Anda di halaman 1dari 119

“WORKSHOP ON

GEOPHYSICAL METHODS
2017”
(20 -24 September 2017)

BUKU PANDUAN UNTUK METODE:


 GRAVITY
 MAGNETIC
 GEOELECTRICAL RESISTIVITY
 SEISMIC REFRAKSI
 MICROSEISMIC
 GROUND PENETRATING RADAR
 MAGNETOTELLURIC

Laboratorium Geofisika Universitas Brawijaya Malang


Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Komisariat Wilayah Malang

Supported by:
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | ii

PENGANTAR

Geofisika adalah cara mengetahui kondisi bawah permukaan bumi dengan


menggunakan formulasi Fisika melalui pengukuran di permukaan bumi tanpa
harus melakukan penggalian atau pengeboran. Dengan demikian, kondisi bawah
permukaan bumi dapat diduga secara relatif cepat dan murah.

Dalam perkembangannya, ilmu Geofisika banyak diterapkan dalam berbagai


kebutuhan sebagai alat (tools) berbagai bidang keilmuan untuk menduga kondisi
bawah permukaan, antara lain: Geologi, Geodesi, Teknik Sipil/Geoteknik, Teknik
Pengairan, Pertanian, Arkeologi, Pertambangan, dan sebagainya. Peran penting
Geofisika juga telah, sedang, dan akan senantiasa dibutuhkan seiring dengan
proses pembangunan maupun berbagai tantangan yang selalu berkembang. Upaya
penemuan sumber minyak dan gas bumi, geothermal, situs bersejarah, sumber air
bawah tanah, parameter-parameter kegempaan dalam perencanaan bangunan sipil,
bidang longsor untuk keperluan mitigasi, bed rocks untuk penentuan struktur
bangunan maupun bor pile, magma chambers dalam kegunungapian, cadangan
potensi tambang, dan berbagai bidang yang terkait dengan kondisi bawah
permukaan bumi tidak terlepas dari Geofisika.

Mahalnya peralatan untuk pengukuran (akuisisi data) Geofisika adalah sebuah


tantangan tersendiri dalam penerapan metode Geofisika untuk berbagai keperluan
tersebut, disamping keterampilan akuisisi data, dasar teori, processing, dan
interpretasi yang harus dimiliki oleh pengguna peralatan Geofisika sampai
dengan menjadi bernilai fisis. Atas dasar hal-hal tersebut, maka Himpunan Ahli
Geofisika Indonesia (HAGI) Komisariat Wilayah (KOMWIL) Malang bersama
dengan IMGF UB menyambut JCM2017 menyelenggarakan Workshop Geofisika
2017 yang membekali peserta dengan dasar teori, peralatan, akuisisi data,
processing, maupun interpretasi.

Selamat ber-Workshop!!!

Malang, 20 September 2017


KETUA HAGI KOMWIL MALANG,

(Dr.Sunaryo, S.Si., M.Si.)


W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | iii

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN.....................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
GRAVITY...............................................................................................................1
MAGNETIC.........................................................................................................47
GEOELECTRICAL RESISTIVITY..................................................................69
SEISMIC REFRAKSI.............................................................................................
MICROSEISMIC.................................................................................................19
GROUND PENETRATING RADAR................................................................19
MAGNETOTELLURIC......................................................................................32
METODE GAYABERAT

WORKSHOP GEOFISIKA 2017

 GRAVITY
 MAGNETIC
 GEOELECTRICAL RESISTIVITY
 SEISMIC REFRAKSI
 MICROSEISMIC
 GROUND PENETRATING RADAR
 MAGNETOTELLURIC

Laboratorium Geofisika Universitas Brawijaya Malang


Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Komisariat Wilayah Malang

Supported by:
Wo r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 2

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Metode gravitasi (gayaberat) adalah suatu metode penyelidikan yang
berdasarkan pada perbedaan medan gayaberat akibat dari perbedaan rapat massa
batuan penyusun bawah permukaan bumi. Besaran fisis yang diukur dalam
metode gravitasi adalah percepatan gravitasi bumi. Data percepatan gravitasi yang
diperoleh digunakan untuk menentukan kontras densitas batuan penyusun bawah
permukaan. Sebelumnya, kontras densitas ditentukan dari variasi anomali
percepatan gravitasi bumi. Anomali percepatan gravitasi bumi diakibatkan oleh
perbedaan massa jenis batuan di bawah permukaan. Dari kumpulan data tersebut
dapat diperkirakan kontras densitas batuan dan struktur geologi bawah permukaan
di daerah penelitian.
Metode gravitasi merupakan metode yang bersifat pasif, karena data
pengukuran bisa didapatkan secara langsung dari pengukuran di lapangan tanpa
memberikan sumber masukan pada bumi. Metode gravitasi mempunyai kelebihan
untuk survei pendahuluan karena dapat memberikan informasi yang cukup detail
tentang struktur geologi, selain kebutuhan biaya yang dikeluarkan. Pada awalnya
eksplorasi dengan metode gravitasi digunakan untuk mencari struktur kubah
garam, patahan, dan antiklin. Saat ini metode gravitasi digunakan dalam pre-
eksplorasi minyak dan gas bumi (penelitian awal), panasbumi, kegunungapian
(waduk magma), penelitian tektonik, dan berbagai penelitian lainnya.
I.2 Tujuan
Studi dengan metode gayaberat ini bertujuan untuk,
1. Mengidentifikasi secara lokal kontras densitas batuan penyusun bawah
permukaan dari daerah penelitian.
2. Mengkolerasi data hasil metode gayaberat dengan kajian geologi dan
penelitian terdahulu dari daerah penelitian.
I.3 Manfaat
Setelah melakukan studi metode gayaberat ini diharapkan hasil penelitian
bermanfaat menambah informasi daerah penelitian secara geofisika dan geologi.
Wo r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 3

BAB II
DASAR TEORI

II.1 Teori Medan Gravitasi


Hukum medan gravitasi Newton (Universal Law of Gravitation) yang
menyatakan bahwa gaya tarik menarik antara dua buah benda adalah sebanding
dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding terbalik dengan jarak kuadrat
antara pusat massa kedua benda tersebut. Persamaan 2.1 merupakan persamaan
umum dari Hukum Gravitasi Newton.
M xm
F  Gx (2.1)
R2
dimana, konstanta gravitasi (G) = 6,67 x 10-11 N.m2.kg-2
Sedangkan hukum Newton lainnya adalah mengenai gerak (second law of
motion). Hukum ini menyatakan bahwa gaya (F) adalah perkalian antara massa
dengan percepatan seperti yang dinyatakan dalam persamaan 2.2.
F  mxg (2.2)
Berdasarkan persamaan tersebut diatas didapatkan,
M
g  Gx (2.3)
R2
Persamaan terakhir ini menunjukkan bahwa besarnya percepatan yang
disebabkan oleh gravitasi di bumi (g) adalah berbanding langsung dengan massa
bumi (M) dan berbanding terbalik dengan kuadrat radius (R) bumi.

II.2 Hukum Gravitasi Newton


Teori dasar dalam penelitian gravitasi adalah didasari oleh hukum Newton
tentang gravitasi yang dipublikasikan pada tahun 1687 dengan judul Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica, menyatakan bahwa besar gaya gravitasi antara
dua massa sebanding dengan perkalian massa keduanya dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak antara kedua pusat massa.
m0 m
F  rˆ (2.4)
r2
Wo r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 4

Massa m dan mo mengalami gaya gravitasi yang sebanding dengan m, m0, r².
Arah dari vektor satuan r adalah dari sumber gravitasi ke titik amat, dalam hal ini
terletak pada massa uji mo dimana :
m, m0 = massa benda
r = jarak antara m, m0
γ = konstanta gravitasi Newton (6,672 × 10ˉ¹¹ Nm²/kg² )

II.3 Metode Gayaberat


Metode gayaberat merupakan aplikasi dari hukum-hukum gravitasi untuk
mengidentifikasi variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di
bawah permukaan, sehingga dalam pelaksanaannya yang diselidiki adalah
perbedaan medan gravitasi dari suatu titik observasi terhadap titik observasi
lainnya. Survei gravitasi mengukur variasi medan gravitasi yang disebabkan oleh
perbedaan densitas batuan di bawah permukaan.
Dalam metoda gravitasi, pengukuran dilakukan terhadap harga komponen
vertikal dari percepatan gravitasi di suatu tempat. Kenyataannya bumi tidak bulat
dan homogen isotropis sehingga terdapat variasi harga percepatan gravitasi untuk
masing-masing tempat. Hal-hal yang dapat mempengaruhi harga percepatan
gravitasi adalah: perbedaan derajat garis lintang, perbedaan topografi, kedudukan
bumi dalam tata surya, variasi rapat massa batuan dibawah permukaan bumi,
perbedaan elevasi tempat pengukuran, hal yang dapat memberikan kontribusi
terhadap harga percepatan gravitasi, misalnya bangunan dan lain-lain.
Wo r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 5

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Desain Survei Metode Gayaberat


Pada penentuan desain survei, terlebih dahulu harus memiliki data mengenai
kontur litologi dan topografi daerah yang akan diamati. Semua itu terdapat pada
peta geologi yang dapat membantu dalam penentuan lintasan pengukuran. Desain
survei dilakukan agar pada saat pengambilan data, kita bisa mendapatkan data dari
anomali yang diinginkan. Perencanaan desain survei menyangkut :
1. Interval stasiun.
2. Interval titik amat.
3. Ketelitian elevasi.
4. Base stasiun.
Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian menggunakan metode gaya
berat adalah:
1. Gravimeter LaCoste & Romberg
2. GPS Garmin
3. Peta topografi
4. Peta geologi
5. Penunjuk waktu (jam)
6. Peralatan penunjang lainnya yaitu : alat tulis, kamera, meteran, dll
7. Pelindung gravimeter

III.2 Gravimeter La Coste & Romberg


Peralatan utama dari metode gayaberat adalah gravimeter LaCoste &
Romberg. Gravimeter ini terdiri dari 2 model, yaitu model G dan model D.
1. Model G mempunyai jangkauan skala yang lebih lebar, sekitar 7000 skala
setara dengan 7000 mGal, sehingga dalam pengoperasiannya tidak perlu diset
ulang.
2. Model D mempunyai ketelitian satu orde lebih tinggi dari model G, tetapi
jangkauan skala hanya sekitar 2000 mGal. Hal ini berarti jika digunakan pada
pengukuran yang mempunyai variasi medan gravitasi lebih dari 2000 mGal,
gravimeter perlu diset ulang pada salah satu titik amat di lapangan.
Wo r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 6

Gambar 3.1 Skema dari Gravimeter La Coste & Romberg.

III.2.1 Skema Gravimeter


Skema gravimeter La Coste & Romberg yang diilustrasikan pada Gambar 2
dilengkapi dengan komponen-komponen yang terdiri dari,
1. Skrup pemutar (Measuring Crew) yang digunakan untuk melakukan
pencocokan nilai yang diperoleh pada saat dilakukan pengukuran, dimana
nilai gravitasi terukur apabila petunjuk galvanometer menunjukkan nilai nol
(jarum terletak ditengah).
2. Zero-length spring, pegas yang mempunyai kemampuan dapat kembali pada
posisi nol apabila pengukuran telah selesai yang merupakan suatu kelebihan
pada instrumen LaCoste & Romberg. Pegas tersebut dapat diamati melalui
kalibrasi dan adjustmen artinya untuk melihat perubahan nilai yang terjadi
pada tempat yang tetap dan dianggap stabil.
3. Untuk menahan goncangan dilengkapi dengan Shock Elimating Spring atau
pegas penghilang goncangan yang terletak pada beam (tingkat) dihubungkan
dengan pegas.
4. Meter Box atau tempat intrumen biasanya dilengkapi dengan komponen
pendukung lain yang dapat menghindari goncangan misalnya kapas atau busa.
Meter box terbuat dari logam anti karat untuk, jika dilakukan survey dilaut
tidak terjadi karat.
5. Beban (weight) mempunyai ukuran standar pabrik yang dihubungkan dengan
beam (tongkat), dan terletak diujungnya.
Wo r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 7

6. Sebagai penahan untuk beam terletak pada Lever.


III.2.2 Perlakuan Gravimeter
Sebelum memulai akuisisi gravimeter alangkah baiknya kita mengenal
bagaimana cara mengoperasikan gravimeter terlebih dahulu. Gravimeter
dilengkapi box (wadah) dalam setiap akuisisinya (Gambar 3.3). Wadah ini
berfungsi untuk menahan goncangan gravimeter saat mobilisasi. Ketika akan
memulai pengukuran, PERHATIKAN kuncian pegas (locking knob) selalu
TERKUNCI, hal ini harus selalu dilakukan karena untuk menjaga regangan
pegas gravimeter. Selalu PERHATIKAN suhu dari pegas gravimeter yaitu 57°C.

Gambar 3.2 Bagian-bagian gravimeter La Coste & Romberg seri G

III.2.3 Cara Kerja


Pembacaan nilai gravimeter dimulai dengan meletakkan gravimeter di atas
piringan. Kemudian atur level bubbles menuju posisi setimbang dengan
menggunakan leveling screws. Setelah posisi gravimeter rata, putar locking knob
berlawanan arah jarum jam untuk membuka kuncian pegas. Setelah itu nyalakan
lampu reading & level. Kemudian melalui microscope eyepiece perhatikan
crosshair pada skala reading line untuk digerakan menuju nilai reading line alat
yaitu 2,8. Nulling dial digunakan untuk menggerakan counter dengan mengacu
crosshair reading line tepat di atas nilai 2,8. Jika nilai reading line sudah tepat di
2,8 maka pemutaran nulling dial dapat dihentikan dan di catat nilai counter. Dua
angka dibelakang koma dari nilai counter ditunjukkan oleh angka yang
Wo r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 8

berhimpitan dengan jarum nulling dial. Dalam setiap pengambilan data, selalu
periksa kondisi tegak gravimeter dengan melihat kedua posisi level bubbles.
Apabila level bubbles tidak berada di tengah, maka atur posisinya hingga
mencapai seimbang.
Setelah selesai melakukan pembacaan dan pencatatan nilai counter lampu
gravimeter DIMATIKAN dan posisi locking knob DIKEMBALIKAN ke posisi
off. Jangan lupa gravimeter diangkat dan dimasukkan kembali ke dalam kotak
pembawa. HATI-HATI terhadap soket penghubung gravimeter dengan sumber
arus karena mudah longgar bahkan dapat lepas sewaktu memasukaan gravimeter.
Terakhir wadah gravimeter ditutup dan dikunci.

III.3 Akuisisi Data


Akuisisi data metode gayaberat, secara umum, terdapat dua konfigurasi
yaitu konfigurasi random dan grid. Konfigurasi akuisisi random yaitu dengan
datum point diposisikan secara acak dengan spasi bervariatif, biasanya digunakan
untuk area dengan topografi yang bervariatif. Konfigurasi grid adalah konfigurasi
datum point pengukuran yang dibentuk dari perpotongan garis lintasan dengan
spasi yang teratur. Gambaran sederhana dari skema akuisisi data metode gravitasi
diilustrasikan dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.3 Skema pengambilan data gayaberat di lapangan


Wo r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 9

III.4 Pengolahan Data


III.4.1 Konversi pembacaan alat
Nilai pembacaan gravimeter pada saat pengambilan data di lapangan perlu
dikonversi terlebih dahulu ke dalam satuan milligal sebelum diolah untuk
mendapatkan nilai anomali Bouguernya. Proses konversi nilai menggunakan tabel
konversi yang telah tersedia di manual book gravimeter (lihat lampiran 1). Pada
tahap pengolahan data perlu dilakukan terlebih dahulu konversi nilai pembacaan
ke dalam satuan milligal. Perumusan yang digunakan dalam melakukan konversi
adalah:
mGal    bacaan  counter   faktor interval  mGal (3.1)
III.4.2 Koreksi Pasang Surut (tidal correction)
Koreksi tidal adalah koreksi yang digunakan untuk mengkoreksi perubahan
g yang disebabkan oleh pergerakan benda langit, terutama matahari dan bulan
yang bergantung pada waktu dan latitude. Nilai dari koreksi tidal tidak pernah
lebih besar dari 0,3 mGal. Koreksi tidal berguna untuk menghilangkan gaya tarik
yang dialami bumi akibat bulan dan matahari, sehingga di permukaan bumi akan
mengalami gaya tarik naik turun. Pengaruh tidal akan menyebabkan perubahan
nilai medan gravitasi di permukaan bumi secara periodik. Besar nilai koreksi tidal
juga tergantung dari kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi. Koreksi
tersebut dihitung berdasarkan perumusan Longman (1965). Gambar 3.4
menunjukkan hasil perhitungan dan pengukuran variasi tidal pada gravitimeter.
Koreksi tidal dapat dihitung berdasarkan letak bulan dan matahari.

Gambar 3.4. Variasi Tidal dari Montreal, April 1969.

III.4.3 Koreksi apungan (drift correction).


Nilai pembacaan gaya berat pada saat pengukuran yang dilakukan secara
looping seharusnya memberikan nilai yang sama pada saat pengukuran awal di
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 10

titik acuan tertentu dan pengukuran akhir kembali pada titik acuan tersebut.
Secara teoritis memang demikian, namun pada kenyataannya selalu diperoleh
nilai pembacaan awal dan akhir yang berbeda di titik acuan tersebut. Hal ini selain
karena pengaruh pasang surut juga dikarenakan pengaruh mekanisme alat berupa
guncangan alat selama transportasi, perubahan suhu dan tekanan yang
mengakibatkan adanya pergeseran pembacaan titik nol pada gravimeter. Koreksi
apungan (drift correction) dirumuskan sebagai berikut:
gb  ga
Dn   t n  t a  (3.3)
tb  t a

dimana,
Dn : koreksi apungan pada titik n
ga : nilai pembacaan awal
gb : nilai pembacaan akhir
ta : waktu pembacaan awal
tb : waktu pembacaan akhir
tn : waktu pembacaan pada titik n
Dengan catatan bahwa pembacaan di titik-titik diatas telah dikoreksi dengan
koreksi tidal.
III.4.4 Koreksi Lintang
Harga gaya berat normal adalah harga gravitasi suatu titik di bidang bumi
yaitu bidang permukaan bumi yang didefinisikan secara matematis, sehingga
terbentuk model matematis bumi berupa elipsoid, dalam hal ini digunakan
elipsoid GRS 1967 (Geodetic Reference System 1967). Menurut model ini, nilai
gaya berat normal dapat dihitung menggunakan persamaan berikut
g n  978031,851  0,0053204sin 2   0,0000059sin 2   (3.3)

dengan φ adalah nilai lintang pada titik pengamatan.


III.4.5 Koreksi udara bebas (Free Air Correction)
Koreksi udara bebas merupakan koreksi akibat perbedaan ketinggian pada
titik pengukuran dengan mengabaikan adanya massa yang terletak di antara titik
ukur dengan bidang referensi ukuran. Sebagai bidang referensi ukuran digunakan
bidang geoid, yaitu bidang ekuipotensial gayaberat, artinya bidang yang
mempunyai potensial sama di setiap titiknya. Untuk keperluan praktis, geoid
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 11

dapat didekati oleh permukaan laut rata-rata. Menurut Reynolds (1997), Koreksi
udara bebas dapat dihitung berdasarkan formula:
FAC  0,3086  h (3.4)
dimana,
FAC : free air correction / koreksi udara bebas (mGal/m)
h : ketinggian titik ukur gayaberat di atas muka air laut (dalam meter).

