitar stasiun, terkirim ke BPPTKG secara kontinyu setiap 10 menit. Pengiriman
data menggunakan sistem TLR. Selanjutnya data tersimpan di server BPPTKG dan
ditampilkan di ruang monitoring untuk mempermudah pengamatan. Saat ini sedang
dikembangkan instrumen untuk pengiriman data seperti sistem VAGAMOS, akan
22
tetapi hingga saat ini stasiun belum dapat beroperasi secara kontinu karena
permasalahan pada sensor.
23
3. Metode Deformasi
Deformasi merupakan perubahan bentuk, ukuran dan posisi suatu titik atau
benda. Deformasi pada gunung api dicirikan dengan inflasi dan deflasi pada tubuh
gunung api. Teknik pengukuran deformasi dilakukan sejak tahun 1998 secara
periodik pada puncak dan lereng. Pengukuran pertama dilakukan adalah dengan
menggunakan metode EDM (Electronic Distance Measurement) dan selanjutnya
diiringi dengan pemasangan tilt meter dan GPS (Global Positioning System). Berikut
merupakan uraian penggunaan 3 metode tersebut.
A. EDM (Electronic Distance Measurement)
Pada tahun 1998, beberapa prisma dipantau perubahan posisinya melalui
perubahan jarak miring (slope distance) antara prisma ke EDM yang terletak dilereng
merapi, sedangkan prisma yang lain dipantau perubahan posisinya melalui titik
trilaterasi pada jaringan puncak. Trilaterasi di puncak digantikan dengan
menggunakan pengukuran slope distance dari puncak ke lereng karena mahalnya
biaya survey di puncak. Pengukuran slope distance dilakukan sejak tahun 2001
dengan pengukuran secara harian, pada tahun 2006 metode ini berkembang untuk
diaplikasikan di lereng selatan, tenggara, dan utara Gunung Merapi.
Jaringan benchmark dan reflektor EDM
Pada tahun 2010 terjadi erupsi yang menyebabkan reflektor yang terpasang di
puncak merapi mengalami kerusakan dan sebagian hilang terbawa material letusan.
Oleh sebab itu, BPPTKG melakukan pemasangan ulang 13 reflektor di puncak dan 9
benchmark total station di lereng Gunung Merapi. Reflektor dan benchmark
dipasang di berbagai arah di area Gunung Merapi diantaranya yaitu:
Area Selatan : Terdapat reflektor (R1 & R2) dan benchmark (KAL)
sehingga membentuk baseline KAL-RK1 dan KAL-RK2.
Area Barat Laut : Terdapat reflektor (R1 & R2) dan benchmark (BAB)
sehingga membentuk baseline BAB-RB1dan BAB-RB2.
Area Utara : Terdapat reflektor (R1, R2, & R3) dan benchmark
(JRA) sehingga membentuk baseline JRK-RJ, JRK-RJ2, dan JRK-RJ3.
24
Area Timur Laut : terdapat 4 reflektor dari yang ditembak dari
benchmark SEL dilereng dan membentuk baseline SEL-RS1, SEL-RS2, SEL-RS3,
dan SEL-RS4.
Benchmark KAL, BAB, JRK, dan SEL berada di pos pengamatan sedangkan
beberapa benchmark tidak berada pada pos pengamatan seperti CEP, DEL, MRY,
dan TRY. Benchmark yang tidak terletak pada pos pengamatan tidak bisa dilakukan
pengamatan setiap hari seperti benchmark yang terletak di pos pengamatan.
25
Analisis baseline benchmark-reflektor
Pada metode EDM deformasi yang terjadi berupa inflasi atau deflasi yang
merepresentasikan pemendekan atau pemanjangan data slope distance. Pada saat
magma naik ke permukaan maka akan disertai tekanan yang menekan batuan di
sekitarnya. Pada teori deformasi elastis, apabila geometri sumber di asumsikan
berbentuk bola pada suatu medium elastis, maka tekanan akan menekan ke segala
arah secara isotropic, maka tekanan tersebut akan mengakibatkan inflasi pada tubuh
gunung api. Sebagai contoh pemendekan slope distance pada baseline KAL-RK yang
terukur hingga 3 m sebelum erupsi tahun 2010 dan 2.6 m sebelum erupsi tahun 2006.
Pada metode EDM misfit kesalahan pengukuran memiliki orde misfit dalam satuan
milimeter. Analisis perubahan slope distance mengindikasikan akan adanya erupsi
Gunung Merapi. Pengukuran dengan metode EDM dilakukan untuk mendukung
perkiraan volume magma yang menyebabkan inflasi. Pengembangan metode ini
adalah pengukuran dengan resolusi waktu yang tinggi, seperti dalam skala menit
untuk mengetahui pola suplai magma. Pola suplai magma yang terbentuk terdiri atas
pola stick-slip dan kontinyu. Pola stick-slip berkorelasi dengan tipe erupsi effusif
sedangkan pola kontinyu berkorelasi dengan tipe erupsi eksplosif.
B. Tilt
Metode tilt digunakan untuk mengetahui deformasi Gunung Merapi berupa
penggembungan atau pengempisan tubuh gunung.
Jaringan stasiun Tiltmeter
Pengukuran deformasi dengan tilt meter diaplikasikan sejak tahun 1998 melalui
pemasangan water tube tilt meter di bunker Pos Pengamatan Babadan. Penggunaan
tilt meter terus dikembangkan, hingga saat ini telah terpasang 13 stasiun tilt dengan
sensor Platform AG 700 dan 12 sensor borehole. Tilt menggunakan sistem analog
dengan radio komunikasi (TLR/Telemetri Laju Rendah) dan digital menggunakan
TCP-IP. Stasiun tilt PLAWANGAN, BABADAN, dan DELES menggunakan sistem
TLR, sedangkan stasiun tilt yang lain menggunakan TCP-IP. Khusus pada stasiun
KLATAKAN dilakukan pemasangan 2 jenis tilt meter yaitu Platform AG 700 yang
26
dilengkapi dengan sistem TLR dan jenis borehole yang dilengkapi dengan sistem
transmisi berbasis TCP-IP.