Gambar 3.5 Koreksi Udara Bebas (Reynolds, 1997)

III.4.6 Koreksi Bouguer (Bouguer Correction)


Koreksi Bouguer dilakukan untuk menghilangkan pengaruh/efek massa
batuan yang mengisi ruang antara titik pengukuran dan bidang acuan (geoid).
Koreksi ini mengasumsikan massa sebagai suatu bidang mendatar dengan jari-jari
tak hingga yang memiliki ketebalan dan rapat massa tertentu. Dapat dirumuskan
sebagai berikut:
BC  2 Gh atau BC  0,04193h (3.5)
dimana,
BC : Bouguer Correction / koreksi Bouguer (mGal/m)
G : konstanta gravitasi (6,67 x 10-11 m3/kg.s2)
ρ : rapat massa batuan rata-rata (2,67 gr/cm3)
h : ketinggian (meter)

Gambar 3.6 Koreksi Bouguer (a) di plateau dan (b) di stasiun bawah tanah (Telford,
1990)

Jika koreksi udara bebas (FAC) dan koreksi Bouguer digabungkan akan
menghasilkan koreksi sebagai berikut:
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 12

CC  FAC  BC
  0,3086h    0,04193h 

  0,3086  0,04193  h
 0,1967 h (3.6)
Dimana,
CC : Combined Correction / koreksi gabungan (mGal/m)
FAC : Free Air Correction / koreksi udara bebas (mGal/m)
BC : Bouguer Correction / koreksi Bouguer (mGal/m)
ρ : rapat massa batuan rata-rata (2,67 gr/cm3)
h : ketinggian (m)
Untuk mendapatkan pendekatan nilai densitas di daerah pengamatan, maka dapat
dilakukan beberapa cara yaitu dengan menggunakan metode parasnis, profil
netleton atau menggunakan kisaran 2,67 gr/cm3 (merupakan ketetapan densitas
rata-rata kerak bumi dimana bumi dianggap homogen).
III.4.7 Koreksi medan (terrain correction)
Kondisi topografi di sekitar titik pengamatan kadang-kadang tidak beraturan,
seperti adanya lembah atau bukit yang juga dapat mempengaruhi percepatan
gravitasi di titik pengamatan. Karena itu koreksi terrain diperlukan dalam
pengukuran yang diberikan persamaan 2.12 berikut.

(3.6)

dimana R1 merupakan radius bagian dalam, R2 merupakan radius bagian luar, dan
Δh merupakan beda ketinggian dari titik pengamatan.
III.4.8 Anomali Bouguer
Pada dasarnya anomali Bouguer adalah selisih antara harga gaya berat
pengukuran yang telah direduksi ke bidang referensi ukuran (geoid) dengan harga
gaya berat teoritis pada bidang referensi hitungan tertentu di suatu titik. Secara
matematis, pendefinisian anomali Bouguer dapat ditulis sebagai berikut:
BA  g obs  g   FAC  BC  TC
 g obs  g    0,3086  0,04193 h  TC
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 13

 g obs  g   CC  TC
(3.7)

Dimana,
Gobs : harga gayaberat pengukuran di titik tersebut
FAC : Free Air Correction / koreksi udara bebas
BC : Bouguer Correction / koreksi Bouguer
CC : Combined Correction / koreksi gabungan
TC : Terrain Correction / koreksi medan
ρ : rapat massa batuan rata-rata
h : ketinggian titik pengukuran di atas permukaan laut
Setelah diperoleh nilai anomali Bouguer, maka dapat dilakukan
penggambaran pola kontur anomali Bouguer dengan menggunakan program
Surfer 8. Hasil dari pola kontur kemudian dipisahkan menjadi anomali regional
dan residual yang nantinya akan ditarik suatu lintasan yang akan diinterpretasi
pemodelannnya.

III.5 Interpretasi Data


Hasil pengolahan data gaya berat, baik dalam bentuk anomali Bouguer
maupun anomali residual, dipresentasikan dalam bentuk peta anomali gaya berat.
Selanjutnya dilakukan interpretasi pola anomali gaya berat berdasarkan tataan
geologi daerah yang bersangkutan sehingga diperoleh gambaran benda bawah
permukaan penyebab anomali. Pada prinsipnya, interpretasi dapat dilakukan
secara kualitatif atau secara kuantitatif.
III.5.1 Interpretasi Kualitatif
Interpretasi kualitatif dilakukan dengan cara membaca pola anomali
gayaberat yang kemudian dihubungkan dengan tataan geologinya dan data-data
kebumian lainnya sehingga secara umum dapat memberikan gambaran struktur
geologi bawah permukaan daerah penelitian. Gambaran umum yang dihasilkan
dari penafsiran ini hanya berupa pola-pola atau bentuk-bentuk struktur geologi
tertentu saja, belum menyangkut ukuran/besaran geologi.
III.5.2 Interpretasi kuantitatif
Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan menganalisis penampang pola
anomali sepanjang lintasan tertentu yang telah ditentukan. Interpretasi kuantitatif
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 14

dilakukan berdasarkan hasil penafsiran kualitatif sehingga dapat menentukan


bagian-bagian penampang anomali yang menarik untuk ditafsirkan struktur
geologi bawah permukaannya. Namun dalam interpretasi kuantitatif ini terdapat
ambiguitas karena beragam model yang dapat dihasilkan, disebabkan oleh adanya
parameter rapat massa, bentuk geometri dan kedalaman yang berbeda-beda.
Pemecahan yang dilakukan dengan menentukan lebih dahulu salah satu parameter,
misalnya rapat massa atau kontras densitas batuan, berdasarkan data geologi
daerah penelitian, data bor, nilai densitas batuan, serta data geofisika lainnya,
kemudian ditentukan distribusi massa atau geometri model benda penyebab
anomali. Sedangkan, Interpretasi geologi secara kuantitatif dilakukan berdasarkan
pemodelan sepanjang penampang anomali tertentu, sehingga dapat ditafsirkan
geometri dari benda-benda geologi bawah permukaan yang menjadi penyebab
timbulnya anomali.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 15

Gambar 3.7 Diagram alir pengolahan data hingga interpretasi hasil dari data lapangan
survei metode gayaberat
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 16

DAFTAR PUSTAKA

Reynolds, J. M. 1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics.


Chichester: John Wiley & Sons Ltd.

Telford, W. 1990. Applied Geophysics Second Edition. Cambridge: Cambridge


University Press.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 17

LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Konversi Pembacaan Gravity-meter La Coste Romberg tipe G-1053

COUNTER VALUE IN FACTOR FOR COUNTER VALUE IN FACTOR FOR


READING MILIGALS INTERVAL READING MILIGALS INTERVAL

0 0 1,01437
100 101,44 1,01430 3600 3651,97 1,01554
200 202,87 1,01423 3700 3753,53 1,01561
300 304,29 1,01417 3800 3855,09 1,01568
400 405,71 1,01411 3900 3956,66 1,01574
500 507,12 1,01406 4000 4058,23 1,01580
600 608,52 1,01402 4100 4159,81 1,01586
700 709,93 1,01398 4200 4261,40 1,01591
800 811,32 1,01396 4300 4362,99 1,01596
900 912,72 1,01394 4400 4464,58 1,01600
1000 1013,11 1,01394 4500 4566,18 1,01604
1100 1115,51 1,01394 4600 4667,79 1,01606
1200 1216,90 1,01396 4700 4769,39 1,01608
1300 1318,30 1,01398 4800 4871,00 1,01610
1400 1419,70 1,01401 4900 4972,61 1,01610
1500 1521,10 1,01404 5000 5074,22 1,01609
1600 1622,50 1,01409 5100 5175,83 1,01607
1700 1723,91 1,01413 5200 5277,44 1,01604
1800 1825,32 1,01419 5300 5379,04 1,01599
1900 1929,74 1,01425 5400 5480,64 1,01594
2000 2028,17 1,01431 5500 5582,23 1,01587
2100 2129,60 1,01438 5600 5683,82 1,01578
2200 2231,04 1,01445 5700 5785,40 1,01569
2300 2332,48 1,01452 5800 5886,97 1,01558
2400 2433,93 1,01460 5900 5988,52 1,01546
2500 2535,39 1,01468 6000 6090,07 1,01533
2600 2636,86 1,01476 6100 6191,60 1,01519
2700 2738,34 1,01483 6200 6293,12 1,01505
2800 2839,82 1,01491 6300 6394,63 1,01489
2900 2941,31 1,01499 6400 6496,12 1,01474
3000 3042,81 1,01507 6500 6597,59 1,01459
3100 3144,32 1,01515 6600 6699,05 1,01445
Lampiran 2. Tabel Pengambilan Data Metode Gayaberat

Waktu Koordinat Reading Counter Koreksi Medan


No Nama Titik Elevasi Keterangan
Tanggal Jam Easting Northing 1 2 3 N E S W
METODE METODE GEOMAGNETIK

WORKSHOP GEOFISIKA 2017

 GRAVITY
 MAGNETIC
 GEOELECTRICAL RESISTIVITY
 SEISMIC REFRAKSI
 MICROSEISMIC
 GROUND PENETRATING RADAR
 MAGNETOTELLURIC

Laboratorium Geofisika Universitas Brawijaya Malang

Supported by:
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 20

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bumi merupakan benda magnet raksasa, letak kutub utara dan selatan
magnet bumi tidak berhimpit dengan kutub geografis. Pengaruh kutub utara dan
selatan magnet bumi dipisahkan oleh katulistiwa. Intensitas magnet akan
maksimum di kutub dan minimum di katulistiwa. Metode Magnetik merupakan
salah satu metode geofisika yang umum di gunakan untuk eksplorasi ataupun
untuk penelitian. Metode magnetik memanfaatkan sifat magnetik dari suatu
batuan yang secara alami terpengaruhi oleh medan magnetik bumi. Metode
Magnetik dapat digunakan dalam eksplorasi mineral, survei potensi geothermal,
memperkirakan geologi secara regional.

I.2 Tujuan
Studi lapangan geomagnetik ini bertujuan untuk mengidentifikasi varriasi
batuan penyusun bawah permukaan area penelitian berdasarkan kontras
suseptibilitas. Secara khusus bagi peserta, studi lapangan ini bertujuan untuk
memberikan pengalaman di lapangan mengenai metode geomagnetik mulai dari
proses pengumpulan data, pengolahan dan interpretasi hasil.

I.3 Manfaat
Harapan dengan adanya studi lapangan dengan metode geomagnetik adalah
menambah pengalaman peserta dalam menerapkan teori dari metode magnetik
secara real di lapangan. Sementara, hasil studi geomagnetik sendiri berguna
sebagai tambahan informasi dalam rangka pendukung eksplorasi dari daerah
telitian.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 21

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Medan Magnet Bumi


Menurut Blakely (1995) adanya gaya magnet dari dua buah benda bersifat
magnet, baik gaya yang terjadi bersifat tolak menolak atau tarik menarik. Hal ini,
terjadi karena gaya tersebut dipengaruhi oleh kedua masa benda tersebut terhadap
jarak keduanya serta pengaruh dari permeabilitas medium yang melingkupi kedua
dapat dirumuskan sebagai berikut,
m1m2
F= r (2.1)
r2  1
Tidak seperti kasus pada kasus gravitasi, meski persamaanya mirip, gaya antara
kedua kutub magnet ini bisa bernilai positip (+) yang berarti tolak menolak dan (-)
berarti tarik-menarik.
Bumi dapat dianggap sebagai suatu benda magnet besar yang bersifat dipol,
dengan sumbu megnetik yang tidak berhimpit dengan sumbu geografis bumi.
Sumbu magnetik membentuk sudut 11.5º dengan sumbu perputaran bumi. Medan
magnet didefinisikan sebagai garis–garis gaya magnet pada permukaan bumi dari
kutub selatan menuju kutub utara. Medan magnet (fluks) berarah vertikal pada
daerah kutub utara dan selatan dan horizontal di equator. Sumber medan magnet
yang tercatat pada alat dalam eksplorasi magnetik adalah komponen–komponen
yang terdiri atas :
1. Medan utama, tidak konstan terhadap waktu, tetapi variasinya relatif kecil.
2. Medan luar, lebih kecil dari medan utama dan berubah dari waktu ke waktu,
lebih cepat dibanding medan utama secara acak (random) oleh penyebab dari
luar bumi.
3. Variasi medan utama (anomali magnetik lokal), variasinya relatif tetap dan
jauh lebih kecil dari medan utama. Anomali ini disebabkan oleh gangguan
lokal yang ada pada kerak bumi, dan anomali tersebut adalah yang menjadi
tujuan utama dalam penyelidikan geomagnet.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 22

II.2 Intensitas Magnetisasi


Suatu benda magnetik yang ditempatkan pada suatu medan magnet akan
mengalami magnetisasi oleh imbas medan magnet. Imbas tersebut memiliki
intensitas magnet I yang didefinisikan berupa momen dipol M per volume benda
V. Persamaan 2.2 merupakan penjabaran secara matematis dari intensitas medan
magnet.
M
I (2.2)
V
Sedangkan untuk derajat magnetisasi dalam daerah isotropik mengikuti kaidah
dari persamaan 2.3, dimana k adalah suseptibilitas magnet
I  kH (2.3)
Jika suatu benda magnetik diletakkan dalam suatu medan magnet luar H, maka
kutub–kutub internalnya akan menyearah dan membentuk medan induksi H.

II.3 Teori Medan Potensial


Medan magnetik bumi secara umum dapat dipandang sebagai medan suatu
dipol. Sehingga garis medan magnet akan berarah tertentu yaitu, ke arah kutub
selatan magnet bumi. Arah tersebut menyimpang dari kutub geografis bumi, sudut
penyimpangannya disebut sudut deklinasi, sedangkan sudut penyimpangannya
terhadap bidang horizontal disebut sudut inklinasi. Potensial saklar magnetik dari
suatu dipol dalam satuan volume dapat dijabarkan menggunakan persamaa 2.4.
 1  3
A( r )    MV  d r0 (2.4)
v  r  r0 
Dimana :
M = momen dipol magnet bumi persatuan volume.
r = vektor posisi dari sumber dipol magnet bumi.
Sedangkan untuk intensitas medan magnet dinyatakan dalam :
H  A(r ) (2.5)
Berdasarkan persamaan (2.5), medan magnetik bumi H dinyatakan sebagai H 0 .
Suatu material dikatakan sebagai material magnetik jika didalamnya terdapat
dipol–dipol magnet yang dapat menyearah dengan medan magnet luar yang
bekerja sama padanya. Untuk material yang termagnetisasi linier :
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 23

M  kH 0 (2.6)
Dimana,
k = kontras susceptibilitas magnetik k  k 0
k 0 = susceptibilitas batuan rata–rata disekeliling material magnetik.

Intensitas medan magnet total dari bumi disekitar material yang termagnetisasi
adalah H :
H  H 0  T (2.7)

Dimana:
H 0 = harga intensitas rata–rata medan magnetik bumi.

Hubungan antara komponen (anomali) total, vertikal ( Z ) dan horizontal ( H )


(Anonymous, 1992).

II.4 Suseptibilitas Batuan dan Mineral


Jika suatu benda berada dalam medan magnet, maka akan timbul medan
magnet baru dalam benda (induksi) yang menghasilkan anomali medan magnet.
Sehingga dengan adanya batuan yang didalamnya mengandung mineral magnetik,
medan magnet normal bumi akan mengalami gangguan yang disebabkan oleh
anomali medan magnet sebagai hasil magnetisasi batuan (Telford, 1976).
Cara magnet dalam eksplorasi adalah mengukur secara teliti perubahan
besar medan magnet yang dihasilkan oleh variasi intensitas kemagnetan formasi
batuan. Kemagnetan dalan batuan sebagian disebabkan imbasan dari suatu gaya
magnet yang berasosiasi dengan medan magnet bumi dan sebagian dari
kemagnetan sisa. Derajat polarisasi atau kemampuan benda untuk termagnetisasi
ditentukan oleh kerentanan (susceptibilitas) magnetnya. Respon magnetik dari
batuan pokok, secara umum adalah sebagai berikut:
1. Batuan Sedimen. Karena sebagian besar batuan sedimen adalah magnetik
yang lemah, maka anomali magnetik yang diperoleh dari survei magnet
sebagian besar disebabkan oleh lapisan batuan beku (igneous) basement.
Besarnya ketebalan dari batuan sedimen pada daerah luas yang disurvei dapat
terlihat jelas pada kontur magnetik. Biasanya mempunyai jangkauan
suseptibilitas (0 - 4000)  10 -6 emu dengan rata-rata (10  75)  10 6 emu,
contoh: dolomite, limestones, sandstones, dan shales.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 24

2. Batuan Beku. Batuan beku mempunyai sifat magnetik yang bervariasi.


Biasanya jenis acidic (asam) cenderung bermagnetik lebih lemah dan pada
jenis batuan yang lebih bisa cenderung lebih kuat magnetiknya, karena
kandungan mineral magnetik yang lebih tinggi. Biasanya mempunyai
jangkauan suseptibilitas (0  9710)  10 6 emu dengan rata-rata
( 200  1350)  10 6 emu, contoh: granite, rhyolite, basalt, dan andesit.
3. Batuan Metamorf. Batuan metamorf merupakan ubahan dari batuan sedimen
atau batuan beku akibat perubahan suhu dan atau tekanan yang cukup besar,
sehingga batuan metamorf selalu mempunyai sifat magnet yang bervariasi
(Robinson, 1988).
Sifat–sifat magnetik mineral pembentuk batuan dapat diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu:
1. Diamagnetik, yaitu semua material yang mempunyai harga suseptibilitas (k)
negatif dan kecil. Contoh : grafit, gypsum, marmer, kwarsa, garam, bismuth,
dan lain – lain.
2. Paramagnetik, yaitu sama material yang mempunyai harga suseptibilitas (k)
positif dan kecil. Contoh : Olivine, garnet, biotit, amfibolity, dan lain–lain.
3. Ferromagnetik, yaitu material-material yang harga suseptibilitasnya (k) besar
sekali sampai 106 kali lebih besar daripada material paramagnetisme. Contoh :
Jenis–jenis besi, kobalt, nikel, dan lain–lain (Anonymous, 1992).
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 25

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Desain Survei Geomagnetik


Sebelum melakukan akuisisi data, perlu dilakukan desain survei
geomagnetik terlebih dahaulu. Desain survei berguna untuk memudahkan
prosedur pelaksanaan akuisisi agar target dari area penelitian dapat tercapai.
Model desain survei geomagnetik tidak jauh berbeda dengan metode gayaberat
yaitu berupa titik-titik random atau grid. Hal ini dikarenakan, kedua metode ini
biasanya bekerja saling melengkapi dalam suatu penelitian atau eksplorasi.
Setelah proses desain survei dilakukan perlu dipersiapkan juga peralatan untuk
akuisisi dilapangan. Peralatan survei geomagnetik yang digunakan adalah Proton
Procession Magnetometer (PPM) GEOMETRIC, GPS, kompas, pencatat
waktu, peta lokasi, dan alat tulis.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 26

Gambar 3.1 Proton Procession Magnetometer (PPM) Geometric beserta asesorisnya.