27
Gambar 2.9 Skema Monitoring Gunung api dengan Tiltmeter
28
C. GPS (Global Positioning System)
Pengukuran deformasi dengan metode GPS telah diaplikasikan sejak tahun 1997
dengan menggunakan metode survei. Metode GPS adalah metode yang menggunakan
GPS dengan menganalisa perubahan bergerakan tanah (arah vektor) dan memiliki 3
komponen, yaitu X, Y, dan Z. Metode ini berbeda dengan metode EDM, pada metode
ini deformasi yang diukur tidak terbatas pada jaringan puncak, pengukuran deformasi
dapat dilakukan pada jaringan yang lebih luas karena keunggulan dari GPS yang
tidak menuntut keterlibatan antara stasiun pengamatan. Pada Gunung Merapi telah
dilakukan pemasangan GPS real time. Metode GPS memiliki ketelitian dalam orde
centimeter hingga meter.
Jaringan Stasiun GPS
GPS (Global Navigation Satellite System) yang digunakan untuk pemantauan
aktivitas Gunung Merapi adalah GPS real time. Pada tahun 2013 telah terpasang 10
unit stasiun GPS geodetic real time (GPR online) yaitu BPTK, DELS, PLAW,
BABA, KLAT, JRAK, SELO, GRWH, PASB, dan KNDT. BPTK terletak di kantor
BPPTKG yang dijadikan sebagai stasiun referensi lokal. Hal ini berarti menganggap
stasiun ini bebas dari pengaruh deformasi Gunung Merapi dan juga pengaruh dari
pergerakan lempeng tektonik area jawa. Tipe receiver yang digunakan adalah GR10
pada stasiun DELS, GRWH, KLAT, JRAK, PASB, PLAW, dan SELO. Sedangkan
stasiun BPTKG menggunakan receiver tipe GX1220, stasiun BABA dan KNDT
menggunakan receiver tipe GR25 dan GR30, berurutan. Semua jenis receiver
tersebut memiliki dual frekuensi yang menerima data satelit berupa data kode dan
data fase. Receiver ini dilengkapi dengan teknologi komunikasi GSM/GPRS/CDMA
sehingga dapat berhubungan dengan stasiun referensi atau pusat control untuk
mengirimkan atau menerima koreksi data koordinat posisi. Data di cacah tiap satu
detik dan disimpan setiap satu jam. Data dalam format Rinex dikirimkan ke server
yang berada di BPPTKG Yogyakarta. Data secara otomatis diolah dengan
menggunakan software Gipsy dan dapat ditampilkan dalam bentuk posisi koordinat.
29
Gambar 2.10 Jaringan stasiun GPS
30
DELS-KLAT, dan DELS-JRAK. Baseline yang terletak pada area puncak Gunung
Merapi adalah baseline PASB-KLAT, PASB-KNDT, dan PASB-GRWH.
Vektor Perpindahan dan Modeling Sumber Tekanan
Data perubahan posisi di setiap GPS di sekitar Gunung Merapi diperlukan, karena
pola perubahan posisi ini dapat menunjukkan lokasi sumber tekanan. Pada Gunung
Merapi, telah dikembangkan pemodelan sumber tekanan secara otomatis dengan
mengasumsikan geometri tekanan terbentuk spheres (bola). Melalui model ini dapat
diketahui lokasi (x, y, dan z) suatu sumber tekanan beserta volume magma yang
membawa tekanan tersebut.
Kekurangan dan kelebihan penggunaan EDM, TILT, dan GPS.
a. EDM: Kelebihan yang dimiliki oleh EDM adalah EDM menggunakan
pengukuran slope distance dari puncak ke lereng sehingga dapat dilihat inflasi dan
deflasi dari tubuh gunung api dari reflektor yang dipancarkan dengan mudah melalui
reflektor. Kelemahan EDM adalah Benchmark yang tidak terletak pada pos
pengamatan tidak bisa dilakukan pengamatan setiap hari seperti benchmark yang
terletak di pos pengamatan.
b. GPS: Kelebihan dari penggunaan GPS dibanding dengan metode tilt dan EDM
adalah dengan menggunakan GPS dapat mencakup suatu kawasan yang relatif luas
tanpa memerlukan keterlibatan antar titik-titik pengamatan. Dengan karakteristik
seperti ini, GPS dapat memantau sekaligus beberapa gunung api yang berdekatan.
Kekurangan dari metode ini adalah pelaksanaan metode GPS di kawasan gunung api
dengan lingkungan alam relative lebih keras sehingga memerlukan banyak sumber
daya manusia untuk melakukan pemasangan GPS, pelaksanaan relatif tidak murah,
serta memerlukan perencanaan opsional yang baik.
c. Tilt: kelebihan dari penggunaan tilt meter adalah sangat peka terhadap pengaruh
lokal dan kondisi puncak yang penuh asap solfatara, sedangkan kekurangan dari tilt
meter adalah hanya dapat diletakkan di puncak gunung agar mudah diamati
perubahan secara vertikal maupun horizontal.
31
D. Metode Visual
Data visual meliputi perubahan morfologi atau kejadian – kejadian terkait
aktivitas gunung seperti guguran, awan panas, titik api dan lain – lain. Pengamatan
visual paling menarik dan penting di gunungapi Merapi adalah pengamatan
perubahan morfologi kubah lava karena memberikan informasi kemungkinan arah
longsoran kubah dan besaran volume yang akan diluncurkan. Perubahan morfologi
dan perkembangan nilai volume dilakukan dengan cara mengurutkan foto dari lokasi
pengambilan yang sama. Foto ini kemudian diberi tanda yang mudah dilihat untuk
pembanding dengan menggunakan skala dari satelit dan geometri tertentu sehingga
volume kubah lava dapat dihitung. Dalam pengamatan visual instrumentasi yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. CCTV
CCTV terpasang di semua pos pengamatan Gunung Merapi dam lokasi-lokasi
tertentu yang dinilai representatif untuk pengamatan visual dan morfologi puncak.
Stasiun CCTV mewakili pengamatan visual yang selama ini dilakukan oleh
pengamat.
2. DSLR
Pengamatan dengan menggunakan kamera DSLR di Babadan, Sukti, Jrakah,
Kaliurung, Kalor, Ngepos, Puncak. Analisis terutama di titik beratkan pada
perubahan morfologi baik puncak maupun tebing sekitar puncak yang terungkap oleh
kamera DSLR. Seperti pada kasus erupsi tahun 2018 hingga saat ini, analisis terhadap
perubahan morfologi dilakukan setiap hari dan dilaporkan setiap minggunya sebagai
bahan pemberi rekomendasi teknis kepada masyarakat mengenai aktivitas erupsi yang
sangat ini sedang berjalan.
3. Kamera termal di Puncak
Kamera termal merupakan instrument yang memiliki kepekaan terhadap
perubahan suhu di puncak Merapi. Peningkatan suhu yang terjadi relatif kecil
sehingga menjadi informasi yang ambigu bagi tim analisis aktivitas Merapi. Namun
demikian, pemantauan suhu kawah menjadi sangat penting karena peningkatan suhu
secara kontinyu dalam periode yang singkat dapat mengindikasikan adanya erupsi
32
freatik seperti yang terjadi pada 21 mei 2018. BPPTKG memasang satu kamera
termal yang di sorotkan ke arah kawah (Kawah 2010). Kamera dipasang pada posisi
tetap dan area kawah dibagi dalam beberapa zona untuk memudahkan pengamatan.
4. Wheatear station
Informasi mengenai cuaca yang terdiri atas curah hujan, arah angin, kecepatan,
tekanan udara, suhu, dan kelembaban menjadi parameter panjang dalam analisis
aktivitas Gunung Merapi. Sebagai contoh, analisis pada metode EDM memerlukan
informasi atmospheric untuk koreksi data slope distance. Hal ini disebabkan karena
penjalaran gelombang inframerah dari total station ke reflektor dapat ter-interferensi
oleh faktor-faktor atmospheric tersebut. Di samping itu, pengambilan data visual
dengan drone juga memerlukan data arah angin dan kecepatan. Pemasangan wheater
station diberikan di dekat puncak yaitu di Pasar Bubar dan di pos-pos pengamatan.
33
Gambar 2.11 Lokasi stasiun kamera CCTV, DSLR, dan termal
E. Pemantauan lahar
Lahar adalah merupakan aliran material vulkanik yang berupa campuran batu,
pasir, dan kerikil akibat adanya aliran air yang terjadi dilereng gunung. Berdasarkan
hasil pengamatan tahun 2011-2012 , curah hujan yang cukup bagi terbentuknya lahar
adalah lebih dari 70 mm/jam dengan durasi lebih dari 30 menit secara terus menerus.
Seperti halnya awan panas, lahar juga dapat mengakibatkan korban jiwa dan
kerusakan bangunan dan infrastruktur yang dilaluinya. Oleh sebab itu, lahar
dikategorikan sebagai bahaya sekunder. Karena merupakan bahaya sekunder maka
BPPTKG memasang 15 stasiun pemantau lahar yang tersebar di lereng Gunung
34
Merapi. Stasiun lahar dilengkapi geophone sebagai deteksi getaran lahar itu sendiri,
kamera CCTV, dan sensor curah hujan.
35
2.3.2 Materi Teknis Pengolahan Data Seismik
Pengolahan data monitoring seismik merupakan bagian akhir dari penyelidikan
seismik yang dilakukan untuk menarik kesimpulan seismik suatu gunung api dengan
cara pembacaan rekaman seismogram yang dihasilkan sebuah perangkat yang
mengukur dan mencatat gempa bum yang disebut seismograf. Berdasarkan Sumber
Direktorat Vulkanologi (1992), pengolahan data kegempaan (analog) Gunung
Merapi, meliputi:
Perhitungan jumlah gempa harian.
Pembacaan amplitudo, frekuensi, durasi gempa vulkanik sebagai bahan
perhitungan magnitude dan energi.
Pembacaan waktu tiba pada setiap stasiun guna perhitungan hypocenter (momen
seismik).
Pembacaan amplitudo gempa tele-seismik sebagai bahan untuk mengetahui
keadaan instrumen seismograf.
Pengamatan terhadap bentuk dan ciri-ciri gempa.
36
seismograf digital modern menambahkan komponen layar ,"user-friendly", dan
transfer data dengan cepat.
Gelombang yang dicatat pada alat seismograf disebut gelombang badan atau sering
disebut body wave. Gelombang badan terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. P-wave atau gelombang primer: Gelombang ini adalah gelombang longitudinal,
sehingga arah pergerakan partikelnya searah dengan arah rambat gelombangnya.
Gelombang ini memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan gelombang S.
Kecepatan gelombang P (VP) adalah ±5 –7 km/s di kerak bumi, > 8 km/s di
dalam mantel di inti bumi, ±1,5 km/s di dalam air, dan ± 0,3 km/s di udara.
2. S-wave atau gelombang sekunder : Gelombang ini adalah gelombang transversal,
sehingga arah pergerakan partikel akan tegak lurus dengan arah rambat
gelombang. Kecepatan gelombang S lebih rendah dibandingkan dengan
gelombang P. Kecepatan gelombang S (VS) adalah ± 3 –4 km/s di kerak bumi,>
4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan2,5 –3,0 km/s di dalam inti bumi ( Hidayati,
2010).
37
Persamaan gelombang- P: Dimana:
𝟒 𝒌 = modulus inkomprisibilitas
𝒌+ 𝝁
𝑽𝒑 = √ 𝟑
𝝆 𝝁 = modulus geser
Persamaan gelombang-S: 𝝆 = kerapatan bahan dimana
𝝁 gelombang yang dimaksud
𝑽𝒔 = √
𝝆
merambat
38
gambaran getaran bumi. Dari goresan-goresan itu para ahli dapat membaca tekanan
dan frekuensi suatu gempa.