III.2 Akuisisi Data


Pengumpulan data merupakan tahap yang sangat penting. Kesalahan pada
tahap ini, akan mengakibatkan seluruh pekerjaan selanjutnya menjadi tidak
berguna. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan akuisisi data
geomagnetik, antara lain :
1. Magnetometer sangat sensitif terhadap sumber medan listrik maupun medan
magnet, maka titik ukur harus menghindari sumber-sumber medan tersebut.
2. Untuk mendapatkan hasil interpretasi yang representatif, diusahakan agar titik-
titik ukur tersebut terdistribusi secara merata pada kawasan yang akan diteliti.
3. Jarak titik pengukuran disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Pengukuran dilakukan dalam loop tertutup, dapat diartikan bahwa satu
siklus pengukuran dimulai dan diakhiri pada tempat yang sama. Ini dimaksudkan
agar koreksi diurnal dapat dilakukan terhadap data hasil pengukuran. Dalam
proses pengumpulan data, data yang di catat antara lain
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 27

1. titik pengukuran,
2. koordinat pengukuran (lintang, bujur dan ketinggian),
3. waktu pengukuran,
4. nilai yang terbaca pada alat seperti pada lampiran.
RECALL STORE READ
FIELD/TIME 7 8 9
FIELD TIME TUNE
STATION/DAY 4 5 6
OUTPUT AUTO ERASE
1 2 3
CLEAR SHIFT ENTER
0
Gambar 3.1 Bentuk tampilan pada console PPM

Proton Procession Magnetometer (PPM) G-856 merupakan alat pengukur


medan magnet lokal. Gambar 3.1 tampilan pada console Proton Precession
Magnetometer G-856. Sedangkan untuk proses reading data menggunakan PPM
saat akuisisi data di lapangan memenuhi langkah-langkah berikut,
1. Menghilangkan tampilan pada layar dan menghapus instruksi, tekan CLEAR.
2. Pengaturan waktu (hari dan jam matahari) :
AUTO TIME SHIFT

(day) + (day) + (day) +

(Hour) + (Hour) + (Min.) + (Min.) +

ENTER

Dalam memasukkan (day), (hour) dan (min) menggunakan angka yang tertera
seperti keterangan tampilan pada alat diatas. Pengaturan waktu sangat penting
karena akan digunakan dalam koreksi diurnal.
3. Pengaturan Kode Lintasan. Pengaturan kode lintasan di lakukan ketika mode
AUTO tidak aktif. Untuk mengubah nomor lintasan:
a. Tekan TIME, layar FIELD/TIME akan menampilkan waktu sebenarnya
dan layar STATION/DAY akan menampilkan nomor lintasan.
b. Tekan SHIFT untuk mengakses tombol angka. Maka akan didapatkan
tampilan pada layar STATION/DAY
c. Setelah memasukkan kode lintasan, tekan ENTER
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 28

4. Tuning PPM. Proses Tuning alat digunakan untuk mendapatkan signal terkuat
dengan menyamakan reaksi dari alat dengan nilai pada lapangan. Langkah
dalam Tuning the magnetometer adalah :
TUNE SHIFT

+ +

ENTER

READ

TUNE

5. Membaca nilai medan magnet, menyimpan dan memanggilnya kembali


dibutuhkan tombol : READ, STORE dan RECALL.
a. Ketika menekan tombol READ, maka akan tampil nilai tagangan dari
baterai
Batt FIELD/ TIME

11.7 STATION/ DAY

b. Kemudian indikator baterai akan menghilang dan akan terbaca nilai pada
alat antara 5-6 digit angka dan posisi stasiun data yang akan tampil selama
5detik.
67584.2 FIELD/ TIME

0 STATION/ DAY

c. Untuk menyimpan, tekan tombol STRORE ketika nilai masih tampil. Jika
menekan setelah tampilan hilang, maka pembacaan akan hilang dan tidak
tersimpan dan tampil pesan kesalahan.
d. Untuk menampilkan data yang telah tersimpan, tekan RECALL.
6. Menampilkan data dari memori alat
a. Menampilkan data dari penyimpanan terakhir. Untuk menampilkan data
dari penyimpanan terakhir dengan menekan tombol RECALL. Jika
menekan Tombol RECALL lagi, akan menampilkan data kedua dari
terakhir. Sedangkan dengan menekan tombol ENTER akan menampilkan
data yang terakhir.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 29

b. Menampilkan data secara acak. Jika memiliki data yang banyak akan
kesulitan jika harus menampilkan secara berurutan. Dengan menampilkan
data secara acak, akan memudahkan dalam pembacaan dengan
memasukkan 3 digit kode titik ukur. Adapun langkah yang digunakan
adalah:
RECALL SHIFT

(station) + (station) + (station) +

ENTER

c. Menampilkan setengah data kedua. Dua cara penampilan data diatas


digunakan untuk menampilkan setengah data pertama. Sedangkan untuk
mengakses setengah data kedua, dilakukan dengan menekan tombol
TIME ketika setengah data pertama sedang ditampilkan. Tekan Tombol
FIELD untuk mengakses kembali setengah data petama. Penggunaan
tombol RECALL dan ENTER juga berlaku pada setengah data kedua
seperti halnya pada setengah data pertama.
7. Menghapus Data
a. Menghapus data terakhir. Untuk menghapus data terakhir yang tersimpan,
langkahnya adalah :
READ

RECALL

ERASE

ERASE

b. Menghapus data secara acak. Untuk menghapus data secara acak, langkah
yang dilakukan adalah :

RECALL SHIFT

(station) + (station) + (station) +

ENTER ERASE ERASE


W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 30

c. Menghapus seluruh data. Untuk menghapus seluruh isi memori, langkah


yang dilakukan adalah

RECALL SHIFT

ENTER

ERASE ERASE

8. Pengaturan Mode Otomatis.


Mode otomatis menjadikan magnetometer dapat membaca secara otomatis
dengan interval waktu tertentu dalam satuan detik. Umumnya jika
magnetometer digunakan secara otomatis, digunakan sebagai base station
yang bersifat statis/ diam. Hasil dari rekaman data ini dapat digunakan dalam
koreksi diurnal sebagai pembanding dengan magnetometer yang bergerak.
Instruksi mode otomatis adalah sebagai berikut dengan kondisi sudah
dilakukan pengaturan waktu.
AUTO SHIFT

(second) + (second) + (second) +

ENTER

Pada mode otomatis, dapat dilakukan pembacaan data dengan menekan


tombol RECALL dan FIELD atau dengan menekan TIME. Untuk membaca
waktu ketika pengukuran, dilakukan dengan menekan tombol TIME. Layar
FIELD/TIME akan menunjukkan waktu dan layar STATION/DAY akan
menunjukkan nomor lintasan. Sedangkan jika menekan tombol AUTO lalu
TIME, Julian day akan tampil. Sedangkan untuk menonaktifkan mode
otomatis, dilakukan dengan menekan dan menahan tombol :
AUTO

CLEAR

9. Transfer data.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 31

Proses mentrasfer data rekaman pada magnetometer, dilakukan dengan


menghubungkan magnetometer dengan PC. Langkah transfer yang dilakukan
antara lain :
OUTPUT

ENTER

Sedangkan untuk menghentikan transfer data di lakukan dengan menekan


tombol CLEAR

III.3 Pengolahan Data


III.3.1 Tabulasi Data
Data hasil akuisisi yang terdiri dari, nilai pembacaan, koordinat GPS, dan
waktu ditabulasikan menggunakan microsoft Excel seperti pada Gambar 3.3.
Tabulasi data ini berguna agar data dapat tersusun rapi dan mudah dalam
penghitungan koreksi. Kemudian, data dihitung berdasarkan diagram alir (Gambar
3.2)
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 32

Gambar 3.2 Diagram alir pengolahan dan interpretasi data metode geomagnetik (Nella,
2013)

Gambar 3.3 Contoh Tabel Pengolahan Data Menggunakan Microsoft Excel

III.3.2 Koreksi Diurnal


Koreksi diurnal (harian) adalah merupakan penyimpangan intensitas medan
magnet bumi yang disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran dan efek
sinar matahari dalam satu hari. Koreksi diurnal dapat diperoleh dengan
menghitung variasi intensitas medan magnet total pada base station dikurangi
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 33

dengan harga pengukuran awal (interpolasi linier terhadap waktu), dengan


rumusan sebagai berikut :
 t t 
H D   n aw  H ak  H aw  (3.1)
 t ak  t aw 
Nilai H menyatakan intensitas medan magnet, t menyatakan waktu, indeks n
menyatakan nomor data, indeks aw menyatakan data awal (data pertama di base
station), dan indeks ak menyatakan data akhir (data akhir di base station).

III.3.3 Koreksi IGRF


Pengukuran medan magnet total pada dasarnya merupakan sumbangan dari
tiga komponen dasar medan magnet, yaitu medan utama (main-field), medan luar
(external-field) dan medan anomali (anomaly-field). Medan utama merupakan
harga rata – rata intensitas medan magnet untuk daerah pengukuran
(menggunakan harga IGRF: International Geomagnetic Reference Fiekd). Nilai
IGRF ini dapat diperoleh dari web NOAA. Berdasarkan ketiga komponen dasar
harga intensitas medan magnet tersebut diatas dapat diperoleh hubungan sebagai
berikut:
H  H  H D  H O (3.2)
Dimana,
H : Anomali intensitas medan magnet
H : Intensitas medan magnet terukur
HD : Intensitas medan magnet pengaruh luar (diurnal)
HO : Intensitas medan magnet utama bumi (IGRF).
Harga matematis IGRF adaah suatu ketetapan yang dilakukan perubahan
setiap lima tahun sekali. Untuk mendapatkan nilai IGRF, mula-mula daerah
pengukuran dipetakan menggunakan Surfer, kemudian dibagi menjadi 4 daerah
(kuadran). Masing-masing kwadran diwakili oleh satu harga IGRF, yang letak
titiknya adalah tepat ditengah-tengah masing-masing kwadran. Kemudian langkah
koreksi dilakukan sesuai dengan nilai IGRF yang ada untuk masing-masing
kwadran. Sehingga dengan koreksi ini didapatkan H (anomali intensitas medan
magnet).
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 34

III.3.4 Reduksi Bidang Datar


Intensitas medan magnet dapat dipengaruhi oleh medan magnet yang
ditimbulkan oleh pengaruh permukaan yang termagnetisasi terhadap harga medan
hasil pengamatan. Untuk memperkecil pengaruh topografi ini dilakukan suatu
koreksi dengan cara melakukan kotinuasi ke atas. Untuk itu, data terlebih dahulu
dibawa ke bidang datar, tepatnya ditengah-tengah topografi (untuk mempercepat
proses konvergensi). Syarat ini diajukan oleh Abdelrahman et.al.(1985), dimana
mereka telah membuktikan secara empiris tentang kekonvergenan data ketika
diproyeksikan ke bidang datar dengan metode ini.

Gambar 3.3 Sumber Ekivalen (Blakely, 1995)

Kita menginginkan lapangan pada titik di atas permukaan yang lapangan

telah diukur (Gambar 3.3). Permukaan pengamatan dan elevasi yang tidak rata,

dapat direpresentasikan sebagai fungsi posisi horizontal. Diasumsikan potensial

disebabkan oleh distribusi ganda m di permukaan ,

(3.3)

dimana adalah titik integrasi dan r adalah vektor dengan panjang

diarahkan dari ke (Gambar 3.3). Distribusi ganda memiliki bentuk yang sama
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 35

sebagai penyebaran dipol magnetik, tapi hal ini tidak membatasi penerapannya

terhadap medan magnet, mewakili potensi lapangan apapun. Bentuk dan lokasi

permukaan belum ditentukan, tetapi harus berada tepat atau di bawah

permukaan observasi. Sumber distribusi ini akan mencapai tujuan jika

harmonik di atas permukaan observasi, mendekati tak hingga, dan bidang yang

sama diamati setiap kali terletak pada permukaan observasi. Untuk 2 kondisi

pada persamaan 3.3 merupakan dasar untuk bidang potensi distribusi dipol.

Sedangkan untuk kondisi ketiga jika dipilih sehingga

(3.4)

Karena sisi kiri persamaan 3.4 diketahui, masalah tereduksi menjadi :

pertama yaitu memilih model untuk unit vektor (yang belum tentu seragam)

dan permukaan . Kedua yaitu mencari solusi untuk , dan yang ketiga

menggunakan dalam persamaan 3.3 untuk menemukan , bidang


W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 36

upward-continued. Jika selalu di bawah (atau atas) permukaan observasi, maka

berada di permukaan observasi, dimana persamaan 3.4 menjadi

(3.5)

Dimana adalah normal untuk permukaan observasi. Persamaan 3.5 dapat

menemukan dari metode aproksimasi untuk sebuah model yang dipilih

untuk . Dalam prakteknya, biasanya bidang potensi yang diamati diinterpolasi

ke suatu grid, sehingga integral permukaan dalam persamaan 3.3 dan 3.5 dapat
diganti dengan penjumlahan ganda. Penyebaran dipol dapat didekati dengan dipol
diskrit di persimpangan persegi dengan aspek dimana setiap aspek berpusat di
sekitar persimpangan grid dan memiliki momen dipol seragam (Blakely, 1995).
III.3.5 Kontinuasi ke atas
Anomali yang didapat setelah diproyeksikan ke bidang datar tersebut masih
merupakan gabungan antara anomali lokal dan anomali regional. Interpretasi
semestinya hanya dilakukan terhadap anomali lokal saja. Karenanya anomali lokal
harus dipisahkan dari anomali regional. Proses kontinuasi ke atas merupakan
proses dimana pemisahan anomali diperoleh dua hasil sekaligus, yaitu mereduksi
pengaruh topografi untuk kontinuasi yang tidak terlalu besar, dan menampakan
efek regional dari daerah pengukuran untuk kontinuasi yang besar.
Sifat potensial dari medan magnet dapat dihitung pada ketinggian tertentu
(dan dalam beberapa kasus di bawah ini) tingkat pengukuran. Prosedur yang
digunakan adalah upward continuation dari medan potensial. Hal ini merupakan
operasi filter. Mereduksi ke bidang atas dari bidang yang asli dapat mengurangi
pengaruh benda-benda yang dalam, sehingga menampakkan bidang regional.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 37

Magpick menggunakan jenis yang sangat sederhana regularisasi Tikhnonov.


Dalam spektral domain upward dapat ditulis sebagai

(3.6)

Dimana adalah spektrum dari bidang yang ditransformasikan,

adalah spektrum dari upward continuation, adalah spectrum dari

transformasi, dan parameter regulasi kecil (Tchernychev, 1998).

Untuk mendapatkan anomali lokal yaitu dengan mengurangi data intensitas


medan magnet total di bidang datar dengan data anomali medan magnet total hasil
kontinuasi pada ketinggian dimana hanya menyisakan medan magnet total yang
berasal dari pengaruh anomali regional.

(3.7)

Dimana TMI adalah intensitas medan magnet total dan kontinuasi ke atas adalah
anomali regionalnya. Data anomali medan magnet total hasil kontinuasi kemudian
direduksi ke kutub dengan tujuan dapat melokalisasi daerah-daerah dengan
anomali maksimum tepat berada di atas penyebab anomali, sehingga dapat
memudahkan dalam melakukan interpretasi.
Sampai dengan langkah ini telah diperoleh data medan magnet total yang
sudah terbebas dari pengaruh diurnal, IGRF, topografi, dan medan regional,
sehingga hasil yang tersisa hanya akibat benda penyebab anomali saja.
III.3.6 Reduksi Ke Kutub
Reduksi ke kutub dilakukan dengan cara membuat sudut inklinasi benda
menjadi 90° dan deklinasinya 0°. Dari data hasil reduksi ke kutub ini dapat
dilakukan interpretasi secara kualitatif (Nurdiyanto, dkk., 2004). Reduksi ke kutub
didapatkan dari persamaan 3.8
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 38

(3.8)

Dimana,

= inklinasi geomagnetik

= inklinasi untuk koreksi amplitudo

= deklinasi geomagnetik

Dengan parameter inklinasi yang digunakan untuk koreksi amplitudo sekitar ±

20°. Jika | ketetapannya lebih rendah dari | , itu adalah kumpulan . Reduksi

ke kutub memiliki komponen amplitudo dan komponen fasenya (

. Ketika reduksi ke kutub dari garis khatulistiwa, fitur utara-

selatan dapat mengangkat sehingga koresksi amplitudonya kuat (komponen

yang diterapkan ketika (D-) adalah θ/2 (dalam contoh angka gelombang

magnetik timur ke barat). Dengan menentukan lintang yang lebih tinggi untuk
koreksi amplitudo saja, masalah ini dapat dikurangi atau dihilangkan dengan
mengorbankan koreksi bawah amplitudo fitur utara-selatan. Inklinasi amplitudo
dari 90 penyebab hanya komponen fase yang diterapkan pada data (bukan koreksi
amplitudo), dan sebuah nilai 0 (nol) menyebabkan komponen fase dan amplitudo
diterapkan untuk semua rentang (range) (Geosoft, 2007). Semua metode yang
memerlukan perumusan dilakukan dengan bantuan bahasa pemrogaman Matlab
R2010.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 39

III.4 Interpretasi
Interpretasi merupakan tahap akhir dari metode magnetik. Dalam melakukan
proses interpretasi dibutuhkan pula peta geologi daerah penelitian untuk
mendapatkan litologi batuan yang berada di bawah permukaan. Interpretasi
sederhana dengan melihat nilai anomali magnetik baik yang rendah maupun yang
tinggi sesuai dengan objek yang akan diteliti. Sedangkan untuk penelitian lebih
lanjut menggunakan metode tertentu. Interpretasi dapat di bagi menjadi 2, yaitu
interpretasi kualitatif dan interpretasi kuantitatif.
1. Interpretasi secara kuantitatif berkaitan dengan analisa dari hasil pengolahan.
Bila memiliki nilai anomali yang tinggi, dapat diperkirakan pada daerah
tersebut terdapat banyak mineral magnetik. Sedangkan jika nilai anomalinya
kecil, maka pada daerah tersebut, mineral magnetiknya sedikit, ataupun daerah
tersebut berada pada suhu > 550°C.
2. Interpretasi kualitatif diperoleh dengan melakukan deskripasi dari pengolahan
lanjutan pada daerah yang memiliki anomali tertentu, agar didapatkan
gambaran lebih detail tentang bawah permukaannya
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 40

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous., 1992, Diktat Praktikum Semester Break 1992, Laboratorium Fisika


Bumi Jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Anonymous., 1993, Operation Manual : G-856 Memory-Mag Proton Precession
magnetometer, Geometric, Inc.California.
Blakely, R.J.Sit. Untung. M, 1995, Dasar – dasar magnetic dan Gaya Berat
Untuk Beberapa Penerapan Secara Geofisika, HAGI.
Geosoft. 2007. Oasis Montaj Version 6.4.2 (HJ). Geosoft, Inc.
Tchernychev, Mikhail. 1998. MAGPICK-magnetic map & profile processing.
General Public License.
Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., and Keys, D.A., 1976, Applied
Geophysics, Cambidge University Press, New York.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Pengambilan Data Metode Geomagnetik

Koordinat Nilai Pembacaan Alat


No. Titik Ukur Waktu Alt Keterangan
Longitude Latitude 1 2 3
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 42

METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

WORKSHOP GEOFISIKA 2017

 GRAVITY
 MAGNETIC
 GEOELECTRICAL RESISTIVITY
 SEISMIC REFRAKSI
 MICROSEISMIC
 GROUND PENETRATING RADAR
 MAGNETOTELLURIC

Laboratorium Geofisika Universitas Brawijaya Malang

Supported by:
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 43

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Metode geolistrik merupakan metode geofisika yang bersifat aktif, artinya
metode ini menentukan suatu kondisi bawah permukaan dengan menginjeksikan
arus listrik ke dalam tanah yang nantinya tahanan tanah tersebut diukur melalui
variasi beda potensialnya. Kesederhanaan dari metode ini membuat geolistrik
sering digunakan untuk mengidentifikasi sebaran air bawah tanah, mineral logam,
bidang gelincir dll. Metode geolistrik memiliki berbagai macam
model/konfigurasi pengambilan data. Secara umum dikelompokkan 2 (dua) tipe
yaitu tipe sounding dan tipe mapping. Tipe sounding memberikan informasi
variasi resistivitas secara vertikal 1 dimensi (1D). Sedangkan tipe mapping
mampu memberikan informasi secara 2 dimensi (2D). Keunggulan mapping 2D,
hasil akhir yang diperoleh dapat diterjemahkan secara lateral dan detail.

I.2 Tujuan
Studi lapangan menggunakan metode geolistrik memiliki tujuan yaitu
mengidentifikasi distribusi kontras resistivitas batuan di bawah permukaan dari
area penelitian dengan menggunakan metode geolistrik konfigurasi dipole-dipole.
Tujuan lainnya adalah mengkorelasikan hasil studi geolistrik konfigurasi dipole-
dipole dengan data studi geofisika lainnya dan didukurng data geologi area
penelitian.