Dalam sistem pengukuran yang terjadi pada seismograf ada 3 tingkatan, yaitu:
Tingkat 1 (Pendeteksi)
Fungsinya adalah untuk mendeteksi getaran di bawah tanah oleh alat yang tertancap
di tanah.
Tingkat 2 (Perantara getaran)
Fungsinya adalah menyalurkan getaran dari alat yang tertancap di tanah, biasanya
berbentuk tali atau semacamnya yang dapat menyalurkan getaran.
Tingkat 3 (Penerima getaran)
Fungsinya adalah menerima getaran dari perantara ke massa yang jadi satu dengan
pena, sehingga pena tersebut bergerak sesuai getaran yang diterima.
39
Gambar 2.15 Alur pembacaan alat seismograf
Keterangan :
Pemantauan kegempaan dengan telemetri terdiri atas dua bagian yaitu sistem
lapangan dan sistem penerima.
Komponen utama sistem lapangan adalah: Seismometer (4) dan VCO-amplifier
(5) yang berfungsi menguatkan sinyal dan mengubah tegangan menjadi frekuensi
yang akan ditumpangkan pada gelombang radio pembawa (6) dengan antena yagi.
Adapun catu daya terdiri dari solar panel (1) dan regulator (2) untuk memutus dan
menyambung arus dari aki (3) ke solar panel.
Komponen stasiun penerima adalah : sinyal akan diterima oleh radio receiver
(a) yang kemudian diteruskan ke diskriminator (b) dari sinyal dapat disalurkan
langsung ke recorder (seismograf) (d) atau disimpan dan ditampilkan secara digital di
PC (e) dengan bantuan ADC (Analog to Digital Converter) (c).
40
Gambar 2.16 Bagian-bagian dalam VR
Keterangan :
1. Trans hour : Pemutar jam dalam 1 drum sampai habis. Keadaan normal
12 jam, aktif 6-3 jam.
2. Gain : Kebesaran mengatur alat.
3. Pen center : Meluruskan pen, agar tidak bertabrakan antara grafik pada
keadaan aktif.
4. Time mark : Tanda waktu.
5. Drum speed : Kecepatan pemutar drum (mm/min)
6. Seismogram : Kertas tempat pembacaan data seismograf.
7. Pen : Jarum tinta, tempat keluarnya tinta.
8. Drum : Sebagai alat pemutar kertas seismogram.
41
Pembacaan data yang direkam oleh alat seismograf harus teliti dan sangat
dibutuhkan keahlian khusus dalam pemahaman tentang gempa yang terjadi. Dalam
pembacaan dan melihat getaran pada alat yang terekam di seismograf, bukan
merupakan hal yang mudah karena pembacaan dari seismograf ini berupa suatu
grafik, dibutuhkan pemahaman khusus dan tidak semua orang dapat membacanya.
Dalam sistem kerja alat seismograf, perlengkapan yang diperlukan dalam
pembacaan data seismik yang terekam oleh seismograf adalah kertas seismogram,
penggaris panjang (1 meteran), penggaris pendek, dan lup (kaca pembesar). Dalam
pemantauan aktivitas gunung merapi selama sehari diperlukan kertas seismogram
sebanyak 2 lembar yaitu satu lembar untuk malam hari dan satu lembar lagi untuk
siang hari, dan begitu seterusnya. Sedangkan data yang penting diambil dalam
pembacaan seismogram adalah pembacaan waktu tiba gempa, durasi gempa, dan
amplitude gempa.
Keterangan Gambar:
1. Tenggang tanda waktu per 1 menit
2. Tenggang tanda waktu per 7,5 menit
3. Tenggang tanda waktu per 15 menit
4. Tenggang tanda waktu per 1 jam
42
Gambar 2.18 Data yang dibaca pada kertas seismogram
Keterangan Gambar:
1. Waktu tiba gempa (jam: menit: detik)
2. Frekuensi gempa jumlah gelombang dalam 0.5 s / 2 Hz
3. Amplitudo, panjang dari puncak terpanjang gelombang dengan puncak
gelombang yang merupakan kelurusan nya (mm)
4. Durasi, waktu lama dari gempa tersebut (detik)
43
Tabel 2.2 Lokasi seismometer di Gunung Merapi
Picking data gempa yang dilakukan pada data gempa 2010, stasiun yang di lakukan
picking 2 dari 4 stasiun yaitu PUS (Pusung london) dan DEL (Deles). Penggunaan
stasiun pusung london dikarenakan stasiun PUS merupakan stasiun analog terdekat
puncak yang memiliki jarak ~700m dari kawah aktif. Sedangkan stasiun Deles
digunakan dengan alasan bahwa stasiun ini terletak pada aliran lava flow tua sehingga
relatif kecil terpengaruh amplifikasi medium. Seismogram dari kedua stasiun tersebut
dinilai representatif sebagai data dasar perhitungan energi seismik.
Sinyal yang terekam pada seismogram terdiri atas beberapa macam sinyal gempa
yang kemudian dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi dan kedalaman gempa.
Klasifikasi sinyal dijadikan sebagai tahap awal analisis terhadap sinyal yang terekam
pada setiap stasiunnya.
44
Gambar 2.19 Gempa vulkanik dalam (VTA)
2. VTB
VTB (Vulkano Tektonik B) atau disebut Vulkano Tektonik Dangkal, memiliki
domain frekuensi 4-7 Hz dan hypocenter gempa berada pada kedalaman 0.5-1.5 Km
dari puncak Gunung Merapi. Sinyal ini memiliki awalan gelombang primer yang
cukup tegas hampir di semua stasiun-stasiun di puncak. Jeda waktu antara gelombang
S-P sangat singkat sehingga sulit terbaca. Gempa VTB terjadi akibat retakan batuan
pada kedalaman yang relatif dangkal dibandingkan VTA, oleh sebab itu gempa ini
merepresentasikan suplai magma di kedalaman yang dangkal. Baik VTA maupun
VTB termasuk dalam frekuensi tinggi dengan T-awal ̴ 1.5 detik.
45
3. MP
MP (Multi Phase) memiliki frekuensi ̴ 3.5 Hz yang terjadi pada kedalaman yang
sangat dangkal yaitu 0.5 Km dari puncak Gunung Merapi. Mekanisme pembentukan
gempa MP sama dengan mekanisme pembentukan gempa pada VTA maupun VTB,
namun awalan sinyal tidak selalu tajam dan tidak terekam di semua stasiun dengan T-
awal 3-5 detik.
4. LF
LF (Low Frequency) merupakan gempa dengan frekuensi rendah yang bersumber
dangkal yang dicirikan dengan amplitudo yang tercatat paling besar berada di stasiun
PUS dengan frekuensi berkisar antara 1.5 Hz dan memiliki durasi pendek yaitu
berkisar antara 3-5 detik. Stasiun yang baik dalam pembacaan LF adalah stasiun
Deles, karena Deles merupakan satu-satunya stasiun yang dipasangkan sensor
seismograf-nya pada batuan ekstrusi. Oleh karena itu stasiun Deles dijadikan dalam
acuan dalam menghitung gempa LF yang terjadi.
46
Gambar 2.22 Gempa LF (Low Frequency)
5. Gempa Guguran
Merupakan gempa yang diakibatkan oleh adanya guguran lava atau material dari
puncak Merapi yang longsor menyusuri lereng. Peristiwa ini menimbulkan adanya
material dari puncak yang turun ke bawah yang dapat menyebabkan timbulnya
getaran pada pembacaan seismograf ini. Panjang atau lamanya sinyal guguran sesuai
dengan lamanya proses longsoran dari material lava tersebut. Gempa guguran apabila
dilihat dari bentuknya gempa guguran ini memiliki bentuk yang khas dari pada
gempa lainnya yang ada di Merapi. Gempa guguran memiliki bentuk ellipse yang
kecil di sisi-sisinya dan besar di tengahnya.
47
Gambar 2.23 Gempa jenis Guguran
6. Tremor
Gempa tremor memiliki frekuensi rendah yang berkisar antara 1-2 Hz dengan
durasi bervariasi pada orde menit sampai jam. Gempa tremor biasanya diikuti dengan
terjadinya gempa LF, karena kedua gempa ini saling berkaitan. Gempa tremor yang
berkaitan dengan frekuensi tinggi berkaitan dengan kejadian erupsi. Gempa tremor
dengan frekuensi tinggi ini terjadi pada saat sebelum letusan. Sehingga dapat di
asumsikan bahwa tremor frekuensi rendah merupakan pergerakan magma yang masih
jauh dari permukaan, sedangkan tremor frekuensi tinggi pergerakan magma yang
sudah dekat permukaan.
48
7. Gempa Awan Panas
Gempa awan panas di sebabkan oleh hancurnya sumbat kubah lava, sehingga
material-material gunung api yang belum terkompaksi kemudian ter-longsorkan ke
lereng-lereng sehingga mengakibatkan terbukanya kawah yang kemudian material
yang berasal dari kubah lava bercampur dengan gas yang keluar melalui celah-celah
yang ada. Semua stasiun pemantau Gunung Merapi dapat merekam kejadian gempa
ini. Gempa yang disebabkan oleh awan panas ini memiliki waktu permulaan yang
jelas dn memiliki durasi yang panjang serta amplitude dari gempa ini tetap.
8. Gempa Tektonik
Gempa tektonik merupakan gempa bumi yang diakibatkan aktivitas tektonik pada
batas pertemuan lempeng samudera baik secara divergen margins maupun konvergen
margins. Gempa ini terjadi karena besarnya tenaga yang dihasilkan akibat adanya
tekanan antar batuan dalam perut bumi. Getaran yang ditimbulkan dari gempa ini
menyebabkan tersebarnya gaya ke segala arah dan mengakibatkan kerusakan-
kerusakan terjadi, biasanya getaran ini terbentuk dengan kekuatan > 5 SR. Gempa
tektonik gelombangnya dapat lebih terlihat dibanding dengan gempa lainnya, begitu
juga dengan durasi gempa ini lumayan panjang. Semua stasiun dapat merekam
terjadinya gempa ini. Apabila dari salah satu stasiun ada yang lebih cepat merekam
terjadinya gempa ini maka hypocenter berada di dekat stasiun tersebut.
49
Gambar 2.26 Gempa tektonik
Pada seismogram juga sering terjadi kesalahan atau bisa dikenal dengan noise.
Noise disebabkan karena banyak hal. Semakin banyak noise mengakibatkan
susahnya pembacaan data gempa. Seismograf berfungsi sebagai alat perekam getaran
yang terjadi, tetapi getaran yang ada di bumi tidak hanya disebabkan oleh gempa saja.
Tetapi oleh sesuatu yang menyebabkan getaran juga dapat direkam oleh alat ini.
Beberapa contoh noise yang sering terekam di Merapi diantaranya adalah Hujan,
Tertangkap frekuensi lain, Angin, Halilintar, Batuan jatuh, Orang berjalan.
E. Analisis Gempa
Magnitudo gempa merupakan sebuah besaran yang menyatakan besarnya
energi seismik yang dipancarkan oleh sumber gempa. Secara umum, magnitudo dapat
dihitung menggunakan formula berikut:
M = MA
= Log A-Log Aₒ (1)
Besarnya nilai A merupakan amplitudo pada seismogram dan Aₒ adalah amplitude
minimum yang terbaca di seismogram. Amplitudo yang digunakan dalam persamaan
50
ini harus sesuai dengan amplitudo yang terekam oleh seismograf Wood-Anderson.