I.3 Manfaat
Manfaat bagi peserta studi lapangan metode geolistrik konfigurasi dipole-
dipole yaitu diharapkan dapat memahami, menerapkan dan menjelaskan konsep
metode geolistrik secara baik. Sedangkan manfaat utama studi lapangan ini yaitu
diharapkan hasil penelitian dengan metode geolistrik ini dapat menjadi sumber
informasi yang terbarukan.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 44

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Konsep Metode Geolistrik


Metode Geolistrik merupakan metode yng pertama kali digunakan oleh
Conrad Schumberguer pada tahun 1912. Geolistrik merupakan salah satu cara
pendugaan bawah permukaan dengan mengalirkan arus listrik DC (direct current)
dengan tegangan tinggi ke dalam tanah (Anonymous, 2008a). Dalam metode
geolistrik ini meliputi pengukuran beda potensial, arus listrik dan
elektromagnetik. Melakukan Eksplorasi dengan menggunakan metode geolistrik
terdiri dari prinsip dan teknik yang banyak ragamnya baik arus listrik searah
maupun bolak-balik yang ditimbulkan oleh proses yang dibuat oleh manusia atau
alamiah (Dobrin, 1998).
Pada metode resistivitas, menurut Vingoe (1972), sebagian dari arus listrik
yang diberikan pada lapisan tanah, ternetrasi pada kedalaman tertentu dan
bertambah besar dengan bertambahnya jarak antar elektroda, sehingga jika
dipasang elektrodea diperbesar, distribusi potensial pada permukaan bumi akan
semakin membesar dengan nilai resistivitas yang bervariasi. Perbedaan potensial
yang dihasilkan diantara elektroda potensial akan berubah jika dikedalaman
tersebut terdapat sebuah lapisan dengan hantaran elektrik yang berbeda (Verhoef,
1989 dalam Cahya S, 2008).
Prinsip fisis dalam metode geolistrik resistivitas adalah Hukum Ohm. Arus
listrik searah dialirkan melalui suatu medium maka perbandingan antara beda
potensial (ΔV) yang terjadi dengan arus (I) yang diberikan adalah tetap, dan
besarnya tetapan ini tergantung dari medium yang dilewati oleh arus tersebut.
Tetapan ini disebut dengan hambatan listrik yang disimbulkan “R”.dimana
besarnya hambatan (R) adalah:

(2.1)

Dimana:
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 45

R = hambatan (ohm)
ΔV = beda potensial (volt)
I = arus listrik (ampere)

Gambar 2.1. Konduktor Berbentuk Silinder

Untuk silinder konduktor dengan panjang L dengan luas penampang A yang


mempunyai konduktivitas bahan σ (seperti pada Gambar 2.1) dengan medan
listrik E, maka tahanan yang muncul dirumuskan dengan:

(2.2)

Rapat arus (J ) dalam kawat:

(2.3)

(2.4)

Beda potensial (V) dapat ditulis:

(2.5)

Dengan subtitusi persamaan (2.1) ke persamaan (2.5), maka didapat:

(2.6)

(2.7)

Dimana:
V = beda potensial (volt)
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 46

E = medan listrik (volt/meter)


σ = konduktivitas bahan (ohm-1.m-1)
ρ = hambatan jenis (resistivitas) (ohm.m)
A = luas penampang konduktor (m2)
L = panjang konduktor (m)
R = hambatan (ohm)
Resistivitas (hambatan jenis) batuan adalah daya hambat dari batuan
terhadap aliran listrik (kebalikan dari konduktivitas batuan) dengan satuan unit:
ohm-m. Batuan di bumi ini umumnya mempunyai sifat kelistrikan berupa daya
hantar listrik (konduktivitas dan resistivitas) dan konstanta dielektrik. Konstanta
dielektrik merupakan polarisasi material dalam suatu medium listrik. Konstanta
dielektrik menentukan kapasitas induktif efektif dari suatu material batuan dan
merupakan respon statik untuk medan listrik AC maupun DC (Dobrin, 1998).

Gambar 2.2 Sumber Arus Satu Titik

Ketentuan sifat kelistrikan batuan dinyatakan dengan perantaraan nilai


tahanan jenis dan tidak dipengaruhi oleh susunan mineralnya melainkan
terpengaruh oleh porositas, jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan
dan derajat kegaraman air yang dikandungnya (Reynold, 1997 dalam Uchron,
2007). Besarnya hambatan suatu batuan tergantung dari hambatan elektrolit yang
dikandung dan berbanding terbalik dengan porositas efektif serta kadar jenuhnya.
Pada batuan kristalin yang memiliki porositas rendah, aliran elektrik terjadi pada
retakan-retakan. Pada kenyatannya, banyaknya diskontinuitas akan menentukan
besarnya hambatan. Terbukti bahwa besarnya hambatan batuan bervariasi,
terutama pada lapisan tanah tidak konsolidasi (misalnya pasir).
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 47

Gambar 2.3 Sumber Arus Dua Titik pada Permukaan Homogen Isotropis

Untuk keadaan bumi yang dianggap homogen isotropis, maka bumi


mempunyai bentuk setengah simetri bola, besarnya beda potensial merupakan
fungsi jarak (r) saja. Jika terdapat satu sumber arus yang mengalir pada medium
homogen isotropis (seperti pada Gambar 2.2) dapat dituliskan:

(2.8)

(2.9)

(2.10)

Pada dua elektroda arus, maka beda potensial yang terjadi pada titik P (Gambar 3)
yang berjarak rA dari titik A dan rB dari titik B yang ditunjukkan pada persamaan
(2.12) adalah:

dan (2.11)
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 48

(2.12)

Gambar 2.4 Beda Potensial Elektroda dari Dua Elektroda Sumber Arus pada Permukaan
Homogen Isotropis (Anonymous, 2008d).

Jika terdapat dua arus elektroda dan dua elektroda potensial, maka beda
potensial pada P1 dipengaruhi C1 dan C2 dengan jarak r1 dan r2. Hal ini juga terjadi
pada titik P2 yang dipengaruhi arus pada elektroda C1 dan C2 dengan jarak r3 dan r4
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Beda potensial yang terjadi pada
elektroda P1 dan P2 adalah (Telford et al, 1976):

(2.13)

(2.14)

Beda potensial antara P1 dan P2 adalah:

(2.15)

Maka resistivitas dapat ditulis menjadi:

(2.16)

Dengan:
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 49

(2.17)

(2.18)

Dimana K merupakan faktor geometri dari konfigurasi elektroda potensial


dan elektroda arus. Faktor geometri merupakan besaran penting dalam pendugaan
tahanan jenis vertikal maupun horisontal. Perubahan jarak antar elektroda menjadi
variasi nilai tahanan jenis terhadap kedalaman. Semakin panjang rentang antar
elektrodanya (jarak AB) semakin dalam (vertikal) injeksi arus yang dapat
dialirkan, namun tergantung pada kuat arus yang digunakan dalam pengambilan
data (Santoso, 2002).

II.2 Konfigurasi Dipole-dipole


Pada Konfigurasi dipole-dipole menggunakan 4 elektroda yang terdiri dari 2
elektroda arus dan 2 elektroda potensial (gambar dibawah) Elektroda arus
ditempatkan diurutan pertama kemudian dilanjutkan dengan elektroda potensial.
Jarak antara AB = MN sebesar a sedangkan elektroda arus dan potensial
dipisahkan oleh jarak na dimana n merupakan faktor kali dari pemindahan
elektroda potensial. Variasai n digunakan untuk mendapatkan kedalaman tertentu,
semakin besar n maka kedalaman yang diperoleh juga semakin besar. Tingkat
sensitivitas jaungkauan pada konfigurasi dipole-dipole dipengaruhi oleh besarnya
faktor geometri k. Dengan susunan konfigurasi dipole-dipole maka didapatkan
nilai faktor geometris sebesar:

Kdd= (2.19)

dan resistivitas semu:

(2.20)
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 50

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Desain Survei Geolistrik


Studi lapangan menggunakan metode geolistrik kali ini menggunakan
konfigurasi dipole-dipole. Konfigursi dipole-dipole merupakan salah satu
konfigurasi metode geolistrik mapping. Karena berupa konfigurasi mapping maka
bentuk desain akuisisinya berupa lintasan. Lintasan ini dibuat lurus karena
menyesuaikan dengan hasil akhir yang berupa penampang 2D (profiling). Panjang
lintasan juga harus diukur dengan tepat dengan mempertimbangkan jarak/spasi
elektroda arus dan potensial karena dengan memperhitungkan spasi tersebut maka
banyaknya n akan mudah ditentukan. Berdasarkan hal tersebut, faktor geometri
dipole-dipole (k) akan dapat ditentukan sebelum melakukan akuisisi data.

Gambar 3.1 Resistivity-meter OYO Mc Ohm el

Adapun peralatan yang digunakan dalam studi metode geolistrik dengan


konfigurasi dipole-dipole ini antara lain sebagai berikut,
1. Resistivitimeter OYO Mc-Ohm el
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 51

2. Dua pasang elektroda (elektroda potensial dan elektroda arus).


3. Baterai Aki 12 volt
4. Kabel listrik
5. Roll meter
6. Tabel data
7. Handy Talky (HT)
8. GPS
9. Peta lokasi dan kompas
10. Alat tulis

III.2 Akuisisi Data


Pertama yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan alat yang akan
digunakan dalam studi lapangan ini. Pasang roll-meter dengan menyesuaikan
bentuk lintasan serta panjangnya berdasarkan peta lokasi yang telah didesain
sebelumnya. Selanjutnya, pasang elektroda arus (C1 dan C2) dan elektroda
potensial (P1 dan P2) seperti pada Gambar 3.2. PERHATIKAN jarak kedua
elektroda arus sama dengan jarak kedua elektroda potensial yaitu sebesar a. Jarak
antara C1 dan P1 adalah na. Jika pengaturan jarak elektroda terpasang dengan
benar maka injeksi arus dapat dilakukan. Saat mengambil data, catat nilai arus (I)
dan beda potensial (V).

Gambar 3.2 Alur perpindahan elektroda arus dan potensial serta proyeksi datum di
bawah permukaan.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 52

Setelah melakukan injeksi yang pertama, elektroda P1 dan P2 dipindah


dengan variasi jarak P1 dan C1 sebesar na, dimana n = 1, 2, 3, dst. Sedangkan,
untuk elektroda arus C1 dan C2 tetap pada posisi awal. Jika elektroda P1 dan P2
telah berada diujung batas lintasan, maka elektroda C1 dan C2 digeser maju
sejauh a dan elektroda P1 dan P2 tetap berada posisi ujung lintasan, kemudian
diinjeksikan arus. Setelah injeksi ini, elektroda P1 dan P2 berjalan mundurmenuju
C1 dan C2. Perlakuan ini dilakukan berulang-ulang hingga C1 dan C2 dan P1 dan
P2 berada di ujung batas lintasan.

III.3 Pengolahan Data


Data hasil akuisisi yang sudah terkumpul dioleh menggunakan Ms. Excel
untuk menetukan nilai-nilai yang dibutuhkan yaitu : datum, spasi, dan nilai rho
(). Data-data pengukuran dan perhitungan di lapangan tersebut kemudian
diinterpretasikan menggunakan program Res2Dinv untuk memperlihatkan profil
bawah permukaan area yang diukur. Res2Dinv digunakan untuk menampilkan
profil 2 Dimensi sehingga data pengukuran di lapangan mengunakan konfigurasi
Mapping. Sebelum kita menjalan software res2dinv terlebih dahulu data yang kita
akan interpretasi di tulis kedalam Notepad dengan susunan penulisannya seperti
berikut,
Dipole_Line1.DAT (Lampiran 2) Keterangan
Dipole_line1 Nama survei
5.0 Spasi elektroda arus C1 dan C2
3 Array number (dipole-dipole = 3)
36 Total jumlah datum points
1 Jika ada titik tengah tulis 1
0 Jika tidak menggunakan IP tulis 0
7.5 5 1 16.61464458 Tulis secara berurutan: posisi
12.5 5 1 16.38121568 x(dari titik tengah), spasi a,
17.5 5 1 16.60091346 nilai n,dan nilai resistivitas
semu.
.
.
27.5 5 7 19.99249793
Dua data terakhir
25 5 8 94.47004519
0,0,0,0 Tulis beberapa angka 0 di akhir

Setelah menuliskan perintah di notepad, kemudian file tersebut simpan


dalam bentuk *.DAT. Langkah selanjutnya buka file *.DAT yang telah disimpan
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 53

dengan program Res2dinv. Pertama, pada menu utama Res2dinv pilih File, pilih
Read Data File (Gambar 3.1). Setelah memilih Read File Data buka file *.DAT
yang sudah dibuat sebelumnya. Jika tidak ada dialog box yang menyatakan
konfirmasi periksa ulang isi file data *.DAT yang sudah dibuat. Selanjutnya
melakukan inversi nilai resistivitas semu dengan memilih menu Inversion, pilih
Inversion Method and Settings dan pilih Choose Logarithm of Apparent
Resistivity (Gambar 3.2). Kemudian muncul kotak dialog Use logarithm of
apparent resistivity, terakhir pilih Use apparent resistivity (Gambar 3.3).

Gambar 3.1 Tampilan pilihan menu utama File.

Gambar 3.2 Tampilan pilihan Inversion dan Inversion Methods and Settings.

Gambar 3.3 Dialog box Use Logarithm of Apparent Resistivity.


W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 54

Prosedur berikutnya adalah mengkalkulasi secara inversi nilai resistivitas semu


dari data lapangan tersebut dengan cara memilih menu Inversion dan pilih Least-
squares Inversion (Gambar 3.4). Secara otomatis akan muncul perintah
menyimpan file Inversion dalam bentuk format *.INV. Jika telah tersimpan, secara
langusng data lapangan dalam format *.DAT yang telah dibuka tadi akan
diinverskan dan diplot dengan mode kontur (Gambar 3.5) sebaran resistivitas
secara 2 dimensi (2D). Sumbu x dari kontur ini adalah panjang lintasan (m)
sedangkan untuk sumbu y plot kontur adalah kedalaman (m).

Gambar 3.4 Tampilan menu pilihan Least-squares Inversion

Gambar 3.5 Contoh hasil kalkulasi inversi data lapangan.

III.4 Interpretasi
Interpretasi hasil dari hasil studi ini adalah dengan mendeskripsikan
penampang 2D sebaran resistivitas. Deskripsi ini perlu didukung oleh beberapa
data dan referensi yang terkait. Referensi yang digunakan biasanya berupa data-
data geologi permukaan yang berhubungan dengan area penelitian metode
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 55

geolistrik. Selain itu, kajian dari data-data penyelidikan geofisika lainnya dapat
membantu interpretasi hasil. Korelasi awal yang biasa dilakukan adalah dengan
menterjemahkan nilai-nilai sebaran tahanan jenis dari penampang 2D tersebut
dengan tabel tahanan jenis acuan. Namun, untuk menentukan secara detail perlu
mengenal terlebih dahulu kondisi geologi lokal area penelitian. Hal ini, diperlukan
karena rentang nilai tahanan jenis acuan telah terklasifikasi sesuai jenis batuan dan
daerah pengendapannya. Oleh karena itu, perlu adanya catatan kondisi geologi
lokal saat akuisisi di lapangan berlangsung. Sebagai tambahan interpretasi hasil
perlu dilakukan pemodelan konseptual seperti membuat model sebaran lapisan
dari target baik dalam bentuk 2D maupun 3D. Pembuatan model ini bertujuan
untuk dapat mengidentifikasi dan memperjelas mekanisme target studi.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7 | 56

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2010. http://appliedgeophysics.berkeley.edu/dc/em44.pdf)


Anonymous. 2008a.http://bravo3x.com/Calculation.php diakses tanggal 1 Oktober
2010
Anonymous. 2008b.Pengukuran Geolistrik dan Studi Mata Air di Rendu
Kabupaten Ngada. PT. Indra Karya, Kupang.
Anonymous. 2008c.Laporan Pendahuluan PengukuranGeolistrik dan Studi Mata
Air di Rendu KabupatenNgada. PT. Indra Karya, kupang.
Anonymous. 2008d. Resistivity Methods: Earth Properties andBasic Theory.
Lab.Geofisika Unibraw, Malang
Anonymous. 2008e. Atlas Indonesia dan Dunia edisi 33. CiptaMedia. Surabaya
Blaricom, Richard Van. 1988. Practical Geophysics for TheExploration Geologist.
Northwest Mining Association.USA.
Cahya S, Rahmad. 2008. Penentuan Kedalaman Zona Akuiferdengan
MetodeGeolistrik Konfigurasi WennerSounding Di Dusun Tompak Desa
SidomulyoKecamatan Selo Kabupaten Boyolali, Skripsi. JurusanFisika
Universitas Brawijaya. Malang
Dobrin, Milton B.1998. Introduction to Geophysical Prospecting,edisi ke-4. Mc
Graw Hill Book, Co.Singapore.
Reynold, J.M. 1997. Introduction to Applied and EnvironmentalGeophysics. John
Willey And Son, New York.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh tabel pengambilan data geolistrik konfigurasi dipole-dipole.

Posisi Elektroda Arus Beda Potensial Resistansi


No n a Keterangan
C2 C1 P1 P2 (I) (V) (R)
Lampiran 2. Contoh Data Input Res2dinv (Dipole_Line1)
SEISMIK REFRAKSI

WORKSHOP GEOFISIKA 2017

 GRAVITY
 MAGNETIC
 GEOELECTRICAL RESISTIVITY
 SEISMIC REFRAKSI
 MICROSEISMIC
 GROUND PENETRATING RADAR
 MAGNETOTELLURIC

Laboratorium Geofisika Universitas Brawijaya Malang


Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Komisariat Wilayah Malang

Supported by:
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 61

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Prinsip dasar metode seismik dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu suatu
sumber gelombang dibangkitkan di permukaan bumi dengan menggunakan
beberapa metode yaitu pukulan jatuhan beban maupun ledakan. Karena sifat dari
material bumi yang elastik maka gelombang seismik yang terjadi akan dijalarkan
ke dalam bumi dalam berbagai arah. Pada bidang batas antar lapisan, gelombang
ini sebagian dipantulkan dan sebagian lain dibiaskan untuk diteruskan ke
permukaan bumi. Dipermukaan bumi gelombang tersebut diterima oleh
serangkaian detektor (geophone) yang umumnya disusun membentuk garis lurus
dengan sumber ledakan (profil line), kemudian dicatat/direkam oleh suatu alat
pencatat gelombang. Dengan mengetahui waktu tiba gelombang, jarak antar
geophone dan sumber ledakan, maka kondisi struktur lapisan geologi di bawah
permukaan bumi dapat diperkirakan berdasarkan besar kecepatan dan refleksi
penjalarannya.

I.2 Tujuan
Studi lapangan dengan menggunakan metode seismik ini bertujuan untuk
mengidentifikasi lapisan dangkal bawah permukaan area penelitian serta
mengkorelasikannya dengan metode geofisika dan tinjauan geologi daerah
tersebut.

I.3 Manfaat
Studi lapangan dengan metode seismik refraksi ini bermanfaat agar peserta
mampu memahami, menerapkan dan menjelaskan kaidah-kaidah seismik refraksi
baik dari segi akuisisi, pengolahan dan interpretasi hasil akhir. Selain itu, dari
studi ini diharapkan hasil identifikasi menggunakan metode ini mampu menjadi
sumber informasi yang bermanfaat.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 62

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Metode Seismik Refraksi


Metode seismik dikategorikan ke dalam dua bagian yaitu seismik refraksi
(seismik bias) dan seismik refleksi (seismik pantul). Dalam metode seismik
refraksi, yang diukur adalah waktu tempuh dari gelombang dari sumber menuju
geophone. Dari bentuk kurva waktu tempuhterhadap jarak, dapat ditafsirkan
kondisi batuan di daerah penelitian.Keterbatasan metode ini adalah tidak dapat
dipergunakan pada daerah dengan kondisi geologi yang terlalu kompleks. Metode
ini telah dipergunakan untuk mendeteksi perlapisan dangkal dan hasilnya cukup
memuaskan. Asumsi dasar :
1. Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan setiap lapisan menjalarkan
gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda-beda.
2. Semakin bertambah kedalamannya, batuan lapisan akan semakin kompak.
3. Panjang gelombang seismik lebih kecil daripada ketebalan lapisan bumi.
4. Perambatan gelombang seismik dapat dipandang sebagai sinar, sehingga
mematuhi hukum-hukum dasar lintasan sinar.
5. Pada bidang batas antar lapisan, gelombang seismik merambat dengan
kecepatan padalapisan dibawahnya.
6. Kecepatan gelombang bertambah dengan bertambahnya kedalaman.