Perhitungan amplitudo gempa juga dapat dilakukan berdasarkan durasi gempa, yaitu:
M = 𝑴𝒇−𝑷
Tabel 2.3. Intensitas kekuatan gempa dan percepatannya serta akibat yang
ditimbulkan menurut G.Groshkov dan A.Yakuhsova (1967).
Intensitas Gempa F 𝜶(𝐦𝐦/𝐬𝐞𝐜 𝟐 )
Hanya dideteksi alat 1 2.5
Sangat lemah 2 2.6−5
Lemah 3 6−10
Sedang 4 11−25
Sedikit Kuat 5 26−50
Kuat 6 51−100
Sangat kuat 7 101−250
Merusak 8 251−500
Sangat Merusak 9 501−1000
Berbahaya 10 1001−2500
Sangat berbahaya 11 2501−5000
Menghancurkan 12 >5000
51
Jika F sudah didapat maka, percepatan maksimum juga bisa diperoleh dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Dimana :
𝛂 = percepatan maksimum
𝐓 = perioda
a = amplitudo
Kekuatan gempa di sumbernya dapat juga diukur dari energi total yang dilepaskan
oleh gempa tersebut. Energi yang dilepaskan oleh gempa biasanya dihitung dengan
mengintegralkan energi gelombang sepanjang kereta gelombang (wave train) yang
dipelajari (misal gelombang badan) dan seluruh luasan yang dilewati gelombang
(bola untuk gelombang badan, silinder untuk gelombang permukaan), yang berarti
mengintegralkan energi keseluruhan ruang dan waktu. Berdasar perhitungan energi
dan magnitudo yang pernah dilakukan, ternyata antara magnitudo dan energi
mempunyai relasi yang sederhana, yaitu:
Log E = 11,8 +1,5 M (5)
Untuk mengetahui energi gempa-gempa yang ada di Gunung Merapi maka ada rumus
yang hasilnya tidak jauh berbeda dengan persamaan diatas. Maksud dari pembuatan
rumus ini, karena Gunung Merapi memiliki karakteristik tersendiri dan mempercepat
proses pembacaan energi gempa untuk mempercepat penyebaran informasi gempa
yang terjadi.
Energi = Durasi gempa x Amplitudo gempa
52
orang yang selamat dari gempa tersebut dan juga dengan melihat serta
membandingkan tingkat kerusakan akibat gempa bumi tersebut. Berikut merupakan
pembagian skala menurut Mercalli:
Tabel 2.4 Skala besarnya intensitas gempa berdasarkan skala MMI
Skala Kekuatan gempa
I Tidak terasa.
II Terasa oleh orang yang berada di bangunan tinggi.
III Getaran dirasakan seperti ada kereta berat yang melintas.
IV Getaran dirasakan seperti ada benda berat menabrak dinding.
V Dapat dirasakan diluar rumah, hiasan dinding bergerak.
VI Terasa oleh hampir semua orang, dinding rumah rusak.
VII Kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan dan konstruksi
yang baik. Sedangkan pada bangunan yang konstruksi nya kurang baik
terjadi retak-retak bahkan hancur, cerobong asap pecah.
VIII Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat. Retak-
retak pada bangunan degan konstruksi kurang baik, dinding dapat lepas
dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen-monumen
roboh, air menjadi keruh.
IX Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi
tidak lurus, banyak retak. Rumah tampak agak berpindah dari
pondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus.
X Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi
tidak lurus, banyak retak. Rumah tampak agak berpindah dari
pondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus.
XI Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri. Jembatan rusak,
terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah
terbelah, rel melengkung sekali.
XII Bangunan akan hancur lebur, Gelombang tampak pada permukaan
tanah, pemandangan menjadi gelap, benda-benda terlempar ke udara.
53
Dengan melakukan perhitungan besarnya energi gempa, maka kemudian hasil
perhitungan energi gempa dapat dijadikan sebagai bahan informasi besarnya bahaya
yang terjadi akibat gempa. Hal ini dikarenakan besarnya energi akan menyebabkan
besarnya bahaya dan kerusakan yang akan ditimbulkan oleh gempa tersebut.
2.4 Hasil
54
2.4.1 Bukti Hasil Pekerjaan
Hasil pekerjaan yang telah dilakukan penulis adalah berupa output dari
perhitungan magnitudo dan energi gempa dengan menggunakan pemrograman
python.
Berikut merupakan hasil pengolahan data yang telah dilakukan:
Tabel 2.5 Hasil picking data analog pada stasiun Deles dan Pusung london
del_timestamp del_amax del_duration pus_timestamp pus_amax pus_duration
02/09/2010
10 31.2 02/09/2010 00:04 93 40
00:04
02/09/2010
92 87.5 02/09/2010 00:10 130 72.5
00:10
02/09/2010
60 50 02/09/2010 04:16 85 40
04:16
02/09/2010
45 36.5 02/09/2010 08:47 135 50
08:47
03/09/2010
27 25 03/09/2010 08:21 170 40
08:21
03/09/2010
15 13.5 03/09/2010 08:44 22 15
08:44
06/09/2010
70 25 06/09/2010 15:23 140 32.5
15:23
07/09/2010
120 77.5 07/09/2010 10:19 140 70
10:19
08/09/2010
35 10 08/09/2010 19:17 25 22.5
19:17
09/09/2010
40 43.5 09/09/2010 15:12 140 45
15:12
09/09/2010
110 35 09/09/2010 16:39 110 47.5
16:39
10/09/2010
50 17.5 10/09/2010 16:56 40 30
16:56
11/09/2010
15 11 11/09/2010 17:22 115 32.5
17:22
11/09/2010
55 60 11/09/2010 22:41 120 60
22:41
12/09/2010
80 30 12/09/2010 10:24 52 25
10:24
12/09/2010
5 11.5 12/09/2010 10:53 56 17.5
10:53
12/09/2010
35 10 12/09/2010 15:51 135 16
15:51
12/09/2010 37 30 12/09/2010 15:51 130 27.5
55
15:51
12/09/2010
10 10.5 12/09/2010 15:52 80 27
15:52
12/09/2010
5 11 12/09/2010 15:54 130 23
15:54
12/09/2010
160 112.5 12/09/2010 20:23 230 87.5
20:23
12/09/2010
122 45 12/09/2010 22:41 145 70
22:41
13/09/2010
20 8 13/09/2010 01:30 35 65
01:30
13/09/2010
5 12.5 13/09/2010 02:01 120 31
02:01
13/09/2010
10 12.5 13/09/2010 02:13 120 30
02:13
13/09/2010
43 32.5 13/09/2010 05:14 135 45
05:14
13/09/2010
65 77.5 13/09/2010 06:24 105 72
06:24
13/09/2010
8 6.5 13/09/2010 14:12 62 16.5
14:12
13/09/2010
8 7.5 13/09/2010 17:44 60 21.5
17:44
13/09/2010
124 35 13/09/2010 19:25 55 67.5
19:25
13/09/2010
5 7.5 13/09/2010 19:40 23 26
19:40
13/09/2010
10 6 13/09/2010 20:37 22 23
20:37
13/09/2010
11 7 13/09/2010 21:24 18 20
21:24
13/09/2010
26 11.5 13/09/2010 21:53 40 26.5
21:53
13/09/2010
12 5 13/09/2010 22:06 15 17.5
22:06
13/09/2010
110 32.5 13/09/2010 22:21 53 45
22:21
56
Tabel 2.6 Hasil picking data digital pada stasiun Pasar bubar dan Labuhan
pas_timestamp pas_duration lab_timestamp lab_duration
02/09/2010 17:04 28 02/09/2010 17:03 21
02/09/2010 17:10 5 02/09/2010 17:09 2
02/09/2010 21:16 17 02/09/2010 21:16 4
02/09/2010 21:47 11 02/09/2010 21:46 4
03/09/2010 01:21 12 03/09/2010 01:21 9
03/09/2010 01:44 5 03/09/2010 01:44 5
06/09/2010 08:23 5 06/09/2010 08:22 8
07/09/2010 03:19 55 07/09/2010 03:18 40
09/09/2010 08:12 43 09/09/2010 08:11 42
09/09/2010 09:39 32 09/09/2010 09:38 28
10/09/2010 09:56 12 10/09/2010 09:55 5
13/09/2010 10:50 10 13/09/2010 10:50 14
12/09/2010 12:24 17 12/09/2010 12:23 16
13/09/2010 12:39 7 13/09/2010 12:39 12
13/09/2010 13:37 8 13/09/2010 13:37 8
13/09/2010 14:24 10 13/09/2010 14:24 8
13/09/2010 14:53 13 13/09/2010 14:52 7
13/09/2010 15:06 10 13/09/2010 15:05 7
13/09/2010 15:22 17 13/09/2010 15:22 12
57
2.205978513 1285.191276 1.976939114 582.6512342
1.00185853 20.08111369 1.213052851 41.6465736
1.84695657 371.9074301 1.915234558 470.8166765
1.87109025 404.2363599 2.060991488 778.9099143
1.302888526 56.79796665 -0.338409045 0.196058842
1.00185853 20.08111369 -0.253948915 0.262468161
2.507008508 3635.069865 2.612625495 5235.259858
2.389248356 2420.318578 1.907782919 458.8538491
1.603918521 160.6489095 1.172086764 36.15181835
1.00185853 20.08111369 1.480005986 104.7150197
1.302888526 56.79796665 1.641338444 182.8132487
1.936356981 506.4487129 2.393121645 2452.914819
2.115801882 941.2453059 2.962127675 17506.18495
1.205978513 40.64131661 1.15773466 34.40344955
1.205978513 40.64131661 1.321584643 60.5866534
2.396310211 2480.077864 1.009383315 20.60985671
1.00185853 20.08111369 1.275270895 51.63050137
1.302888526 56.79796665 0.72316741 7.669218567
1.344281211 65.52723098 0.81278907 10.45161986
1.717861874 238.1183203 1.19305705 38.86740768
1.382069772 74.66286613 0.836808052 11.35565207
2.344281211 2072.152986 2.059340722 774.481563
58
2.4.2 Analisis Hasil Pekerjaan
Dalam monitoring gunung merapi dilakukan dengan beberapa metode yaitu
diantaranya adalah metode seismik, deformasi, visual, geokimia, dan pemantauan
lahar. Dengan mengaplikasikan semua metode yang digunakan dalam pemantauan
Gunung Merapi tersebut maka data pengamatan akan menjadi semakin kompleks.
Semua metode yang digunakan dalam pemantauan Gunung Merapi saling melengkapi
dan menutupi keterbatasan setiap metode masing-masing, sehingga dalam
pemantauan dapat dilakukan secara maksimal dan analisis data menjadi lebih akurat.
Hasil analisis lebih akurat menggunakan banyak metode karena lebih banyak hal
yang dipertimbangkan untuk memperoleh hasil analisis pengamatan Gunung Merapi.
Pengolahan data analog pada stasiun Deles dan Pusung london menghasilkan
data berupa data timestamp event gempa, durasi, dan besarnya amplitudo maksimum
sinyal terekam. Sedangkan pada pengolahan data digital pada stasiun Pasar bubar dan
Labuhan dihasilkan data berupa timestamp event gempa dan durasi gempa. Dari hasil
pengolahan data dapat dilihat bahwa timestamp yang dihasilkan oleh data analog akan
berbeda dengan data digital. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan time zone,
dimana analog menggunakan WIB sedangkan data digital menggunakan UTC. Secara
aturan perhitungan perbedaan waktu berdasarkan time zone yaitu WIB=UTC+7 jam.
Setelah dihasilkan data amplitudo dan durasi pada setiap stasiun seismik kemudian
dilakukan perhitungan magnitudo dan energi gempa.