II.2 Penjalaran Gelombang Pada Dua Medium Berlapis Datar (Horizontal )


Pada kasus 2 medium yang berlapis datar dapat kita lakukan pengukuran
seperti Gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1 Lintasan penjalaran gelombang bias


W o r k s h o p G e o f i s i k a | 63

Pada titik A diberikan getaran sehingga timbul gelombang seismik yang


menjalar dari titik A ke titik B kemudian dibiaskan menuju titik C lalu dipantulkan
menuju titik D dalam hal ini D kita sebut sebagai geophone. Waktu keseluruhan
yang diperlukan untuk penjalaran gelombang diatas ialah
T = TAB + TBC + TCD (2.1)
Berdasarkan waktu tiba gelombang dapat kita buat grafik hubungan jarak dengan
waktu tiba yakni

Gambar 2.2 Grafik hubungan jarak dan waktu tiba

Berdasarkan grafik hubungan jarak dan waktu tiba dapat kita tentukan harga
V1 (kecepatan gelombang pada medium 1), V2 (kecepatan gelombang pada
medium 2), Ti (waktu penggal atau intercept time ) dan Xo (jarak kritis). Maka kita
dapat tentukan
1 1 1
T= AB + BC + BC
V1 V2 V1

1  h  1  h 
T=   +  X  2h tan ic  + 1  
V1  cos ic  V 2 V1  cos ic 
Persamaan diatas dapat kita sederhanakan menjadi :
X 2h
T   V2  2  V1  2 (2.2)
V2 V1V2

Kedalaman lapisan di bawah geophone dapat kita tentukan, yaitu apabila


ditinjau dari waktu penggalnya (Ti), maka untuk X = 0 besar T = Ti adalah

2h XO V2  V1
Ti  V2  2  V1  2 maka h . Harga Xo dapat kita tentukan
V1V2 2 V2  V1

dari data titik perpotongan grafik T1 dan T2 yang diperoleh.


W o r k s h o p G e o f i s i k a | 64

II.3 Penjalaran Gelombang Untuk Kondisi Lapisan Miring


Pada kondisi dengan lapisan batuan yang miring dilakukan pengukuran
dua kali yaitu up dip (ke arah lapisan naik) dan down dip ( kearah lapisan turun),
dapat kita ilustrasikan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 2.3 Penjalaran gelombang seismik untuk dua lapis miring

Berdasarkan gambar diatas untuk sumber gelombang di titik O disebut


pengukuran turun (down dip) dan untuk sumber gelombang di titik O1 disebut
sebagai pengukuran naik (up dip). Dari pengukuran seperti di atas dapat kita buat
grafik hubungan jarak dengan waktu yakni :

Gambar 2.4 grafik hubungan jarak dan waktu

Berdasarkan Gambar 2.4 pada lintasan OMPO1 pada arah penembakan O –


O1 untuk penembakan turun waktu perambatan gelombang dapat kita tentukan
sebagai berikut :
OM  O1 P MP h  hu OQ  (hd  hu ) tan  c
td    d 
V1 V2 V1 cos  c V2

X cos  ( hd  hu ) cos  c
  (2.3)
V2 V1
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 65

Mengingat hubungan hu  hd  X sin  , maka waktu rambat td dapat kita tuliskan


sebagai berikut :
X X 2h X  2h 
td  cos   cos  c sin   d cos  c  sin( c   )   d  cos  c
V2 V1 V1 V1  V1 

X  2h 
 sin( c   )  t ld , dimana t ld   d  cos  c (2.4)
V1  V 
 1 
Berdasarkan cara seperti diatas maka waktu rambat untuk penembakan arah O1 –
O arah penembakaan naik adalah
X
tu  sin  c     t lu (2.5)
V1

 2hd 
Pada persamaan 2.5 terdapat t lu    cos  c . Mengingat waktu rambat untuk
 V1 

down dip dan up dip adalah sama. Maka dapat kita tulis untuk persamaan t d dan
t u adalah :

X V1
td   t ld ; Vd  (2.6)
Vd sin  c   

X V1
tu   t lu ; Vu  (2.7)
Vu sin  c   
Dimana Vd dan Vu sebagai kecepatan semu (apparent velocity). Sedangkan
besarnya kemiringan dan sudut kritisnya dapat dihitung berdasarkan hubungan
kedua persamaan , yaitu :

1  1 V1 1 V1  1  1 V1 1 V1

 sin  sin  dan  c  sin  sin  (2.8)
2 Vd Vu  2  Vd Vu 

Kecepatan V1 dapat dihitung langsung dari slope gelombang langsung,


sedangkan V2d dan V2u dapat dihitung dari slope gelombang bias masing-masing
arah penembakan. Sedangkan, untuk menghitung lapisan hd dan hu dapat
dilakukan berdasarkan intercept time tid dan tlu kemudian dihitung berdasarkan
persamaan berikut :
1. Pada pengukuran down dip pada X = 0
 2h  t ld V1
t d  t ld   d  cos  c ; hd  (2.9)
 V1  2 cos  c
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 66

2. Pada pengukuran up dip pada X = 0


 2h  t luV1
t u  t lu   d  cos  c ; hu  (2.10)
 V1  2 cos  c

Apabila sudut  cukup kecil maka cos   1 dan sin    I sehingga akan
diperoleh bentuk gelombang yang lebih sederhana yaitu :
V1
 sin  c    ≈ sin  c   cos  c
Vd

V1
 sin  c    ≈ sin  c   cos  c (2.11)
Vu

Sehingga
1  1 1 
sin  c  V1   
2  Vd Vu 

1 1 1 1 
≈   
V2 2  Vd Vu 

mengingat sin  c  V1 /V2 ; maka


1 1 1 
V2 ≈    (2.12)
2  Vd Vu 
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 67

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Desain Survei Seismik Refraksi


Metode seisimik refraksi pada umumnya digunakan untuk mendeteksi
perbedaan zona lapisan soil yang lapuk atau tidak lapuk. Desain survei seismik
refraksi biasanya berupa lintasan dengan panjangnya telah ditentukan. Sedangkan
peralatan yang sering digunakan dalam metode seismik refraksi yaitu antara lain,
1. OYO McSeis 3 Model 1817 : 1 unit
2. Geophone : 3 buah
3. Global Positioning System (GPS) : 1 unit
4. Baterai size AA : 4 buah
5. Kamera Digital : 2 unit
6. Palu pemicu getaran : 1 Buah
7. Lempeng besi : 1 Buah
8. Meteran : 1 Buah
9. Peta geologi daerah riset : 1 lembar
10. Alat tulis menulis : 1 set

Gambar 3.1 Tampilan alat pengukur seismik refraksi Mc-Seis 3, geophone, dan kabel
ekstensi.

III.2 Akuisisi Seisimik Refraksi


Akuisisi data menggunakan bentangan geophone in line dengan offset nol.
Pada observasi yang ideal, susunan geophone dibuat overlap sehingga satu titik
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 68

dapat terekam berkali-kali dari berbagai arah tembakan. Pada survei ini dilakukan
2 kali penembakan yaitu forward dan reverse pada setiap lintasan, seperti gambar
dibawah ini.

Gambar 3.2 Penembakan arah forward dan reverse

Geophone yang jauh dengan sumber gelombang akan mengalami pelemahan


sinyal, sehingga perlu dilakukan penguatan (gain). Pada alat ukur seismik terdapat
dua buah tipe penguatan yaitu rendah (low) dan tinggi (high). Penguatan untuk
geophone yang dekat dengan sumber gelombang menggunakan penguatan rendah,
sedangkan untuk geophone yang jauh dengan sumber gelombang menggunakan
penguatan tinggi. Sampling rate dipilih yang paling cepat untuk memaksimalkan
resolusi data yang akan diperoleh.
Frekuensi tinggi yang terekam dihilangkan menggunakan low pass filter.
Frekuensi penapisan yang digunakan bervariasi sesuai dengan variasi hubungan
antara waktu cuplik terhadap fungsi tapis lolos rendah yang mungkin masih bisa
digunakan. Sinyal-sinyal yang terekam oleh tiap geophone dijumlahkan, sehingga
dihasilkan data yang semakin jelas dan mudah diinterpretasi, maka dilakukan
stacking. Tabel 3.1 merupakan contoh tabel pengambilan data akuisisi seisimik
refraksi.
Tabel 3.1 Contoh tabel pencatatan data akuisisi metode seismik refraksi.

SP SP Station Geophone Elvation Offset Tf Tr


No. Station No. No. (m) (m) (ms) (ms)
1 0 0 - x 0 t t
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 69

1 0 1 1 x a t t

Adapun alat McSeis 3 (Gambar 3.1) yang digunakan untuk menampilkan


sinyal seismik memiliki panel-panel dengan fungsinya masing-masing. Berikut
adalah beberapa fungsi menu pada alat McSeis 3 antara lain
1. Gain difungsikan untuk melakukan penguatan sinyal yang akan kita berikan
dengan kisaran 50 hingga 10000 times. Biasanya digunakan penguatan sinyal
100 ataupun 200.
2. Filter difungsikan untuk melakukan penapisan frekuensi. Dengan kisaran 250
Hz dan 2 kHz.
3. Range untuk mengatur konsentrasi laju pencuplikan dengan kisaran 20 hingga
500 μ second.
4. Display untuk mengatur tampilan amplitudo dan waktu pada layar LCD.
5. I/F untuk mengatur penyimpanan data dan pencetakan data.
6. System difungsikan untuk mengatur nomor channel, lampu lcd, trigger yang
digunakan, ketajaman display dan juga mengatur waktu dan tanggal.

III.3 Pengolahan Data


Teknik interpretasi data menggunakan metode Hagiwara adalah :
1. Melakukan pembacaan waktu tempuh gelombang (t) untuk tiap geophone
sehingga dihasilkan kurva waktu tempuh gelombang (t,x).
2. Menentukan jumlah lapisan dengan cara menarik garis sesuai dengan waktu
tempuh gelombang pertama yang diterima tiap geophone.
3. Melakukan interpolasi data untuk masing masing gradient kecepatan.
Berdasarkan hasil interpolasi tersebut akan diperoleh nilai waktu tiba
gelombang refraksi untuk reverse (Tr) dan forward (Tf).
4. Dari kurva waktu tempuh gelombang dapat ditentukan kecepatan perambatan
gelombang pada lapisan pertama dari kemiringan gelombang langsung yaitu,
1
V1  (3.1)
Slope.gelombang.langsung

5. Menentukan waktu tempuh gelombang setelah melewati lapisan kedua


menggunakan persmaan 3.2
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 70

Tf '  Tf 
 Tf  Tr  Tt 
dan
2

Tr '  Tr 
 Tf  Tr  Tt 
(3.2)
2
6. Membuat grafik x fungsi Tf ' atau x fungsi Tr ' . kecepatan perambatan
gelombang pada lapisan kedua dari kemiringan grafik ini, dihitung dengan
persamaan 3.3.
1
V2  (3.3)
Slope

7. Menentukan kedalaman permukaan lapisan kedua di bawah geophone


gelombang bias menggunakan persamaan 3.2 yaitu,
V1 V
hP   Tf  Tr  Tt  dimana, i  Arc sin V1 (3.4)
2 cos i 2

8. Menentukan kedalaman permukaan lapisan kedua di bawah geophone


gelombang langsung persamaan 3.5
V1
hP   Tr  Tr ' atau hP  V1  Tf  Tf ' (3.5)
cos i cos i
Alur pengolahan data dengan teknik Hagiwara dapat diilustrasikan menggunakan
flowchart seperti pada Gambar 3.3.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 71

Gambar 3.5 Flowchart teknik pengolahan data Hagiwara untuk metode seismik refraksi
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 72

DAFTAR PUSTAKA

Teknik Geofisika. 2002. Modul Kuliah Lapangan Geofisika. Universitas


Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Sismanto. 1999. Eksplorasi Seismik Refraksi. Yogyakarta :Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 73

WORKSHOP GEOFISIKA 2017

 GRAVITY
 MAGNETIC
 GEOELECTRICAL RESISTIVITY
 SEISMIC REFRAKSI
 MICROSEISMIC
 GROUND PENETRATING RADAR
 MAGNETOTELLURIC

Laboratorium Geofisika Universitas Brawijaya Malang

Supported by:
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 74

I Dasar Teori Mikrotremor


Microtremor adalah getaran dengan skala kecil yang terjadi di tanah dari sumber
yang tidak diketahui dan memiliki berbagai amplitudo berkisar antara 0,1 sampai
1 mikron. Sumber alami, seperti angin dan gelombang laut atau sumber buatan
seperti lalu lintas atau getaran mesin dapat membangkitkan gelombang
mikrotremor. Ketika mikrotremor melewati suatu perlapisan tanah, maka
karakteristik seismiknya akan berubah. Jadi pengukuran dan analisis mikrotremor
ini dapat menunjukkan karakteristik dinamik lapisan tanah yang dilewatinya,
seperti periode alami, periode dominan, dan faktor amplifikasi yang terkait
dengan lapisan tanah tersebut (Sharafi, Baziar & Haeri, 2009).

Ibs-von Seht & Wohlenberg (1999) berpendapat bahwa mikrotremor adalah semua
getaran yang terjadi pada permukaan tanah dalam waktu yang singkat seperti
gempa atau ledakan yang mereka sebut sebagai seismic noise dengan sumber dan
tipe frekuensinya bermacam-macam, seperti gelombang laut/ombak, angin dan
juga oleh aktivitas manusia yang tinggi seperti perjalanan, mobilisasi ekonomi
dan aktivitas industri terutama di wilayah perkotaan.

Menurut Nakamura (2000), mikrotremor merupakan getaran alami (ambient


vibration) yang berasal dari dua sumber utama yakni alam dan manusia. Rekaman
dari gerakan tanah selalu mengandung ambient vibration. Ini menunjukkan bahwa
tanah tidak pernah benar-benar berhenti bergerak. Hal ini dikarenakan semua
penghasil sumber energi membangkitkan gelombang seismik seperti laut dan
gangguan meteorologi yang terus menerus terjadi, sehingga menyebabkan adanya
noise setiap saat. Gambaran umum ambient vibartion seperti ditunjukkan Gambar
II.1 di bawah ini.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 75

Gambar II.1. Rekaman sinyal seismic noise tiga komponen (Lane, et.al., 2008)

Kajian mikrotremor telah banyak dan berhasil dilakukan diberbagai tempat di


seluruh dunia, seperti untuk tujuan mikrozonasi (Mirzaoglu & Dýkmen, 2003),
perkiraan kedalam batuan dasar dan karakteristik tanah permukaan (Apostolidis,
Raptakis & Pitilakis,. 2004; Lane, et.al,.2008; Morelli, 2013).

Getaran alami dengan amplitudo kecil atau ambient noise pertama kali dianalisa
oleh Gutenberg pada tahun 1911 (Bonnefoy-Caludet et.al., 2006). Pada saat ini,
sinyal-sinyal noise tersebut telah digunakan untuk studi mikrozonasi dengan
menggunakan teknik Nakamura untuk mengukur dinamika relatif faktor
amplifikasi dan periode dominan/frekuensi dominan tanah (Nakamura, 1989).

Lermo et.al., 1993; 1994, mengatakan bahwa pada dasarnya prosedur teknik
Nakamura bergantung pada rekaman tiga komponen getaran alami. Periode
dominan tanah diperoleh dari rasio amplitudo spektral Fourier pada komponen
horizontal yang bergerak secara relatif terhadap komponen vertikal (Ovando-
Shelley, et.al., 2012).
Ada dua teori yang menerangkan terjadinya gelombang mikrotremor yaitu:
Teori pantai yang menyatakan bahwa gelombang mikrotremor berasal dari
aktivitas ombak yang memecah pantai yang curam.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 76

Teori siklon yang menyatakan bahwa gelombang ini berasal dari aktifitas angin
siklon di atas laut dalam.

Bath, 1979 menyatakan berdasarkan observasi yang dilakukan pada stasiun-


stasiun seismik di Swedia menjumpai:
Gelombang mikrotremor periode pendek (<2 detik) yang disebabkan oleh faktor-
faktor seperti getaran mesin, angin, dan sebagainya.
Gelombang mikrotremor periode sedang ( detik) yang disebabkan pada saat

terjadi badai di laut sebelah utara Norwegia.


Gelombang mikrotremor periode panjang (17-20 detik), timbulnya sangat jarang
terjadi pada saat gelombang laut yang sangat besar.
Gelombang mikrotremor kelautan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
Gelombang mikroseismik primer yaitu gelombang mikroseismik yang
mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang laut yang
menimbulkannya. Frekuensi gelombang berkisar antara 0,06-0,08 Hz.
Gelombang mikroseismik sekunder yaitu gelombang mikroseismik yang memiliki
dua kali lipat frekuensi gelombang laut yang menimbulkannya. Frekuensi
gelombang berkisar antara 0,125-0,17 Hz.

II Pengukuran Dan Perhitungan Mikrotremor


Pada dasarnya pengukuran mikrotremor dapat dilakukan dengan alat pencatat
gempabumi atau seismograf. Namun karena mikrotremor mempunyai
karakteristik berbeda dengan gempabumi baik periode maupun amplitudenya,
maka untuk mengukur parameter-parameter mikrotremor digunakan seismograf
khusus yang disebut mikrotremormeter. Untuk melakukan pengukuran periode
dominan tanah natural sebaiknya dilakukan pada saat getaran tremor yang lain
seminimal mungkin, misalnya pada waktu malam hari dimana aktivitas manusia
tidak ada, sehingga diharapkan getaran yang terekam benar-benar getaran asli dari
tanah. Para ilmuwan telah menyimpulkan bahwa noise didominasi dari
gelombang permukaan (Aki, 1957; Bard, 1998; Lermo & Chavez-Garcia, 1994),
sementara Lachet & Bard, 1994 mengatakan bahwa mikrotremor pada setiap jenis
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 77

site yang berbeda disebabkan oleh serangkaian gelombang permukaan dari


sumber yang acak dan terdiri dari berbagai amplitude.

Mikrotremometer terdiri dari dua komponen pengukur yaitu, pengukur amplitude


dan pengukur periode. Pada komponen pengukur amplitude biasanya terdiri dari
tiga pilihan, yaitu amplitude simpangan, kecepatan dan percepatan. Sedang pada
komponen pengukur periode atau frekuensi mikrotremormeter dilengkapi dengan
alat pencacah sampel frekuensi berupa tape recorder beserta alat digital analyzer.
Pada saat ini perkembangan alat pencatat gempabumi sangat pesat,
sehingga dengan seismograf tipe digital periode bebas (digital broad band
seismograph), pengukuran mikrotremor dapat dilakukan, karena selain periode
mikrotremor yang dapat dipisahkan, alat ini juga dilengkapi dengan program
analisis spektrum.

III Metode Nakamura atau Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR)


Salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan respon
tanah suatu tempat adalah teknik Nakamura (Nakamura, 1989), dimana rasio
spektral antara komponen vertikal dan horisontal (H/V atau analisis HVSR)
memberikan perkiraan yang baik dari frekuensi dasar. Metode Nakamura (H/V
ratio) dapat digunakan untuk menunjukkan frekuensi dominan dan nilai puncak
HVSR (Ao) yang merepresentasikan karakteristik dinamis lapisan sedimen. Dari
hubungan keduanya dapat diketahui indeks kerentanan seismik (seismic
vulnerability index) (Kg).

Ini adalah teknik yang murah dan cepat yang memungkinkan pemetaan secara
rinci nilai frekuensi di daerah perkotaan (Mundepi & Mahajan, 2010; Parolai &
Galiana-Merino, 2006;. Parolai et al, 2001; Picozzi et al, 2009 dalam Mahajan,
et.al., 2012).

Bardasarkan gambar di atas, terlihat pola sederhana perambatan gelombang


permukaan (noise) dari lapisan batuan (keras) ke lapisan sedimen di atasnya yang
lunak. Ketika gelombang melewati lapisan lunak, terjadi perbesaran yang
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 78

signifikan pada komponen horizontal sedangkan pada komponen vertikal tidak


memperlihatkan adanya perbesaran.

Pengolahan mikrotremor pertama kali diperkenalkan oleh Nagishi dan Igarashi


(1971) dan selanjutnya disebarluaskan oleh Nakamura (1989). Teknik H/V ratio
merupakan teknik estimasi rasio antara komponen horisontal dan vertikal dari
spektrum amplitudo Fourier dari gelombang alam (ambient vibration) yang
direkam pada stasiun. Saat ini, (HVSR) telah banyak digunakan dalam perkiraan
frekuensi dominan getaran tanah, terutama untuk tujuan mikrozonasi (Leyton,
et.al., 2013).

Mahajan et. al. (2012) mengikuti makalah Nakamura (1989), pada rasio spektral
komponen horisontal dan vertikal (HVSR) dari mikrotremor telah banyak
dimasukkan dalam mikrozonasi seismik dan studi efek tanah suatu tempat (Field
& Jacob, 1993;. Field et. al, 1995; Gosar, 2007; Riepl et. al, 1998; Yamanaka et.
al, 1994). Metode ini terbukti sangat sederhana dengan biaya murah dan
pengukuran dapat dilakukan setiap saat dan di setiap tempat serta frekuensi dasar
sedimen dapat langsung diperkirakan tanpa mengetahui geologi struktur bawah
tanah dan gelombang S. Hal ini diterima secara luas bahwa frekuensi puncak
HVSR mencerminkan frekuensi dasar sedimen (Bard, 1998; Gosar et al, 2008.;
SESAME, 2004).

Secara matematis frekuensi resonansi dasar pada suatu lokasi dapat ditentukan
dari rasio komponen horizontal dan komponen vertikal spektrum getaran alami
tanah dimana ω adalah frekuensi sudut (Nakamura, 1989 dalam Lane, dkk.,2008).

.......................................................................2.4
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 79

Gambar II.2. Contoh spektrum H/V.

Nakamura (1989) dalam Winoto (2010) memiliki tiga hipotesis utama dalam
merumuskan metode ini yaitu:
a. Ambient noise atau bunyi alami ditimbulkan oleh refleksi dan refraksi
gelombang shear dalam lapisan tanah dangkal dan oleh gelombang
permukaan S.
b. Sumber noise lokal tidak mempengaruhi ambient noise pada bagian
bawah struktur yang tidak terkonsolidasi.
c. Lapisan tanah yang rapuh/soft tidak menguatkan komponen vertikal dari
ambient noise.

Efek lokal (site effect) karena geologi permukaan utamanya digambarkan sebagai
spektral rasio (SR) antara komponen horizontal rekaman gelombang gempa pada
lapisan permukaan yang lunak (HS) dan komponen horizontal pada batuan dasar
(HB) (Mirzaoglu dan Dýkmen, 2003).

.......................................................................................................2.5

Asumsi yang diterapkan dalam metode ini ada lima asumsi yang diberikan oleh
Mirzaoglu dan Dýkmen (2003) adalah:
a. Mikrotremor mengandung beberapa gelombang tetapi khususnya gelombang
Rayleigh menyebar pada lapisan permukaan yang lunak di atas lapisan batuan
yang keras/kaku.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 80

b. Efek gelombang Rayleigh (ERW) pada getaran noise terkandung di dalam


spektrum komponen vertikal pada permukaan (Vs) tetapi tidak pada lapisan
dasar (VB)

...................................................................................................2.6

c. Komponen vertikal pada mikrotremor tidak teramplifikasi pada lapisan tanah


yang lunak.
d. Efek gelombang Rayleigh pada mikrotremor ekivalen untuk komponen
vertikal dan horizontal pada lebar frekuensi 0,2 Hz-20 Hz, rasio spektral
komponen vertikal-horizontal pada bagian bawah lapisan adalah sama.

.......................................................................................................2.7

e. Pada kondisi-kondisi tersebut di atas, rasio spektral antara komponen vertikal


dan horizontal pada permukaan lapisan yang lunak memungkinakan efek
Rayleigh dieliminasi dan hanya menggunakan efek hasil dari struktur geologi
tempat (Bour, dkk.,1998)

................................................................................................2.8

Metode Nakamura (H/V ratio) dapat digunakan untuk menunjukkan frekuensi


dominan dan nilai puncak HVSR (A0) yang merepresentasikan karakteristik
dinamis lapisan sedimen. Dari hubungan keduanya dapat diketahui indeks
kerentanan seismik (Kg).

IV Indeks Kerentanan Seismik (Seismic Vulnerability Index)


Bencana gempa bumi tidak akan terjadi jika beban gempa tidak
melampaui daya tahan tanah dan struktur. Sehingga hal pertama yang dilakukan
dengan melihat berkelanjutan gerak gempa diperlukan untuk memprediksi dan
memantau terjadinya bencana gempa bumi. Investigasi perlu dilakukan terlebuih
dahulu untuk memahami daya tahan tanah dan struktur yang terkena gempa. Dari
sudut pandang pencegahan bencana gempa bumi, memahami daya tahan tanah
dan struktur lebih penting daripada untuk memantau gerakan gempa. (Nakamura,
1997).
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 81

Nakamura (1997), mengatakan bahwa titik rusak akibat gerakan gempa adalah
titik lemah yang diungkapkan oleh gempa itu sendiri. Jika titik lemah diselidiki
terlebih dahulu, maka memungkinkan untuk memperkuat struktur sebelum
mengalami kerusakan akibat gempa. Terjadinya kerusakan gempa tergantung pada
kekuatan, periode dan durasi gerakan seismik. Parameter ini, tentu saja,
tergantung pada gempa itu sendiri, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh respon
karakteristik seismik permukaan tanah dan struktur. Oleh karena itu titik lemah
dapat ditemukan dengan menyelidiki karakteristik seismik permukaan tanah dan
struktur.

Menurut Edwiza & Novita (2008), secara garis besar tingkat kerusakan akibat
gempa bergantung dari kekuatan dan kualitas bangunan, kondisi geologi,
geotektonik lokasi bangunan, percepatan getaran tanah dan tingkat kerentanan
seismik di suatu lokasi gempa bumi. Calvi, Pinho, Magenes, Bommer, Restrepo-
Vélez, and Crowley (2006) berpendapat bahwa kerentanan seismik struktur
digambarkan sebagai kerentanan terhadap kerusakan oleh getaran tanah dari
intensitas tertentu.

Kerentanan seismik menunjukkan besar kecilnya tingkat kerusakan yang akan


ditimbulkan oleh suatu gempa bumi. Karakteristik lapisan sedimen dapat
diketahui dari pengukuran frekuensi dominan (f0) dan faktor amplifikasi (A0)
spektral rasio H/V (Refrizon, dkk., 2013). Kerentanan seismik ditentukan oleh
nilai indeks kerentanan seismik (Kg) yang menggambarkan tingkat kerentanan
lapisan tanah permukaan terhadap deformasi saat terjadi gempa bumi. Indeks
kerentanan seismik berkaitan dengan kondisi geomorfologis (Hadi, dkk., 2012;
Refrizon, dkk., 2013). Indeks kerentanan seismik mengindikasikan tingkat
resiko/bahaya akibat gerakan partikel, zona lemah ditandai dengan nilai Kg yang
tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada saat terjadi gempa bumi. Oleh
karenanya indeks ini berguna untuk mendeteksi daerah yang merupakan zona
lemah pada saat terjadi gempa (Warnana, Soemitro, dan Utama, 2011; Refrizon,
dkk., 2013).
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 82

Secara matematis, indeks kerentanan (Kg) didefenisikan sebagai perbandingan


antara kuadrat faktor amplifikasi dan frekuensi dominan tanah (Nakamura, 2000;
2008; Saita, Bautista & Nakamura, 2004).

2.9

Dimana:
Kg = Indeks kerentanan seismik
A0 = Faktor amplifikasi
f0 = Frekuensi dominan

Tujuan dari penilaian kerentanan adalah untuk memperoleh probabilitas,


mengingat tingkat kerusakan pada jenis bangunan tertentu karena adanya gempa
Sebuah penilaian kerentanan perlu dibuat untuk karakterisasi tertentu dari gerakan
tanah, yang akan mewakili kebutuhan seismik gempa pada bangunan. Parameter
yang dipilih harus dapat menghubungkan gerakan tanah dengan kerusakan pada
bangunan. Secara tradisional, intensitas makroseismik PGA telah digunakan.
(Calvi, et. al., 2006)
Amplifikasi adalah peningkatan amplitudo gelombang komponen horizontal
dibandingkan dengan amplitude gelombang komponen vertikal. Lapisan rapuh
atau lunak menguatkan komponen horizontal, tetapi tidak menguatkan komponen
vertical. Ketebalan lapisan lunak di permukaan dapat dihitung dengan persamaan:

2. 10

Dengan Vs adalah kecepatan gelombang sekunder pada kedalaman 30 meter dan


fo adalah frekuensi dominan tanah atau frekuensi pada amplifikasi maksimum
(Refrizon, dkk., 2013).

V Percepatan Tanah Maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA)


Percepatan tanah maksimum atau peak ground acceleration (PGA) adalah suatu
nilai percepatan yang dihitung di titik pengamatan pada permukaan bumi
berdasarkan riwayat gempa bumi dengan nilai perhitungan dipilih yang paling
besar dalam periode waktu tertentu. Kondisi geologis tanah yang sangat
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 83

menentukan besarnya kecilnya nilai PGA adalah tingkat kepadatan tanah di


daerah tersebut. Semakin padat tanah maka nilai PGA di daerah tersebut semakin
kecil (Hadi, Farid, & Fauzi, 2012).

Ulutas (2010), mengemukakan bahwa pengukuran PGA sangat penting untuk


penilaian bahaya gempa bumi dan operasi tanggap darurat. Salah satu penilaian
bahaya gempa adalah penentuan efek dan jenis gerakan gempa pada dasar tanah.
Sementara Somerville dan Graves (2003), Scherbaum et. al. (2004) mengatakan
bahwa PGA untuk memperkirakan getaran tanah (persamaan atenuasi) masih
menjadi parameter yang sangat populer untuk penilaian bahaya seismik (Güllü,
2012). Secara khusus, PGA adalah salah satu faktor kunci untuk menganalisis
potensi kerusakan akibat gempa, sehingga prediksi PGA dan pemilihan persamaan
atenuasi yang tepat memiliki pengaruh yang cukup besar pada desain struktur
(Kerh & Chu, 2002; Douglas, 2003 dalam Güllü, H. 2012). Perkiraan PGA adalah
salah satu parameter bahaya gempa yang dapat diandalkan dan merupakan
masalah penting untuk perencanaan tahan gempa dan mitigasi, terutama untuk
daerah yang rawan gempa (Papadopoulou-Vrynioti, et.al., 2013).

Percepatan dan intensitas akibat getaran gempa bumi merupakan dua parameter
yang saling berhubungan. Kedua parameter ini sangat penting dalam perencanaan
bangunan tahan gempa. Percepatan tanah adalah percepatan gelombang yang
sampai ke permukaan bumi dengan satuan cm/s2 (gal) dan diukur dengan alat
yang disebut accelerograph. Edwiza (2008) menulis bahwa secara umum model
empiris percepatan tanah dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
Model Empiris menggunakan data historis gempa bumi, diantaranya sbb:
Formula Empiris Mc. Guirre R.K (Douglas, 2001) ditulis sebagai berikut :

2.11

Dimana:
α = percepatan tanah pada permukaan (gal)

M = magnitudo gelombang permukaan (SR)


R = jarak hiposenter (km)
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 84

Formula Kawashumi (1950) ditulis sebagai berikut :


Log α = M-5.45-0.00084 (R-100) + (Log 100/R) (1/0.4342) 2.12
Dimana:
α =percepatan tanah (gal),
M = magnitudo gelombang permukaan (SR),
R = jarak hiposenter (km).
Formula Gutterberg Richter ditulis sebagai berikut :
Log α =(I0/3)-0.5 2.13
Dimana:
α = percepatan tanah (gal),
I0 = intensitas gempa pada sumber (MMI); I0 = 1,5 (M-0,5)
M = magnitudo gelombang permukaan (SR)
Formula Empiris Donovan (Douglas, 2001)

2.14

Dimana: ∝ = Percepatan tanah pada tempat yang akan dicari (gal)


M = Magnitudo (SR)
R = Jarak hiposenter (km).
Formula Empiris Esteva (Douglas, 2001)
2.15

Dimana:
= percepatan tanah yang akan dicari (cm/s2)

M = magnitudo permukaan (SR)


R = jarak hiposenter (km)
= 1230, , , c4 = 2

Model empiris yang menggunakan data historis gempa bumi dan data periode
dominan tanah yang merupakan hasil pengukuran di lapangan dengan
menggunakan alat micrometer adalah formula empiris Kanai (Douglas, 2011)
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 85

Parameter gempa bumi yang dibutuhkan dalam perhitungan metode ini adalah
magnitudo gempa dan jarak episenter, sedangkan harga periode dominan
merupakan karakteristik tanah yang diperoleh dari pengukuran di lapangan. Harga
periode dominan tanah dapat dicari dengan cara melakukan pengukuran
mikrotremor (Teddy, 2008 dalam Febriani, 2012), maka nilai percepatan tanah
maksimum dapat dihitung dengan menggunakan formula Kanai:

2.16

Dimana:

2.16a

2.16b

Dimana:
T= Periode gelombang gempa (s)
T0= Periode dominan tanah titik pengukuran (s)
G (T) = Faktor perbesaran

Jika terjadi resonansi ( ) maka harga maksimum. Resonansi ini

ditimbulkan oleh gelombang yang melalui lapisan sedimen yang disebabkan


karena gelombang gempa yang memiliki spektrum yang lebar, sehingga hanya
gelombang gempa yang sama dengan periode dominan tanah dengan lapisan
sedimen yang akan diperkuat. Percepatan tanah pada permukaan menjadi

maksimum dengan besarnya harga perbesaran maka persamaan 2.16

(Duglas, 2001; Febriani, 2012) dapat ditulis:

2.17

Dimana:
g = Nilai percepatan getaran tanah titik pengamatan (gal)
Tg = Periode dominan tanah titik pengamatan (s)
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 86

M = Moment magnitude
R = Jarak hiposenter (km)

Perhitungan jarak di antara dua koordinat bumi biasanya dihitung menggunakan


satuan derajat, tetapi dapat juga dalam kilometer. Bumi sebenarnya tidak benar-
benar bulat, maka dalam menghitung jarak episentrum mengunakan spherical

trigonometry. Oleh karena itu, harus mengubah latitude (titik ukur) menjadi

geocentric latitude dituliskan pada persamaan 2.18.

2.18

Untuk menghitung jarak dan azimuth akan tepat bila menggunakan cosinus garis

geosentris dari stasiun dan episenter. Anggap (positif untuk belahan bumi

bagian utara dan negatif nilainya untuk belahan bumi bagian selatan) menjadi

latitude dan (titik ukur) menjadi longitude ( dihitung positif dari arah Greenwich

ke timur dan bervariasi nilainya antara 0o hingga 360o). Cosinus garis geosentris

adalah sebagai berikut:

2.19

Menghitung jarak episentrum dalam derajat(∆):


2.20

dimana e merupakan episentrum dan s adalah stasiun, sedangkan menghitung


jarak dalam kilometer yaitu :
Δ x 111,1 km/derajat 2.21

Nilai peak ground acceleration dengan menggunakan metode Kanai dapat diplot
grafik hubungan antara nilai PGA, jarak episenter, periode dominan tanah, serta
magnitudo yang digunakan dalam persamaan metode Kanai

Secara empiris terdapat hubungan antara percepatan tanah maksimum dengan


intensitas gempa dalam skala MMI seperti yang tertulis dalam Rifunac dan Brady
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 87

(1975) dan direvisi oleh Wald (1999) dalam Edwiza dan Novita (2008), yang
dirumuskan dengan :
IMM = 3,66 logα −1,66 2.22
Dimana:
IMM = intensitas gempa menurut skala MMI
α = percepatan tanah maksimum (gal)

VI Bahan dan Alat


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
4. Seismometer tiga komponen tipe DS-4A feedback short-period
seismometer
5. Digitizer tipe TDL 303S Digital Portable Seismograph
6. Peralatan penunjang TDL 303S Digital Portable Seismograph
7. Komputer/Notebook untuk pemrosesan data dan analisis lebih lanjut.
8. GPS
9. Buku data
10. Peta geologi Kabupaten Kupang
11. Data sekunder tentang gempa bumi dari tahun 1963 sampai 2013 diambil
dari USGS.
12. Set Geolistrik resistivitas OYO
13. Sumber tegangan berupa Aki Astra
14. Perangkat lunak yang terdiri dari :
15. Microsoft Windows 7 Ultimate
16. Software Geopsy packs 2.5.0
17. Software Surfer 9
18. Software Res2dinv
19. Microsoft Word 2007 dan Microsoft Excel 2007

VI.1 Prosedur Penelitian


Akuisisi Data
Pada Penelitian ini dilakukan pengambilan data getaran tanah sebanyak 52 titik
lokasi, jarak antar titik 250 m sedangkan pengambilan data Geolistrik sebanyak 2
lintasan dengan panjang lintasan 400 m dan spasi terkecil elektroda 10 m.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 88

Pengaturan Alat Seismometer


1. Seismometer diletakkan pada titik yang akan diukur, kemudian

dilevelkan melalui nivo yang terdapat pada seismometer. Arah anak

panah pada seismometer menunjukkan arah utara.

2. Kabel penghubung seismometer dan digitizer dihubungkan, kabel GPS

dipasang dan GPS ditempatkan tepat pada titik pengukuran

3. Digitizer dihidupkan dan dilakukan perekaman. Waktu perekaman dicatat

pada saat lampu indikator sinyal GPS telah menyala.

Pengolahan Data Getaran Tanah


Hasil pengukuran dari seismometer yang dilakukan di lapangan adalah data
getaran tanah fungsi waktu dalam bentuk kecepatan. Data terdiri atas 3 komponen
yaitu komponen vertikal (U-D), komponen horizontal (komponen E-W) dan
komponen N-S). Data hasil rakaman seismometer dalam bentuk trace (trc)
sehigga perlu diubah dalam bentuk MiniSeeD (MSD) agar dapat diolah dalam
software Geopsy. Untuk mengubahnya digunakan program DataPro. Pengolahan
dengan program Geopsy menggunakan metode HVSR (Horizontal to Vertical
Spectral Ratio) maka diperoleh nilai frekuensi dominan dan faktor amplifikasi
setiap titik pengukuran.
Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengolahan HVSR yakni sebagai berikut:
Tahap pertama yakni dilakukan proses filter. Filter yang digunakan yakni band
pass filter 0,2 Hz-0,25 Hz.
Proses windowing dengan cara otomatis. Proses ini melakukan seleksi
penjendelaan waktu (windowing) dari sinyal-sinyal yang paling stasioner. Hal ini
ditujukan untuk menentukan sinyal (dalam kawasan waktu) yang akan diproses
lebih lanjut.
Proses transformasi Fourier yang bertujuan untuk mengubah sinyal dari kawasan
waktu ke kawasan frekuensi dilakukan secara otomatis.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 89

Penghalusan data atau smoothing merupakan proses penghalusan data dengan


metode pendekatan fungsi logaritmik Konno-Omachi dengan koefisien lebar pita
20.
Kurva H/V dapat diplot, sehingga diperoleh spektrum H/V (faktor amplifikasi)
terhadap frekuensi. Dari spektrum H/V terhadap frekuensi tersebut, maka dapat
diketahui frekuensi dominan disetiap titik pengukuran, sehingga dapat ditentukan
pula periode dominan.