Dalam pengolahan data sesimik menggunakan metode lama dan metode baru,
dimana metode lama merupakan metode pengolahan data dengan melakukan picking
data secara manual untuk menghasilkan data energi analog , sedangkan metode baru
dilakukan dengan menggunakan software scream dan pemograman python untuk
menghasilkan data energi digital. Berdasarkan grafik perbandingan energi data analog
dan digital yang telah diperoleh dihasilkan besar energi yang berbeda, dengan besar
energi yang dihitung secara digital lebih besar dibandingkan energi data analog. Hal
ini bisa terjadi karena dalam perhitungan data analog memang memiliki misfit error
yang lebih tinggi dibandingkan data digital. Namun data analog dijadikan sebagai
acuan dalam penentuan timestamp event gempa karena selisih antara data analog dan
59
digital sebesar 7 jam karena faktor zonasi waktu, dimana data analog menggunakan
WIB dan digital menggunakan UTC. Pada pengolahan data analog sinyal gempa yang
dilakukan pengolahan hanya jenis sinyal gempa VTA, MP, dan VTB. Sedangkan
untuk pengolahan data digital dilakukan dengan bantuan software Scream untuk
mengetahui durasi gempa dan waktu tiba gelombang gempa, dan sinyal gempa yang
dicari adalah gempa VTA dan VTB. Jenis sinyal tersebut menjadi fokus dalam
pencarian event gempa dikarenakan berhubungan dengan pergerakan suplai magma
baik pada kedalaman yang dalam maupun dangkal yang mengindikasikan terjadinya
erupsi Gunung Merapi.
60
BAB III
HASIL PEMBELAJARAN
61
4. Pemahaman Teks Akademik
Ilmu ini digunakan untuk memahami dapat memahami referensi atau tinjauan
pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
5. Geostatistika
Ilmu ini dapat diaplikasikan dalam pengolahan data untuk mendapatkan nilai
magnitudo dan energi dalam data gempa analog dan digital.
6. Mata Kuliah dan Praktikum Seismologi
Ilmu ini berguna untuk memahami fenomena getaran pada bumi dan gelombang
seismik dan pada praktikum sudah diberi materi dalam picking gempa P dan S.
7. Mata kuliah dan Praktikum Geofisika Komputasi
Ilmu ini digunakan untuk memahami perangkat lunak dan keras dan cara
menggunakannya dan pada praktikum dilakukan pemahaman dalam
menggunakan software untuk memudahkan dalam mengolah data yang
berkaitan dengan studi geofisika.
8. Tata Tulis KaryaIlmiah
Ilmu ini digunakan untuk menerapkan metodologi penulisan laporan kerja
praktik yang telah dilakukan dengan baik dan runtut.
62
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam pelaksanaan kerja praktik sebagai berikut :
1. Dalam pelaksanaan kerja praktik di BPPTKG Yogyakarta diperoleh hasil
pembelajaran berupa pengetahuan mengenai sistem pemantauan Gunung
Merapi dan melakukan pengolahan data seismik analog dan digital untuk
mengetahui magnitudo dan energi gempa pada September 2010.
2. Dalam pemantauan Gunung Merapi semua metode pemantauan memberikan
informasi mengenai aktivitas vulkanik dan tektonik dari Gunung Merapi. Pada
pengolahan data seismik dilakukan pengklasifikasian sinyal yang terekam,
dimana sinyal yang difokuskan dalam analisis dengan metode seismik adalah
sinyal gempa VTB, VTA, dan MP. Hal ini dikarenakan ketiga sinyal tersebut
berhubungan dengan pergerakan suplai magma baik pada kedalaman yang
dalam maupun dangkal yang mengindikasikan terjadinya erupsi Gunung
Merapi.
3. Metode yang digunakan dalam monitoring Gunung Merapi terdiri atas 5
metode yaitu Metode Seismik, Deformasi, Visual, Geokimia, dan Pemantauan
Lahar. Setiap metode memiliki kepekaan dan kelebihan masing-masing dalam
me monitoring aktivitas Gunung Merapi. Aspek yang harus selalu diperhatikan
adalah bahwa metode yang di gunakan harus sesuai dengan jenis kondisi yang
ingin diketahui oleh pengamat, misalnya untuk mengetahui deformasi pada
tubuh Gunung Merapi maka metode yang sebaiknya digunakan adalah metode
deformasi baik dengan GPS, Tiltmeter, maupun EDM.
4. Setelah melakukan kerja praktik penulis dapat mendapat pengalaman
bagaimana sistem pemantauan Gunung Merapi dilakukan dan dapat melakukan
pengolahan data seismik secara langsung dengan arahan pembimbing.
63
4.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam pelaksanaan monitoring kerja
praktik dalam monitoring gunung merapi serta dalam menganalisis energi gempa baik
dalam data analog dan digital, penulis memiliki beberapa saran:
1. Sebelum pelaksanaan kerja praktik di BPPTKG terlebih dahulu mengetahui
pembagian seksi agar memudahkan dalam mencari referensi terkait pengerjaan
kerja praktik.
2. Pahami materi dan perbanyak studi kasus terkait materi yang didapat sewaktu
pelaksanaan kerja praktik.
3. Diperlukan SOP bagi peserta kerja praktik agar lebih disiplin dalam
melaksanakan kerja praktik.
4. Perlu dilakukan pemutakhiran metode-metode dalam melakukan monitoring
Gunung Merapi.
64
DAFTAR PUSTAKA
Noviana, Dewi, 2011. "Analisis Statistik Aktivitas Gunung Merapi Berdasarkan Data
Seismik G.Merapi Dari Tahun 1990-2010". Laporan Kerja Pratik Lapangan.
Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional (UPN).
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Prekursor Erupsi Gunung Merapi,
Yogyakarta: BPPTK Yogyakarta.
Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, RE. and Keys, D.A, 1976. Applied Geophysics.
London: Cambridge University Press.
Wittiri, S.R, 2006, "Indikasi Munculnya Sumbat Lava di Merapi 2006", Buletin
Vulkanologi dan Bencana Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, h.5-9.
.
LAMPIRAN
vii
Gambar 3. Proses Picking Data Analog
viii
Gambar 5. Olahraga Rutin Bersama
ix