Data gempa
Spesifikasi data gempa diperoleh dari USGS dan BMKG yakni gempa diambil
dalam kurun waktu 50 tahun antara tahun 1963-2013 dengan magnitudo gempa ≥
3. Data gempa ini akan digunakan untuk perhitungan nilai PGA.

Perhitungan Nilai Percepatan tanah maksimum (PGA)


Dalam penentuan nilai PGA dengan menggunakan metode Kanai, maka dilakukan
beberapa tahap-tahap sebagai berikut:
1. Menentukan nilai periode dominan setiap titik ukur mikrotremor dengan

menginversi nilai frekuensi dominan hasil pengukuran mikrotremor.


2. Memilah data-data gempa yang memiliki magnitudo ≥ 3 antara tahun

1963-2013 yang tersebar di di lokasi.


3. Menentukan jarak episenter gempa bumi terhadap titik pengukuran
4. Menghitung percepatan getaran tanah maksimum setiap titik lokasi

pengukuran dengan menggunakan formula Kanai


5. Perhitungan PGA setiap titik ukur mikrotremor memperhitungkan semua

parameter-parameter gempa yang telah diseleksi sebelumnya. Nilai

Percepatan tanah yang paling besar dari semua perhitungan percepatan

tanah di titik tersebut itulah yang merupakan nilai PGA pada titik itu,

begitu juga untuk titik-titik ukur yang lainnya.

Perhitungan Indeks Kerentanan Seismik


W o r k s h o p G e o f i s i k a | 90

Untuk menghitung nilai kerentanan seismik dengan parameter input frekuensi


dominan tanah dan faktor amplifikasi setiap titik ukur mikrotremor.

DAFTAR PUSTAKA

Aki, K. 1957. Space and Time Spectra of Stationary Stochastic Waves, with
Special Reference to Microtremors. Earthquake Research Institute,
Vol.XXXV, Part 3.
Apostolidis, P., Raptakis, D., and Pitilakis, K. 2004. The Use of Microtremors for
the Definition of Soil Properties and Bedrock Depth in an Urban Area. 13th
World Conference on Earthquake Engineering. Vancouver, b.c., Canada,
Paper no. 2770
Bard, P., 1998. Reliability of the H/V Techniques for Site Effects
Measurements:An Experimental Assesment, Proceeding of the Second
International Symposium Effect of the Surface Geology On Seismic Motion,
Yokohama, Japan, Vol. I , pp. 1251-1254.
Calvi, G. M., Pinho, R., Magenes, G., Bommer, J.J., Restrepo-Vélez, L.F and
Crowley, H., 2006. Development of Seismic Vulnerability Assessment
Methodologies Over the Past 30 Years, ISET Journal of Earthquake
Technology, Paper No. 472, Vol. 43, No. 3, pp. 75-104
Douglas, J., 2001. Ground Motion Estimation Equation 1964-2003, Imperial
College of Science, Technology and Medicine Civil Engineering
Department London .
Douglas, J., 2011. Ground Motion Prediction equations 1964-2010, Pacific
Earthquake Engineering Research Center College of Engineering.
University of California, Berkeley.
Edwiza, D., & Novita, S., 2008. Pemetaan percepatan tanah maksimum dan
Intensitas Seismik Kota Padang Panjang Menggunakan Metode Kanai,
Laboratorium Geofisika Jurusan Teknik Sipil Unand.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 91

Edwiza, D., 2008. Analisis Terhadap Intensitas dan Percepatan Tanah Maksimum
Gempa Sumbar, No. 29 Vol.1 Thn. XV, ISSN: 0854-8471
Febriani, Y. 2012. Pemetaan Nilai Peak Ground Acceleration (PGA) dengan
Menggunakan Metode Kanai di Kota Bengkulu. Tesis S2 Jurusan Fisika
FMIPA-UGM, Yogyakarta
Güllü, H., 2012. Prediction of peak ground acceleration by genetic expression
programming and regression: A comparison using likelihood-based
measure, Engineering Geology 141–142 (2012) 92–113
Hadi, A. I., Farid, M. & Fauzi, Y., 2012. Pemetaan Percepatan Getaran Tanah
Maksimum dan Kerentanan Seismik Akibat Gempa Bumi untuk
Mendukung Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bengkulu.
SIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2 (D)
http://www.engineeringtown.com, 2013, tanggal akses 10 Maret 2013.
Ibs-von Seht, M.,Wohlenberg, Jt., 1999. Microtremor Measurements Used to Map
Thickness of Soft Sediments, Bulletin of the Seismological Society of
America, Vol. 89, No. 1, pp. 250-259
Lane, J.W., Jr., White, E.A., Steele, G.V., and Cannia, J.C., 2008. Estimation of
bedrock depth using the horizontal-to-vertical (H/V) ambient-noise seismic
method. Symposium on the Application of Geophysics to Engineering and
Environmental Problems, April 6-10, 2008, Philadelphia, Pennsylvania,
Proceedings: Denver, Colorado, Environmental and Engineering
Geophysical Society, 13 p.
Lermo, J., & Chavez-Garcia, F., 1994. Are Microtremors Useful in Site Response
Evaluation?, Bulletin Of the Seismological Society of the America, pp.1350-
1364.
Leyton, F., Ruiz, S., Sepúlveda, S.A., Contreras, J.P., Rebolledo, S., Astroza, M.,
2013. Microtremors' HVSR and its correlation with surface geology and
damage observed after the 2010 Maule earthquake (Mw 8.8) at Talca and
Curicó, Central Chile, Engineering Geology 161, 26–33
Mahajan, A. K., Mundepi, A.K., Chauhan, N., Jasrotia, A.S., Rai, N., Gachhayat,
T. K., 2012. Active seismic and passive microtremor HVSR for assessing
site effects in Jammu city, NW Himalaya, India-A case study, Journal of
Applied Geophysics 77, 51–62
III.4 Malang post, 2009a. Kampung Ledok Dihantui Tanah Bergerak. Malangpost
online, 1 Pebruari 2009.
III.5 Malang post, 2009b. Waspadai Bendungan Karangkates. Malangpost online,
30 Maret 2009
Mirzaoglu, M., and Dýkmen, Ü. 2003. Application of microtremors to seismic
microzoning procedure. Journal of the Balkan Geophysical Society, Vol. 6,
No. 3, p. 143 – 156, 13 figs., 1 tab.
Morelli, T. A. 2013. Depth to Bedrock Estimations Using the H/V Spectral Ratio
in the San Joaquin Valley. The Faculty of the Natural Resources
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 92

Management and Environmental Sciences Department California


Polytechnic State University, San Luis Obispo
Mufida, A., Santosa, B. J., Warnana, D. D., 2013. Profiling Kecepatan Gelombang
Geser (Vs) Surabaya Berdasarkan Pengolahan Data Mikrotremor. Jurnal
Sains dan Seni Pomits Vol. 2, No.2, 2337-3520
Mundepi, A. K., and Mahajan, A. K. 2010. Site Response Evolution and Sediment
Mapping Using Horizontal to Vertical Spectral Ratios (HVSR) of Ground
Ambient Noise in Jammu City, NW India. Journal Geological Society of
India Vol.75, pp.799-806
Nakamura, Y. 1989. A method for dynamic characteristics estimations of
subsurface using microtremors on the ground surface. Quaterly Rept. RTRI,
Jpn., 30, 25-33.
Nakamura, Y. 1997. Seismic Vulnerability Indices for Ground and Structures
Using Microtremor, World Congress on Railway Research, Florence.
Nakamura, Y. 2000. Clear Identification of Fundamental Idea of Nakamura's,
System and Data Research Co. Ltd., 3-25-3 Fujimidai, Kunitachi-shi,Tokyo.
Nakamura, Y. 2008. On the H/V Spectrum. The 14th World Conference on
Earthquake Engineering, Beijing, China
Papadopoulou-Vrynioti, Ky., Bathrellos, G. D., Skilodimou, H. D., Kaviris, G.,
Makropoulos, K., 2013. Karst collapse susceptibility mapping considering
peak ground acceleration in a rapidly growing urban area, Engineering
Geology 158, 77–88
Refrizon, Hadi, A. H., Lestari, K. dan Oktari, T., 2013. Analisis Percepatan
Getaran Tanah Maksimum dan Tingkat Kerentanan Seismik Daerah Ratu
Agung Kota Bengkulu, Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung
Saita, J., Bautista,M. L. P,. Nakamura, Y., 2004. On Relationship Between the
Estimated Strong Motion Characteristics of Surface Layer and The
Earthquake Damage-Case Study At Intramuros, Metro Manila, 13th World
Conference on Earthquake Engineering Vancouver, B.C., Canada 1-6, Paper
No. 905
Sharafi, H., Baziar, M. H., Haeri, S. M., 2009. Seismic Microzonation of the
Urban Area Using Microtremor Measurement (Case study: Kermanshah
City), EJGE Vol. 14, Bund. P
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 93

WORKSHOP GEOFISIKA 2017

 GRAVITY
 MAGNETIC
 GEOELECTRICAL RESISTIVITY
 SEISMIC REFRAKSI
 MICROSEISMIC
 GROUND PENETRATING RADAR
 MAGNETOTELLURIC

Laboratorium Geofisika Universitas Brawijaya Malang


W o r k s h o p G e o f i s i k a | 94

Supported by:

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Metode georadar/ground penetrating radar merupakan metode geofisika
yang mampu memproduksi image dengan resolusi tinggi bawah permukaan secara
dangkal (shallow-subsurface). Seperti metode geofisika lainnya, metode ini sangat
bermanfaat untuk mendeteksi adanya anomali benda yang konduktif di bawah
permukaan seperti gorong-gorong, pipa, atau peninggalan benda bersejarah.

I.2 Tujuan
Studi lapangan menggunakan metode georadar / ground penetrating radar
bertujuan untuk
1. Mengidentifikasi kontras konduktivitas batuan penyusun bawah permukaan
pada area penelitian.
2. Mengkorelasi visual kontras konduktivitas dengan metode geofisika lainnya
yang didukung oleh tinjauan geologi lokal maupun regional dari area
penelitian

I.3 Manfaat
Studi lapangan dengan metode georadar ini bermanfaat bagi peserta yaitu
agar peserta mampu memahami, menerapkan dan menginterpretasikan hasil
identifikasi kondisi bawah permukaan menggunakan metode georadar.
Selanjutnya, hasil dari studi ini mampu memberikan pengaruh besar yaitu sebagai
tambahan informasi yang bermanfaat terhadap kajian-kajian yang serupa.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 95

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Radar mempunyai prinsip dasar yaitu bekerja dengan cara mengirimkan


impuls gelombang elektromagnetik (EM), kemudian menangkap gelombang
pantulan yang dipantulkan oleh bahan atau lapisan batuan. Pengiriman impuls
tersebut dapat dilakukan langsung dalam kawasan waktu atau secara tak langsung
dengan mensintesa gema radar pada kawasan frekuensi. Radar penembus
permukaan GPR (Ground Penetrating Radar) adalah suatu alat pencitra
gelombang elektromagnetik (EM) yang dapat melihat benda-benda di bawah
permukaan tanah atau dibalik dinding. Desain GPR sangat bergantung pada tujuan
aplikasi; GPR untuk mencitra benda dibawah permukaan dalam (mis. air) akan
berbeda dengan yang akan dipakai untuk melihat benda di permukaan dangkal
(mis. ranjau).
Ada dua macam teknologi pancaran radiasi EM yang dapat digunakan untuk
membuat radar, yaitu pancaran impuls dan pancaran gelombang kontinu. Prinsip
perambatan gelombang radar merupakan prinsip perambatan gelombang
elektromagnetik. Sifat-sifat elektromagnetik dari suatu material berhubungan
dengan komposisi dan kadar airnya, yang merupakan pengontrol utama kecepatan
perambatan gelombang radar dan atenuasi gelombang elektromagnetik dalam
material.
Kecepatan gelombang radar yang melalui dalam beberapa medium
tergantung pada kecepatan cahaya di udara (c = 300 mm/ns), konstanta dielektrik
relatif (r ) dan permeabilitas magnetik relatif ( = 1 untuk material non
magnetik). Radiasi elektromagnetik yang dipantulkan (direfleksikan) oleh suatu
perlapisan medium tergantung pada kontras konstanta dielektrik relatif perlapisan-
perlapisan yang berdekatan, apabila kontras tersebut lebih besar maka jumlah
energi gelombang radar yang direfleksikan juga akan lebih besar. Bagian energi
yang direfleksikan dinyatakan sebagai koefisien refleksi (R) yang ditentukan oleh
kontras kecepatan dielektrik relatif dari medium. Dalam semua kasus magnitudo
R berada pada rentang ±1. Bagian energi yang ditransmisikan sama dengan 1-R,
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 96

sedangkan daya koefesiensi refleksi sama dengan R2. maka amplitudo koefisien
refleksi diberikan:

(2.1)

Dimana,
V1 : kecepatan gelombang radar pada lapisan 1
V2 : kecepatan gelombang radar pada lapisan 2 (V1< V2)
1 dan 2 : kontanta dielektrik relatif(r) dari lapisan 1 dan lapisan 2
Pada persamaan 2.2 dituliskan persamaan Maxwell yaitu menjelaskan suatu
persamaan dasar gelombang radar dari gelombang elektromagnetik pada radiasi
antena energi frekuensi radio.
 2 E   2E  iE  0 (2.2)

dimana :
E : Vektor medan listrik (V/m)
 : 2πf ( Frekuensi Angular (rad/s) = frekuensi (Hz)
0 : Permitivitas listrik dalam ruang vakum
r : Konstanta dielektrik relatif dari medium
 : Permitivitas listrik medium ( = 0 × r F/m )
μ : Permeabilitas magnetik relatif ruang vakum (4π ×10-7 H/m)
 : Konduktivitas listrik (S/m)
Jika pada gelombang bidang yang merupakan karakteristik bentuk muka
gelombang (wavefront) radar mempunyai solusi seperti pada persamaan 2.3 di
bawah ini.
E  E0 e  ikz , k   2  i  2 (2.3)
Kecepatan gelombang radar melalui bahan akan tergantung kepada jenis
bahan dan merupakan fungsi dari permitivitas relatif bahan. Kecepatan gelombang
radar dalam material (Vm) diberikan oleh persamaan 2.4 ( Reynolds, 1997).
Dimana c adalah kecepatan cahaya di udara, r adalah konstanta dielektrik relatif
dan permeabilitas magnetik relatif (= 1 untuk material non magnetik), P
merupakan loss faktor dengan P/.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 97

c
Vm 
 
  r  r 
 
 1  P   1 
2 (2.4)
 2  
Menurut MALA GeoScience, 1997 pada Tabel 2.1 diperlihatkan rentang
harga kecepatan gelombang radar melalui beberapa bahan. Sedangkan hubungan
antara besar frekuensi antena radar yang digunakan terhadap kemampuan
menembus target kedalaman dapat di lihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Kecepatan dan Konstanta Dielektrik berbagai medium (Davis, et al., 1989)

Medium εr Kecepatan (m/μs)


Udara 1 300
Air Segar 81 33
Limestone 7-16 75-113
Granite 5-7 113-134
Schist 5-15 77-134
Concrete 4-10 95-150
Clay 4-16 74-150
Silt 9-23 63-100
Sand 4-30 55-150
Moraine 9-25 60-100
Es 3-4 150-173

Tabel 2.2 Kemampuan menembus target kedalaman berdasarkan frekuensi

Frekuensi Ukuran target Aproksimasi Penetrasi


Antena minimum yang range kedalaman
(MHz) terdeteksi(m) kedalaman(m) maksimum (m)
25 ≥ 1,0 5-30 35-60
50 ≥ 0,5 5-20 20-30
100 0,1-1,0 2-15 15-25
200 0,05-0,50 1-10 5-15
400  0,05 1-5 3-10
1000 0.05-2 0.5-4

GPR dapat diterapkan, misalnya pada eksplorasi air tanah, pemantauan


penyebaran limbah dan juga pada eksplorasi tambang mineral logam seperti
eksplorasi bijih emas, nikel dan lain-lain. Metode ini dapat mendeteksi tulangan
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 98

beton dengan frekuensi antena 1000 MHz atau juga dapat mendeteksi pipa berisi
kabel yang hanya berdiameter 10 cm, dimana hal ini sulit dilakukan dengan
metoda seismik karena panjang gelombang seismik umumnya berkisar lebih dari
50 m.Kemampuan penetrasi GPR bergantung pada frekuensi sinyal sumber,
efisiensi radiasi antena dan sifat dielektrik material. Sinyal radar dengan frekuensi
yang tinggi akan menghasilkan resolusi yang tinggi, tetapi kedalaman
penetrasinya lebih terbatas (Davis dan Anan, 1989).
Pada suatu sistem radar akan terdiri dari sebuah pembangkit sinyal, antena
transmisi dan sebuah antena penerima yang berfungsi untuk merekam keluaran
yang dihasilkan. Cara kerja radar yaitu mulai dari input/masukan pada antena
transmisi dan berakhir dengan keluaran/output dari antena penerima merupakan
suatu sistim linier. Linieritas ini akan menjelaskan beberapa fenomena dan
peristiwa elektromagnetik yang terjadi antara dua antena (misalnya propagasi
gelombang sepanjang antena pemancar, radiasi, atenuasi, transmisi dan refleksi
dari suatu target). Antena transmisi membangkitkan gelombang radio yang
berjalan dengan kecepatan tinggi, waktu perambatan (travel time) dari gelombang
radio yang ditransmisikan melewati medium dan selanjutnya kembali ke antena
penerima berorde nano detik (ns). (Kong et al.,1995)
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 99

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Desain Survei Georadar


Studi georadar diawali dengan membuat desain survei yang biasanya berupa
lintasan atau line. Lintasan ini ditentukan panjangnya sesuai dengan kemampuan
impuls pulsa gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh alat. Biasanya
dalam menentukan lintasan harus memperhitungkan faktor topografi. Akuisisi
georadar biasa dilakukan dalam suatu lintasan lurus (tidak berkelok). Namun, jika
area penelitian memiliki banyak belokan, maka lintasan dibuat lebih banyak dan
pendek. Lintasan-lintasan tersebut dibuat sejajar mengikuti alur jalan yang lurus
dan dilebihkan 1 – 2 meter. Kelebihan panjang lintasan ini akan saling
berpotongan di titik belok dari jalan tersebut.

Gambar 3.1 Peralatan GPR Future 2005 yang terdiri dari : a. Tongkat penghubung probe,
b. Buetooth dongle, c. Control unit, d. Probe horisontal dan vertikal, e. Headphone, f.
Battery Charger, g. Baterai, dan h. Kabel eksternal dari baterai ke control unit.

Peralatan yang digunakan dalam studi georadar adalah Ground Penetrating


Radar (GPR) Future 2005. Alat ini dikhususkan untuk mendeteksi logam (metal)
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 100

dan rongga (cavity). GPR tipe Future 2005 terdiri dari beberapa bagian, antara
lain,
1. 1 buah control unit sebagai pemancar gelombang,
2. Probe terdiri dari 1 buah probe horizontal dan 1 buah probe vertikal.
Penggunaan probe didasarkan pada kebutuhan untuk probe horisontal,
detektor berada sepanjang probe biasanya untuk pencarian logam dan cavity.
Probe vertikal sensornya berada di salah satu ujung probe, biasanya digunakan
untuk survei pencarian perhiasan, senjata yang hilang;
3. 1 batang penghubung linkage for probe,
4. 1 buah USB Bluetooth Dongle,
5. 1 buah External Power Supply,
6. 1 buah charger untuk external Power Supply, dan
7. 1 buah headphones.
Untuk mempermudah pengambilan dan mendapat data yang baik maka
perlu ditentukan luasan yang jelas. Perlu adanya titik base yang berada dititik
awal, Lintasan pengambilan data (pengambilan data menggunakan probe
horizontal) lintasan harus lurus dan kecepatan langkah kaki operator pembawa
probe harus konstan. Perpindahan lintasan 1 ke lintasan berikut dari kanan ke kiri
yang ditunjukkan Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Alur pergerakan probe saat pengambilan data

Pengambilan data menggunakan GPR Future 2005 yang dilengkapi dengan


fasilitas transfer data bluetooth antara alat GPR dengan computer. Komponen alat
dibedakan menjadi 2 yaitu pembangkit sinyal/control unit (GPR), probe sebagai
antena dan terakhir baterai sebagai pembangkit daya. Sebelum melakukan
scanning, GPR harus terhubung dengan kabel baterai (pilih sumber tegangan 9 V).
Personal computer yang telah diinstall software Visualizer 3D dijalankan dan
dihubungkan dengan GPR via bluetooth.
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 101

Urutan pengambilan data dengan menggunakan GPR Future 2005 antara


lain adalah :
1. Baterai dinyalakan (tombol on pada baterai) kemudian kontrol unit
dinyalakan, pilih ground scan (dapat memilih mode lain misal live scan dll).
2. Pilih mode automatic scan kemudian dipilih impulse sesuai dengan
kebutuhan. Semakin besar impulse semakin lama waktu scan dan semakin
panjang area yang disurvei. Impulse maksimum yang diperkenankan adalah
50.
3. Setelah operator GPR memilih mode pada alat GPR sesuai dengan yang
digunakan selanjutnya operator software memilih GPR Future 2005,
kemudian ground scan dan unit impulse yang dipilih misalkan 50, selanjutnya
klik OK (gambar 3).
4. Komponen pembangkit dan penerima sinyal dari GPR dihubungkan dengan
personal computer dengan menggunakan koneksi via bluetooth.
5. Setelah terhubung antara GPR dan PC, scanning bisa dilakukan dan software
akan mengolah dan memberikan output berupa penampang 2D dan 3D.
6. Setelah penembakan impulse selesai atau panjang area scanning terlampaui,
software bisa menghentikan proses scanning penampang pada hasil keluaran
(output). Untuk line berikutnya mengikuti gambar 2, sehingga tidak perlu
mengulangi dari line sebelumnya. (Hal yang perlu diingat ketika menentukan
unit impulse adalah unit zigzag yang harus dipilih).

Gambar 3.3 Tampilan Perangkat Lunak Visualizer 3D ketika GPR sudah tersambung
dengan komputer (personal computer).
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 102

7. Setelah data dirasa cukup bagus dengan kecepatan scanning yang stabil, maka
kita bisa melakukan intepretasi dengan melihat anomali-anomali yang ada
berdasarkan warna-warna yang ditampilkan.

III.2 Pengolahan Data


GPR tipe Future 2005 merupakan alat berfasilitas digital yang langsung
dapat dikoneksikan dan diproses dalam Personal computer dengan menggunakan
software Visualizer 3D. Pengolahan data menggunakan Visualizer 3D dari unit
gabungan alat GPR Future 2005 menampilkan penampang / radargram hasil
scanning secara langsung. Tampilan penampang 2D atau 3D dapat dilakukan
koreksi dengan menggunakan fasilitas pada menu-menu yang ada di perangkat
lunak Visualizer 3D. Untuk tampilan data berupa 3D, kita dapat menggunakan
fasilitas di menu untuk memperkirakan kedalaman anomali yang muncul yaitu
dengan mengubah kedudukan garis vertikal dan horizontal (sumbu X dan sumbu
Y) di titik target untuk menentukan posisi dan kedalaman titik target. Gambar titik
sumbu horizontal dan sumbu vertikal dapat dilihat di bawah ini. Setelah selesai
pengoreksian data, tampilan dapat disimpan dengan cara di save pada perangkat
lunak Visualizer 3D.

Gambar 3.4 Contoh penampang anomali benda konduktif dan cavity dapat dikenali
dengan mudah (OKM GmbH, 2014).
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 103

(a) (b)
Gambar 3.5 Contoh penampang dari perangkat lunak Visualizer 3D untuk menentukan
titik kedalaman target dengan menggunakan line of depth (1) dan cross hair (2).

Gambar 3.6 Arah line pengambilan data (atas) dan hasil scanning dalam visual 2D
(bawah).

III.3 Interpretasi Data


Sebelum menginterpretasi data kita harus tahu kondisi daerah yang
mempengaruhi data yang dihasilkan (kondisi geologi). GPR Future 2005 didesain
untuk keperluan pendeteksian cavity dan logam. Oleh sebab itu alat ini akan
menampilkan kontras warna yang dominan (anomali) yang berupa material logam
dan cavity. Interpretasi ini dapat memperkirakan jenis material (logam atau
cavity), letak dan kedalamannya dengan melihat kontras warna (anomali). Gambar
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 104

6 atas merupakan ilustrasi arah line pengambilan data. Sedangkan untuk contoh
tampilan data berupa 2D yaitu pada Gambar 6 bawah , dan interpretasi data
(Gambar 8) untuk mendeteksi gorong-gorong.

Gambar 3.7 Interpretasi menentukan kedalaman gorong-gorong.


W o r k s h o p G e o f i s i k a | 105

DAFTAR PUSTAKA

Davis and Anan, 1989. Field Observations of Electromagnetic Pulse Propagation


in Dielectric Slabs, Geophysics, vol 49, No. 10, 1763-1773.
Davis, J. L., and Annan, A. P., 1989. Ground penetrating radar for high resolution
mapping of soil and rock stratigraphy. Geophysical prospecting, Vol. 37, p.
531-551.
Kong, F.N., dan T.L. By., 1995, Performance of a GPR System Which Uses Step
Frequency Signals, J. of Appl. Geoph.
OKM GmbH, Manual GPR Future I-160 (online).http://www.okmmetal de-
tectors.com/products/future160.php?lang=en (diunduh pada tanggal 21
Oktober 2014, pukul 13.43 WIB).
OKM GmbH, 2014. Screenshot Anomaly in Visualizer 3D (online).
http://www.okmmetaldetectors.com/products/software/visualizer3d.php?
lang=en (diunduh pada tanggal 21 Oktober 2014, pukul 19.53 WIB).
OKM Ortungstechnik GmbH, 2014. Manual of Visualizer 3D (online).
http://www.visualizer3d.com/downloads.php (diunduh pada tanggal 21
Oktober 2014, pukul 21.09 WIB).
Reynolds, J. M., 1997. York. An Introduction to Applied and Environmental
Geophysics, John Wiley dan Sons,Newyork
W o r k s h o p G e o f i s i k a | 106

LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh catatan akuisisi metode GPR di lapangan
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7| 107

WORKSHOP GEOFISIKA 2017

 GRAVITY
 MAGNETIC
 GEOELECTRICAL RESISTIVITY
 SEISMIC REFRAKSI
 MICROSEISMIC
 GROUND PENETRATING RADAR
 MAGNETOTELLURIC

Laboratorium Geofisika Universitas Brawijaya Malang

Supported by:
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7| 108

DASAR TEORI
Magnetotellurik merupakan metode sounding yang mengukur secara pasif

medan elektromagnetik alam yang dipancarkan oleh bumi. Medan listrik ( ) dan

medan magnet ( ) berhubungan dengan arus telurik yang mengalir di bumi

sebagai akibat dari variasi medan elektromagnetik alami bumi yang bergantung
pada sifat kelistrikan terutama konduktivitas medium. Arus ini ditangkap oleh
sensor medan listrik dan medan magnet kemudian dirubah menjadi gelombang
elektromagnet yang terpolarisasi pada bidang medan magnet dan medan listrik
pada arah horizontal (arah xy), sedangkan merambat pada arah vertikal (arah z).
Hasil nilai amplitudo dari komponen horizontal medan listrik dan medan
magnet yang saling tegak lurus yang menjalar di permukaan, kemudian hasil nilai
frekuensi yang bervariasi sehingga dihasilkan variasi nilai resistivitas setiap
kedalaman (resistivitas semu). Berikut rumus resistivitas :

ρ = 0,2T

ρ : Resistivitas listrik (ohm m)


T : Periode (s)

: Kuat medan listrik (V/m)

: Densitas flux magnet (T)\

AKUISISI DATA
Proses akuisisi data awal dengan menempatkan alat magnetotellurik sesuai

dengan arah kompas, ada bagian yang menghadap utara, selatan, timur dan barat.

Setelah posisi yang sesuai atau lebih tepatnya menanam porospsot sebagai medan

listrik ke arah utara, selatan, timur dan barat. Setelah porospot sudah ditanam
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7| 109
maka selanjutnya kita letakkan 1 coil medan magnet di antara kedua porospot,

misalnya antara porospot utara timur. Dimana coil medan magnet sebanyak 3 pada

arah sejajar dengan permukaan, dan 1 dengan arah tegak lurus dengan permukaan.

Perlu diingat di sini antara kedua porospot atau sering dikenal sebagai kuadran,

tidak boleh ditempati 2 coil dan hanya boleh ditempati 1 coil saja. Setelah

porospot sebagai medan listrik dan coil sebagai medan magnet terpasang, maka

tahap selanjutnya kita hubungkan dengan aki sebagai sumber daya. Kemudian

sebelum menjalankan alat, kita perlu mensetting GPS untuk menentukan titik

apakah sesuai dengan desain survai yang sudah kita rencanakan. Setting GPS di

alat juga perlu dilakukan supaya kita bisa mendapatkan data GPS juga pada alat.
Proses selanjutnya dilakukan akuisisi data dengan mensetting frekuensi

energi yang digunakan, yaitu 64596 Hz frekuensi tinggi (HF), 4096 Hz frekuensi

tinggi (HF) dan 128 Hz frekuensi rendah (LF). Proses selanjutnya mensetting

waktu akuisisi data, lama akuisisi tergantung apa yang akan dicari. Selama proses

akusisi diperlukan pengawasan disekitar sensor medan magnet dan medan listrik

agar tidak terjadi noise pada data.

PROSESING DATA
Prosesing data dilakukan dengan 2 software, yaitu software mapros dan software
WinGlink. Pada prinsipnya software mapros mengubah data time series menjadi
domain frekuensi dengan Fast Fourier Transform (FFT ). Pada penelitian ini
menggunakan 3 frekuensi energi , yaitu 64536 Hz, 4096 Hz, dan 128 Hz. Berikut
merupakan hasil time series frekuensi 64536 Hz :
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7| 110

Gambar di atas merupakan hasil data time series sudah diproses menjadi data
domain frekuensi pada frekuensi energi 64536 Hz. Hasil data ini menunjukkan 3
parameter yang dihasilkan, yaitu amplitudo (mV), fase, dan frekuensi (Hz).
Frekuensi yang dihasilkan harus mengikuti prinsip Nyquist, dimana frekuensi
yang dihasilkan harus ½ dari frekuensi sampling.
Proses selanjutnya yaitu mengeksport data tersebut ke file edi yang

kemudian dilakukan pemodelan dua dimensi. Proses awal pada sofware WinGlink

sebelum dilakukan pemodelan, data dilakukan koreksi statik pada setiap titik

pengukuran. Berikut merupakan hasil data nya :


W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7| 111

Gambar 1` Sebelum koreksi statik

Gambar 2 Setelah koreksi statik

Gambar diatas merupakan hasil data sebelum koreksi statik,

terlihat kurva TE (warna merah) dan TM (warna biru) tidak saling berhimpit ini

dikarenakan distorsi. Setelah dilakukan koreksi statik (2) terlihat kurva TE (warna

merah) dan TM (warna biru) saling berhimpit, ini sesuai dengan konsep

elektromagnet.
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7| 112
Proses selanjutnya yaitu membagi lapangan pengukuran menjadi 3

line, dimana setiap line terdiri dari beberapa titik (sudah dikoreksi statik). Berikut

tabel line dan titik :

Tabel 4.2 Line dan titik :


Line titik 1 titik 2 titik 3 titik 4 titik 5 titik 6
B SUN 7 MT 2 MT 3 MT 13 MT 12 SUN 2
C MT 9 MT 5 MT 4 SUN 5 SUN 4 SUN 2
F MT 1 MT 3 SUN 5 SUN 6

Penggambaran Line dan titik secara lebih jelas dapat digambarkan

pada gambar berikut :

Gambar 4.13 Line dan titik (sumber : Google Earth)

Dari ketiga Line tersebut, selanjutnya dilakukan pemodelan

resistivitas dari masing – masing line. Proses pemodelan dilakukan dengan inversi

dari setiap line tersebut.


W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7| 113

Gambar 3 pemodelan line F sebelum iterasi

Gambar 4 pemodelan line F setelah iterasi

Gambar (3) sebelum iterasi terlihat hasil resisitivitas yang

seragam, tetapi setelah dilakukan proses inversi (4) dihasilkan variasi nilai

resistivitas setiap kedalaman di tandai dengan perbedaan warna pada setiap

kedalaman. Variasi nilai resistivitas ini akan memudahkan dalam interpretasi

struktur bawah permukaan.

INTERPRETASI DATA
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7| 114

Gambar Hasil Pemodelan Line C


Line C terdiri dari 6 titik pengukuran, yaitu MT 09, MT 05, MT 04, SUN

5, SUN 4 dan SUN 2. Line C dimulai dari titik MT 09 sampai titik SUN 2, berarah

dari utara ke selatan. Hasil pemodelan resistivitas 2-D, secara umum terlihat dua

sebaran resistivitas utama. Pola resistivitas rendah dengan rentan nilai antara 4 –

64 ditunjukkan dengan warna ungu hingga biru muda, sedangkan pola

resistivitas sedang dengan rentan nilai 128 - 1024 ditunjukkan dengan warna

hijau tua hingga hijau muda.


Pola resistivitas rendah menyebar di bawah titik MT 09 dari permukaan

hingga mencapai kedalaman 2700 m, kemudian secara diagonal mengarah ke

timur laut mencapai kedalaman 1250 m di bawah titik pengukuran SUN 2. Pola

resistivitas rendah diduga batuan penyusun struktur merupakan endapan aluvium

sesuai dengan peta geologi Porong.


Pola resistivitas sedang menyebar di bawah titik MT 09 di kedalaman

2700 m mengarah ke selatan mencapai kedalaman 5000 m di bawah titik

pengukuran SUN 2. Pola resistivitas sedang diduga batuan penyusun struktur


W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7| 115
merupakan formasi Jombang, karena sesuai stratigrafi Porong - Sidoarjo formasi

Jombang di bawah endapan aluvium.

Daftar Pustaka

Aswan M, Sampurno J, dan Putra Y.S, 2014. Studi Rembesan Polutan Sampah
berdasarkan Metode Konduktivitas Elektromagnetik disekitar Tempat
Pembuangan Akhir ( TPA ) Batulayang Kota Pontianak, Prisma Fisika. Vol.
2(1) : 23-26
Budiono K, Handoko, Hermawan U, dan Godwin, 2010. Penafsiran Struktur
Geologi Bawah Permukaan di Kawasan Semburan Lumpur Sidoarjo ,
Berdasarkan Penampang Ground Penetrating Radar ( GPR ), Jurnal Geologi
Indonesia.Vol. 5(3) : 187-195
Erdiansyah E, Iryanti M, dan Wardhana D.D, 2015. Identifikasi Struktur bawah
Permukaan dengan Menggunakan Metode magnetotellurik Daerah Sekitar
Bogor Jawa Barat sebagai Potensi Sistem Hidrokarbon, Fibusi (JoF). Vol
3(1) : 1-10
Fitrida S.M, Sampurno J, Ivansyah O, dan Kholid M, 2015. Identifikasi Struktur
Bawah Permukaan Berdasarkan Metode Magnetotellurik di Kawasan Panas
Bumi Wapsalit Kabupaten Buru Provinsi Maluku. POSITRON. Vol. 5(1) :
`11 - 18
Gaol K.L, Nur A.A dan Sendjaja Y.A, (2016). Pendekatan Geofisika untuk
Menemukan Aliran Air Bawah Permukaan ke Lokasi Semburan Lumpur
Panas di Wilayah Porong Provinsi Jawa Timur.
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:6vMZ3Y0yJmsJ:
sminar.ftgeologi.unpad.ac.id/wp
content/uploads/2016/07/1.3.pdf+&cd=1&hl=en&ct=clnk&gl=id.25
Desember 2016
Griffiths D.J, 1999. Introduction to Electrodynamics. 3rd ed. Prentice Hall
Upper Saddle River, New Jersey 07458
Gunawan D, dan Juwono F.H, 2012 Pengolahan Sinyal Digital. Graha Ilmu. Ruko
Jambusari, Yogyakarta 55283
Hardini P, Zaenudin A, dan Handoyo R, (2016) Penerapan Koreksi Statik Time
Domain Eelectromagnetic (TDEM) pada data Magnetotellurik (MT) untuk
Pemodelan Resistivitas Lapangan Panas Bumi “SS”.
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:3kXbDiRCfNIJ:download.portalgaruda.org/article.php%3Farticle
%3D329834%26val%3D7701%26title%3DPENERAPAN%2520KOREKSI
%2520STATIK%2520TIME%2520DOMAIN%2520ELEKTROMAGNETIK
%2520(TDEM)%2520%2520%2520PADA%2520DATA
%2520MAGNETOTELLURIK%2520(MT)%2520%2520UNTUK
W o r k s h o p G e o f i s i k a 2 0 1 7| 116
%2520PEMODELAN%2520RESISTIVITAS%2520%2520LAPANGAN
%2520PANAS%2520BUMI%2520%25C3%25A2%25E2%2582%25AC
%25C5%2593SS
%25C3%25A2%25E2%2582%25AC+&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=id. 25
Desember 2016.
Heditama D.M, 2011. Pemrosesan data Time Series pada Metode Magnetotellurik
(MT) menjadi data Resistivitas Semu dan Fase menggunakan MATLAB,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Univesitas Indonesia.
Indrawati R, 2016. Analisa Struktur Bawah Permukaan daerah Porong Sidoarjo
berdasarkan Data Gaya Berat. Universitas Lampung.
Kusumawardani K, 2014. Penggunaan data Time Domain Eelectromagnetic
(TDEM) dalam mereduksi efek statik pada data Magnetotellurik (MT)
daerah prospek panas bumi lapangan “UB”. Fakultas Mipa, Universitas
Brawijaya Malang.
Lembar Mojokerto, 1985. http://www.bandgis.com/2016/08/peta-geologi-
mojokerto-lembar-mojokerto.html
Maruly R, 2016. Analisis data resistivitas untuk identifikasi
fluidadi daerah prospek panas bumi Way Ratai kabupaten Pesawaran.
Fakultas Teknik.universitas Lampung.
Satrio A, dan Koesuma S, 2012. Identifikasi Panas Bumi daerah Ngijo dan
Pablengan Karanganyar Menggunakan Metode Audio Magnetotellurik.
Indonesian Jounal of Applied Physics. Vol. 2(2) : 198-204
Setiadi I, Darmawan A, dan Marjiyono, 2016. Pendugaan Struktur Geologi Bawah
Permukaan Daerah Terdampak Lumpur Sidoarjo (Lusi) Berdasarkan Analisis
Data Geomagnet. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi. Vol. 7(3) : 125-
134
Setiyawan T, dan Utama W, 2016. Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Porong
Sidoarjo Dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Untuk Mendapatkan
Bidang Patahan. http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:y6uA2smBNEQJ:digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-13448.
25 Desember 2016

Syahwanti H, Arman Y, Ivansyah O, dan Kholid M, 2014. Aplikasi Metode


Magnetotellurik Untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi (Studi Kasus:
Daerah Mata Air Panas Cubadak, Sumatera Barat). POSITRON. Vol. 4(2) :
71-78
Telford W.M, Geldart L.P, dan Sheriff R.E, 1990. Applied Geophysics. 2nd ed.
Press Syndicate of the University of Cambridge, Melbourne 3116,
Australia.
Padmawidjaja T, 2013. Analisis data gaya berat daerah Porong dalam Studi Kasus
struktur dan deformasi geologi bawah permukaan. Jurnal Lingkungan dan
Bencana Geologi. Vol. 4(3) : 237-251

Anda mungkin juga menyukai